Dokumen tersebut membahas tentang definisi ulama dan tiga macam kategori ulama menurut beberapa tokoh, yaitu: 1) ulama yang taat dan mengetahui hukum agama, 2) yang taat tapi tidak mengetahui hukum, 3) yang mengetahui hukum tapi tidak taat. Juga dibahas tentang peran penting ulama dalam masyarakat dan kebinasaan umat tanpa kehadiran ulama alim.
2. Kata ‘ulamâ’ (bentuk plural dari ‘âlim),
secara bahasa artinya orang yang berpengetahuan, ahli ilmu.
Kata sû’ adalah mashdar dari sâ’a–yasû’u–saw’an; artinya jelek, buruk atau jahat.
Dengan demikian, al-‘ulamâ’ as-sû’ secara bahasa artinya orang berpengetahuan atau
ahli ilmu yang buruk dan jahat.
Rasul saw. Bersabda:
Ingatlah, sejelek-jelek keburukan adalah keburukan ulama dan sebaik-baik kebaikan
adalah kebaikan ulama.
(HR ad-Darimi).
Apa itu ulama..??
3. Peran ulama..??
Peran ulama menentukan kebaikan dan keburukan masyarakat. Ad-Darimi menuturkan,
ketika Said bin Jubair ditanya tentang tanda-tanda
kebinasaan masyarakat, ia menjawab,
“Jika ulama mereka telah rusak.“
4. 1
• seseorang
yang hidup dalam ilmunya dan orang lain hidup
bersamanya dalam ilmunya itu.
2
• Kedua : seseorang yang hidup dalam ilmunya,
tetapi tidak seorang pun hidup bersamanya dalam
ilmunya itu.
3
• Ketiga: seseorang yang orang lain hidup
bersamanya dalam ilmunya,
tetapi hal itu menjadi bencana baginya.
Abu Muslim al-Khaulani mengatakan, bahwa ulama itu tiga macam
5. 1
• Pertama: orang yang takut kepada Allah dan
mengetahui hukum-hukum-Nya. Itulah orang alim yang
sempurna.
2
• Kedua: orang yang takut
kepada Allah tetapi tidak mengetahui hukum-hukum-Nya..
3
• Ketiga: orang yang mengetahui hukum-hukum Allah, tetapi
tidak takut kepada-Nya; dialah orang alim yang jahat
(al-’âlim al-fâjir).
Ibn Abi Hatim menuturkan dari jalan Sufyan ats-Tsauri,dari
Abu Hayan at-Taymi,bahwa ulama itu juga ada tiga golongan.
6. ulama sû’ atau fâjir, ilmu yang dimiliki tidak dijadikan penuntun. Ia tidak
beramal sesuai dengan ilmu yang ia ketahui. Asy-Syathibi mengatakan,
“Ulama sû’ adalah ulama yang tidak beramal sesuai dengan apa yang ia ketahui.”
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan
ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya
yang rendah,(Al-A'raaf :176)
7. Di antara ulama sû’ itu adalah ulama salathîn, yaitu ulama yang
menjadi stempel penguasa. Anas bin Malik ra. menuturkan sebuah
hadis:
Kebinasaan bagi umatku (datang) dari ulama sû’; mereka menjadikan ilmu
sebagai barang dagangan yang mereka jual kepada para penguasa masa mereka
untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri.
Allah tidak akan memberikan keuntungan dalam Perniagaan mereka itu.
(HR al-Hakim)
8. Muadz bin Jabal membagi ulama sû’ di dalam tujuh
tingkatan neraka.
Tingkat pertama: ulama yang jika mengingatkan manusia, ia bersikap kasar; jika diingatkan manusia, ia menolak
dengan tinggi hati.
Tingkat kedua: ulama yang menjadikan ilmunya alat untuk mendapatkan pemberian penguasa.
Tingkat ketiga: ulama yang menahan ilmunya (tidak menyampaikannya).
Tingkat keempat: ulama yang memilih-milih pembicaraan dan ilmu guna menarik wajah orang-orang dan ia tidak
memandang orang-orang yang memiliki kedudukan rendah..
Tingkat kelima: ulama yang mempelajari berbagai perkataan dan pembicaraan orang Nasrani dan Yahudi guna
memperbanyak pembicaraannya.
Tingkat keenam: ulama yang mengangkat dirinya sendiri seorang mufti dan ia berkata kepada orang-orang,
“Bertanyalah kepadaku.” Orang itu ditulis di sisi Allah sebagai orang yang berpura-pura atau memaksakan diri dan
Allah tidak menyukai orang demikian.
Tingkat ketujuh: ulama yang menjadikan ilmunya sebagai kebanggaan dan kepuasan intelektual saja.
10. al-Ghazali mengingatkan, “Hati-hatilah terhadap tipudaya ulama sû’.
Sungguh, keburukan mereka bagi agama lebih buruk daripada setan.
Sebab,melalui merekalah setan mampu menanggalkan agama dari hati kaum Mukmin.
Atas dasar itu, ketika Rasul saw ditanya tentang sejahat-jahat makhluk,
Beliau menjawab, “Ya Allah berilah ampunan.”
Beliau mengatakannya sebanyak tiga kali, lalu bersabda,
“Mereka adalah ulama sû’.”
11.
12. Kedudukan Ulama :
• Sebagai pewaris para Nabi
• Hamba Allah yang memiliki iman yang
kokoh dan berilmu.
• Laksana air yang mutlak diperlukan.
13. Peran Ulama&Tokoh saat ini :
Memimpin umat
Menjaga umat dan nilai-nilai islam
Menerangi penguasa dan rakyat dalam kegelapan
Motivator perubahan
Rujukan umat
14. dalam kitab Mathaalib Ulin Nuha fii Syarhi Ghayatil Muntaha dinyatakan:
“…(dan mengangkat imam itu adalah fardhu kifayah) karena manusia memang membutuhkan hal tersebut
untuk menjaga kemurnian (agama), memelihara konsitensi (agama), menegakkan had, menunaikan hak-hak,
dan amar makruf serta nahi munkar”. (Al ‘Allamah Asy Syeikh Musthafa bin Sa'ad bin Abduh As Suyuthi Ad
Dimasyqi Al Hanbali, Mathalibu Ulin Nuha fii Syarhi Ghayatil Muntaha, juz 18 hal. 381 )
15. Sikap Ulama & Tokoh :
Tidak berdiam diri ketika kebenaran diabaikan
Tidak melegitimasi kemaksiatan
Tidak menyembunyikan kebenaran(haq)
Tegas terhadap kekufuran
Peduli terhadap lingkungan
Istiqamah dan optimis
16. Kesimpulan :
• Umat akan berubah jika, ditengah-tengah mereka hadir
ulama pewaris nabi.
• Perubahan memerlukan proses dan perjuangan yang
optimal
• Bekerja keras bersama seluruh komponen untuk
menciptakan lingkungan yang diridhoi Allah SWT.
• Haruslah menjadi keyakinan bahwa tidak akan pernah
ada kemulian kecuali dengan Islam.
17. Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama .
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
(Q.s.Faathir:48)