SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  18
Télécharger pour lire hors ligne
BAB II
                       TINJAUAN PUSTAKA


A. Penyakit kusta

   1. Definisi

             Penyakit kusta merupakan suatu penyakit menular menahun

      yang   menyerang    kulit    dan     susunan   saraf   tepi,sering   dapat

      menimbulkan reaksi akut (ekserbasi) dan dapat menimbulkan cacat

      bila tidak diobati sewaktu penyakit dalam stadium dini (FKUI, 1999).

      Memahami kusta sebagai penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi

      Mycobakterium lepare yang pertama menyerang saraf tepi selanjutnya

      dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas.

      Sementara itu Adhi Djuanda (1999) mendefinisikan kusta sebagai

      penyakit infeksi yang kronis disebabkan oleh mycobakterium leprae

      yang intra seluler dan obligat (Adhi Djuanda,1999).

             Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit

      kusta adalah penyakit menular dan menahun. Penyakt kusta masih

      ditakuti di kalangan masyarakat, keluarga dan petugas kesehatan. Hal

      ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan atau pengertian,

      kepercayaan yang keliru terhadap penyakit kusta yang timbul.

   2. Etiologi dan penularan

             Mycobakterium leprae atau basil Hasen adalah kuman

      penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegi

      GH. Armauer Hasen pada tahun 1873-1874. Kuman ini memiliki ciri
sebagai tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8 mikron, lebar

   0,2-0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang satu-satu, hidup

   dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat

   dikultur dalam media buatan (FKUI, 1997).

          Penyakit kusta merupakan penyakit menular dimana cara

   penularannya adalah melalui kulit bersentuhan secara langsung dengan

   penderita kusta atau melalui saluran mukosa (Adhi Djuanda, 1999).

3. Patogenesis

          Meskipun belum diketahui cara masuk mycobakterium leprae

   ke dalam tubuh, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang

   tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu

   dingin dan pada mukosa nasal. Pengaruh mycobakterium leprae

   terhadap kulit tergantung pada faktor kekebalan (imunitas) seseorang,

   kemampuan hidup mycobakterium leprae pada suhu tubuh yang

   rendah, waktu regenerasi yang lama dan sifat basal yang avirulen dan

   nontokksis.

          Mycobakterium leprae merupakan parasit obligat intra seluler

   yang terutama terdapat pada sel makrofag disekitar pembuluh darah

   superfisial pada dermis atau sel schwan di jaringan saraf. Bila basil

   mycobakterium leprae masuk kedalam tubuh, maka tubuh akan

   bereaksi mengeluarkan makrofag yang berasal dari sel monosit, sel

   mononuklear untuk memfaggositnya. Akibat aktivitas regenerasi saraf

   berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif (FKUI, 1997).
4. Gambaran klinis

          Menurut Depkes RI (1997), Menjelaskan tipe kusta dibagi

   menjadi dua yaitu tipe kering (pauksi basiler / PB ) dan basah (multi

   basiler / MB ). Luka tipe kering atau tipe PB memiliki karakteristik

   seperti bercak (makula) keputihan sebesar uang logam atau lebih besar,

   terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di pipi,

   bahu, punggung, dada, ketiak, lengan, pinggang, pantat, paha, betis

   atau punggung kaki). Bercak keputihan ini permukaannya kering dan

   kadang- kadang agak besar. Pinggiranya bercak ini biasanya tidak jelas

   tetapi lama kelamaan bertambah lebih jelas menyerupai kulit.

   Perubahan bercak keputihan menjadi seperti kulit itu menunjukkan

   kesembuhan, biasanya dimulai dari tenggah menuju ketepi. Bercak

   keputihan ini tidak akan di tumbuhi rambut lagi, tetapi apa bila sudah

   sembuh akan tumbuh rambut.

          Sementara itu Luka tipe basah atau tipe MB memiliki

   karakteristik seperti bercak kemerahan sebesar uang logam atau lebih,

   tersebar merata diseluruh badan perasaan sedikit terganggu, kulit tidak

   terlalu kasar, batasannya tidak begitu jelas (berupa makula-makula

   yang tipis dan merata).penebalan kulit dengan kemerahan (infiltrat)

   setempat atau dibeberapa pada bagian tubuh, kadang-kadang berupa

   seperti pulau-pulau besar dan muncul disekelilingnya, infiltrat

   biasanya mulai nampak dicuping telingga. Bintik –bintik kemerahan
sebesar biji kacang hijau atau biji jagung baisanya disebut nodula,

   biasanya muncul diseluruh tubuh (Marwali Harahap, 1999).

5. Masalah atau dampak dari penyakit kusta

          Menurut Depkes RI (1990), penyakit kusta dapat menimbulkan

   berbagai masalah yaitu Masalah pada diri penderita kusta biasanya

   mereka itu merasa lebih rendah diri, merasa takut karena takut akan

   menggalami kecacatan selamanya, cenderung hidup sendiri dan tidak

   mau berkumpul dengan masyarakat disekelilingnya, kehilangan rasa

   percaya diri atau minder, kehilangan mata pencaharian atau pekerjaan

   yang dahulu mereka geluti sebelum terserang penyakit kusta.

   Sementara itu masalah yang terkait dengan keluarga penderita adalah

   umumnya mereka takut tertular sehingga tidak berperan aktif dalam

   perawatan luka penderita kusta, dan tidak jarang yang mengisolasi

   penderita kusta dengan tujuan yang tidak jelas. Masalah bagi negara

   sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas, maka terhadap kehidupan

   negara dan bangsa dalam berbagai menggalami penggaruh yang cukup

   kompleks. Oleh karena masalah-masalah tersebut menggakibatkan

   penderita menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan cenderung

   melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat terbuka

   (Depkes RI, 2002).

6. Perawatan kusta

          Penderita harus diajarkan bagaimana seharusnya merawat diri

   setiap hari, untuk mencegah berlanjutnya cacat tangan dan kaki ke
tingkat yang lebih berat. Perawatan kusta untuk mencagah terjadinya

cacat dapat dilakukan oleh penderita sendiri dan keluarga meliputi

perawatan terhadap mata, tangan dan kaki yang mati rasa, dan jari kaki

yang bengkok dan lunglai.

       Perawatan mata yang tidak tertutup rapat bertujuan untuk

melindungi mata yang tidak tertutup rapat dari angin, debu, dan dari

sinar matahari untuk mencegah mata kemerahan dan buta. Tindakan

yang dilakukan adalah menarik kulit di sudut mata ke arah luar dengan

jari tanggan sebanyak 10 kali setiap latihan, dilakukan 3 kali sehari,

melindungi mata dari sinar matahari dengan memakai topi yang lebar,

memakai kaca mata gelap untuk melindungi mata dari matahari, angin,

dan debu, waktu tidur tutup mata dengan kain bersih supaya debu tidak

masuk (Direktorat Jendral PPM & PL Depkes RI, 2002). Sementara itu

perawatan tangan yang mati rasa bertujuan untuk melindungi tangan

yang mati rasa dari benda panas, benda kasar, benda tajam supaya

terhindar dari luka. Langkah-langkahnya adalah merendam tangan

selama 20-30 menit pagi dan sore dengan air bersih, dalam keadan

masih basah perlu diolesi minyak atau vaselin, kulit yang keras dan

tebal perlu digosok agar menjadi tipis dan halus, jari-jari yang bengkok

perlu diurut lurus agar sendi-sendi tidak menjadi kaku, menggunakan

alat bantu (seperti sarung tangan, pipa rokok, gagang alat kerja yang

telah dibalut dan sebagainya) untuk melindungi tangan dari hilang rasa

(Adhi Djuanda, 1997).
Perawatan jari kaki yang bengkok dan lunglai bertujuan untuk

menghindari     jari-jari   kaik   dan   sendi     dari   kekakuaan   dan

mempermudah operasi untuk meluruskan jari dan sendi kaki kalau

diperlukakan. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah telapak

kaki di beri minyak kelapa yang belum dipakai, luruskan jari-jari kaki

yang bengkok selama 4 detik, 3 kali dalam sehari. Lingkarkan handuk

atau sarung ke telapak kaki yang lunglai kemudian tariklah selama

empat detik, tiga kali sehari (Depkes RI, 2000).

       Perawatan kaki yang semper yaitu kaki yang dibiarkan

tergantung. Otot pergelangan kaki bagian belakang (archilles) akan

memendek sehingga kaki itu tetap tidak bisa diangkat, jari-jari kaki

akan terseret dan luka oleh karena itu saat melangkah miring akan

mudah terjadi ulkus di belakang jari kaki ke empat dan kelima.untuk

mencegahnya supaya tidak bertambah cacat maka dianjurkan selalu

pakai sepatu supaya jari-jari tidak terseret dan luka, angkat luntut lebih

tinggi waktu berjalan, pakai tali karet antara luntut dan sepatu guna

mengangkat kaki bagian depan waktu berjalan, pakai plastik atau

kertas dari betis sampai ketelapak kaki agar kaki tidak jatuh (Program

P2 kusta bagi UPK, 2005).

       Perawatan luka borok (ulkus) disebabkan karena menginjak

benda tajam, panas atau kasar dan ada memar yang tidak di hiraukan

karena penderita tidak merasa sakit. Luka itu terus terinjak karena

berat badan penuh, sampai kulit dan dagingnya hancur. Perawatan
yang tepat ialah bersihkan luka dengan sabun, kemudian rendam kaki

      dalam air selama 20-30 menit, gosok bagian pinggiran luka yang

      menebal dengan batu apung, setelah di keluarkan dari air, beri minyak

      bagian kaki yang tidak luka, balut, lalu istirahatkan bagian kaki itu

      (jangan di injakkan pada waktu berjalan, berjalan dengan pincang atau

      pakai tongkat). Jika pada ulkus tidak ada tanda infeksi (merah,

      bengkak, panas, sakit) berarti tidak ada infeksi sekunder oleh bekteri

      lain sehingga antibiotik tidak perlu diberikan (Program P2 kusta bagi

      UPK, 2005).

              Prinsip yang penting dalam perawatan kusta adalah penderita

      mengerti bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat terjadinya

      luka, penderita harus melindungi tempat resiko tersebut(misalnya

      memakai kacamata, sarung tangan, sepatu dan lain-lain), penderita

      mengetahui penyebab luka (panas, tekanan benda tajam dan kasar),

      penderita dapat melakukan perawatan kulit(merendam, menggosok dan

      melumasi) dan melatih sendi bila mulai kaku, penyembuhan luka dapat

      dilakukan oleh penderita sendiri dengan membersihkan luka, dan

      mengurangi tekanan pada luka dengan istirahat ( Direktorat Jenderal

      PPM & PL Depkes RI 2002).

B. Perilaku

   1. Pengertian

         Perilaku menurut Notoatmodjo (2003) merupakan semua kegiatan

     atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung
maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku merupakan faktor

   terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi

   kesehatan individu, kelompok atau masyarakat seperti yang dinyatakan

   oleh Blum (1974), sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2003).

       Perilaku dapat diartikan juga    sebagai suatu aksi dan reaksi

   organisme terhadap lingkungannya. Menurut Asmar & Eko (2005)

   perilaku terjadi apabila ada rangsangan dari luar dan dari rangsangan

   akan menghasilkan reaksi dan perilaku tertentu. Departemen Kesehatan

   Republik Indonesia (1990) mendefinisikan perilaku sebagai proses

   interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati

   bahwa dia adalah makhluk hidup. Faktor yang mempengaruhi perilaku

   seseorang meliputi latar belakang, kepercayaan dan sikap mental,

   sarana dan faktor pencetus.

       Dari beberapa definisi tentang perilaku di atas, dapat diambil

   kesimpulan bahwa perilaku adalah aktivitas manusia baik yang dapat

   diamati secara langsung maupun tidak langsung sebagai suatu reaksi

   terhadap lingkungan yang berupa rangsangan.

2. Jenis – Jenis Perilaku

       Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku terdiri dari

   persepsi (perception), respon terpimpin (guided respon), mekanisme

   (mechanisme), dan adaptasi (adaptation). Persepsi diartikan sebagai

   tindakan mengenal dan memilih berbagai proyek sehubungan dengan

   tindakan yang akan diambil yang merupakan praktek tingkat pertama.
Respon terpimpin merupakan suatu tindakan untuk dapat melakukan

sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh

yang merupakan indikator praktek tingkat dua. Sementara itu

mekanisme merupakan seseorang yang telah mendapat sesuatu dengan

benar serta otomatis atau sesuatu tersebut sudah merupakan kebiasaan,

maka dapat mencapai praktek tingkat tiga dan adaptasi merupakan

suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Hal

ini diartikan sebagai modifikasi dari tindakan tersebut untuk

mengurangi kebenaran tindakan ( Notoatmodjo, 2003).

        Pengukuran suatu perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung

yaitu dengan melakukan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang

telah    dilakukanjuga   dapat   dilakukan   secara   langsung   dengan

mengobservasi tindakan atau kegiatan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

        Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk

dibatasi karena perilaku merupakan hasil dari resultansi dari berbagai

faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis

besarnya perilaku manusia dapat terlihat dari tiga aspek yaitu aspek

fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari aspek tersebut sulit untuk

ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara

lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari

berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak,

minat, motivasi, persepsi, serta sikap (Notoatmodjo, 2003).
3. Proses pembentukan perilaku

       Menurut Kusmiati dan Desmaniarti (1990), perilaku manusia

   terbentuk karena adanya kebutuhan setiap individu memiliki

   kebutuhan dasar, dorongan, motivasi, kebutuhan-kabutuhan dasar

   manusia akan merupakan sumber kakuatan yang mendorong menuju

   kearah tujuan tertentu secara disadari maupun tidak disadari, faktor

   perangsang dan penguat untuk meningkatkan motivasi berperilaku

   dapat dengan memberikan ganjaran atau penghargaan, menciptakan

   situasi    berkompetisi     dan   mengadakan    ’’pace   making’’    yaitu

   menjelaskan tujuan atau sasaran dalam menciptakan tujuan serta

   pengaruh sikap dan kepercayaan tingah laku manusia di pengaruhi oleh

   sikap( attitude) yaitu satu tingkatan afek (perasaan) baik positif

   maupun negati dalam berhubungan dengan obyek atau sikap.

4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

         Menurut Notoatmodjo (2003) mengutip dari pendapat Green

  (1980), bahwa perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau

  dilatarbelakangi oleh tiga faktor pokok, yaitu faktor predisposisi

  (predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung (enabling

  factors), dan faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing

  factors).    Faktor-faktor     predisposisi   yaitu   faktor-faktor   yang

  mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,

  antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai,

  tradisi.     Faktor   pemungkin       merupakan       faktor-faktor   yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Artinya

faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk

terjadinya perilaku kesehatan. Faktor lain yang mempengaruhi perilaku

seseorang adalah faktor penguat yaitu faktor-faktor yang mendorong

atau memperkuat terjadinya perilaku misalnya perilaku orang lain atau

petugas-petugas kesehatan.

       Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku berawal

dari adanya pengalaman seseorang dan adanya dukungan dari faktor

luar (lingkungan) baik fisik maupun non fisik, kemudian dipersepsikan,

diyakini, sehingga menimbulkan motivasi dan niat untuk bertindak,

yang pada akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa melakukan

perilaku atau tindakan tertentu.

    Secara umum proses pembentukan perilaku seseorang dapat

digambarkan dalam Gambar .1. sebagai berikut :



                             Internal
                             a. Persepsi
 Eksternal                   b. Pengetahuan
 a. Pengalaman               c. Keyakinan           Respons
 b. Fasilitas                d. Motivasi            Perilaku
 c. Sosio-budaya             e. Niat
                             f. Sikap




                Gambar 2.1. Skema Perilaku

Sumber : Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo, (2003)
C. Faktor – faktor yang Mempenggaruhi Perawatan Luka Kusta

             Menurut      Siswono       (2005)    faktor-faktor    yang

   mempenggaruhi     perawatan   luka    kusta   meliputi   pengetahuan,

   pendapatan, sikap, dan sosial budaya. Tingkat pendidikan turut

   menetukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami suatu

   pengetahuan tentang perawatan luka dengan baik sesuai dengan

   mereka peroleh. Dari kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat

   diperlukan seseorang lebih tanggap dengan manfaat perawatan luka

   kusta (Siswono, 2005). Pendidikan yang rendah, adat istiadat yang

   ketat serta nilai dan kepercayaan akan tahayul disamping tingkat

   penghasilan yang masih rendah, merupakan penghambat untuk

   perawatan luka. Pendidikan rata – rata penduduk yang masih rendah,

   sehingga perilaku masyarakat dalam merawat luka kusta masih rendah.

   Semakin tinggi pendidikan masyarakat semakin baik pula cara

   perawatan luka kusta di kalangan masyarakat (Suharjo, 2005).

      Pendapatan (ekonomi) keluarga adalah sejumlah penghasilan dari

   seluruh anggota keluarga baik dalam bentuk uang maupun barang yang

   dinilai dengan sejumlah beras. Tingkat pendapatan juga mempengaruhi

   dalam perawatan luka kusta. Diman Pendapatan yang cukup dapat

   memperoleh perawatan luka yang sesuai dengan pemanfaatan

   perawatan luka kusta. Sehingga dapat dikatakan, bahwa pendapatan

   juga berpenggaruh terhadap kesembuhan perawatan luka kusta, dimana
perawatan luka kusta juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit serta

diantara pendapatan dan perawatan luka sangat terkait (Berg, 1986).

   Tingkat     pengetahuan       dapat     membentuk     suatu     sikap    dan

menimbulkan suatu perilaku di dalam kehidupan sehari – hari. Tingkat

pengetahuan tentang perilaku perawatan luka kusta yang tinggi dapat

membentuk sikap positif terhadap perawatan luka secara baik. karena

penderita kusta bisa merawat lukanya sendiri sedangkan sikap yang

negatif pada penderita kusta tidak bisa merawat lukanya sendiri dan

tergantung     dengan     petugas     kesehatan     (Notoatmodjo,         2003),

pengetahuan mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan

meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi. Tahu

diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.        Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan

yang     dipelajari/rangsangan      yang    telah   diterima     dengan     cara

menyebutkan, menguraikan dan mendefinisikan. Misalnya, penderita

kusta dapat menyebutkan macam-macam makanan tambahan (Depkes

RI, 1999).

   Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untukmenjelaskan

secara     benar     tentang     obyek     yang     diketahui     dan      dapat

mengintrepestasikan materi tesebut secara benar dengan cara

menyimpulkan, meramalkan dan sebagianya. Aplikasi ( application )

diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari.      Aplikasi dapat diartikan penggunaan hukum, rumus,

metode, prinsip dan sebagainya.      Misalnya, penderita kusta dapat

menjelaskan alasan mengapa perawatan luka perlu dilakukan. Analisis

(analysis) Adalah suatu kemampuan untuk maenjabarkan materi suatu

obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih ada kaitannya satu

sama     lain.    Kemampuan    analisis   dapat   ditunjukkan   dengan

menggambarkan, membedakan, mengelompokkan dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2003).

    Sintesis ( syntesis ) Adalah menunjuk kepada suatu kemampuan

untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Ditunjukkan dengan dapat menyusun

formulasi baru dari formulasi yang lama. Misalnya, penderita dapat

melakukan perawatan lukanya dua kali sehari yaitu pagi dan sore dan

evaluasi (evaluation ) ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakuakan penilaian terhadap suatu materi. Penilaian ini berdasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-

kriteria yang sudah ada (Notoatmodjo, 2003).

    Faktor lain yang dapat mempenggaruhi perilaku perawatan luka

adalah    Sikap (attitude) adalah respon tertutup seseorang terhadap

stimulus atau obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern,

sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya

dapat langsung di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup

sehingga sikap juga mempenggaruhi perawatan luka kusta karena
penderita kurangnya kepercayaan      diri terhadap akan kesembuhan

lukanya (Notoatmodjo, 2002).

   Menurut Mar’at (1995) sikap terbagi menjadi 3 komponen meliputi

komponen kognitif, komponen afektif, komponen konatif. Komponen

kognitif (komponen perceptual) berisi kepercayaan yang berhubungan

dengan hal – hal tentang bagaimana individu mempersiapkan terhadap

objek sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui berisi tentang

pandangan, keyakinan, pikiran dan pangalaman pribadi. Komponen

afektif (komponen emosional) menunjukkan pada dimensi emosional

subjektif individu atau evaluasi terhadap objek sikap baik yang positif

maupun negatif. Sementara itu komponen konatif (komponen perilaku)

adalah     komponen   sikap   yang   berkaitan   dengan   predisposisi/

kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapi.

   Ketiga komponen tersebut bersama–sama membentuk sikap yang

utuh. Pada penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,

keyakinan dan emosi, memegang peranan penting. Ketiga komponen

tersebut    tidak bisa berdiri sendiri, tetapi menunjukkan manusia

sebagai suatu sistem kognitif yang berarti yang dipikirkan seseorang

tidak akan terlepas dari perasannya (Mar’at, 1995). Pekerjaan pada

penderita kusta tidak mendapat atau tidak bekerja karena dianggap

tidak bisa bekerja selayaknya orang normal atau tidak mempunyai

kecacatan fisik. Karena mereka tidak mendapat pekerjaa maka mereka
dalam   keluarganya   tidak   dibutuhkan   atau   dikucilkan   dalam

keluarganya.

   Sosial Budaya makhluk sosial dimana saling berinteraksi antara

satu dengan lainnya. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu

akan lebih besar terpapar informasi. Didaerah pedesaan kebanyakan

masyarakat bahwa masyarakat tingggal di desa tersebut, penyebabnya

adalah suatu kebiasaan (cultural) masyarakat yaitu tidak adanya

kekerabatan antara individu yang terkena penyakit kusta sehingga

penderita kusta merasa minder atau tersisihkan dari lingkungan dan

tidak mau untuk menggobatkan lukanya tersebut (Wiryo, 2002).
C. Kerangka Teori


    Faktor predisposisi:
    - Pengetahuan
    - pendidikan
    - Sikap
    - Sosial budaya
    - pendapatan




    Faktor pemungkin :                                    Perilaku
    - Faktor jarak                                        perawatan luka
    - Sarana dan prasarana                                kusta
       kesehatan




    Faktor penguat :
    - Sikap petugas kesehatan
    - Perilaku orang lain




                       Gambar 2.2 Kerangka teori

             Sumber : Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003)

                       dan Siswono (2005)
D. Kerangka Konsep


   Variabel Independen                                    Variabel Dependen

    Karakteristik perilaku
    kusta
    1. Pendidikan                                     Perilaku perawatan

    2. Pengetahuan                                    luka kusta

    3. Sikap




                             Gambar 2.3. Kerangka konsep



E. Variabel penelitian

   1. Variabel Independen

      Variabel independen dalam penelitian ini meliputi tingkat pendidikan,

      tingkat pengetahuan dan sikap.

   2. Variabel Dependen

      Variabel dependen penelitian ini adalah perilaku perawatan luka kusta.



F. Hipotesis Penelitian

      1     Ada hubungan antara tingkat pendidikan dan perilaku perawatan luka

            kusta.

      2     Ada hubungan anatara tingkat pengetahuan dan perilaku perawatan

            luka kusta.

      3     Ada hubungan anatara sikap dan perilaku perawatan luka kusta.

Contenu connexe

Similaire à Kusta unimus jtptunimus gdl-anikekowat-5133-3-bab2

KASUS 1 SISTEM INTEGUMEN.pptx
KASUS 1 SISTEM INTEGUMEN.pptxKASUS 1 SISTEM INTEGUMEN.pptx
KASUS 1 SISTEM INTEGUMEN.pptxIndriHusain2
 
Presentasi Proposal Singkat Layanan Kesehatan Warna Serif Tradisional Hijau.pptx
Presentasi Proposal Singkat Layanan Kesehatan Warna Serif Tradisional Hijau.pptxPresentasi Proposal Singkat Layanan Kesehatan Warna Serif Tradisional Hijau.pptx
Presentasi Proposal Singkat Layanan Kesehatan Warna Serif Tradisional Hijau.pptxariSatya2
 
Makalah penyakit kulit
Makalah penyakit kulitMakalah penyakit kulit
Makalah penyakit kulitWarnet Raha
 
PERTEMUAN PERINGATAN HARI KUSTA 2023.pptx
PERTEMUAN PERINGATAN HARI KUSTA 2023.pptxPERTEMUAN PERINGATAN HARI KUSTA 2023.pptx
PERTEMUAN PERINGATAN HARI KUSTA 2023.pptxlutfifitriana11
 
Makalah penyakit kurap
Makalah penyakit kurapMakalah penyakit kurap
Makalah penyakit kurapWarnet Raha
 
Makalah penyakit jamur 2
Makalah penyakit jamur 2Makalah penyakit jamur 2
Makalah penyakit jamur 2Warnet Raha
 
Sekilas mengenal penyakit kusta
Sekilas mengenal penyakit kustaSekilas mengenal penyakit kusta
Sekilas mengenal penyakit kustafitriamfk
 
Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Chapter iiar bi
 

Similaire à Kusta unimus jtptunimus gdl-anikekowat-5133-3-bab2 (20)

29 rani pujiningtyas-1 c (kusta)
29 rani pujiningtyas-1 c (kusta)29 rani pujiningtyas-1 c (kusta)
29 rani pujiningtyas-1 c (kusta)
 
Makalah penyakit kulit
Makalah penyakit kulitMakalah penyakit kulit
Makalah penyakit kulit
 
KASUS 1 SISTEM INTEGUMEN.pptx
KASUS 1 SISTEM INTEGUMEN.pptxKASUS 1 SISTEM INTEGUMEN.pptx
KASUS 1 SISTEM INTEGUMEN.pptx
 
Presentasi Proposal Singkat Layanan Kesehatan Warna Serif Tradisional Hijau.pptx
Presentasi Proposal Singkat Layanan Kesehatan Warna Serif Tradisional Hijau.pptxPresentasi Proposal Singkat Layanan Kesehatan Warna Serif Tradisional Hijau.pptx
Presentasi Proposal Singkat Layanan Kesehatan Warna Serif Tradisional Hijau.pptx
 
Makalah penyakit kulit
Makalah penyakit kulitMakalah penyakit kulit
Makalah penyakit kulit
 
Tugas pp tik
Tugas pp tikTugas pp tik
Tugas pp tik
 
Tugas pp tik
Tugas pp tikTugas pp tik
Tugas pp tik
 
Tugas pp tik
Tugas pp tikTugas pp tik
Tugas pp tik
 
PERTEMUAN PERINGATAN HARI KUSTA 2023.pptx
PERTEMUAN PERINGATAN HARI KUSTA 2023.pptxPERTEMUAN PERINGATAN HARI KUSTA 2023.pptx
PERTEMUAN PERINGATAN HARI KUSTA 2023.pptx
 
Makalah penyakit kurap
Makalah penyakit kurapMakalah penyakit kurap
Makalah penyakit kurap
 
Makalah penyakit jamur 2
Makalah penyakit jamur 2Makalah penyakit jamur 2
Makalah penyakit jamur 2
 
Makalah penyakit jamur 2
Makalah penyakit jamur 2Makalah penyakit jamur 2
Makalah penyakit jamur 2
 
Sekilas mengenal penyakit kusta
Sekilas mengenal penyakit kustaSekilas mengenal penyakit kusta
Sekilas mengenal penyakit kusta
 
Penyakit kulit
Penyakit kulitPenyakit kulit
Penyakit kulit
 
Penyakit kulit
Penyakit kulitPenyakit kulit
Penyakit kulit
 
Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02
Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02
Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02
 
Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02
Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02
Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02
 
Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02
Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02
Saadaskepstevenjansen 131005111837-phpapp02
 
Bisul AKPER PEMKAB MUNA
Bisul AKPER PEMKAB MUNA Bisul AKPER PEMKAB MUNA
Bisul AKPER PEMKAB MUNA
 
Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Chapter ii
 

Kusta unimus jtptunimus gdl-anikekowat-5133-3-bab2

  • 1. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kusta 1. Definisi Penyakit kusta merupakan suatu penyakit menular menahun yang menyerang kulit dan susunan saraf tepi,sering dapat menimbulkan reaksi akut (ekserbasi) dan dapat menimbulkan cacat bila tidak diobati sewaktu penyakit dalam stadium dini (FKUI, 1999). Memahami kusta sebagai penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobakterium lepare yang pertama menyerang saraf tepi selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas. Sementara itu Adhi Djuanda (1999) mendefinisikan kusta sebagai penyakit infeksi yang kronis disebabkan oleh mycobakterium leprae yang intra seluler dan obligat (Adhi Djuanda,1999). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit kusta adalah penyakit menular dan menahun. Penyakt kusta masih ditakuti di kalangan masyarakat, keluarga dan petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan atau pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap penyakit kusta yang timbul. 2. Etiologi dan penularan Mycobakterium leprae atau basil Hasen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegi GH. Armauer Hasen pada tahun 1873-1874. Kuman ini memiliki ciri
  • 2. sebagai tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8 mikron, lebar 0,2-0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan (FKUI, 1997). Penyakit kusta merupakan penyakit menular dimana cara penularannya adalah melalui kulit bersentuhan secara langsung dengan penderita kusta atau melalui saluran mukosa (Adhi Djuanda, 1999). 3. Patogenesis Meskipun belum diketahui cara masuk mycobakterium leprae ke dalam tubuh, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan pada mukosa nasal. Pengaruh mycobakterium leprae terhadap kulit tergantung pada faktor kekebalan (imunitas) seseorang, kemampuan hidup mycobakterium leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama dan sifat basal yang avirulen dan nontokksis. Mycobakterium leprae merupakan parasit obligat intra seluler yang terutama terdapat pada sel makrofag disekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel schwan di jaringan saraf. Bila basil mycobakterium leprae masuk kedalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag yang berasal dari sel monosit, sel mononuklear untuk memfaggositnya. Akibat aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif (FKUI, 1997).
  • 3. 4. Gambaran klinis Menurut Depkes RI (1997), Menjelaskan tipe kusta dibagi menjadi dua yaitu tipe kering (pauksi basiler / PB ) dan basah (multi basiler / MB ). Luka tipe kering atau tipe PB memiliki karakteristik seperti bercak (makula) keputihan sebesar uang logam atau lebih besar, terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di pipi, bahu, punggung, dada, ketiak, lengan, pinggang, pantat, paha, betis atau punggung kaki). Bercak keputihan ini permukaannya kering dan kadang- kadang agak besar. Pinggiranya bercak ini biasanya tidak jelas tetapi lama kelamaan bertambah lebih jelas menyerupai kulit. Perubahan bercak keputihan menjadi seperti kulit itu menunjukkan kesembuhan, biasanya dimulai dari tenggah menuju ketepi. Bercak keputihan ini tidak akan di tumbuhi rambut lagi, tetapi apa bila sudah sembuh akan tumbuh rambut. Sementara itu Luka tipe basah atau tipe MB memiliki karakteristik seperti bercak kemerahan sebesar uang logam atau lebih, tersebar merata diseluruh badan perasaan sedikit terganggu, kulit tidak terlalu kasar, batasannya tidak begitu jelas (berupa makula-makula yang tipis dan merata).penebalan kulit dengan kemerahan (infiltrat) setempat atau dibeberapa pada bagian tubuh, kadang-kadang berupa seperti pulau-pulau besar dan muncul disekelilingnya, infiltrat biasanya mulai nampak dicuping telingga. Bintik –bintik kemerahan
  • 4. sebesar biji kacang hijau atau biji jagung baisanya disebut nodula, biasanya muncul diseluruh tubuh (Marwali Harahap, 1999). 5. Masalah atau dampak dari penyakit kusta Menurut Depkes RI (1990), penyakit kusta dapat menimbulkan berbagai masalah yaitu Masalah pada diri penderita kusta biasanya mereka itu merasa lebih rendah diri, merasa takut karena takut akan menggalami kecacatan selamanya, cenderung hidup sendiri dan tidak mau berkumpul dengan masyarakat disekelilingnya, kehilangan rasa percaya diri atau minder, kehilangan mata pencaharian atau pekerjaan yang dahulu mereka geluti sebelum terserang penyakit kusta. Sementara itu masalah yang terkait dengan keluarga penderita adalah umumnya mereka takut tertular sehingga tidak berperan aktif dalam perawatan luka penderita kusta, dan tidak jarang yang mengisolasi penderita kusta dengan tujuan yang tidak jelas. Masalah bagi negara sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas, maka terhadap kehidupan negara dan bangsa dalam berbagai menggalami penggaruh yang cukup kompleks. Oleh karena masalah-masalah tersebut menggakibatkan penderita menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan cenderung melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat terbuka (Depkes RI, 2002). 6. Perawatan kusta Penderita harus diajarkan bagaimana seharusnya merawat diri setiap hari, untuk mencegah berlanjutnya cacat tangan dan kaki ke
  • 5. tingkat yang lebih berat. Perawatan kusta untuk mencagah terjadinya cacat dapat dilakukan oleh penderita sendiri dan keluarga meliputi perawatan terhadap mata, tangan dan kaki yang mati rasa, dan jari kaki yang bengkok dan lunglai. Perawatan mata yang tidak tertutup rapat bertujuan untuk melindungi mata yang tidak tertutup rapat dari angin, debu, dan dari sinar matahari untuk mencegah mata kemerahan dan buta. Tindakan yang dilakukan adalah menarik kulit di sudut mata ke arah luar dengan jari tanggan sebanyak 10 kali setiap latihan, dilakukan 3 kali sehari, melindungi mata dari sinar matahari dengan memakai topi yang lebar, memakai kaca mata gelap untuk melindungi mata dari matahari, angin, dan debu, waktu tidur tutup mata dengan kain bersih supaya debu tidak masuk (Direktorat Jendral PPM & PL Depkes RI, 2002). Sementara itu perawatan tangan yang mati rasa bertujuan untuk melindungi tangan yang mati rasa dari benda panas, benda kasar, benda tajam supaya terhindar dari luka. Langkah-langkahnya adalah merendam tangan selama 20-30 menit pagi dan sore dengan air bersih, dalam keadan masih basah perlu diolesi minyak atau vaselin, kulit yang keras dan tebal perlu digosok agar menjadi tipis dan halus, jari-jari yang bengkok perlu diurut lurus agar sendi-sendi tidak menjadi kaku, menggunakan alat bantu (seperti sarung tangan, pipa rokok, gagang alat kerja yang telah dibalut dan sebagainya) untuk melindungi tangan dari hilang rasa (Adhi Djuanda, 1997).
  • 6. Perawatan jari kaki yang bengkok dan lunglai bertujuan untuk menghindari jari-jari kaik dan sendi dari kekakuaan dan mempermudah operasi untuk meluruskan jari dan sendi kaki kalau diperlukakan. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah telapak kaki di beri minyak kelapa yang belum dipakai, luruskan jari-jari kaki yang bengkok selama 4 detik, 3 kali dalam sehari. Lingkarkan handuk atau sarung ke telapak kaki yang lunglai kemudian tariklah selama empat detik, tiga kali sehari (Depkes RI, 2000). Perawatan kaki yang semper yaitu kaki yang dibiarkan tergantung. Otot pergelangan kaki bagian belakang (archilles) akan memendek sehingga kaki itu tetap tidak bisa diangkat, jari-jari kaki akan terseret dan luka oleh karena itu saat melangkah miring akan mudah terjadi ulkus di belakang jari kaki ke empat dan kelima.untuk mencegahnya supaya tidak bertambah cacat maka dianjurkan selalu pakai sepatu supaya jari-jari tidak terseret dan luka, angkat luntut lebih tinggi waktu berjalan, pakai tali karet antara luntut dan sepatu guna mengangkat kaki bagian depan waktu berjalan, pakai plastik atau kertas dari betis sampai ketelapak kaki agar kaki tidak jatuh (Program P2 kusta bagi UPK, 2005). Perawatan luka borok (ulkus) disebabkan karena menginjak benda tajam, panas atau kasar dan ada memar yang tidak di hiraukan karena penderita tidak merasa sakit. Luka itu terus terinjak karena berat badan penuh, sampai kulit dan dagingnya hancur. Perawatan
  • 7. yang tepat ialah bersihkan luka dengan sabun, kemudian rendam kaki dalam air selama 20-30 menit, gosok bagian pinggiran luka yang menebal dengan batu apung, setelah di keluarkan dari air, beri minyak bagian kaki yang tidak luka, balut, lalu istirahatkan bagian kaki itu (jangan di injakkan pada waktu berjalan, berjalan dengan pincang atau pakai tongkat). Jika pada ulkus tidak ada tanda infeksi (merah, bengkak, panas, sakit) berarti tidak ada infeksi sekunder oleh bekteri lain sehingga antibiotik tidak perlu diberikan (Program P2 kusta bagi UPK, 2005). Prinsip yang penting dalam perawatan kusta adalah penderita mengerti bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat terjadinya luka, penderita harus melindungi tempat resiko tersebut(misalnya memakai kacamata, sarung tangan, sepatu dan lain-lain), penderita mengetahui penyebab luka (panas, tekanan benda tajam dan kasar), penderita dapat melakukan perawatan kulit(merendam, menggosok dan melumasi) dan melatih sendi bila mulai kaku, penyembuhan luka dapat dilakukan oleh penderita sendiri dengan membersihkan luka, dan mengurangi tekanan pada luka dengan istirahat ( Direktorat Jenderal PPM & PL Depkes RI 2002). B. Perilaku 1. Pengertian Perilaku menurut Notoatmodjo (2003) merupakan semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung
  • 8. maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat seperti yang dinyatakan oleh Blum (1974), sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2003). Perilaku dapat diartikan juga sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Menurut Asmar & Eko (2005) perilaku terjadi apabila ada rangsangan dari luar dan dari rangsangan akan menghasilkan reaksi dan perilaku tertentu. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1990) mendefinisikan perilaku sebagai proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup. Faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang meliputi latar belakang, kepercayaan dan sikap mental, sarana dan faktor pencetus. Dari beberapa definisi tentang perilaku di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku adalah aktivitas manusia baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung sebagai suatu reaksi terhadap lingkungan yang berupa rangsangan. 2. Jenis – Jenis Perilaku Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku terdiri dari persepsi (perception), respon terpimpin (guided respon), mekanisme (mechanisme), dan adaptasi (adaptation). Persepsi diartikan sebagai tindakan mengenal dan memilih berbagai proyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil yang merupakan praktek tingkat pertama.
  • 9. Respon terpimpin merupakan suatu tindakan untuk dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh yang merupakan indikator praktek tingkat dua. Sementara itu mekanisme merupakan seseorang yang telah mendapat sesuatu dengan benar serta otomatis atau sesuatu tersebut sudah merupakan kebiasaan, maka dapat mencapai praktek tingkat tiga dan adaptasi merupakan suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Hal ini diartikan sebagai modifikasi dari tindakan tersebut untuk mengurangi kebenaran tindakan ( Notoatmodjo, 2003). Pengukuran suatu perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan melakukan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukanjuga dapat dilakukan secara langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan hasil dari resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia dapat terlihat dari tiga aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, serta sikap (Notoatmodjo, 2003).
  • 10. 3. Proses pembentukan perilaku Menurut Kusmiati dan Desmaniarti (1990), perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan setiap individu memiliki kebutuhan dasar, dorongan, motivasi, kebutuhan-kabutuhan dasar manusia akan merupakan sumber kakuatan yang mendorong menuju kearah tujuan tertentu secara disadari maupun tidak disadari, faktor perangsang dan penguat untuk meningkatkan motivasi berperilaku dapat dengan memberikan ganjaran atau penghargaan, menciptakan situasi berkompetisi dan mengadakan ’’pace making’’ yaitu menjelaskan tujuan atau sasaran dalam menciptakan tujuan serta pengaruh sikap dan kepercayaan tingah laku manusia di pengaruhi oleh sikap( attitude) yaitu satu tingkatan afek (perasaan) baik positif maupun negati dalam berhubungan dengan obyek atau sikap. 4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003) mengutip dari pendapat Green (1980), bahwa perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau dilatarbelakangi oleh tiga faktor pokok, yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung (enabling factors), dan faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors). Faktor-faktor predisposisi yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi. Faktor pemungkin merupakan faktor-faktor yang
  • 11. memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Artinya faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan. Faktor lain yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah faktor penguat yaitu faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku misalnya perilaku orang lain atau petugas-petugas kesehatan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku berawal dari adanya pengalaman seseorang dan adanya dukungan dari faktor luar (lingkungan) baik fisik maupun non fisik, kemudian dipersepsikan, diyakini, sehingga menimbulkan motivasi dan niat untuk bertindak, yang pada akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa melakukan perilaku atau tindakan tertentu. Secara umum proses pembentukan perilaku seseorang dapat digambarkan dalam Gambar .1. sebagai berikut : Internal a. Persepsi Eksternal b. Pengetahuan a. Pengalaman c. Keyakinan Respons b. Fasilitas d. Motivasi Perilaku c. Sosio-budaya e. Niat f. Sikap Gambar 2.1. Skema Perilaku Sumber : Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo, (2003)
  • 12. C. Faktor – faktor yang Mempenggaruhi Perawatan Luka Kusta Menurut Siswono (2005) faktor-faktor yang mempenggaruhi perawatan luka kusta meliputi pengetahuan, pendapatan, sikap, dan sosial budaya. Tingkat pendidikan turut menetukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami suatu pengetahuan tentang perawatan luka dengan baik sesuai dengan mereka peroleh. Dari kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang lebih tanggap dengan manfaat perawatan luka kusta (Siswono, 2005). Pendidikan yang rendah, adat istiadat yang ketat serta nilai dan kepercayaan akan tahayul disamping tingkat penghasilan yang masih rendah, merupakan penghambat untuk perawatan luka. Pendidikan rata – rata penduduk yang masih rendah, sehingga perilaku masyarakat dalam merawat luka kusta masih rendah. Semakin tinggi pendidikan masyarakat semakin baik pula cara perawatan luka kusta di kalangan masyarakat (Suharjo, 2005). Pendapatan (ekonomi) keluarga adalah sejumlah penghasilan dari seluruh anggota keluarga baik dalam bentuk uang maupun barang yang dinilai dengan sejumlah beras. Tingkat pendapatan juga mempengaruhi dalam perawatan luka kusta. Diman Pendapatan yang cukup dapat memperoleh perawatan luka yang sesuai dengan pemanfaatan perawatan luka kusta. Sehingga dapat dikatakan, bahwa pendapatan juga berpenggaruh terhadap kesembuhan perawatan luka kusta, dimana
  • 13. perawatan luka kusta juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit serta diantara pendapatan dan perawatan luka sangat terkait (Berg, 1986). Tingkat pengetahuan dapat membentuk suatu sikap dan menimbulkan suatu perilaku di dalam kehidupan sehari – hari. Tingkat pengetahuan tentang perilaku perawatan luka kusta yang tinggi dapat membentuk sikap positif terhadap perawatan luka secara baik. karena penderita kusta bisa merawat lukanya sendiri sedangkan sikap yang negatif pada penderita kusta tidak bisa merawat lukanya sendiri dan tergantung dengan petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2003), pengetahuan mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari/rangsangan yang telah diterima dengan cara menyebutkan, menguraikan dan mendefinisikan. Misalnya, penderita kusta dapat menyebutkan macam-macam makanan tambahan (Depkes RI, 1999). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untukmenjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat mengintrepestasikan materi tesebut secara benar dengan cara menyimpulkan, meramalkan dan sebagianya. Aplikasi ( application ) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
  • 14. dipelajari. Aplikasi dapat diartikan penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya. Misalnya, penderita kusta dapat menjelaskan alasan mengapa perawatan luka perlu dilakukan. Analisis (analysis) Adalah suatu kemampuan untuk maenjabarkan materi suatu obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat ditunjukkan dengan menggambarkan, membedakan, mengelompokkan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Sintesis ( syntesis ) Adalah menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Ditunjukkan dengan dapat menyusun formulasi baru dari formulasi yang lama. Misalnya, penderita dapat melakukan perawatan lukanya dua kali sehari yaitu pagi dan sore dan evaluasi (evaluation ) ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakuakan penilaian terhadap suatu materi. Penilaian ini berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria- kriteria yang sudah ada (Notoatmodjo, 2003). Faktor lain yang dapat mempenggaruhi perilaku perawatan luka adalah Sikap (attitude) adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern, sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat langsung di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup sehingga sikap juga mempenggaruhi perawatan luka kusta karena
  • 15. penderita kurangnya kepercayaan diri terhadap akan kesembuhan lukanya (Notoatmodjo, 2002). Menurut Mar’at (1995) sikap terbagi menjadi 3 komponen meliputi komponen kognitif, komponen afektif, komponen konatif. Komponen kognitif (komponen perceptual) berisi kepercayaan yang berhubungan dengan hal – hal tentang bagaimana individu mempersiapkan terhadap objek sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui berisi tentang pandangan, keyakinan, pikiran dan pangalaman pribadi. Komponen afektif (komponen emosional) menunjukkan pada dimensi emosional subjektif individu atau evaluasi terhadap objek sikap baik yang positif maupun negatif. Sementara itu komponen konatif (komponen perilaku) adalah komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi/ kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapi. Ketiga komponen tersebut bersama–sama membentuk sikap yang utuh. Pada penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi, memegang peranan penting. Ketiga komponen tersebut tidak bisa berdiri sendiri, tetapi menunjukkan manusia sebagai suatu sistem kognitif yang berarti yang dipikirkan seseorang tidak akan terlepas dari perasannya (Mar’at, 1995). Pekerjaan pada penderita kusta tidak mendapat atau tidak bekerja karena dianggap tidak bisa bekerja selayaknya orang normal atau tidak mempunyai kecacatan fisik. Karena mereka tidak mendapat pekerjaa maka mereka
  • 16. dalam keluarganya tidak dibutuhkan atau dikucilkan dalam keluarganya. Sosial Budaya makhluk sosial dimana saling berinteraksi antara satu dengan lainnya. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu akan lebih besar terpapar informasi. Didaerah pedesaan kebanyakan masyarakat bahwa masyarakat tingggal di desa tersebut, penyebabnya adalah suatu kebiasaan (cultural) masyarakat yaitu tidak adanya kekerabatan antara individu yang terkena penyakit kusta sehingga penderita kusta merasa minder atau tersisihkan dari lingkungan dan tidak mau untuk menggobatkan lukanya tersebut (Wiryo, 2002).
  • 17. C. Kerangka Teori Faktor predisposisi: - Pengetahuan - pendidikan - Sikap - Sosial budaya - pendapatan Faktor pemungkin : Perilaku - Faktor jarak perawatan luka - Sarana dan prasarana kusta kesehatan Faktor penguat : - Sikap petugas kesehatan - Perilaku orang lain Gambar 2.2 Kerangka teori Sumber : Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) dan Siswono (2005)
  • 18. D. Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen Karakteristik perilaku kusta 1. Pendidikan Perilaku perawatan 2. Pengetahuan luka kusta 3. Sikap Gambar 2.3. Kerangka konsep E. Variabel penelitian 1. Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini meliputi tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan sikap. 2. Variabel Dependen Variabel dependen penelitian ini adalah perilaku perawatan luka kusta. F. Hipotesis Penelitian 1 Ada hubungan antara tingkat pendidikan dan perilaku perawatan luka kusta. 2 Ada hubungan anatara tingkat pengetahuan dan perilaku perawatan luka kusta. 3 Ada hubungan anatara sikap dan perilaku perawatan luka kusta.