SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  23
TATA BAHASA INDONESIA DASAR
                    MORFOLOGI
(PENGENALAN MORFEM, ALOMORF, PROSES MORFOLOGIS, DAN
               PROSES MORFOFONEMIK)
                 OLEH: DEDI DAMHUDI

1. Pendahuluan
     Seperti kita ketahui, bahasa merupakan media ungkap bagi manusia. Oleh
karenanya, bahasa tidak bisa dilepaskan dari keseharian yang dijalankan manusia
terutama dalam berkomunikasi, bahkan sebagai media ungkap dalam setiap
konteks kehidupan. Dalam percakapan sehari-hari, kita selalu mengujarkan atau
menyimak penggunaan kalimat. Kalimat yang kita ucapkan ataukita dengarkan itu
selalu terdiri dari kata atau kata-kata. Dengan kata lain, kata atau kata-katalah
yang kita gunakan untuk membangun kalimat yang kita ujarkan maupun kita
simak setiap harinya.
     Peristiwa berbahasa yang dilakukan orang-orang di sekeliling kita tentu saja
beragam jenis dan peristiwanya. Mulai dari penggunaan kata dengan bentuk
sederhana, misalnya Bu, iya, di dan lain sebagainya. Bukan hanya itu, penggunaan
kata yang lebih kompleks juga sangat lumrah ditemukan, misalnya kita, bermain,
anak-anak, dan sebagainya. Pilihan bentuk kata yang lebih bervariasi juga
merupakan hal yang lumrah kita lakukan baik sadar maupun tidak, misalnya kata
main memiliki bentuk kata yang beragam seperti bermain, bermain-main,
permainan, pemain, memainkan, dimainkan, dan seterusnya.
     Adanya aneka bentuk kata seperti tersebut di atas ternyata dibangun dari
unsur-unsur yang sebagian berulang sama dan sebagian lagi berbeda-beda. Bukan
hanya bentuk kata yang memiliki perbedaan, makna dari masing-masing kata
tersebut pun memiliki perbedaan. Kata belajar, pelajar, pelajar-pelajar,
pelajaran, pengajar, pengajar-pengajar, mengajar, mengajarkan, diajar,
diajarkan, dan sebagainya memiliki makna masing-masing. Dari perbedaan
bentuk kata dan makna tersebut, memungkinkan terbentuknya golongan atau kelas
kata yang juga berbeda. Kata belajar, mengajar, mengajarkan, diajar, dan
diajarkan adalah kata-kata yang termasuk kelas kata verba (kata kerja), sedangkan
kata pelajar, pelajaran, pelajar-pelajar, pengajar-pengajar merupakan kata yang
                                       1
termasuk dalam kelas kata nomina (kata benda). Dari penjabaran yang dilakukan
di atas, dapat disimpulkan bahwa morfologi merupakan cabang ilmu bahasa
(linguistik) yang menyelidiki seluk beluk struktur kata yang berbeda-beda, di
samping juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan kata dan arti
kata akibat perubahan struktur kata.
2. Pengenalan Morfem
      Morfem adalah satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna
secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil
(KBBI, 2008:929). Dengan kata lain morfem merupakan satuan gramatikal
terkecil yang memiliki makna. Dikatakan terkecil artinya tidak dapat dianalisis
lagi menjadi lebih kecil tanpa merusak maknanya. Misalnya bentuk kata membeli
dapat dianalisis menjadi dua bentuk terkecil yaitu {me-} dan {beli}. Bentuk {me}
adalah sebuah morfem, yakni morfem afiks yang secara gramatikal memiliki
sebuah makna; dan bentuk {beli} juga morfem, yakni morfem dasar yang secara
leksikal memiliki makna. Kalau kata beli dianalisis menjadi lebih kecil lagi
menjadi be- dan li, jelas keduanya tidak memiliki makna apa-apa. Jadi keduanya
bukan morfem.
      Untuk menetapkan sebuah bentuk bahasa adalah morfem atau bukan
didasarkan pada kreteria bentuk dan makna itu sendiri, seperti diuraikan di bawah
berikut ini.
a. Dua bentuk bahasa yang sama atau lebih memiliki makna yang sama
   merupakan sebuah morfem. Contoh kata bulan pada ketiga kalimat berikut
   adalah sebuah morfem yang sama.
   - Bulan depan dia akan menikah.
   - Sudah tiga bulan dia belum bayar uang SPP.
   - Bulan November lamanya 30 hari.
b. Dua bentuk bahasa yang sama atau lebih memiliki makna yang berbeda
   merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya kata bunga pada kedua
   kalimat berikut adalah dua buah morfem yang berbeda.
   - Bank Indonesia memberi bunga 5 persen pertahun.
   - Dia datang membawa bunga.
                                        2
c. Dua bentuk bahasa yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama,
  merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya kata ayah dan bapak pada
  kedua kalimat berikut adalah dua morfem yang berbeda.
  - Ayah pergi ke Medan.
  - Bapak baru pulang dari Medan.
d. Bentuk-bentuk bahasa yang mirip (berbeda sedikit) tetapi maknanya sama
  adalah sebuah morfem yang sama, asal perbedaan bentuk itu dijelaskan secara
  fonologis. Misalnya bentuk me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- pada
  kata-kata berikut adalah sebuah morfem yang sama.
  - Melihat {me-}
  - Membina {mem-}
  - Mendengar {men-}
  - Menyusul {meny-}
  - Mengambil {meng-}
  - Mengecat {menge-}
e. Bentuk bahasa yang hanya muncul dengan pasangan satu-satunya juga disebut
  sebagai morfem. Misalnya bentuk renta pada konstruksi tua renta, dan bentuk
  kuyup pada konstruksi basah kuyup adalah juga morfem.
f. Bentuk bahasa yang muncul berulang-ulang pada satuan yang lebih besar
  apabila memiliki makna yang sama merupakan morfem yang sama. Misalnya
  bentuk baca pada kata-kata berikut adalah sebuah morfem yang sama.
  - Membaca
  - Pembaca
  - Pembacaan
  - Bacaan
  - Terbaca
  - Keterbacaan
g. Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan bahasa yang lebih besar
  (klausa, kalimat) apabila maknanya berbeda secara polisemi merupakan
  morfem yang sama. Misalnya kata kepala pada kalimat-kalimat berikut


                                     3
memiliki makna yang berbeda secara polisemi, tetapi tetap merupakan morfem
   yang sama.
   - Ibunya menjadi kepala sekolah di Palembang.
   - Nomor teleponnya tertera pada kepala surat itu.
   - Kepala jarum itu terbuat dari plastik.
   - Setiap kepala mendapat bantuan sepuluh ribu rupiah.
   - Tubuhnya memang besar tetapi sayang kepalanya kosong.
3. Klasifikasi morfem
      Chaer (2003:151—157) menjelaskan bahwa morfem terbagi menjadi empat
jenis, seperti terurai di bawah ini.
a. Morfem bebas dan morfem terikat
      Yang dimaksud morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran
morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya
bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus termasuk morfem bebas. Kita dapat
menggunakan       morfem-morfem        tersebut   tanpa   harus   terlebih   dahulu
menggabungkannya dengan morfem lain.
      Sementara itu, yang dimaksud dengan morfem terikat adalah morfem yang
tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan.
Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat, begitu juga morfem
penanda jamak dalam bahasa inggris.
      Berkaitan dengan morfem terikat, ada beberapa hal yang perlu
dikemukakan. Pertama, bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga
merupakan morfem terikat, karena bentuk-bentuk tersebut meskipun bukan afiks,
namun tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami
proses morfologi seperti afikasasi, reduplikasi, dan komposisi. Bentuk-bentuk
seperti ini biasa disebut bentuk prakategorial.
      Kedua, sehubungan dengan praktagorial di atas, menurut Verhaar (dalam
Chaer, 2003:152) bentuk-bentuk seperti baca, tulis dan tendang juga termasuk
bentuk prakategorial karena bentuk-bentuk tersebut baru merupakan ―pangkal‖
kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan sesudah mengalami proses


                                          4
morfologis meskipun bentuk-bentuk tersebut dapat muncul dalam kalimat
imperatiif.
      Menurut Verhaar kalimat imperatif adalah kalimat ubahan dari kalimat
deklaratif. Dalam kalimat deklaratif aktif harus digunakan prefiks inflektif me-,
dalam kalimat deklaratif pasif harus digunakan prefiks inflektif di- atau ter-;
sedangkan dalam kalimat imperatif, juga dalam kalimat partisif, harus digunakan
prefiks inflektif 0.
      Ketiga, bentuk renta (yang hanya muncul dalam bentuk tua renta),
kerontang (dalam bentuk kering kerontang), dan bugar (dalam bentuk segar
bugar) juga termasuk morfem terikat, karena hanya muncul dalam pasangan
tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik.
      Keempat, bentu-bentuk yang termasuk preposisi dan konjung, seperti ke,
dari, pada, dan, kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi
secara sintaksis marupakan bentuk terikat.
      Kelima, yang disebut klitika merupakan morfem yang agak sukar untuk
ditentukan statusnya; apakah terikat atau bebas. Klitika adalah bentuk-bentuk
singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan,
kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat
dipisahkan. Misalnya klitika –lah pada kalimat Ayahlah yang akan datang dapat
dipisahkam menjadi Ayahmulah yang akan datang. Begitu juga dengan klitika –
ku dalam konstruksi bukuku dapat dipisahkan menjadi buku baruku.
      Menurut posisinya, klitika dapat dibedakan atas proklitika dan enklitika.
Proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku- dan
kau. Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang
dilekati, seperti –lah, –nya, dan –ku.
b. Morfem utuh dan morfem terbagi
      Perbedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal
yang dimiliki morfem tersebut. Apakah merupakan satu kesatuah yang utuh atau
merupakan dua bagian yang terpisah karena disisipi oleh morfem lain. Semua
morfem bebas yang dibicarakan di atas seperti {meja}, {kursi}, {kecil}, {laut},


                                         5
dan {pensil} merupakan morfem utuh. Termasuk juga sebagian morfem terikat,
seperti {ter-}, {ber-}, {henti}, dan {juang}.
      Sementara itu, morfem terbagi adalah morfem yang terdiri dari dua bagian
yang terpisah, seperti kata kesatuan. Pada kata kesatuan terdapat satu morfem
utuh yakni {satu} dan satu morfem terbagi, yakni {ke-/-an}, begitu juga pada kata
perbuatan yang terdiri dari morfem utuh {buat} dan morfem terbagi {per-/-an}.
      Sehubungan dengan morfem terbagi, Chaer (2003:154) mengemukakan
bahwa semua afiks yang disebut konfiks seperti {ke-/-an}, {ber-/-an}, {per-/-an},
dan {pe-/-an} adalah morfem terbagi. Namun bentuk {ber-/-an} bisa merupakan
konfiks, seperti pada bentuk bermunculan (banyak yang tiba-tiba muncul) dan
bentuk bermusuhan (saling memusuhi). Tetapi bisa juga bukan merupakan
konfiks seperti pada bentuk beraturan (mempunyai aturan) dan berpakaian
(mengenakan pakaian). Untuk menentukan apakah bentuk {ber-/-an} konfiks atau
bukan, harus diperhatikan makna gramatikal yang disandangnya.
c. Morfem segmental dan suprasegmental
      Perbedaan morfem segmental dan morfem suprasegmental berdasarkan jenis
fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk
oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}.
Jadi, morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sementara morfem
suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental
seperti, tekanan, nada, durasi, intonasi, dan sebagainya.
d. Mofem beralomorf zero
      Dalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero
atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak
berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental),
melainkan berupa kekosongan.
e. Morfem bermakna leksikal dan morfem tidak bermakna leksikal
      Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren
telah memiliki makna pada dirinya sendiri tanpa perlu berproses dulu dengan
morfem lain. Misalnya morfem {kuda}, {pergi}, {lari}, dan {merah} adalah
morfem bermakna leksikal. Hal ini disebabkan karena morfem-morfem tersebut
                                          6
dengan sendirinya telah dapat digunakan secara bebas dan mempunyai kedudukan
yang otonom di dalam pertuturan.
      Sebaliknya, morfem tak bermakna leksikal tidak memiliki makna apa-apa
pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya
dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi, misalnya morfem-morfem
afiks, seperti {ber-}, {me-}, dan {ter-}.
4. Alomorf
      Alomorf adalah anggota morfem yang sama, yang variasi bentuknya
disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang dimasukinya (KBBI, 2008:43).
Misalnya morfem ber- memnyunyai alomorf ber-, be-, dan bel-.
      Agar terlihat lebih jelas, alomorf dapat dilihat pada deretan bentuk bahasa
berikut:
(1)   melihat
(2)   merasa
(3)   membawa
(4)   membantu
(5)   mendengar
(6)   menduda
(7)   menyanyi
(8)   menyikat
(9)   menggali
(10) menggoda
(11) mengelas
(12) mengetik
      Dari deretan bentuk di atas, terlihat bentuk yang hampir sama, bukan hanya
itu, makna dari deretan bentuk tersebut juga sama. Bentuk-bentuk tersebut adalah
me- pada melihat dan merasa, mem- pada membawa dan membantu, men- pada
mendengar dan menduda, meny- pada menyanyi dan menyikat, meng- pada
menggali dan menggoda, dan menge- pada mengelas dan mengetik. Bentuk me-,
mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- merupakan sebuah morfem yang sama.


                                            7
Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama seperti
diuraikan di atas disebut alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan
konkret (di dalam pertuturan) dari sebuah morfem. Jadi, setiap morfem memiliki
alomorf, entah satu alomorf, dua alomorf atau enam alomorf seperti dijelaskan di
atas.
5. Proses Morfofonemik
        Morfofonemis adalah perubahan-perubahan fonem yang terjadi sebagai
akibat pertemuan (hubungan) morfem dengan morfem lain (Ramlan, 1987:83).
Selain itu, Kridalaksana (dalam Sutarna, 1989:4) mengungkapkan bahwa
morfofonemik adalah subsistem yang menghubungkan morfologi dan fonologi.
Seperti diketahui morfologi adalah cabang linguistik yang membahas hal tentang
pembentukan kata, sedangkan fonologi membicarakan seluk beluk bunyi bahasa
dan fonem. Adapun yang dibahas dalam morfofonemik ialah terjadinya
perubahan-perubahan fonem sebagai akibat bertemunya morfem yang satu dengan
morfem yang lain (proses morfologis). Proses berubahnya fonem (-fonem)
sebagai akibat proses morfologis tersebutlah yang disebut sebagai proses
morfofonemik. Dalam bahasa Indonesia proses morfofonemik hanya terjadi pada
pertemuan mortem dasar dengan morfem afiks, baik prefiks (awalan), infiks
(sisipan), sufiks (akhiran), maupun konfiks (afiks terbelah atau terbagi).
        Proses morfofonemik terbagi menjadi tiga, seperti diuraikan di bawah ini.
a. Proses morfofonemik jenis penambahan fonem
        Dalam bahasa Indonesia cukup banyak morfem prefiks, infiks, sufiks, dan
konfiks yang di dalam proses pembentukan kata mungkin menyebabkan
munculnya fonem baru. Untuk mengetahui ada atau tidaknya proses penambahan
fonem pada proses pembentukan kata bisa dilakukan dengan cara menghitung
jumlah fonem morfem-morfem yang bertemu dan jumlah fonem kata yang
dihasilkannya. Jika jumlah fonem kata jadiannya lebih banyak, jelas terjadi
penambahan fonem. Perhatikan contoh di bawah ini.
        Morfem yang bertemu: /me-/ + /baca/, jumlah fonemnya 6 buah
        Kata bentukannya: /membaca/, jumlah fonemnya 7 buah
        Selisihnya: 7-6 = 1 buah
                                          8
Jadi, ada penambahan 1 fonem, yakni fonem /m/.
     Untuk mempermudah penganalisisan proses morfofonemik pada satuan
kata, maka proses perubahan fonem didasarkan atas kondisi tertentu dengan
urutan sebagai berikut.
(1) (Wujud) morfem afiksnya;
(2) bentuk dasarnya;
(3) fonem yang ditambahkan atau yang muncul; dan
(4) contoh konkretnya.
Kondisi 1
     (1) Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/
     (2) Bentuk dasarnya: berfonem awal: /b/, /f/, /p/ tak luluh
     (3) Fonem yang ditambahkan (muncul): /m/
     (4) Contoh : /me-/ + /bawa/ = /membawa/
                   /me-/ + /fitnah/ = /memfitnah/
                   /me-/ + /produksi/ = /memproduksi/
                   /me-/ + /perkara/ + /kan/ = /memperkarakan/
                   /pe-/ + /buat/ = /pembuat/
Kondisi 2
   (1) Morfem afiksnya: /me/, /pe-/
   (2) Bentuk dasarnya: berfonem awal: /d/, /s/, /t/ tak luluh
   (3) Fonem yang muncul: /n/
   (4) Contoh: /me-/ + /duga/ = /menduga/
                /me-/ + /traktir/ = /mentraktir/
                /pe-/ + /duduk/ = /penduduk/
Kondisi 3
   (1) Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/
   (2) Bentuk dasarnya: berfonem awal: /c/, /j/
   (3) Fonem yang muncul: /n/
   (4) Contoh: /me-/ + /jauh/ = /menjauh/
                /me-/ + /jarring/ = /menjaring/
                /pe-/ + /jajah/ = /penjajah/
                                          9
/me-/ + /cari/ = /mencari/
                /pe-/ + /curi/ = /pencuri/
Kondisi 4
   (1) Morfem afiknya: /me-/, /pe-/
   (2) Bentuk dasarnya: berfonem awal: /g/, /h/, /x/, /vocal/, /k/ tak luluh
   (3) Fonem yang muncul: /ng/
   (4) Contoh: /me-/ + / gelar/ = /menggelar/
                /me-/ + /xayal/ = /mengxayal/
                /me-/ + /aku/ = /mengaku/
                /me-/ + /hemat/ = /menghemat/
                /me-/ + /kaji/ = /mengkaji/
                /pe-/ + /ganggu/ = /pengganggu/
                /pe-/ + /ikut/ = /pengikut/
Kondisi 5
   (1) Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/
   (2) Bentuk dasarnya: satu suku kata (eka suku)
   (3) Fonem yang muncul: /nge/
   (4) Contoh: /me-/ + /bom/ = /mengebom/
                /me-/ + /cat/ = /mengecat/
                /pe-/ + /bor/ = /pengebor/
                /pe-/ + /las/ = /pengelas/
Kondisi 6
   (1) Morfem afiksnya: /-an/, /ke-an/, /pe-an/, /per-an/, /ber-an/
   (2) Bentuk dasarnya: berakhir dengan /n/
   (3) Fonem yang muncul: bunyi luncuran /y/
   (4) Contoh: /tepi/ + /-an/ = /tepiyan/
                /gali/ + /-an/ = /galiyan/
                /ke-an/ + /seni/ = /keseniyan/
                /pe-an/ + /lari/ = /pelariyan/
                /per-an/ + /wali/ = /perwaliyan/
                /ber-an/ + /lari/ = /berlariyan/
                                             10
Kondisi 7
   (1) Morfem afiksnya: /-an/, /ke-an/, /per-an/
   (2) Bentuk dasarnya: berakhiran fonem /u/, /o/
   (3) Fonem yang muncul: bunyi luncuran /w/
   (4) Contoh:
b. Proses morfofonemik jenis penghilangan fonem
      Proses penghilangan fonem /N/ pada meN- dan peN- terjadi sebagai akibat
pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan
fonem /l, r, y, w, dan nasal/. Terlihat seperti contoh di bawah ini.
      meN- + lerai      melerai
      meN- + lupaakan          melupakan
      meN- + lestarikan        melestarikan
      meN- + ramalkan          meramalkan
      meN + rusakkan           merusakkan
      meN + resahkan           meresahkan
      meN + yakinkan           meyakinkan
      meN + wajibkan           mewajibkan
      meN- + wahyukan          mewahyukan
      meN- + wakili            mewakili
      meN- + warisi            mewarisi
      meN- + warnai            mewarnai
      meN- + nyanyi            menyanyi
      meN- + nganga            menganga
      meN- + merahi            memerahi
      meN- + nalarkan          menalarkan


      peN- + lerai             pelerai
      peN- + lupa              pelupa
      Fonem /r/ pada morfem ber-, per-, dan ter- hilang sebagai akibat pertemuan
morfem-morfem itu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/ dan
bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /er/ misalnya;
                                          11
ber-   + rantai             berantai
       ber-   + revolusi           berevolusi
       ber-   + kerja              bekerja
       ber-   + serta              beserta
       per-   + ragakan            peragaan
       per-   + ramping            peramping
       ter-   + rasa               terasa
       ter-   + rekam              terekam
     Fonem-fonem /p, t, s, k/ pada awal morfem hilang akibat pertemuan morfem
meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem itu.
Seperti contoh di bawah ini.
       meN- + paksa                memaksa
       meN- + tulis                menulis
       meN- + sapu                 menyapu
       meN- + karang               mengarang
       peN-   + pangkas            pemangkas
       peN-   + tulis              penulis
       peN-   + sapu               penyapu
       peN-   + karang             pengarang
     Pada kata memperagakan dan menertawakan fonem /p/ dan /t/ yang
merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang kaena fonem-fonem itu
merupakan fonem awal afiks, ialah afiks per- dan ter-, demikian juga pada kata-
kata menterjemahkan, mensuply, mengkoordinir, penterjemah, pensurvey, fonem-
fonem /t, s, k/ yang merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang
karena bentuk dasar kata-kata itu berasal dari kata asing yang masih
dipertahankan keasingannya.
c. Proses morfofonemik jenis penggantian fonem
     Proses perubahan fonem, misalnya terjadi akibat pertemuan morfem meN-
dan peN- dengan bentuk dasarnya. Fonem /N/ pada kedua morfem itu berubah
menjadi /m, n, n, n/ hingga morfem meN- berubah menjadi mem-, men-, meny-,
dan meng-. Sementara itu, morfem peN- berubah menjadi pem-, pen-, peny-, dan
                                      12
peng-. Perubahan-perubahan itu tergantung pada kondisi bentuk dasar yang
mengikutinya. Kaidah-kaidah perubahannya dapat diikhtisarkan sebagai berikut.
1. Fonem /N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem/m/ apabila
  bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /p, b, f/.
     meN-     + paksa              memaksa
     meN-     + periksa            memeriksa
     meN-     + pukul              memukul
     peN-     + periksa            pemeriksa
     peN-     + pukul              pemukul
     peN-     + perkosa            pemerkosa
     meN-     + bantu              membantu
     meN-     + buru               memburu
     meN-     + bangun             membangun
     peN-     + bantu              pembantu
     peN-     + buru               pemburu
     meN-     + fitnah             memfitnah
     meN-     + fatwakan           memfatwakan
     peN-     + fitnah             pemfitnah
2. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk
  dasar yang mengikutinya berawala dengan fonem /t, d, s,/. Fonem /s/ di sini
  hanya khusus bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing yang
  masih mempertahankan keasingannya. Misalnya :
     meN-     + tulis              menulis
     meN-     + tarik              menarik
     peN-     + tulis              penulis
     peN-     + tarik              penarik
     meN-     + datangkan          mendatangkan
     meN-     + duga               menduga
     peN-     + datang             pendatang
     peN-     + dapat              pendapat
     meN-     + support            mensuport
                                      13
meN-    + supply               mensupply
     peN-    + supply               pensupply
     peN-    + survey               pensurvey
3. Fonem /n/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi /n/ apabila bentuk
  dasar yang mengikutinya berawal dengan / s,s,c,j/. Misalnya:
     meN-    + sapu                 menyapu
     meN-    + sangkal              menyangkal
     peN-    + suluh                penyuluh
     peN-    + sumpah               penyumpah
     meN-    + syaratkan            mensyaratkan
     meN-    + syukuri              mensyukuri
     meN-    + cari                 mencari
     meN-    + coba                 mencoba
     peN-    + cukur                pencukur
     peN-    + cemas                pencemas
     meN-    + jadi                 menjadi
     meN-    + jaga                 menjaga
     peN-    + judi                 penjudi
4. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi /n,/ apabila bentuk dasar
  yang mengikutinya berawal dengan fonem/ k, g, x, h, dan vocal/. Misalnya :
     meN-    + kacau                mengacau
     meN-    + kutip                mengutip
     peN-    + kacau                pengacau
     peN-    + karang               pengarang
     meN-    + garis                menggaris
     meN-    + giatkan              menggiatkan
     peN-    + garis                penggaris
     peN-    + gerak                penggerak
     meN-    + khayalkan            mengkhayalkan
     meN-    + khitankan            mengkhitankan
     peN-    + khianat              pengkhianat
                                      14
peN-     + khayal             pengkhayal
     meN -    + habiskan           menghabiskan
     meN-     + haruskan           mengharuskan
     peN-     + hias               penghias
     peN-     + halau              penghalau
     meN-     + angkut             mengangkut
     meN-     + edarkan            mengedarkan
     meN-     + ikat               mengikat
     peN-     + angkut             pengangkut
     peN-     + edar               pengedar
5. Pada kata mengebom, mengecat, mengelas, mengebur, pengebom, pengecat,
  juga terdapat proses morfofonemik yang berupa perubahan, ialah perubahan
  fonem /N/ menjadi /n,/:
     meN-     + bom                mengebom
     meN-     + las                mengelas
     peN-     + bom                pengebom
     peN-     + cat                pengecat
     Di samping proses perubahan, pada kata-kata itu terjadi juga proses
penambahan, ialah penambahan fonem/ e/.
6. Fonem /r/ pada morfem ber- dan per- mengalami perubahan menjadi /l/ sebagai
  akibat pertemuan morfem tersebut dengan bentuk dasarnya yang berupa
  morfem ajar :
     Ber-     + ajar               belajar
     Per-     + ajar               pelajar
7. Fonem /?/ pada morfem-morfem duduk /dudu?/, rusak /rusa?/, petik /, peti?,
  dan sebagainya, berubah menjadi /k/ sebagai akibat pertemuan morfem-
  morfem itu dengan morfem ke- an, peN-an, dan –i. seperti contoh di bawah ini.
     Ke-an    + duduk/dudu?/       kedudukan/kedudukan/
     Ke-an    + rusak /rusa?/      kerusakan/kᵊrusakan /
     peN- an + duduk/dudu?/        pendudukan/pendudukan
     peN- an + petik/peti?/        pemetikan/
                                      15
-i        + duduk/dudu?          Duduki/duduki/
     -i        + rusak/rusa?/         rusaki/rusaki
     -i        + petik/peti?          Petiki/petiki/
6. Proses Morfologis
     Proses morfologis pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari
sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses atiksasi),
pengulangan    (dalam    proses   reduplikasi),   penggabungan     (dalam    proses
komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status
(dalam proses konversi) (Chaer, 2008:25).
a. Afiksasi
     Afiksasi adalah proses perubahan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar.
Dalam proses ini terlibat unsur-unsur sebagai berikut, (1) dasar atau bentuk dasar,
(2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat
inflektif (perubahan bentuk kata yang menunjukkan berbagai hubungan
gramatikal) dan dapat pula derivatif (pengimbuhan afiks yang tidak bersifat
infleksi pada bentuk dasar untuk membentuk kata).
     Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat
berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi,
misalnya meja, beli, makan, dan sikat. Dapat pula berupa bentuk kompleks,
seperti terbelakang pada lata keterbelakangan, berlaku pada kata memberlakukan,
dan aturan pada kata beraturan. Selain itu, afiksasi dapat berupa frase seperti ikut
serta pada kata keikutsertaan, dan lain sebagainya.
     Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat yang
diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Sesuai dengan
sifat kata yang dibentuknya, dibedakan adanaya dua jenis afiks, yakni afiks
inflektif dan afiks derivatif. Yang dimaksud dengan afiks inflektif adalah afiks
yang digunakan dalam pembentukan kata inflektif atau paradigma infleksional.
Dalam bahasa Indonesia dibedakan adanya prefiks me- yang inflektif dan prefiks
me- yang dirivatif. Sebagai afiks inflektif, prefiks me- menandai bentuk kalimat
indikatif aktif, sebagai kebalikan dari prefiks di- yang menandai bentuk indikatif
pasif. Sebagai afiks derivatif, prefiks me- membentuk kata baru, yaitu kata yang
                                        16
identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya, terdapat pada
kata membengkak yang berkelas verba dari dasar ajektifa atau pada kata
mematung yang berkelas verba dari dasar nomina.
     Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan
menjadi prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan transfiks. Agar lebih jelas
akan dijabarkan seperti di bawah ini.
(1) Prefiks
     Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar, seperti me-
pada kata menghibur. Prefiks dapat muncul bersama dengan sufiks atau ariks lain.
Misalnya, prefiks ber- bersama sufiks –kan pada kata berdasarkan.
(2) Infiks
     Infiks ialah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Misalnya infiks
–el- pada kata telunjuk dan lain sebagainya.
(3) Sufiks
     Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.
Misalnya, sufiks –an pada kata bagian, sufiks –kan pada kata bagikan, dan lain
sebagainya.
(4) Konfiks
     Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama
berposisi pada awal bentuk dasar dan bagian yang kedua berposisi pada akhir
bentuk dasar. Karena konfiks ini merupakan morfem terbagi, maka kedua bagian
dari afiks itu dianggap sebagai satu kesatuan dan pengimbuhannya dilakukan
sekaligus. Dalam bahasa Indonesia ada konfiks per-/-an seperti terdapat pada kata
pertemuan, konfiks ke-/-an pada kata keterangan, dan konfiks ber-/-an seperti
pada kata berciuman.
     Dalam penggunaan konfiks dalam bahasa Indonesia, ada dua hal yang perlu
diperhatikan. Pertama, untuk menentukan dua buah afiks (prefiks dan sufiks)
adalah konfiks atau bukan harus dilihat makna gramatikalnya yang terjadi dalam
proses afiksasi. Misal, bentuk ber-/-an pada kata beraturan bukanlah konfiks,
sebab maknanya adalah mempunyai aturan atau ada aturannya. Jadi jelas sufiks –


                                        17
an lebih dulu diimbuhkan pada dasar atur menjadi kata aturan; kemudian barulah
prefiks ber- diimbuhkan pada aturan sehingga terbentuklah kata beraturan.
         Berbeda dengan bentuk ber-/-an pada kata bermunculan, kedua bentuk pada
kata ini disebut sebagai konfiks karena makna kata bermunculan adalah banyak
yang muncul dan tak beraturan. Jadi ber-/-an pada kata bermunculan diimbuhkan
secara bersamaan pada bentuk dasar muncul menjadi bermunculan.
         Masalah kedua yang perlu diperhatikan mengenai konfiks dalam bahasa
Indonesia adalah mengenai bentuk me-/-i dan me-/-kan. Ada yang mengatakan
kedua bentuk ini merupakan sebuah konfiks, namun ada pula yang mengatakan
bahwa kedua bentuk tersebut bukanlah konfiks. Yang mengatakan kedua bentuk
itu bukan konfiks beralasan, bahwa sufiks –i dan sufiks –kan adalah afiks derivatif
atau afik pembentuk kata. Umpamanya kata melewati dan melewatkan
mempunyai proses pembentukan sebagai berikut: mula-mula pada akar lewat
diimbuhkan afiks derivatif –i dan –kan sehingga menjadi lewati dan lewatkan.
Setelah itu baru diimbuhkan prefiks me- pada lewati dan lewatkan sehingga
menjadi melewati dan lewatkan. Jadi prefiks me- pada kata melewati dan
melewatkan adalah sebuah afiks inflektif (bisa saja diganti dengan prefiks di-, ter-
, ku-)
(5) Interfiks
         Interfiks adalah sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam
proses penggabungan dua buah unsur. Interfiks banyak kita jumpai dalam bahasa-
bahasa Indo German.
(6) Transfiks
         Transfiks adalah afiks yang berwujud vokal-vokal yang diimbuhkan pada
keseluruhan dasar. Transfiks ini kita dapati dalam bahasa Semit (Arab dan Ibrani).
Dalam bahasa-bahasa ini dasar biasanya berupa konsonan-konsonan, biasanya
tiga konsonan, seperti k-t-b
b. Reduplikasi
         Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik
secara keseluruhan, sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi (Chaer,
2003:183). Oleh karenanya, lazim dibedakan ada reduplikasi penuh, seperti meja-
                                         18
meja (dari dasar meja), reduplikasi sebagian seperti lekaki (dari dasar laki), dan
reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik).
      Dalam linguistik Indonesia sudah lazim digunakan sejumlah istilah
sehubungan dengan reduplikasi dalam bahasa Jawa dan Sunda, seperti istilah-
istilah berikut.
(1) Reduplikasi dwilingga, yakni pengulangan morfem dasar, seperti aki-aki,
    kursi-kursi, dan sebagainya.
(2) Reduplikasi dwilingga salin suara, yakni pengulangan morfem dasar dengan
    perubahan vokal dan fonem lainnya, seperti bolak-balik, mondar-mandir, dan
    sebagainya.
(3) Reduplikasi dwipurwa, yakni pengulangan silabel pertama, seperti lekaki,
    pepatah, dan lain sebagainya.
(4) Reduplikasi dwiwasana, yakni pengulangan pada akhir kata, seperti
    cengengesan.
(5) Reduplikasi trilingga, yakni pengulangan morfem dasar sampai dua kali,
    seperti dag-dig-dug, cas-cis-cus, dan ngak-ngik-ngok.
      Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional) dan dapat pula
bersifat derivasional. Reduplikasi yang paradigmatis tidak mengubah identitas
leksikal, tetapi hanya memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti
banyak meja dan kecil-kecil berarti banyak yang kecil. Sementara itu, yang
bersifat derivasional membentuk kata baru atau kata yang identitas leksikalnya
berbeda dengan bentuk dasarnya. Misalnya, kata laba-laba dari bentuk dasar laba
dan pura-pura dari bentuk dasar pura.
      Chaer (2003:184) mengungkapkan ada beberapa catatan yang harus
diperhatikan mengenai reduplikasi, seperti berikut ini.
(1) Bentuk dasar reduplikasi dalam bahasa Indonesia dapat berupa morfem dasar
    seperti meja     yang menjadi meja-meja, bentuk berimbuhan seperti
    pembangunan menjadi pembangunan-pembangunan, dan bentuk gabungan
    kata seperti surat kabar menjadi surat-surat kabar atau surat kabar-surat
    kabar.


                                        19
(2) Bentuk reduplikasi yang disertai afiks, prosesnya bisa berbentuk: (a) proses
    reduplikasi dan proses afiksasi terjadi bersamaan seperti pada bentuk berton-
    ton dan bermeter-meter; (b) proses reduplikasi terjadi terlebih dahulu, baru
    disusul oleh proses afiksasi, seperti pada bentuk berlari-lari dan mengingat-
    ingat (dasarnya lari-lari dan ingat-ingat); (c) proses afiksasi terjadi terlebih
    dahulu, baru kemudian diikuti oleh proses reduplikas, seperti pada kesatuan-
    kesatuan dan memukul-memukul (dasarnya kesatuan dan memukul).
(3) Pada dasar yang berupa gabungan kata, proses reduplikasi mungkin harus
    berupa reduplikasi parsial. Misalnya, ayam itik-ayam itik dan sawah ladang-
    sawah ladang (dasarnya ayam itik dan sawah ladang) untuk reduplikasi
    penuh. Untuk reduplikasi persial seperti pada kata surat-surat kabar dan
    rumah-rumah sakit.
(4) Banyak orang menyangka bahwa reduplikasi dalam bahasa Indonesia hanya
    bersifat paradigmatis dan hanya memberi makna jamak atau kevariasian.
    Namun, sebenarnya reduplikasi dalam bahasa Indonesia juga bersifat
    derivasional. Oleh karenanya, muncul bentuk-bentuk seperti mereka-mereka,
    kita-kita, kamu-kamu dan dia-dia tidak dapat dianggap menyalahi kaidah
    bahasa Indonesia.
(5) Ada pakar yang menambahkan adanya reduplikasi semantic, yakni dua buah
    kata yang maknanya bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal.
    Misalnya, ilmu pengetahuan, hancur luluh, dan alim ulama.
c. Komposisi
     Menurut Chair (2008:209) komposisi adalah proses penggabungan dasar
dengan dasar (biasanya berupa akar maupun bentuk berimbuhan) untuk mewadahi
suatu ―konsep‖ yang belum tertampung dalam sebuah kata. Seperti kita ketahui
konsep-konsep dalam kehidupan kita banyak sekali, sedangkan jumlah kosakata
terbatas. Oleh karena itu, proses komposisi ini dalam bahasa Indonesia merupakan
suatu mekanisme yang cukup penting dalam pembentukan dan pengayaan
kosakata.
     Dalam pembicaraan komposisi C.A. Mees (dalam Chaer, 2008:209)
menggunakan istilah kata majemuk dan aneksi. Dengan istilah kata majemuk
                                        20
dimaksudkan untuk gabungan kata yang memiliki makna idiomatik, persis sama
dengan yang digunakan Alisyahbana. Sementara istilah aneksi dimaksudkan
untuk menyebut gabungan kata yang maknanya masih dapat ditelusuri secara
gramatikal, seperti lukisan Yusuf memiliki makna ‗ lukisan milik Yusuf‘ atau
lukisan buatan Yusuf; dan meja tulis bermakna meja tempat menulis. Jadi C.A
Mees menggunakan istilah kata majemuk untuk komposisi yang bermakna
idiomatik, dan aneksi untuk komposisi yang bukan bermakna idiomatikal.
     Kridalaksana (dalam Chaer, 2008:210) menyamakan istilah komposisi sama
dengan paerpaduan atau pemajemukan, yaitu proses penggabungan dua leksem
atau lebih yang membentuk kata. Hasil proses itu disebut paduan leksem atau
kompositum, yang menjadi calon kata majemuk yang berasal dari paduan kata
dengan kata, bukan leksem dengan leksem. Jadi dengan kata lain kalau komposisi
adalah masalah morfologi, maka frase adalah masalah sintaksis. Oleh karena itu,
ada kemungkinan adanya sebuah data kebahasaan apabila dilihat adari segi
morfologi sebagai sebuah komposisi, tetapi kalau dilihat dari segi sintaksis
sebagai sebuah frase.
1. Komposisi Nominal
     Komposisi nominal adalah komposisi yang pada satuan klausa berkategori
nomina. Dalam kaitannya dengan masalah semantik dapat dibedakan adanya lima
macam komposisi nomina, seperti dijabarkan di bawah ini.
a. Komposisi bermakna gramatikal
     Makna gramatikal adalah makna yang muncul dalam proses penggabungan
dasar dengan dasar dalam pembentukan sebuah komposisi nominal, antara lain
adalah makna yang menyatakan hal-hal sebagai berikut.
1) Gabungan biasa, sehingga diantara keduanya dapat disisipkan kata dan makna
  gramatikal gabungan biasa ini akan terjadi apabila keduanya memiliki
  komponen;
  - pasangan antonim relasional misalnya: ayah ibu, murid guru, suami istri, adik
    kakak, penjual pembeli, pembaca penulis dan sebagainya;
  - anggota dari suatu medan makna misalnya topan badai, sawah ladang,
    kampung halaman, piring mangkuk, cabai bawang dan sebagainya.
                                      21
- bagian sehingga dapat disisipkan kata dari misalnya awal tahun, tengah
    semester, suku bangsa, pangkal paha, ujung jalan dan sebagainya.
   - kepunyaan atau memiliki, sehingga dapat disisipkan kata milik misalnya
    sepatu adaik, rumah nenek, tanah Negara, mobil direktur dan sebagainya.
   - asal bahan, sehingga dapat disisipkan kata terbuat dari misalnya kursi rotan,
    uang logam, jendela kaca, map plastic, dan sebagainya.
2) Komposisi bermakna idiomatik
      Artinya seluruh komposisi itu memiliki makna yang tidak dapat diprediksi
secara leksikal maupun gramatikal.
   Misalnya: orang tua dalam arti ‗ayah dan ibu‘.
                  meja hijau dalam arti ‗pengadilan‘.
3) Komposisi nominal metaforis
      Artinya dengan mengambil salah satu komponen makna yang dimiliki oleh
unsur tersebut.
      - Kaki mobil              - daun jendela
      - Kepala surat            - daun telinga
4) Komposisi Nomial nama dan istilah
   Contoh:
   Nama : Hotel Indonesia, Jalan Jagorawi, Kampung Bali, dan sebagainya.
   Istilah : buku ajar, lepas landas, suku cadang, dan sebagainya.
5) Komposisi Nominal dengan Adverbia
   Misalnya : sedikit air, banyak hujan, beberapa siswa, kurang semen dan
   sebagainya.
2. Komposisi Verbal
      Komposisi verbal adalah komposisi yang pada satuan klausa berkategori
verbal. Misalnya :
      -    Mereka menyanyi menari sepanjang malam.
      -    Dia datang menghadap kepala sekolah.




                                           22
3. Komposisi Ajektival
     Komposisi ajektival adalah komposisi yang pada satuan klausa, berkategori
ajektiva. Misalnya :
     -      Gadis cantik molek itu termenung.
     -      Kaya miskin di hadapan Allah sama saja.
7. Penutup
     Penggunaan media bahasa dalam komunikasi sehari-hari memang
memungkinkan bagi berbagai bidang ilmu terutama morfologi untuk menelaah
penggunaan bahasa tersebut. Morfologi sebagai bagian dari ilmu linguistik
menjadikan bahasa yakni kata dan pembentukan kata menjadi bidang kajiannya.
Dengan kata lain, morfologi adalah bidang ilmu lingustik yang membicarakan
masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata, maka semua satuan bentuk
sebelum menjadi kata dengan segala bentuk dan jenisnya. Melalui pembahasan
yang dilakukan dalam sajian makalah ini, diharapkan mampu mengantar
pengenalan terhadap ilmu morfologi.


DAFTAR RUJUKAN

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta:
         PT. Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ramlan, M. 1987. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV.
         Karyono.
Tim redaksi. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia-Edisi Keempat. Jakarta: PT.
         Gramedia Pustaka Utama.




                                       23

Contenu connexe

Tendances

Hubungan Antara Empat Keterampilan Berbahasa
Hubungan Antara Empat Keterampilan BerbahasaHubungan Antara Empat Keterampilan Berbahasa
Hubungan Antara Empat Keterampilan BerbahasaIjal Mustofa
 
Diksi dan gaya bahasa
Diksi dan gaya bahasaDiksi dan gaya bahasa
Diksi dan gaya bahasaOki16
 
Perkembangan Bahasa Remaja
Perkembangan Bahasa RemajaPerkembangan Bahasa Remaja
Perkembangan Bahasa RemajaTiti Imansari
 
Peranan komunikasi dalam kehidupan manusia
Peranan komunikasi dalam kehidupan manusiaPeranan komunikasi dalam kehidupan manusia
Peranan komunikasi dalam kehidupan manusiapramithasari27
 
Makalah bahasa indonesia kata kajian, kata populer, kata denotasi
Makalah bahasa indonesia kata kajian, kata populer, kata denotasi Makalah bahasa indonesia kata kajian, kata populer, kata denotasi
Makalah bahasa indonesia kata kajian, kata populer, kata denotasi Sentra Komputer dan Foto Copy
 
Perkembangan bahasa ...
Perkembangan bahasa                                                          ...Perkembangan bahasa                                                          ...
Perkembangan bahasa ...Dedi Yulianto
 
Penggunaan Tanda Baca (Bahasa indonesia)
Penggunaan Tanda Baca (Bahasa indonesia)Penggunaan Tanda Baca (Bahasa indonesia)
Penggunaan Tanda Baca (Bahasa indonesia)Nurul Khotimah
 
JENIS-JENIS KALIMAT
JENIS-JENIS KALIMATJENIS-JENIS KALIMAT
JENIS-JENIS KALIMATMagdaNae
 
Arti fungsi dan ragam bahasa
Arti fungsi dan ragam bahasaArti fungsi dan ragam bahasa
Arti fungsi dan ragam bahasaSiti Zuariyah
 
Kalimat dalam bahasa indonesia
Kalimat dalam bahasa indonesiaKalimat dalam bahasa indonesia
Kalimat dalam bahasa indonesiaRohman Setya
 
MAKALAH TATA BUNYI UJARAN
MAKALAH TATA BUNYI UJARANMAKALAH TATA BUNYI UJARAN
MAKALAH TATA BUNYI UJARANGhian Velina
 
Morfologi bahasa
Morfologi bahasaMorfologi bahasa
Morfologi bahasakunmartih
 
Hubungan semantik pragmatis
Hubungan semantik pragmatisHubungan semantik pragmatis
Hubungan semantik pragmatisMuhammad Idris
 

Tendances (20)

Hubungan Antara Empat Keterampilan Berbahasa
Hubungan Antara Empat Keterampilan BerbahasaHubungan Antara Empat Keterampilan Berbahasa
Hubungan Antara Empat Keterampilan Berbahasa
 
Pembinaan dan pengembangan bi
Pembinaan dan pengembangan biPembinaan dan pengembangan bi
Pembinaan dan pengembangan bi
 
Diksi dan gaya bahasa
Diksi dan gaya bahasaDiksi dan gaya bahasa
Diksi dan gaya bahasa
 
Perkembangan Bahasa Remaja
Perkembangan Bahasa RemajaPerkembangan Bahasa Remaja
Perkembangan Bahasa Remaja
 
Kajian Fonologi
Kajian FonologiKajian Fonologi
Kajian Fonologi
 
Pengertian morfem tugas
Pengertian morfem tugasPengertian morfem tugas
Pengertian morfem tugas
 
Peranan komunikasi dalam kehidupan manusia
Peranan komunikasi dalam kehidupan manusiaPeranan komunikasi dalam kehidupan manusia
Peranan komunikasi dalam kehidupan manusia
 
Materi dan pembelajaran bahasa indonesia sd
Materi dan pembelajaran bahasa indonesia sdMateri dan pembelajaran bahasa indonesia sd
Materi dan pembelajaran bahasa indonesia sd
 
Makalah bahasa indonesia kata kajian, kata populer, kata denotasi
Makalah bahasa indonesia kata kajian, kata populer, kata denotasi Makalah bahasa indonesia kata kajian, kata populer, kata denotasi
Makalah bahasa indonesia kata kajian, kata populer, kata denotasi
 
Fonologi
FonologiFonologi
Fonologi
 
Diksi
DiksiDiksi
Diksi
 
Perkembangan bahasa ...
Perkembangan bahasa                                                          ...Perkembangan bahasa                                                          ...
Perkembangan bahasa ...
 
Penggunaan Tanda Baca (Bahasa indonesia)
Penggunaan Tanda Baca (Bahasa indonesia)Penggunaan Tanda Baca (Bahasa indonesia)
Penggunaan Tanda Baca (Bahasa indonesia)
 
JENIS-JENIS KALIMAT
JENIS-JENIS KALIMATJENIS-JENIS KALIMAT
JENIS-JENIS KALIMAT
 
Struktur morfologi bahasa indonesia
Struktur morfologi bahasa indonesiaStruktur morfologi bahasa indonesia
Struktur morfologi bahasa indonesia
 
Arti fungsi dan ragam bahasa
Arti fungsi dan ragam bahasaArti fungsi dan ragam bahasa
Arti fungsi dan ragam bahasa
 
Kalimat dalam bahasa indonesia
Kalimat dalam bahasa indonesiaKalimat dalam bahasa indonesia
Kalimat dalam bahasa indonesia
 
MAKALAH TATA BUNYI UJARAN
MAKALAH TATA BUNYI UJARANMAKALAH TATA BUNYI UJARAN
MAKALAH TATA BUNYI UJARAN
 
Morfologi bahasa
Morfologi bahasaMorfologi bahasa
Morfologi bahasa
 
Hubungan semantik pragmatis
Hubungan semantik pragmatisHubungan semantik pragmatis
Hubungan semantik pragmatis
 

Similaire à Tata bahasa indonesia dasar

Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia
Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa IndonesiaMorfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia
Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa IndonesiaRia Widia
 
power_point_bahasa_indonesia_kelompok_4.pptx
power_point_bahasa_indonesia_kelompok_4.pptxpower_point_bahasa_indonesia_kelompok_4.pptx
power_point_bahasa_indonesia_kelompok_4.pptxImyLasama
 
Modul 2 MORFOLOGI.pdf
Modul 2 MORFOLOGI.pdfModul 2 MORFOLOGI.pdf
Modul 2 MORFOLOGI.pdfwzg25129
 
BAHASA INDONESIA
BAHASA INDONESIABAHASA INDONESIA
BAHASA INDONESIAZURYATI1
 
Morphological typology
Morphological typologyMorphological typology
Morphological typologypenipenny
 
Morphological typology
Morphological typologyMorphological typology
Morphological typologypenipenny
 
Morphological typology
Morphological typologyMorphological typology
Morphological typologypenipenny
 
Morphological typology
Morphological typologyMorphological typology
Morphological typologyRezqan Farid
 
Morphological typology
Morphological typologyMorphological typology
Morphological typologyTina Lestary
 
Morphological typology
Morphological typologyMorphological typology
Morphological typologyTina Lestary
 
Proses morfologi 3
Proses morfologi 3Proses morfologi 3
Proses morfologi 3Hildadp
 

Similaire à Tata bahasa indonesia dasar (20)

Kelompok 1 Morfem.pptx
Kelompok 1 Morfem.pptxKelompok 1 Morfem.pptx
Kelompok 1 Morfem.pptx
 
Hakikat kata rrtrtrtrtws
Hakikat kata rrtrtrtrtwsHakikat kata rrtrtrtrtws
Hakikat kata rrtrtrtrtws
 
Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia
Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa IndonesiaMorfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia
Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia
 
Morfologi
MorfologiMorfologi
Morfologi
 
Morfolog ipps
Morfolog ippsMorfolog ipps
Morfolog ipps
 
Morfofonemik
MorfofonemikMorfofonemik
Morfofonemik
 
PPT MORFHOLOGIE.pptx
PPT MORFHOLOGIE.pptxPPT MORFHOLOGIE.pptx
PPT MORFHOLOGIE.pptx
 
Morfologi 06-1
Morfologi 06-1Morfologi 06-1
Morfologi 06-1
 
power_point_bahasa_indonesia_kelompok_4.pptx
power_point_bahasa_indonesia_kelompok_4.pptxpower_point_bahasa_indonesia_kelompok_4.pptx
power_point_bahasa_indonesia_kelompok_4.pptx
 
Modul 2 MORFOLOGI.pdf
Modul 2 MORFOLOGI.pdfModul 2 MORFOLOGI.pdf
Modul 2 MORFOLOGI.pdf
 
BAHASA INDONESIA
BAHASA INDONESIABAHASA INDONESIA
BAHASA INDONESIA
 
Morphological typology
Morphological typologyMorphological typology
Morphological typology
 
Morphological typology
Morphological typologyMorphological typology
Morphological typology
 
Morphological typology
Morphological typologyMorphological typology
Morphological typology
 
Morphological typology
Morphological typologyMorphological typology
Morphological typology
 
Morphological typology
Morphological typologyMorphological typology
Morphological typology
 
Morphological typology
Morphological typologyMorphological typology
Morphological typology
 
Morphological typology
Morphological typologyMorphological typology
Morphological typology
 
Proses morfologi 3
Proses morfologi 3Proses morfologi 3
Proses morfologi 3
 
Makalah morfologi
Makalah morfologiMakalah morfologi
Makalah morfologi
 

Tata bahasa indonesia dasar

  • 1. TATA BAHASA INDONESIA DASAR MORFOLOGI (PENGENALAN MORFEM, ALOMORF, PROSES MORFOLOGIS, DAN PROSES MORFOFONEMIK) OLEH: DEDI DAMHUDI 1. Pendahuluan Seperti kita ketahui, bahasa merupakan media ungkap bagi manusia. Oleh karenanya, bahasa tidak bisa dilepaskan dari keseharian yang dijalankan manusia terutama dalam berkomunikasi, bahkan sebagai media ungkap dalam setiap konteks kehidupan. Dalam percakapan sehari-hari, kita selalu mengujarkan atau menyimak penggunaan kalimat. Kalimat yang kita ucapkan ataukita dengarkan itu selalu terdiri dari kata atau kata-kata. Dengan kata lain, kata atau kata-katalah yang kita gunakan untuk membangun kalimat yang kita ujarkan maupun kita simak setiap harinya. Peristiwa berbahasa yang dilakukan orang-orang di sekeliling kita tentu saja beragam jenis dan peristiwanya. Mulai dari penggunaan kata dengan bentuk sederhana, misalnya Bu, iya, di dan lain sebagainya. Bukan hanya itu, penggunaan kata yang lebih kompleks juga sangat lumrah ditemukan, misalnya kita, bermain, anak-anak, dan sebagainya. Pilihan bentuk kata yang lebih bervariasi juga merupakan hal yang lumrah kita lakukan baik sadar maupun tidak, misalnya kata main memiliki bentuk kata yang beragam seperti bermain, bermain-main, permainan, pemain, memainkan, dimainkan, dan seterusnya. Adanya aneka bentuk kata seperti tersebut di atas ternyata dibangun dari unsur-unsur yang sebagian berulang sama dan sebagian lagi berbeda-beda. Bukan hanya bentuk kata yang memiliki perbedaan, makna dari masing-masing kata tersebut pun memiliki perbedaan. Kata belajar, pelajar, pelajar-pelajar, pelajaran, pengajar, pengajar-pengajar, mengajar, mengajarkan, diajar, diajarkan, dan sebagainya memiliki makna masing-masing. Dari perbedaan bentuk kata dan makna tersebut, memungkinkan terbentuknya golongan atau kelas kata yang juga berbeda. Kata belajar, mengajar, mengajarkan, diajar, dan diajarkan adalah kata-kata yang termasuk kelas kata verba (kata kerja), sedangkan kata pelajar, pelajaran, pelajar-pelajar, pengajar-pengajar merupakan kata yang 1
  • 2. termasuk dalam kelas kata nomina (kata benda). Dari penjabaran yang dilakukan di atas, dapat disimpulkan bahwa morfologi merupakan cabang ilmu bahasa (linguistik) yang menyelidiki seluk beluk struktur kata yang berbeda-beda, di samping juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan kata dan arti kata akibat perubahan struktur kata. 2. Pengenalan Morfem Morfem adalah satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil (KBBI, 2008:929). Dengan kata lain morfem merupakan satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna. Dikatakan terkecil artinya tidak dapat dianalisis lagi menjadi lebih kecil tanpa merusak maknanya. Misalnya bentuk kata membeli dapat dianalisis menjadi dua bentuk terkecil yaitu {me-} dan {beli}. Bentuk {me} adalah sebuah morfem, yakni morfem afiks yang secara gramatikal memiliki sebuah makna; dan bentuk {beli} juga morfem, yakni morfem dasar yang secara leksikal memiliki makna. Kalau kata beli dianalisis menjadi lebih kecil lagi menjadi be- dan li, jelas keduanya tidak memiliki makna apa-apa. Jadi keduanya bukan morfem. Untuk menetapkan sebuah bentuk bahasa adalah morfem atau bukan didasarkan pada kreteria bentuk dan makna itu sendiri, seperti diuraikan di bawah berikut ini. a. Dua bentuk bahasa yang sama atau lebih memiliki makna yang sama merupakan sebuah morfem. Contoh kata bulan pada ketiga kalimat berikut adalah sebuah morfem yang sama. - Bulan depan dia akan menikah. - Sudah tiga bulan dia belum bayar uang SPP. - Bulan November lamanya 30 hari. b. Dua bentuk bahasa yang sama atau lebih memiliki makna yang berbeda merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya kata bunga pada kedua kalimat berikut adalah dua buah morfem yang berbeda. - Bank Indonesia memberi bunga 5 persen pertahun. - Dia datang membawa bunga. 2
  • 3. c. Dua bentuk bahasa yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama, merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya kata ayah dan bapak pada kedua kalimat berikut adalah dua morfem yang berbeda. - Ayah pergi ke Medan. - Bapak baru pulang dari Medan. d. Bentuk-bentuk bahasa yang mirip (berbeda sedikit) tetapi maknanya sama adalah sebuah morfem yang sama, asal perbedaan bentuk itu dijelaskan secara fonologis. Misalnya bentuk me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- pada kata-kata berikut adalah sebuah morfem yang sama. - Melihat {me-} - Membina {mem-} - Mendengar {men-} - Menyusul {meny-} - Mengambil {meng-} - Mengecat {menge-} e. Bentuk bahasa yang hanya muncul dengan pasangan satu-satunya juga disebut sebagai morfem. Misalnya bentuk renta pada konstruksi tua renta, dan bentuk kuyup pada konstruksi basah kuyup adalah juga morfem. f. Bentuk bahasa yang muncul berulang-ulang pada satuan yang lebih besar apabila memiliki makna yang sama merupakan morfem yang sama. Misalnya bentuk baca pada kata-kata berikut adalah sebuah morfem yang sama. - Membaca - Pembaca - Pembacaan - Bacaan - Terbaca - Keterbacaan g. Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan bahasa yang lebih besar (klausa, kalimat) apabila maknanya berbeda secara polisemi merupakan morfem yang sama. Misalnya kata kepala pada kalimat-kalimat berikut 3
  • 4. memiliki makna yang berbeda secara polisemi, tetapi tetap merupakan morfem yang sama. - Ibunya menjadi kepala sekolah di Palembang. - Nomor teleponnya tertera pada kepala surat itu. - Kepala jarum itu terbuat dari plastik. - Setiap kepala mendapat bantuan sepuluh ribu rupiah. - Tubuhnya memang besar tetapi sayang kepalanya kosong. 3. Klasifikasi morfem Chaer (2003:151—157) menjelaskan bahwa morfem terbagi menjadi empat jenis, seperti terurai di bawah ini. a. Morfem bebas dan morfem terikat Yang dimaksud morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus termasuk morfem bebas. Kita dapat menggunakan morfem-morfem tersebut tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain. Sementara itu, yang dimaksud dengan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat, begitu juga morfem penanda jamak dalam bahasa inggris. Berkaitan dengan morfem terikat, ada beberapa hal yang perlu dikemukakan. Pertama, bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga merupakan morfem terikat, karena bentuk-bentuk tersebut meskipun bukan afiks, namun tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi seperti afikasasi, reduplikasi, dan komposisi. Bentuk-bentuk seperti ini biasa disebut bentuk prakategorial. Kedua, sehubungan dengan praktagorial di atas, menurut Verhaar (dalam Chaer, 2003:152) bentuk-bentuk seperti baca, tulis dan tendang juga termasuk bentuk prakategorial karena bentuk-bentuk tersebut baru merupakan ―pangkal‖ kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan sesudah mengalami proses 4
  • 5. morfologis meskipun bentuk-bentuk tersebut dapat muncul dalam kalimat imperatiif. Menurut Verhaar kalimat imperatif adalah kalimat ubahan dari kalimat deklaratif. Dalam kalimat deklaratif aktif harus digunakan prefiks inflektif me-, dalam kalimat deklaratif pasif harus digunakan prefiks inflektif di- atau ter-; sedangkan dalam kalimat imperatif, juga dalam kalimat partisif, harus digunakan prefiks inflektif 0. Ketiga, bentuk renta (yang hanya muncul dalam bentuk tua renta), kerontang (dalam bentuk kering kerontang), dan bugar (dalam bentuk segar bugar) juga termasuk morfem terikat, karena hanya muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik. Keempat, bentu-bentuk yang termasuk preposisi dan konjung, seperti ke, dari, pada, dan, kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis marupakan bentuk terikat. Kelima, yang disebut klitika merupakan morfem yang agak sukar untuk ditentukan statusnya; apakah terikat atau bebas. Klitika adalah bentuk-bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Misalnya klitika –lah pada kalimat Ayahlah yang akan datang dapat dipisahkam menjadi Ayahmulah yang akan datang. Begitu juga dengan klitika – ku dalam konstruksi bukuku dapat dipisahkan menjadi buku baruku. Menurut posisinya, klitika dapat dibedakan atas proklitika dan enklitika. Proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku- dan kau. Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti –lah, –nya, dan –ku. b. Morfem utuh dan morfem terbagi Perbedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut. Apakah merupakan satu kesatuah yang utuh atau merupakan dua bagian yang terpisah karena disisipi oleh morfem lain. Semua morfem bebas yang dibicarakan di atas seperti {meja}, {kursi}, {kecil}, {laut}, 5
  • 6. dan {pensil} merupakan morfem utuh. Termasuk juga sebagian morfem terikat, seperti {ter-}, {ber-}, {henti}, dan {juang}. Sementara itu, morfem terbagi adalah morfem yang terdiri dari dua bagian yang terpisah, seperti kata kesatuan. Pada kata kesatuan terdapat satu morfem utuh yakni {satu} dan satu morfem terbagi, yakni {ke-/-an}, begitu juga pada kata perbuatan yang terdiri dari morfem utuh {buat} dan morfem terbagi {per-/-an}. Sehubungan dengan morfem terbagi, Chaer (2003:154) mengemukakan bahwa semua afiks yang disebut konfiks seperti {ke-/-an}, {ber-/-an}, {per-/-an}, dan {pe-/-an} adalah morfem terbagi. Namun bentuk {ber-/-an} bisa merupakan konfiks, seperti pada bentuk bermunculan (banyak yang tiba-tiba muncul) dan bentuk bermusuhan (saling memusuhi). Tetapi bisa juga bukan merupakan konfiks seperti pada bentuk beraturan (mempunyai aturan) dan berpakaian (mengenakan pakaian). Untuk menentukan apakah bentuk {ber-/-an} konfiks atau bukan, harus diperhatikan makna gramatikal yang disandangnya. c. Morfem segmental dan suprasegmental Perbedaan morfem segmental dan morfem suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi, morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sementara morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental seperti, tekanan, nada, durasi, intonasi, dan sebagainya. d. Mofem beralomorf zero Dalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa kekosongan. e. Morfem bermakna leksikal dan morfem tidak bermakna leksikal Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri tanpa perlu berproses dulu dengan morfem lain. Misalnya morfem {kuda}, {pergi}, {lari}, dan {merah} adalah morfem bermakna leksikal. Hal ini disebabkan karena morfem-morfem tersebut 6
  • 7. dengan sendirinya telah dapat digunakan secara bebas dan mempunyai kedudukan yang otonom di dalam pertuturan. Sebaliknya, morfem tak bermakna leksikal tidak memiliki makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi, misalnya morfem-morfem afiks, seperti {ber-}, {me-}, dan {ter-}. 4. Alomorf Alomorf adalah anggota morfem yang sama, yang variasi bentuknya disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang dimasukinya (KBBI, 2008:43). Misalnya morfem ber- memnyunyai alomorf ber-, be-, dan bel-. Agar terlihat lebih jelas, alomorf dapat dilihat pada deretan bentuk bahasa berikut: (1) melihat (2) merasa (3) membawa (4) membantu (5) mendengar (6) menduda (7) menyanyi (8) menyikat (9) menggali (10) menggoda (11) mengelas (12) mengetik Dari deretan bentuk di atas, terlihat bentuk yang hampir sama, bukan hanya itu, makna dari deretan bentuk tersebut juga sama. Bentuk-bentuk tersebut adalah me- pada melihat dan merasa, mem- pada membawa dan membantu, men- pada mendengar dan menduda, meny- pada menyanyi dan menyikat, meng- pada menggali dan menggoda, dan menge- pada mengelas dan mengetik. Bentuk me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- merupakan sebuah morfem yang sama. 7
  • 8. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama seperti diuraikan di atas disebut alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam pertuturan) dari sebuah morfem. Jadi, setiap morfem memiliki alomorf, entah satu alomorf, dua alomorf atau enam alomorf seperti dijelaskan di atas. 5. Proses Morfofonemik Morfofonemis adalah perubahan-perubahan fonem yang terjadi sebagai akibat pertemuan (hubungan) morfem dengan morfem lain (Ramlan, 1987:83). Selain itu, Kridalaksana (dalam Sutarna, 1989:4) mengungkapkan bahwa morfofonemik adalah subsistem yang menghubungkan morfologi dan fonologi. Seperti diketahui morfologi adalah cabang linguistik yang membahas hal tentang pembentukan kata, sedangkan fonologi membicarakan seluk beluk bunyi bahasa dan fonem. Adapun yang dibahas dalam morfofonemik ialah terjadinya perubahan-perubahan fonem sebagai akibat bertemunya morfem yang satu dengan morfem yang lain (proses morfologis). Proses berubahnya fonem (-fonem) sebagai akibat proses morfologis tersebutlah yang disebut sebagai proses morfofonemik. Dalam bahasa Indonesia proses morfofonemik hanya terjadi pada pertemuan mortem dasar dengan morfem afiks, baik prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran), maupun konfiks (afiks terbelah atau terbagi). Proses morfofonemik terbagi menjadi tiga, seperti diuraikan di bawah ini. a. Proses morfofonemik jenis penambahan fonem Dalam bahasa Indonesia cukup banyak morfem prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks yang di dalam proses pembentukan kata mungkin menyebabkan munculnya fonem baru. Untuk mengetahui ada atau tidaknya proses penambahan fonem pada proses pembentukan kata bisa dilakukan dengan cara menghitung jumlah fonem morfem-morfem yang bertemu dan jumlah fonem kata yang dihasilkannya. Jika jumlah fonem kata jadiannya lebih banyak, jelas terjadi penambahan fonem. Perhatikan contoh di bawah ini. Morfem yang bertemu: /me-/ + /baca/, jumlah fonemnya 6 buah Kata bentukannya: /membaca/, jumlah fonemnya 7 buah Selisihnya: 7-6 = 1 buah 8
  • 9. Jadi, ada penambahan 1 fonem, yakni fonem /m/. Untuk mempermudah penganalisisan proses morfofonemik pada satuan kata, maka proses perubahan fonem didasarkan atas kondisi tertentu dengan urutan sebagai berikut. (1) (Wujud) morfem afiksnya; (2) bentuk dasarnya; (3) fonem yang ditambahkan atau yang muncul; dan (4) contoh konkretnya. Kondisi 1 (1) Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/ (2) Bentuk dasarnya: berfonem awal: /b/, /f/, /p/ tak luluh (3) Fonem yang ditambahkan (muncul): /m/ (4) Contoh : /me-/ + /bawa/ = /membawa/ /me-/ + /fitnah/ = /memfitnah/ /me-/ + /produksi/ = /memproduksi/ /me-/ + /perkara/ + /kan/ = /memperkarakan/ /pe-/ + /buat/ = /pembuat/ Kondisi 2 (1) Morfem afiksnya: /me/, /pe-/ (2) Bentuk dasarnya: berfonem awal: /d/, /s/, /t/ tak luluh (3) Fonem yang muncul: /n/ (4) Contoh: /me-/ + /duga/ = /menduga/ /me-/ + /traktir/ = /mentraktir/ /pe-/ + /duduk/ = /penduduk/ Kondisi 3 (1) Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/ (2) Bentuk dasarnya: berfonem awal: /c/, /j/ (3) Fonem yang muncul: /n/ (4) Contoh: /me-/ + /jauh/ = /menjauh/ /me-/ + /jarring/ = /menjaring/ /pe-/ + /jajah/ = /penjajah/ 9
  • 10. /me-/ + /cari/ = /mencari/ /pe-/ + /curi/ = /pencuri/ Kondisi 4 (1) Morfem afiknya: /me-/, /pe-/ (2) Bentuk dasarnya: berfonem awal: /g/, /h/, /x/, /vocal/, /k/ tak luluh (3) Fonem yang muncul: /ng/ (4) Contoh: /me-/ + / gelar/ = /menggelar/ /me-/ + /xayal/ = /mengxayal/ /me-/ + /aku/ = /mengaku/ /me-/ + /hemat/ = /menghemat/ /me-/ + /kaji/ = /mengkaji/ /pe-/ + /ganggu/ = /pengganggu/ /pe-/ + /ikut/ = /pengikut/ Kondisi 5 (1) Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/ (2) Bentuk dasarnya: satu suku kata (eka suku) (3) Fonem yang muncul: /nge/ (4) Contoh: /me-/ + /bom/ = /mengebom/ /me-/ + /cat/ = /mengecat/ /pe-/ + /bor/ = /pengebor/ /pe-/ + /las/ = /pengelas/ Kondisi 6 (1) Morfem afiksnya: /-an/, /ke-an/, /pe-an/, /per-an/, /ber-an/ (2) Bentuk dasarnya: berakhir dengan /n/ (3) Fonem yang muncul: bunyi luncuran /y/ (4) Contoh: /tepi/ + /-an/ = /tepiyan/ /gali/ + /-an/ = /galiyan/ /ke-an/ + /seni/ = /keseniyan/ /pe-an/ + /lari/ = /pelariyan/ /per-an/ + /wali/ = /perwaliyan/ /ber-an/ + /lari/ = /berlariyan/ 10
  • 11. Kondisi 7 (1) Morfem afiksnya: /-an/, /ke-an/, /per-an/ (2) Bentuk dasarnya: berakhiran fonem /u/, /o/ (3) Fonem yang muncul: bunyi luncuran /w/ (4) Contoh: b. Proses morfofonemik jenis penghilangan fonem Proses penghilangan fonem /N/ pada meN- dan peN- terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l, r, y, w, dan nasal/. Terlihat seperti contoh di bawah ini. meN- + lerai melerai meN- + lupaakan melupakan meN- + lestarikan melestarikan meN- + ramalkan meramalkan meN + rusakkan merusakkan meN + resahkan meresahkan meN + yakinkan meyakinkan meN + wajibkan mewajibkan meN- + wahyukan mewahyukan meN- + wakili mewakili meN- + warisi mewarisi meN- + warnai mewarnai meN- + nyanyi menyanyi meN- + nganga menganga meN- + merahi memerahi meN- + nalarkan menalarkan peN- + lerai pelerai peN- + lupa pelupa Fonem /r/ pada morfem ber-, per-, dan ter- hilang sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /er/ misalnya; 11
  • 12. ber- + rantai berantai ber- + revolusi berevolusi ber- + kerja bekerja ber- + serta beserta per- + ragakan peragaan per- + ramping peramping ter- + rasa terasa ter- + rekam terekam Fonem-fonem /p, t, s, k/ pada awal morfem hilang akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem itu. Seperti contoh di bawah ini. meN- + paksa memaksa meN- + tulis menulis meN- + sapu menyapu meN- + karang mengarang peN- + pangkas pemangkas peN- + tulis penulis peN- + sapu penyapu peN- + karang pengarang Pada kata memperagakan dan menertawakan fonem /p/ dan /t/ yang merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang kaena fonem-fonem itu merupakan fonem awal afiks, ialah afiks per- dan ter-, demikian juga pada kata- kata menterjemahkan, mensuply, mengkoordinir, penterjemah, pensurvey, fonem- fonem /t, s, k/ yang merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang karena bentuk dasar kata-kata itu berasal dari kata asing yang masih dipertahankan keasingannya. c. Proses morfofonemik jenis penggantian fonem Proses perubahan fonem, misalnya terjadi akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasarnya. Fonem /N/ pada kedua morfem itu berubah menjadi /m, n, n, n/ hingga morfem meN- berubah menjadi mem-, men-, meny-, dan meng-. Sementara itu, morfem peN- berubah menjadi pem-, pen-, peny-, dan 12
  • 13. peng-. Perubahan-perubahan itu tergantung pada kondisi bentuk dasar yang mengikutinya. Kaidah-kaidah perubahannya dapat diikhtisarkan sebagai berikut. 1. Fonem /N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem/m/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /p, b, f/. meN- + paksa memaksa meN- + periksa memeriksa meN- + pukul memukul peN- + periksa pemeriksa peN- + pukul pemukul peN- + perkosa pemerkosa meN- + bantu membantu meN- + buru memburu meN- + bangun membangun peN- + bantu pembantu peN- + buru pemburu meN- + fitnah memfitnah meN- + fatwakan memfatwakan peN- + fitnah pemfitnah 2. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawala dengan fonem /t, d, s,/. Fonem /s/ di sini hanya khusus bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing yang masih mempertahankan keasingannya. Misalnya : meN- + tulis menulis meN- + tarik menarik peN- + tulis penulis peN- + tarik penarik meN- + datangkan mendatangkan meN- + duga menduga peN- + datang pendatang peN- + dapat pendapat meN- + support mensuport 13
  • 14. meN- + supply mensupply peN- + supply pensupply peN- + survey pensurvey 3. Fonem /n/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan / s,s,c,j/. Misalnya: meN- + sapu menyapu meN- + sangkal menyangkal peN- + suluh penyuluh peN- + sumpah penyumpah meN- + syaratkan mensyaratkan meN- + syukuri mensyukuri meN- + cari mencari meN- + coba mencoba peN- + cukur pencukur peN- + cemas pencemas meN- + jadi menjadi meN- + jaga menjaga peN- + judi penjudi 4. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi /n,/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan fonem/ k, g, x, h, dan vocal/. Misalnya : meN- + kacau mengacau meN- + kutip mengutip peN- + kacau pengacau peN- + karang pengarang meN- + garis menggaris meN- + giatkan menggiatkan peN- + garis penggaris peN- + gerak penggerak meN- + khayalkan mengkhayalkan meN- + khitankan mengkhitankan peN- + khianat pengkhianat 14
  • 15. peN- + khayal pengkhayal meN - + habiskan menghabiskan meN- + haruskan mengharuskan peN- + hias penghias peN- + halau penghalau meN- + angkut mengangkut meN- + edarkan mengedarkan meN- + ikat mengikat peN- + angkut pengangkut peN- + edar pengedar 5. Pada kata mengebom, mengecat, mengelas, mengebur, pengebom, pengecat, juga terdapat proses morfofonemik yang berupa perubahan, ialah perubahan fonem /N/ menjadi /n,/: meN- + bom mengebom meN- + las mengelas peN- + bom pengebom peN- + cat pengecat Di samping proses perubahan, pada kata-kata itu terjadi juga proses penambahan, ialah penambahan fonem/ e/. 6. Fonem /r/ pada morfem ber- dan per- mengalami perubahan menjadi /l/ sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan bentuk dasarnya yang berupa morfem ajar : Ber- + ajar belajar Per- + ajar pelajar 7. Fonem /?/ pada morfem-morfem duduk /dudu?/, rusak /rusa?/, petik /, peti?, dan sebagainya, berubah menjadi /k/ sebagai akibat pertemuan morfem- morfem itu dengan morfem ke- an, peN-an, dan –i. seperti contoh di bawah ini. Ke-an + duduk/dudu?/ kedudukan/kedudukan/ Ke-an + rusak /rusa?/ kerusakan/kᵊrusakan / peN- an + duduk/dudu?/ pendudukan/pendudukan peN- an + petik/peti?/ pemetikan/ 15
  • 16. -i + duduk/dudu? Duduki/duduki/ -i + rusak/rusa?/ rusaki/rusaki -i + petik/peti? Petiki/petiki/ 6. Proses Morfologis Proses morfologis pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses atiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi) (Chaer, 2008:25). a. Afiksasi Afiksasi adalah proses perubahan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur sebagai berikut, (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif (perubahan bentuk kata yang menunjukkan berbagai hubungan gramatikal) dan dapat pula derivatif (pengimbuhan afiks yang tidak bersifat infleksi pada bentuk dasar untuk membentuk kata). Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi, misalnya meja, beli, makan, dan sikat. Dapat pula berupa bentuk kompleks, seperti terbelakang pada lata keterbelakangan, berlaku pada kata memberlakukan, dan aturan pada kata beraturan. Selain itu, afiksasi dapat berupa frase seperti ikut serta pada kata keikutsertaan, dan lain sebagainya. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya, dibedakan adanaya dua jenis afiks, yakni afiks inflektif dan afiks derivatif. Yang dimaksud dengan afiks inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata inflektif atau paradigma infleksional. Dalam bahasa Indonesia dibedakan adanya prefiks me- yang inflektif dan prefiks me- yang dirivatif. Sebagai afiks inflektif, prefiks me- menandai bentuk kalimat indikatif aktif, sebagai kebalikan dari prefiks di- yang menandai bentuk indikatif pasif. Sebagai afiks derivatif, prefiks me- membentuk kata baru, yaitu kata yang 16
  • 17. identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya, terdapat pada kata membengkak yang berkelas verba dari dasar ajektifa atau pada kata mematung yang berkelas verba dari dasar nomina. Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan menjadi prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan transfiks. Agar lebih jelas akan dijabarkan seperti di bawah ini. (1) Prefiks Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar, seperti me- pada kata menghibur. Prefiks dapat muncul bersama dengan sufiks atau ariks lain. Misalnya, prefiks ber- bersama sufiks –kan pada kata berdasarkan. (2) Infiks Infiks ialah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Misalnya infiks –el- pada kata telunjuk dan lain sebagainya. (3) Sufiks Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar. Misalnya, sufiks –an pada kata bagian, sufiks –kan pada kata bagikan, dan lain sebagainya. (4) Konfiks Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar. Karena konfiks ini merupakan morfem terbagi, maka kedua bagian dari afiks itu dianggap sebagai satu kesatuan dan pengimbuhannya dilakukan sekaligus. Dalam bahasa Indonesia ada konfiks per-/-an seperti terdapat pada kata pertemuan, konfiks ke-/-an pada kata keterangan, dan konfiks ber-/-an seperti pada kata berciuman. Dalam penggunaan konfiks dalam bahasa Indonesia, ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, untuk menentukan dua buah afiks (prefiks dan sufiks) adalah konfiks atau bukan harus dilihat makna gramatikalnya yang terjadi dalam proses afiksasi. Misal, bentuk ber-/-an pada kata beraturan bukanlah konfiks, sebab maknanya adalah mempunyai aturan atau ada aturannya. Jadi jelas sufiks – 17
  • 18. an lebih dulu diimbuhkan pada dasar atur menjadi kata aturan; kemudian barulah prefiks ber- diimbuhkan pada aturan sehingga terbentuklah kata beraturan. Berbeda dengan bentuk ber-/-an pada kata bermunculan, kedua bentuk pada kata ini disebut sebagai konfiks karena makna kata bermunculan adalah banyak yang muncul dan tak beraturan. Jadi ber-/-an pada kata bermunculan diimbuhkan secara bersamaan pada bentuk dasar muncul menjadi bermunculan. Masalah kedua yang perlu diperhatikan mengenai konfiks dalam bahasa Indonesia adalah mengenai bentuk me-/-i dan me-/-kan. Ada yang mengatakan kedua bentuk ini merupakan sebuah konfiks, namun ada pula yang mengatakan bahwa kedua bentuk tersebut bukanlah konfiks. Yang mengatakan kedua bentuk itu bukan konfiks beralasan, bahwa sufiks –i dan sufiks –kan adalah afiks derivatif atau afik pembentuk kata. Umpamanya kata melewati dan melewatkan mempunyai proses pembentukan sebagai berikut: mula-mula pada akar lewat diimbuhkan afiks derivatif –i dan –kan sehingga menjadi lewati dan lewatkan. Setelah itu baru diimbuhkan prefiks me- pada lewati dan lewatkan sehingga menjadi melewati dan lewatkan. Jadi prefiks me- pada kata melewati dan melewatkan adalah sebuah afiks inflektif (bisa saja diganti dengan prefiks di-, ter- , ku-) (5) Interfiks Interfiks adalah sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses penggabungan dua buah unsur. Interfiks banyak kita jumpai dalam bahasa- bahasa Indo German. (6) Transfiks Transfiks adalah afiks yang berwujud vokal-vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar. Transfiks ini kita dapati dalam bahasa Semit (Arab dan Ibrani). Dalam bahasa-bahasa ini dasar biasanya berupa konsonan-konsonan, biasanya tiga konsonan, seperti k-t-b b. Reduplikasi Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi (Chaer, 2003:183). Oleh karenanya, lazim dibedakan ada reduplikasi penuh, seperti meja- 18
  • 19. meja (dari dasar meja), reduplikasi sebagian seperti lekaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik). Dalam linguistik Indonesia sudah lazim digunakan sejumlah istilah sehubungan dengan reduplikasi dalam bahasa Jawa dan Sunda, seperti istilah- istilah berikut. (1) Reduplikasi dwilingga, yakni pengulangan morfem dasar, seperti aki-aki, kursi-kursi, dan sebagainya. (2) Reduplikasi dwilingga salin suara, yakni pengulangan morfem dasar dengan perubahan vokal dan fonem lainnya, seperti bolak-balik, mondar-mandir, dan sebagainya. (3) Reduplikasi dwipurwa, yakni pengulangan silabel pertama, seperti lekaki, pepatah, dan lain sebagainya. (4) Reduplikasi dwiwasana, yakni pengulangan pada akhir kata, seperti cengengesan. (5) Reduplikasi trilingga, yakni pengulangan morfem dasar sampai dua kali, seperti dag-dig-dug, cas-cis-cus, dan ngak-ngik-ngok. Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional) dan dapat pula bersifat derivasional. Reduplikasi yang paradigmatis tidak mengubah identitas leksikal, tetapi hanya memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti banyak meja dan kecil-kecil berarti banyak yang kecil. Sementara itu, yang bersifat derivasional membentuk kata baru atau kata yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya. Misalnya, kata laba-laba dari bentuk dasar laba dan pura-pura dari bentuk dasar pura. Chaer (2003:184) mengungkapkan ada beberapa catatan yang harus diperhatikan mengenai reduplikasi, seperti berikut ini. (1) Bentuk dasar reduplikasi dalam bahasa Indonesia dapat berupa morfem dasar seperti meja yang menjadi meja-meja, bentuk berimbuhan seperti pembangunan menjadi pembangunan-pembangunan, dan bentuk gabungan kata seperti surat kabar menjadi surat-surat kabar atau surat kabar-surat kabar. 19
  • 20. (2) Bentuk reduplikasi yang disertai afiks, prosesnya bisa berbentuk: (a) proses reduplikasi dan proses afiksasi terjadi bersamaan seperti pada bentuk berton- ton dan bermeter-meter; (b) proses reduplikasi terjadi terlebih dahulu, baru disusul oleh proses afiksasi, seperti pada bentuk berlari-lari dan mengingat- ingat (dasarnya lari-lari dan ingat-ingat); (c) proses afiksasi terjadi terlebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh proses reduplikas, seperti pada kesatuan- kesatuan dan memukul-memukul (dasarnya kesatuan dan memukul). (3) Pada dasar yang berupa gabungan kata, proses reduplikasi mungkin harus berupa reduplikasi parsial. Misalnya, ayam itik-ayam itik dan sawah ladang- sawah ladang (dasarnya ayam itik dan sawah ladang) untuk reduplikasi penuh. Untuk reduplikasi persial seperti pada kata surat-surat kabar dan rumah-rumah sakit. (4) Banyak orang menyangka bahwa reduplikasi dalam bahasa Indonesia hanya bersifat paradigmatis dan hanya memberi makna jamak atau kevariasian. Namun, sebenarnya reduplikasi dalam bahasa Indonesia juga bersifat derivasional. Oleh karenanya, muncul bentuk-bentuk seperti mereka-mereka, kita-kita, kamu-kamu dan dia-dia tidak dapat dianggap menyalahi kaidah bahasa Indonesia. (5) Ada pakar yang menambahkan adanya reduplikasi semantic, yakni dua buah kata yang maknanya bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal. Misalnya, ilmu pengetahuan, hancur luluh, dan alim ulama. c. Komposisi Menurut Chair (2008:209) komposisi adalah proses penggabungan dasar dengan dasar (biasanya berupa akar maupun bentuk berimbuhan) untuk mewadahi suatu ―konsep‖ yang belum tertampung dalam sebuah kata. Seperti kita ketahui konsep-konsep dalam kehidupan kita banyak sekali, sedangkan jumlah kosakata terbatas. Oleh karena itu, proses komposisi ini dalam bahasa Indonesia merupakan suatu mekanisme yang cukup penting dalam pembentukan dan pengayaan kosakata. Dalam pembicaraan komposisi C.A. Mees (dalam Chaer, 2008:209) menggunakan istilah kata majemuk dan aneksi. Dengan istilah kata majemuk 20
  • 21. dimaksudkan untuk gabungan kata yang memiliki makna idiomatik, persis sama dengan yang digunakan Alisyahbana. Sementara istilah aneksi dimaksudkan untuk menyebut gabungan kata yang maknanya masih dapat ditelusuri secara gramatikal, seperti lukisan Yusuf memiliki makna ‗ lukisan milik Yusuf‘ atau lukisan buatan Yusuf; dan meja tulis bermakna meja tempat menulis. Jadi C.A Mees menggunakan istilah kata majemuk untuk komposisi yang bermakna idiomatik, dan aneksi untuk komposisi yang bukan bermakna idiomatikal. Kridalaksana (dalam Chaer, 2008:210) menyamakan istilah komposisi sama dengan paerpaduan atau pemajemukan, yaitu proses penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. Hasil proses itu disebut paduan leksem atau kompositum, yang menjadi calon kata majemuk yang berasal dari paduan kata dengan kata, bukan leksem dengan leksem. Jadi dengan kata lain kalau komposisi adalah masalah morfologi, maka frase adalah masalah sintaksis. Oleh karena itu, ada kemungkinan adanya sebuah data kebahasaan apabila dilihat adari segi morfologi sebagai sebuah komposisi, tetapi kalau dilihat dari segi sintaksis sebagai sebuah frase. 1. Komposisi Nominal Komposisi nominal adalah komposisi yang pada satuan klausa berkategori nomina. Dalam kaitannya dengan masalah semantik dapat dibedakan adanya lima macam komposisi nomina, seperti dijabarkan di bawah ini. a. Komposisi bermakna gramatikal Makna gramatikal adalah makna yang muncul dalam proses penggabungan dasar dengan dasar dalam pembentukan sebuah komposisi nominal, antara lain adalah makna yang menyatakan hal-hal sebagai berikut. 1) Gabungan biasa, sehingga diantara keduanya dapat disisipkan kata dan makna gramatikal gabungan biasa ini akan terjadi apabila keduanya memiliki komponen; - pasangan antonim relasional misalnya: ayah ibu, murid guru, suami istri, adik kakak, penjual pembeli, pembaca penulis dan sebagainya; - anggota dari suatu medan makna misalnya topan badai, sawah ladang, kampung halaman, piring mangkuk, cabai bawang dan sebagainya. 21
  • 22. - bagian sehingga dapat disisipkan kata dari misalnya awal tahun, tengah semester, suku bangsa, pangkal paha, ujung jalan dan sebagainya. - kepunyaan atau memiliki, sehingga dapat disisipkan kata milik misalnya sepatu adaik, rumah nenek, tanah Negara, mobil direktur dan sebagainya. - asal bahan, sehingga dapat disisipkan kata terbuat dari misalnya kursi rotan, uang logam, jendela kaca, map plastic, dan sebagainya. 2) Komposisi bermakna idiomatik Artinya seluruh komposisi itu memiliki makna yang tidak dapat diprediksi secara leksikal maupun gramatikal. Misalnya: orang tua dalam arti ‗ayah dan ibu‘. meja hijau dalam arti ‗pengadilan‘. 3) Komposisi nominal metaforis Artinya dengan mengambil salah satu komponen makna yang dimiliki oleh unsur tersebut. - Kaki mobil - daun jendela - Kepala surat - daun telinga 4) Komposisi Nomial nama dan istilah Contoh: Nama : Hotel Indonesia, Jalan Jagorawi, Kampung Bali, dan sebagainya. Istilah : buku ajar, lepas landas, suku cadang, dan sebagainya. 5) Komposisi Nominal dengan Adverbia Misalnya : sedikit air, banyak hujan, beberapa siswa, kurang semen dan sebagainya. 2. Komposisi Verbal Komposisi verbal adalah komposisi yang pada satuan klausa berkategori verbal. Misalnya : - Mereka menyanyi menari sepanjang malam. - Dia datang menghadap kepala sekolah. 22
  • 23. 3. Komposisi Ajektival Komposisi ajektival adalah komposisi yang pada satuan klausa, berkategori ajektiva. Misalnya : - Gadis cantik molek itu termenung. - Kaya miskin di hadapan Allah sama saja. 7. Penutup Penggunaan media bahasa dalam komunikasi sehari-hari memang memungkinkan bagi berbagai bidang ilmu terutama morfologi untuk menelaah penggunaan bahasa tersebut. Morfologi sebagai bagian dari ilmu linguistik menjadikan bahasa yakni kata dan pembentukan kata menjadi bidang kajiannya. Dengan kata lain, morfologi adalah bidang ilmu lingustik yang membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata, maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata dengan segala bentuk dan jenisnya. Melalui pembahasan yang dilakukan dalam sajian makalah ini, diharapkan mampu mengantar pengenalan terhadap ilmu morfologi. DAFTAR RUJUKAN Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: PT. Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Ramlan, M. 1987. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV. Karyono. Tim redaksi. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia-Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 23