Laporan penelitian ini membahas kecerdasan spiritual mahasiswa Yogyakarta dilihat dari berbagai variabel seperti jenis kelamin, perguruan tinggi, agama, dan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa Yogyakarta dan perbedaannya berdasarkan variabel-variabel tersebut.
1. KECERDASAN SPIRITUAL MAHASISWA YOGYAKARTA
Laporan Penelitian
A – LP - 381
Peneliti
Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd
Menyetujui,
Kepala Lembaga Penelitian UII,
Dr. H. Ir. Ruzardi, MS
M.Idrus2502003 1
3. DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..............................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL...... ............................................................................................. vi
ABSTRAK................ ..............................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4
BAB II. LANDASAN TEORI .............................................................................. 5
A. Konsep Kecerdasan Spiritual.................................................................. 5
B. Elemen Kecerdasan Spiritual ................................................................. 9
BAB III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 11
A. Instrumen Penelitian ........................................................................ 11
B. Subjek Penelitian ............................................................................. 13
C. Desain Penelitian ............................................................................. 14
D. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 14
E. Analisis Data .................................................................................. 14
BAB IV. HIPOTESIS PENELITIAN...................................................... 15
M.Idrus2502003 3
4. BAB V. LAPORAN HASIL .................................................................... 16
A. Deskripsi Subjek Penelitian .................................................. 16
B. Uji Asumsi ............................................................................. 20
C. Analisis Deskriptif Kecerdasan Spiritual Responden ............ 22
D. Hasil Uji Analisis Inferensial ................................................. 33
BAB VI. PENUTUP .................................................................................... 44
A. Simpulan ................................................................................. 44
B. Kajian ...................................................................................... 45
C. Saran ........................................................................................ 48
PUSTAKA ................................................................................................. 50
LAMPIRAN I INSTRUMEN PENELITIAN
LAMPIRAN II UJI VALIDITAS INSTRUMEN
LAMPIRAN III UJI RELIABILITAS INSTRUMEN
LAMPIRAN IV UJI HOMOGENITAS DAN ANALISIS DESKRIPTIF DATA
PENELITIAN
LAMPIRAN V ANALISIS INFERENSIAL T TEST
LAMPIRAN VI ANALISIS INFERENSIAL ANALISIS VARIAN SATU JALUR
BIODATA PENELITI
DAFTAR TABEL
M.Idrus2502003 4
5. TABEL
HAL
3.1 Tabel Spesicikasi Kecerdasan Spiritual 12
3.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen 13
5.1 Daftar Nama Perguruan Tinggi Responden 16
5.2 Distribusi Responden Menurut Asal Daerah 17
5.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Perguruan Tinggi 18
5.4 Distribusi Responden Menurut Status Perguruan Tinggi 18
5.5 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin 19
5.6 Distribusi Responden Menurut Agama 19
5.7 Distribusi Responden Menurut Bidang Kelompok Bidang studi 20
5.8 Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan Orangtua 20
5.9 Ringkasan Hasil Analisis Uji Asumsi Homogenitas Pada
Masing-masing Kelompok 21
5.10 Harga Mean, Standar Deviasi Menurut Kelompok Asal
Daerah Responden 22
5.11 Harga Mean, Standar Deviasi Menurut Kelompok Jenis PT Responden 23
5.12 Harga Mean, Standar Deviasi Menurut Status PT Responden 24
5.13 Harga Mean, Standar Deviasi Menurut Kelompok Jenis
Kelamin Responden 25
5.14 Harga Mean, Standar Deviasi Menurut Kelompok Agama Responden 25
5.15 Harga Mean, Standar Deviasi Menurut Kelompok
Bidang Studi Responden 26
5.16 Harga Mean, Standar Deviasi Menurut Pekerjaan Orangtua Responden 27
M.Idrus2502003 5
6. 5.17 Tabulasi silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta Dilihat
dari Jenis Kelamin Responden 28
5.18 Tabulasi silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta Dilihat
dari Jenis PT Responden 29
5.19 Tabulasi silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta
dari Status PT Responden 30
5.20 Tabulasi silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta dilihat dari
Jenis Pekerjaan Orangtua Responden 30
5.21 Tabulasi silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta dilihat dari
Asal Daerah 31
5.22 Tabulasi silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta dilihat dari
Bidang Studi Responden 32
5.23 Tabulasi silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta dilihat dari
Agama Responden 32
5.24 Hasil Analisis Varian Menurut Jenis Perguruan Tinggi Responden 34
5.25 Ringkasan Hasil Uji Lanjut Antar Kelompok Jenis Perguruan Tinggi 35
5.26 Ringkasan Signifikasni Uji Antar Kelompok Jenis Perguruan Tinggi 36
5.27 Hasil Analisis Varian Menurut Jenis Pekerjaan Orangtua Responden 38
5.28 Ringkasan Signifikansi Uji Antar Kelompo Jenis
Pekerjaan orangtua responden 39
5.29 Hasil Analisis Varian Menurut Asal Daerah Responden 40
5.30 Hasil Analisis Varian Menurut Bidang Studi Responden 41
5.31 Hasil Analisis Varian Menurut Agama Responden 42
5.32 Ringkasan Hasil Uji Lanjut Antar Kelompok Agama 43
M.Idrus2502003 6
7. 5.33 Ringkasan Signifikansi Uji antar Kelompok Agama Responden 43
6.1 Ringkasan Hasil Uji Hipotesis 45
ABSTRAK
The aims of this study are to know the degree of the spiritual intelligent of
Yogyakarta students from gender, the university type and status, parent’s occupation,
student’s department, and student’s religion perspective. Six hypotheses was tested in
this study.
The subject of the research 241 Yogyakarta’s students. Multi stage sampling
was chosen as the sampling technique. The data have been collected with
questionnaires which take from Zohar and Ian Marshal’s concepts of spiritual
intelligence.
The data was analyzed by using descriptive and inferential statistic. The result
of this research (1) the degree of the spiritual intelligence of Yogyakarta’s students
M.Idrus2502003 7
8. tend in moderate condition (66%), low (0,8%), high (33,2%); (2) only two hypotheses
were significant, that are, the deference of spiritual intelligence from the type of
university and student’s religion.
Key word: spiritual intelligence. gender, religon
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Masalah
Menjelang berakhirnya abad XX, tiba-tiba dunia psikologi kembali
dikejutkan dengan munculnya Q ketiga, sebagaimana diklaim oleh Danah
Zohar dan Ian Marshal dalam bukunya “SQ: Spiritual Intelligence, the
ultimate intelligence”, bahwa “….now, at the end of century, an array of
recent but so far undigested scientific data shows us that there is a third Q. the
full picture of human intelligence can be completed with discussion of our
spiritual intelligence –SQ for short..”.
Goleman (1996) dengan cermat menunjukkan mengapa orang ber-IQ
tinggi justru mengalami kegagalan, sebaliknya yang ber-IQ sedang-sedang
M.Idrus2502003 8
9. saja ternyata malah sukses. Kuncinya adalah EQ yang ternyata melampaui IQ.
Jika IQ, merupakan kecerdasan yang digunakan untuk memecahkan masalah
logika maupun strategis. IQ merupakan hasil pengorganisasian saraf yang
memungkinkan seseorang untuk berpikir rasionali, logis dan taat asas,
sedangkan EQ adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara aktif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi,
koneksi, dan pengaruh yang manusiawi, dengan EQ memungkinkan
seseorang berpikir asosiatif yang terbentuk oleh kebiasaan dan kemampuan.
Dengan EQ seseorang dapat merasakan perasaan orang lain, berempati, haru,
serta kemampuan lain untuk dapat merespon secara tepat terhadap kesedihan
dan kebahagiaan.
Adapun SQ memungkinkan seseorang untuk berpikir kreatif,
berwawasan jauh membuat dan bahkan mengubah aturan. Dengan begitu, SQ
merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara
efektif, dan merupakan jenis pemikiran yang memungkinkan seseorang untuk
menata ulang dan mentransformasikan dua jenis pemikiran yang dihasilkan
oleh IQ ataupun oleh EQ. Secara singkat SQ mampu mengintegrasikan dua
kemampuan lain (EQ dan IQ), bahkan sebagaimana diungkap Zohar dan
Marshal (2000) SQ mampu menjadikan manusia sebagai makhluk yang
lengkap secara intelektual, emosional dan spiritual.
Pada akhirnya banyak pakar yang mereferensikan SQ sebagai jalan
keluar mengatasi krisis yang sedang melanda Indonesia. Sebagaimana
disaksikan, saat ini terjadi fenomena disintegrasi sosial, seiring dengan
meningkatnya fenomena demokrasi dan naiknya tingkat kemiskinan bangsa.
M.Idrus2502003 9
10. Belum lagi masalah KKN yang hingga saat ini belum dapat terselesaikan,
bahkan sementara kalangan justru mentengarai semakin menggejala di banyak
sektor. Munculnya sikap fundamentalisme anarkis dalam agama, semakin
meruncingkan masalah-masalah sosial yang tengah bergolak.
Mencermati fenomena sosial yang terjadi di Indonesia, setidaknya
bukan persoalan apakah bangsa ini beragama atau tidak? Namun ada sisi yang
hilang, yaitu kesadaran untuk memegang teguh nilai-nilai agama yang
dimilikinya, serta kesadaran spiritualitas lintas agama. Tinggi rendahnya kadar
kecerdasan spiritual dapat dipandang penting, hal ini setidaknya dengan alasan
(1) kecerdasan spiritual akan menjadikan seseorang dapat mempergunakan
secara harmonis dua kecerdasan lainnya yang dimilliki; (2) kecerdasan
spiritual yang dimiliki seseorang akan membawanya berpikir lintas agama,
tidak inklusif pada domain agamanya sendiri; (3) dalam konsep Islam, fitrah
manusia selalau membawa pada kebaikan, diduga kecerdasan spiritual
seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya sehari-hari.
Berdasarkan pemikiran di atas, dipandang perlu untuk melakukan kajian
secara lebih mendalam tentang kecerdasan spiritual. Ada beberapa sebab
pertama hingga saat ini masih sulit dijumpai penelitian dengan mengambil
tema kecerdasan spiritual untuk konteks Indonesia. Kedua hingga saat ini
konsep kecerdasan spiritual yang ada masih berorientasi ke dunia barat,
hingga konsep spiritual yang dimaksud terkadang jauh dari model spiritual
dalam agama. Hal inilah yang mendorong perlu dilakukannya pembakuan
instrumen kecerdasan spiritual, dan kemudian mengujicobakan dan
mengimplementasikannya pada subjek.
M.Idrus2502003 10
11. B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa di Yogyakarta?
2. Adakah perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika ditinjau dari :
1. jenis kelamin
2. asal perguruan tinggi
3. status perguruan tinggi
4. latarbelakang pekerjaan orangtua (profesi)
5. asal daerah
6. jurusan
7. agama yang dianut
C. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dalam penelitian ini yaitu : (a) mengetahui tingkat
kecerdasan spiritual mahasiswa Yogyakarta, (b) mengetahui perbedaan
kecerdasan spiritual mahasiswa dilihat dari sisi jenis kelamin, asal perguruan
tinggi, status perguruan tinggi, agama, profesi orangtuanya, asal daerah,
jurusan.
D. Manfaat Penelitian
Terlaksananya penelitian ini dapat diketahuinya tingkat kecerdasan
spiritual mahasiswa Yogyakarta. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan
penelitian rujukan bagi mereka yang ingin melaksanakan penelitian dengan
tema yang sama.
M.Idrus2502003 11
12. BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Kecerdasan Spiritual
Pada tahun 1904, Departemen Pengajaran Umum di Paris membuat satu
komisi yang bertugas untuk membedakan anak yang kurang sempurna mentalnya,
yang mungkin mengalami kegagalan di sekolah, dengan anak yang normal. Untuk
kebutuhan itulah Alfred Binet dan Theodore Simon merancang sebuah instrumen,
yang dimaksudkan sebagai tes penempatan (placement test). Konsep yang
digunakan Binet untuk menyusun instrumen tersebut berdasar pada teorinya
tentang kecerdasan.
Lewis Terman (Profesor psikologi Universitas Stanford) mengembangkan
Americanized test1 berdasarkan pada teori dan instrumen yang dibuat oleh Binet.
1
Konsep instrumen ini pada akhirnya dikenal dengan nama The Stanford-Binet Inteligence Scale,
revisi pertama dilakukamn pada tahun 1937, dan revisi kedua pada tahun 1960. Hingga saat ini tes
tersebut telah mengalami revisi ketiga (edisi keempat) sejak awal dikembangkannya tes ini pada tahun
M.Idrus2502003 12
13. Konsep tes yang diajukan oleh Binet pada awalnya dimaksudkan untuk
memprediksi keberhasilan akademik seseorang, namun pada giliran selanjutnya
penggunaan tes ini pada akhirnya tidak hanya ada di dunia akademik, tetapi meluas
sampai dunia kerja dan bisnis.
Mengingat desain awal dirancangnya tes ini dengan menggunakan budaya
Amerika, menyebabkan dalam pelaksanaannya tidak semua orang diuntungkan
dengan hadirnya tes ini --terutama mereka yang berasal dari budaya yang berbeda-.
Sebagai misal saat dilaksanakannya tes kecerdasan pada awal tahun 1913 untuk
para imigran di P. Ellis (para imigran berasal dari Hungaria, Italia, dan Israel). Dari
hasil tes tersebut disimpulkan bahwa tigaperempat dari para imigran tersebut
masuk dalam kategori lemah mental.
Tentu saja hasil tersebut sangat kontroversial, dan menjadi bahan perdebatan.
Bagi mereka yang mendukung hasil tersebut berpendapat bahwa memang
demikianlah senyatanya, --para imigran tersebut memang memiliki kemampuan
rendah--. Adapun mereka yang menolaknya menyatakan bahwa tes tersebut bias
budaya, dan hal ini menjadikan mereka yang berasal dari budaya lain yang berbeda
dari budaya asal tes tersebut tidak mampu memahami apa yang dimaksud oleh tes
tersebut. Artinya tes tersebut tidak mengukur secara akurat kemampuan mental
orang yang berasal dari budaya lain.
Hingga mendekati akhir abad 20, kontroversi itu belum juga reda. Perdebatan
sekitar penafsiran skor tes kelompok-kelompok yang memiliki kebudayaan
1905. Perlu dipahami desain awal dari dibuatnya tes ini adalah untuk membedakan anak yang
diramalkan memiliki sukses dalam akademik, dan anak yang diperkirakan gagal. Sternber mengungkap
kondisi ini menyebabkan sebenarnya tes ini hanya cocok diberikan pada anak-anak, dan bukan pada
orang dewasa (1996), yang tentunya juga harus dipersempit lagi dengan pembatasan pada budaya tertentu (Amerika,
Eropa).
M.Idrus2502003 13
14. dominan terus berlangsung hingga kini. Perdebatan ini sangat penting dalam
psikologi secara umum, dan psikologi lintas budaya secara khusus, karena pada
akhirnya debat tersebut bermuara pada pengaruh “nature atau nurture” dalam
membentuk kecerdasan seseorang.
Merujuk pada sejarah lahirnya tes kecerdasan, ternyata IQ lahir karena pecah
perang dunia II (Ginanjar, 2001), saat itu Amerika Serikat membutuhkan pasukan
yang pintar dan hebat. Untuk kebutuhan itulah digunakan IQ sebagai alat ukur
untuk seleksi calon tentara. Sebagaimana diungkap di muka, ternyata pengukuran
prestasi yang hanya menggunakan kecerdasan intelektual sebagai parameter justru
akan menyesatkan, dan mengebiri fungsi kecerdasan lainnya yang dimiliki
manusia.
Dari hasil penelitian Goleman (1995) ditemukan bahwa kecerdasan
intelektual hanya berkontribusi sebesar 20% terhadap kesuksessan hidup
seseorang, sedangkan 80 % lainnya ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti kelas
dalam kehidupan, kecerdasan emosional dan faktor keberuntungan. Selain itu,
dalam penelitian Goleman juga menemukan bukti bahwa kebanyakan orang yang
menonjol dalam kehidupan nyata bukan ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya,
namun lebih ditentukan oleh kecerdasan emosional (EQ) yang dimilikinya.
Istilah kecerdasan emosional (Emotional Quotient) kali pertama dilontarkan
oleh psikolog Peter Salovery dari Harvard University dan John Mayer dari
University of New Hampsire pada tahun 1990 (Shapiro, 1997). Istilah tersebut
mendunia setelah Daniel Goleman menulis buku dengan judul “Emotional
Intellegence”. Keterkejutan orang akan fungsi EQ bagi kesuksessan perjalanan
hidup seseorang lebih disebabkan karena hal tersebut membalikkan teori yang
M.Idrus2502003 14
15. selama ini diyakini, bahwa kecerdasan intelektual merupakan satu-satunya
determinan bagi prestasi yang dicapai seseorang. Selama ini keberhasilan
seseorang diidentikkan dengan kecerdasan intelektual yang dimiliki, bahkan lebih
dari itu kecerdasan intelektual cenderung identik dengan kesuksessan hidup.
Artinya, mereka yang memiliki kecerdasan tinggi dapat dipastikan akan sukses
dalam perjalanan hidupnya.
Dalam salah tulisannya Mudali (2002) mengungkap jika pada pertengahan
tahun 1990 menjadi pintar tidaklah sesederhana dinyatakan hanya dengan memiliki
IQ tinggi, tetapi juga dibutuhkan EQ (emotional Intelligence) agar benar-benar
menjadi pintar. Namun saat ini, hal tersebut tidaklah cukup. Bagi Mudali untuk
menjadi sungguh-sungguh pintar (smart) seseorang haruslah meimiliki SQ:
spiritual intelligence.
Lebih lanjut diungkap Zohar dan Marshal (2000), bahwa inti dari SQ adalah
“makna”, oleh karena penekanan SQ lebih pada makna maka spritualitas dalam
konsep SQ tidak terkait dengan agama. Dengan begitu bukanlah jaminan seorang
yang memiliki pemahaman tinggi terhadap agama yang dianutnya akan pula
memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang tinggi pula, sebaliknya mereka yang
tingkat pemahaman agamanya rendah juga tidak selalu kecerdasan spiritualnya
rendah. Dengan bahasa yang lebih vulgar, Zohar dan Marshal mengungkap bahwa
mungkin saja para aktivis yang ateis sekalipun dapat memiliki tingkat kecerdasan
spiritual yang tinggi, dan sebaliknya mereka yang menggeluti agama (tokoh agama
seperti Kyai, Pendeta, Pastor, Lama, Bikshu/ni) dapat memiliki tingkat kecerdasan
spiritual yang rendah.
M.Idrus2502003 15
16. Terkait dengan analisisnya tentang SQ, Adlin (2002) mengungkap bahwa
merupakan keleliruan menyandingkan terminologi spiritual dengan Q ketiga dalam
terminologi kecerdasan, apalagi mengkaitkan definisi SQ dengan agama juga
merupakan hal yang tidak tepat. Hal ini karena Zohar dan Marshal tidak pernah
memberikan definisi yang jelas tentang agama itu sendiri. SQ lebih merujuk pada
proses pemaknaan, namun “makna” dalam SQ sendiri masih tidak jelas tingkat
kedalamannya, bahkan Adlin (2002) dalam tulisannya menyebut sebagai “hal yang
kabur” bahkan cenderung subyektif. Lagi-lagi hal ini disebabkan karena Zohar dan
Marshal tidak memberi kejelasan tentang kedalaman makna tersebut.
Berman (2001) mengungkap bahwa SQ dapat memfasilitasi dialog antara
pikiran dan emosi, antrara jiwa dan tubuh. Selain itu menurut Berman SQ dapat
membantu kita untuk melakkan transendenisasi jurang antara diri dan orang lain.
B. Elemen Kecerdasan Spiritual
Dalam bukunya tersebut Zohar dan Marshal (2000) menyebut beberapa
elemen yang dapat dicirikan sebagai komponen SQ, yaitu:
1. kemampuan bersikap fleksibel;
2. memiliki tingkat kesadaran yang tinggi
3. kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan
4. kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit;
5. kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai;
6. keengganan untuk menglami kerugian yang tidak perlu
7. kemampuan untuk melihat keterkaitan berbagai hal;
M.Idrus2502003 16
17. 8. memiliki kecenderungan untuk bertanya “mengapa” atau “bagaimana jika”
dalam rangka mencari jawaban yang benar;
9. memiliki kemampuan untuk bekerja mandiri.
Meski demikian, dalam salah satu wawancaranya dengan penyiar Radio
National, The Australian Broadcasting Corporation’s National Radio Network,
Rachael Kohn, pada hari Minggu 18 April 200, Zohar mengungkap “I don’t think
you ever can measure SQ in the way we measure IQ, it is not weighable and
measurable in that same scientific paradigm”. Hal ini salah satunya karena
makna spiritual dalam konsep SQ tidaklah merujuk pada makna yang sama dalam
terminologi agama, dan bahkan tidak terkait dengan agama itu sendiri.
Situasi ini menjadi menarik, mengingat pertama SQ diakui sebagai tingkat
kecerdasan yang paling tinggi (the ultimate intelligence), satu kecerdasan yang
dapat membangun berbagai perspektif baru dalam kehidupan manusia, menemukan
cakrawala luas pada dunia yang sempir, dan dapat merasakan “tuhan” tanpa harus
bertemu, bahkan tanpa harus percaya pada Tuhan (Zohar & Marshal, 2000).
Terlebih dalam tulisannya Zohar dan Marshal (2000) mengungkap bahwa SQ sama
sekali tidak berhubungan dengan agama. Dari sinilah muncul gagasan untuk
mencoba membuat intrumen yang memungkinkan adopsi konsep SQ dalam nuansa
Islam.
M.Idrus2502003 17
18. BAB III
METODE PENELITIAN
A. Instrumen Penelitian
Sebagai acuan bagi pengembangan instrumen akan mempergunakan
konsep kecerdasan spiritual sebagaimana diajukan oleh Zohar dan Marshal
(2000), yang memiliki komponen sebagai berikut:
1. kemampuan bersikap fleksibel;
2. memiliki tingkat kesadaran yang tinggi
3. kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan
4. kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit;
5. kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai;
6. keengganan untuk mengalami kerugian yang tidak perlu
7. kemampuan untuk melihat keterkaitan berbagai hal;
M.Idrus2502003 18
19. 8. memiliki kecenderungan untuk bertanya “mengapa” atau “bagaimana
jika” dalam rangka mencari jawaban yang benar;
9. memiliki otonomi.
Tabel kisi-kisi untuk kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Tabel spesifikasi Kecerdasan Spiritual
Sub-variabel Indikator item
Kemampuan bersikap fleksibel; Kemampuan bergaul 1,2,3,4
Memiliki tingkat kesadaran yang Kesadaran adanya Tuhan 5,6,7,8
tinggi
Kemampuan untuk menghadapi dan Cobaan sebagai ujian 9,10
memanfaatkan penderitaan Kesabaran 11,12,13
Ikhlas/rela 14,15
Kemampuan untuk menghadapi dan Ketabahan 16,17
melampaui rasa sakit;
kualitas hidup yang diilhami oleh Hari ini lebih baik dari kemarin 18,19,20
visi dan nilai-nilai; Tujuan hidup 21,22,23
keengganan untuk mengalami Menggunjing 24,25,26
kerugian yang tidak perlu Meninggalkan ibadah 27,28,46
Berkorban 38,39,40
Kemampuan untuk melihat Keterkaitan antar makhluk atau 29,30,31,42
keterkaitan berbagai hal; kejadian
Tentang nasib manusia 32,43,44
Memiliki kecenderungan untuk Mencari jawaban atas sesuatu 33.34,35
bertanya “mengapa” atau Bertanya pada agamawan/buku 36,37,50
“bagaimana jika” dalam rangka Mengikuti pengajian 41,45
mencari jawaban yang benar;
Memiliki otonomi. Berbuat/beramal tanpa 46,47,48
tergantung orang lain
M.Idrus2502003 19
20. Dengan menggunakan paket Seri Program Statistik (SPS) Edisi Sutrisno
Hadi dan Yuni Pamardiningsih, Modul Analisis Butir ( Item Analysis), program
kesahihan butir dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas instrumen yang telah
dibuat tersebut. Uji coba angket dilakukan terhadap 30 orang, dan hasil untuk
masing-masing konstruk ternyata semuanya memenuhi syarat validitas. Dengan
begitu dapat dinyatakan bahwa instrumen yang dirancang telah memenhi
persyaratan validitas instrumen. Untuk hasil uji analisis ini dapat dilihat pada
lampiran I.
Selanjutnya dengan menggunakan paket yang sama dilakukan uji keandalan
(reliabilitas) instrumen. Modul yang digunakan adalah analisis butir (anabut)
dengan program uji keandalan teknik Alpha Cronbach. Dari hasil analisis diperoleh
harga koefisien alpha (rtt) untuk masing-masing konstruk adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2. Hasil uji Reliabilitas Instrumen
Konstruk Koefisien Alpha status
Fleksibel 0,731 Reliabel/andal
Kesadaran tinggi 0,652 Reliabel/andal
Menghadapi penderitaan 0,692 Reliabel/andal
Menghadapi rasa sakit 0,798 Reliabel/andal
Kualitasa hidup 0,671 Reliabel/andal
Keenggenan rugi 0,702 Reliabel/andal
Melihat keterkaitan 0,822 Reliabel/andal
Mencari jawaban 0,824 Reliabel/andal
Memiliki otonomi 0,841 Reliabel/andal
(Sumber data primer)
Hasil ini menunjukkan bahwa instrumen telah memenuhi syarat reliabilitas,
sehingga dapat dipergunakan dalam penelitian yang sebenarnya. Untuk kejelasan
hasil dapat dilihat pada lampiran II.
M.Idrus2502003 20
21. B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa perguruan tinggi di
Yogyakarta. Untuk pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling
multistage cluster random sampling.
C. Desain Penelitian
Desain penelitian kancah ini menggunakan desain ex-post facto.
Mengingat peneliti tidak melakukan treatment tertentu terhadap subjek
penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen yang
telah dikembangkan pada tahap awal.
E. Analisis Data
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
1. Analisis statistik Deskriptif yang digunakan untuk menganalisis
rumusan masalah pertama.
2. Analisis statistik inferensial untuk menganalisis rumusan masalah
nomor 2 yaitu t test dan analisis varian satu jalur. Formula dari
masing-masing analisis tersebut adalah sebagai berikut:
Rumus T test yang digunakan
X1 X 2
t
1 1
SD
N1 N 2
rumus Analisis varian satu jalur yang digunakan adalah:
2
2
X tot
JKT X tot
N
(Sudjana, 1992)
M.Idrus2502003 21
22. Untuk kebutuhan analisis ini akan digunakan komputer sebagai alat bantu analisis.
Program yang dipilih adalah Statistical Product and Service Solution (SPSS) for
Windows Release 10.1
BAB IV
HIPOTESIS
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, maka secara berurutan
hipotesis nihil akan diuji dalam penelitian ini adalah
1. Tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat
dari jenis kelamin
2. Tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat
dari asal perguruan tinggi
3. Tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat
dari latarbelakang pekerjaan orangtua (profesi)
4. Tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat
dari asal daerah
5. Tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat
dari jurusan
6. Tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat
dari agama yang dianut
M.Idrus2502003 22
23. BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Subjek Penelitian
Sebagaimana telah diungkap pada bab III tentang subjek penelitian
bahwa dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan sampel dari
populasi yang ada. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik
multistage cluster random sampling. Pertama mengingat keterbatasan yang
dimiliki baik dalam hal waktu, alokasi dana maka peneliti menggunakan quota
sampling dan menetapkan jumlah sampel sebanyak 250 orang. Langkah kedua
dengan dengan teknik cluster ditetapkan bahwa sampling terdiri dari mahasiswa
yang berasal dari universitas, institut, sekolah tinggi, akademi. Langkah
berikutnya adalah menggunakan teknik random sampling untuk menemukan
subjek yang akan dijadikan responden.
Pengumpulan data dilakukan dengan menyebar angket ke perguruan
tinggi seperti dalam tabel 5.1 pada halaman berikut:. Selanjutnya dari 18
perguruan tinggi tersebut dilakukan pengambilan data secara random. Dari 260
angket yang disebarkan ternyata setelah diseleksi hanya 241 angket yang
M.Idrus2502003 23
24. memenuhi syarat untuk diseleksi. Pada bagian tulisan berikut ini akan
dideskripsikan data responden jika dilihat dari asal daerah, jenis lembaga
perguruan tinggi yang diikutinya, status perguruan tinggi, agama, bidang studi
(konsentrasi) dan pekerjaan orang tua.
Tabel 5.1 Daftar Nama Perguruan Tinggi Responden
No Nama Perguruan Tinggi Lokasi
1 Universitas Negeri Yogyakarta Yogya Tengah
2 Universitas Gadjah Mada Yogya Tengah
3 Politeknik LPP Yogya Tengah
4 Univeristas Duta Wacana Yogya Tengah
5 Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Yogyakarta Yogya Tengah
6 IST Akprin Yogya Tengah
7 Akademi Managemen dan Ilmu Komputer Yogya Barat
(AMIKOM)
8 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Yogya Barat
9 Universitas Wangsa Manggala Yogya Barat
10 Universitas Ahmad Dahlan Yogya Selatan
11 Universitas Widya Wiwaha Yogya Selatan
12 Universitas Islam Indonesia Yogya Utara
13 Universitas Pembangunan Nasional Yogya Timur/Utara
“Veteran”
14 Akademi AA YKPN Yogya Timur/Utara
15 STIE YKPN Yogya Timur
16 Univeristas Proklamasi Yogya Timur
17 IAIN Sunan Kalijaga Yogya Timur
18 Universitas Cokro Aminoto Yogya Selatan
(Sumber data primer)
Jika dilihat dari asal daerah, penyebaran data responden dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 5.2. Distribusi Responden Menurut Asal Daerah Responden
No Asal Daerah Jumlah
Frekuensi Persentase
M.Idrus2502003 24
25. 1 Daerah Istimewa Yogyakarta 44 18,3
2 Jateng 93 38,6
3 Jabar 27 11,2
3 Jatim 22 9,1
4 Luar Jawa 55 22,8
Jumlah 241 100
(Sumber data primer)
Dari tabel di atas diketahui jumlah terbanyak sampel yang diambil adalah berasal dari
Jateng.
Kemudian jika dikelompokkan menurut jenis perguruan tinggi responden,
maka distribusi responden akan tampak sebagaimana tabel berikut ini.
Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Perguruan Tinggi
No Jenis Perguruan Tinggi Jumlah
Frekuensi Persentase
1 Universitas 144 59,8
2 Institut 18 7,5
3 Sekolah Tinggi 47 19,5
4 Akademi 32 13,3
Jumlah 241 100
(Sumber data primer)
Seperti juga pada lokasi yang terbanyak adalah jenis perguruan tinggi universitas,
maka dalam sampel yang diambil ternyata juga unversitas yang terbanyak. juga
Berikut ini akan ditampilkan distribusi responden menurut status perguruan
tinggi responden.
Tabel 5.4. Distribusi Responden Status Perguruan Tinggi
M.Idrus2502003 25
26. No Status Perguruan Tinggi Jumlah
Frekuensi Persentase
1 Negeri 79 32,8
2 Swasta 162 67,2
Jumlah 241 100
(Sumber data primer)
Di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta perguruan tinggi negeri memang relatif
lebih sedikit di banding dengan perguruan tinggi swasta. Dengan begitu jumlah
sampel swasta lebih banyak memang tampaknya menjadi keharusan dalam penelitian
ini,
Perbandingan responden jika dilihat dari jenis kelamin tampaknya juga lebih
banyak perempuan dibanding kelompok laki-laki. Hal ini tampak dari tabel 7 berikut
ini.
Tabel 5.5. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
Frekuensi Persentase
1 Laki-laki 86 35,7
2 Perempuan 155 64,4
Jumlah 241 100
(Sumber data primer)
Pada tabel berikut ini akan dipaparkan deskripsi responden jika
dikelompokkan menurut agama yang dianut, bidang studi yang ditempuh
(konsentrasi) dan pekerjaan orang tua mereka.
Tabel. 5.6. Distribusi Responden Menurut Agama
M.Idrus2502003 26
27. No Agama Jumlah
Frekuensi Persentase
1 Islam 211 87,6
2 Kristen 17 7,1
3 Katholik 11 4,6
4 Hindu 2 0,8
Jumlah 241 100
(Sumber data primer)
Tabel 5.7. Distribusi Responden Menurut
Bidang Kelompok Bidang Studi
No Kelompok Bidang Studi Jumlah
Frekuensi Persentase
1 Eksakta 107 44,4
2 Sosial 121 50,4
3 Agama 13 5,4
Jumlah 241 100
(Sumber data primer)
Tabel 5.8. Distribusi Responden Menurut
Jenis Pekerjaan Orang Tua
No Jenis Pekerjaan Jumlah
Frekuensi Persentase
1 Guru/dosen 42 17,4
2 Tani 26 10,8
3 ABRI/Polisi 5 2,1
4 Karyawan Swasta 30 12,4
5 PNS 63 26,1
6 Lain-lain 44 18,3
Jumlah 241 100
(Sumber data primer)
Untuk kejelasan hasil print out komputer disertakan dalam lampiran III.
B. Uji Asumsi
M.Idrus2502003 27
28. Dalam menggunakan analisis inferensial ada syarat yang harus terpenuhi.
Untuk analisis syarat yang diperlukan adalah normalitas dan homogenitas. Dari
hasil analisis dengan menggunakan SPSS dengan formula Kolmogorov-Smirnov
Test diperoleh harga K-S Z sebesar 0,816 dan p sebesar 0,518. Harga ini tidak
signifikan pada taraf signifikansi 5%, dengan begitu dapat disimpulkan bahwa
data yang diperoleh memiliki distribusi normal. Hasil ini memungkinkan peneliti
untuk menggunakan formula analisis varian sebagai alat analisis. (Periksa pada
lampiran IV).
Adapun untuk syarat kedua adalah homogenitas varian pada masing-
masing kelompok. Dari hasil analisis ternyata untuk masing-masing kelompok
dapat diringkas pada tabel berikut ini.
Tabel 5.9. Ringkasan Hasil Analisis Uji Asumsi Homogenitas
Pada masing-masing kelompok
No Kelompok Levene Signifikansi Keterangan Status
Statistic
1 Asal Daerah 1,524 0,196 Nirsignifikan Homogen
2 Jenis Perguruan Tinggi 0,563 0,640 Nirsignifikan Homogen
3 Agama 0,312 0,817 Nirsignifikan Homogen
4 Bidang Studi 1,483 0,229 Nirsignifikan Homogen
5 Jenis Pekerjaan Orangtua 0,957 0,455 Nirsignifikan Homogen
(Sumber data primer)
Dari tabel di atas, ternyata seluruh hasil analisis menunjukkan harga yang tidak
signifikan dan hal ini secara nyata berarti tidak ada perbedaan pada kelompok
tersebut, atau dapat dinyatakan bahwa pemilihan random yang dilakukan ternyata
menghasilkan responden yang homogen. Hasil ini merekomendasikan peneliti untuk
dapat menerukan analisis dengan menggunakan analisis varian sebagai alat
M.Idrus2502003 28
29. analisisnya. (untuk kejelasan hasil analisis ini dapat dilihat pada lampiran VII hasil
analisis varian)
C. Analisis Deskriptif Kecerdasan Spiritual Responden
Untuk analisis deskpritif ini akan dilakukan analisis terhadap tingkat
kecerdasan spiritual yang meliputi harga mean, standar deviasi, dan nilai
minimum dan maksimum variabel kecerdasan spiritual pada kelompok analisis.
Analisis akan dilakukan berdasar pada pembagian yang telah dilakukan di atas,
yaitu asal daerah, jenis lembaga perguruan tinggi yang diikutinya, status
perguruan tinggi, jenis kelamin, agama, bidang studi (konsentrasi) dan pekerjaan
orang tua.
Tabel 5.10. Harga Mean, Standar Deviasi Menurut
Kelompok Asal Daerah Responden
No Daerah Asal Mean Standar Deviasi
1 Daerah Istimewa 178,6364 15,0133
Yogyakarta
2 Jateng 174,2473 19,9606
3 Jabar 177,9630 22,0724
4 Jatim 181,1818 19,8438
5 Luar Jawa 175,9091 16,6770
(Sumber data primer)
Adapun harga mean untuk DIY sebesar 178,6364; kelompok responden
Jawa Tengah sebesar 174,2473; kelompok responden Jawa Barat
sebesar177,9630; kelompok Jawa Timur sebesar 181,1818; kelompok luar Jawa
M.Idrus2502003 29
30. sebesar 175,9091. Dari data di atas mean yang tertinggi adalah kelompok
responden dari Jawa Timur, dan terendah kelompok responden Jawa Tengah.
Hanya saja untuk kelompok standar deviasi terendah justru diperoleh oleh
kelompok responden dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Jika dilihat baik dari sisi
mean ataupun standar deviasi ini memang terlihat ada perbedaan, hanya saja untuk
uji perbedaan ini tidak cukup untuk melihat dari sisi kedua harga tersebut. Untuk
itu dalam analisis inferensial terhadap skor kecerdasan spiritual responden ini
akan coba dilakukan uji beda antar kelompok tersebut.
Selanjutnya akan dipaparkan harga mean dan standar deviasi untuk skor
kecerdasan spiritual responden jika dilihat dari kelompok jenis perguruan tinggi
yang ditempuhnya. Ringkasan hasil tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.11. Harga Mean, Standar Deviasi Menurut
Kelompok Jenis Perguruan Tinggi Responden
No Jenis Perguruan Tinggi Mean Standar Deviasi
1 Universitas 176,4306 18,1835
2 Institut 173,2222 23,8539
3 Sekolah Tinggi 182,2979 19,2511
4 Akademi 169,9688 14,3605
(Sumber data primer)
Seperti yang telah diungkap pada bagian tulisan sebelumnya bahwa
adanya perbedaan dalam mean ataupun standar deviasi ini belum sepenuhnya
menunjukkan adanya perbedaan tingkat kecerdasan spiritual responden jika dilihat
dari kelompok analisisnya. Pembuktian ini akan dilakukan lebih lanjut dengan
menggunakan formula t test sebagaimana akan dilakukan pada bagian berikutnya.
Hanya saja untuk sementara dapat diketahui bahwa tingkat kecerdasan spiritual
M.Idrus2502003 30
31. responden dari kelompok sekolah tinggi memiliki skor yang lebih tinggi
dibanding dengan responden dari kelompok perguruan tinggi lainnya. Selain itu,
untuk harga standar deviasi, skor terendahnya diperoleh oleh kelompok
responden yang berasal dari akademi.
Berikut ini akan ditampilkan hasil perhitungan mean dan standar deviasi
skor kecerdasan spiritual responden berdasar pada pengelompokkan status
perguruan tinggi yang bersangkutan.
Tabel 5.12. Harga Mean, Standar Deviasi Menurut
Kelompok Status Perguruan Tinggi Responden
No Status Perguruan Tinggi Mean Standar Deviasi
1 Negeri 175,5443 2,1490
2 Swasta 176,9321 18,4785
(Sumber data primer)
Tampaknya untuk kelompok responden berdasar status perguruan tinggi
tidak menampakkan beda yang begitu besar, dan ini berbeda dengan analisis
sebelumnya. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan atau tidak, akan pula
dilakukan analisis uji beda berdasar pada pengelompokkan status perguruan tinggi
responden.
Perbedaan jenis kelamin mungkin saja akan menyebabkan perbedaan pada
karakteristik serta ciri-ciri khas individual. Ada atau tidaknya perbedaan memang
akan dicari jawabnya pada analisis penelitian ini, dan itu dilakukan pada bagian
tersendiri. Untuk bagian ini akan dipaparkan hasil analisis mean dan standar
M.Idrus2502003 31
32. deviasi skor kecerdasan spiritual responden berdasar pada pengelompokkan jenis
kelaminnmya. Secara ringkas hasil tersebut adalah:
Tabel 5.13. Harga Mean, Standar Deviasi Menurut
Kelompok Jenis Kelamin Responden
No Jenis kelamin Mean Standar Deviasi
1 Laki-laki 177,1860 18,8152
2 Perempuan 176,0839 18,6171
(Sumber data primer)
Dari tabel di atas, ternyata mean kelompok laki-laki lebih tinggi dari mean
kelompok perempuan. Meski demikian, adanya perbedaan ini belum tentu
menunjukkan perbedaan senyatanya. Terlebih jika dilihat dari selisih yang tidak
terlalu besar.
Selanjutnya dari hasil observasi diperoleh data bahwa agama yang dianut
responden penelitian ini terdiri dari Islam, Kristen, Katholik, dan Hindu.
Berdasarkan pada pengelompokkan agama yang dianut ini, maka diperoleh harga
mean, dan standar deviasinya sebagai berikut:
Tabel 5.14. Harga Mean, Standar Deviasi Menurut
Kelompok Agama Responden
No Agama Mean Standar Deviasi
1 Islam 177,8389 18,6137
2 Kristen 165,7059 15,7193
3 Katholik 168,2727 18,8047
4 Hindu 169,5000 9,1924
M.Idrus2502003 32
33. (Sumber data primer)
Untuk pengelompokkan berdasarkan agama yang dianut responden
ternyata skor mean tertinggi tingkat kecerdasan spiritual dipegang oleh kelompok
mahasiswa beragama Islam, yang kemudian secara berturut-turut diikuti
kelompok mahasiswa Hindu, Katholik dan Kristen. Untuk menguji ada tidaknya
perbedaan secara nyata, perlu dilakukan analisis varian terhadap pengelompokkan
ini.
Secara deskriptif juga diperoleh informasi tentang mean dan standar
deviasi berdasar pengelompokkan bidang studi yang ditempuh mahasiswa. Secara
lengkap harga-harga tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.15. Harga Mean, Standar Deviasi Menurut
Kelompok Bidang Studi Responden
No Bidang studi Mean Standar Deviasi
1 Eksakta 176,7009 19,1401
2 Sosial 176,7190 17,0388
3 Agama 172,3846 28,3330
(Sumber data primer)
Dari tabel di atas, tampak selisih yang tidak terlalu banyak antara mereka
yang berasal dari kelompok bidang studi eksakta dengan kelompok bidang studi
sosial, sedangkan dengan kelompok mahasiswa bidang studi agama terpaut
beberapa angka saja. Meski demikian rasanya masih sulit untuk menyatakan
bahwa terjadi perbedaan tingkat kecerdasan spiritual antara kelompok mahasiswa
M.Idrus2502003 33
34. dari bidang studi yang berbeda ini. Analisis lebih lanjut tentang hal ini akan
dilakukan dengan menggunakan analisis varian satu jalur.
Selanjutnya dilakukan pengelompokkan mahasiswa berdasarkan pada jenis
pekerjaan orangtua yang bersangkutan. Asumsi yang dibangun pekerjaan orangtua
akan memungkinkan terjadinya perbedaan pada kecerdasan spiritual seseorang.
Analisis deskriptif dari hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.16. Harga Mean, Standar Deviasi Menurut
Kelompok Pekerjaan Orangtua Responden
No Jenis Pekerjaan Mean Standar Deviasi
1 Guru/dosen 180,2857 17,1155
2 Tani 172,0385 22,5823
3 ABRI/Polisi 174,4000 16,0406
4 Pedagang 168,6452 22,6929
5 Karyawan Swasta 177,9000 16,4743
6 PNS 175,3016 15,2328
7 Lain-lain 181,4722 18,6563
(Sumber data primer)
Seperti juga untuk kelompok lain, maka analisis untuk kelompok pekerjaan
orangtua ini juga akan dilanjutkan dengan analisis varian satu jalur yang
dimaksudkan untuk menguji ada tidaknya perbedaan tingkat kecerdasan spiritual
mahasiswa jika dilihat dari jenis pekerjaan orangtuanya masing-masing.
Untuk selanjutnya dengan menggunakan statistik deskriptif (crostab).
Pengujuian ini dilakukan berdasar pada nilai ideal dan standar deviasi dari
masing-masing kelompok. Untuk analisis ini akan dilakukan pengkatagorian
tinggi, sedang dan rendah untuk masing-masing kelompok responden di atas.
Jika dilihat dari jenis kelamin responden, maka tingkat kecerdasan spiritual
mahasiswa Yogyakarta dapat dikatagorikan sebagaimana pada tabel berikut.
M.Idrus2502003 34
35. Tabel 5.17. Tabulasi Silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta
Dilihat dari Jenis kelamin Responden
Jenis Kelamin Tingkat Kecerdasan Spiritual Jumlah
Rendah Sedang Tinggi
Laki-laki 1 57 25 86
Perempuan 1 102 52 155
Jumlah 2 159 80 241
(Sumber data primer)
Ternyata secara keseluruhan jika dilihat dari jenis kelamin terdapat 2 orang
yang memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang rendah, dan untuk kelompok ini
masing-masing 1 orang. Untuk kelompok sedang, secara persentase keduanya
memiliki persentase yang hampir sama. Kelompok laki-laki yang memiliki
kecerdasan spiritual kategori sedang lebih banyak dibandingkan kelompok
perempuan yaitu sebanyak 66,3 %, dan untuk kelompok perempuan sebanyak
65,8 %. Sebaliknya untuk kelompok tinggi yang terbanyk justru kelompok
perempuan sebanyak 33,5 %, dan kelompok laki-laki hanya 32,6 %.
M.Idrus2502003 35
36. Selanjutnya jika dilihat dari jenis perguruan tingginya, ternyata yang
terbanyak memiliki tingkat kecerdasan spiritual tinggi adalah kelompok
mahasiswa Sekolah Tinggi yaitu sebanyak 48,9 %, disusul oleh kelompok
mahasiswa institut sebanyak 33,3 %, kemudian kelompok mahasiswa universitas
sebanyak 31,9 %, dan sisanya dari kelompok mahasiswa akademi sebanyak 15,6
%. Posisi ini berkebalikan dengan kelompok sedang, untuk kelompok ini yang
terbanyak justru pada kelompok mahasiswa Akademi sebanyak 84,4%, disusul
kelompok mahasiswa universitas, kelompok mahasiswa institut dan terakhir
kelompok mahasiswa akademi. Untuk kejelasan ringkasannya ada pada tabel
berikut ini, sedangkan perincian hasilnya dapat dilihat pada print otu hasil
analisis crosstab pada lampiran.
Tabel 5.18. Tabulasi Silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta
Dilihat dari Jenis PT Responden
Jenis PT Tingkat Kecerdasan Spiritual Jumlah
Rendah Sedang Tinggi
Universitas 1 97 46 144
Institut 1 11 6 18
Sekolah tinggi 0 24 23 47
Akademi 0 27 5 32
Jumlah 2 159 80 241
(Sumber data primer)
Selanjutnya analisis tabulasi silang dilakukan untuk melihat tingkat
kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat dari status perguruan tinggi responden.
M.Idrus2502003 36
37. Hasilnya diperoleh 2 orang termasuk dalam kelompok rendah, 159 orang (66 %)
termasuk dalam kelompok sedang dan sisanya sebanyak 80 orang (33,2 %)
termasuk dalam kelompok tinggi. Untuk kejelasan secara rinci dapat dilihat
informasi sebagaimana pada tabel berikut:
Tabel 5.19. Tabulasi Silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta
Dilihat dari Status PT Responden
Status PT Tingkat Kecerdasan Spiritual Jumlah
Rendah Sedang Tinggi
Negeri 2 52 25 79
Swasta 0 107 55 162
Jumlah 2 159 80 241
(Sumber data primer)
Pengujian dengan menggunakan tabulasi silang juga dilakukan pada
pengelompokkan berdasar pada pekerjaan orang. Data secara lengkap dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 5.20. Tabulasi Silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta
Dilihat dari Jenis Pekerjaan Orangtua Responden
Pekerjaan OT Tingkat Kecerdasan Spiritual Jumlah
Rendah Sedang Tinggi
Guru/dosen 0 27 15 42
M.Idrus2502003 37
38. Tani 1 16 9 26
ABRI/Polisi 0 4 1 5
Pedagang 1 22 8 31
Karyawan Sw 0 19 11 30
PNS 0 44 19 63
Lain-lain 0 27 17 44
Jumlah 2 159 80 241
(Sumber data primer)
Untuk katagori yang tinggi jenis pekerjaan yang termasuk dala kelompok
lain-lain memiliki jumlah terbanyak yang kemudian dikuti oleh kelompok
pekerjaan karyawan swasta dan pekerjaan guru/dosen. Sedangkan untuk tingkat
katagori kecerdasan spiritual yang rendah ada pada kelompok jenis pekerjaan
orangtuanya tani dan pedagang.
Selanjutnya dilakukan pengelompokkan tingkat kecerdasan spiritual
mahasiswa jika dilihat dati asal daerah mahasiswa yang bersangkutan.
Pengelompokkan atas dasar tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.21. Tabulasi Silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta
Dilihat dari Asal daerah Responden
Asal daerah Tingkat Kecerdasan Spiritual Jumlah
Rendah Sedang Tinggi
DIY 0 29 15 44
JATENG 2 64 28 94
JABAR 0 16 11 27
JATIM 0 11 10 21
LUAR JAWA 0 39 16 55
M.Idrus2502003 38
39. Jumlah 2 159 80 241
(Sumber data primer)
Pada akhirnya dapat ditemukan mahasiswa yang memiliki tingkat
kecerdasan spiritual rendah keduanya ternyata berasal dari Jawa Tengah, yang jika
dilihat sebelumnya berjenis laki-laki dan perempuan. Mahasiswa tersebut berasal
dari perguruan tinggi negeri, satu berasal dari universitas negeri dan satu dari
institut negeri. Kedua orang tua mereka masing-masing bekerja sebagai petani dan
pedagang. Kemudian berdasar analisis dari bidang studi dan agama mereka,
ternyata satu orang berasal dari bidang eksakta dan satu berasal dari bidang studi
agama, keduanya juga beragama Islam.
Selengkapnya hasil-hasil tersebut dipaparkan pada tabel berikut ini.
Tabel 5.22. Tabulasi Silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta
Dilihat dari Bidang Studi Responden
Bidang Studi Tingkat Kecerdasan Spiritual Jumlah
Rendah Sedang Tinggi
Eksakta 1 70 36 107
Sosial 0 83 38 121
Agama 1 6 6 13
Jumlah 2 159 80 241
(Sumber data primer)
Adapun untuk pembagian berdasar pada agama responden, hasilnya dapat
dilihat sebagaimana tabel pada halaman berikut ini.
Tabel 5.23. Tabulasi Silang Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta
Dilihat dari Agama Responden
M.Idrus2502003 39
40. Agama Tingkat Kecerdasan Spiritual Jumlah
Rendah Sedang Tinggi
Islam 2 133 76 211
Kristen 0 15 2 17
Katholik 0 9 2 11
Hindu 0 2 0 2
Jumlah 2 159 80 241
(Sumber data primer)
Pada kelompok agama ini terlihat mahasiswa yang beragama Hindu
ternyata hanya 2 orang, dan keduanya masuk dalam kelompok sedang seluruhnya.
Dari tabel-tabel di atas, terlihat terdapat perbedaan dalam hal persentase, mean
ataupun standar deviasinya untuk masing-masing kelompok. Untuk pembuktian
apakah perbedaan tersebut memang beda secara senyatanya ataupun hanya
sekadar angka statistiknya, maka perlu dilakukan uji inferensial terhadap data di
atas. Pada bagian berikut ini akan dipaparkan pengujian baik dengan
menggunakan t test ataupun analisis varian satu jalur.
D. Hasil Uji Analisis Inferensial
Sebagaimana telah dirumuskan dalam rumusan masalah ke-2, yang hendak
mencari uji beda tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa berdasar jenis kelamin,
asal perguruan tinggi, latarbelakang pekerjaan orangtua, asal daerah, dan jurusan
(bidang studi) yang diambil. Pengujian terhadap 2 kelompok akan dilakukan
dengan menggunakan formula t test, sedangkan pengujian pada lebih dari 2
kelompok akan dilakukan dengan formula analisis varian satu jalur. Keseluruhan
analisis dilakukan dengan menggunakan program Statistical Product and Service
M.Idrus2502003 40
41. Solution (SPSS) for Windows Release 10.1. Berikut ini akan dipaparkan hasil uji
analisis tersebut.
1) Uji Beda berdasar Jenis Kelamin
Dengan menggunakan formula t test dilakukan analisis data berdasar
jenis kelamin. Dari hasil analisis diperoleh harga t sebesar 0,439 dengan df 239
dan harga p sebesar 0,661. Sebagaimana hipotesis yang diajukan pada bab III di
muka, yaitu “Tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika
dilihat dari jenis kelamin”, hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis tersebut dapat
diterima. Dengan begitu hasil analisis ini menyimpulkan Tidak ada perbedaan
tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat dari jenis kelamin
mahasiswa.
2) Uji Beda Berdasar Asal Perguruan Tinggi
Hipotesis kedua yang diajukan adalah Tidak ada perbedaan tingkat
kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat dari asal perguruan tinggi. Dalam
penelitian ini jenis perguruan tinggi dibedakan menjadi 4 katagori, yaitu
universitas, institut, sekolah tinggi dan akademi. Dari hasil analisis diperoleh
harga anova sebagaimana terdapat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.24. Hasil Analisis Varian Menurut Jenis Perguruan Tinggi Responden
Source Sum of Df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups 3138,909 3 1046,303 3,084 0,028
Within Groups 80395,215 237 339,220
M.Idrus2502003 41
42. Total 83534,124 240
(Sumber data primer)
Hasil analisis varian di atas menunjukkan harga F adalah 3,084 dengan p
0,028. Harga ini berada di bawah 5%, sehingga hasil ini menolah hipotesis nihil
yang diajukan, dan menerima hipotesis alternatifnya. Dengan begitu
disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika
dilihat dari asal perguruan tinggi.
Mengingat ada perbedaan, maka untuk mengetahui mana yang terbaik
adalah dengan melihat kembali harga mean dari masing-masing kelompok.
Ternyata dari harga mean diketahui mean yang tertinggi adalah mahasiswa
yang berasal dari Sekolah Tinggi, yang kemudian disusul secara berurutan
mahasiswa universitas, mahasiswa institut dan terendah adalah kelompok
mahasiswa akademi.
Setelah dilakukan uji lanjut perbedaan antar masing-masing kelompok
tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
Tabel 5.25. Ringkasan Hasil Uji Lanjut Antar Kelompok
Jenis Perguruan TInggi
Jenis Perguruan Tinggi Mean Difference Sig.
Universitas Institut 3,2083 0,487
Sekolah Tinggi -5,8673 0,059
Akademi 6,4618 0,074
Institut Universitas -3,2083 0,487
Sekolah Tinggi -9,0757 0,077
M.Idrus2502003 42
43. Akademi 3,2535 0,549
Sekolah Tinggi Universitas 5,8673 0,059
Sekolah Tinggi 9,0757 0,077
Akademi 12,3291 0,004
Akademi Universitas -6,4618 0,074
Institut -3,2535 0,549
Sekolah tinggi -12,3291 0,004
(Sumber data primer)
Dari tabel di atas ternyata perbedaan yang signifikan hanyalah perbedaan
kelompok mahasiswa yang berasal dari akademi dengan kelompok mahasiswa
sekolah tinggi, sedangkan perbedaan antar kelompok yang lain tidak signifikan.
Ringkasan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.26. Ringkasan Signifikansi Uji Antar Kelompok
Jenis Perguruan Tinggi Responden
Jenis PT Sekolah Tinggi Universitas Institut Akademi
Sekolah Tinggi - Nirsignifikan Nirsignifikan Signifikan
Universitas Nirsignifikan - Nirsignifikan Nirsignifikan
Institut Nirsignifikan Nirsignifikan - Nirsignifikan
Akademi Signifikan Nirsignifikan Nirsignifikan -
(Sumber data primer)
3) Uji Beda Berdasar Status Perguruan Tinggi
Status perguruan tinggi dibedakan atas dua kelompok yaitu perguruan
tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta. Meskipun sudah berkurang, namun
asumsi yang ada di masyarakat bahwa perguruan tinggi negeri memiliki banyak
M.Idrus2502003 43
44. kelebihan bukan berarti hilang seluruhnya. Selama ini masih ada opini di
masyarakat yang menyatakan bahwa alumni perguruan tinggi negeri lebih baik
dibanding dengan alumni perguruan tinggi swasta, proses yang ada juga lebih
baik, dan banyak lagi oponi-opini yang belum tentu kebenarannya. Penelitian
ini tidak berupaya untuk menguji opini ataupun asumsi yang muncul di
masyarakat tersebut. Penelitian ini hanya membatasi pada masalah kecerdasan
spiritual mahasiswa dari latar belakang perguruan tinggi yang memiliki status
beda.
Perbedaan status ini bukanlah sesuatu yang kemudian menjadi
penyebab utama perbedaan pada banyak hal sebagaimana diungkap. Perbedaan
status ini dianggap sesuatu yang given dan sudah terjadi, sehingga subjek
penelitian ataupun peneliti sendiri tidak dapat melakukan perubahan terhadap
status tersebut.
Dengan menggunakan formula t test, dilakukan uji beda tingkat
kecerdasan spiritual mahasiswa ditinjau dari status perguruan tinggi mahasiswa
yang bersangkutan. Hasilnya adalah diperoleh harga t sebesar -0,541 dan harga
tersebut jauh di atas 5%, sehingga hasil penelitian ini menerima hipotesis nihil
yang diajukan dan menolak hipotesis alternatifnya. Dengan begitu dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kecerdasan spiritual mahasiswa
ditinjau dari status perguruan tinggi mereka. Hasil lengkap analisis dapat dilihat
pada lampiran.
4) Uji Beda Berdasar Latar Belakang Pekerjaan Orangtua
M.Idrus2502003 44
45. Pengelompokkan jenis pekerjaan orangtua dalam penelitian ini menjadi
7 kelompok yaitu guru/dosen, tani, ABRI/polisi, pedagang, karyawan swasta,
PNS, lain-lain yang di luar pengelompokkan yang enam. Dari hasil analisis
dengan menggunakan komputer dapat diketahui harga analisis variannya. Hasil
ringkasannya ada pada tabel berikut ini.
Tabel 5.27. Hasil Analisis Varian Menurut
Jenis Pekerjaan orangtua Responden
Source Sum of Df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups 4501,529 6 750,255 2,221 0,042
Within Groups 79032,595 234 337,746
Total 83534,124 240
(Sumber data primer)
Hasil analisis menunjukkan harga F 2,221 dengan harga p= 0,042. Seperti
juga hasil analisis sebelumnya, hasil analisis ini menolak hipotesis nihil yang
diajukan dan menerima hipotesis alternatifnya pada taraf signifikansi 5%. Dengan
begitu dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kecerdasan spiritual mahasiswa
ditinjau dari jenis pekerjaan orangtua mereka.
Selanjutnya dilakukan uji lanjut untuk mengetahui mana yang terbaik. Secara
sekilas diketahui harga mean yang tertinggi adalah pada kelompok lain-lain yaitu
sebesar 181,9318, dan yang terendah adalah kelompok mahasiswa yang
M.Idrus2502003 45
46. orangtuanya pedagang. Mengingat banyaknya hasil analisis antar kelompok
tersebut, maka dalam paparan ini hanya ditampilkan hasil ringkasan
signifikansinya saja. Dari tabel di atas perbedaan yang signifikan adalah hanya
pada antara guru dengan pedagang, tani dan pekerjaan lain. Tentang hasil analisis
secara lengkap dapat dilihat pada lampiran bagian hasil analisis jalur.
Tabel 5.28. Ringkasan Signifikansi Uji Antar Kelompok
Jenis Pekerjaan Orangtua Responden
Jenis Guru/ Tani ABRI/Poli Pedagang Ky. PNS Lain-lain
Peker- dosen si Swasta
jaan
Guru/do - Nir Nir signifikan Nir Nir Nir
sen signifikan signifikan signifikan signifikan Signifikan
Tani Nir - Nir Nir Nir Nir Signifikan
signifikan signifikan signifikan signifikan signifikan
ABRI/ Nir Nir - Nir Nir Nir Nir
signifikan signifikan Signifikan signifikan signifikan Signifikan
Polisi
Pedaga signifikan Nir Nir - Nir Nir Nir
signifikan Signifikan signifikan signifikan Signifikan
ng
Ky. Nir Nir Nir Nir - Nir Nir
Swasta signifikan signifikan signifikan signifikan signifikan Signifikan
PNS Nir Nir Nir Nir Nir - Nir
signifikan signifikan signifikan signifikan signifikan Signifikan
Lain- Nir signifikan Nir signifikan Nir Nir -
signifikan signifikan signifikan signifikan
lain
(Sumber data primer)
M.Idrus2502003 46
47. Hasil lengkap uji beda tersebut dapat dilihat pada print out computer
yang disertakan dalam lampiran penelitian ini.
5) Uji Beda Antar Asal Daerah Mahasiswa
Hipotesis berikutnya yang ingin diuji adalah ada tidaknya perbedaan
tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat dari asal daerah mahasiswa.
Sebagaimana diketahui bahwa Yogyakarta merupakan gambaran mini
Indonesia. Banyak para pelajar dan mahasiswa yang berasal dari luar
Yogyakarta datang untuk menimba ilmu di sini.
Dalam penelitian ini pengkatagorian asal daerah dibagi atas: (1)
Daerah Istimewa Yogyakarta; (2) Jawa Tengah dan sekitarnya; (3) Jawa Barat
dan sekitarnya –termasuk Jakarta dan Banten- (4) Jawa Timur dan sekitarnya;
(5) daerah-daerah luar Jawa. Setelah dilakukan uji homogenitas ternyata
sampel yang diambil memenuhi syarat homogenitas sehingga pengujian
dengan menggunakan analisis varian satu jalur dapat dilakukan.
Dari hasil analisis varian satu jalur diperoleh harga F sebesar 0,883 dan
p = 0,475. Harga tersebut ternyata tidak signifikan pada taraf signifikansi 5%.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat
kecerdasan spiritual mahasiswa ditinjau dari asal daerah mereka. Untuk
kejelasannya hasil perhitungan analisis varian tersebut dikutipkan di bawah
ini.
Tabel 5.29. Hasil Analisis Varian Menurut
Asal Daerah Responden
M.Idrus2502003 47
48. Source Sum of Df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups 1231,850 4 307,962 0,883 0,475
Within Groups 82302,275 236 348,738
Total 83534,124 240
(Sumber data primer)
6) Uji Beda Antar Bidang Studi Responden
Berikut ini akan dipaparkan hasil analisis tingkat kecerdasan spiritual
mahasiswa jika dilihat dari bidang studi yang mereka tempuh. Variasinya
bidang studi (jurusan) yang diambil menjadikan penulis harus melakukan
pengkatagorian secara lebih sederhana. Pada akhirnya untuk pengkatagorian
bidang studi ini dibagi atas bidang studi ilmu-ilmu eksakta; bidang studi ilmu-
ilmu sosial, dan bidang studi ilmu-ilmu agama.
Hasil uji homogenitas ternyata memungkinkan penggunaan formula
analisis varian satu jalur untuk menganalisis uji beda antar kelompok bidang
studi ini. Dari hasil perhitungan analisis diperoleh harga F sebesar 0,329 dan
harga p = 0,720. Hasil ini mengharuskan peneliti menerima hipotesis nihil
yang diajukan dan menolak hipotesis alternatifnya, sehingga dari hasil
perhitungan ini disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan
spiritual mahasiswa dilihat dari bidang studi yang sedang ditekuninya saat ini.
M.Idrus2502003 48
49. Hasil secara lengkap perhitungan analisis varian tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 5.30. Hasil Analisis Varian Menurut
Bidang Studi Responden
Source Sum of Df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups 230,1717 2 115,086 0,329 0,720
Within Groups 83303,953 238 350,017
Total 83534,124 240
(Sumber data primer)
7) Uji Beda Antar Kelompok Agama Responden
Hasil uji beda antar kelompok agama dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.31. Hasil Analisis Varian Menurut
Agama Responden
Source Sum of Df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups 3201,392 3 1067,131 3,148 0,026
Within Groups 80332,733 237 338,957
Total 83534,124 240
(Sumber data primer)
Dari tabel di atas diketahui harga F sebesar 3,148 dan p sebesar 0,026,
dari hasil perhitungan ini ternyata hipotesis nihil yang diajukan yang berbunyi
“tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat dari
agama yang dianut” ditolak, sehingga hipotesis alternatifnya yang berbunyi
M.Idrus2502003 49
50. ada perbedaan tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa jika dilihat dari agama
yang dianut, diterima.
Selanjutnya untuk mengetahui kelompok mana yang baik dapat dilihat
dari sekilas dari harga meannya, hanya saja hal ini juga harus dibuktikan
apakah perbedaan yang ada tersebut memang senyatanya atau karena hal lain.
Dari mean kelompok agama diketahui bahwa harga mean kelompok
mahasiswa yang beragama Islam lebih tinggi dibanding dengan kelompok
mahasiswa beragama lainnya, kemudian di susul mahasiswa beragama Hindu,
mahasiswa beragama Katholik dan terakhir mahasiswa beragama Kristen.
Dari hasil uji lanjut diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 5.32. Ringkasan Hasil Uji Lanjut Antar
KelompokAgama
Agama Mean Difference Sig.
Islam Kristen 12,1330 0,010
Katholik 9,5661 0,094
Hindu 8,3389 0,524
Kristen Islam -12,1330 0,010
Katholik -2,5668 0,719
Hindu -3,7941 0,783
Katholik Islam -95661 0,094
Kristen 2,5668 0,719
Hindu -1,2273 0,931
Hindu Islam -8,3389 0,524
Katholik 1,2273 0,931
Kristen 3,7941 0,783
(Sumber data primer)
Tabel di atas menunjukkan hanya kelompok mahasiswa Islam dan
Kristen saja yang perbedaannya signifikan, sedangkan dengan kelompok lain
tidak signifikan. Kondisi tersebut dapat diringkas sebagaimana tabel berikut.
M.Idrus2502003 50
51. Tabel 5.33. Ringkasan Signifikansi Uji Antar Kelompok
Jenis Agama Responden
Agama Islam Kristen Katholik Hindu
Islam - Signifikan Nirsignifikan Signifikan
Kristen Signifikan - Nirsignifikan Nirsignifikan
Katholik Nirsignifikan Nirsignifikan - Nirsignifikan
Hindu Signifikan Nirsignifikan Nirsignifikan -
(Sumber data primer)
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil analisis deskriptif dan uji beda antar kelompok dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa Yogyakarta secara keseluruhan
menunjukkan kecenderungan sedang yaitu sebanyak 66 % dari responden,
adapun untuk kelompok rendah hanya sebanyak 0,8 % (2 orang responden) dan
sisanya sebanyak 33,2 % (80 orang responden) masuk dalam katagori tinggi.
2. tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan mahasiswa dilihat dari jenis kelamin
mahasiswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan harga t sebesar 0,439 dan p =
0,661.
3. ada perbedaan tingkat kecerdasan mahasiswa dilihat dari jenis perguruan tinggi
yang ditempuhnya. Di antara keempat jenis perguruan tinggi, ternyata
M.Idrus2502003 51
52. kelompok mahasiswa yang berasal dari Sekolah Tinggi memiliki skor
kecerdasan spiritual tertinggi dibanding dengan kelompok lainnya. Urutan
kedua dan seterusnya adalah kelompok mahasiswa yang berasal dari
universitas, kelompok mahasiswa dari Institut dan terakhir adalah kelompok
mahasiswa yang berasal dari akademi.
4. tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan mahasiswa dilihat dari status perguruan
tinggi mahasiswa.
5. tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan mahasiswa dilihat dari latarbelakang
pekerjaan orangtua mahasiswa.
6. tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan mahasiswa dilihat dari asal daerah
mahasiswa.
7. tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan mahasiswa dilihat dari bidang studi
yang ditempuh mahasiswa.
8. ada perbedaan tingkat kecerdasan mahasiswa dilihat dari agama yang dianut
mahasiswa. Skor rerata kecerdasan spiritual tertinggi untuk kelompok
mahasiswa beragama Islam, kemudian secara berturut-turut mahasiswa Hindu,
mahasiswa Katholik dan terendah adalah kelompok mahasiswa Kristen.
B. Kajian
Dari hasil analisis dan simpulan di atas, yang secara ringkas dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 6.1 Ringkasan Hasil Uji Hipotesis
M.Idrus2502003 52
53. No Uji Beda Antar Hasil uji Beda Keterangan
Kelompok Harga t Harga F Sig
1 Jenis Kelamin 0,439 - 0,661 Nirsignifikan
2 Jenis PT - 3,084 0,028 Signifikan
3 Status PT -0,541 - 0,589 Nirsignifikan
4 Pekerjaan OT - 2,221 0,042 Nirsignifikan
5 Asal Daerah - 0,883 0,475 Nirsignifikan
6 Bidang Studi - 0,329 0,720 Nirsignifikan
7 Agama 3,148 0,026 Signifikan
(Sumber data primer)
Tabel di atas menunjukkan dari 7 hipotesis yang diujikan, ternyata hanya
ada 2 hipotesis yang signifikan, dan menolak hipotesis nihil yang diajukan,
sementara 5 sisanya menerima hipotesis nihil. Hipotesis nihil yang diterima adalah
uji antar jenis kelamin, status perguruan tinggi, pekerjaan orang tua, asal daerah
dan bidang studi, sedangkan hipotesis nihil yang ditolak adalah untuk uji antar
jenis perguruan tinggi dan antar agama responden.
Satu hal yang justru menarik adalah adanya perbedaan jika ditinjau dari
agama yang dianut oleh mahasiswa. Hal ini tampaknya menunjukkan adanya
internalisasi nilai-nilai agama yang masuk dalam diri individu, sehingga
spiritualitas dipahami dalam konteks agama mereka masing-masing. Menyadari
bahwa adanya perbedaan konsep spiritualitas dalam agama yang berbeda,
tampaknya konsep kecerdasan spiritual yang diajukan oleh Zohar dan Marshal
perlu didekati dari sisi agama yang berbeda. Selama ini meski Zohar dan Marshal
mengakui bahwa konsep yang diajukannya lintas agama. Namun dalam
kenyataannya Zohar dan Marshal lebih banyak mengutarakan konsep-konsep
M.Idrus2502003 53
54. berdasar agama Budha, dan Kristen. Bahkan dominasi model pemikiran agama
Budha tampaknya banyak mewarnai bagian tulisan mereka.
Dengan begitu tampaknya perlu dilakukan penelitian ulang tentang
konsep kecerdasan spiritual dalam konteks agama yang lebih universal dengan
menyarikan inti ajaran agama-agama dunia. Nilai-nilai universal yang dimiliki
pada tiap agama dapat dijadikan sebagai acuan bagi perumusan konsep kecerdasan
spiritual. Hal ini merupakan tantangan bagi kajian psikologi agama, dan theologi.
C. Saran
Berdasar simpulan dan kajian di atas, ada beberapa saran yang dapat diajukan:
1. perlu dilakukan studi lanjutan terkait dengan jenis perguruan tinggi responden
untuk dapat memperoleh kejelasan apakah kontribusi senyata jenis perguruan
tinggi yang diambil mahasiswa berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan
spiritual seseorang;
2. disadari bahwa internalisasi agama akan memperoleh hasil yang optimal
manakala wadah ataupun lingkungan sekitar mendukung proses ke arah
tersebut. Saran sebagaimana diajukan pada poin pertama, dapat dilakukan
dengan memperluas cakupan responden serta meningkatkat sample sizenya;
3. dari simpulan ternyata agama juga menjadi salah satu pembeda tingkat
kecerdasan spiritual seseorang, untuk itu disarankan bagi peneliti lanjut untuk:
a. meneliti kontribusi agama terhadap tingkat kecerdasan spiritual;
M.Idrus2502003 54
55. b. meneliti pada bagian mana dari ajaran ataupun prilaku ritual agama
yang dapat meningkatkan ataupun berkontribusi signifikan terhadap
pembentukan kecerdasan spiritual seseorang.
PUSTAKA
Adlin, A. (2002). Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Arbitrasi SQ Diantara
Agama dan Semiotika. Retrived From:
http://www.paramartha.org/references/psyche/psyeche002/semiotika.htm May,
15, 2002
Berman, M. (2001). Developing SQ ( Spiritual Intelligence) Trought ELT.
Retrieved From: http://www.eltnesletter.com/back/April/arts572001.htm.
Fernandes, H.J.X. 1984. Testing and Measurement. Jakarta: National Education
Planning. Evaluation and Curriculum Development.
Ginanjar, Q. (2001). Anggukan Universal. Dalam Manajemen/No.157/September
2001. Retrieved From: http://www.lppm.ac.id/majalah/sep-2001/topik01.htm
May, 15, 2002
Goleman, D. (1996). Kecerdasan Emosional. Alih bahasa T. Hormaya, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Gregory, R. J., (1992). Psychological Testing: History, Principles, and Application.
Boston: Allyn and Bacon.
Mudali, K. (2002). Quote: How high is your spiritual Intelligence?. Retrieved from:
http://www.eng.usf.edu/~gopalakr/articles/spiritual.html May, 15, 2002
Murphy, K.R., & Davidshofer., C.O., (1991). Psychological Testing: Principles
and Application (Second Edition). Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.
M.Idrus2502003 55
56. Shapiro, L. (1977). Mengajarkan Emotional Intelegence, alih bahasa Alex Tri
Kantjono, Jakarta: Buana Printing.
Suryabrata, Sumadi. (1998). Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Jakarta: Ditjen
Dikti Depdikbud.
________________ (2000). Pengukuran dalam Psikologi Kepribadian, dalam
Hadipranata, A. F. dkk., (2000). Peran Psikologi di Indonesia. Supratiknya,
Faturochman, Sentot Haryanto (penyunting). Yogyakarta: Yayasan Pembina
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Hal. 141-176.
What’s Your Spirituality IQ?. Interview Transcrip Danah Zohar and Ian Marshal
with Rachael Kohn, on Sunday 18/06/00 at 6.10pm, Repeated on Thursdays at
7.10 pm and Fridays at 4.50am, on Radio National , The Australian
Broadcasting Corporations’ National Radio Network of Idesas.
Zohar, D. and Marshal, I. (2000). SQ (Spiritual Intelligence): The Ultimate
Intelligence. London: Bloomsbury Publishing.
LAMPIRAN ANGKET
Kepada Yth. Sdr/i Mahasiswa/mahaiswi Yogyakarta
Assalamu’alaikum, Wr., Wb.,
Salam sejahtera,
Di hadapan Sdr/i saat ini adalah angket yang penulis rancangan untuk
kegiatan ilmiah. Bacalah setiap pernyataan dalam setiap soal secara seksama.
Pilihlah alternatif jawaban yang tersedia sesuai dengan kondisi Sdr. Tidak ada
jawaban yang salah. Tes ini tidak dimaksudkan untuk mengukur prestasi Sdr dalam
aktivitas akademik, dan tidak berkaitan dengan itu. Identitas sdr menjadi rahasia
peneliti. Terima kasih atas bantuannya.
Keterangan alternatif Jawaban:
SELALU (SL): yaitu jika kondisi sebagaimana tersebut dalam statemen/pernyataan
soal selalu dapat melakukan aktivitas sebagaimana tercermin dalam
pernyataan dengan baik dan sukses.
SERING (SR): yaitu jika kondisi sebagaimana tersebut dalam statemen/pernyataan
soal dapat dilakukan dilakukan hanya saja ada satu kali mengamali kegagalan.
M.Idrus2502003 56
57. RAGU-RAGU/TIDAK TAHU (R/T): yaitu jika kondisi sebagaimana tersebut dalam
statemen/pernyataan soal tidak dipahami dengan baik oleh responden, atau
responden sulit untuk mengungkap perasaan/pendapatnya, atau responden
tidak bersedia menyatakan pendapatnya.
KADANG-KADANG (KD): yaitu jika kondisi sebagaimana tersebut dalam
statemen/pernyataan dilakukan oleh responden hanya saja lebih banyak tingkat
kegagalannya dibanding keberhasilannya.
TIDAK PERNAH (TP): yaitu jika kondisi sebagaimana tersebut dalam
statemen/pernyataan soal tidak pernah sama sekali dilakukan responden.
Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
Asal Daerah : _______________________(tulis kabupaten & propinsi)
Agama : 1. Islam2. Kristen 3. Katholik 4. Hindu 5. Budha
6. Lain-lain ___________________( mohon ditulis)
Bidang Studi : 1. Eksakta 2. Sosial 3. Agama
Perguruan Tinggi : ________________________(tuliskan PT Sdr/i)
Pekerjaan Orangtua: 1. Guru/Dosen 2. Tani 3. ABRI/Polisi
4. Pedagang 5. Karyawan Swasta
6. PNS non Guru/dosen 6. Menejer Perusahaan
7. Lain-lain _________________
(mohon ditulis)
PERTANYAAN
No. PERTANYAAN Alternatif/skor
SL SR R/T KD TP
1. saya dapat secara mudah berkenalan dengan
salah seorang pada satu situasi yang baru
2. saya dapat secara spontan beradaptasi dengan
suasana yang baru
3. saya dapat segera mengalihkan perasaan saya
dari satu situasi ke situasi lain yang berbeda
4. saya cepat akrab dengan teman yang baru saya
kenal
5. saya dapat merasakan kehadiran Tuhan pada
setiap aktivitas saya
6. saya selalu berdoa sebelum mengerjakan sesuatu
7. saya merasa begitu dekat dengan Tuhan hanya
saat sedih (mengalami nasib buruk)
8. saya menyadari posisi saya di antara teman-
teman saya
9. cobaan yang datang dari Tuhan saya anggap
sebagai hukuman
10. cobaan yang datang dari Tuhan saya anggap
sebagai ujian keimanan saya
11. biasanya saya bersikap sabar menerima
kesusahan
M.Idrus2502003 57
58. 12. Segala penderitaan yang saya alami, akan lebih
menguatkan keimanan saya
13. Setiap orang beriman pasti akan mengalami
cobaan Tuhan
14. Terkadang saya bertanya mengapa harus saya
yang menerima cobaan
15. Saya kurang dapat menerima derita yang saya
alami
16. saya terkadang berpikir mengapa saya tidak
diberi nasib yang lebih menyenangkan seperti
yang dirasakan orang lain.
17. saya merasa tidak nyaman saat jatuh sakit
18. saat saya sakit, saya tidak dapat menahan untuk
tidak mengeluh
19. saya selalu membuat target bahwa hari ini harus
lebih baik dari hari kemarin
20. masa lalu bagi saya hanya sekadar kenangan,
tidak ada artinya apa-apa
21. saya selalu mencari makna dibalik peristiwa
yang saya alami
22. dalam pandangan saya, baik dan buruk, benar
atau salah adalah hal biasa
23. beramal atau beribadah bagi saya hanya sekadar
menjalankan perintah agama
24. jika ada perbincangan tentang orang yang saya
kenal, saya ikut nimbrung
25. saya akan memberi komentar hanya jika ditanya
tentang perilaku seseorang
26. Meski terkadang belum jelas kebenarannya, saya
tetap menceritakan informasi yang saya terima
tentang orang lain pada kawan-kawan saya
27. saya terkadang lupa beribadah pada Tuhan
28. Beribadah tidak harus secara rutin
29. jika saya mengalami musibah, hal itu karena ada
peringatan dari Tuhan
30. Saya berpikir sekecil apapun makluk pasti
memiliki hubungan dengan yang lainnya
31. Selalu ada makna dibalik peristiwa yang saya
alami
32. Saya meyakini nasib saya, saya tentukan sendiri
33. Saya akan melakukan sesuatu meskipun saya
tidak memahami apa yang saya lakukan
34. Saya mencari jawaban dari pertanyaan
keagamaan yang muncul dalam hati saya
35. saya merasa tidak nyaman mengerjakan sesuatu
tanpa dasar yang kuat
M.Idrus2502003 58