1. Mari Merancang Portofolio Investasi.
Oleh : Eko P. Pratomo.
Masih ingat kisah Andi dalam tulisan yang lalu ? Walaupun usianya masih 35 tahun Andi berusaha
mempersiapkan bekal masa pensiunnya kelak. Melalui kisah ini kita telah membahas tentang mencicil
investasi (dollar cost averaging), yang pada dasarnya adalah salah satu cara untuk meringankan
persiapan kebutuhan finansial masa depan, seperti persiapan untuk pensiun atau pendidikan anak. Andi
telah menyisihkan dana sebesar Rp. 100 juta saat ini khusus untuk persiapan pensiunnya kelak dan
menghitung bahwa ia berharap dapat mengembangkan dana tersebut menjadi sebasar Rp 2 milyar
untuk kebutuhan modal usaha setelah pensiun, 20 tahun dari sekarang. Untuk itu Andi melakukan
pekerjaan rumah untuk mencari alternatif cara mencapai tujuan tersebut. Inilah hasil pekerjaan rumah
Andi pada tulisan yang lalu:
Target Dana Cicilan
Investasi yang Cicilan investasi
yang Imbal hasil investasi yang
sudah ada saat yang diperlukan
Alternatif diharapkan 20 (return) yang diperlukan
ini setiap tahun
tahun yad (juta diharapkan setiap bulan
(juta rupiah) (juta rupiah)
rupiah) (juta rupiah)
1 100
2,000 0%
95.00
7.92
2 100
2,000 5.6%
45.75
3.81
3 100
2,000 8.5%
28.36
2.36
4 100
2,000 12.0%
12.83
1.07
Singkat cerita, Andi merasa pilihan yang tepat baginya adalah alternatif 4, karena berkaitan dengan
kemampuannya mencicil saat ini. Karena keterbatasan dana serta adanya kebutuhan finansial lainnya,
khusus untuk tujuan persiapan pensiun ini, ia hanya bisa menyisihkan Rp. 1,1 juta per bulan.
Bagaimana menurut Anda, sudah selesaikah pekerjaan rumah Andi ? Belum, ia baru saja menyelesaikan
tahapan pertama dalam proses investasi : Menentukan tujuan, besaran dan batasan‐batasan yang ada.
Dari tahapan awal ini Andi sudah mengidentifikasi hal penting : berharap medapatkan tingkat hasil
investasi rata‐rata per tahun sebesar 12%, ini yang sering sering disebut dengan istilah “expected
return”. Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah bagaimana cara melakukan investasi yang bisa
menghasilkan tingkat hasil investasi sebesar itu ?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita akan masuk dalam pembahasan merancang portofolio
investasi, yang sering disebut sebagai proses Alokasi Aset (asset allocation). Ini merupakan langkah
kedua dalam proses investasi. Merancang portofolio menjadi penting karena ada beberapa instrumen
investasi yang tersedia di pasar. Portofolio investasi adalah kumpulan dari beberapa jenis instrumen
investasi yang dirancang dengan komposisi tertentu untuk mencapai target imbal hasil yang diharapkan.
Dengan memiliki beberapa instrumen investasi dalam satu portofolio, kita juga sekaligus menerapkan
prinsip diversifikasi yang merupakan salah satu cara mengelola risiko. Bagaimana Andi melanjutkan
pekerjaan rumahnya ? Ikuti terus perjalanannya.
Dari bekalnya membaca serta informasi yang ia dapatkan dari mengikuti seminar‐seminar investasi, ia
sudah memahami bahwa paling tidak ada 3 instrumen investasi (finansial) dasar yang ia bisa
manfaatkan, yakni deposito, obligasi dan saham. Ia juga mulai memahami bahwa potensi dan kinerja
2. investasi serta risiko dari masing‐masing instrumen di atas juga berbeda. Yang harus ia lakukan adalah
pertama : ia harus membuat perkiraan atau prediksi, berapa kinerja hasil investasi (expected return) dari
masing‐masing instrumen. Bagaimana caranya ? Informasi ini bisa diperoleh melalui analisa dan
pembahasan tentang makro ekonomi serta informasi investasi dari para analis, ekonomis, manajer
investasi dan juga institusi keuangan lainnya. Salah satu cara mudah yang bisa digunakan adalah
penerapan konsep risk premium yang akan di bahas dalam tulisan lain.
Setelah mendapatkan data‐data tentang prediksi kinerja hasil investasi dari masing‐masing instrumen,
Andi kemudian mulai bisa merancang beberapa alternatif portofolio, dan melihat portofolio seperti apa
yang bisa memberikan potensi imbal hasil (expected return) yang diharapkan dari portofolio
investasinya. Andi memahami bahwa saham merupakan instrumen yang paling tinggi potensi hasil
investasinya dibandingkan dua instrumen lainnya, namun ia juga memahami risiko yang melekat
padanya, yang juga paling tinggi dibandingkan dengan kedua instrumen investasi lainnya. Begitu juga
obligasi, yang bisa menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi dari deposito namun juga memiliki risiko
investasi yang lebih tinggi dari deposito. Sementara jika ia beharap hanya dari deposito saja, yang
risikonya relatif rendah, ia juga menghadapi risiko lain, yakni tidak tercapainya target imbal hasil serta
tujuan investasi yang diharapkan. Oleh karena itu Andi harus mempertimbangkan seberapa besar
alokasi dananya untuk ditempatkan pada masing‐masing instrumen. Tabel di bawah ini merupakan
ringkasan dari hasil pekerjaan rumahnya :
Portfolio Contoh Aset Alokasi 1) Perkiraan kinerja Investasi 2) Perkiraan Kinerja Portfolio
Deposito Obligasi Saham Deposito Obligasi Saham
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
=(2)x(5) + (3)x(6) + (4)x(7)
Conservative 40% 30% 20% 5.60% 8.00% 15% 7.64%
Moderate 30% 40% 30% 5.60% 8.00% 15% 9.38%
Growth 10% 20% 70% 5.60% 8.00% 15% 12.66%
1) Aset Alokasi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh profil (keberanian) menerima risiko dari masing‐masing investor
2) Perkiraan kinerja investasi bukan merupakan jaminan, dapat berubah‐ubah dan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor
Perhitungan di atas hanya merupakan ilustrasi untuk memahami konsep aset alokasi
Apa yang kita bisa pelajari dari tabel tersebut ? Pertama, berkaitan dengan kemampuan menerima risiko
investasi dari sang investor, alternatif model portfolio secara mendasar bisa dikategorikan menjadi 3
jenis tingkatan risiko : conservative (kemampuan menerima risiko relatif rendah), moderate
(kemampuan menerima risiko menengah) dan growth (kemampuan menerima risko yang relatif tinggi).
Kedua, untuk mendapatkan hasil investasi yang semakin besar, alokasi obligasi dan/atau saham juga
perlu menjadi semakin besar. Konsekuensinya, investor harus menyadari dan memiliki toleransi
penerimaan risiko yang semakin tinggi ketika beharap mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi.
Ketiga, secara matematis, imbal hasil total portofolio dihasilkan sesuai porsi (prosentase) alokasi
investasi dari masing‐masing jenis instrumen dikali perkiraan kinerja (imbal hasil) instumen yang
bersangkutan. Kolom (8) dari tabel di atas memberikan perhitungan akhir hasil perkalian tersebut untuk
masing‐masing jenis portofolio. Jadi, dengan hasil simulasi perhitungan di atas, jika Andi berharap
mendapatkan imbal hasil rata‐rata sebesar 12 % per tahun, maka pilihannya adalah ia perlu memilih
3. “growth portfolio” dengan alokasi pada deposito sebesar 10 %, obligasi sebesar 20 % dan saham
sebesar 70 %.
Namun, pilihan Andi di atas harus juga disertai kesesuaian dengan profil risiko Andi pribadi. Apakah ia
sanggup menerima risiko dengan penempatan saham hingga 70 % ? Salah satu cara mengidentifikasi
profil risiko pribadi adalah dengan cara menjawab “kuesioner profil risiko” yang disediakan oleh para
penjual reksa dana. Topik bagaimana mengetahui profil risiko pribadi juga akan dibahas dalam tulisan
lain.
Perlu diperhatikan bahwa angka‐angka alokasi untuk masing‐masing jenis portofolio tidak harus seperti
yang tertulis pada tabel di atas. Investor memiliki pilihan yang beragam karena penerimaan tingkat risiko
investasi yang sifatnya sangat individual. Selain itu, investor juga bisa memiliki perkiraan atau asumsi
kinerja (imbal hasil) pada masing‐masing instrumen yang berbeda. Misalnya saja, berharap bahwa
instrumen saham bisa menghasilkan kinerja bukan sebesar 15 % namun sebesar 18 % atau bahkan 20 %.
Dengan demikian, porsi saham juga bisa lebih rendah, tidak harus mencapai 70 % seperti pada tabel di
atas.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, asumsi perkiraan pada masing‐masing instrumen, seperti
misalnya saham yang sebesar 15%, harus diartikan sebagai rata‐rata per tahun untuk jangka panjang.
Artinya, kinerja pasar saham bukanlah akan tetap setiap tahun sebesar 15% Sebagai contoh, kinerja
historis instrumen saham, bisa direpresentasikan dengan kinerja historis Indeks harga Saham Gabungan
(IHSG) yang dalam jangka waktu 11 tahun terkahir (1999 ‐2009) bisa mencapai (18,33%) per tahun,
namun hal itu dicapai dengan adanya fluktuasi kinerja yang cukup tinggi dari tahun ke tahun (lihat tabel
kinerja IHSG di bawah ini).
Total
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Annualized
Return
SBI 1-mo nett 9,54% 11,62% 14,10% 10,39% 6,65% 5,94% 10,20% 7,40% 6,40% 8,66% 5,17% 150,43% 8,70%
IHSG 70,06% -38,50% -5,83% 8,39% 62,82% 44,56% 16,24% 55,30% 52,08% -50,64% 86,98% 536,71% 18,33%
Inflation 2,01% 9,35% 12,55% 10,03% 5,16% 6,40% 17,11% 6,60% 6,59% 11,06% 2,78% 134,77% 8,07%
Kinerja masa lalu tidak dapat dijadikan patokan bagi kinerja masa depan.
Sumber: PT. Fortis Investments, diolah dari beberapa sumber
Demikianlah, Andi telah menyelesaikan dua tahapan proses investasi untuk mencapai tujuan yang
diinginkannya : Pertama menentukan tujuan dan kedua menentukan alokasi asset. Dua tahapan proses
ini bisa disebut sebagai proses budgeting, yang merupakan proses perencanaan dalam berinvestasi.
Bagaiman dengan Anda ? sudahkah anda melakukuan atau berniat melakukannya seperti yang Andi
lakukan ? Selamat mencoba !
Masih ada 2 proses selanjutnya yang harus Andi jalankan. Nantikan ceritanya dalam tulisan berikutnya.
(Artikel di atas telah dimuat di Kontan Mingguan 2010)