SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  18
Télécharger pour lire hors ligne
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membicarakan hak asasi manusia (HAM) berarti membicarakan dimensi
totalitas kehidupan manusia. HAM ada bukan karena diberikan oleh
masyarakat dan kebaikan dari negara, melainkan berdasarkan martabatnya
sebagai manusia. Pengakuan atas eksistensi manusia menandakan bahwa
manusia sebagai makhluk hidup adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa
yang patut memperoleh apresiasi secara positif. Hanya saja, regulasi
dibutuhkan agar kepentingan dan kehendak yang sesekali “meledak” sebagai
konsekuensi kehidupan manusia patut dikedepankan. 1
Namun, persoalan
HAM dapat dipahami bukanlah semata berada dalam wilayah hukum. HAM
adalah dimensi dari totalitas kehidupan manusia. Menelaah keadaan HAM
sesungguhnya adalah menelaah totalitas kehidupan, sejauhmana kehidupan
kita memberi tempat yang wajar kepada kemanusiaan.2
Banyak pertanyaan yang muncul berkaitan dengan eksistensi dan hakikat
HAM. Misalnya, apakah yang dimaksud dengan HAM? Darimana HAM
berasal? Apakah HAM dapat dihapuskan? Apakah semua HAM sederajat?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dibutuhkan pemahaman
mengenai HAM berdasarkan suatu kerangka teori.
Sebuah teori bisa berfungsi sebagai suatu alat analisis yang
memungkinkan pertanyaan seputar HAM yang kerap kali diajukan dan
jawaban tentatif bisa saja terjadi. Teori memungkinkan dibangunnya suatu
paradigma yang memberikan koherensi dan konsistensi bagi segala
perdebatan mengenai hak. Teori juga menyumbangkan suatu model yang bisa
dipakai untuk mengukur hak-hak yang diandaikan tersebut. Teori
1
Majda El-Muhtaj, ‘HAM, DUHAM & RANHAM Indonesia’, h. 274, dalam Mujaid Kumkelo,
dkk., Fiqh HAM, (Malang: Setara Press, 2015), h. 35.
2
Todung Mulya Lubis, Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktural, (Jakarta: LP3ES, 1986), h. 14.
2
menyediakan mekanisme yang bisa dipakai untuk menetapkan dengan benar
batas hak-hak yang eksistensinya telah disepakati.3
Menurut Jerome J. Shestack, istilah ‘HAM’ tidak ditemukan dalam
agama-agama tradisional. Namun demikian, ilmu tentang ketuhanan
(theology) menghadirkan landasan bagi suatu teori HAM yang berasal dari
hukum yang lebih tinggi daripada negara dan yang sumbernya adalah Tuhan
(Supreme Being). Tentunya, teori ini mengandaikan adanya penerimaan dari
doktrin yang dilahirkan sebagai sumber dari HAM. 4
Untuk semakin
memahami konsep dasar tentang HAM, menarik mengkaji empat teori yang
dikemukakan oleh Todung Mulya Lubis, yaitu teori hak-hak alami, teori
positivisme, teori relativisme kultural, dan doktrin Marxis, yang akan penulis
sajikan dalam bab pembahasan.
Berbicara mengenai prinsip-prinsip HAM dalam konteks hukum HAM
internasional, maka akan terkait dengan prinsip-prinsip umum hukum
internasional (general principles of law) yang juga merupakan salah satu
sumber hukum internasional yang utama (primer), di samping perjanjian
internasional (treaty), hukum kebiasaan internasional (customary
international law), yurisprudensi dan doktrin.5
Agar suatu prinsip dapat dikategorikan sebagai prinsip-prinsip umum
hukum internasional diperlukan dua hal, yaitu adanya penerimaan
(acceptance) dan pengakuan (recognition) dari masyarakat internasional.
Dengan demikian, prinsip-prinsip HAM yang telah memenuhi kedua syarat
tersebut memiliki kategori sebagai prinsip-prinsip umum hukum. Pada
kenyataannya, hal itu kemudian dielaborasi ke dalam berbagai instrumen
3
Scott Davidson, Hak Asasi Manusia, Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan Internasional,
(Jakarta: Grafiti, 1994), h. 2.
4
Lihat Jerome J. Shestack, “Jurisprudence of Human Rights”, dalam Theodor Meron, (Ed.),
“Human Rights in International Law Legal and Policy Issues”, (New York: Oxford University
Press, 1992), h. 76, dalam Andrey Sujatmoko, “Sejarah, Teori, Prinsip, dan Kontroversi HAM”,
Makalah, dipresentasikan pada “Training Metode Pendekatan Pengajaran, Penelitian, Penulisan
Disertasi dan Pencarian Bahan Hukum HAM bagi Dosen-dosen Hukum HAM” yang
diselenggarakan oleh PUSHAM UII Yogyakarta bekerja sama dengan Norwegian Centre for
Human Rights (NCHR) Universitas Oslo-Norwegia, pada tanggal 12-13 Maret 2009
diHoteSantikaPremiere, Yogyakarta.
5
Andrey Sujatmoko, Sejarah, “Teori, Prinsip, dan Kontroversi HAM”, Makalah, h. 9.
3
hukum HAM internasional, misalnya perjanjian internasional.6
Rhona K.M.
Smith menyebutkan bahwa prinsip hak asasi manusia ada tiga, yaitu,
kesetaraan, non-diskriminasi, dan kewajiban positif setiap negara, yang akan
dikaji lebih lanjut dalam bab pembahasan beserta dengan teori-teori HAM.
Prinsip-prinsip tersebut telah menjiwai HAM. Prinsip-prinsip tersebut
terdapat dihampir semua perjanjian internasional dan diaplikasikan ke dalam
hak-hak yang lebih luas. Prinsip kesetaraan, pelarangan diskriminasi dan
kewajiban positif yang dibebankan kepada setiap negara digunakan untuk
melindungi hak-hak tertentu. Berkaca dari berbagai prinsip yang dimiliki oleh
HAM secara konvensional, Islam dengan prinsip HAM pun mengatur
beberapa hak yang relevan dengan dunia Barat, namun dengan berbasis pada
ketauhidan, ketaqwaan, dan penyerahan diri kepada Allah untuk menghormati
harkat dan martabat manusia.7
Kerangka berpikir mengenai suatu hal tidak akan tercipta jika tidak
mengetahui dasar dan landasannya. Begitu juga dengan kerangka berpikir
untuk memahami masalah HAM. Oleh sebab itu, teori-teori dan prinsip-
prinsip HAM adalah suatu landasan untuk menciptakan suatu kerangka teori
yang akan bertransformasi menjadi kerangka berpikir untuk menjawab
seluruh permasalahan mengenai HAM.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dasar belakang di atas, maka rumusan masalah yang sesuai
adalah sebagai berikut?
1. Apa teori-teori HAM yang disebutkan oleh Todung Mulya Lubis?
2. Apa prinsip-prinsip HAM yang dikemukakan oleh Rhona K.M.
Smith?
3. Apa prinsip-prinsip HAM dalam Islam?
C. Tujuan Pembahasan
Merujuk pada rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam pembahasan ini adalah:
6
Andrey Sujatmoko, “Sejarah, Teori, Prinsip, dan Kontroversi HAM”, Makalah, h. 9.
7
Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 53.
4
1. Memaparkan teori-teori HAM yang disebutkan oleh Todung Mulya
Lubis.
2. Memaparkan prinsip-prinsip HAM yang dikemukakan oleh Rhona
K.M. Smith.
3. Memaparkan prinsip-prinsip HAM yang ada dalam Islam.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori-Teori HAM
Menurut Todung Mulya Lubis 8
, ada empat teori HAM yang sering
dibahas dalam berbagai kesempatan yang berkaitan dengan disiplin keilmuan
yang didalamnya ada unsur-unsur mengenai HAM, yaitu:
1. Teori Hak-hak Alami (Natural Rights Theory)
HAM adalah hak yang dimiliki oleh seluruh manusia pada
segala waktu dan tempat berdasarkan takdirnya sebagai manusia
(human right are rights that belong to all human beings at all times
and all places by virtue of being born as human beings).9
Teori kodrati mengenai hak (natural rights theory) yang
menjadi asal-usul gagasan mengenai hak asasi manusia bermula dari
teori hukum kodrati (natural rights theory). Teori ini dapat dirunut
kembali jauh ke zaman kuno dengan filsafat Stoika hingga ke zaman
modern melalui tulisan-tulisan hukum kodrati Santo Thomas
Aquinas.10
Selanjutnya, ada Hugo de Groot (nama latinnya: Grotius),
seorang ahli hukum Belanda yang dinobatkan sebagai “bapak hukum
internasional”, yang mengembangkan lebih lanjut teori hukum
kodrati Aquinas dengan memutus asal-usulnya yang theistik dan
membuatnya menjadi produk pemikiran sekuler yang rasional.
Dengan landasan inilah, pada perkembangan selanjutnya, salah
seorang kaum terpelajar pasca-Renaissans, John Locke, mengajukan
pemikiran mengenai teori hak-hak kodrati. Gagasan Locke mengenai
hak-hak kodrati inilah yang melandasi munculnya revolusi hak dalam
8
Todung Mulya Lubis, In Search of Human Rights; Legal-Political Dilemmas of Indonesia’s New
Order, 1966-1990, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 14-25, dalam Majda El-Muhtaj,
‘HAM, DUHAM & RANHAM Indonesia’, h. 273-274. Lihat juga dalam Mujaid Kumkelo, dkk.,
Fiqh HAM, h. 31-35.
9
Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 32.
10
Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008), h. 12,
dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 32.
6
revolusi yang meletup di Inggris, Amerika Serikat dan Perancis pada
abad ke-17 dan ke-18.11
Gagasan hak asasi manusia yang berbasis pada pandangan
hukum kodrati itu mendapat tantangan serius pada abad ke-19.
Edmund Burke, orang Irlandia yang resah dengan Revolusi Perancis,
adalah salah satu diantara penentang teori hak-hak kodrati.12
Tetapi,
penentang teori hak kodrati yang paling terkenal adalah Jeremy
Bentham, seorang fisuf utilitarian dari Inggris. Kritik Bentham yang
mendasar terhadap teori tersebut adalah bahwa teori hak-hak kodrati
tidak bisa dikonfirmasi dan diverifikasi kebenarannya.13
2. Teori Positivisme (Positivist Theory)
Teori ini berpandangan bahwa karena hak harus tertuang dalam
hukum yang rill, maka dipandang sebagai hak melalui adanya
jaminan konstitusi (rights, then should be created and granted by
constitution, laws, and contracts). Teori atau mazhab positivisme ini
memperkuat serangan dan penolakan kalangan utilitarian,
dikembangkan belakangan dengan lebih sistematis oleh John Austin.
Kaum positivis berpendapat bahwa eksistensi dan isi hak hanya dapat
diturunkan dari hukum negara. Satu-satunya hukum yang sahih
adalah perintah dari yang berdaulat. Ia tidak datang dari “alam”
ataupun “moral”14
3. Teori Relativisme Budaya (Cultural Relativist Theory)
Teori ini merupakan salah satu bentuk anti-tesis dari teori hak-
hak alami (natural rights). Teori ini berpandangan bahwa hak itu
bersifat universal merupakan pelanggaran satu dimensi kultural
11
Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi, h. 12, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h.
32.
12
Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi, h. 12, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h.
32.
13
Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi, h. 12, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h.
32-33.
14
John Austin, The Province of Jurisprudence Determined, W. Rumble (ed.), (Cambridge:
Cambridge University, 1995), first published, 1832, dalam Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak
Asasi Manusia, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008), h. 14, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh
HAM, h. 33.
7
terhadap dimensi kultural yang lain, atau disebut dengan
imperialisme kultural (cultural imperialism). Yang ditekankan dalam
teori ini adalah bahwa manusia merupakan interaksi sosial dan
kultural serta perbedaan tradisi budaya dan peradaban berisikan
perbedaan cara pandang kemanusiaan (different ways of being
human). Oleh karenanya, penganut teori ini mengatakan, that rights
belonging to all human beings at all times in all placeswould be the
rights of desocialized and deculturized beings.15
4. Doktrin Marxis (Marxist Doctrine and Human Rights)
Doktrin marxis menolak teori hak-hak alami karena negara atau
kolektivitas adalah sumber seluruh hak (repositiory of all
rights).16
Namun demikian, kecaman dan penolakan dari kalangan
utilitarian dan positivis tersebut tidak membuat teori hak-hak kodrati
dilupakan. Jauh dari anggapan Bentham, hak-hak kodrati tidak
kehilangan pamornya, ia malah tampil kembali pada masa akhir
Perang Dunia II. Gerakan untuk menghidupkan kembali teori hak
kodrati inilah yang mengilhami kemunculan gagasan hak asasi
manusia di panggung internasional. 17
Pengalaman buruk dunia
internasional dengan peristiwa Holocaust Nazi, membuat dunia
berpaling kembali kepada gagasan John Locke tentang hak-hak
kodrati. Hal ini dimungkinkan dengan terbentuknya Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1945, segera setelah berakhirnya perang
yang mengorbankan banyak jiwa umat manusia itu.18
15
Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 34.
16
Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 34.
17
David Weissbrodt, “Hak-hak Asasi Manusia: Tinjauan dari Perspektif Sejarah, dalam Peter
Davies (Ed.), Hak Asasi Manusia: Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1994), h. 1-30, dalam Rhona K. M. Smith, dkk., h. 14, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h.
34.
18
Dengan mendirikan PBB, masyarakat internasional tidak ingin mengulang terjadinya kembali
Holocaust di masa depan, dan karena itu “menegaskan kembali kepercayaan terhadap hak asasi
manusia, terhadap martabat dan kemuliaan manusia, terhadap kesetaraan hak-hak laki-laki dan
perempuan, dan kesetaraan negara besar dan kecil”. Dikutip dari Preamble Piagam PBB, dalam
Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 34.
8
Kemunculan teori hak-hak kodrati sebagai norma internasional
yang berlaku di setiap negara membuatnya tidak sepenuhnya lagi
sama dengan konsep awalnya sebagai hak-hak kodrati. Substansi hak-
hak yang terkandung di dalamnya juga telah jauh melampaui
substansi hak-hak yang terkandung dalam hak kodrati (sebagaimana
yang telah diajukan John Locke). Kandungan hak dalam hak asasi
manusia sekarang bukan hanya terbatas pada hak-hak sipil dan politik,
tetapi juga mencakup hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Bahkan,
belakangan ini substansinya bertambah dengan munculnya hak-hak
“baru”, yang disebut “hak-hak solidaritas”. Dalam konteks
keseluruhan inilah seharusnya makna hak asasi manusia dipahami
dewasa ini.19
B. Prinsip-Prinsip HAM
Sesuai dengan dikemukakan oleh Rhona K. M. Smith, bahwa ada tiga
prinsip dalam HAM, yaitu:
1. Prinsip Kesetaraan (Equality)
Kesetaraaan dianggap sebagai prinsip hak asasi manusia yang
sangat fundamental. Kesetaraan dimaknai sebagai perlakuan yang
setara, dimana pada situasi yang sama harus diperlakukan dengan
sama , dan dimana pasa situasi berbeda dengan sedikit perdebatan
diperlakukan secara berbeda. Kesetaraan juga dianggap sebagai
prasyarat mutlak dalam negara demokrasi. Kesetaraan di depan
hukum, kesetaraan kesempatan, kesetaraan akses dalam pendidikan,
kesetaraan dalam mengakses peradilan yang fair dan lain-lain
merupakan hal penting dalam hak asasi manusia.20
Masalah muncul ketika seseorang berasal dari posisi yang
berbeda dan diperlakukan secara sama. Jika perlakuan yang sama ini
terus diberikan, maka tentu saja perbedaan ini akan terjadi terus
19
Rhona K. M. Smith, dkk., h. 14, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 34.
20
Eva Brems, Human Rights: Universality and Diversity, (London: Martinus Nijhoff Publishers,
2001), h. 14, dalam Eko Riyadi, dkk.,Mengurai Kompleksitas Hak Asasi Manusia, h. 14, dalam
Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 36.
9
menerus walaupun standar hak asasi manusia telah meningkat. Oleh
karena itu, penting untuk mengambil langkah selanjutnya guna
mencapai kesetaraan.
Perkembangan gagasan hak asasi manusia memunculkan
terminologi baru, yaitu diskriminasi positif (affirmative action).
Tindakan afirmatif mengizinkan negara untuk memerlakukan secara
lebih kepada kelompok tertentu yang tidak terwakili, seperti adanya
kuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen. Contoh lain,
dapat berupa mengizinkan perempuan untuk diterima dibanding laki-
laki dengan kualifikasi dan pengalaman yang sama melamar, hanya
dengan alasan lebih banyak laki-laki yang melamar dilowongan
pekerjaan tersebut. Beberapa negara mengizinkan masyarakat adat
untuk mengakses pendidikan yang lebih tinggi dengan kebijakan-
kebijakan yang membuat mereka diperlakukan secara lebih
(favourable) dibandingkan dengan orang-orang non-adat
lainnyadalam rangka untuk mencapai kesetaraan. Pasal 4 CEDAW
dan 2 CERD adalah contohnya. Hal yang perlu dicatat adalah bahwa
tindakan afirmatif hanya dapat digunakan dalam suatu ukuran
tertentu hingga kesetaraan itu dicapai. Namun, ketika kesetaraan telah
tercapai. Maka tindakan ini tidak dapat dibenarkan lagi.21
2. Prinsip Non-Diskriminasi (Non-Discrimination)
Pelarangan terhadap diskriminasi atau non-diskriminasi adalah
salah satu bagian dari prinsip kesetaraan. Jika semua orang setara,
maka seharusnya tidak ada perlakuan yang diskriminatif (selain
tindakan afirmatif yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan). Pada
efeknya, diskriminasi adalah kesenjangan perbedaan perlakuan dari
perlakuan yang seharusnya sama atau setara.
Prinsip ini kemudian menjadi sangat penting dalam hak asasi
manusia. Dalam hal ini, diskriminasi memiliki dua bentuk, yaitu:
21
Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi, h. 39-40, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM,
h. 37.
10
a. Diskriminasi langsung, yaitu ketika seseorang baik langsung
maupun tidak langsung diperlakukan secara berbeda dari
pada lainnya (less favourable).
b. Diskriminasi tidak langsung, yaitu ketika dampak praktis
dari hukum dan atau kebijakan merupakan bentuk
diskriminasi walaupun hal itu tidak ditujukan untuk tujuan
diskriminasi. Misalnya, pembatasan pada hak kehamilan
jelas mempengaruhi lebih kepada perempuan daripada
kepada laki-laki.
Pemahaman diskriminasi kemudian meluas dengan
dimunculkannya indikator diskriminasi yaitu berbasis pada ras,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agana, pendapat politik atau opini
lainnya, nasionalitas atau kebangsaan, kepemilikan atas suatu benda
(property), status kelahiran atau status lainnya. Semakin banyak pula
instrumen yang memperluas alasan diskriminasi termasuk di
dalamnya orientasi seksual, umur, dan cacat tubuh.22
3. Prinsip Kewajiban Positif Setiap Negara
Prinsip kewajiban positif negara digunakan untuk melindungi
hak-hak tertentu. Menurut hukum hak asasi internasional, suatu
negara tidak boleh secara sengaja mengabaikan hak-hak dan
kebebasan-kebebasan. Sebaliknya negara diasumsikan memiliki
kewajiban positif untuk melindungi secara aktif dan memastikan
terpenuhinya hak-hak dan kebebasan-kebebasan. Untuk kebebasan
berekspresi, sebuah negara boleh memberikan kebebasan dan sedikit
memberikan pembatasan. Untuk hak hidup, negara tidak boleh
menerima pendekatan yang pasif. Negara wajib membuat suatu
aturan hukum dan mengambil langkah-langkah guna melindungi
secara positif hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang dapat diterima
oleh negara. Karena alasan inilah, negara membuat aturan hukum
22
Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi, h. 39-40, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM,
h. 37-38. Lihat Pasal 1 International Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination (CRC).
11
melawan pembunuhan untuk mencegah aktor non negara (non state
actor) melanggar hak untuk hidup. Sebagai persyaratan utama,
negara harus bersifat proaktif dalam menghormati hak untuk hidup,
bukan bersikap pasif.23
Menurut Manfred Nowak, ada empat prinsip HAM, yaitu universal
(universality), tak terbagi (indivisibility), saling bergantung (interdependent),
dan saling terkait (interrelated).24
Prinsip tak terbagi dimaknai dengan semua
hak asasi manusia adalah sama-sama penting dan oleh karenanya tidak
diperbolehkan mengeluarkan hak-hak tertentu atau kategori hak tertentu dari
bagiannya. Prinsip universal dan prinsip tak terbagi dianggap sebagai dua
prinsip kudus atau suci paling penting (the most important sacred principle).
Dua-duanya menjadi slogan utama dalam ulang tahun Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia yang kelima puluh, yaitu semua hak asasi manusia untuk
semua manusia (all human rights for all). Juga ditegaskan i dalam Pasal 5
Deklarasi Wina tentang program aksi yang berbunyi bahwa semua hak asasi
manusia adalah universal, tak terbagi, saling bergantung, dan saling terkait
(all human rights are universal, indivisible, interdependent and
interrelated).25
23
Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi, h. 39-40, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM,
h. 37-38. Lihat Pasal 1 International Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination (CRC).
24
Manfred Nowak, Introduction, dalam Eko Riyadi, dkk., Mengurai Kompleksitas,h. 27, dalam
Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 35.
25
Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 36. Lihat Pasal 5 Deklarasi Wina.
12
C. Prinsip-Prinsip HAM dalam Islam
Menurut Harun Nasution, dasar-dasar dan prinsip-prinsip sangat
diperlukan sebagai pegangan umat Islam dalam “menghadapi perkembangan
zaman dalam mengatur masyarakat Islam sesuai dengan tuntutan zaman”.26
Menurut Masdar F. Mas’udi,27
lima prinsip hak-hak asasi manusia dapat
ditilik dari konsep dharuyaiyah al-khams yang dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1. Hak perlindungan terhaap jiwa atau hak hidup
Perlindungan terhadap jiwa merupakan hak yang tidak bisa ditawar.
Penerjemahan yang paling elementer dari hak hidup ini dituangkan
dalam sistem hukum, yang salah satunya adalah Qisas. Karena
kehidupan merupakan suatu hal yang sangat niscaya dan tidak boleh
dilanggar oleh siapapun, maka barang siapa yang secara sengaja
melanggar kehidupan orang, dia harus dihukum setimpal supaya orang
itu tidak melakukan hal yang sama di tempat yang lain.
2. Perlindungan keyakinan
Perlindungan keyakinan ini dituangkan dalam ajaran La Iqrah fi-dhiin
(tidak ada pemaksaan dalam agama) atau Lakum diinukum waliyadin
(bagimu agamamu, bagiku agamaku). Oleh karena itu, tidak
diperbolehkan ada pemaksaan dalam memeluk agama. Tapi, dalam
sejarah kemudian, hak perlindungan atas agama ini diterjemahkan di
dalam suatu aturan hukum yang memberi ketentuan keras terhadap
orang yang pindah agama. Padahal, dalam konteks yang paling dasar
(Al-Quran), tidak ada paksaan dalam memeluk agama.
3. Hak perlindungan terhadap akal pikiran
Hak perlindungan terhadap akal pikiran ini diterjemahkan dalam
perangkat hukum yang sangat elementer, yakni tentang haramnya
26
Harun Nasution, “Islam dan Sistem Pemerintahan dalam Perkembangan Sejarah”, dalam
Majalah Nuansa (Jakarta, Desember, 1984), h. 6, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 48.
27
Masdar F. Masudi, “Hak Asasi Manusia dalam Islam”, dalam E. Shobirin Nadj dan Naning
Mardiiah (Ed.), Desiminasi HAM Perspektif dan Aksi, (Jakarta: CESDA LP3ES, 2000), h. 66,
dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 48.
13
makan dan minum dan hal-hal yang bisa merusak kesadaran pikiran.
Barang siapa yang melanggar hal itu (merusak kesadaran), maka
hukumnnya cukup keras. Hukuman yang keras ini dimaksudkan
sebagai perlindungan terhadap akal pikiran. Sebenarnya, dari
penjabaran yang elementer ini, bisa ditarik lebih jauh, yakni
perlindungan terhadap kebebasan berpendapat. Bisa ditarik pula pada
hak-hak pendidikan, dan sebagainya. Tapi, elaborasi pasca prinsip-
prinsip hak yang elementer ini masih jarang dilakukan. Hal ini
dikarenakan hak-hak yang dipahami dalam fiqh merupakan hak-hak
yang bersifat subsistem.
4. Perlindungan terhadap hak milik
Perlindunngan ini diterjemahkan dalam hukum tentang keharaman
mencuri dan hukuman yang keras terhadap pencurian hak milik yang
dilindungi secara sah. Kalau diterjemahkan lebih jauh, hak ini dapat
dipahami sebagai hak bekerja atau memperoleh pendapatan yang
layak dan seterusnya.
5. Hak berkeluarga atau hak memperoleh keturunan dan
mempertahankan nama baik
Hak mempertahankan nama baik ini diterjemahkan dalam hukum fiqh
yang begitu keras terhadap orang yang melakukan tindakan perbuatan
zina. Orang yang menuduh seseorang berbuat zina harus bisa
membuktikan tuduhan tersebut dengan bukti empat saksi. Kalau
ternyata tuduhan tersebut tidak dapat dibuktikan, maka menurut fiqh
orang tersebut tidak dapat dipersalahkan. Kalaupun zina ini memang
benar-benar terjadi, itu menjadi urusan pelaku zina dengan Allah.28
Disamping lima hak dasar seperti dijabarkan di atas, dalam fiqh juga ada
tiga lapisan hak. Pertama, hak dzararat (hak dasar). Sesuatu disebut hak
dasar apabila pelanggaran atas hak tersebut bukan hanya membuat manusia
sengsara, tetapi juga menghilangkan eksistensinya, bahkan menghilangkan
28
Masdar F. Masudi, “Hak Asasi Manusia dalam Islam”, dalam E. Shobirin Nadj dan Naning
Mardiiah (Ed.), Desiminasi HAM Perspektif dan Aksi, (Jakarta: CESDA LP3ES, 2000), h. 66,
dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 49.
14
harkat kemanusiaannya. Kedua, hak ta’ziat (sekunder), yakni hak-hak yang
bila dipenuhi akan berakibat pada hilangnya hak-hak elementer. Ketiga, hak
tersier (komplementer) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak
primer dan sekunder.
Pembagian tiga lapis ini menurut Masdar F. Mas’udi menjadi penting
dalam pandangan fiqh yang selalu bicara mana hak yang perlu didahulukan
mana yang tidak. Bila ada dua hak primer dan sekunder bertabrakan, maka
yang didahulukan adalah hak primer. Jika ada hak yang berkategori taqmiyat,
bila terpaksa bisa saja didahulukan karena bila hak tersebut dilanggar tidak
akan menimbulkan kesulitan, hanya saja menimbulkan ketidaklancaran hak
sekunder. Jika ada tabrakan antara hak sekunder dan hak elementer, maka
yang harus didahulukan adalah hak dzararat (elementer). Bila hak sekunder
bertabrakan dengan hak tersier, maka yang harus didahulukan adalah hak
sekunder. Hak-hak ini dihirarkikan agar orang memperoleh perlindungan
yang proporsional, orang-orang yang melanggar hak dzararat (elementer),
maka dosanya besar. Sementara pelanggaran terhadap hak ta’ziat (sekunder)
dosanya sebesar hak-hak elementer, itulah logika fiqh.
Sedangkan dari segi nilai normatif, secara ringkas dapat dinyatakan
bahwa HAM dalam Islam didasari oleh:29
1. Prinsip persamaan antara manusia, yaitu semua manusia sama
dihadapan tuhan, tidak ada satu ras yang lebih unggul atas yang lain,
karena semua manusia berasal dari leluhur yang sama.
2. Prinsip kebebasan personal, karena itu perbudakan dilarang dan
pembebasan budak diwajibkan. (QS. 2: 177).
3. Prinsip keselamatan jiwa, yang berarti bahwa siapa saja yang
menyelamatkan jiwa umat manusia (QS. 5: 32. Diriwayatkan, khalifah
keempat Ali bin Abi Thalib menegaskan bahwa darah orang-orang
non muslim (dzimmi) adalah suci sebagaimana darah orang muslim,
29
Riffat Hassan, “Religious Human Rights and Qur’an”, Emory International Law Review, vol. 10,
no. 1, (Spring, 1999), h. 85, dalam Ahmad Nur Fuad, dkk., Hak Asasi Manusia, h. 47, dalam
Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 50.
15
dan bahwa harta mereka harus dilindungi sebagaimana harta kaum
muslim).
4. Prinsip keadilan, suatu hak manusia yang ditekankan dalam Al-Qur’an
(QS. 7: 29; QS. 57: 25).
Diantara ajaran-ajaran Islam yang prinsipil adalah “Al-Musaawwaah”
(Persamaan Hak). Islam menganggap bahwa diskriminasi manusia adalah
suatu penyakit dalam tubuh umat manusia yang harus disembuhkan. Menurut
Abdul Wahhab Khallaf, persamaan adalah termasuk syi’ar Islam yang paling
esensial.30
Ia mencontohkan, banyak hukum Islam yang merealisasikan asas
persamaan itu, dalam haji, para jamaah memakai satu bentuk pakaian yang
tidak berjahit. Ketika shalat, umat berbaris lurus sama. Dalam nasihat,
mencakup orang yang berkedudukan rendah atas orang yang lebih tinggi.
Dalam perkara pidana, jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, dan
melukai ada qishash-nya.
Begitu pula, prinsip persamaan dalam nomokrasi Islam mengandung
aspek yang luas. Mencakup persamaan dalam segala bidang kehidupan,
meliputi bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain. Senada yang
ditelaah Ahmad Sukardja, bahwa masyarakat politik yang dibina oleh
Muhammad Saw. di Madinah sebagai negara hukum yang memiliki konstitusi
(Piagam Madinah) yang melindungi HAM merupakan suatu bentuk
kemasyarakatan yang di dalamnya diterapkan prinsip-prinsip umum, antara
lain: monoteisme31
, persatuan dan kesatuan32
, persamaan dan keadilan33
,
kebebasan beragama34
, bela negara35
, pelestarian adat yang baik36
, supremasi
syari’at37
, serta politik damai dan proteksi.38
30
Abdul Wahhab Khallaf, Al-Siyasah Al-Syar’iyyah, terj. Zainuddin Adnan, Politik Hukum Islam,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h. 45, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 51.
31
Antara lain Mukaddimah, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 42, dan akhir Pasal 47. Dalam UUD 1945
terkandung dalam sila pertama Pancasila, Pasal 9, dan Pasal 29.
32
Antara lain Pasal 1, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 25, dan Pasal 37. Pada UUD 1945 disebutkan
dalam sila ketiga Pancasila, Pasal 1 ayat (1), Pasal 35, dan Pasal 36.
33
Antara lain dalam Pasal 13, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 37, Pasal 40.
Hal ini relevan dengan konsep persamaan dan keadilan dalam UUD 1945 terkandung dalam sila
kelima Pancasila, Pasal 27, Pasal 33, dan Pasal 34.
34
Antara lain Pasal 25. Dalam UUD 1945 pada Pasal 29 ayat (2).
35
Antara lain Pasal 24, Pasal 37, Pasal 38, dan Pasal 44. Pasal 30 dalam UUD 1945.
16
Prinsip-prinsip HAM yang dipaparkan diatas relevan dengan prinsip-
prinsip HAM yang diagungkan dunia barat seperti universalitas (universality),
tak terbagi (indivisibility), saling bergantung (equality), non diskriminasi,
kewajiban positif negara, namun dengan berbasis pada ketauhidan dan
ketaqwaan serta penyerahan diri kepada Allah untuk menghormati harkat dan
martabat manusia.39
36
Antara lain Pasal 2 s.d. Pasal 10. Pasal 32 dalam UUD 1945.
37
Antara lain Pasal 23 dan Pasal 42. Keberlakuan hukum agama adalah konsekuensi logis dari
pengalaman sila pertama Pancasila dan Pasal 29 UUD 1945.
38
Antara lain Pasal 15, Pasal 17, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, dan Pasal 47, dan
sikap perdamaian secara eksternal ditegaskan pada Pasal 45 Piagam Madinah. Dalam UUD 1945,
politik perdamaian disebutkan dalam Pembukaan, Pasal 11, dan Pasal 13.
39
Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 53.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ada empat teori HAM seperti yang disebutkan oleh Todung Mulya Lubis,
yaitu teori hak-hak alami (natural rights theory), teori positivisme
(positivist theory), teori relativitas budaya (cultural relativist theory), dan
doktrin Marxis (Marxist doctrine and human rights). Teori hak-hak alami
adalah teori yang memiliki pandangan bahwa HAM adalah hak yang
murni didapat oleh seluruh manusia sebagai suatu penghormatan atau
sebagai takdirnya menjadi manusia. Teori positivisme adalah teori yang
berpendapat bahwa hak harus tertuang dalam wujud yang nyata, misalnya
dalam bentuk peraturan atau jaminan konstitusi. Selanjutnya, teori
relativitas budaya adalah teori dengan pandangan bahwa hak itu adalah
bersifat universal merupakan pelanggaran satu dimensi kultural terhadap
dimensi kultural yang lain. Merupakan anti-tesis dari teori hak-hak alami.
Doktrin Marxis adalah doktrin yang menolak teori hak-hak alami karena
negara atau kolektivitas adalah sumber seluruh hak.
2. Psinsip-psinsip HAM yang dikemukan oleh Rhona K. M. Smith ada tiga,
yaitu prinsip kesetaraan (equlity), prinsip non-diskriminasi (non-
discrimination), dan prinsip kewajiban positif setiap negara digunakan
untuk melindungi hak-hak tertentu. Kesetaraan dimaknai sebagai
perlakuan yang setara, dimana pada situasi yang sama harus diperlakukan
dengan sama, dan dimana pada situasi yang berbeda dengan sedikit
perdebatan diperlakukan secara berbeda. Ini adalah prinsip HAM yang
sangat fundamental. Sedangkan makna dari prinsip non-diskriminasi
adalah bagian dari prinsip kesetaraan. Artinya, jika semua orang setara,
maka seharusnya tidak ada perlakuan diskriminatif (selain tindakan
afirmatif yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan). Terkahir, prinsip
kewajiban positif setiap negara digunakan untuk melindungi hak-hak
tertentu, maksudnya bahwa negara diasumsikan memiliki kewaajiban
18
positif untuk melindungi secara aktif dan memastikan terpenuhinya hak-
hak dan kebebasan-kebebasan dengan membuat suatu aturan hukum dan
mengambil langkah-langkah guna melindungi secara positif hak-hak dan
kebebsan-kebebasan yang diterima oleh negara.
3. Prinsip-prinsip HAM dalam Islam terbagi menjadi lima, yaitu: hak
perlindungan terhadap jiwa, perlindungan keyakinan, hak perlindungan
terhadap akal pikiran, perlindungan terhadap hak milik, dan hak
berkeluarga atau hak memperoleh keturunan dan mempertahankan nama
baik.

Contenu connexe

Tendances

P. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korbanP. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korbanyudikrismen1
 
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasionalIstilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasionalAnastasia Sevenfold
 
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIATugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIAmeikaa
 
Memahami Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi
Memahami Grasi, Amnesti, Abolisi, dan RehabilitasiMemahami Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi
Memahami Grasi, Amnesti, Abolisi, dan RehabilitasiLestari Moerdijat
 
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Idik Saeful Bahri
 
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htnPengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htnDella Mega Alfionita
 
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Idik Saeful Bahri
 
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Idik Saeful Bahri
 
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxAmandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxNaomiPoppyMoore
 
Aliran aliran hukum pidana
 Aliran aliran hukum pidana  Aliran aliran hukum pidana
Aliran aliran hukum pidana hanggardatu
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang p...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang p...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang p...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang p...Idik Saeful Bahri
 
84044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 3
84044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 384044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 3
84044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 3Adi Nugraha
 
Sistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidanaSistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidanayudikrismen1
 
Sumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negaraSumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negaraNakano
 
Makalah pendidikan kewarganegaraan
Makalah pendidikan kewarganegaraanMakalah pendidikan kewarganegaraan
Makalah pendidikan kewarganegaraanMuhammad Irwan
 

Tendances (20)

P. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korbanP. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korban
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
Hukum perdata
 
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasionalIstilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
Istilah definisi-dan-karakteristik-hukum-internasional
 
Materi kewarganegaraan
Materi kewarganegaraanMateri kewarganegaraan
Materi kewarganegaraan
 
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIATugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
 
Memahami Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi
Memahami Grasi, Amnesti, Abolisi, dan RehabilitasiMemahami Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi
Memahami Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi
 
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
 
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htnPengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
 
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
 
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
 
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
 
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxAmandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
 
Aliran aliran hukum pidana
 Aliran aliran hukum pidana  Aliran aliran hukum pidana
Aliran aliran hukum pidana
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang p...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang p...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang p...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang p...
 
84044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 3
84044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 384044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 3
84044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 3
 
Makalah Hukum Laut
Makalah Hukum LautMakalah Hukum Laut
Makalah Hukum Laut
 
Sistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidanaSistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidana
 
3. perkembangan ham di dunia
3. perkembangan ham di dunia3. perkembangan ham di dunia
3. perkembangan ham di dunia
 
Sumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negaraSumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negara
 
Makalah pendidikan kewarganegaraan
Makalah pendidikan kewarganegaraanMakalah pendidikan kewarganegaraan
Makalah pendidikan kewarganegaraan
 

Similaire à Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusia

Materi Kuliah OL FH 7.ppt
Materi Kuliah OL FH 7.pptMateri Kuliah OL FH 7.ppt
Materi Kuliah OL FH 7.pptRipatKizuto
 
214 article text-740-1-10-20160528
214 article text-740-1-10-20160528214 article text-740-1-10-20160528
214 article text-740-1-10-20160528Yori Feriyandi
 
Teori keadilan perspektif filsafat hukum islam
Teori keadilan perspektif filsafat hukum islamTeori keadilan perspektif filsafat hukum islam
Teori keadilan perspektif filsafat hukum islamNurul Jannah
 
1 Teori Hukum Kodrat (1).pdf
1 Teori Hukum Kodrat (1).pdf1 Teori Hukum Kodrat (1).pdf
1 Teori Hukum Kodrat (1).pdfAlamPravana2
 
Materi pihu sebelum mid semester
Materi pihu sebelum mid semesterMateri pihu sebelum mid semester
Materi pihu sebelum mid semesterEko Nainggolan
 
Filsafat hukum ekonomi kul ii
Filsafat hukum ekonomi kul iiFilsafat hukum ekonomi kul ii
Filsafat hukum ekonomi kul iiberuangdarat
 
Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)
Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)
Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)Bagoes Prasetya
 
MORALITAS_ETIKA_DAN_HUKUM_S2_GUSAGIS.pdf
MORALITAS_ETIKA_DAN_HUKUM_S2_GUSAGIS.pdfMORALITAS_ETIKA_DAN_HUKUM_S2_GUSAGIS.pdf
MORALITAS_ETIKA_DAN_HUKUM_S2_GUSAGIS.pdfmuhidinsaja1
 
56940113 pengantar-ilmu-hukum
56940113 pengantar-ilmu-hukum56940113 pengantar-ilmu-hukum
56940113 pengantar-ilmu-hukumocoysan
 
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)Fenti Anita Sari
 
Hak asasi manusia (ham) dan hukum islam
Hak asasi manusia (ham) dan hukum islamHak asasi manusia (ham) dan hukum islam
Hak asasi manusia (ham) dan hukum islamQowim Musthofa
 
Makalah Rule of law_dan_hak_asasi_manusia_tugas
Makalah Rule of law_dan_hak_asasi_manusia_tugasMakalah Rule of law_dan_hak_asasi_manusia_tugas
Makalah Rule of law_dan_hak_asasi_manusia_tugasGuru Ades Marsela
 

Similaire à Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusia (20)

Materi Kuliah OL FH 7.ppt
Materi Kuliah OL FH 7.pptMateri Kuliah OL FH 7.ppt
Materi Kuliah OL FH 7.ppt
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
214 article text-740-1-10-20160528
214 article text-740-1-10-20160528214 article text-740-1-10-20160528
214 article text-740-1-10-20160528
 
Hak asasi manusia
Hak asasi manusiaHak asasi manusia
Hak asasi manusia
 
mashab aliran hukum.ppt
mashab aliran hukum.pptmashab aliran hukum.ppt
mashab aliran hukum.ppt
 
Makalah ham
Makalah hamMakalah ham
Makalah ham
 
Teori keadilan perspektif filsafat hukum islam
Teori keadilan perspektif filsafat hukum islamTeori keadilan perspektif filsafat hukum islam
Teori keadilan perspektif filsafat hukum islam
 
PKMakaah ham
PKMakaah hamPKMakaah ham
PKMakaah ham
 
1 Teori Hukum Kodrat (1).pdf
1 Teori Hukum Kodrat (1).pdf1 Teori Hukum Kodrat (1).pdf
1 Teori Hukum Kodrat (1).pdf
 
Materi pihu sebelum mid semester
Materi pihu sebelum mid semesterMateri pihu sebelum mid semester
Materi pihu sebelum mid semester
 
Filsafat hukum ekonomi kul ii
Filsafat hukum ekonomi kul iiFilsafat hukum ekonomi kul ii
Filsafat hukum ekonomi kul ii
 
Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)
Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)
Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)
 
Mazhab Dalam Ilmu Hukum
Mazhab Dalam Ilmu Hukum Mazhab Dalam Ilmu Hukum
Mazhab Dalam Ilmu Hukum
 
MORALITAS_ETIKA_DAN_HUKUM_S2_GUSAGIS.pdf
MORALITAS_ETIKA_DAN_HUKUM_S2_GUSAGIS.pdfMORALITAS_ETIKA_DAN_HUKUM_S2_GUSAGIS.pdf
MORALITAS_ETIKA_DAN_HUKUM_S2_GUSAGIS.pdf
 
56940113 pengantar-ilmu-hukum
56940113 pengantar-ilmu-hukum56940113 pengantar-ilmu-hukum
56940113 pengantar-ilmu-hukum
 
Teori Hukum Pembangunan
Teori Hukum PembangunanTeori Hukum Pembangunan
Teori Hukum Pembangunan
 
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
 
Hak asasi manusia (ham) dan hukum islam
Hak asasi manusia (ham) dan hukum islamHak asasi manusia (ham) dan hukum islam
Hak asasi manusia (ham) dan hukum islam
 
Makalah Rule of law_dan_hak_asasi_manusia_tugas
Makalah Rule of law_dan_hak_asasi_manusia_tugasMakalah Rule of law_dan_hak_asasi_manusia_tugas
Makalah Rule of law_dan_hak_asasi_manusia_tugas
 
kewarganegaraan tentang hak asasi manusia
kewarganegaraan tentang hak asasi manusia kewarganegaraan tentang hak asasi manusia
kewarganegaraan tentang hak asasi manusia
 

Dernier

ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...Kanaidi ken
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptAgusRahmat39
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...Kanaidi ken
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfsdn3jatiblora
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiaNILAMSARI269850
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfChananMfd
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfWidyastutyCoyy
 

Dernier (20)

ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 

Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusia

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membicarakan hak asasi manusia (HAM) berarti membicarakan dimensi totalitas kehidupan manusia. HAM ada bukan karena diberikan oleh masyarakat dan kebaikan dari negara, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Pengakuan atas eksistensi manusia menandakan bahwa manusia sebagai makhluk hidup adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa yang patut memperoleh apresiasi secara positif. Hanya saja, regulasi dibutuhkan agar kepentingan dan kehendak yang sesekali “meledak” sebagai konsekuensi kehidupan manusia patut dikedepankan. 1 Namun, persoalan HAM dapat dipahami bukanlah semata berada dalam wilayah hukum. HAM adalah dimensi dari totalitas kehidupan manusia. Menelaah keadaan HAM sesungguhnya adalah menelaah totalitas kehidupan, sejauhmana kehidupan kita memberi tempat yang wajar kepada kemanusiaan.2 Banyak pertanyaan yang muncul berkaitan dengan eksistensi dan hakikat HAM. Misalnya, apakah yang dimaksud dengan HAM? Darimana HAM berasal? Apakah HAM dapat dihapuskan? Apakah semua HAM sederajat? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dibutuhkan pemahaman mengenai HAM berdasarkan suatu kerangka teori. Sebuah teori bisa berfungsi sebagai suatu alat analisis yang memungkinkan pertanyaan seputar HAM yang kerap kali diajukan dan jawaban tentatif bisa saja terjadi. Teori memungkinkan dibangunnya suatu paradigma yang memberikan koherensi dan konsistensi bagi segala perdebatan mengenai hak. Teori juga menyumbangkan suatu model yang bisa dipakai untuk mengukur hak-hak yang diandaikan tersebut. Teori 1 Majda El-Muhtaj, ‘HAM, DUHAM & RANHAM Indonesia’, h. 274, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, (Malang: Setara Press, 2015), h. 35. 2 Todung Mulya Lubis, Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktural, (Jakarta: LP3ES, 1986), h. 14.
  • 2. 2 menyediakan mekanisme yang bisa dipakai untuk menetapkan dengan benar batas hak-hak yang eksistensinya telah disepakati.3 Menurut Jerome J. Shestack, istilah ‘HAM’ tidak ditemukan dalam agama-agama tradisional. Namun demikian, ilmu tentang ketuhanan (theology) menghadirkan landasan bagi suatu teori HAM yang berasal dari hukum yang lebih tinggi daripada negara dan yang sumbernya adalah Tuhan (Supreme Being). Tentunya, teori ini mengandaikan adanya penerimaan dari doktrin yang dilahirkan sebagai sumber dari HAM. 4 Untuk semakin memahami konsep dasar tentang HAM, menarik mengkaji empat teori yang dikemukakan oleh Todung Mulya Lubis, yaitu teori hak-hak alami, teori positivisme, teori relativisme kultural, dan doktrin Marxis, yang akan penulis sajikan dalam bab pembahasan. Berbicara mengenai prinsip-prinsip HAM dalam konteks hukum HAM internasional, maka akan terkait dengan prinsip-prinsip umum hukum internasional (general principles of law) yang juga merupakan salah satu sumber hukum internasional yang utama (primer), di samping perjanjian internasional (treaty), hukum kebiasaan internasional (customary international law), yurisprudensi dan doktrin.5 Agar suatu prinsip dapat dikategorikan sebagai prinsip-prinsip umum hukum internasional diperlukan dua hal, yaitu adanya penerimaan (acceptance) dan pengakuan (recognition) dari masyarakat internasional. Dengan demikian, prinsip-prinsip HAM yang telah memenuhi kedua syarat tersebut memiliki kategori sebagai prinsip-prinsip umum hukum. Pada kenyataannya, hal itu kemudian dielaborasi ke dalam berbagai instrumen 3 Scott Davidson, Hak Asasi Manusia, Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan Internasional, (Jakarta: Grafiti, 1994), h. 2. 4 Lihat Jerome J. Shestack, “Jurisprudence of Human Rights”, dalam Theodor Meron, (Ed.), “Human Rights in International Law Legal and Policy Issues”, (New York: Oxford University Press, 1992), h. 76, dalam Andrey Sujatmoko, “Sejarah, Teori, Prinsip, dan Kontroversi HAM”, Makalah, dipresentasikan pada “Training Metode Pendekatan Pengajaran, Penelitian, Penulisan Disertasi dan Pencarian Bahan Hukum HAM bagi Dosen-dosen Hukum HAM” yang diselenggarakan oleh PUSHAM UII Yogyakarta bekerja sama dengan Norwegian Centre for Human Rights (NCHR) Universitas Oslo-Norwegia, pada tanggal 12-13 Maret 2009 diHoteSantikaPremiere, Yogyakarta. 5 Andrey Sujatmoko, Sejarah, “Teori, Prinsip, dan Kontroversi HAM”, Makalah, h. 9.
  • 3. 3 hukum HAM internasional, misalnya perjanjian internasional.6 Rhona K.M. Smith menyebutkan bahwa prinsip hak asasi manusia ada tiga, yaitu, kesetaraan, non-diskriminasi, dan kewajiban positif setiap negara, yang akan dikaji lebih lanjut dalam bab pembahasan beserta dengan teori-teori HAM. Prinsip-prinsip tersebut telah menjiwai HAM. Prinsip-prinsip tersebut terdapat dihampir semua perjanjian internasional dan diaplikasikan ke dalam hak-hak yang lebih luas. Prinsip kesetaraan, pelarangan diskriminasi dan kewajiban positif yang dibebankan kepada setiap negara digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu. Berkaca dari berbagai prinsip yang dimiliki oleh HAM secara konvensional, Islam dengan prinsip HAM pun mengatur beberapa hak yang relevan dengan dunia Barat, namun dengan berbasis pada ketauhidan, ketaqwaan, dan penyerahan diri kepada Allah untuk menghormati harkat dan martabat manusia.7 Kerangka berpikir mengenai suatu hal tidak akan tercipta jika tidak mengetahui dasar dan landasannya. Begitu juga dengan kerangka berpikir untuk memahami masalah HAM. Oleh sebab itu, teori-teori dan prinsip- prinsip HAM adalah suatu landasan untuk menciptakan suatu kerangka teori yang akan bertransformasi menjadi kerangka berpikir untuk menjawab seluruh permasalahan mengenai HAM. B. Rumusan Masalah Berdasarkan dasar belakang di atas, maka rumusan masalah yang sesuai adalah sebagai berikut? 1. Apa teori-teori HAM yang disebutkan oleh Todung Mulya Lubis? 2. Apa prinsip-prinsip HAM yang dikemukakan oleh Rhona K.M. Smith? 3. Apa prinsip-prinsip HAM dalam Islam? C. Tujuan Pembahasan Merujuk pada rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam pembahasan ini adalah: 6 Andrey Sujatmoko, “Sejarah, Teori, Prinsip, dan Kontroversi HAM”, Makalah, h. 9. 7 Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 53.
  • 4. 4 1. Memaparkan teori-teori HAM yang disebutkan oleh Todung Mulya Lubis. 2. Memaparkan prinsip-prinsip HAM yang dikemukakan oleh Rhona K.M. Smith. 3. Memaparkan prinsip-prinsip HAM yang ada dalam Islam.
  • 5. 5 BAB II PEMBAHASAN A. Teori-Teori HAM Menurut Todung Mulya Lubis 8 , ada empat teori HAM yang sering dibahas dalam berbagai kesempatan yang berkaitan dengan disiplin keilmuan yang didalamnya ada unsur-unsur mengenai HAM, yaitu: 1. Teori Hak-hak Alami (Natural Rights Theory) HAM adalah hak yang dimiliki oleh seluruh manusia pada segala waktu dan tempat berdasarkan takdirnya sebagai manusia (human right are rights that belong to all human beings at all times and all places by virtue of being born as human beings).9 Teori kodrati mengenai hak (natural rights theory) yang menjadi asal-usul gagasan mengenai hak asasi manusia bermula dari teori hukum kodrati (natural rights theory). Teori ini dapat dirunut kembali jauh ke zaman kuno dengan filsafat Stoika hingga ke zaman modern melalui tulisan-tulisan hukum kodrati Santo Thomas Aquinas.10 Selanjutnya, ada Hugo de Groot (nama latinnya: Grotius), seorang ahli hukum Belanda yang dinobatkan sebagai “bapak hukum internasional”, yang mengembangkan lebih lanjut teori hukum kodrati Aquinas dengan memutus asal-usulnya yang theistik dan membuatnya menjadi produk pemikiran sekuler yang rasional. Dengan landasan inilah, pada perkembangan selanjutnya, salah seorang kaum terpelajar pasca-Renaissans, John Locke, mengajukan pemikiran mengenai teori hak-hak kodrati. Gagasan Locke mengenai hak-hak kodrati inilah yang melandasi munculnya revolusi hak dalam 8 Todung Mulya Lubis, In Search of Human Rights; Legal-Political Dilemmas of Indonesia’s New Order, 1966-1990, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 14-25, dalam Majda El-Muhtaj, ‘HAM, DUHAM & RANHAM Indonesia’, h. 273-274. Lihat juga dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 31-35. 9 Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 32. 10 Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008), h. 12, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 32.
  • 6. 6 revolusi yang meletup di Inggris, Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18.11 Gagasan hak asasi manusia yang berbasis pada pandangan hukum kodrati itu mendapat tantangan serius pada abad ke-19. Edmund Burke, orang Irlandia yang resah dengan Revolusi Perancis, adalah salah satu diantara penentang teori hak-hak kodrati.12 Tetapi, penentang teori hak kodrati yang paling terkenal adalah Jeremy Bentham, seorang fisuf utilitarian dari Inggris. Kritik Bentham yang mendasar terhadap teori tersebut adalah bahwa teori hak-hak kodrati tidak bisa dikonfirmasi dan diverifikasi kebenarannya.13 2. Teori Positivisme (Positivist Theory) Teori ini berpandangan bahwa karena hak harus tertuang dalam hukum yang rill, maka dipandang sebagai hak melalui adanya jaminan konstitusi (rights, then should be created and granted by constitution, laws, and contracts). Teori atau mazhab positivisme ini memperkuat serangan dan penolakan kalangan utilitarian, dikembangkan belakangan dengan lebih sistematis oleh John Austin. Kaum positivis berpendapat bahwa eksistensi dan isi hak hanya dapat diturunkan dari hukum negara. Satu-satunya hukum yang sahih adalah perintah dari yang berdaulat. Ia tidak datang dari “alam” ataupun “moral”14 3. Teori Relativisme Budaya (Cultural Relativist Theory) Teori ini merupakan salah satu bentuk anti-tesis dari teori hak- hak alami (natural rights). Teori ini berpandangan bahwa hak itu bersifat universal merupakan pelanggaran satu dimensi kultural 11 Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi, h. 12, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 32. 12 Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi, h. 12, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 32. 13 Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi, h. 12, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 32-33. 14 John Austin, The Province of Jurisprudence Determined, W. Rumble (ed.), (Cambridge: Cambridge University, 1995), first published, 1832, dalam Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008), h. 14, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 33.
  • 7. 7 terhadap dimensi kultural yang lain, atau disebut dengan imperialisme kultural (cultural imperialism). Yang ditekankan dalam teori ini adalah bahwa manusia merupakan interaksi sosial dan kultural serta perbedaan tradisi budaya dan peradaban berisikan perbedaan cara pandang kemanusiaan (different ways of being human). Oleh karenanya, penganut teori ini mengatakan, that rights belonging to all human beings at all times in all placeswould be the rights of desocialized and deculturized beings.15 4. Doktrin Marxis (Marxist Doctrine and Human Rights) Doktrin marxis menolak teori hak-hak alami karena negara atau kolektivitas adalah sumber seluruh hak (repositiory of all rights).16 Namun demikian, kecaman dan penolakan dari kalangan utilitarian dan positivis tersebut tidak membuat teori hak-hak kodrati dilupakan. Jauh dari anggapan Bentham, hak-hak kodrati tidak kehilangan pamornya, ia malah tampil kembali pada masa akhir Perang Dunia II. Gerakan untuk menghidupkan kembali teori hak kodrati inilah yang mengilhami kemunculan gagasan hak asasi manusia di panggung internasional. 17 Pengalaman buruk dunia internasional dengan peristiwa Holocaust Nazi, membuat dunia berpaling kembali kepada gagasan John Locke tentang hak-hak kodrati. Hal ini dimungkinkan dengan terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1945, segera setelah berakhirnya perang yang mengorbankan banyak jiwa umat manusia itu.18 15 Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 34. 16 Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 34. 17 David Weissbrodt, “Hak-hak Asasi Manusia: Tinjauan dari Perspektif Sejarah, dalam Peter Davies (Ed.), Hak Asasi Manusia: Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994), h. 1-30, dalam Rhona K. M. Smith, dkk., h. 14, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 34. 18 Dengan mendirikan PBB, masyarakat internasional tidak ingin mengulang terjadinya kembali Holocaust di masa depan, dan karena itu “menegaskan kembali kepercayaan terhadap hak asasi manusia, terhadap martabat dan kemuliaan manusia, terhadap kesetaraan hak-hak laki-laki dan perempuan, dan kesetaraan negara besar dan kecil”. Dikutip dari Preamble Piagam PBB, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 34.
  • 8. 8 Kemunculan teori hak-hak kodrati sebagai norma internasional yang berlaku di setiap negara membuatnya tidak sepenuhnya lagi sama dengan konsep awalnya sebagai hak-hak kodrati. Substansi hak- hak yang terkandung di dalamnya juga telah jauh melampaui substansi hak-hak yang terkandung dalam hak kodrati (sebagaimana yang telah diajukan John Locke). Kandungan hak dalam hak asasi manusia sekarang bukan hanya terbatas pada hak-hak sipil dan politik, tetapi juga mencakup hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Bahkan, belakangan ini substansinya bertambah dengan munculnya hak-hak “baru”, yang disebut “hak-hak solidaritas”. Dalam konteks keseluruhan inilah seharusnya makna hak asasi manusia dipahami dewasa ini.19 B. Prinsip-Prinsip HAM Sesuai dengan dikemukakan oleh Rhona K. M. Smith, bahwa ada tiga prinsip dalam HAM, yaitu: 1. Prinsip Kesetaraan (Equality) Kesetaraaan dianggap sebagai prinsip hak asasi manusia yang sangat fundamental. Kesetaraan dimaknai sebagai perlakuan yang setara, dimana pada situasi yang sama harus diperlakukan dengan sama , dan dimana pasa situasi berbeda dengan sedikit perdebatan diperlakukan secara berbeda. Kesetaraan juga dianggap sebagai prasyarat mutlak dalam negara demokrasi. Kesetaraan di depan hukum, kesetaraan kesempatan, kesetaraan akses dalam pendidikan, kesetaraan dalam mengakses peradilan yang fair dan lain-lain merupakan hal penting dalam hak asasi manusia.20 Masalah muncul ketika seseorang berasal dari posisi yang berbeda dan diperlakukan secara sama. Jika perlakuan yang sama ini terus diberikan, maka tentu saja perbedaan ini akan terjadi terus 19 Rhona K. M. Smith, dkk., h. 14, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 34. 20 Eva Brems, Human Rights: Universality and Diversity, (London: Martinus Nijhoff Publishers, 2001), h. 14, dalam Eko Riyadi, dkk.,Mengurai Kompleksitas Hak Asasi Manusia, h. 14, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 36.
  • 9. 9 menerus walaupun standar hak asasi manusia telah meningkat. Oleh karena itu, penting untuk mengambil langkah selanjutnya guna mencapai kesetaraan. Perkembangan gagasan hak asasi manusia memunculkan terminologi baru, yaitu diskriminasi positif (affirmative action). Tindakan afirmatif mengizinkan negara untuk memerlakukan secara lebih kepada kelompok tertentu yang tidak terwakili, seperti adanya kuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen. Contoh lain, dapat berupa mengizinkan perempuan untuk diterima dibanding laki- laki dengan kualifikasi dan pengalaman yang sama melamar, hanya dengan alasan lebih banyak laki-laki yang melamar dilowongan pekerjaan tersebut. Beberapa negara mengizinkan masyarakat adat untuk mengakses pendidikan yang lebih tinggi dengan kebijakan- kebijakan yang membuat mereka diperlakukan secara lebih (favourable) dibandingkan dengan orang-orang non-adat lainnyadalam rangka untuk mencapai kesetaraan. Pasal 4 CEDAW dan 2 CERD adalah contohnya. Hal yang perlu dicatat adalah bahwa tindakan afirmatif hanya dapat digunakan dalam suatu ukuran tertentu hingga kesetaraan itu dicapai. Namun, ketika kesetaraan telah tercapai. Maka tindakan ini tidak dapat dibenarkan lagi.21 2. Prinsip Non-Diskriminasi (Non-Discrimination) Pelarangan terhadap diskriminasi atau non-diskriminasi adalah salah satu bagian dari prinsip kesetaraan. Jika semua orang setara, maka seharusnya tidak ada perlakuan yang diskriminatif (selain tindakan afirmatif yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan). Pada efeknya, diskriminasi adalah kesenjangan perbedaan perlakuan dari perlakuan yang seharusnya sama atau setara. Prinsip ini kemudian menjadi sangat penting dalam hak asasi manusia. Dalam hal ini, diskriminasi memiliki dua bentuk, yaitu: 21 Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi, h. 39-40, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 37.
  • 10. 10 a. Diskriminasi langsung, yaitu ketika seseorang baik langsung maupun tidak langsung diperlakukan secara berbeda dari pada lainnya (less favourable). b. Diskriminasi tidak langsung, yaitu ketika dampak praktis dari hukum dan atau kebijakan merupakan bentuk diskriminasi walaupun hal itu tidak ditujukan untuk tujuan diskriminasi. Misalnya, pembatasan pada hak kehamilan jelas mempengaruhi lebih kepada perempuan daripada kepada laki-laki. Pemahaman diskriminasi kemudian meluas dengan dimunculkannya indikator diskriminasi yaitu berbasis pada ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agana, pendapat politik atau opini lainnya, nasionalitas atau kebangsaan, kepemilikan atas suatu benda (property), status kelahiran atau status lainnya. Semakin banyak pula instrumen yang memperluas alasan diskriminasi termasuk di dalamnya orientasi seksual, umur, dan cacat tubuh.22 3. Prinsip Kewajiban Positif Setiap Negara Prinsip kewajiban positif negara digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu. Menurut hukum hak asasi internasional, suatu negara tidak boleh secara sengaja mengabaikan hak-hak dan kebebasan-kebebasan. Sebaliknya negara diasumsikan memiliki kewajiban positif untuk melindungi secara aktif dan memastikan terpenuhinya hak-hak dan kebebasan-kebebasan. Untuk kebebasan berekspresi, sebuah negara boleh memberikan kebebasan dan sedikit memberikan pembatasan. Untuk hak hidup, negara tidak boleh menerima pendekatan yang pasif. Negara wajib membuat suatu aturan hukum dan mengambil langkah-langkah guna melindungi secara positif hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang dapat diterima oleh negara. Karena alasan inilah, negara membuat aturan hukum 22 Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi, h. 39-40, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 37-38. Lihat Pasal 1 International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (CRC).
  • 11. 11 melawan pembunuhan untuk mencegah aktor non negara (non state actor) melanggar hak untuk hidup. Sebagai persyaratan utama, negara harus bersifat proaktif dalam menghormati hak untuk hidup, bukan bersikap pasif.23 Menurut Manfred Nowak, ada empat prinsip HAM, yaitu universal (universality), tak terbagi (indivisibility), saling bergantung (interdependent), dan saling terkait (interrelated).24 Prinsip tak terbagi dimaknai dengan semua hak asasi manusia adalah sama-sama penting dan oleh karenanya tidak diperbolehkan mengeluarkan hak-hak tertentu atau kategori hak tertentu dari bagiannya. Prinsip universal dan prinsip tak terbagi dianggap sebagai dua prinsip kudus atau suci paling penting (the most important sacred principle). Dua-duanya menjadi slogan utama dalam ulang tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang kelima puluh, yaitu semua hak asasi manusia untuk semua manusia (all human rights for all). Juga ditegaskan i dalam Pasal 5 Deklarasi Wina tentang program aksi yang berbunyi bahwa semua hak asasi manusia adalah universal, tak terbagi, saling bergantung, dan saling terkait (all human rights are universal, indivisible, interdependent and interrelated).25 23 Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi, h. 39-40, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 37-38. Lihat Pasal 1 International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (CRC). 24 Manfred Nowak, Introduction, dalam Eko Riyadi, dkk., Mengurai Kompleksitas,h. 27, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 35. 25 Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 36. Lihat Pasal 5 Deklarasi Wina.
  • 12. 12 C. Prinsip-Prinsip HAM dalam Islam Menurut Harun Nasution, dasar-dasar dan prinsip-prinsip sangat diperlukan sebagai pegangan umat Islam dalam “menghadapi perkembangan zaman dalam mengatur masyarakat Islam sesuai dengan tuntutan zaman”.26 Menurut Masdar F. Mas’udi,27 lima prinsip hak-hak asasi manusia dapat ditilik dari konsep dharuyaiyah al-khams yang dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Hak perlindungan terhaap jiwa atau hak hidup Perlindungan terhadap jiwa merupakan hak yang tidak bisa ditawar. Penerjemahan yang paling elementer dari hak hidup ini dituangkan dalam sistem hukum, yang salah satunya adalah Qisas. Karena kehidupan merupakan suatu hal yang sangat niscaya dan tidak boleh dilanggar oleh siapapun, maka barang siapa yang secara sengaja melanggar kehidupan orang, dia harus dihukum setimpal supaya orang itu tidak melakukan hal yang sama di tempat yang lain. 2. Perlindungan keyakinan Perlindungan keyakinan ini dituangkan dalam ajaran La Iqrah fi-dhiin (tidak ada pemaksaan dalam agama) atau Lakum diinukum waliyadin (bagimu agamamu, bagiku agamaku). Oleh karena itu, tidak diperbolehkan ada pemaksaan dalam memeluk agama. Tapi, dalam sejarah kemudian, hak perlindungan atas agama ini diterjemahkan di dalam suatu aturan hukum yang memberi ketentuan keras terhadap orang yang pindah agama. Padahal, dalam konteks yang paling dasar (Al-Quran), tidak ada paksaan dalam memeluk agama. 3. Hak perlindungan terhadap akal pikiran Hak perlindungan terhadap akal pikiran ini diterjemahkan dalam perangkat hukum yang sangat elementer, yakni tentang haramnya 26 Harun Nasution, “Islam dan Sistem Pemerintahan dalam Perkembangan Sejarah”, dalam Majalah Nuansa (Jakarta, Desember, 1984), h. 6, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 48. 27 Masdar F. Masudi, “Hak Asasi Manusia dalam Islam”, dalam E. Shobirin Nadj dan Naning Mardiiah (Ed.), Desiminasi HAM Perspektif dan Aksi, (Jakarta: CESDA LP3ES, 2000), h. 66, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 48.
  • 13. 13 makan dan minum dan hal-hal yang bisa merusak kesadaran pikiran. Barang siapa yang melanggar hal itu (merusak kesadaran), maka hukumnnya cukup keras. Hukuman yang keras ini dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap akal pikiran. Sebenarnya, dari penjabaran yang elementer ini, bisa ditarik lebih jauh, yakni perlindungan terhadap kebebasan berpendapat. Bisa ditarik pula pada hak-hak pendidikan, dan sebagainya. Tapi, elaborasi pasca prinsip- prinsip hak yang elementer ini masih jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan hak-hak yang dipahami dalam fiqh merupakan hak-hak yang bersifat subsistem. 4. Perlindungan terhadap hak milik Perlindunngan ini diterjemahkan dalam hukum tentang keharaman mencuri dan hukuman yang keras terhadap pencurian hak milik yang dilindungi secara sah. Kalau diterjemahkan lebih jauh, hak ini dapat dipahami sebagai hak bekerja atau memperoleh pendapatan yang layak dan seterusnya. 5. Hak berkeluarga atau hak memperoleh keturunan dan mempertahankan nama baik Hak mempertahankan nama baik ini diterjemahkan dalam hukum fiqh yang begitu keras terhadap orang yang melakukan tindakan perbuatan zina. Orang yang menuduh seseorang berbuat zina harus bisa membuktikan tuduhan tersebut dengan bukti empat saksi. Kalau ternyata tuduhan tersebut tidak dapat dibuktikan, maka menurut fiqh orang tersebut tidak dapat dipersalahkan. Kalaupun zina ini memang benar-benar terjadi, itu menjadi urusan pelaku zina dengan Allah.28 Disamping lima hak dasar seperti dijabarkan di atas, dalam fiqh juga ada tiga lapisan hak. Pertama, hak dzararat (hak dasar). Sesuatu disebut hak dasar apabila pelanggaran atas hak tersebut bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga menghilangkan eksistensinya, bahkan menghilangkan 28 Masdar F. Masudi, “Hak Asasi Manusia dalam Islam”, dalam E. Shobirin Nadj dan Naning Mardiiah (Ed.), Desiminasi HAM Perspektif dan Aksi, (Jakarta: CESDA LP3ES, 2000), h. 66, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 49.
  • 14. 14 harkat kemanusiaannya. Kedua, hak ta’ziat (sekunder), yakni hak-hak yang bila dipenuhi akan berakibat pada hilangnya hak-hak elementer. Ketiga, hak tersier (komplementer) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder. Pembagian tiga lapis ini menurut Masdar F. Mas’udi menjadi penting dalam pandangan fiqh yang selalu bicara mana hak yang perlu didahulukan mana yang tidak. Bila ada dua hak primer dan sekunder bertabrakan, maka yang didahulukan adalah hak primer. Jika ada hak yang berkategori taqmiyat, bila terpaksa bisa saja didahulukan karena bila hak tersebut dilanggar tidak akan menimbulkan kesulitan, hanya saja menimbulkan ketidaklancaran hak sekunder. Jika ada tabrakan antara hak sekunder dan hak elementer, maka yang harus didahulukan adalah hak dzararat (elementer). Bila hak sekunder bertabrakan dengan hak tersier, maka yang harus didahulukan adalah hak sekunder. Hak-hak ini dihirarkikan agar orang memperoleh perlindungan yang proporsional, orang-orang yang melanggar hak dzararat (elementer), maka dosanya besar. Sementara pelanggaran terhadap hak ta’ziat (sekunder) dosanya sebesar hak-hak elementer, itulah logika fiqh. Sedangkan dari segi nilai normatif, secara ringkas dapat dinyatakan bahwa HAM dalam Islam didasari oleh:29 1. Prinsip persamaan antara manusia, yaitu semua manusia sama dihadapan tuhan, tidak ada satu ras yang lebih unggul atas yang lain, karena semua manusia berasal dari leluhur yang sama. 2. Prinsip kebebasan personal, karena itu perbudakan dilarang dan pembebasan budak diwajibkan. (QS. 2: 177). 3. Prinsip keselamatan jiwa, yang berarti bahwa siapa saja yang menyelamatkan jiwa umat manusia (QS. 5: 32. Diriwayatkan, khalifah keempat Ali bin Abi Thalib menegaskan bahwa darah orang-orang non muslim (dzimmi) adalah suci sebagaimana darah orang muslim, 29 Riffat Hassan, “Religious Human Rights and Qur’an”, Emory International Law Review, vol. 10, no. 1, (Spring, 1999), h. 85, dalam Ahmad Nur Fuad, dkk., Hak Asasi Manusia, h. 47, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 50.
  • 15. 15 dan bahwa harta mereka harus dilindungi sebagaimana harta kaum muslim). 4. Prinsip keadilan, suatu hak manusia yang ditekankan dalam Al-Qur’an (QS. 7: 29; QS. 57: 25). Diantara ajaran-ajaran Islam yang prinsipil adalah “Al-Musaawwaah” (Persamaan Hak). Islam menganggap bahwa diskriminasi manusia adalah suatu penyakit dalam tubuh umat manusia yang harus disembuhkan. Menurut Abdul Wahhab Khallaf, persamaan adalah termasuk syi’ar Islam yang paling esensial.30 Ia mencontohkan, banyak hukum Islam yang merealisasikan asas persamaan itu, dalam haji, para jamaah memakai satu bentuk pakaian yang tidak berjahit. Ketika shalat, umat berbaris lurus sama. Dalam nasihat, mencakup orang yang berkedudukan rendah atas orang yang lebih tinggi. Dalam perkara pidana, jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, dan melukai ada qishash-nya. Begitu pula, prinsip persamaan dalam nomokrasi Islam mengandung aspek yang luas. Mencakup persamaan dalam segala bidang kehidupan, meliputi bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain. Senada yang ditelaah Ahmad Sukardja, bahwa masyarakat politik yang dibina oleh Muhammad Saw. di Madinah sebagai negara hukum yang memiliki konstitusi (Piagam Madinah) yang melindungi HAM merupakan suatu bentuk kemasyarakatan yang di dalamnya diterapkan prinsip-prinsip umum, antara lain: monoteisme31 , persatuan dan kesatuan32 , persamaan dan keadilan33 , kebebasan beragama34 , bela negara35 , pelestarian adat yang baik36 , supremasi syari’at37 , serta politik damai dan proteksi.38 30 Abdul Wahhab Khallaf, Al-Siyasah Al-Syar’iyyah, terj. Zainuddin Adnan, Politik Hukum Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h. 45, dalam Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 51. 31 Antara lain Mukaddimah, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 42, dan akhir Pasal 47. Dalam UUD 1945 terkandung dalam sila pertama Pancasila, Pasal 9, dan Pasal 29. 32 Antara lain Pasal 1, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 25, dan Pasal 37. Pada UUD 1945 disebutkan dalam sila ketiga Pancasila, Pasal 1 ayat (1), Pasal 35, dan Pasal 36. 33 Antara lain dalam Pasal 13, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 37, Pasal 40. Hal ini relevan dengan konsep persamaan dan keadilan dalam UUD 1945 terkandung dalam sila kelima Pancasila, Pasal 27, Pasal 33, dan Pasal 34. 34 Antara lain Pasal 25. Dalam UUD 1945 pada Pasal 29 ayat (2). 35 Antara lain Pasal 24, Pasal 37, Pasal 38, dan Pasal 44. Pasal 30 dalam UUD 1945.
  • 16. 16 Prinsip-prinsip HAM yang dipaparkan diatas relevan dengan prinsip- prinsip HAM yang diagungkan dunia barat seperti universalitas (universality), tak terbagi (indivisibility), saling bergantung (equality), non diskriminasi, kewajiban positif negara, namun dengan berbasis pada ketauhidan dan ketaqwaan serta penyerahan diri kepada Allah untuk menghormati harkat dan martabat manusia.39 36 Antara lain Pasal 2 s.d. Pasal 10. Pasal 32 dalam UUD 1945. 37 Antara lain Pasal 23 dan Pasal 42. Keberlakuan hukum agama adalah konsekuensi logis dari pengalaman sila pertama Pancasila dan Pasal 29 UUD 1945. 38 Antara lain Pasal 15, Pasal 17, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, dan Pasal 47, dan sikap perdamaian secara eksternal ditegaskan pada Pasal 45 Piagam Madinah. Dalam UUD 1945, politik perdamaian disebutkan dalam Pembukaan, Pasal 11, dan Pasal 13. 39 Mujaid Kumkelo, dkk., Fiqh HAM, h. 53.
  • 17. 17 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Ada empat teori HAM seperti yang disebutkan oleh Todung Mulya Lubis, yaitu teori hak-hak alami (natural rights theory), teori positivisme (positivist theory), teori relativitas budaya (cultural relativist theory), dan doktrin Marxis (Marxist doctrine and human rights). Teori hak-hak alami adalah teori yang memiliki pandangan bahwa HAM adalah hak yang murni didapat oleh seluruh manusia sebagai suatu penghormatan atau sebagai takdirnya menjadi manusia. Teori positivisme adalah teori yang berpendapat bahwa hak harus tertuang dalam wujud yang nyata, misalnya dalam bentuk peraturan atau jaminan konstitusi. Selanjutnya, teori relativitas budaya adalah teori dengan pandangan bahwa hak itu adalah bersifat universal merupakan pelanggaran satu dimensi kultural terhadap dimensi kultural yang lain. Merupakan anti-tesis dari teori hak-hak alami. Doktrin Marxis adalah doktrin yang menolak teori hak-hak alami karena negara atau kolektivitas adalah sumber seluruh hak. 2. Psinsip-psinsip HAM yang dikemukan oleh Rhona K. M. Smith ada tiga, yaitu prinsip kesetaraan (equlity), prinsip non-diskriminasi (non- discrimination), dan prinsip kewajiban positif setiap negara digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu. Kesetaraan dimaknai sebagai perlakuan yang setara, dimana pada situasi yang sama harus diperlakukan dengan sama, dan dimana pada situasi yang berbeda dengan sedikit perdebatan diperlakukan secara berbeda. Ini adalah prinsip HAM yang sangat fundamental. Sedangkan makna dari prinsip non-diskriminasi adalah bagian dari prinsip kesetaraan. Artinya, jika semua orang setara, maka seharusnya tidak ada perlakuan diskriminatif (selain tindakan afirmatif yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan). Terkahir, prinsip kewajiban positif setiap negara digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu, maksudnya bahwa negara diasumsikan memiliki kewaajiban
  • 18. 18 positif untuk melindungi secara aktif dan memastikan terpenuhinya hak- hak dan kebebasan-kebebasan dengan membuat suatu aturan hukum dan mengambil langkah-langkah guna melindungi secara positif hak-hak dan kebebsan-kebebasan yang diterima oleh negara. 3. Prinsip-prinsip HAM dalam Islam terbagi menjadi lima, yaitu: hak perlindungan terhadap jiwa, perlindungan keyakinan, hak perlindungan terhadap akal pikiran, perlindungan terhadap hak milik, dan hak berkeluarga atau hak memperoleh keturunan dan mempertahankan nama baik.