SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  20
Télécharger pour lire hors ligne
BAB V
ALINYEMEN VERTIKAL
Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan
perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam
masing – masing perkerasan untuk jalan dengan median. Sering kali disebut juga sebagai
penampang memanjang jalan.
Perencanaan alinyemen vertikal dipengauhi oleh besarnya biaya pembangunan yang
tersedia. Alinyemen vertikal yang mengikuti muka tanah asli akan mengurangi pekerjaan
tanah, tetapi mungkin saja akan mengakibatkan jalan itu terlalu banyak mempunyai tikungan.
Tentu saja hal ini belum tentu sesuai dengan persyaratan yang diberikan sehubungan dengan
fungsi jalannya. Muka jalan sebaiknya diletakkan sedikit di atas muka tanah asli sehingga
memudahkan dalam pembuatan drainase jalannya, terutama di daerah yang datar. Pada
daerah yang sering kali dilanda banjir sebaiknya penampang memanjang jalan diletakkan di
atas elevasi muka banjir. Di darah perbukitan atau pegunungan diusahakan banyaknya
pekerjaan galian seimbang dengan pekerjaan timbunan, sehingga keseluruhan biaya yang
dibutuhkan tetap dapat dipertanggung jawabkan. Jalan yang terletak di atas lapisan tanah
yang lunak harus pula diperhatikan akan kemungkinan besarnya penurunan dan perbedaan
penurunan yang mungkin terjadi. Dengan demikian penarikan alinyemen vertikal sangat
dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan seperti :
 Kondisi tanah dasar
 Keadaan medan
 Fungsi jalan
 Muka air banjir
 Muka air tanah
 Kelandaian yang masih memugkinkan
Perlu pula diperhatikan bahwa alinyemen vertikal yang direncanakan itu akan berlaku
untuk masa panjang, sehingga sebaiknya alinyemen vertikal yang dipilih tersebut dapat
dengan mudah mengikuti perkembangan lingkungan.
Alinyemen vertikal disebut juga penampang jalan yang terdiri dari garis – garis lurus
dan garis – garis lengkung. Garis lurus tersebut dapat datar, mandaki atau menurun, biasa
disebut berlandai. Landai jalan dinyatakan dengan persen.
Pada umumnya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan, maka landai
jalan diberi tanda positif untuk pendakian dari kiri ke kanan, dan landai negatif untuk
penurunan dari kiri. Pendakian dan penurunan memberi effek yang berarti terhadap gerak
kendaraan.
KELANDAIAN PADA ALINYEMEN VERTIKAL JALAN
Landai Minimum
Berdasarkan kepentingan arus lalu lintas, landai ideal adalah landai datar (0%).
Sebaliknya ditinjau darikepentingan drainase jalan, jalan berlandailah yang ideal.
Dalam perencanaan disarankan menggunakan :
a. Landai datar untuk jalan – jalan di atas tanah timbunan yang tidak mempunyai
kereb. Lereng melintang jalan dianggap cukup untuk mengalirkan air di atas
badan jalan dan kemudian ke lereng jalan.
b. Landai 0,15 % dianjurkan untuk jalan – jalan di atas tanah timbunan dengan
medan datar dan mempergunakan kereb. Kelandaian ini ckup membantu
mengalirkan air hujan ke inlet atau saluran pembuangan.
c. Landai minimum sebesar 0,3 – 0,5 % dianjurkan dipergunakan untuk jalan – jalan
di daerah galian atau jalan yang memakai kereb. Lereng melintang hanya cukup
untuk mengalirkan air hujan yang jatuh di atas badan jalan, sedangkan landai jalan
yang dibutuhkan untuk membuat kemiringan dasar saluran samping.
Landai maksimum
Kelandaian 3 % mulai memberikan pengaruh kepada gerak kendaraan mobil
penumpang, walaupun tidak seberapa dibandingkan dengan gerakan kendaraan truk yang
terbebani penuh. Pengaruh dari adanya kelandaian ini dapat terlihat dari berkurangnya
kecepatan jalan kendaraan atau mulai dipergunakannya gigi rendah. Kelandaian tertentu
masih dapat diterima jika kelandaian tersebut mengakibatkan kecepatan jalan tetap lebih
besar dari setengah keepatan rencana. Untuk membatasi pengaruh perlambatan kendaraan
truk terhadap arus lalu lintas, maka ditetapkan landai maksimum untuk kecepatan rencana
tertentu. Bina Marga (luar kota) menetapkan kelandaian maksimum seperti pada tabel 5.1,
yang dibedakan atas kelandaian maksimum stndar dan kelandaian maksimum mutlak. Jika
tidak terbatasi oleh kondisi keuangan, maka sebaiknya dipergunakan kelandaian sandar.
AASHTO membatasi kelandaian maksimum berdasarkan keadaan medan apakah datar,
perbukitan ataukah pegunungan.
Panjang kristis suatu kelandaian
Landai maksimum saja tidak cukup merupakan fator penentu dalam perencanaan
alinyemen vertikal, karena jarak yang pendek memberikan faktor pengaruh yang berbeda
dibandingkan dengan jarak yang panjang pada kelandaian yang sama. Kelandaian besar akan
mengakibatkan penurunan kecepatan truk ang cukup berarti jika kelandaian tersebut dibuat
pada panjang jalan yang cukup panjang, tetapi kurang berarti jika panjang jalan dengan
kelandaian tersebut hanya pendek saja.
Tabel 5.1 Kelandaian maksimum jalan. Sumber Traffic Engineering Handbook, 1992
dan PGJLK, Bina Marga ‘1990 (Rancangan Akhir)
Kecepatan
Jalan Arteri luar kota
(AASHTO’ 90)
Jalan antar kota
(Bina Marga)
Rencana
km/jam
Datar Perbukitan pegunungan
Kelandaian
Maksimum
Standar (%)
Kelandaian
Maksimum
Mutlak (%)
40 7 11
50 6 10
64 5 6 8
60 5 9
80 4 5 7 4 8
96 3 4 6
113 3 4 5
Batas kritis umumnya diambil jika kecepatan truk berkurang mencapai 30 – 75%
kecepatan rencana, atau kendaraan terpaksa mempergunakan gigi rendah. Pengurangan
kecepatan truk dipengaruhi oleh besarnya kecepatan rencana dan kelandaian. Kelandaian
pada kecepatan rencana yang tinggi akan mengurangi kecepatan truk sehingga berkisar antara
30 – 50 % kecepatan rencana selama 1 menit perjalanan. Tetapi pada kecepatan rencana yang
rendah, kelandaian tidakbegitu mengurangi kecepatan truk. Kecepatan truk selama 1 menit
perjalanan, pada kelandaian ± 10%, dapat mencapai 75% kecepatan rencana.
Tabel 5.2 memberikan panjang kritis yang disarankan oleh Bina Marga (luar kota),
yang merupakan kira – kira panjang 1 menit perjalanan, dan truk bergerak dengan penuh.
Kecepatan truk pada saat mencapai panjang kritis adalah sebesar 15 – 20 km/jam.
Lajur pendakian
Pada jalan – jalan berlandai dan volume yang tinggi, seringkali kendaraan berat yang
bergerak dengan kecepatan di bawah kecepatan rencana menjadi penghalang kendaraan lain
yang bergerak dengan kecepatan sekitar kecepatan rencana. Untuk menghindari hal tersebut
perlulah dibuatkan lajur pendakian. Lajur pendakian adalah lajur yang disediakan khusus
untuk truk bermuatan berat atau kendaraan lain yang berjalan dengan kecepatan yang lebih
rendah, sehingga kendaraan lain dapat mendahului kendaraan yang lebih lambat tanpa
mempergunakan lajur lawan.
Tabel 5.2 Panjang kritis untuk kelandaian yang melebihi kelandaian maksimum
standar
KECEPATAN RENCANA (KM/JAM)
80 60 50 40 30 20
5% 500 m 6% 500 m 7% 500 m 8% 420 m 9% 340 m 10% 250 m
6% 500 m 7% 500 m 8% 420 m 9% 340 m 10% 250 m 11% 250 m
7% 500 m 8% 420 m 9% 340 m 10% 250 m 11% 250 m 12% 250 m
8% 420 m 9% 340 m 10% 250 m 11% 250 m 12% 250 m 13% 250 m
Gambar 5.1 Lajur pendakian.
LENGKUNG VERTIKAL
Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan
mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan sedemikian
rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase.
Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus
(tangen), adalah :
Lajur pendakian
1. Lengkung vertikl cekung, adalah lengkung di mana titik perpotongan antara kedua
tangen berada di bawah permukan jalan.
2. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara
kedua tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan.
Lengkung vertikal dapat berbentuk salah satu dari enam kemungkinan pada gambar
5.2.
Gambar 5.2 Jenis lengkung vertikal dilihat dari titik perpotongan kedua tangen.
Lengkung vertikal type a, b dan c dinamakan lengkung vertikal cekung.
Lengkung vertikal type d, e dan f dinamakan lengkung vertikal cembung.
Persamaan lengkung vertikal
Bentuk lengkung vertikal yang umum dipergunakan adalah berbentuk lengkung
parabola sederhana.
Gambar 5.3 Lengkung vertikal parabola.
A
B
a
f
e
d
c
b
g2 = -
Ev = +
g2 = +
g2 = -
g1 = +
g2 = -
g1 = -
g1 = +
g2 = + g1 = +
g2 = +
g1 = -
g2 = -
PLV
PPV
g1%
Q
L
½ L
X
g1
g2%
Y
Titik A, titik peralihan dari bagian tangen ke bagian lengkung vertikal. Biasa diberi
simbul PLV (peralihan lengkung vertikal). Titik B, titik peralihan dari bagian lengkung
vertikal ke bagian tangen (peralihan tangen vertikal = PTV).
Titik perpotongan kedua bagian tangen diberi nama titik PPV (pusat perpotongan
vertikal).
Letak titik – titik pada lengkung vertikal dinyatakan dengan ordinat Y dan X terhadap
sumbu koordinat yang melalui titik A.
Pada penurunan rumus lengkung vertikal terdapat beberapa asumsi yang dilakukan,
yaitu :
 Panjang lengkung vertikal sama dengan panjang proyeksi lengkung pada bidang
horizontal = L.
 Perubahan garis singgung tetap (d2
Y/dx2
= r)
Besarnya kelandaian bagian tangen dinyatakan dengan g1dan g2 %. Kelandaian diberi tanda
positif jika pendakian, dan diberi tanda negatif jika penurunan, yang ditinjau dari kiri.
A = g1 – g2 (perbedaan aljabar landai)
Ev = pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung
Rumus umum parabola dY2
/dx2
= r (konstanta)
dY/dx = rx +C
x = 0 dY/dx = g1 C = g1
x = L dY/dx =g2 rL +g1 =g2
r = (g2 – g1)/L
1
12 )(
gx
L
gg
dx
dY



'
2
)(
1
2
12
Cxg
x
L
gg
Y 


x = 0 kalau Y = 0, sehingga C’ = 0
xg
x
L
gg
Y 1
2
12
2
)(



Dari sifat segitiga sebangun diperoleh :
(y +Y) : g1 ½ L = x : ½ L
y + Y = g1 x
g1 x = Y + y
Y = - (g1 – g2)/2L x2
+ Y + y
y = 212
2
)(
x
L
gg 
y = 2
200
x
L
A
…………………………………………(35)
Jika A dinyatakan dalam persen
Untuk x = ½ L dan y = Ev
Diperoleh :
Ev =
800
AL
………………………………………….(36)
Persamaan di atas berlaku baik untuk lengkung vertikal cembung maupun lengkung
vertikal cekung. Hanya bedanya, jika Ev yang diperoleh positif, berarti lengkung vertikal
cembung, jika negatif, berarti lengkung vertikal cekung.
Dengan mempergunakan persamaan (35) dan (36) dapat ditentukan elevasi setiap titik
pada lengkung vertikal.
Contoh perhitungan
Gambar 5.4 Contoh Perhitungan
PPV diketahui berada pada Sta 0 + 260 dan mempunyai elevasi + 100 m. perubahan
kelandaian terjadi dari – 8 % (menurun dari kiri) ke kelandaian sebesar – 2 % (menurun dari
kiri), dan panjang lengkung vertikal direncanakan sepanjang 150 m.
a. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+150 m ?
b. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+200 m ?
Sta o + 200
Sta o + 300 Sta o + 350
Sta o + 335Sta o + 260Sta o + 185
Sta o +150
PLV
PPV PTV
½ L ½ L
c. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+260 m ?
d. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+300 m ?
e. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+350 m ?
g1 = -8% g2 = -2%
A = g1 – g2 = - 8 – (-2) = - 6%
L = 150 m
Persamaan umum lengkung vertikal : y =
L
Ax
200
2
y =
150.200
6 2
x
y =
5000
2
x
y dihitung dari garis tangennya.
Bertanda negatif, berarti ke atas darigaris tangen (lengkung vertikal cekung). Untuk
persamaan lengkung di kiri PPV, x dihitung dari titik PLV.
Untuk persamaan lengkung di kanan PPV, x tidak boleh dihitung dari titik PLV. Hal
ini disebabkan kelandaian tidak menerus, tetapi berubah di titik PPV. Jadi x dihitung dari titik
PTV.
Elevasi di sembarang titik pada alinyemen vertikal ditentukan dari kelandaian dan
ordinat y.
Sta PLV berada pada Sta 0 + 260 – ½ L, yaitu Sta 0 + 185
Sta PTV berada pada Sta 0 + 260 + ½ L, yaitu Sta 0 + 335
Sta 0 + 150 terletak pada bagian lurus berlandai – 8 %.
Berada sejauh (260 – 150)m = 110 m di kiri PPV.
PPV mempunyai ketinggian + 110 m.
Elevasi sumbu jalan pada Sta 0 + 150 m = + 100 +8%.110
= + 108,80 m.
Sta 0 + 200 Terletak pada lengkung vertikal sebelah kiri titik PPV.
Elevasi bagian tangen pada Sta 0 + 200 = + 100 + 8%. (260 – 200)
= + 104,80 m.
Elevasi sumbu jalan pada Sta 0 + 200 adalah elevasi bagian
tangennya dikurangi y1 untuk x1 sejauh (200 – 185) m = 15 m dari
PLV.
Elevasi sumbu jalan = + 104,80 + 152
/5000 = + 104,845 m.
Sta 0 + 260 Terletak tepat pada posisi PPV.
Elevasi sumbu jalan pada Sta 0 + 260 = elevasi PPV + Ev = 100 +
752
/5000 = +101,125.
Sta 0 + 300 Terletak pada lengkung vertikal sebelah kanan titik PPV.
Elevasi bagian tangen pada Sta 0 + 300 = + 100 – 2 %. (300 -260)
= + 99,20 m.
Elevasi sumbu jalan pada Sta 0 + 300 adalah elevasi bagian
tangennya dikurangi y2 untuk x2 sejauh (335 – 300) m = 35 m dari
PTV.
Elevasi sumbu jalan = + 99,20 + 352
/5000 = + 99,445 m.
Sta 0 + 350 Terletak pada bagian lurus berlandai – 2 %.
Berada sejauh (350 – 260) m = 90 m dikanan PTV. PPV
mempunyai ketinggian + 100 m.
Elevasi sumbu jalan pada Sta 0 + 350 m = + 100 – 2 %. 90 = +
98,20 m.
LENGKUNG VERTIKAL CEMBUNG
Bentuk lengkung vertikal seperti yang diuraikan terdahulu, berlaku untuk lengkung
vertikal cembung atau lengkung vertikal cekung. Hanya saja untuk masing – masing
lengkung terdapat batasan – batasan yang berhubungan dengan jarak pandangan.
Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan dapat
dibedakan atas 2 keadaan yaitu :
1. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S<L).
2. Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung (S>L).
Lengkung vertikal cembung dengan S<L
Gambar 5.5 Jarak pandangan pada lengkung vertikal cembung (S<L).
Dari persamaan (35) diperoleh v =
L
Ax
200
2
, atau dapat pula dinyatakan dengan y =
kx2
, dimana :
k =
L
Ax
200
2
Lengkung parabola y = k x2
(k konstanta)
y = Ev Ev = k (½ L)2
y = h1 h1 = k d1
2
y = h2 h2 = k d2
2
2
4
1
2
11
Lk
dk
Ev
h
 2
4
1
2
22
Lk
kd
Ev
h

2
2
11 4
L
d
Ev
h
 2
2
22 4
L
d
Ev
h

d1 =
Ev
Lh
4
2
1
d2 =
Ev
Lh
4
2
1
S = d1 + d2 =
Ev
Lh
4
2
1
+
Ev
Lh
4
2
1
Ev =
800
AL
S =
A
Lh1200
+
A
Lh2200
S =
A
L100
.  21 22 hh 
PPV
g1
d1 d2
Ev
g2
A
S
L
h2h1
PLV
PTV
S2
=
A
L100
 2
21 22 hh 
L =
 2
21
2
22100 hh
AS

………………………………………(37)
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga,
dimana h1 = 10 cm = 0,10 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka :
L =
 2
21
2
22100 hh
AS

L = 2
2
399
CAS
AS
 …………………………………………….(38)
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan menyiap menurut Bina Marga,
dimana h1 = 120 cm = 1,20 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka :
L =
 2
2
40,240,2100 
AS
L = 2
2
960
CAS
AS
 …………………………………………….(39)
C = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S<L.
Tabel 5.3 Nilai C untuk beberapa h1 & h2 berdasarkan AASHTO dan Bina Marga
AASHTO ‘90 Bina Marga ‘90
JPH JPM JPH JPM
Tinggi mata pengemudi (h1) (m) 1,07 1,07 1,20 1,20
Tinggi objek (h2) (m) 0,15 1,30 0,10 1,20
Konstanta C 404 946 399 960
JPH = Jarak pandangan henti
JPM = Jarak pandangan menyiap
Lengkung vertikal cembung dengan S>L
Gambar 5.6 Jarak pandangan pada lengkung vertikal cembung (S>L).
S =
2
1
L +
2
2
1
1 100100
g
h
g
h

L = 2S -
2
2
1
1 200200
g
h
g
h

Panjang lengkung minimum jika dL/dg = 0, maka diperoleh :
02
2
2
2
1
1

g
h
g
h
2
2
2
2
1
1
g
h
g
h

g2 = g1
1
2
h
h
A merupakan jumlah aljabar dari g1 + g2
A = 1
1
2
1 g
h
h









g1 =
21
1
hh
hA

g2 =
21
2
hh
hA

L = 2S -
   
2
212
1
211 200200
hA
hhh
hA
hhh 


PPV
g2 g2
Ev
L/2
L
S
L/2
h1 h2
PLV PTV
100 h1/g1 100 h2/g2
L = 2S -
 
A
hh
2
21200 
……………………………………..(40)
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga,
dimana h1 = 10 cm = 0,10 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka :
L = 2S -
 
A
2
20,110,0200 
L = 2S -
A
C
S
A
1
2
399
 ………………………………………….(41)
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga,
dimana h1 = 120 cm = 1,20 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka :
L = 2S -
 
A
2
20,120,1200 
L = 2S -
A
C
S
A
1
2
960
 ………………………………………..(42)
C1 = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S>L.
Tabel 5.3 dan tabel 5.4 menunjukkan konstanta C = C1 tanpa melihat apakah jarak
pandangan berada di dalam atau di luar lengkung.
Tabel 5.4 Nilai C1 untuk beberapa h1 & h2 berdasarkan AASHTO dan Bina Marga
AASHTO ‘90 Bina Marga ‘90
JPH JPM JPH JPM
Tinggi mata pengemudi h1 (m) 1,07 1,07 1,2 1,2
Tinggi objek h2 (m) 0,15 1,3 0,1 1,2
Konstanta C1 404 946 399 960
JPH = Jarak pandangan henti
JPM = Jarak pandangan menyiap
Panjang lengkung vertikal cembung berdasarkan kebutuhan akan drainase
Lengkung vertikal cembung yang panjang dan ralatif datar dapat menyebabkan
kesulitan dalam masalah drainase jika disepanjang jalan dipasang kereb. Air di samping jalan
tidak mengalir lancar. Untuk menghindari hal tersebut di atas panjang lengkung vertikal
biasanya dibatasi tidak melebihi 50 A.
Persyaratan panjang lengkung vertikal cembung sehubungan dengan drainase :
L = 50 A ………………………………………………………….(43)
Panjang lengkung vertikal cembung berdasarkan kenyamanan perjalanan
Panjang lengkung vertikal cembung juga harus baik dilihat secara visual. Jika
perbedaan aljabar landai kecil, maka panjang lengkung vertikal yang dibutuhkan pendek,
sehingga alinyemen vertikal tampak melengkung. Oleh karena itu disyaratkan panjang
lengkung yang diambil untuk perencanaan tidak kurang dari 3 detik perjalanan.
LENGKUNG VERTIKAL CEKUNG
Disamping bentuk lengkung yang berbentuk parabola sederhana, panjang lengkung
vertikal cekung juga harus dientukan dengan memperhatikan :
 Jarak penyinaran lampu kendaraan
 Jarak pandangan bebas di bawah bangunan
 Persyaratan drainase
 Keluwesan bentuk
Jarak penyinaran lampu kendaraan
Jangkauan lampu depan kendaraan pada lengkung vertikal cekung merupakan batas
jarak pandangan yang dapat dilihat oleh pengemudi pada malam hari. Di dalam perencanaan
umumnya tinggi lampu depan diambil setiggi 60 cm, dengan sudut penyebaran sebesar 1°.
Letak penyinaran lampu dengan kendaraan dapat dibedakan atas 2 keadaan yaitu :
1. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan < L.
2. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan > L.
Lengkung vertikal cekung dengan jarak penyinaran lampu depan < L.
Gambar 5.7 Lengkung vertikal cekung dengan jarak pandangan peyinaran lampu depan < L.
DB =
2100
LA
D’B’ = )(
2
DB
L
S






D’B’ =
L
AS
200
2
D’B’ = 0,60 + S tg 1°
tg 1° = 0,0175
L
AS
200
2
= 0,60 + S tg 1°
L =
S
AS
50,3120
2

……………………………………………….(44)
S B’
B
O V D’ D
L
60 cm
100
A
1º
1º
Lengkung vertikal cekung dengan jarak penyinaran lampu depan > L
Gambar 5.8 Lengkung vertikal cekung dengan jarak pandangan penyinaran lampu depan >
L
D’B’ = 





 LS
A
2
1
100
D’B’ = 0,60 + S tg 1°
D’B’ = 0,60 + 0,0175 S
SLS
A
0175,060,0
2
1
100







L = 2S -
A
S5,3120 
…………………………………………..(45)
Jarak pandangan bebas di bawah bangunan pada lengkung vertikal cekung
Jarak pandangan bebas pengemudi pada jalan raya yang melintasi bangunan –
bngunan lain seperti jalan lain, jembatan penyeberangan, viaduct, equaduct, seringkali
terhalangi oleh bagian bawah bangunan tersebut. Panjang lengkung vertikal cekung minimum
diperhitungkan berdasarkan jarak pandangan henti minimum dengan mengabil tinggi mata
pengemudi truk yaitu 1,80 m dan tinggi objek 0,50 m (tinggi lampu belakang kendaraan).
Ruang bebas vertikal minimum 5 m, disarankan mengambil yang lebih besar untuk
perencanaan yaitu ± 5,5 m, untuk memberi keungkinan adanya lapisan tambahan dikemudian
hari.
S
B
B’
O V D D
L
2 S
L
2
A
100
60 cm
1º
1º
Gambar 5.9 Jarak pandangan bebas di bawah bangunan pada lengkung vertikal cekung
dengan S<L.
a. Jarak pandangan S<L
Diasumsikan titik PPV berada di bawah bangunan
E
m
L
S






2
E =
800
AL
AL
m
L
S 800
2






L =
m
AS
800
2
dan m =
L
AS
800
2
Jika jarak bebas dari bagian bawah bangunan atas ke jalan adalah C, maka :
m =
2
21 hh
C


2800
21
2
hh
C
L
AS 

L =
)(400800 21
2
hhC
AS

……………………………………….(46)
Jika h1 = 1,80 m, h2 = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan (46) menjadi :
L =
3480
2
SA
…………………………………………(47)
GARIS PANDANG KONST. ATAS
PPV
PPV
PLV
PTV
PPV
2
21 hh 
h2
h1
g1%
g2%
L
S
b. Jarak pandangan S>L
Diasumsikan titik PPV berada di bawah bangunan
Gambar 5.10 Jarak pandangan bebas di bawah bangunan pada lengkung vertikal cekung
dengan S>L.
E
mE
L
S
2


E
m
L
S
22
1

E =
800
AL
m =
2
21 hh
C


L = 2 S
A
hhC )(400800 21 
 …………………………………(48)
Jika h1 = 1,80 m, h2 = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan (48) menjadi :
L = 2S
A
3480
 ……………………………………………..(49)
Bentuk visual lengkung vertikal cekung
Adanya gaya sentrifugal dan gravitasi pada lengkung vertikal cekung menimbulkan
rasa tidak nyaman kepada pengemudi. Panjang lengkung vertikal cekung minimum yang
dapat memenuhi syarat kenyamanan adalah :
L =
380
2
AV
……………………………………………...(50)
Dimana :
V = kecepatan rencan, km/jam.
A = perbedaan aljabar landai.
L = panjang lengkung vertikal cekung.
GARIS PANDANG
KONST. ATAS
PLV PTV
PPV
g2 %
g1 %
2
21 hh 
S
L
h2h1
Kenyamanan mengemudi pada lengkung vertikal cekung
Panjang lengkung vertikal cekung dengan mempergunakan persamaan (36) pendek
jika perbedaan kelandaiannya kecil. Hal ini akan mengakibatkan alinyemen vertikal kelihatan
melengkung. Untuk menghindari hal itu, panjang lengkung vertikal cekung diambil ≥ 3 detik
perjalanan.
RANGKUMAN
 Perencanaan alinyemen vertikal selalu dengan mempertimbangkan kondisi lapisan tanah
dasar, tinggi muka air banjir, tinggi muka air tanah, fungsi jalan, kelandaian, dan keadaan
medan.
 Landai minimum sebesar 0,3 – 0,5 % pada jalan – jalan di daerah galian, dan dapat datar
pada jalan di daerah timbunan.
 Kelandaian maksimum dan panjang kritis suatu jalan dipengaruhi oleh kecepatan dan
keadaan medan.
 Lajur pendakian adalah lajur khusus untuk kendaraan berat, yang dibuatkan pada jalan
berlandai cukup tinggi dan panjang.
 Lengkung vertikal merupakan tempat peralihan dari 2 kelandaian yang berbentuk
lengkung parabola sederhana.
 Pemilihan panjang lengkung vertikal cembung haruslah merupakan panjang terpanjang
yang dibutuhkan setelah mempertimbangkan jarak pandangan, persyaratan drainase, dan
bentuk visual lengkung.
 Pemilihan panjang lengkung vertikal cekung haruslah merupakan panjang terpanjang
yang dibutuhkan setelah mempertimbangkan jarak penyinaran lampu depan kendaraan di
malam hari, keluwesan bentuk, dan kenyamanan mengemudi.
Pedoman umum dalam perencanaan alinyemen vertikal
Alinyemen vertikal secara keseluruhan haruslah dapat memberikan rasa aman dan
nyaman kepada pemakai jalan.
Untuk itu sebaiknya diperhtikan hal – hal sebagi berikut :
1. Pada alinyemen vertikal yang relatif datar dan lurus, sebaiknya dihindari hidden
dip, yaitu lengkung – lengkung vertikal cekung yang pendek, dan tidak terlihat
dari jauh.
2. Pada landai menurun yang panjang dan tajam, sebaknya dikuti oleh pendakian,
sehingga kecepatan kendaraan yang telah bertambah besar dapat segera dikurangi.
3. Jika direncanakan serangkaian kelandaian, maka sebaiknya kelandaian yang
paling curam diletakkan di bagian awal, diikuti oleh kelandaian yang lebih kecil.
4. Sedapat mungkin dihindari perencanaan lengkung vertikal yang sejenis (cembung
atau cekung) dengan hanya dipisahkan oleh tangen yang pendek.

Contenu connexe

Tendances

(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia
(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia
(MKJI) manual kapasitas jalan indonesiaMira Pemayun
 
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (TUGAS S1 UNTAG SEMARANG)
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (TUGAS S1 UNTAG SEMARANG)PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (TUGAS S1 UNTAG SEMARANG)
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (TUGAS S1 UNTAG SEMARANG)afifsalim
 
Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)
Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)
Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)Harsanty Seran
 
Modul 4 sesi 1 batang tekan
Modul 4  sesi 1 batang tekanModul 4  sesi 1 batang tekan
Modul 4 sesi 1 batang tekanIndah Rosa
 
Struktur Beton Bertulang
Struktur Beton BertulangStruktur Beton Bertulang
Struktur Beton BertulangMira Pemayun
 
perhitungan jembatan
perhitungan jembatanperhitungan jembatan
perhitungan jembatanFarid Thahura
 
Perencanaan bendung
Perencanaan bendungPerencanaan bendung
Perencanaan bendungironsand2009
 
Siphon, Terjunan, Gorong-gorong
Siphon, Terjunan, Gorong-gorongSiphon, Terjunan, Gorong-gorong
Siphon, Terjunan, Gorong-gorongYahya M Aji
 
87280501 perencanaan-sistem-drainase
87280501 perencanaan-sistem-drainase87280501 perencanaan-sistem-drainase
87280501 perencanaan-sistem-drainaseMiftakhul Yaqin
 
Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)
Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)
Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)Dokter Kota
 
Mkji simpang bersinyal
Mkji   simpang bersinyalMkji   simpang bersinyal
Mkji simpang bersinyalabay31
 
3.8 perhitungan debit rencana
3.8 perhitungan debit rencana3.8 perhitungan debit rencana
3.8 perhitungan debit rencanavieta_ressang
 

Tendances (20)

(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia
(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia
(MKJI) manual kapasitas jalan indonesia
 
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (TUGAS S1 UNTAG SEMARANG)
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (TUGAS S1 UNTAG SEMARANG)PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (TUGAS S1 UNTAG SEMARANG)
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (TUGAS S1 UNTAG SEMARANG)
 
Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)
Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)
Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)
 
KERUNTUHAN PONDASI
KERUNTUHAN PONDASIKERUNTUHAN PONDASI
KERUNTUHAN PONDASI
 
Modul 4 sesi 1 batang tekan
Modul 4  sesi 1 batang tekanModul 4  sesi 1 batang tekan
Modul 4 sesi 1 batang tekan
 
Grafik nomogram
Grafik nomogramGrafik nomogram
Grafik nomogram
 
Struktur Beton Bertulang
Struktur Beton BertulangStruktur Beton Bertulang
Struktur Beton Bertulang
 
Tugas Besar Geometrik Jalan
Tugas Besar Geometrik JalanTugas Besar Geometrik Jalan
Tugas Besar Geometrik Jalan
 
perhitungan jembatan
perhitungan jembatanperhitungan jembatan
perhitungan jembatan
 
Pedoman desain geometrik jalan 2020
Pedoman desain geometrik jalan 2020Pedoman desain geometrik jalan 2020
Pedoman desain geometrik jalan 2020
 
Perencanaan bendung
Perencanaan bendungPerencanaan bendung
Perencanaan bendung
 
Siphon, Terjunan, Gorong-gorong
Siphon, Terjunan, Gorong-gorongSiphon, Terjunan, Gorong-gorong
Siphon, Terjunan, Gorong-gorong
 
87280501 perencanaan-sistem-drainase
87280501 perencanaan-sistem-drainase87280501 perencanaan-sistem-drainase
87280501 perencanaan-sistem-drainase
 
Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)
Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)
Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)
 
Mkji simpang bersinyal
Mkji   simpang bersinyalMkji   simpang bersinyal
Mkji simpang bersinyal
 
3.8 perhitungan debit rencana
3.8 perhitungan debit rencana3.8 perhitungan debit rencana
3.8 perhitungan debit rencana
 
Metode pelaksanaan-konstruksi-jembatan
Metode pelaksanaan-konstruksi-jembatanMetode pelaksanaan-konstruksi-jembatan
Metode pelaksanaan-konstruksi-jembatan
 
analisa-struktur
analisa-strukturanalisa-struktur
analisa-struktur
 
Perancangan Geometrik Jalan
Perancangan Geometrik JalanPerancangan Geometrik Jalan
Perancangan Geometrik Jalan
 
Mektan bab 7
Mektan bab 7Mektan bab 7
Mektan bab 7
 

En vedette

THE EFFECT OF IMPROVEMENT SURROUNDING SOIL ON BORED PILE FRICTION CAPACITY
THE EFFECT OF IMPROVEMENT SURROUNDING SOIL ON BORED PILE FRICTION CAPACITY THE EFFECT OF IMPROVEMENT SURROUNDING SOIL ON BORED PILE FRICTION CAPACITY
THE EFFECT OF IMPROVEMENT SURROUNDING SOIL ON BORED PILE FRICTION CAPACITY IAEME Publication
 
Metode bore pile
Metode bore pileMetode bore pile
Metode bore pilesupri yadi
 
Tugas metode pelaksanaan konstruksi
Tugas metode pelaksanaan konstruksiTugas metode pelaksanaan konstruksi
Tugas metode pelaksanaan konstruksiarjuni rahman
 
Metode precast dan konvensional
Metode precast dan konvensionalMetode precast dan konvensional
Metode precast dan konvensionalIwan Sutriono
 
Pelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatan
Pelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatanPelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatan
Pelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatanismailacox.blogspot.com
 
Methode apartemen wahid hasyim , medan
Methode  apartemen wahid hasyim , medanMethode  apartemen wahid hasyim , medan
Methode apartemen wahid hasyim , medanBurhans saja
 

En vedette (7)

THE EFFECT OF IMPROVEMENT SURROUNDING SOIL ON BORED PILE FRICTION CAPACITY
THE EFFECT OF IMPROVEMENT SURROUNDING SOIL ON BORED PILE FRICTION CAPACITY THE EFFECT OF IMPROVEMENT SURROUNDING SOIL ON BORED PILE FRICTION CAPACITY
THE EFFECT OF IMPROVEMENT SURROUNDING SOIL ON BORED PILE FRICTION CAPACITY
 
Metode bore pile
Metode bore pileMetode bore pile
Metode bore pile
 
Tugas metode pelaksanaan konstruksi
Tugas metode pelaksanaan konstruksiTugas metode pelaksanaan konstruksi
Tugas metode pelaksanaan konstruksi
 
Metode precast dan konvensional
Metode precast dan konvensionalMetode precast dan konvensional
Metode precast dan konvensional
 
Pondasi tiang pancang
Pondasi tiang pancangPondasi tiang pancang
Pondasi tiang pancang
 
Pelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatan
Pelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatanPelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatan
Pelaksanaan pekerjaan beton untuk jalan dan jembatan
 
Methode apartemen wahid hasyim , medan
Methode  apartemen wahid hasyim , medanMethode  apartemen wahid hasyim , medan
Methode apartemen wahid hasyim , medan
 

Similaire à Alinemen vertikal-teks1

Penampang melintang jalan
Penampang melintang jalanPenampang melintang jalan
Penampang melintang jalanPraboe Rienjany
 
jurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalanjurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalanE Sanjani
 
Kuliah Horizontal Alignment (FILE USED).pptx
Kuliah Horizontal Alignment (FILE USED).pptxKuliah Horizontal Alignment (FILE USED).pptx
Kuliah Horizontal Alignment (FILE USED).pptxFerdianoYogi
 
Tugas perencanaan struktur geometri jalan
Tugas  perencanaan struktur geometri jalanTugas  perencanaan struktur geometri jalan
Tugas perencanaan struktur geometri jalanMuhammad Ali
 
6.2 dan 6.3.docx
6.2 dan 6.3.docx6.2 dan 6.3.docx
6.2 dan 6.3.docxFrederiko1
 
MATERI 4 K1 smt IV ALINYEMEN HORIZONTAL (2) geometriik jalan.pdf
MATERI 4 K1 smt IV ALINYEMEN HORIZONTAL (2) geometriik jalan.pdfMATERI 4 K1 smt IV ALINYEMEN HORIZONTAL (2) geometriik jalan.pdf
MATERI 4 K1 smt IV ALINYEMEN HORIZONTAL (2) geometriik jalan.pdfAnanto6
 
Simpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depokSimpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depokAyu Fatimah Zahra
 
Laporan Mantapz aprk kecil.docx
Laporan Mantapz aprk kecil.docxLaporan Mantapz aprk kecil.docx
Laporan Mantapz aprk kecil.docxkusmiraagustian1
 
Dokumen gaya uplift
Dokumen gaya upliftDokumen gaya uplift
Dokumen gaya upliftHAFIZ ILHAM
 
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan Jembatan
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan JembatanModul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan Jembatan
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan JembatanPPGHybrid1
 
kelompok 1. Geometri Jalan.pptx
kelompok 1. Geometri Jalan.pptxkelompok 1. Geometri Jalan.pptx
kelompok 1. Geometri Jalan.pptxIlaFebriyani
 
SKRIPSI FIX.pptx
SKRIPSI FIX.pptxSKRIPSI FIX.pptx
SKRIPSI FIX.pptxDinarAli4
 
Presentasi maba
Presentasi mabaPresentasi maba
Presentasi mabaAri Wahyu
 
Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...
Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...
Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...Djunaidi Syalat
 
perancangan geometrik jalan
perancangan geometrik jalanperancangan geometrik jalan
perancangan geometrik jalanDeri
 
Session 1 perhitungan perkerasan lentur pelebaran
Session 1   perhitungan perkerasan lentur pelebaranSession 1   perhitungan perkerasan lentur pelebaran
Session 1 perhitungan perkerasan lentur pelebaranSuhardiyantoST
 

Similaire à Alinemen vertikal-teks1 (20)

Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)
Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)
Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)
 
Penampang melintang jalan
Penampang melintang jalanPenampang melintang jalan
Penampang melintang jalan
 
jurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalanjurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalan
 
Kuliah Horizontal Alignment (FILE USED).pptx
Kuliah Horizontal Alignment (FILE USED).pptxKuliah Horizontal Alignment (FILE USED).pptx
Kuliah Horizontal Alignment (FILE USED).pptx
 
Jalan Angkut Tambang
Jalan Angkut TambangJalan Angkut Tambang
Jalan Angkut Tambang
 
Tugas perencanaan struktur geometri jalan
Tugas  perencanaan struktur geometri jalanTugas  perencanaan struktur geometri jalan
Tugas perencanaan struktur geometri jalan
 
6.2 dan 6.3.docx
6.2 dan 6.3.docx6.2 dan 6.3.docx
6.2 dan 6.3.docx
 
MATERI 4 K1 smt IV ALINYEMEN HORIZONTAL (2) geometriik jalan.pdf
MATERI 4 K1 smt IV ALINYEMEN HORIZONTAL (2) geometriik jalan.pdfMATERI 4 K1 smt IV ALINYEMEN HORIZONTAL (2) geometriik jalan.pdf
MATERI 4 K1 smt IV ALINYEMEN HORIZONTAL (2) geometriik jalan.pdf
 
Simpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depokSimpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depok
 
05.4 bab 4.pdf
05.4 bab 4.pdf05.4 bab 4.pdf
05.4 bab 4.pdf
 
Laporan Mantapz aprk kecil.docx
Laporan Mantapz aprk kecil.docxLaporan Mantapz aprk kecil.docx
Laporan Mantapz aprk kecil.docx
 
Dokumen gaya uplift
Dokumen gaya upliftDokumen gaya uplift
Dokumen gaya uplift
 
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan Jembatan
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan JembatanModul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan Jembatan
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan Jembatan
 
kelompok 1. Geometri Jalan.pptx
kelompok 1. Geometri Jalan.pptxkelompok 1. Geometri Jalan.pptx
kelompok 1. Geometri Jalan.pptx
 
SKRIPSI FIX.pptx
SKRIPSI FIX.pptxSKRIPSI FIX.pptx
SKRIPSI FIX.pptx
 
Presentasi maba
Presentasi mabaPresentasi maba
Presentasi maba
 
Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...
Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...
Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...
 
perancangan geometrik jalan
perancangan geometrik jalanperancangan geometrik jalan
perancangan geometrik jalan
 
Session 1 perhitungan perkerasan lentur pelebaran
Session 1   perhitungan perkerasan lentur pelebaranSession 1   perhitungan perkerasan lentur pelebaran
Session 1 perhitungan perkerasan lentur pelebaran
 
Jalan tambang
Jalan tambangJalan tambang
Jalan tambang
 

Plus de WSKT

Hec ras-dasar-simple-geometry-river-sep11
Hec ras-dasar-simple-geometry-river-sep11Hec ras-dasar-simple-geometry-river-sep11
Hec ras-dasar-simple-geometry-river-sep11WSKT
 
Hec ras dasar simple geometry river jul14
Hec ras dasar simple geometry river jul14Hec ras dasar simple geometry river jul14
Hec ras dasar simple geometry river jul14WSKT
 
Hec ras dasar simple geometry river okt12
Hec ras dasar simple geometry river okt12Hec ras dasar simple geometry river okt12
Hec ras dasar simple geometry river okt12WSKT
 
Sni 1727 2013 tata cara pembebanan untuk rumah dan gedung
Sni 1727 2013 tata cara pembebanan untuk rumah dan gedungSni 1727 2013 tata cara pembebanan untuk rumah dan gedung
Sni 1727 2013 tata cara pembebanan untuk rumah dan gedungWSKT
 
Sni 2847 2013 persyaratan beton stuktural untuk bangunan gedung
Sni 2847 2013 persyaratan beton stuktural untuk bangunan gedungSni 2847 2013 persyaratan beton stuktural untuk bangunan gedung
Sni 2847 2013 persyaratan beton stuktural untuk bangunan gedungWSKT
 
Sni+1726+2012 gempa
Sni+1726+2012 gempaSni+1726+2012 gempa
Sni+1726+2012 gempaWSKT
 
modul pelatihan geosintetik
modul pelatihan geosintetikmodul pelatihan geosintetik
modul pelatihan geosintetikWSKT
 
Tutor civil 3d
Tutor civil 3dTutor civil 3d
Tutor civil 3dWSKT
 
197521758 146043958-pengoperasian-plaxis-8-2
197521758 146043958-pengoperasian-plaxis-8-2197521758 146043958-pengoperasian-plaxis-8-2
197521758 146043958-pengoperasian-plaxis-8-2WSKT
 
238431355 plaxis-tutorial-manual
238431355 plaxis-tutorial-manual238431355 plaxis-tutorial-manual
238431355 plaxis-tutorial-manualWSKT
 
271083916 tekla-15-analysis-manual
271083916 tekla-15-analysis-manual271083916 tekla-15-analysis-manual
271083916 tekla-15-analysis-manualWSKT
 
Rock slope design_guide
Rock slope design_guideRock slope design_guide
Rock slope design_guideWSKT
 
struktur cangkang (sell structure) kel. 4
struktur cangkang (sell structure) kel. 4struktur cangkang (sell structure) kel. 4
struktur cangkang (sell structure) kel. 4WSKT
 
Manual Pesain Perkerasan
Manual Pesain PerkerasanManual Pesain Perkerasan
Manual Pesain PerkerasanWSKT
 
sni 1729-2015
sni 1729-2015sni 1729-2015
sni 1729-2015WSKT
 
Baja tulangan beton SNI 2052-2014
Baja tulangan beton SNI 2052-2014Baja tulangan beton SNI 2052-2014
Baja tulangan beton SNI 2052-2014WSKT
 
Mechanistic Empirical Pavement Design
Mechanistic Empirical Pavement DesignMechanistic Empirical Pavement Design
Mechanistic Empirical Pavement DesignWSKT
 
No - Fines Concrete
No - Fines ConcreteNo - Fines Concrete
No - Fines ConcreteWSKT
 
La tahzan (jangan bersedih) aidh al-qarni
La tahzan (jangan bersedih)   aidh al-qarniLa tahzan (jangan bersedih)   aidh al-qarni
La tahzan (jangan bersedih) aidh al-qarniWSKT
 
243176098 3-superelevasi
243176098 3-superelevasi243176098 3-superelevasi
243176098 3-superelevasiWSKT
 

Plus de WSKT (20)

Hec ras-dasar-simple-geometry-river-sep11
Hec ras-dasar-simple-geometry-river-sep11Hec ras-dasar-simple-geometry-river-sep11
Hec ras-dasar-simple-geometry-river-sep11
 
Hec ras dasar simple geometry river jul14
Hec ras dasar simple geometry river jul14Hec ras dasar simple geometry river jul14
Hec ras dasar simple geometry river jul14
 
Hec ras dasar simple geometry river okt12
Hec ras dasar simple geometry river okt12Hec ras dasar simple geometry river okt12
Hec ras dasar simple geometry river okt12
 
Sni 1727 2013 tata cara pembebanan untuk rumah dan gedung
Sni 1727 2013 tata cara pembebanan untuk rumah dan gedungSni 1727 2013 tata cara pembebanan untuk rumah dan gedung
Sni 1727 2013 tata cara pembebanan untuk rumah dan gedung
 
Sni 2847 2013 persyaratan beton stuktural untuk bangunan gedung
Sni 2847 2013 persyaratan beton stuktural untuk bangunan gedungSni 2847 2013 persyaratan beton stuktural untuk bangunan gedung
Sni 2847 2013 persyaratan beton stuktural untuk bangunan gedung
 
Sni+1726+2012 gempa
Sni+1726+2012 gempaSni+1726+2012 gempa
Sni+1726+2012 gempa
 
modul pelatihan geosintetik
modul pelatihan geosintetikmodul pelatihan geosintetik
modul pelatihan geosintetik
 
Tutor civil 3d
Tutor civil 3dTutor civil 3d
Tutor civil 3d
 
197521758 146043958-pengoperasian-plaxis-8-2
197521758 146043958-pengoperasian-plaxis-8-2197521758 146043958-pengoperasian-plaxis-8-2
197521758 146043958-pengoperasian-plaxis-8-2
 
238431355 plaxis-tutorial-manual
238431355 plaxis-tutorial-manual238431355 plaxis-tutorial-manual
238431355 plaxis-tutorial-manual
 
271083916 tekla-15-analysis-manual
271083916 tekla-15-analysis-manual271083916 tekla-15-analysis-manual
271083916 tekla-15-analysis-manual
 
Rock slope design_guide
Rock slope design_guideRock slope design_guide
Rock slope design_guide
 
struktur cangkang (sell structure) kel. 4
struktur cangkang (sell structure) kel. 4struktur cangkang (sell structure) kel. 4
struktur cangkang (sell structure) kel. 4
 
Manual Pesain Perkerasan
Manual Pesain PerkerasanManual Pesain Perkerasan
Manual Pesain Perkerasan
 
sni 1729-2015
sni 1729-2015sni 1729-2015
sni 1729-2015
 
Baja tulangan beton SNI 2052-2014
Baja tulangan beton SNI 2052-2014Baja tulangan beton SNI 2052-2014
Baja tulangan beton SNI 2052-2014
 
Mechanistic Empirical Pavement Design
Mechanistic Empirical Pavement DesignMechanistic Empirical Pavement Design
Mechanistic Empirical Pavement Design
 
No - Fines Concrete
No - Fines ConcreteNo - Fines Concrete
No - Fines Concrete
 
La tahzan (jangan bersedih) aidh al-qarni
La tahzan (jangan bersedih)   aidh al-qarniLa tahzan (jangan bersedih)   aidh al-qarni
La tahzan (jangan bersedih) aidh al-qarni
 
243176098 3-superelevasi
243176098 3-superelevasi243176098 3-superelevasi
243176098 3-superelevasi
 

Dernier

materi pengendalian proyek konstruksi.pptx
materi pengendalian proyek konstruksi.pptxmateri pengendalian proyek konstruksi.pptx
materi pengendalian proyek konstruksi.pptxsiswoST
 
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptxMuhararAhmad
 
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptxManual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptxRemigius1984
 
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfTEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfYogiCahyoPurnomo
 
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++FujiAdam
 
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaStrategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaRenaYunita2
 
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptxPembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptxmuhammadrizky331164
 
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open StudioSlide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studiossuser52d6bf
 

Dernier (8)

materi pengendalian proyek konstruksi.pptx
materi pengendalian proyek konstruksi.pptxmateri pengendalian proyek konstruksi.pptx
materi pengendalian proyek konstruksi.pptx
 
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
 
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptxManual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
 
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfTEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
 
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
 
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaStrategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
 
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptxPembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
 
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open StudioSlide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
 

Alinemen vertikal-teks1

  • 1. BAB V ALINYEMEN VERTIKAL Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing – masing perkerasan untuk jalan dengan median. Sering kali disebut juga sebagai penampang memanjang jalan. Perencanaan alinyemen vertikal dipengauhi oleh besarnya biaya pembangunan yang tersedia. Alinyemen vertikal yang mengikuti muka tanah asli akan mengurangi pekerjaan tanah, tetapi mungkin saja akan mengakibatkan jalan itu terlalu banyak mempunyai tikungan. Tentu saja hal ini belum tentu sesuai dengan persyaratan yang diberikan sehubungan dengan fungsi jalannya. Muka jalan sebaiknya diletakkan sedikit di atas muka tanah asli sehingga memudahkan dalam pembuatan drainase jalannya, terutama di daerah yang datar. Pada daerah yang sering kali dilanda banjir sebaiknya penampang memanjang jalan diletakkan di atas elevasi muka banjir. Di darah perbukitan atau pegunungan diusahakan banyaknya pekerjaan galian seimbang dengan pekerjaan timbunan, sehingga keseluruhan biaya yang dibutuhkan tetap dapat dipertanggung jawabkan. Jalan yang terletak di atas lapisan tanah yang lunak harus pula diperhatikan akan kemungkinan besarnya penurunan dan perbedaan penurunan yang mungkin terjadi. Dengan demikian penarikan alinyemen vertikal sangat dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan seperti :  Kondisi tanah dasar  Keadaan medan  Fungsi jalan  Muka air banjir  Muka air tanah  Kelandaian yang masih memugkinkan Perlu pula diperhatikan bahwa alinyemen vertikal yang direncanakan itu akan berlaku untuk masa panjang, sehingga sebaiknya alinyemen vertikal yang dipilih tersebut dapat dengan mudah mengikuti perkembangan lingkungan. Alinyemen vertikal disebut juga penampang jalan yang terdiri dari garis – garis lurus dan garis – garis lengkung. Garis lurus tersebut dapat datar, mandaki atau menurun, biasa disebut berlandai. Landai jalan dinyatakan dengan persen.
  • 2. Pada umumnya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan, maka landai jalan diberi tanda positif untuk pendakian dari kiri ke kanan, dan landai negatif untuk penurunan dari kiri. Pendakian dan penurunan memberi effek yang berarti terhadap gerak kendaraan. KELANDAIAN PADA ALINYEMEN VERTIKAL JALAN Landai Minimum Berdasarkan kepentingan arus lalu lintas, landai ideal adalah landai datar (0%). Sebaliknya ditinjau darikepentingan drainase jalan, jalan berlandailah yang ideal. Dalam perencanaan disarankan menggunakan : a. Landai datar untuk jalan – jalan di atas tanah timbunan yang tidak mempunyai kereb. Lereng melintang jalan dianggap cukup untuk mengalirkan air di atas badan jalan dan kemudian ke lereng jalan. b. Landai 0,15 % dianjurkan untuk jalan – jalan di atas tanah timbunan dengan medan datar dan mempergunakan kereb. Kelandaian ini ckup membantu mengalirkan air hujan ke inlet atau saluran pembuangan. c. Landai minimum sebesar 0,3 – 0,5 % dianjurkan dipergunakan untuk jalan – jalan di daerah galian atau jalan yang memakai kereb. Lereng melintang hanya cukup untuk mengalirkan air hujan yang jatuh di atas badan jalan, sedangkan landai jalan yang dibutuhkan untuk membuat kemiringan dasar saluran samping. Landai maksimum Kelandaian 3 % mulai memberikan pengaruh kepada gerak kendaraan mobil penumpang, walaupun tidak seberapa dibandingkan dengan gerakan kendaraan truk yang terbebani penuh. Pengaruh dari adanya kelandaian ini dapat terlihat dari berkurangnya kecepatan jalan kendaraan atau mulai dipergunakannya gigi rendah. Kelandaian tertentu masih dapat diterima jika kelandaian tersebut mengakibatkan kecepatan jalan tetap lebih besar dari setengah keepatan rencana. Untuk membatasi pengaruh perlambatan kendaraan truk terhadap arus lalu lintas, maka ditetapkan landai maksimum untuk kecepatan rencana tertentu. Bina Marga (luar kota) menetapkan kelandaian maksimum seperti pada tabel 5.1, yang dibedakan atas kelandaian maksimum stndar dan kelandaian maksimum mutlak. Jika tidak terbatasi oleh kondisi keuangan, maka sebaiknya dipergunakan kelandaian sandar. AASHTO membatasi kelandaian maksimum berdasarkan keadaan medan apakah datar, perbukitan ataukah pegunungan.
  • 3. Panjang kristis suatu kelandaian Landai maksimum saja tidak cukup merupakan fator penentu dalam perencanaan alinyemen vertikal, karena jarak yang pendek memberikan faktor pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan jarak yang panjang pada kelandaian yang sama. Kelandaian besar akan mengakibatkan penurunan kecepatan truk ang cukup berarti jika kelandaian tersebut dibuat pada panjang jalan yang cukup panjang, tetapi kurang berarti jika panjang jalan dengan kelandaian tersebut hanya pendek saja. Tabel 5.1 Kelandaian maksimum jalan. Sumber Traffic Engineering Handbook, 1992 dan PGJLK, Bina Marga ‘1990 (Rancangan Akhir) Kecepatan Jalan Arteri luar kota (AASHTO’ 90) Jalan antar kota (Bina Marga) Rencana km/jam Datar Perbukitan pegunungan Kelandaian Maksimum Standar (%) Kelandaian Maksimum Mutlak (%) 40 7 11 50 6 10 64 5 6 8 60 5 9 80 4 5 7 4 8 96 3 4 6 113 3 4 5 Batas kritis umumnya diambil jika kecepatan truk berkurang mencapai 30 – 75% kecepatan rencana, atau kendaraan terpaksa mempergunakan gigi rendah. Pengurangan kecepatan truk dipengaruhi oleh besarnya kecepatan rencana dan kelandaian. Kelandaian pada kecepatan rencana yang tinggi akan mengurangi kecepatan truk sehingga berkisar antara 30 – 50 % kecepatan rencana selama 1 menit perjalanan. Tetapi pada kecepatan rencana yang rendah, kelandaian tidakbegitu mengurangi kecepatan truk. Kecepatan truk selama 1 menit perjalanan, pada kelandaian ± 10%, dapat mencapai 75% kecepatan rencana. Tabel 5.2 memberikan panjang kritis yang disarankan oleh Bina Marga (luar kota), yang merupakan kira – kira panjang 1 menit perjalanan, dan truk bergerak dengan penuh. Kecepatan truk pada saat mencapai panjang kritis adalah sebesar 15 – 20 km/jam.
  • 4. Lajur pendakian Pada jalan – jalan berlandai dan volume yang tinggi, seringkali kendaraan berat yang bergerak dengan kecepatan di bawah kecepatan rencana menjadi penghalang kendaraan lain yang bergerak dengan kecepatan sekitar kecepatan rencana. Untuk menghindari hal tersebut perlulah dibuatkan lajur pendakian. Lajur pendakian adalah lajur yang disediakan khusus untuk truk bermuatan berat atau kendaraan lain yang berjalan dengan kecepatan yang lebih rendah, sehingga kendaraan lain dapat mendahului kendaraan yang lebih lambat tanpa mempergunakan lajur lawan. Tabel 5.2 Panjang kritis untuk kelandaian yang melebihi kelandaian maksimum standar KECEPATAN RENCANA (KM/JAM) 80 60 50 40 30 20 5% 500 m 6% 500 m 7% 500 m 8% 420 m 9% 340 m 10% 250 m 6% 500 m 7% 500 m 8% 420 m 9% 340 m 10% 250 m 11% 250 m 7% 500 m 8% 420 m 9% 340 m 10% 250 m 11% 250 m 12% 250 m 8% 420 m 9% 340 m 10% 250 m 11% 250 m 12% 250 m 13% 250 m Gambar 5.1 Lajur pendakian. LENGKUNG VERTIKAL Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase. Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus (tangen), adalah : Lajur pendakian
  • 5. 1. Lengkung vertikl cekung, adalah lengkung di mana titik perpotongan antara kedua tangen berada di bawah permukan jalan. 2. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan. Lengkung vertikal dapat berbentuk salah satu dari enam kemungkinan pada gambar 5.2. Gambar 5.2 Jenis lengkung vertikal dilihat dari titik perpotongan kedua tangen. Lengkung vertikal type a, b dan c dinamakan lengkung vertikal cekung. Lengkung vertikal type d, e dan f dinamakan lengkung vertikal cembung. Persamaan lengkung vertikal Bentuk lengkung vertikal yang umum dipergunakan adalah berbentuk lengkung parabola sederhana. Gambar 5.3 Lengkung vertikal parabola. A B a f e d c b g2 = - Ev = + g2 = + g2 = - g1 = + g2 = - g1 = - g1 = + g2 = + g1 = + g2 = + g1 = - g2 = - PLV PPV g1% Q L ½ L X g1 g2% Y
  • 6. Titik A, titik peralihan dari bagian tangen ke bagian lengkung vertikal. Biasa diberi simbul PLV (peralihan lengkung vertikal). Titik B, titik peralihan dari bagian lengkung vertikal ke bagian tangen (peralihan tangen vertikal = PTV). Titik perpotongan kedua bagian tangen diberi nama titik PPV (pusat perpotongan vertikal). Letak titik – titik pada lengkung vertikal dinyatakan dengan ordinat Y dan X terhadap sumbu koordinat yang melalui titik A. Pada penurunan rumus lengkung vertikal terdapat beberapa asumsi yang dilakukan, yaitu :  Panjang lengkung vertikal sama dengan panjang proyeksi lengkung pada bidang horizontal = L.  Perubahan garis singgung tetap (d2 Y/dx2 = r) Besarnya kelandaian bagian tangen dinyatakan dengan g1dan g2 %. Kelandaian diberi tanda positif jika pendakian, dan diberi tanda negatif jika penurunan, yang ditinjau dari kiri. A = g1 – g2 (perbedaan aljabar landai) Ev = pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung Rumus umum parabola dY2 /dx2 = r (konstanta) dY/dx = rx +C x = 0 dY/dx = g1 C = g1 x = L dY/dx =g2 rL +g1 =g2 r = (g2 – g1)/L 1 12 )( gx L gg dx dY    ' 2 )( 1 2 12 Cxg x L gg Y    x = 0 kalau Y = 0, sehingga C’ = 0 xg x L gg Y 1 2 12 2 )(    Dari sifat segitiga sebangun diperoleh : (y +Y) : g1 ½ L = x : ½ L y + Y = g1 x g1 x = Y + y Y = - (g1 – g2)/2L x2 + Y + y
  • 7. y = 212 2 )( x L gg  y = 2 200 x L A …………………………………………(35) Jika A dinyatakan dalam persen Untuk x = ½ L dan y = Ev Diperoleh : Ev = 800 AL ………………………………………….(36) Persamaan di atas berlaku baik untuk lengkung vertikal cembung maupun lengkung vertikal cekung. Hanya bedanya, jika Ev yang diperoleh positif, berarti lengkung vertikal cembung, jika negatif, berarti lengkung vertikal cekung. Dengan mempergunakan persamaan (35) dan (36) dapat ditentukan elevasi setiap titik pada lengkung vertikal. Contoh perhitungan Gambar 5.4 Contoh Perhitungan PPV diketahui berada pada Sta 0 + 260 dan mempunyai elevasi + 100 m. perubahan kelandaian terjadi dari – 8 % (menurun dari kiri) ke kelandaian sebesar – 2 % (menurun dari kiri), dan panjang lengkung vertikal direncanakan sepanjang 150 m. a. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+150 m ? b. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+200 m ? Sta o + 200 Sta o + 300 Sta o + 350 Sta o + 335Sta o + 260Sta o + 185 Sta o +150 PLV PPV PTV ½ L ½ L
  • 8. c. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+260 m ? d. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+300 m ? e. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+350 m ? g1 = -8% g2 = -2% A = g1 – g2 = - 8 – (-2) = - 6% L = 150 m Persamaan umum lengkung vertikal : y = L Ax 200 2 y = 150.200 6 2 x y = 5000 2 x y dihitung dari garis tangennya. Bertanda negatif, berarti ke atas darigaris tangen (lengkung vertikal cekung). Untuk persamaan lengkung di kiri PPV, x dihitung dari titik PLV. Untuk persamaan lengkung di kanan PPV, x tidak boleh dihitung dari titik PLV. Hal ini disebabkan kelandaian tidak menerus, tetapi berubah di titik PPV. Jadi x dihitung dari titik PTV. Elevasi di sembarang titik pada alinyemen vertikal ditentukan dari kelandaian dan ordinat y. Sta PLV berada pada Sta 0 + 260 – ½ L, yaitu Sta 0 + 185 Sta PTV berada pada Sta 0 + 260 + ½ L, yaitu Sta 0 + 335 Sta 0 + 150 terletak pada bagian lurus berlandai – 8 %. Berada sejauh (260 – 150)m = 110 m di kiri PPV. PPV mempunyai ketinggian + 110 m. Elevasi sumbu jalan pada Sta 0 + 150 m = + 100 +8%.110 = + 108,80 m. Sta 0 + 200 Terletak pada lengkung vertikal sebelah kiri titik PPV. Elevasi bagian tangen pada Sta 0 + 200 = + 100 + 8%. (260 – 200) = + 104,80 m. Elevasi sumbu jalan pada Sta 0 + 200 adalah elevasi bagian tangennya dikurangi y1 untuk x1 sejauh (200 – 185) m = 15 m dari PLV.
  • 9. Elevasi sumbu jalan = + 104,80 + 152 /5000 = + 104,845 m. Sta 0 + 260 Terletak tepat pada posisi PPV. Elevasi sumbu jalan pada Sta 0 + 260 = elevasi PPV + Ev = 100 + 752 /5000 = +101,125. Sta 0 + 300 Terletak pada lengkung vertikal sebelah kanan titik PPV. Elevasi bagian tangen pada Sta 0 + 300 = + 100 – 2 %. (300 -260) = + 99,20 m. Elevasi sumbu jalan pada Sta 0 + 300 adalah elevasi bagian tangennya dikurangi y2 untuk x2 sejauh (335 – 300) m = 35 m dari PTV. Elevasi sumbu jalan = + 99,20 + 352 /5000 = + 99,445 m. Sta 0 + 350 Terletak pada bagian lurus berlandai – 2 %. Berada sejauh (350 – 260) m = 90 m dikanan PTV. PPV mempunyai ketinggian + 100 m. Elevasi sumbu jalan pada Sta 0 + 350 m = + 100 – 2 %. 90 = + 98,20 m. LENGKUNG VERTIKAL CEMBUNG Bentuk lengkung vertikal seperti yang diuraikan terdahulu, berlaku untuk lengkung vertikal cembung atau lengkung vertikal cekung. Hanya saja untuk masing – masing lengkung terdapat batasan – batasan yang berhubungan dengan jarak pandangan. Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan dapat dibedakan atas 2 keadaan yaitu : 1. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S<L). 2. Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung (S>L). Lengkung vertikal cembung dengan S<L
  • 10. Gambar 5.5 Jarak pandangan pada lengkung vertikal cembung (S<L). Dari persamaan (35) diperoleh v = L Ax 200 2 , atau dapat pula dinyatakan dengan y = kx2 , dimana : k = L Ax 200 2 Lengkung parabola y = k x2 (k konstanta) y = Ev Ev = k (½ L)2 y = h1 h1 = k d1 2 y = h2 h2 = k d2 2 2 4 1 2 11 Lk dk Ev h  2 4 1 2 22 Lk kd Ev h  2 2 11 4 L d Ev h  2 2 22 4 L d Ev h  d1 = Ev Lh 4 2 1 d2 = Ev Lh 4 2 1 S = d1 + d2 = Ev Lh 4 2 1 + Ev Lh 4 2 1 Ev = 800 AL S = A Lh1200 + A Lh2200 S = A L100 .  21 22 hh  PPV g1 d1 d2 Ev g2 A S L h2h1 PLV PTV
  • 11. S2 = A L100  2 21 22 hh  L =  2 21 2 22100 hh AS  ………………………………………(37) Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga, dimana h1 = 10 cm = 0,10 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka : L =  2 21 2 22100 hh AS  L = 2 2 399 CAS AS  …………………………………………….(38) Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan menyiap menurut Bina Marga, dimana h1 = 120 cm = 1,20 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka : L =  2 2 40,240,2100  AS L = 2 2 960 CAS AS  …………………………………………….(39) C = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S<L. Tabel 5.3 Nilai C untuk beberapa h1 & h2 berdasarkan AASHTO dan Bina Marga AASHTO ‘90 Bina Marga ‘90 JPH JPM JPH JPM Tinggi mata pengemudi (h1) (m) 1,07 1,07 1,20 1,20 Tinggi objek (h2) (m) 0,15 1,30 0,10 1,20 Konstanta C 404 946 399 960 JPH = Jarak pandangan henti JPM = Jarak pandangan menyiap
  • 12. Lengkung vertikal cembung dengan S>L Gambar 5.6 Jarak pandangan pada lengkung vertikal cembung (S>L). S = 2 1 L + 2 2 1 1 100100 g h g h  L = 2S - 2 2 1 1 200200 g h g h  Panjang lengkung minimum jika dL/dg = 0, maka diperoleh : 02 2 2 2 1 1  g h g h 2 2 2 2 1 1 g h g h  g2 = g1 1 2 h h A merupakan jumlah aljabar dari g1 + g2 A = 1 1 2 1 g h h          g1 = 21 1 hh hA  g2 = 21 2 hh hA  L = 2S -     2 212 1 211 200200 hA hhh hA hhh    PPV g2 g2 Ev L/2 L S L/2 h1 h2 PLV PTV 100 h1/g1 100 h2/g2
  • 13. L = 2S -   A hh 2 21200  ……………………………………..(40) Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga, dimana h1 = 10 cm = 0,10 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka : L = 2S -   A 2 20,110,0200  L = 2S - A C S A 1 2 399  ………………………………………….(41) Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga, dimana h1 = 120 cm = 1,20 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka : L = 2S -   A 2 20,120,1200  L = 2S - A C S A 1 2 960  ………………………………………..(42) C1 = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S>L. Tabel 5.3 dan tabel 5.4 menunjukkan konstanta C = C1 tanpa melihat apakah jarak pandangan berada di dalam atau di luar lengkung. Tabel 5.4 Nilai C1 untuk beberapa h1 & h2 berdasarkan AASHTO dan Bina Marga AASHTO ‘90 Bina Marga ‘90 JPH JPM JPH JPM Tinggi mata pengemudi h1 (m) 1,07 1,07 1,2 1,2 Tinggi objek h2 (m) 0,15 1,3 0,1 1,2 Konstanta C1 404 946 399 960 JPH = Jarak pandangan henti JPM = Jarak pandangan menyiap Panjang lengkung vertikal cembung berdasarkan kebutuhan akan drainase Lengkung vertikal cembung yang panjang dan ralatif datar dapat menyebabkan kesulitan dalam masalah drainase jika disepanjang jalan dipasang kereb. Air di samping jalan
  • 14. tidak mengalir lancar. Untuk menghindari hal tersebut di atas panjang lengkung vertikal biasanya dibatasi tidak melebihi 50 A. Persyaratan panjang lengkung vertikal cembung sehubungan dengan drainase : L = 50 A ………………………………………………………….(43) Panjang lengkung vertikal cembung berdasarkan kenyamanan perjalanan Panjang lengkung vertikal cembung juga harus baik dilihat secara visual. Jika perbedaan aljabar landai kecil, maka panjang lengkung vertikal yang dibutuhkan pendek, sehingga alinyemen vertikal tampak melengkung. Oleh karena itu disyaratkan panjang lengkung yang diambil untuk perencanaan tidak kurang dari 3 detik perjalanan. LENGKUNG VERTIKAL CEKUNG Disamping bentuk lengkung yang berbentuk parabola sederhana, panjang lengkung vertikal cekung juga harus dientukan dengan memperhatikan :  Jarak penyinaran lampu kendaraan  Jarak pandangan bebas di bawah bangunan  Persyaratan drainase  Keluwesan bentuk Jarak penyinaran lampu kendaraan Jangkauan lampu depan kendaraan pada lengkung vertikal cekung merupakan batas jarak pandangan yang dapat dilihat oleh pengemudi pada malam hari. Di dalam perencanaan umumnya tinggi lampu depan diambil setiggi 60 cm, dengan sudut penyebaran sebesar 1°. Letak penyinaran lampu dengan kendaraan dapat dibedakan atas 2 keadaan yaitu : 1. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan < L. 2. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan > L. Lengkung vertikal cekung dengan jarak penyinaran lampu depan < L.
  • 15. Gambar 5.7 Lengkung vertikal cekung dengan jarak pandangan peyinaran lampu depan < L. DB = 2100 LA D’B’ = )( 2 DB L S       D’B’ = L AS 200 2 D’B’ = 0,60 + S tg 1° tg 1° = 0,0175 L AS 200 2 = 0,60 + S tg 1° L = S AS 50,3120 2  ……………………………………………….(44) S B’ B O V D’ D L 60 cm 100 A 1º 1º
  • 16. Lengkung vertikal cekung dengan jarak penyinaran lampu depan > L Gambar 5.8 Lengkung vertikal cekung dengan jarak pandangan penyinaran lampu depan > L D’B’ =        LS A 2 1 100 D’B’ = 0,60 + S tg 1° D’B’ = 0,60 + 0,0175 S SLS A 0175,060,0 2 1 100        L = 2S - A S5,3120  …………………………………………..(45) Jarak pandangan bebas di bawah bangunan pada lengkung vertikal cekung Jarak pandangan bebas pengemudi pada jalan raya yang melintasi bangunan – bngunan lain seperti jalan lain, jembatan penyeberangan, viaduct, equaduct, seringkali terhalangi oleh bagian bawah bangunan tersebut. Panjang lengkung vertikal cekung minimum diperhitungkan berdasarkan jarak pandangan henti minimum dengan mengabil tinggi mata pengemudi truk yaitu 1,80 m dan tinggi objek 0,50 m (tinggi lampu belakang kendaraan). Ruang bebas vertikal minimum 5 m, disarankan mengambil yang lebih besar untuk perencanaan yaitu ± 5,5 m, untuk memberi keungkinan adanya lapisan tambahan dikemudian hari. S B B’ O V D D L 2 S L 2 A 100 60 cm 1º 1º
  • 17. Gambar 5.9 Jarak pandangan bebas di bawah bangunan pada lengkung vertikal cekung dengan S<L. a. Jarak pandangan S<L Diasumsikan titik PPV berada di bawah bangunan E m L S       2 E = 800 AL AL m L S 800 2       L = m AS 800 2 dan m = L AS 800 2 Jika jarak bebas dari bagian bawah bangunan atas ke jalan adalah C, maka : m = 2 21 hh C   2800 21 2 hh C L AS   L = )(400800 21 2 hhC AS  ……………………………………….(46) Jika h1 = 1,80 m, h2 = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan (46) menjadi : L = 3480 2 SA …………………………………………(47) GARIS PANDANG KONST. ATAS PPV PPV PLV PTV PPV 2 21 hh  h2 h1 g1% g2% L S
  • 18. b. Jarak pandangan S>L Diasumsikan titik PPV berada di bawah bangunan Gambar 5.10 Jarak pandangan bebas di bawah bangunan pada lengkung vertikal cekung dengan S>L. E mE L S 2   E m L S 22 1  E = 800 AL m = 2 21 hh C   L = 2 S A hhC )(400800 21   …………………………………(48) Jika h1 = 1,80 m, h2 = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan (48) menjadi : L = 2S A 3480  ……………………………………………..(49) Bentuk visual lengkung vertikal cekung Adanya gaya sentrifugal dan gravitasi pada lengkung vertikal cekung menimbulkan rasa tidak nyaman kepada pengemudi. Panjang lengkung vertikal cekung minimum yang dapat memenuhi syarat kenyamanan adalah : L = 380 2 AV ……………………………………………...(50) Dimana : V = kecepatan rencan, km/jam. A = perbedaan aljabar landai. L = panjang lengkung vertikal cekung. GARIS PANDANG KONST. ATAS PLV PTV PPV g2 % g1 % 2 21 hh  S L h2h1
  • 19. Kenyamanan mengemudi pada lengkung vertikal cekung Panjang lengkung vertikal cekung dengan mempergunakan persamaan (36) pendek jika perbedaan kelandaiannya kecil. Hal ini akan mengakibatkan alinyemen vertikal kelihatan melengkung. Untuk menghindari hal itu, panjang lengkung vertikal cekung diambil ≥ 3 detik perjalanan.
  • 20. RANGKUMAN  Perencanaan alinyemen vertikal selalu dengan mempertimbangkan kondisi lapisan tanah dasar, tinggi muka air banjir, tinggi muka air tanah, fungsi jalan, kelandaian, dan keadaan medan.  Landai minimum sebesar 0,3 – 0,5 % pada jalan – jalan di daerah galian, dan dapat datar pada jalan di daerah timbunan.  Kelandaian maksimum dan panjang kritis suatu jalan dipengaruhi oleh kecepatan dan keadaan medan.  Lajur pendakian adalah lajur khusus untuk kendaraan berat, yang dibuatkan pada jalan berlandai cukup tinggi dan panjang.  Lengkung vertikal merupakan tempat peralihan dari 2 kelandaian yang berbentuk lengkung parabola sederhana.  Pemilihan panjang lengkung vertikal cembung haruslah merupakan panjang terpanjang yang dibutuhkan setelah mempertimbangkan jarak pandangan, persyaratan drainase, dan bentuk visual lengkung.  Pemilihan panjang lengkung vertikal cekung haruslah merupakan panjang terpanjang yang dibutuhkan setelah mempertimbangkan jarak penyinaran lampu depan kendaraan di malam hari, keluwesan bentuk, dan kenyamanan mengemudi. Pedoman umum dalam perencanaan alinyemen vertikal Alinyemen vertikal secara keseluruhan haruslah dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan. Untuk itu sebaiknya diperhtikan hal – hal sebagi berikut : 1. Pada alinyemen vertikal yang relatif datar dan lurus, sebaiknya dihindari hidden dip, yaitu lengkung – lengkung vertikal cekung yang pendek, dan tidak terlihat dari jauh. 2. Pada landai menurun yang panjang dan tajam, sebaknya dikuti oleh pendakian, sehingga kecepatan kendaraan yang telah bertambah besar dapat segera dikurangi. 3. Jika direncanakan serangkaian kelandaian, maka sebaiknya kelandaian yang paling curam diletakkan di bagian awal, diikuti oleh kelandaian yang lebih kecil. 4. Sedapat mungkin dihindari perencanaan lengkung vertikal yang sejenis (cembung atau cekung) dengan hanya dipisahkan oleh tangen yang pendek.