Dokumen tersebut membahas enam pilar pendidikan menurut UNESCO yaitu belajar untuk mengetahui, belajar untuk melakukan, belajar untuk menjadi, belajar untuk hidup bersama, belajar cara belajar, dan belajar sepanjang hidup. Dokumen tersebut juga menyarankan perubahan paradigma pendidikan Indonesia dengan mengubah pendekatan yang sentralistik menjadi inklusif dan mengembangkan metode penyampaian materi yang lebih
2. 1. Learning to KNOW
Learning to know bukan sebatas mengetahui dan
memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya,
menyimpan dan mengingat selama-lamanya dengan
setepat-tepatnya, sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang
telah diberikan, namun juga kemampuan dalam
memahami makna di balik materi ajar yang telah
diterimanya.
2
6 pilar-pilar pendidikan yang
direkomendasikan UNESCO
3. Dengan learning to know, kemampuan menangkap
peluang untuk melakukan pendekatan ilmiah
diharapkan bisa berkembang yang tidak hanya
melalui logika empirisme semata, tetapi juga secara
transendental, yaitu kemampuan mengaitkannya
dengan nilai-nilai spiritual.
3
4. 2. Learning to DO
Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to
know. Kelemahan model pendidikan dan pengajaran
yang selama ini berjalan adalah mengajarkan “omong
doang” (baca: teori), dan kurang menuntun orang untuk
“berbuat” (praktek). Semangat retorika lebih besar dari
action.
Yang dimaksud learning to do bukanlah kemampuan
berbuat mekanis dan pertukangan tanpa pemikiran, tetapi
peserta didik akan terus belajar bagaimana memperbaiki
dan menumbuhkembangkan kerja, juga bagaimana
mengembangkan teori atau konsep intelektualitasnya.
4
5. 3. Learning to BE
Melengkapi learning to know dan learning to do,
Robinson Crussoe berpendapat bahwa manusia itu
hidup sendiri tanpa kerja sama atau saling tergantung
dengan manusia lain. Manusia di era sekarang ini
bisa hanyut ditelan masa jika tidak berpegang teguh
pada jati dirinya.
Learning to be akan menuntun peserta didik menjadi
ilmuwan sehingga mampu menggali dan menentukan
nilai kehidupannya sendiri dalam hidup
bermasyarakat sebagai hasil belajarnya.
5
6. 4. Learning to LIVE TOGETHER
Learning to live together ini merupakan keterkaitan dan
kelanjutan dengan poin-poin di bawah. Oleh karena itu,
premis ini menekankan dan menuntut seseorang untuk
hidup bersama-sama ditengah masyarakat dan menjadi
educated person yang bermanfaat baik bagi diri dan
masyarakatnya maupun bagi seluruh umat manusia.
Karena manusia adalah “makhluk sosial”, maka
pendidikan diperoleh melalui interaksi sosial, adaptasi
dan mengaktualisasikan diri ditengah masyarakatnya
6
7. SISTEM PENDIDIKAN DAN
PEMBELAJARAN
STANDARD INTERNASIONAL
LEARN TO KNOW
LEARN TO DO
LEARN TO BE
LEARN TO LIVE
TOGETHER
PENGEMBANGAN
PENGETAHUAN/WAWASAN
KEILMUAN
PENGEMBANGAN
KEMAMPUAN DAN
PENGALAMAN
PENGEMBANGAN
KEAHLIAN DAN
PRESTASI
PENGEMBANGAN
KEMAMPUAN ADAPTASI
SOSIAL DAN LINGKUNGAN
4 PILAR
PENDIDIKAN
OBJEKTIF
MELIHAT
MASALAH
MEMAHAMI
MASALAH
MEMECAHKAN
MASALAH
MENCEGAH
MASALAH
MELIHAT
PELUANG
MEMAHAMI
PELUANG
MEMANFAATKAN
PELUANG
MENCIPTAKAN
PELUANG
TINGKAT PENCAPAIAN
INTELEKTUAL
SUMBER UNESCO7
8. Oleh karena perkembangan dunia pendidikan
abad 21 ini yang semakin beragam dan meluas,
maka diperlukan tambahan 2 rumusan pilar-
pilar pendidikan yaitu :
1. Learning How To Learn
2. Learning Throughout Learn
8
9. 5. Learning HOW TO LEARN
Sekolah boleh saja selesai, tetapi belajar tidak boleh
berhenti. Pepatah, “Satu masalah terjawab, seribu
masalah menunggu untuk dijawab”, seakan sudah
menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan dalam
kehidupan yang serba modern ini.
Oleh karena itu, Learning How to Learn akan
membawa peserta didik pada kemampuan untuk dapat
mengembangkan strategi dan kiat belajar yang lebih
independen, kreatif, inovatif, efektif, efisien, dan penuh
percaya diri, karena masyarakat baru adalah learning
society atau knowledge society.
9
10. Orang-orang yang mampu menduduki posisi
sosial yang tinggi dan penting adalah mereka
yang mampu belajar lebih lanjut.
Learning How to Learn memerlukan model
pembelajaran baru, yaitu pergeseran dari model
belajar “memilih” (menghafal) menjadi model
belajar “menjadi” (mencari/ meneliti). Asumsi
yang digunakan dalam model belajar “memiliki”
adalah “pendidik tahu”, peserta didik tidak tahu.
Oleh karena itu, pendidik memberi pelajaran,
peserta didik menerima.
10
11. Yang dipentingkan dalam model belajar
“memiliki” ini adalah penerima pelajaran yang
akan menerima sebanyak-banyaknya, menyimpan
selama-lamanya, dan menggunakannya sesuai
dengan aslinya serta menurut instruksi yang telah
diberikan.
Sebaliknya, pada proses belajar “menjadi”, peserta
didik sendiri yang mencari dan menemukan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
dihadapinya, sedang pendidik dituntut
membimbing, memotivasi, memfasilitasi,
memprovakasi, dan mempersuasi.
11
12. 6. Learning THROUGHOUT LEARN
Perubahan dan perkembangan kehidupan berjalan terus-
menerus yang semakin keras dan rumit. Oleh karena
itu, tidak ada jalan lain kecuali harus belajar terus-
menerus sepanjang hayat.
Learning Throughout Learn ini menuntun dan memberi
pencerahan pada peserta didik bahwa ilmu bukanlah
hasil buatan manusia, tetapi merupakan hasil temuan
atau hasil pencarian manusia. Karena ilmu adalah ilmu
Tuhan yang tidak terbatas dan harus dicari, maka upaya
mencarinya juga tidak mengenal kata berhenti.
12
13. Bertolak dari butir-butir tersebut, gagasan
paradigma baru pendidikan Indonesia
dalam abad mendatang adalah:
1. Mengubah dan mengembangkan paradigma lama
menjadi paradigma baru - ciptakan pandangan baru
yang sesuai dengan kebutuhan atau tantangan zaman
Termasuk di sini adalah perubahan pendekatan dalam
pendidikan yang sentralistik dan segregatif, serta
mewujudkan pendidikan masa depan dan nasional
menuju terwujudnya suatu masyarakat dunia yang
damai yang dimulai di dalam masyarakat lokal yang
berbudaya
13
14. 2. Perlunya perubahan metode penyampaian materi
pendidikan. Metode yang kita gunakan selama
ini rasanya terlampau banyak menekankan
penguasaan informasi untuk menyelesaikan
masalah. Akibatnya, kita hanya mengutamakan
manusia yang patuh dan kurang memikirkan
terbinanya manusia kreatif
3. paradigma pendidikan agama yang eksklusif,
dikotomis, dan parsial harus diubah menjadi
pendidikan yang inklusif, integralistik, dan
holistis.
14