SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  124
Télécharger pour lire hors ligne
BAB I PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah satu dari empat
tahapan       perencanaan           pembangunan   yang   meliputi   penyusunan,   penetapan,
pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan. Sebagai suatu
tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan secara sistematis dengan
mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi untuk menilai sejauh mana
pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan tersebut dilaksanakan. Peraturan
Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan. Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah (Bappenas) berkewajiban untuk
melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN tersebut.

Saat ini telah ditetapkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014. Siklus
pembangunan jangka menengah lima tahun secara nasional tidak selalu sama dengan
siklus pembangunan 5 tahun di daerah, begitu juga dengan provinsi Bengkulu. Sehingga
penetapan RPJMN 2010-2014 ini tidak bersamaan waktunya dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bengkulu yang akan
berakhir pada Nopember 2010. Hal ini menyebabkan prioritas-prioritas pembangunan
dalam RPJMD Provinsi Bengkulu tidak selalu mengacu pada prioritas-prioritas RPJMN
2010-2014. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi relevansi prioritas/program antara RPJMN
dengan RPJMD Provinsi Bengkulu.

Di dalam pelaksanaan evaluasi ini, dilakukan dua bentuk evaluasi yang berkaitan dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Yang pertama adalah
evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan yang kedua penilaian keterkaitan
antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014. Metode yang digunakan dalam evaluasi
pelaksanaan RPJMN 2004-2009 adalah Evaluasi ex-post untuk melihat efektivitas (hasil
dan dampak terhadap sasaran) dengan mengacu pada tiga agenda RPJMN 2004 - 2009
yaitu agenda Aman dan Damai; Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat. Untuk mengukur kinerja yang telah dicapai pemerintah atas

■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                1
pelaksanaan ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi dan analisis indikator
pencapaian. Sedangkan metode yang digunakan dalam evaluasi relevansi RPJMD
Provinsi Bengkulu dengan RPJMN 2010-2014 adalah membandingkan keterkaitan 11
prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya dengan prioritas daerah. Selain itu juga
mengidentifikasi potensi lokal dan prioritas daerah yang tidak ada dalam RPJMN 2010-
2014. Adapun prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014 adalah 1) Reformasi
Birokrasi dan Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3) Kesehatan, 4) Penanggulangan
Kemiskinan, 5) Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur, 7) Iklim Investasi dan Iklim
Usaha, 8) Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, 10) Daerah
Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik, 11) Kebudayaan, Kreativitas dan
Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1) Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2)
Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3) Perekonomian lainnya.

Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada perencanaan
pembangunan daerah dan untuk perbaikan kualitas perencanaan di daerah di Provinsi
Bengkulu. Selain itu, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah
dalam mengambil kebijakan pembangunan daerah guna meningkatkan efektivitas dan
relevansinya dengan pembangunan nasional.

Pelaksanaan EKPD dilakukan secara eksternal untuk memperoleh masukan yang lebih
independen terhadap pelaksanaan RPJMN di daerah. Berdasarkan hal tersebut,
Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan melaksanakan kegiatan Evaluasi
Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) yang bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi
selaku evaluator eksternal dan dibantu oleh stakeholders daerah. Di provinsi Bengkulu
pelaksanaan EKPD 2010 dilaksanakan oleh Universitas Bengkulu (UNIB) bekerjasama
dengan Bappenas yang pelaksanaannya mengacu pada panduan yang dibuat oleh
Bappenas.


B. Tujuan dan Sasaran
    Tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2010 ini adalah:
    1. Untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dapat memberikan
         kontribusi pada pembangunan di daerah;
    2. Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam
         RPJMN        2010-2014          dengan   prioritas/program   yang   ada   dalam   Rencana
         Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bengkulu.

■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                            2
 
Sasaran yang diharapkan dari kegiatan ini meliputi:
    1. Tersedianya data/informasi dan penilaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di
         Provinsi Bengkulu;
    2. Tersedianya data/informasi dan penilaian keterkaitan RPJMD Provinsi Bengkulu
         dengan RPJMN 2010-2014.




C. Keluaran
    Hasil yang diharapkan dari kegiatan EKPD 2010 di Provinsi Bengkulu adalah sebagai
    berikut:
    1. Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian (kinerja) pelaksanaan RPJMN 2004-
         2009 di Provinsi Bengkulu;
    2. Tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan RPJMD Provinsi Bengkulu dengan
         RPJMN 2010-2014.




■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                        3
BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004 – 2009



A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI

A.1. Indikator

Indikator yang digunakan untuk mewujudkan agenda pembangunan Indonesia yang aman
dan damai dapat dilihat pada tabel berikut.


         Tabel 2.1. Indikator Agenda Pembangunan Indonesia yang Aman dan Damai
    No               Indikator                Satuan    2005    2006    2007    2008    2009
     1    Jumlah Kriminalitas yang Terjadi    Kasus     2.130   2.686   2.510   2.779   2.335
     2    Penyelesaian Kasus Kejahatan        Persen    91,61   75,55   88,62   99,24   92,26
          Konvensional
    3     Penyelesaian Kasus Kejahatan        Persen                    66.60   80.00   73.33
          Transnasional




A.2. Analisis Pencapaian Indikator

     1. Jumlah dan Jenis Kriminalitas

     Data indeks kriminalitas yang dibutuhkan untuk mengukur capaian kinerja pemerintah
     daerah dalam mewujudkan kehidupan yang aman dan damai belum tersedia,
     sehingga yang dijadikan sebagai pedoman adalah kuantitas tindak kriminalitas yang
     terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat Provinsi Bengkulu.

     Data menunjukkan bahwa tindak kriminalitas konvensional yang terjadi di Provinsi
     Bengkulu dalam kurun waktu 5 tahun terakhir masih berfluktuasi dengan frekuensi
     jenis kriminalitas tertentu menurun, sebaliknya terhadap jenis kriminalitas lainnya
     terjadi peningkatan.

     Jenis kejahatan lain-lain sebagaimana dimaksud dalam data tabel 1 (lampiran)
     meliputi      penipuan,        penggelapan,   pemalsuan,   pengeroyokan,    pengrusakan,
     penyerobotan tanah, kekerasan dalam rumah tangga, penganiayaan ringan,
     pencemaran nama baik, porno-aksi atau porno-grafi, perzinahan, dan perbuatan tidak
     menyenangkan. Untuk melihat perkembangan jumlah kejahatan yang terjadi
     dalam kehidupan masyarakat Provinsi Bengkulu Tahun 2005-2009 digambarkan
     dalam bentuk grafik di bawah ini.

■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                           4
 
Gambar 2.1. Perkembangan Jumlah Kejahatan yang Terjadi dengan
 Tingkat Kemiskinan dan Tingkat Pengangguran di Provinsi Bengkulu, Tahun 2005-2009

      25.000
                                                23.00         22.13
                           22.18                                              20.64
      20.000
                                                                                               18.59
      15.000


      10.000
                          6.15                 6.04
                                                             4.68            4.90
        5.000
                                                                              2.779
                                                                                               5.31
                           2.130               2.686          2.510
                                                                                               2.335
        0.000
                       2005               2006            2007             2008           2009

                                 Jumlah Kejahatan       Pengangguran (%)      Kemiskinan (%)


    Mencermati angka kriminalitas yang terjadi dapat dinyatakan, bahwa pelaksanaan
    program pembangunan yang bertujuan mewujudkan kehidupan masyarakat yang
    damai dan aman secara umum sudah memperlihatkan capaian yang memuaskan,
    namun belum optimal, karena frekuensi kriminalitas dari tahun ke tahun masih
    berfluktuasi, tahun 2005 sebanyak 2.130 kasus, meningkat drastis menjadi 2.686
    kasus tahun 2006, pada tahun 2007 menurun menjadi 2.510 kasus, namun tahun
    2008 meningkat lagi menjadi 2.779 kasus, kemudian pada tahun 2009 menurun
    menjadi 2.335 kasus. Memang mewujudkan kehidupan yang damai dan aman dengan
    nol kriminalitas adalah mustahil, namun masyarakat masih menaruh harapan pada
    pemerintah daerah dan aparatur penegak hukum untuk melakukan upaya menekan
    frekuensi kriminalitas makin kecil, sehingga secara psikologis setiap individu
    merasakan jaminan perlindungan dan jaminan rasa aman dan damai dalam
    kehidupan bermasyarakat.

    Data jenis kriminalitas tabel 1 (Lampiran), menunjukkan masih tingginya ancaman
    rasa aman bagi setiap individu dalam masyarakat, terutama rasa aman dalam
    keselamatan jiwa raga, dan rasa aman dalam kepemilikan harta benda. Hal ini
    disebabkan masih tingginya kriminalitas menyangkut harta benda seseorang dan jiwa
    seseorang.

    Tahun 2007 frekuensi kriminalitas menyangkut harta benda, terutama kasus
    pencurian dengan pemberatan menunjukkan tren meningkat, dari 304 kasus tahun
    2006 menjadi 684 kasus. Tahun 2008 mencerminkan optimalisasi kinerja pemerintah,
    sehingga dapat menurunkan frekuensi kasus serupa menjadi 571 kasus, namun tahun

■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                            5
2009 naik menjadi 573 kasus. Tahun 2009 frekuensi kriminalitas menyangkut harta
    benda, terutama kasus pencurian kendaraan bermotor meningkat menjadi 313 kasus
    dibanding kasus serupa tahun 2008 sebanyak 209 kasus, dan kasus pencurian
    dengan kekerasan menjadi 130 kasus, sedangkan tahun 2008 hanya 108 kasus.

    Keadaan meningkatnya kriminalitas terhadap harta benda, dapat dikategorikan
    sebagai kriminalitas yang bermotif ekonomi, artinya pelaku melakukan kejahatan
    karena didorong masalah kebutuhan ekonomi, yang sering memiliki keterkaitan erat
    dengan persoalan kemiskinan dan pengangguran.

    Apabila dihubungkan dengan angka kemiskinan Provinsi Bengkulu tahun 2007
    (22,13%), 2008 (20,64) dan 2009 (18,59%) dan data jumlah pengangguran dalam
    tahun yang sama yaitu 4,68% tahun 2007, 4,90% tahun dan 5,31% tahun 2009 maka
    dapat disimpulkan meningkatnya tindak kriminalitas kejahatan terhadap harta benda
    disebabkan oleh keadaan ekonomi pelakunya.

    Tahun 2009 tindak kriminalitas menyangkut keselamatan badan dan jiwa seseorang
    meningkat, terutama penganiayaan berat, justru meningkat dibanding tahun 2008,
    padahal dalam 4 tahun sejak 2006 tren kejahatan bidang ini selalu menurun. Demikian
    juga tindak kriminal pembunuhan sejak tahun 2006 hingga tahun 2008 trennya
    menurun, namun tahun 2009 kasus pembunuhan justru meningkat. Penyebab
    terjadinya kejahatan terhadap jiwa orang seperti pembunuhan, penganiayaan berat,
    pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, dan pencemaran nama baik
    seseorang, banyak disebabkan oleh kurangnya kesadaran terhadap nilai-nilai moral,
    agama, dan nilai-nilai sosial dalam kehidupan bersama.

    Rekomendasi Kebijakan
    Rekomendasi yang dapat diberikan untuk menekan penurunan angka kriminalitas
    tersebut antara lain:
    a) Pemerintah daerah harus meningkatkan program penanggulangan kemiskinan,
         dengan membuka lapangan perkerjaan atau memperluas kesempatan kerja,
         sehingga dapat mengurangi pengangguran dan makin banyak warga yang
         memperoleh penghasilan layak.
    b) Pemerintah daerah perlu melakukan program penguatan peran anak-anak dan
         remaja      dalam       berbagai   organisasi   kepemudaan   seperti   karang   taruna,
         kepramukaan, organisasi intra sekolah, perhimpunan kegiatan seni, olah raga dan

■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                         6
 
lain-lain sebagai sarana pembinaan mental anak dan remaja, sehingga dapat
         mengurangi tindak kriminalitas yang disebabkan kenakalan remaja.
    c) Perlu dipertimbangkan kebijakan meningkatkan rasio ideal aparatur keamanan
         untuk setiap jiwa penduduk, setidaknya dalam waktu singkat melakukan penataan
         penempatan aparatur keamanan pada daerah yang rawan kriminalitas, baik
         daerah perdesaan maupun lokasi tertentu pada kawasan perkotaan.
    d) Perlu dilakukan program peningkatan partisipasi setiap individu warga masyarakat
         dalam pemeliharaan ketertiban umum, seperti menerapkan sistem penjagaan
         keamanan lingkungan (siskamling) pada situasi krisis ekonomi, yang dibarengi
         dengan program peningkatan kesadaran hukum masyarakat melalui penyuluhan
         hukum.


    2. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional

    Persentasi penanganan kasus tindak pidana kejahatan konvensional dalam kurun
    waktu 5 tahun terakhir (2005-2009), antara jumlah kasus kejahatan konvensional yang
    dilaporkan dengan yang ditangani dan ditindaklanjuti di Provinsi Bengkulu dari tahun
    ke tahun menunjukkan angka yang berfluktuasi.

    Untuk melihat indikator persentase perkembangan jumlah penyelesaian kasus
    kejahatan konvensional yang dilaporkan dengan yang disidang dalam kurun waktu
    2005 sampai dengan 2009, digambarkan dalam grafik di bawah ini

             Gambar 2.2. Perkembangan Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan
            Konvensional yang Dilaporkan dengan yang Disidang di Provinsi Bengkulu,
                                      Tahun 2005 – 2009


       1800
                                                                   1618                                1655
       1600                                                                        1464
                          1360                 1352
       1400                                                                                            1527
                                                                   1434              1453
       1200
                         1246
       1000                                       981
        800
        600
        400
        200               91.62                72.56               88.63             99.25             92.27
          0
                      2005                 2006                2007              2008              2009

                Jumlah Kasus yang Dilaporkan            Jumlah Perkara yang Disidangkan      % Penyelesaian




■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                                    7
Berdasarkan data tabel 2 (Lampiran) menunjukkan peningkatan kinerja aparatur
    penegak hukum yang makin membaik, yang didukung kesadaran hukum masyarakat
    menggunakan jalur hukum (litigasi) dalam menyelesaikan setiap kasus hukum yang
    dihadapinya. Banyaknya laporan perkara adalah representatif kesadaran hukum, dan
    banyaknya laporan yang berhasil diselesaikan adalah representatif kinerja aparatur
    penegak        hukum.       Tahun       2006     persentase    penyelesaian    perkara   kejahatan
    konvensional yang dilaporkan sangat rendah (75,55%) capaian ini turun drastis
    dibanding tahun sebelumnya (91,61%).

    Penurunan capaian persentase penyelesaian kasus dapat disebabkan oleh dua
    keadaan, yaitu pertama, korban kejahatan mencabut laporan polisi selanjutnya
    memilih penyelesaian nonlitigasi, seperti perdamaian, dengan demikian kasus tidak
    perlu dilanjutkan ke tingkat persidangan pengadilan. Kedua, pengaduan atau laporan
    kejahatan yang disampaikan oleh korban tidak didukung bukti-bukti yang cukup kuat,
    akibatnya aparatur penegak hukum tidak dapat meneruskan penyelesaian kasus
    sampai ke tingkat persidangan pengadilan, sehingga penyidikan dihentikan.

    Tahun 2008 capaian persentase penyelesaian perkara yang dilaporkan dan yang
    disidangkan sangat tinggi (99,24%), capaian ini menunjukkan makin meningkatnya
    kesadaran hukum masyarakat, di mana kasus yang dilaporkan didukung bukti yang
    cukup dan konsistensi memilih cara penyelesaian litigasi. Selain persentase itu
    dipengaruhi pula oleh kualitas kinerja aparatur hukum yang makin meningkat, dengan
    jumlah yang makin bertambah, seiring dengan adanya kebijakan pemekaran wilayah
    kabupaten (9 kabupaten dan 1 kota) yang diikuti kebijakan pemekaran kecamatan
    (120 kecamatan), sehingga masyarakat makin mudah mengakses pelayanan hukum.

    Bardasarkan data persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional, dapat
    dikatakan bahwa upaya mewujudkan kehidupan yang aman dan damai sudah
    memuaskan. Pemerintah daerah sudah memperlihatkan komitmen yang tinggi, antara
    lain menambah satuan kerja pelayanan hukum dengan dibentuknya institusi
    kepolisian kecamatan, kabupaten pemekaran, dibentuknya institusi kejaksaan dan
    pengadilan        di   setiap        kabupaten    pemekaran,    sehingga      makin   memudahkan
    masyarakat dalam mengakses pelayanan hukum.




■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                               8
 
Rekomendasi Kebijakan
    Rekomendasi yang dapat diberikan, bahwa keberhasilan dalam penyelesaian kasus-
    kasus kejahatan konvensional dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama
    kuatnya komitmen dari berbagai pihak terkait dan tingginya konsistensi antara
    perencanaan dan pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk
    memberantas kejahatan-kejahatan konvensional. Oleh karena itu, pemerintah dan
    pemerintah daerah perlu merumuskan strategi yang lebih efektif yang bertujuan untuk
    mendorong peningkatan komitmen pihak-pihak terkait dalam pencegahan tindak
    kriminalitas (kejahatan konvensional) termasuk memberikan reward bagi setiap
    individu      yang     berpartisipasi      dalam   pencegahan   kejahatan   dan   memberikan
    punishment hukuman yang lebih berat terhadap pelaku kejahatan konvensional yang
    terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kejahatan yang didakwakan padanya,
    sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi yang lainnya untuk tidak melakukan
    kejahatan serupa. Selain itu, peningkatan kesadaran hukum masyarakat masih perlu
    ditingkatkan melalui pelbagai program penerangan atau penyuluhan hukum, sehingga
    seua lapisan masyarakat memiliki pengetahuan hukum yang memadai, kondisi ini
    sangat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan
    kejahatan konvensional atau penegakan hukum pada umumnya.


    3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional
    Berdasarkan data yang ada pada instansi penegak hukum dalam wilayah Provinsi
    Bengkulu (kepolisian, kejaksaan, pengadilan) jumlah tindak pidana yang bersifat
    transnasional dalam wilayah hukum Provinsi Bengkulu relatif sedikit, dibanding
    kejahatan konvensional. Kasus-kasus kejahatan transnasional mulai terjadi tahun
    2007 dengan jenis kejahatan berupa penyelundupan senjata api dan perdagangan
    manusia, sedangkan kasus transnasional lainnya seperti perompakan, narkoba yang
    melibatkan pelaku orang asing, money loundering dan cyber crime sampai saat
    sekarang ini belum ada laporan masyarakat.

    Persentasi penanganan kasus tindak pidana kejahatan transnasional dalam kurun
    waktu 3 tahun terakhir yaitu sejak tahun 2007 sampai dengan 2009, antara jumlah
    kasus kejahatan transnasional yang dilaporkan dengan yang ditangani dan
    ditindaklanjuti di Provinsi Bengkulu menunjukkan angka yang berfluktuasi dari tahun
    ke tahun dengan persentase terendah sebesar 66,66% pada tahun 2007 dan
    persentase tertinggi sebesar 80% pada tahun 2008. Beberapa kasus kejahatan
    transnasional yang tidak tertangani disebabkan laporan kasus yang disampaikan

■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                    9
korban atau saksi pelapor tidak memiliki cukup bukti, sehingga tidak dapat
    dilimpahkan ke tahap persidangan pengadilan.

    Perkembangan persentase jumlah penyelesaian kasus kejahatan transnasional yang
    dilaporkan dengan yang disidang dalam kurun waktu 2007 sampai dengan 2009,
    digambarkan dalam grafik di bawah ini

      Gambar2.3. Persentase Jumlah Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional yang
                  Dilaporkan Dengan yang Disidang, Tahun 2007 – 2009


           90
           80                                                       80.00
           70
                                 66.67                                                         73.33
           60
           50
           40
           30
           20                                                                                  15
           10                   3                              5
                                                                                               11
            0                                                   4
                                 2
                             2007                            2008                           2009

                              Jumlah Kasus yang Dilaporkan            Jumlah Perkara yang Disidangkan
                              % Penyelesaian Perkara




    Data tabel 3 (Lampiran) menunjukkan bahwa tahun 2009 jumlah kasus kejahatan
    transnasional mengalami peningkatan drastis dibanding tahun sebelumnya. Data ini
    harus dipahami secara positif, bahwa terjadinya kejahatan transnasional tidak dapat
    dipisahkan        dari    keberhasilan       program        pembangunan            daerah,      antara   lain
    pembangunan bidang perhubungan dan transportasi, sehingga daerah ini makin
    terbuka dan mudah dijangkau oleh masyarakat nasional maupun internasional. Dilihat
    dari persentase penyelesaian kasus kejahatan transnasional tahun 2009 sebesar
    73,33%, ini menunjukkan bahwa aparatur hukum khususnya dan pemerintah daerah
    umumnya sudah siap mengantisipasi kemungkinan terjadinya jenis kejahatan yang
    bersifat transnasional sebagai konsekuensi logis dari keberhasilan pembangunan.

    Apabila dikaitkan dengan tujuan pembangunan, yakni mewujudkan Indonesia yang
    aman dan damai, maka persentase jumlah kasus kejahatan transnasional yang
    berhasil ditangani sebagaimana data tabel 3 (lampiran), menunjukkan kinerja aparatur
    penegak hukum sudah memuaskan, meskipun masih ada beberapa kasus yang
    belum terselesaikan, hal itu bukan disebabkan menurunnya komitmen aparatur


■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                                         10
 
hukum, melainkan karena secara teknis yuridis kasus tersebut tidak didukung alat
    bukti yang kuat, sehingga tidak dapat diproses secara hukum.

    Keberhasilan program pembangunan mewujudkan kehidupan yang damai dan aman
    tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah dalam menyediakan
    sumber daya aparatur penegak hukum, baik secara kuantitas maupun kualitas,
    sehingga terjadi peningkatan rasio aparatur hukum dengan jiwa masyarakat yang
    harus dilindungi. Kebijakan kemitraan aparatur hukum dan masyarakat, baik secara
    individual maupun kelompok dalam pencegahan dan penanggulangan kejahatan,
    merupakan salah satu model kebijakan yang dapat dijadikan alternatif mengantisipasi
    terjadinya kejahatan-kejahatan yang bersifat transnasional.

    Di samping itu, secara khusus dalam penyelesaian kasus-kasus kejahatan
    transnasional dibutuhkan komitmen dan konsistensi tinggi dari berbagai pihak terkait
    dalam penegakan hukum. Pemerintah daerah harus merumuskan strategi yang lebih
    efektif yang bertujuan untuk mendorong peningkatan komitmen aparatur hukum dan
    mendorong tumbuhnya peran serta masyarakat dalam pencegahan kejahatan
    transnasional.


    Rekomendasi Kebijakan

    Keberhasilan dalam penyelesaian kasus-kasus kejahatan transnasional dapat
    dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama kuatnya komitmen dari berbagai pihak
    terkait dan tingginya konsistensi antara perencanaan dan pelaksanaan dari kebijakan-
    kebijakan yang ditujukan untuk memberantas kejahatan-kejahatan transnasional. Oleh
    karena itu, pemerintah dan pemerintah daerah perlu merumuskan strategi yang lebih
    efektif yang bertujuan untuk mendorong peningkatan komitmen pihak-pihak terkait
    dalam       pencegahan           tindak    kriminalitas   (kejahatan   transnasional)   termasuk
    memberikan reward bagi setiap individu yang berpartisipasi dalam pencegahan
    kejahatan dan memberikan punishment hukuman yang lebih berat terhadap pelaku
    kejahatan transnasional yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
    kejahatan yang didakwakan padanya, sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi
    yang lainnya untuk tidak melakukan kejahatan serupa.

    Di samping itu, peningkatan kesadaran hukum masyarakat masih perlu ditingkatkan
    melalui pelbagai program penerangan/penyuluhan hukum. Selanjutnya keberhasilan
    program mewujudkan kehidupan yang damai dan aman tidak terlepas dari
    keberhasilan pemerintah dan pemerintah daerah dalam menambah lapangan kerja
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                       11
dan memperluas kesempatan kerja, sehingga setiap individu memiliki pekerjaan dan
         penghasilan, kondisi ini sangat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam
         upaya pencegahan kejahatan transnasional atau penegakan hukum pada umumnya.




B. AGENDA MEWUJUDKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS

B. 1. Indikator

Indikator yang digunakan untuk mewujudkan agenda pembangunan Indonesia yang Adil
dan Demokratis dapat dilihat pada tabel berikut.


          Tabel 2.2. Indikator Agenda Pembangunan Indonesia yang Adil dan Demokratis

    No              Indikator            Satuan   2004   2005    2006    2007    2008    2009
    1      Pelayanan Publik
           Kasus Korupsi yang            Persen          97.00   94.00   94.00   94.00   89.00
           Tertangani
           Jumlah Kab./Kota Yang         Persen          33.33   44.44   55.56   60.00   80.00
           Memiliki Perda Pelayanan
           Satu Atap,
           Persentase Kab/kota Yang      Persen            -       -       -     11.11   20.00
           Memiliki Pelaporan Wajar
           Tanpa Pengecualian (WTP)
    2      Demokrasi
           Gender Development Index               62.3   63.9    65.3    66.9    68.27
           (GDI)
           Gender Empowerment                     56.4   58.8    60.0    61.8    71.76
           Meassurement (GEM)




B.2. Analisis Pencapaian Indikator
2.1. Pelayanan Publik
2.1.1. Persentase Kasus Korupsi yang Tertangani dibandingkan dengan yang
       Dilaporkan

         Persentasi penanganan kasus tindak pidana korupsi dalam kurun waktu 5 tahun
         terakhir (2005-2009), antara jumlah kasus korupsi yang dilaporkan dengan yang
         ditangani dan ditindaklanjuti di Provinsi Bengkulu dari tahun ke tahun menunjukkan
         angka yang berfluktuasi. Tahun 2006 kinerja aparatur hukum dalam penyelesaian
         laporan tindak pidana korupsi menunjukkan hasil yang sangat memuaskan dengan
         capaian persentase 87,50%. Capaian ini menunjukkan pemerintah dan aparatur

■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                       12
 
hukum masih konsisten dengan komitmennya yang menyatakan perang melawan
      korupsi.

      Tahun 2009 kinerja aparatur hukum dalam penyelesaian laporan tindak pidana
      korupsi menurun drastis, dengan tingkat persentase 43,24%. Sangat ironis, di satu
      sisi pemerintah menyatakan komitmennya memberantas korupsi dan mengajak
      masyarakat berpartisipasi melaporkan temuan-temuan yang berindikasi korupsi,
      namun di sisi lain pemerintah, terutama aparatur hukum pemegang kewenangan
      penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi, baik kepolisian daerah maupun
      kejaksaan tinggi, terkesan lamban bahkan mungkin sengaja membiarkan laporan-
      laporan tindak pidana korupsi menggantung tanpa kejelasan dan kepastian hukum.
      Penyebab lambannya kinerja pemberantasan korupsi yang sering dijadikan alasan
      oleh aparatur hukum adalah lamanya waktu menunggu hasil audit kerugian negara
      yang dilakukan auditor BPK/BPKP Perwakilan Bengkulu. Penyebab lain, banyaknya
      laporan tindak pidana korupsi yang disampaikan masyarakat tidak didukung oleh
      bukti yang kuat, sehingga tidak dapat dimasukkan dalam registrasi perkara artinya
      secara hukum perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut tidak bisa diselesaikan,
      namun kendatipun demikian aparatur hukum tetap tidak konsisten, seharusnya jika
      memang tidak cukup bukti, demi kepastian hukum harus dilakukan pemberhentian
      penyidikan.

      Untuk melihat perkembangan persentase jumlah kasus korupsi yang dilaporkan
      dengan yang disidang dalam kurun waktu 2005 sampai dengan 2009, digambarkan
      dalam grafik di bawah ini.

          Gambar 2.4. Perkembangan persentase jumlah Kasus Korupsi yang Dilaporkan
               Dengan yang Disidang di Provinsi Bengkulu, Tahun 2005 - 2009

    120

    100                97                  94                 94                    94
                                                                                                       89
     80               82.35                87.50                                   77.27
                                                              75.00
     60
                                                                                                       43.24
     40                                                                                                37
                                           24                                     22
     20
                     17
                                           21                8                    17                   16
                      14
      0                                                          6
                  2005                 2006                2007                2008               2009

                            Jumlah Kasus yang Dilaporkan             Jumlah Perkara yang Disidangkan
                            % Penyelesaian Provinsi                  % Penyelesaian Nasional


■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                                    13
Apabila kinerja aparatur hukum dalam penyelesaian laporan tindak pidana korupsi
    dikaitkan dengan salah satu tujuan/sasaran pembangunan daerah, yaitu untuk
    melakukan pemberantasan korupsi, maka dapat dikatakan bahwa capaian hasil
    pembangunan daerah di bidang ini sangat tidak memuaskan. Terbukti dari rendahnya
    capaian persentase laporan tindak pidana korupsi yang berhasil diselesaikan. Jika
    dibandingkan dengan rata-rata nasional, maka kinerja aparatur hukum daerah tidak
    lebih baik dari capaian pembangunan nasional. Sebagaimana data pada Tabel 4
    (lampiran) persentase jumlah kasus korupsi yang ditangani di Provinsi Bengkulu
    masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan persentase yang dicapai di tingkat
    nasional. Hal ini memberikan implikasi rendahnya kemauan politik pemerintah daerah
    Provinsi Bengkulu dalam memberantas tindak pidana korupsi, artinya penempatan
    salah satu tujuan pembangunan daerah, yaitu untuk melakukan pemberantasan
    korupsi, masih sebatas retorika politik.

    Rekomendasi Kebijakan
    Rekomendasi yang patut diberikan bahwa faktor utama yang menentukan
    keberhasilan penyelesaian kasus-kasus korupsi adalah kemauan politik kepala
    pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah yang konsisten menjalankan
    rencana dan pelaksanaan dari setiap kebijakan yang ditujukan untuk memberantas
    korupsi. Meskipun berbagai strategi dan instrumen hukum pemberantasan korupsi
    yang ada sudah cukup memadai, namun betapa pun sempurnanya instrumen hukum
    dan strategi yang dibuat, korupsi akan tetap terjadi, tanpa komitmen pemimpin (kepala
    negara dan kepala daerah) yang bersungguh-sungguh memberantas korupsi.

    Profesionalitas lembaga pengawasan fungsional inspektorat daerah perlu lebih
    difungsikan dengan menempatkan tenaga auditor fungsional yang lulus sertifikasi
    auditor nasional. Selain itu perlu dilakukan upaya mendekatkan pengawas eksternal
    ke setiap SKPD, konkritnya BPK sebaiknya memiliki kantor perwakilan di setiap
    kabupaten/kota. Partisipasi individu dan kelompok masyarakat dalam mengawasi
    penggunaan anggaran dan barang milik negara dan daerah, juga perlu ditingkatkan,
    melalui pembukaan akses pengawasan langsung masyarakat, pengawasan media
    massa, sehingga dapat menutup peluang terjadinya korupsi. Untuk itu, agar partisipasi
    individu warga masyarakat, kelompok orang dalam mengontrol kebijakan penggunaan
    anggaran dan barang oleh aparatur pemerintah, dapat berjalan optimal, maka kepada
    masyarakat perlu diberikan pembelajaran hukum dan jaminan keamanan bagi individu
     maupun kelompok orang yang menjadi pelapor kasus korupsi.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                 14
 
2.1.2. Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Peraturan Daerah Pelayanan Satu
       Atap

      Sembilan daerah kabupaten dan satu kota dalam wilayah Provinsi Bengkulu hampir
      semuanya sudah memiliki Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu, yang pengaturannya
      didasarkan pada peraturan daerah masing-masing, kecuali Kabupaten Bengkulu
      Selatan masih mengatur pembentukan instansi tersebut dalam Peraturan Bupati.
      Sampai saat ini satu-satunya kabupaten yang belum memiliki Kantor Pelayanan
      Terpadu adalah Kabupaten Bengkulu Tengah yang merupakan daerah otonom baru,
      hasil pemekaran dari kabupaten induk, yakni Kabupaten Bengkulu Utara. Alasan
      belum dibentuknya peraturan daerah tentang pelayanan perijinan terpadu di
      Kabupaten Bengkulu Tengah, antara lain disebabkan kabupaten ini belum memiliki
      Bupati/Kepala Daerah definitif dan lembaga DPRD kabupaten ini baru terbentuk pada
      tanggal 21 Juli tahun 2008.

      Persentase jumlah kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu
      atap terbukti menunjukkan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga
      organisasi perangkat daerah yang diperintahkan pembentukannya berdasarkan
      Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 sudah terpenuhi. Seiring peningkatan
      persentase daerah kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Bengkulu yang memiliki
      Kantor Pelayanan Terpadu, seharusnya terjadi pula peningkatan pelayanan publik,
      namun dalam pengamatan implementasinya masih belum optimal. Indikator
      persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki Perda pelayanan satu atap tahun
      2005 sampai dengan 2009, digambarkan dalam grafik di bawah ini

          Gambar 2.5. Perkembangan Persentase Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki
              Peraturan Daerah (Perda) Pelayanan Satu Atap, Tahun 2005 - 2009

        90
        80                                                                                          80.00
        70
        60
                                                                                 60.00
        50                                                     55.56
        40                                     44.44
        30               33.33
        20
                         9                     9               9                 10                 10
        10
                                                                                  6                 8
         0                                     4                  5
                           3
                    2005                 2006              2007              2008                2009

                                  Jumlah Kabupaten /Kota
                                  Kabupaten /Kota Yang Memiliki Perda Pelayanan satu Atap
                                  Persentase Kab./Kota yang Memiliki Perda Pelayanan satu Atap



■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                                 15
Apabila dikaitkan dengan salah satu tujuan pembangunan meningkatkan pelayanan
     publik maka langkah awal dapat dikatakan sudah menunjukkan peningkatan, yakni
     dengan dibuatnya Perda Pelayanan Satu Atap, yang menjadi alat dalam mewujudkan
     keinginan pemerintah yaitu untuk mengatasi permasalahan birokrasi yang lambat dan
     berbelit-belit.

     Keberhasilan daerah dalam membentuk Perda atau Perbup tentang pelayanan satu
     atap yang ditindaklanjuti dengan pengisian jabatan pada badan/kantor pelayanan
     terpadu bersangkutan, pelaksanaan kinerja pelayanannya secara umum sudah dapat
     mengurangi kelambatan dan birokrasi pelayanan yang berbelit-belit, namun capaian
     kinerja pelayanan masih belum optimal, antara lain disebabkan oleh faktor kesiapan
     sumber daya yang belum memadai.

     Rekomendasi Kebijakan

     Rekomendasi, bahwa keberhasilan pemerintah kabupaten/kota se Provinsi Bengkulu
     dalam membentuk peraturan daerah tentang pelayanan satu atap atau pelayanan
     perijinan terpadu harus ditindaklanjuti dengan peningkatan pelayanan prima, yakni
     optimalisasi pelayanan yang menjadi tugas pokok dan fungsi dari badan atau kantor
     pelayanan satu atap bersangkutan, sehingga birokrasi perijinan dan pelayanan publik
     lainnya yang selama ini oleh stakeholders sering dirasakan lamban, boros dan
     bertele-tele dapat dihilangkan. Oleh karena itu perlu dilakukan pembinaan intensif
     terhadap aparatur daerah yang menangani pelayanan terpadu agar senantiasa
     meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan komitmennya dalam
     mengemban tugas melayani stakeholders.

     Paradigma         birokrasi     juga   harus   diubah   dari   paradigma   selama   ini   yang
     memposisikan diri sebagai penguasa sehingga bermentalitas “minta dilayani”,
     menjadi “pelayan” yang siap memberikan pelayanan terbaik kepada stakeholders.
     Badan/kantor pelayanan perijinan terpadu/pelayanan satu atap yang sudah terbentuk
     harus konsisten menjalankan fungsi pelayanan yang menjadi kewajibannya sesuai
     dengan standar prosedur pelayanan (SOP) yang sudah ditetapkan, sehingga
     pelayanan yang diberikan benar-benar terikat dengan ruang waktu pelayanan yang
     sudah menjadi komitmen dan sesuai dengan harapan stakeholders. Kemudian, jenis
     pelayanan yang diberikan, biaya (jika pelayanan membutuhkan biaya) dan jangka
     waktu penyelesaian setiap paket pelayanan harus disosialisasikan dengan
     menjunjung tinggi prinsip transparansi pelayanan publik.


■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                            16
 
2.1.3. Persentase Instansi (SKPD) Provinsi Yang Memiliki Pelaporan Wajar Tanpa
       Pengecualian (WTP)

     Berdasarkan opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
     Provinsi Bengkulu dalam waktu 5 tahun terakhir (2005-2009) menunjukkan bahwa
     LKPD Provinsi Bengkulu belum pernah mendapat opini WTP (wajar tanpa
     pengecualian). Laporan tersebut didasarkan pada laporan keuangan dari setiap
     SKPD provinsi yang disampaikan kepada BPK Perwakilan Provinsi Bengkulu, yaitu
     sebanyak 32 SKPD, terdiri atas 17 instansi SKPD dinas daerah provinsi, 13 instansi
     SKPD badan dan rumah sakit daerah, dan 2 instansi SKPD sekretariat pemerintah
     daerah provinsi, yaitu sekretariat daerah provinsi dan Sekretariat DPRD Provinsi
     Bengkulu. Data opini LKPD yang diberikan BPK Perwakilan Provinsi Bengkulu yang
     didasarkan atas laporan keuangan setiap SKPD dengan opini WDP (wajar dengan
     pengecualian) yang berlangsung dalam kurun waktu 5 tahun berturut-turut,
     mengindikasikan bahwa pengelolaan keuangan daerah termasuk penggunaan
     anggaran pada setiap instansi SKPD provinsi sudah berjalan dengan baik, namun
     belum optimal karena belum pernah mencapai peringkat opini WTP (wajar tanpa
     pengecualian). Dengan peringkat WDP dapat dikatakan bahwa pejabat pengelola
     keuangan daerah Provinsi Bengkulu sudah mematuhi peraturan perundang-
     undangan di bidang keuangan negara dan daerah, karena menunjukkan laporan
     keuangan wajar, tetapi masih ada permasalahan material yang perlu diperhatikan.
     Opini ini menilai laporan keuangan dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan
     harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor agar tidak
     mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan.

     Berdasarkan data hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Provinsi Bengkulu 5 tahun
     terakhir      (2005-2009),          satu-satunya   pemerintah   daerah   yang   berprestasi
     mendapatkan penilaian pengelolaan keuangan daerah dengan nilai WTP (wajar
     tanpa pengecualian) 2 tahun berturut-turut (2008 dan 2009) adalah Kabupaten
     Mukomuko, dan Pemerintah Kabupaten Kaur juga mendapat nilai WTP dalam
     pengelolaan keuangan daerah tahun anggaran 2009.

     Berdasarkan data tabel 6 (Lampiran), menunjukkan kinerja pengelolaan keuangan
     daerah tingkat Provinsi Bengkulu, dalam 5 tahun terakhir tidak pernah mencapai opini
     WTP (unqualified opinion). Opini WTP akan dicapai apabila pemerintah daerah
     Provinsi Bengkulu dapat menyajikan laporan keuangan secara wajar dan tidak ada



■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                  17
kesalahan, sehingga laporan keuangan dapat diandalkan pemilik kepentingan dalam
     proses pengambilan keputusan.


     Rekomendasi Kebijakan
     Rekomendasi yang dapat diberikan, perlu dilakukan perubahan organisasi intern
     dalam manajemen pengelolaan keuangan daerah yang ada pada setiap SKPD,
     mengingat dasar penilaian opini pengelolaan keuangan ialah laporan akuntabilitas
     dan kinerja pengelolaan keuangan yang disampaikan oleh setiap SKPD. Pemimpin
     daerah harus berani memberikan laporan yang wajar, terbuka dan tanpa kesalahan
     terkait penggunaan keuangan daerah, sehingga dapat meningkatkan opini LKPD dari
     WDP menjadi WTP, yang merupakan salah satu indikator pemerintahan yang bersih.


2. 2. Demokrasi
2.2.1 Gender Development Index (GDI)
     Kondisi       GDI        Provinsi   Bengkulu   amat       rendah,   namun     demikian      trend
     perkembangannya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu 62.3 pada
     tahun 2004 menjadi 63,9 pada tahun 2005. Kemudian terus menngkat menjadi 65,3
     pada tahun 2006, dan 66,9 pada tahun 2007, selanjutnya meningkat menjadi sebesar
     68,3 pada tahun 2008.

                Gambar 2.6. Perkembangan GDI Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008

         70.0
         68.0                                                                                 68.27

         66.0                                                               66.9
                                                            65.3
         64.0
                                            63.9
         62.0
                           62.3
         60.0
         58.0
                       2004              2005           2006             2007          2008

                                                    GDI Prov.Bengkulu
                                                                                                        

     Meskipun GDI Provinsi Bengkulu meningkat, tetapi masih rendah bila dibandingkan
     dengan GDI Nasional, hal ini disebabkan oleh kondisi keterpurukan perempuan
     Bengkulu dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan dan politik. Rendahnya GDI
     provinsi Bengkulu ini dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut. Tahun
     2008 bidang pendidikan, perempuan usia 10 tahun keatas yang tidak/belum pernah

■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                                 18
 
sekolah besarnya dua kali lipat penduduk laki-laki (18,65 berbanding 4,07 persen).
      Begitu pula kaum perempuan yang buta huruf masih sekitar 21,12 persen sedangkan
      penduduk laki-laki 6,51 persen. Di bidang ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja
      (TPAK) kaum perempuan masih relatif rendah yaitu 17 persen bila dibandingkan
      dengan TPAK laki-laki yaitu 83 persen.

      Namun apabila melihat fakta-fakta lainnya, khususnya fakta mengenai perbandingan
      partisipasi antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan, peningkatan
      tersebut tidak memiliki arti sama sekali, karena kesetaraan perbandingan keduanya
      sangat jauh selisihnya, yakni berbanding 87,56 (laki-laki) dengan 12,44 (perempuan).
      Disparitas ini menandakan bahwa kesetaraan gender di Provinsi Bengkulu masih
      sangat didominasi oleh kaum laki-laki. Dengan demikian, pengarusutamaan gender
      kaum perempuan harus semakin kuat di dorong dan diperhatikan dengan serius, ini
      agar kaum perempuan tidak menjadi beban dalam Pembangunan Nasional

      Rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan bukanlah karena Given
      dalam proses kehidupannya. Hal ini lebih disebabkan oleh adanya berbagai bentuk
      diskriminasi serta ketimpangan struktur sosial-budaya masyarakat (budaya Patriaki)
      yang diwarnai penafsiran ajaran yang bias gender dalam mengejar tuntutan hidup.
      Selain itu, tuntutan akan akses layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang
      lebih tinggi, keterlibatannya yang setara di ranah politik, kesetaraan memperoleh
      pekerjaan yang luas, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas, juga
      masih terbatas dan cenderung mengalami diskriminatif serta sering di zalimi dalam
      kompetisi bidang-bidang tersebut.

      Pembangunan dalam hal pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu yang
      diukur dengan indikator GDI (gender development index) hingga saat ini belum
      memperlihatkan kinerja yang cukup signifikan karena masih tingginya ketimpangan
      dalam kesetaraan gender. Hasil ini mengindikasikan bahwa kebijakan dan
      implementasi pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu belum menghasilkan
      kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan kinerja di tingkat nasional.

      Hasil observasi mencerminkan bahwa kebijakan pemberdayaan perempuan,
      implementasi dan hasilnya di Provinsi Bengkulu belum menunjukkan tingkat
      efektifitas yang belum memadai karena tidak terlihat adanya perubahan kinerja yang
      signifikan dari tahun ke tahun.



■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                             19
2.2.2 Gender Empowerment Meassurement (GEM)

     GEM (Gender Empowerment Meassurement) merupakan salah satu paradigma
     pengukuran Index Pembangunan Indonesia (IPM) berdasarkan indikator yang
     dimensi       ketidaksetaraan        antara   laki-laki     dan   perempuan.   Ukuran     tersebut
     berdasarkan tiga variabel yaitu partisipasi perempuan dan politik (pengambilan
     keputusan), akses pada kesempatan kerja profesional dan daya beli.

     Realitas ketimpangan gender di Indonesia ini, juga berlangsung di Provinsi Bengkulu,
     selama 5 tahun terakhir perkembangan GEM berjalan agak lambat dan cenderung
     meningkat, yaitu 56.4 pada tahun 2004 menjadi 58,8 pada tahun 2005. Kemudian
     terus menngkat menjadi 60,0 pada tahun 2006, dan menjadi 61,8 pada tahun 2007,
     selanjutnya pada tahun 2008 meningkat cukup signifikan menjadi 71,76, seperti
     dapat dilihat pada gambar berikut.

               Gambar 2.7. Perkembangan GEM Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008

        80.0
        70.0                                                                                 71.76

        60.0                                                                 61.8
                                            58.8               60.0
        50.0             56.4

        40.0
        30.0
        20.0
        10.0
         0.0
                     2004                2005            2006             2007         2008




     Peningkatan ini juga tidak berarti apabila melihat perbandingan partisipasi antara laki-
     laki dan perempuan dalam proses pembangunan, dimana laki-laki jauh lebih
     dominan, yakni berbanding 89,11 (laki-laki) dengan 10,89 (perempuan). Disparitas ini
     menandakan gejala makro tentang pengarusutamaan gender di Indonesia, dimana
     peran dan partisipasi (kuantitas dan kualitas) kaum perempuan mesti diberi peluang
     sebesar mungkin (oleh semua pihak) agar mampu mengejar ketinggalannya dalam
     pembangunan.

     Kondisi rendahnya GEM Provinsi Bengkulu yaitu dapat dilihat dari kondisi partisipasi
     dan poilitik perempuan. Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2008
     menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan Bengkulu di DPRD dan DPR masih

■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                                20
 
rendah, yaitu sekitar 18 persen dan di DPD sekitar 10 persen (hanya satu orang
      perempuan) yang mewakili Provinsi Bengkulu. Selain itu keterlibatan perempuan
      dalam jabatan publik dapat dilihat dari komposisi perempuan dan laki-laki pegawai
      negeri sipil (PNS) yang menduduki jabatan eselon. Menurut data BKN Juni 2008, dari
      sebanyak 4,59 % orang yang menduduki jabatan eselon (eselon I sampai eselon V)
      di Indonesia, hanya 20,16 persen dijabat oleh perempuan, selebihnya 79,84 persen
      dijabat oleh laki-laki. Semakin tinggi jenjang eselon, semakin senjang perbedaan
      komposisi antara laki-laki dan perempuan. Sementara itu, peran perempuan pada
      lembaga yudikatif juga masih rendah, yakni 20 persen dari hakim yang ada dijabat
      oleh perempuan, dan 18 persen sebagai hakim agung pada tahun 2008. Sedangkan
      dari 6.177 jaksa di seluruh Indonesia pada tahun yang sama tersebut, hanya 26,78
      persen dijabat oleh perempuan, sisanya 73,22 persen oleh laki-laki.

      Melihat gambaran diatas, keterwakilan perempuan di lembaga legislatif pada saat ini
      belum memenuhi amanat undang-undang, sedangkan posisi dan peran perempuan
      di lembaga eksekutif relatif kecil, yang menduduki jabatan publik serta komposisi dan
      peran perempuan di lembaga yudikatif belum mencapai tingkat yang diharapkan.
      Partisipasi politik perempuan dihadapkan pada terbatasnya perempuan yang
      bersedia terjun di kancah politik, sehingga partai politik banyak mengalami
      kekurangan kader perempuan. Lingkungan sosial budaya kurang kondusif dalam
      mendukung perempuan untuk berpartisipasi dalam politik, selain kurangnya
      pendidikan dan pelatihan politik untuk perempuan. Sedangkan posisi dan peran
      perempuan dalam jabatan publik masih dihadapkan pada otoritas tim dalam badan
      seleksi yang kurang memperhatikan aspek keadilan dan kesetaraan gender.

      Pembangunan dalam bidang pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu yang
      diukur dengan indikator GEM (gender empowerment measure) hingga saat ini belum
      memperlihatkan kinerja yang cukup signifikan karena masih tingginya ketimpangan
      dalam kesetaraan gender. Hasil ini mengindikasikan bahwa kebijakan dan
      implementasi pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu belum menghasilkan
      kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan kinerja di tingkat nasional.

      Hasil observasi mencerminkan bahwa kebijakan pemberdayaan perempuan,
      implementasi dan hasilnya di Provinsi Bengkulu belum menunjukkan tingkat
      kemajuan yang signifikan dan memadai karena tidak terlihat adanya perubahan
      kinerja yang signifikan dari tahun ke tahun.



■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                             21
Rekomendasi Kebijakan

    Masih rendahnya GDI dan GEM di Provinsi Bengkulu mengisyaratkan bahwa
    Pemerintah Provinsi Bengkulu perlu meningkatkan berbagai upaya yang bertujuan
    untuk mendorong peningkatan peranan perempuan dalam pembangunan. Landasan
    hukum yang menjamin keadilan dan kesetaraan gender dirumuskan dalam UUD
    1945 pada Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28C ayat 1. Selain itu UU No.7
    Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk
    diskriminasi terhadap perempuan, dan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang
    pengarusutamaan gender dalam kebijakan, program, dan kelembagaan merupakan
    landasan hukum yang memastikan terciptanya kesetaraan dan keadilan gender.

    Di sisi lain, berbagai kebijakan tidak konsisten dengan kebijakan lain dan kebijakan di
    atasnya seperti UU Perkawinan tahun 1974, UU No. 7 tahun 1984 tentang
    Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi, dan
    Inpres No. 9 Tahun 2000. UU Perkawinan Tahun 1974 pasal 1 menyatakan laki-laki
    sebagai kepala keluarga dan perempuan sebagai ibu rumah tangga. UU ini
    menciptakan kesenjangan gender secara meluas, karena UU tersebut kemudian
    dijadikan rujukan bagi kebijakan lain seperti penentuan upah dan pajak. Kaji ulang
    atau revisi atas UU Perkawinan Tahun 1974 perlu dilakukan agar konsisten dengan
    kebijakan yang lain.

    UU No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
    Bentuk Diskriminasi diharapkan mampu mengubah tatanan politik nasional dengan
    melibatkan keterlibatan perempuan dalam menjalankan institusi politik. Perubahan
    yang diharapkan bukan semata pada jumlah perempuan yang terlibat dalam lingkar
    pengambil keputusan, tetapi juga pada representasi kepentingan dan kebutuhan
    perempuan dalam penyelenggaraan politik tersebut. Pelaksanaan Undang-undang
    tersebut sangat lemah karena terbentur pada nilai yang berlaku di Indonesia.
    Penjelasan   dari      UU   tersebut   menyebutkan   bahwa    pelaksanaan    konvensi
    “...disesuaikan dengan tata kehidupan masyarakat yang meliputi nilai-nilai budaya,
    adat-istiadat serta norma-norma keagamaan yang masih berlaku dan diikuti secara
    luas oleh masyarakat Indonesia.” Hal ini berarti bahwa UU tersebut bersifat inferior
    terhadap norma sosial yang berlaku sehingga bertentangan dengan tujuan konvensi.

    Inpres No. 9 Tahun 2000, mendorong pengarusutamaan gender dalam lembaga,
    kebijakan, dan program pemerintahan. Di sisi lain, kebijakan tersebut tidak mampu
      mendorong pelaksanaan pengarusutamaan karena kebijakan itu tidak dalam bentuk
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                            22
 
Keputusan Presiden atau UU. Selain itu, Kementrian Negara Pemberdayaan
      Perempuan tidak mempunyai infrastruktur daerah untuk membantu proses
      pelaksanaan Inpres tersebut. Kebijakan penyetaraan dan keadilan gender di instansi
      teknis juga tidak efektif karena tidak dilengkapi dengan anggaran. Di masa depan,
      Inpres No. 9 Tahun 2000 perlu diperkuat menjadi Keppres atau undang-undang agar
      efektif untuk mendorong pengarusutamaan gender dalam lembaga, kebijakan, dan
      program pemerintah.

      Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijakan pemerintah Provinsi Bengkulu dalam
      pembangunan           bidang       pemberdayaan    perempuan        perlu    di     arahkan        pada
      peningkatkan keterlibatan perempuan dalam proses politik (pemahaman dan
      kesadaran serta pemantapan aktivitas perempuan untuk cerdas dan terampil dalam
      politik) dan jabatan publik serta meningkatkan taraf pendidikan dan layanan
      kesehatan serta bidang pembangunan lainnya, untuk mempertinggi kualitas hidup
      dan sumber daya kaum perempuan. Selain itu diupayakan menjaga jaringan kerja
      sama yang telah terbentuk seperti Gender Focal Point Network yang terdiri dari
      Economy Gender Focal Point, Fora Gender Focal Point dan program director,
      sebagai mitra dari IWAPI, LSM, dan LIPI, serta pakar gender.




C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
C.1. Indikator

Indikator yang digunakan untuk mewujudkan agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat
dapat dilihat pada tabel berikut.

                Tabel 2.3. Indikator Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
No                  Indikator                  Satuan   2004     2005      2006         2007    2008       2009
1     Indeks Pembangunan Manusia                Nilai    69.90    71.10    71.30        71.57    72.14     72.55
      (IPM)
      Pendidikan
2     Angka Partisipasi Murni SD/MI            Persen    94.72    92.64    93.89     94.30       94.40     94.98
3     Angka Partisipasi Kasar (SD/MI)          Persen   110.73   105.63   110.40    111.23      111.28    110.46
4     Rata-Rata Nilai Akhir Tingkat SMP        Persen     4.34     5.53     5.53      5.53        6.73      6.77
5     Rata-Rata Nilai Akhir Tingkat             Nilai     4.55     4.72     5.45      5.68        5.83      7.79
      Sekolah Menengah
6     Angka Putus Sekolah Tingkat SD           Persen     2.28     1.92     5.86         2.75     2.01
7     Angka Putus Sekolah Tingkat SMP          Persen     6.09     3.17     6.78         7.50     2.57
8     Angka Putus Sekolah Tingkat              Persen     6.92     8.92     2.76         3.11     4.26
      Sekolah Menengah
 9    Angka Melek Huruf                        Persen    94.21    93.47    93.69        93.91    94.60     94.90
10    Persentase Guru Layak Mengajar           Persen    85.66    85.58    80.20        82.99    87.03
      Terhadap Guru Seluruhnya Tingkat
      SMP


■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                                23
11    Persentase Guru Layak Mengajar        Persen      72.97    77.73   83.69    83.96    83.14
      Terhadap Guru Seluruhnya Tingkat
      Sekolah Menengah
      Kesehatan
12    Umur Harapan Hidup                    Tahun       67.40    68.80   68.90    69.20    69.40    69.65
13    Angka Kematian Bayi (per 1.000                       48       43      39       34       28    15.43
      kelahiran hidup)
14    Gizi Buruk                            Persen                3.20    1.56     0.63     0.43     0.02
15    Gizi Kurang                           Persen      25.80    24.70   23.60    20.10
16    Persentase Tenaga Kesehatan per       Persen       0.19     0.20    0.29     0.26     0.22     0.25
      Penduduk
      Keluarga Berencana
17    Contraceptive Prevalence Rate         Persen      89.62    88.47   81.79    84.32    82.29    68.20
18    Pertumbuhan Penduduk                  Persen       1.61     1.60    1.61     1.59     1.56     1.52
19    Total Fertility Rate                  Persen                                2.212
      Ekonomi Makro
20    Laju Pertumbuhan Ekonomi              Persen       5.38     5.82    5.95     6.46     4.93     4.04
21    Persentase Ekspor terhadap            Persen      32.15    32.24   31.92    31.04    31.62    28.22
      PDRB
22    Persentase Output Manufaktur          Persen       4.02     3.96    4.00     3.96     3.93     3.93
      Terhadap PDRB
23    Pendapatan Perkapita                  Rp.juta      5.25     6.54    7.27     7.93     8.79     9.32
24    Laju Inflasi                          Persen       4.67    25.22    6.52        5    13.44     2.88
      Investasi
25    Nilai Realisasi Investasi PMDN       Rp.Milyar    0.984     0.00    0.00     0.00     0.00     0.00
26    Nilai Persetujuan Rencana            Rp.Milyar   104.10   169.10    0.00   268.50     0.00     0.00
      Investasi PMDN
27    Nilai Realisasi Investasi PMA        US$ Juta      0.00    12.90    0.00     0.00    13.00     1.10
28    Nilai Persetujuan Rencana            US$ Juta      1.40    12.10   41.60     0.80    24.25    10.25
      Investasi PMA
29    Realisasi penyerapan tenaga kerja     Orang        0.00    5,228    0.00     0.00     947      0.00
      PMA
      Infrastruktur
30    Persentase Jalan Nasional dalam       Persen      70.84    69.49   68.00    80.00    56.08    28.17
      Kondisi Baik
31    Persentase Jalan Nasional dalam       Persen      14.38    29.33   30.00    15.00    26.70    39.32
      Kondisi Sedang
32    Persentase Jalan Nasional dalam       Persen      14.78     1.18    2.00     5.00    17.22    32.50
      Kondisi Rusak
33    Persentase Jalan Provinsi dalam       Persen      40.71     9.00   58.62    46.90    62.43    38.26
      Kondisi Baik
34    Persentase Jalan Provinsi dalam       Persen      41.57    49.92   38.10    46.32    19.26    31.39
      Kondisi Sedang
35    Persentase Jalan Provinsi dalam       Persen      17.72    41.08    3.28     6.77    18.31    30.36
      Kondisi Rusak
      Pertanian
36    Rata-rata Nilai Tukar Petani per                                                    105.48   103.58
      Tahun
37    PDRB Sektor Pertanian Atas           Rp.Juta      3,242    4,077   4,566    5,187    5,902    6,147
      Dasar Harga Berlaku
      Kehutanan
38    Persentase Luas lahan rehabilitasi    Persen       15.4      5.3    15.6      3.3     50.1
      dalam hutan terhadap lahan kritis
      Kelautan
39    Jumlah Tindak Pidana Perikanan        Kasus          5        3       2        2        2         1
40    Luas Kawasan Konservasi Laut           km2
      Kesejahteraan Sosial
41    Persentase Penduduk Miskin            Persen      22.39    22.18   23.00    22.13    20.64    18.59
42    Tingkat Pengangguran Terbuka          Persen       6.29     6.15    6.04     4.68     4.90     5.31


■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                              24
 
C.2, Analisis Pencapaian Indikator

1.    Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
      IPM Provinsi Bengkulu mengalami kemajuan dan peningkatan dari tahun ke tahun.
      Pada tahun 2005 sebesar 71,10 meningkat menjadi 71,30 pada tahun 2006 dan
      menjadi 71,57 tahun 2007, kemudian meningkat menjadi 72,14 tahun 2008 dan terus
      meningkat menjadi 72,55 pada tahun 2009. Peningkatan ini menunjukkan
      keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraaan masyarakat dan
      menempatkan IPM provinsi Bengkulu berada diatas rata-rata capaian nasional.

                Gambar 2.8 Perkembangan IPM Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2009


          100          94.21             93.47      93.69     93.91          94.60            94.90
           90
           80                            71.1       71.3      71.57          72.14            72.55
                       69.9
           70
           60         67.40             68.80       68.90     69.20          69.40            69.65
           50
           40
           30
           20                                       7.27       7.93           8.79            9.32
           10          5.25             6.54
            0
                   2004             2005         2006       2007          2008           2009
                               Indeks Pembangunan Manusia    Pendapatan Perkapita (Rp.Juta)
                               Umur Harapan Hidup (tahun)    Angka Melek Huruf (%)



      Apabila dilihat pada grafik diatas, variabel yang mempunyai kontribusi cukup besar
      dalam meningkatkan nilai IPM provinsi Bengkulu, adalah dari komponen aspek
      kesehatan (Umur Harapan Hidup) dan komponen aspek pendidikan (Angka Melek
      Huruf), sementara itu dari segi pendapatan perkapita perannya masih sangat kecil.
      Oleh karena itu, meskipun nilai IPM meningkat                namun tidak dibarengi dengan
      meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Hal ini juga dapat dilihat bahwa persentase
      jumlah penduduk miskin masih sangat besar (18,59% tahun 2009). Oleh karena itu
      dalam upaya untuk menaikkan nilai IPM perlu dilakukan secara bersamaan dengan
      penguatan dan pemberdayaan ekonomi serta pengentasan masyarakat miskin.

      Rekomendasi Kebijakan
      Dalam upaya untuk meningkatkan angka IPM provinsi Bengkulu
           Program pengembangan ekonomi masyarakat perlu mendapat prioritas dalam
            pembangunan manusia
           Peningkatan pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan.
           Memprioritaskan anggaran untuk program-program pemberantasan kemiskinan.


■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                           25
2. Pendidikan
    Indikator yang digunakan untuk menilai kinerja pembangunan dalam bidang pendidikan
    di Provinsi Bengkulu pada EKPD 2010 ini terdiri dari: Angka Partisipasi Murni (APM),
    Angka Partisipasi Kasar, Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs, SMA/SMK/MA, Angka Putus
    Sekolah (APS) SD, SMP,SMA dan Angka Melek Aksara (AMA) 15 tahun keatas,
    persentase guru yang layak mengajar SMP/MTs, dan SMA.

    2.1. Angka Partisipasi Murni SD/MI

    Angka Partsipasi Murni (APM) merupakan alat ukur yang menunjukkan besarnya nilai
    (persentase) dari perbandingan antara jumlah anak yang bersekolah dengan jumlah
    seluruh anak yang berusia sekolah sesuai dengan usia dan tingkatan pendidikan. Nilai
    APM sekaligus memberikan informasi tentang persentase anak-anak usia sekolah yang
    tidak bersekolah. Seperti dapat dilihat pada grafik 2.9 bahwa APM untuk tingkat SD/MI
    di Provinsi Bengkulu sudah melebihi dari 90 persen dengan trend yang meningkat,
    terendah pada tahun 2005 sebesar 92,64%. Ini berarti sebagian besar dari seluruh
    jumlah keseluruhan anak yang berusia antara 7-13 tahun telah bersekolah, bahkan
    pada tahun 2008 nilai APM sudah mencapai 94,40%. Meskipun Angka APM SD/MI
    sudah meningkat namun belum mencapai 100 persen. Artinya masih terdapat anak
    usia sekolah jenjang pendidikan SD belum sekolah seluruhnya.

    APM-SD tahun ajaran 2009 sudah mencapai 94,98%, dari data ini berarti bahwa masih
    ada 5,12% anak usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah di tingkat SD/MI dan capaian
    angka ini sudah melampaui rata-rata nasional sebesar 94,37%.

    Grafik 2.9. Angka Partsipasi Murni (APM) SD/MI dan Tingkat Pendapatan per Kapita
                           Provinsi Bengkulu, Tahun 2004-2009.

      100           94.72                            93.89          94.30          94.40      94.98
                                     92.64
       90
       80
       70
       60
       50
       40
       30
       20
                                     6.54             7.27          7.93            8.79      9.32
       10            5.25
        0
                2004             2005          2006             2007            2008       2009

                                    APM Tingkat SD       Pendapatan Per Kapita (Rp.juta)


■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                                 26
 
Meningkatnya angka APM SD/MI ini disebabkan karena ditunjang oleh adanya
   penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Provinsi Bengkulu
   dan meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat.

   Ada beberapa kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan program wajib belajar
   pendidikan dasar di daerah ini, antara lain: keterbatasan anggaran pemerintah daerah,
   masih rendahnya akses masyarakat terhadap pendidikan terutama didaerah pedesaan
   karena terbatasnya jumlah sekolah yang ada, selain itu masih tingginya persentase
   tingkat kemiskinan masyarakat dan rendahnya tingkat pendapatan per kapita
   masyarakat menyebabkan ketidakmampuan orang tua siswa untuk menyekolahkan
   anaknya, meskipun pemerintah telah melakukan program pendidikan gratis, namun
   masih terdapat biaya-biaya lainnya dimana orang tua siswa miskin tidak mampu untuk
   membayarnya.

   Rekomendasi Kebijakan:
      Memberikan beasiswa untuk siswa yang tidak mampu.
      Menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun secara gratis
       tanpa pungutan biaya apapun.
      Menyediakan materi dan peralatan pendidikan, seperti seperti buku pelajaran
       maupun peralatan penunjang belajar mengajar.
      Meningkatkan jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan lainnya
      Peningkatan anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen dari APBN dan
       APBD
      Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan
       pendidikan.
      Pemerataan dan perluasan akses pelayanan pendidikan yang memadai, baik
       melalui pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.


   2.2 Angka Partisipasi Kasar (SD/MI)
   Sejak tahun 2004 hingga tahun 2009 Angka Partsiipasi Kasar (APK) SD/MI di Provinsi
   Bengkulu, seperti dapat dilihat pada gambar 2.10 menunjukkan bahwa APK untuk
   tingkat SD/MI melebihi dari 100 persen dengan trend yang sedikit berfluktuasi, kecuali
   pada tahun 2005 menurun sedikit menjadi sebesar 105,63%. Namun kemudian
   meningkat lagi dalam beberapa tahun terakhir. Ini berarti rasio jumlah siswa, berapapun
   usianya, yang sedang sekolah di tingkat SD/MI di provinsi Bengkulu terhadap jumlah
   penduduk kelompok usia yang berkaitan melebihi 100 persen atau dengan kata lain



■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                            27
masih banyak siswa yang berumur di bawah tujuh tahun dan di atas 12 tahun yang
    masih mengikuti pendidikan di tingkat SD.

          Grafik 2.10. Perkembangan Angka Partsipasi Kasar (APK) SD/MI dengan Tingkat
           Kemiskinan, Pendapatan per Kapita, di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004-2009.
    120            110.73                                            111.23         111.28        110.46
                                         105.63        110.40
    100

     80

     60

     40
                    22.39                22.18          23.00        22.13         20.64
     20                                                                                              18.59
                                                                                   8.79              9.32
      0            5.25                  6.54          7.27              7.93
               2004              2005              2006           2007          2008           2009

                      Kemiskinan (%)             APK Tingkat SD     PDRB Per Kapita (Rp.juta) ADHB
                                                                                                              
                                                             

    2.3 Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs
    Perkembangan rata-rata nilai akhir ujian nasional untuk siswa SMP/MTs di Provinsi
    Bengkulu sedikit lebih baik secara nasional kecuali pada tahun 2004 capaian yang
    diproleh dibawah rata-rata nasional (4,34). Pada tahun 2005 rata-rata nilai akhir ujian
    nasional untuk siswa SMP/MTs meningkat sangat signifikan menjadi sebesar 5,53.
    Namun pada tahun 2006 sampai tahun 2007 tidak mengalami peningkatan (konstan),
    dan kembali meningkat menjadi 6,73 pada tahun 2008 dan naik menjadi 6,77 pada
    tahun 2009. Hasil nilai rata-rata UN ini dapat dikategorikan memuaskan. Meningkatnya
    rata-rata nilai akhir ujian nasional mempunyai korelasi yang positif dengan banyaknya
    persentase jumlah guru yang layak mengajar, seperti dapat dilihat pada gambar berikut.

    Grafik 2.11. Rata-rata Nilai Akhir Ujian Nasional Tingkat SMP/MTs dan Jumlah Guru
              Layak Mengajar Tingkat SMP di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008
    100.00
                      85.66               85.58                      82.99             87.03
                                                          80.20
     80.00

     60.00

     40.00

     20.00
                      4.34               5.53             5.53       5.53           6.73             6.77
      0.00
                  2004             2005              2006          2007         2008           2009

                            Rata-Rata Nilai Akhir Tingkat SMP       Guru Layak Mengajar SMP (%)

■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                                       28
 
Rekomendasi Kebijakan:
        Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kompetensi tenaga pendidik
         dan peserta didik.
        Mengembangkan kurikulum yang berstandar nasional yang disesuaikan dengan
         perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan seni serta perkembangan
         global, regional, nasional dan lokal.
        Mengembangkan sistem evaluasi dan monitoring, akreditasi dan sertifikasi
         termasuk sistem pengujian dan penilaian pendidikan.
        Menyempurnakan manajemen pendidikan dengan meningkatkan otonomi dan
         desentralisasi pengelolaan pendidikan kepada satuan pendidikan.


    2.4 Rata-rata Nilai Akhir SMA/SMK/MA
    Perkembangan rata-rata nilai akhir ujian nasional siswa SMA/SMK/MA di Provinsi
    Bengkulu belum lebih baik atau dibawah rata-rata capaian nasional. Namun demikian
    perkembangannya selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun
    2004 rata-rata nilai akhir ujian nasional siswa SMA/SMK/MA sebesar: 4,56 dan pada
    tahun 2005 meningkat sedikit menjadi 4,72. Kemudian pada tahun 2006 rata-rata nilai
    akhir ujian nasional siswa SMA/SMK/MA meningkat cukup signifikan sehingga menjadi
    5,45 dan menjadi 5,68 pada tahun 2007, naik sedikit menjadi 5,83 pada tahun 2008
    dan meningkat cukup signifikan menjadi 7,79 pada tahun 2009.

    Naiknya rata-rata nilai akhir ujian nasional siswa SMA/SMK/MA, diduga berkorelasi
    dengan jumlah guru yang layak mengajar, semakin tinggi persentase jumlah guru
    yang layak mengajar, maka akan semakin tinggi pula rata-rata nilai akhir ujian
    nasional siswa, seperti dapat dilihat pada gambar berikut ini.

 Grafik 2.12. Perkembangan Rata-Rata Nilai Akhir Ujian Nasional Siswa SMA/SMK/MA
dan Jumlah Guru Layak Mengajar Tingkat SMA di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008
   90.00                                              83.69        83.96
                                     77.73                                       83.14
   80.00             72.97
   70.00
   60.00
   50.00
   40.00
   30.00
   20.00
                                                                   5.68          5.83          7.79
   10.00             4.55              4.72          5.45
    0.00
                 2004              2005          2006           2007         2008          2009

                            Rata-Rata Nilai Akhir Tingkat SMA    Guru Layak Mengajar SMA (%)
                                                                                                        
                                                         

■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                           29
2.5 Angka Putus Sekolah SD, SMP/MTs
    Angka putus sekolah mencerminkan banyaknya anak-anak usia sekolah yang sudah
    tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu.
    Jumlah anak putus sekolah di Provinsi Bengkulu tergolong cukup tinggi, pada tahun
    2004 persentase angka putus sekolah tingkat SD sebesar 2,28%, kemudian sedikit
    menurun menjadi 1,92% pada tahun 2005. Namun pada tahun 2006 persentase angka
    putus sekolah tingkat SD meningkat sangat signifikan menjadi 5,86%. Angka ini
    menenpatkan provinsi Bengkulu yang tertinggi di Indonesia, kemudian diikuti oleh
    Papua Barat (5,28%). Tingginya persentase angka putus sekolah lebih disebabkan oleh
    ketidakmampuan orang tua untuk membiayai sekolah karena kemiskinan. Jumlah anak
    yang tidak melanjutkan ke kejenjang pendidikan yang lebih tinggi terutama banyak
    terjadi di daerah pedesaan.

    Sementara itu untuk tingkat pendidikan SMP, persentase angka putus sekolah
    cenderung lebih tinggi dari pada tingkat pendidikan SD. Persentase Angka Putus
    Sekolah untuk SMP/MTs berfluktuasi dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009.
    Puncak tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 7,5%. Tingginya persentase angka
    putus sekolah pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi disebabkan oleh karena
    kemiskinan dan biaya pendidikan yang semakin besar, meskipun pemerintah telah
    mewajibkan program pendidikan dasar sembilan (9) tahun.

     Gambar 2.13. Grafik Persentase Angka Putus Sekolah SD, SMP/MTs dan Tingkat
                     Kemiskinan di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008  

       25                                   23.00
                      22.18                                22.13
                                                                               20.64
       20
                                                                                                 18.59
       15

       10
                                                           6.78                7.5
                       6.09
        5                                 3.17             5.86                                 2.57
                       2.28
                                            1.92                               2.75             2.011
        0
                   2004                  2005          2006                 2007             2008

                      Angka Putus Sekolah Tingkat SD (%)          Angka Putus Sekolah Tingkat SMP (%
                      Kemiskinan (%)



    Pada grafik 2.13 menunjukkan terjadinya kecenderungan peningkatan angka putus
    sekolah pada jenjang pendidikan yang semakin tinggi. Pada jenjang pendidikan SLTP
    angka putus sekolah lebih tinggi dibandingkan pada jenjang pendidikan SD. Jika
    dibandingkan dengan angka nasional, angka putus sekolah pada setiap jenjang
    pendidikan di Provinsi Bengkulu menunjukkan angka yang lebih tinggi.

■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                                    30
 
Rekomendasi Kebijakan:
        Meningkatkan akses pelayanan pendidikan terutama terhadap penduduk miskin
        Memberikan beasiswa khusus untuk masyarakat miskin
        Pemerataan dan perluasan pelayanan pendidikan yang memadai, terutama di
         daerah pedesaan.
        Menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun secara gratis
         tanpa pungutan biaya apapun
        Peningkatan anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen dari APBN dan
         APBD


   2.6 Angka Putus Sekolah SMA/MA
   Angka putus sekolah tingkat SMA/MA di Provinsi Bengkulu cenderung lebih tinggi dan
   berfluktuasi dibandingkan dengan tingkat pendidikan dasar. Pada tahun 2004
   persentase angka putus sekolah tingkat SMA/MA sebesar 6,92% kemudian naik cukup
   tinggi pada tahun 2005 menjadi 8,92%. Pada tahun 2006 terjadi penurunan yang
   signifikan menjadi 2,76% namun kemudian cenderung meningkat sehingga menjadi
   sebesar 4,26% pada tahun 2009.

   Pada tingkat pendidikan SMA/MA biaya pendidikan semakin besar sehingga banyak
   orang tua tidak mampu untuk membiayai sekolah anaknya karena kemiskinan,
   sementara itu pemerintah tidak memberikan subsidi, hal ini menyebabkan persentase
   jumlah anak putus sekolah tingkat SMA/MA di Provinsi Bengkulu masih cukup banyak.
   Jumlah anak yang tidak mampu melanjutkan pendidikan sehingga berhenti dari sekolah
   dan membantu orang tua atau keluarga untuk mencari nafkah terutama banyak terjadi
   di daerah pedesaan.

              Gambar 2.14. Grafik Persentase Angka Putus Sekolah SMA/MA dan
                 Tingkat Kemiskinan di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 -2008

   25.00

                       22.18                   23.00
   20.00                                                         22.13
                                                                                    20.64
                                                                                                         18.59
   15.00
                                               8.92
   10.00               6.92
                                                                                                         4.26
       5.00                                                      2.76                3.11

       0.00
                   2004                 2005                  2006               2007                 2008

                               Kemiskinan (%)          Angka Putus Sekolah Tingkat Sekolah Menengah
                                                                                                                   

■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                                      31
2.7. Angka Melek Aksara 15 tahun keatas
    Angka melek aksara di Provinsi Bengkulu mengalami perbaikan selama lima tahun
    terakhir, sejak tahun 2004 sebesar 94,21 persen, kemudian sedikit menurun menjadi
    93,47 persen pada tahun 2005. Mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2009
    cenderung menaik menjadi sebesar 94,90 persen. Apabila dibandingkan dengan
    capaian rata-rata nasional, menunjukkan bahwa angka melek aksara di Provinsi
    Bengkulu selalu lebih tinggi. Ini berarti bahwa kinerja program pemberantasan buta
    huruf    tergolong      cukup        berhasil,    namun   demikian   pemerintah      harus     terus
    mengupayakan agar angka melek aksara terus meningkat.

    Tingginya angka melek aksara di Provinsi Bengkulu mempunyai korelasi dengan
    meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia. Seperti dapat dilihat pada gambar 2.15,
    semakin tinggi nilai IPM maka persentase jumlah angka melek aksara juga akan
    semakin tinggi pula.

    Gambar 2.15. Grafik Angka Melek Aksara Penduduk Usia 15 Tahun Keatas dan IPM
                        di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2009


    100          94.21                                93.69                    94.60         94.90
                                   93.47                         93.91
     90
     80
     70                                                                                          72.5
                                    71.1             71.3       71.57           72.14
     60
                69.9

     50
     40
     30
     20
     10
      0
               2004             2005             2006         2007          2008           2009

                          Indeks Pembangunan Manusia (IPM)       Angka Melek Huruf (%)
                                                                                                            


    Rekomendasi Kebijakan:
     Peningkatan intensifikasi perluasan akses dan kualitas penyelenggaraan pendidikan
      keaksaraan fungsional.
     Menyelenggarakan pendidikan non formal yang bermutu secara luas untuk
      memberikan kesempatan kepada warga masyarakat yang tidak mungkin terpenuhi
      kebutuhan pendidikannya melalui jalur formal terutama bagi masyarakat yang tidak
      pernah sekolah atau buta aksara, putus sekolah dan warga masyarakat lainnya.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                                   32
 
 Menyediakan materi dan peralatan pendidikan, seperti seperti buku pelajaran
      maupun peralatan penunjang belajar mengajar.
    Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan
      pendidikan.




   2.8. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar Terhadap Guru Seluruhnya
        Tingkat SMP

   Persentase jumlah guru yang layak mengajar di provinsi Bengkulu pada saat awal
   pelaksanaan RPJMN lebih baik dari rata-rata nasional, yaitu 85,66% pada tahun 2004
   namun demikian menurun drastis menjadi 80,20% pada tahun 2006. Kemudian terjadi
   sebaliknya dalam dua tahun terakhir mengalami kenaikan menjadi sebesar 87,03%
   pada tahun 2009, seperti dapat dilihat pada gambar 2.16 berikut.


             Gambar 2.16 Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar Tingkat SMP
                           di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008


     88.00
                                                                                           87.03
                      85.66
     86.00                                     85.58

     84.00
                                                                                82.99
     82.00

     80.00                                                    80.20
     78.00

     76.00
                     2004                2005             2006              2007        2008

                                          Persentase Guru Layak Mengajar Tingkat SMP



   Berdasarkan data pada gambar 2.16 menunjukkan bahwa sudah lebih dari 80 persen
   guru tingkat SMP di Provinsi Bengkulu sudah layak mengajar dan cenderung meningkat
   dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka
   jumlah guru layak mengajar adalah adanya program penyetaraan pendidikan Sarjana
   (S1) dan program sertifikasi guru. Berfluktuasi nya jumlah guru yang layak mengajar
   tingkat SMP antara lain disebabkan karena pengangkatan guru baru dan masih
   banyaknya guru yang belum berpendidikan Sarjana (S1) dan belum mendapatkan
   sertifikasi.



■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                        33
Meskipun persentase jumlah guru yang layak mengajar sudah tergolong tinggi, namun
    masih terdapat lebih dari 10 persen guru di daerah ini tidak layak mengajar baik dilihat
    dari kompetensinya maupun dari pendidikan. Jumlah ini dapat dikatakan cukup besar.
    Oleh karena itu untuk meningkatkan mutu dan kualitas tenaga guru yang tidak layak
    mengajar ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.

    Rekomendasi Kebijakan:
         Peningkatan kualitas tenaga pendidik baik melalui penyetaraan pendidikan maupun
          kursus, training dan magang.
         Peningkatan jumlah sertifikasi bagi tenaga pendidik.
         Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pendidik agar lebih
          mampu mengembangkan kompetensinya dan meningkatkan komitmen mereka
          dalam melaksanakan tugasnya.


        2.9. Persentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar Terhadap Guru Seluruhnya
             Tingkat Sekolah Menengah

        Persentase jumlah guru yang layak mengajar tingkat sekolah menengah di provinsi
        Bengkulu naik cukup signifikan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2006, kemudian
        naik perlahan menjadi 83,96% pada tahun 2007. Namun pada tahun 2008 menurun
        sedikit menjadi 83,14%, seperti dapat dilihat pada gambar berikut.

            Gambar 2.17 Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar Tingkat Sekolah
                       Menengah di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008

         86.00
         84.00
                                                       83.69             83.96      83.14
         82.00
         80.00
         78.00                        77.73
         76.00
         74.00       72.97
         72.00
         70.00
         68.00
         66.00
                    2004           2005             2006               2007      2008

                                    Persentase Guru Layak Mengajar Tingkat SMA




        Tingginya kenaikan ini karena adanya pemberian beasiswa untuk program
        penyetaraan pendidikan sarjana S1 dan program sertifikasi guru. Dalam rangka untuk
    meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan hasil belajar siswa sudah
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                    34
 
selayaknya program peningkatan mutu dan kualitas tenaga guru perlu mendapat
    perhatian serius dari pemerintah.

    Rekomendasi Kebijakan:
         Peningkatan kualitas tenaga pendidik baik melalui penyetaraan pendidikan
          maupun kursus, training dan magang.
         Peningkatan jumlah sertifikasi bagi tenaga pendidik tingkat sekolah menengah.
         Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pendidik agar lebih
          mampu mengembangkan kompetensinya dan meningkatkan komitmen mereka
          dalam melaksanakan tugasnya.




3. Kesehatan
   3.1. Umur Harapan Hidup (UHH)
   Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan ditunjukkan dengan
   meningkatnya rata-rata Umur Harapan Hdup (UHH). Umur Harapan hidup masyarakat
   di Provinsi Bengkulu sejak tahun 2004 – 2009 cenderung mengalami peningkatan.
   Pada tahun 2004 Umur Harapan Hidup Penduduk Bengkulu adalah 67,4 tahun dan
   pada tahun berikut meningkat menjadi 68,8 tahun, kemudian menjadi 68,9 pada tahun
   2006. Pada tahun 2007 terjadi peningkatan yang signifikan, UHH menjadi sebesar 69,2
   dan menjadi 69,40 tahun 2008 dan sedikit meningkat menjadi 69,65 tahun 2009.
   Meskipun terjadi tren peningkatan namun jika dibandingkan dengan capaian rata-rata
   nasional UHH Penduduk Bengkulu masih dibawah rata-rata nasional.

   Umur Harapan Hidup dipengaruhi oleh banyak faktor, selain karena faktor ekonomi dan
   sosial, juga dipengaruhi oleh tersedianya fasilitas kesehatan. Dengan adanya layanan
   kesehatan tersebut diharapkan angka kesakitan masyarakat menjadi berkurang.
   Perhatian pemerintah terhadap pembangunan kesehatan penduduk cukup besar.
   Program kesehatan layanan gratis terhadap keluarga miskin melalui Jaring Pengaman
   Sosial (JPS) mencapai 5% dari jumlah penduduk miskin, meningkat pada tahun 2004
   menjadi 10%, dan pada tahun 2005 telah terlayani 15%. Target layanan kesehatan
   gratis melalui JPS yang ingin dicapai pada periode tahun 2006-2010 secara berturut-
   turut adalah 20, 25, 30, 35 dan 40%. Berkat peningkatan jumlah, kualitas dan
   pemerataan program layanan kesehatan tersebut, status kesehatan masyarakat terus
   meningkat.




■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                               35
Perilaku masyarakat kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat, serta
    ketersediaan pembiayaan kesehatan masih rendah, sangat mempengaruhi rendahnya
    tingkat kesehatan masyarakat. Upaya pembinaan lingkungan sehat yang dilakukan
    Dinas Kesehatan telah menunjukkan adanya keberhasilan, terlihat dari beberapa
    indikator lingkungan sehat, seperti jumlah keluarga yang menghuni rumah sehat,
    menggunakan air bersih, dan menggunakan jamban milik sendiri. Pada tahun 2004
    persentase penduduk yang telah menggunakan air bersih mencapai 33,16%, yang
    memiliki jamban sendiri sebanyak 69,22%, dan yang sudah memanfaatkan jaringan
    listrik sebanyak 71,25%, sedangkan rumah yang masih berlantai tanah tinggal sebesar
    10,14%. Pada tahun-tahun selanjutnya pembinaan lingkungan sehat ditargetkan terus
    meningkat; pada periode tahun 2006-2010 secara berturut-turut meningkat menjadi 55,
    60, 65, 70 dan 80% keluarga. Pembinaan lingkungan sehat diharapkan juga
    menciptakan perilaku masyarakat untuk hidup sehat tidak saja di dalam keluarga tetapi
    juga di tempat-tempat umum seperti kantor, hotel, pasar, sekolah, sarana ibadah, dsb.

    Jumlah Puskesmas juga menjadi indikator peningkatan kuantitas layanan kesehatan
    kepada penduduk, jika dilihat dari posisi dan rasio jumlah penduduk juga menunjukkan
    adanya peningkatan pemerataan. Pada tahun 2008 jumlah Puskesmas di Provinsi
    Bengkulu berjumlah 147 dengan rasio 0,58 per 10.000 penduduk. Angka tersebut
    mengungkapkan bahwa setiap 10.000 penduduk di Provinsi Bengkulu dilayani kurang
    dari 1 (satu) buah puskesmas Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduknya maka
    jumlah Puskesmas yang terdapat di Provinsi Bengkulu masih jauh dari cukup. Kondisi
    itu terlihat dari masih relatif kecilnya nilai rasio Puskesmas terhadap penduduk
    sehingga beban tanggungan setiap Puskesmas di Provinsi Bengkulu relatif tinggi.
    Tingginya beban tanggungan Puskesmas akan berdampak negatif terhadap pelayanan
    kesehatan yaitu tidak optimalnya pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas
    kepada masyarakat. Ketidakoptimalan pelayanan kesehatan di Provinsi Bengkulu akan
    semakin tinggi bila tidak segera dilakukan penambahan atau pembangunan
    Puskesmas. Sementara itu jumlah penduduk Provinsi Bengkulu dari tahun ke tahun
    semakin bertambah.

    Selain melalui Puskesmas, pelayanan kesehatan di Provinsi Bengkulu dilakukan
    melalui Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Pelayanan kesehatan melalui
    Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling sangat efektif karena dapat melayani
    kesehatan penduduk hingga ke daerah terpencil. Namun dilihat dari jumlahnya,
   Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling yang terdapat di Provinsi Bengkulu
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                        36
 
relatif kurang memadai. Pada tahun 2008 jumlah Puskesmas Pembantu dan
   Puskesmas Keliling di Provinsi Bengkulu masing-masing sebanyak 505 buah dan 164
   buah. Selain itu terdapat 1.720 Posyandu, Klinik/KIA 124 buah dan rumah bersalin 17
   buah. Data banyaknya fasilitas kesehatan menurut jenisnya di Provinsi Bengkulu dari
   tahun 2005-2008 dapat dilihat pada tabel 16 (Lampiran).

   Upaya yang dilakukan pemerintah daerah sebagai bentuk dari penjabaran arah
   kebijaksanaan          pembangunan          kesehatan   di   Provinsi   Bengkulu   diantaranya
   meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan melalui pembangunan sarana
   kesehatan baik di daerah perkotaan maupun di daerah-daerah terpencil.

   Rekomendasi Kebijakan:
      Peningkatan pemerataan pelayanan kesehatan melalui pembangunan sarana
       kesehatan baik di daerah perkotaan maupun di daerah daerah terpencil.
      Peningkatan Program kesehatan layanan gratis terhadap keluarga miskin, seperti
       Jaring Pengaman Sosial (JPS)
      Kampanye pola hidup bersih dan sehat,
      Pembinaan lingkungan sehat tidak saja di dalam keluarga tetapi juga di tempat-
       tempat umum seperti kantor, hotel, pasar, sekolah, sarana ibadah, dsb.



   3.2. Angka Kematian Bayi (AKB)
   Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator yang paling sensitif diantara
   indikator lainnya. Angka ini mencerminkan tingkat permasalahan kesehatan yang
   langsung berkaitan dengan kematian bayi, tingkat kesehatan ibu dan anak, tingkat
   upaya pelayanan kesehatan ibu dan anak, upaya keluarga dan tingkat perkembangan
   sosial ekonomi keluarga.

   AKB di Provinsi Bengkulu sejak tahun 2004 – 2009 menunjukan kecenderungan
   menurun dari tahun ke tahun bahkan pada tahun 2008 sudah dibawah rata-rata AKB
   nasional. Pada tahun 2009 AKB menurun menjadi 21,14. Kondisi ini menunjukkan
   keberhasilan pemerintah dalam pembangunan bidang kesehatan. Turunnya AKB ini
   didukung oleh program pelayanan kesehatan gratis yang diterapkan oleh sebagian
   besar pemerintah kabupaten dan kota di provinsi Bengkulu terutama bagi penduduk
   miskin.




■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                   37
Grafik 2.18 Perkembangan Angka Kematian Bayi dan Persentase Tingkat Kemiskinan
                            Provinsi Bengkulu, 2004 – 2009

        60.00

        50.00         48
                                         43
        40.00                                             39
                                                                          34
        30.00                                                                               28
                      22.39              22.18            23.00           22.13
        20.00
                                                                                                             21.14
                                                                                         20.64               18.59
        10.00

         0.00
                  2004              2005            2006              2007            2008             2009
                                         Kemiskinan (%)        AKB per 1.000 kelahiran hidup)
                                                                                                                      
    Rekomendasi Kebijakan
         Meningkatkan akses pelayanan kesehatan terutama terhadap penduduk miskin dan
          pedesaan antara lain melalui penambahan sarana kesehatan.
         Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan menambah tenaga kesehatan,
         Memberikan pelayanan kesehatan gratis terutama kepada golongan penduduk
          miskin yang tidak mampu.

    3.3. Prevalensi Gizi buruk (%)
    Data statistik menunjukkan bahwa nilai Prevalensi Gizi Buruk (PGB) di Provinsi
    Bengkulu telah mengalami penurunan yang berkesinambungan sejak tahun 2005
    sampai dengan tahun 2009. Menurunnya angka Prevalensi Gizi Buruk (PGB) antara
    lain disebabkan antara lain oleh meningkatnya pendapatan per kapita dan
    berkurangnya jumlah penduduk miskin, sehingga berpengaruh positif terhadap
    pemenuhan gizi, seperti dapat dilihat pada gambar berikut ini.

    Grafik 2.19 Perkembangan Persentase Prevalensi Gizi buruk, Pendapatan per Kapita
                 dan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Bengkulu, 2004 – 2009
          25.00
                         22.39                                               22.13
                                           22.18          23.00                          20.64
          20.00

          15.00

          10.00                          6.54                             7.93           8.79            9.32
                                                           7.27
                         5.25
           5.00
                                           3.20
                                                           1.56           0.63           0.43            0.02
           0.00
                    2004             2005           2006              2007           2008             2009

                                 Gizi Buruk (%)       Pendapatan Per Kapita          Kemiskinan (%)



■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu                                                                                38
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB

Contenu connexe

Tendances

Lampiran permendagri nomor 37 tahun 2014 264 2
Lampiran permendagri nomor 37 tahun 2014 264 2Lampiran permendagri nomor 37 tahun 2014 264 2
Lampiran permendagri nomor 37 tahun 2014 264 2
Hebron Dayax
 
SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL
SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONALSISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL
SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL
Irvan Doang
 

Tendances (17)

2015 semarang cak_lkpj_ata_2014_mardi_tambah
2015 semarang cak_lkpj_ata_2014_mardi_tambah2015 semarang cak_lkpj_ata_2014_mardi_tambah
2015 semarang cak_lkpj_ata_2014_mardi_tambah
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
 
SPM dalam Akuntablititas SKPD
SPM dalam Akuntablititas SKPDSPM dalam Akuntablititas SKPD
SPM dalam Akuntablititas SKPD
 
Renstra rsdm 2013_2018
Renstra rsdm 2013_2018Renstra rsdm 2013_2018
Renstra rsdm 2013_2018
 
Standard pelayanan minimum pdf
Standard pelayanan minimum pdfStandard pelayanan minimum pdf
Standard pelayanan minimum pdf
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TengahLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi PapuaLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
 
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerap...
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerap...Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerap...
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerap...
 
Lampiran permendagri nomor 37 tahun 2014 264 2
Lampiran permendagri nomor 37 tahun 2014 264 2Lampiran permendagri nomor 37 tahun 2014 264 2
Lampiran permendagri nomor 37 tahun 2014 264 2
 
1958585
19585851958585
1958585
 
LKPJ Berdasarkan PP No 3 Tahun 2007
LKPJ Berdasarkan PP No 3 Tahun 2007LKPJ Berdasarkan PP No 3 Tahun 2007
LKPJ Berdasarkan PP No 3 Tahun 2007
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
 
SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL
SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONALSISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL
SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
 
Renja
RenjaRenja
Renja
 
Perda Nomor 2 Tahun 2014
Perda Nomor 2 Tahun 2014 Perda Nomor 2 Tahun 2014
Perda Nomor 2 Tahun 2014
 
Rencana stratejik
Rencana stratejikRencana stratejik
Rencana stratejik
 

Similaire à Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB

Paparan Aistensi SAKIP 2022.pptx
Paparan Aistensi SAKIP 2022.pptxPaparan Aistensi SAKIP 2022.pptx
Paparan Aistensi SAKIP 2022.pptx
AbizianMuah
 
Abortion Pills In Dubai UAE Sharjah (+966572737505) Get Cytotec
Abortion Pills In Dubai UAE Sharjah (+966572737505) Get CytotecAbortion Pills In Dubai UAE Sharjah (+966572737505) Get Cytotec
Abortion Pills In Dubai UAE Sharjah (+966572737505) Get Cytotec
Abortion pills in Riyadh +966572737505 get cytotec
 
In Jeddah { +966572737505 } Abortion pills in Jeddah,Get Cytotec
In Jeddah { +966572737505 } Abortion pills in Jeddah,Get CytotecIn Jeddah { +966572737505 } Abortion pills in Jeddah,Get Cytotec
In Jeddah { +966572737505 } Abortion pills in Jeddah,Get Cytotec
Abortion pills in Riyadh +966572737505 get cytotec
 
Proposal zohri terbaru
Proposal zohri terbaruProposal zohri terbaru
Proposal zohri terbaru
lailatul zohri
 

Similaire à Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB (20)

Paparan Aistensi SAKIP 2022.pptx
Paparan Aistensi SAKIP 2022.pptxPaparan Aistensi SAKIP 2022.pptx
Paparan Aistensi SAKIP 2022.pptx
 
EXPOSE SOSIALISASI RAT PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2024 (edit adil).pptx
EXPOSE SOSIALISASI RAT PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2024 (edit adil).pptxEXPOSE SOSIALISASI RAT PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2024 (edit adil).pptx
EXPOSE SOSIALISASI RAT PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2024 (edit adil).pptx
 
Policy brief sejauhmana pelaksanaan (pusat kajian manajemen kebijakan 2013)
Policy brief sejauhmana pelaksanaan (pusat kajian manajemen kebijakan 2013)Policy brief sejauhmana pelaksanaan (pusat kajian manajemen kebijakan 2013)
Policy brief sejauhmana pelaksanaan (pusat kajian manajemen kebijakan 2013)
 
Abortion Pills In Dubai UAE Sharjah (+966572737505) Get Cytotec
Abortion Pills In Dubai UAE Sharjah (+966572737505) Get CytotecAbortion Pills In Dubai UAE Sharjah (+966572737505) Get Cytotec
Abortion Pills In Dubai UAE Sharjah (+966572737505) Get Cytotec
 
In Jeddah { +966572737505 } Abortion pills in Jeddah,Get Cytotec
In Jeddah { +966572737505 } Abortion pills in Jeddah,Get CytotecIn Jeddah { +966572737505 } Abortion pills in Jeddah,Get Cytotec
In Jeddah { +966572737505 } Abortion pills in Jeddah,Get Cytotec
 
Presentasi forum anti korupsi
Presentasi forum anti korupsiPresentasi forum anti korupsi
Presentasi forum anti korupsi
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua - Uncen
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua - UncenLaporan Akhir EKPD 2010 - Papua - Uncen
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua - Uncen
 
Proposal zohri terbaru
Proposal zohri terbaruProposal zohri terbaru
Proposal zohri terbaru
 
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI GORONTALO
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI GORONTALOHASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI GORONTALO
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI GORONTALO
 
Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi Sektor PublikAkuntansi Sektor Publik
Akuntansi Sektor Publik
 
Sambutan ketua selebrasi kepatuhan 2021
Sambutan ketua selebrasi kepatuhan 2021Sambutan ketua selebrasi kepatuhan 2021
Sambutan ketua selebrasi kepatuhan 2021
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRILaporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
 
Indikator Makro Sumut Tahun 2019 - 2023.pptx
Indikator Makro Sumut Tahun 2019 - 2023.pptxIndikator Makro Sumut Tahun 2019 - 2023.pptx
Indikator Makro Sumut Tahun 2019 - 2023.pptx
 
LKjIP Kab. Ponorogo 2018
LKjIP Kab. Ponorogo 2018LKjIP Kab. Ponorogo 2018
LKjIP Kab. Ponorogo 2018
 
Rkpd kab. sikka 2015
Rkpd kab. sikka 2015Rkpd kab. sikka 2015
Rkpd kab. sikka 2015
 
Laporan BPK APBD Kota Bengkulu Tahun 2010
Laporan BPK APBD Kota Bengkulu Tahun 2010Laporan BPK APBD Kota Bengkulu Tahun 2010
Laporan BPK APBD Kota Bengkulu Tahun 2010
 
LKjIP Kab. Ponrogo 2019
LKjIP Kab. Ponrogo 2019LKjIP Kab. Ponrogo 2019
LKjIP Kab. Ponrogo 2019
 
Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Terhadap Kinerja Keu...
Analisis Penerapan Standar  Akuntansi Pemerintahan (SAP) Terhadap Kinerja Keu...Analisis Penerapan Standar  Akuntansi Pemerintahan (SAP) Terhadap Kinerja Keu...
Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Terhadap Kinerja Keu...
 
Analisis penerapan standar akuntansi pemerintahan (sap) terhadap kinerja keu...
Analisis penerapan standar  akuntansi pemerintahan (sap) terhadap kinerja keu...Analisis penerapan standar  akuntansi pemerintahan (sap) terhadap kinerja keu...
Analisis penerapan standar akuntansi pemerintahan (sap) terhadap kinerja keu...
 
Iku diskominfo jogja
Iku  diskominfo jogjaIku  diskominfo jogja
Iku diskominfo jogja
 

Plus de EKPD

Plus de EKPD (20)

Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi MalukuLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi LampungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka BelitungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TenganLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi JambiLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi GorontaloLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. YogyakartaLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BantenLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BaliLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
 

Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB

  • 1.
  • 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah satu dari empat tahapan perencanaan pembangunan yang meliputi penyusunan, penetapan, pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan. Sebagai suatu tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan secara sistematis dengan mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi untuk menilai sejauh mana pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan tersebut dilaksanakan. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah (Bappenas) berkewajiban untuk melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN tersebut. Saat ini telah ditetapkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014. Siklus pembangunan jangka menengah lima tahun secara nasional tidak selalu sama dengan siklus pembangunan 5 tahun di daerah, begitu juga dengan provinsi Bengkulu. Sehingga penetapan RPJMN 2010-2014 ini tidak bersamaan waktunya dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bengkulu yang akan berakhir pada Nopember 2010. Hal ini menyebabkan prioritas-prioritas pembangunan dalam RPJMD Provinsi Bengkulu tidak selalu mengacu pada prioritas-prioritas RPJMN 2010-2014. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi relevansi prioritas/program antara RPJMN dengan RPJMD Provinsi Bengkulu. Di dalam pelaksanaan evaluasi ini, dilakukan dua bentuk evaluasi yang berkaitan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Yang pertama adalah evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan yang kedua penilaian keterkaitan antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014. Metode yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 adalah Evaluasi ex-post untuk melihat efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran) dengan mengacu pada tiga agenda RPJMN 2004 - 2009 yaitu agenda Aman dan Damai; Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Untuk mengukur kinerja yang telah dicapai pemerintah atas ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  1
  • 3. pelaksanaan ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi dan analisis indikator pencapaian. Sedangkan metode yang digunakan dalam evaluasi relevansi RPJMD Provinsi Bengkulu dengan RPJMN 2010-2014 adalah membandingkan keterkaitan 11 prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya dengan prioritas daerah. Selain itu juga mengidentifikasi potensi lokal dan prioritas daerah yang tidak ada dalam RPJMN 2010- 2014. Adapun prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014 adalah 1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3) Kesehatan, 4) Penanggulangan Kemiskinan, 5) Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur, 7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha, 8) Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, 10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik, 11) Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1) Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2) Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3) Perekonomian lainnya. Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada perencanaan pembangunan daerah dan untuk perbaikan kualitas perencanaan di daerah di Provinsi Bengkulu. Selain itu, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan pembangunan daerah guna meningkatkan efektivitas dan relevansinya dengan pembangunan nasional. Pelaksanaan EKPD dilakukan secara eksternal untuk memperoleh masukan yang lebih independen terhadap pelaksanaan RPJMN di daerah. Berdasarkan hal tersebut, Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan melaksanakan kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) yang bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi selaku evaluator eksternal dan dibantu oleh stakeholders daerah. Di provinsi Bengkulu pelaksanaan EKPD 2010 dilaksanakan oleh Universitas Bengkulu (UNIB) bekerjasama dengan Bappenas yang pelaksanaannya mengacu pada panduan yang dibuat oleh Bappenas. B. Tujuan dan Sasaran Tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2010 ini adalah: 1. Untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dapat memberikan kontribusi pada pembangunan di daerah; 2. Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam RPJMN 2010-2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bengkulu. ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  2  
  • 4. Sasaran yang diharapkan dari kegiatan ini meliputi: 1. Tersedianya data/informasi dan penilaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di Provinsi Bengkulu; 2. Tersedianya data/informasi dan penilaian keterkaitan RPJMD Provinsi Bengkulu dengan RPJMN 2010-2014. C. Keluaran Hasil yang diharapkan dari kegiatan EKPD 2010 di Provinsi Bengkulu adalah sebagai berikut: 1. Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian (kinerja) pelaksanaan RPJMN 2004- 2009 di Provinsi Bengkulu; 2. Tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan RPJMD Provinsi Bengkulu dengan RPJMN 2010-2014. ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  3
  • 5. BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004 – 2009 A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI A.1. Indikator Indikator yang digunakan untuk mewujudkan agenda pembangunan Indonesia yang aman dan damai dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.1. Indikator Agenda Pembangunan Indonesia yang Aman dan Damai No Indikator Satuan 2005 2006 2007 2008 2009 1 Jumlah Kriminalitas yang Terjadi Kasus 2.130 2.686 2.510 2.779 2.335 2 Penyelesaian Kasus Kejahatan Persen 91,61 75,55 88,62 99,24 92,26 Konvensional 3 Penyelesaian Kasus Kejahatan Persen 66.60 80.00 73.33 Transnasional A.2. Analisis Pencapaian Indikator 1. Jumlah dan Jenis Kriminalitas Data indeks kriminalitas yang dibutuhkan untuk mengukur capaian kinerja pemerintah daerah dalam mewujudkan kehidupan yang aman dan damai belum tersedia, sehingga yang dijadikan sebagai pedoman adalah kuantitas tindak kriminalitas yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat Provinsi Bengkulu. Data menunjukkan bahwa tindak kriminalitas konvensional yang terjadi di Provinsi Bengkulu dalam kurun waktu 5 tahun terakhir masih berfluktuasi dengan frekuensi jenis kriminalitas tertentu menurun, sebaliknya terhadap jenis kriminalitas lainnya terjadi peningkatan. Jenis kejahatan lain-lain sebagaimana dimaksud dalam data tabel 1 (lampiran) meliputi penipuan, penggelapan, pemalsuan, pengeroyokan, pengrusakan, penyerobotan tanah, kekerasan dalam rumah tangga, penganiayaan ringan, pencemaran nama baik, porno-aksi atau porno-grafi, perzinahan, dan perbuatan tidak menyenangkan. Untuk melihat perkembangan jumlah kejahatan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Provinsi Bengkulu Tahun 2005-2009 digambarkan dalam bentuk grafik di bawah ini. ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  4  
  • 6. Gambar 2.1. Perkembangan Jumlah Kejahatan yang Terjadi dengan Tingkat Kemiskinan dan Tingkat Pengangguran di Provinsi Bengkulu, Tahun 2005-2009 25.000 23.00 22.13 22.18 20.64 20.000 18.59 15.000 10.000 6.15 6.04 4.68 4.90 5.000 2.779 5.31 2.130 2.686 2.510 2.335 0.000 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah Kejahatan Pengangguran (%) Kemiskinan (%) Mencermati angka kriminalitas yang terjadi dapat dinyatakan, bahwa pelaksanaan program pembangunan yang bertujuan mewujudkan kehidupan masyarakat yang damai dan aman secara umum sudah memperlihatkan capaian yang memuaskan, namun belum optimal, karena frekuensi kriminalitas dari tahun ke tahun masih berfluktuasi, tahun 2005 sebanyak 2.130 kasus, meningkat drastis menjadi 2.686 kasus tahun 2006, pada tahun 2007 menurun menjadi 2.510 kasus, namun tahun 2008 meningkat lagi menjadi 2.779 kasus, kemudian pada tahun 2009 menurun menjadi 2.335 kasus. Memang mewujudkan kehidupan yang damai dan aman dengan nol kriminalitas adalah mustahil, namun masyarakat masih menaruh harapan pada pemerintah daerah dan aparatur penegak hukum untuk melakukan upaya menekan frekuensi kriminalitas makin kecil, sehingga secara psikologis setiap individu merasakan jaminan perlindungan dan jaminan rasa aman dan damai dalam kehidupan bermasyarakat. Data jenis kriminalitas tabel 1 (Lampiran), menunjukkan masih tingginya ancaman rasa aman bagi setiap individu dalam masyarakat, terutama rasa aman dalam keselamatan jiwa raga, dan rasa aman dalam kepemilikan harta benda. Hal ini disebabkan masih tingginya kriminalitas menyangkut harta benda seseorang dan jiwa seseorang. Tahun 2007 frekuensi kriminalitas menyangkut harta benda, terutama kasus pencurian dengan pemberatan menunjukkan tren meningkat, dari 304 kasus tahun 2006 menjadi 684 kasus. Tahun 2008 mencerminkan optimalisasi kinerja pemerintah, sehingga dapat menurunkan frekuensi kasus serupa menjadi 571 kasus, namun tahun ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  5
  • 7. 2009 naik menjadi 573 kasus. Tahun 2009 frekuensi kriminalitas menyangkut harta benda, terutama kasus pencurian kendaraan bermotor meningkat menjadi 313 kasus dibanding kasus serupa tahun 2008 sebanyak 209 kasus, dan kasus pencurian dengan kekerasan menjadi 130 kasus, sedangkan tahun 2008 hanya 108 kasus. Keadaan meningkatnya kriminalitas terhadap harta benda, dapat dikategorikan sebagai kriminalitas yang bermotif ekonomi, artinya pelaku melakukan kejahatan karena didorong masalah kebutuhan ekonomi, yang sering memiliki keterkaitan erat dengan persoalan kemiskinan dan pengangguran. Apabila dihubungkan dengan angka kemiskinan Provinsi Bengkulu tahun 2007 (22,13%), 2008 (20,64) dan 2009 (18,59%) dan data jumlah pengangguran dalam tahun yang sama yaitu 4,68% tahun 2007, 4,90% tahun dan 5,31% tahun 2009 maka dapat disimpulkan meningkatnya tindak kriminalitas kejahatan terhadap harta benda disebabkan oleh keadaan ekonomi pelakunya. Tahun 2009 tindak kriminalitas menyangkut keselamatan badan dan jiwa seseorang meningkat, terutama penganiayaan berat, justru meningkat dibanding tahun 2008, padahal dalam 4 tahun sejak 2006 tren kejahatan bidang ini selalu menurun. Demikian juga tindak kriminal pembunuhan sejak tahun 2006 hingga tahun 2008 trennya menurun, namun tahun 2009 kasus pembunuhan justru meningkat. Penyebab terjadinya kejahatan terhadap jiwa orang seperti pembunuhan, penganiayaan berat, pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, dan pencemaran nama baik seseorang, banyak disebabkan oleh kurangnya kesadaran terhadap nilai-nilai moral, agama, dan nilai-nilai sosial dalam kehidupan bersama. Rekomendasi Kebijakan Rekomendasi yang dapat diberikan untuk menekan penurunan angka kriminalitas tersebut antara lain: a) Pemerintah daerah harus meningkatkan program penanggulangan kemiskinan, dengan membuka lapangan perkerjaan atau memperluas kesempatan kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran dan makin banyak warga yang memperoleh penghasilan layak. b) Pemerintah daerah perlu melakukan program penguatan peran anak-anak dan remaja dalam berbagai organisasi kepemudaan seperti karang taruna, kepramukaan, organisasi intra sekolah, perhimpunan kegiatan seni, olah raga dan ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  6  
  • 8. lain-lain sebagai sarana pembinaan mental anak dan remaja, sehingga dapat mengurangi tindak kriminalitas yang disebabkan kenakalan remaja. c) Perlu dipertimbangkan kebijakan meningkatkan rasio ideal aparatur keamanan untuk setiap jiwa penduduk, setidaknya dalam waktu singkat melakukan penataan penempatan aparatur keamanan pada daerah yang rawan kriminalitas, baik daerah perdesaan maupun lokasi tertentu pada kawasan perkotaan. d) Perlu dilakukan program peningkatan partisipasi setiap individu warga masyarakat dalam pemeliharaan ketertiban umum, seperti menerapkan sistem penjagaan keamanan lingkungan (siskamling) pada situasi krisis ekonomi, yang dibarengi dengan program peningkatan kesadaran hukum masyarakat melalui penyuluhan hukum. 2. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional Persentasi penanganan kasus tindak pidana kejahatan konvensional dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2005-2009), antara jumlah kasus kejahatan konvensional yang dilaporkan dengan yang ditangani dan ditindaklanjuti di Provinsi Bengkulu dari tahun ke tahun menunjukkan angka yang berfluktuasi. Untuk melihat indikator persentase perkembangan jumlah penyelesaian kasus kejahatan konvensional yang dilaporkan dengan yang disidang dalam kurun waktu 2005 sampai dengan 2009, digambarkan dalam grafik di bawah ini Gambar 2.2. Perkembangan Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional yang Dilaporkan dengan yang Disidang di Provinsi Bengkulu, Tahun 2005 – 2009 1800 1618 1655 1600 1464 1360 1352 1400 1527 1434 1453 1200 1246 1000 981 800 600 400 200 91.62 72.56 88.63 99.25 92.27 0 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah Kasus yang Dilaporkan Jumlah Perkara yang Disidangkan % Penyelesaian ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  7
  • 9. Berdasarkan data tabel 2 (Lampiran) menunjukkan peningkatan kinerja aparatur penegak hukum yang makin membaik, yang didukung kesadaran hukum masyarakat menggunakan jalur hukum (litigasi) dalam menyelesaikan setiap kasus hukum yang dihadapinya. Banyaknya laporan perkara adalah representatif kesadaran hukum, dan banyaknya laporan yang berhasil diselesaikan adalah representatif kinerja aparatur penegak hukum. Tahun 2006 persentase penyelesaian perkara kejahatan konvensional yang dilaporkan sangat rendah (75,55%) capaian ini turun drastis dibanding tahun sebelumnya (91,61%). Penurunan capaian persentase penyelesaian kasus dapat disebabkan oleh dua keadaan, yaitu pertama, korban kejahatan mencabut laporan polisi selanjutnya memilih penyelesaian nonlitigasi, seperti perdamaian, dengan demikian kasus tidak perlu dilanjutkan ke tingkat persidangan pengadilan. Kedua, pengaduan atau laporan kejahatan yang disampaikan oleh korban tidak didukung bukti-bukti yang cukup kuat, akibatnya aparatur penegak hukum tidak dapat meneruskan penyelesaian kasus sampai ke tingkat persidangan pengadilan, sehingga penyidikan dihentikan. Tahun 2008 capaian persentase penyelesaian perkara yang dilaporkan dan yang disidangkan sangat tinggi (99,24%), capaian ini menunjukkan makin meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, di mana kasus yang dilaporkan didukung bukti yang cukup dan konsistensi memilih cara penyelesaian litigasi. Selain persentase itu dipengaruhi pula oleh kualitas kinerja aparatur hukum yang makin meningkat, dengan jumlah yang makin bertambah, seiring dengan adanya kebijakan pemekaran wilayah kabupaten (9 kabupaten dan 1 kota) yang diikuti kebijakan pemekaran kecamatan (120 kecamatan), sehingga masyarakat makin mudah mengakses pelayanan hukum. Bardasarkan data persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional, dapat dikatakan bahwa upaya mewujudkan kehidupan yang aman dan damai sudah memuaskan. Pemerintah daerah sudah memperlihatkan komitmen yang tinggi, antara lain menambah satuan kerja pelayanan hukum dengan dibentuknya institusi kepolisian kecamatan, kabupaten pemekaran, dibentuknya institusi kejaksaan dan pengadilan di setiap kabupaten pemekaran, sehingga makin memudahkan masyarakat dalam mengakses pelayanan hukum. ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  8  
  • 10. Rekomendasi Kebijakan Rekomendasi yang dapat diberikan, bahwa keberhasilan dalam penyelesaian kasus- kasus kejahatan konvensional dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama kuatnya komitmen dari berbagai pihak terkait dan tingginya konsistensi antara perencanaan dan pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk memberantas kejahatan-kejahatan konvensional. Oleh karena itu, pemerintah dan pemerintah daerah perlu merumuskan strategi yang lebih efektif yang bertujuan untuk mendorong peningkatan komitmen pihak-pihak terkait dalam pencegahan tindak kriminalitas (kejahatan konvensional) termasuk memberikan reward bagi setiap individu yang berpartisipasi dalam pencegahan kejahatan dan memberikan punishment hukuman yang lebih berat terhadap pelaku kejahatan konvensional yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kejahatan yang didakwakan padanya, sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi yang lainnya untuk tidak melakukan kejahatan serupa. Selain itu, peningkatan kesadaran hukum masyarakat masih perlu ditingkatkan melalui pelbagai program penerangan atau penyuluhan hukum, sehingga seua lapisan masyarakat memiliki pengetahuan hukum yang memadai, kondisi ini sangat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan kejahatan konvensional atau penegakan hukum pada umumnya. 3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional Berdasarkan data yang ada pada instansi penegak hukum dalam wilayah Provinsi Bengkulu (kepolisian, kejaksaan, pengadilan) jumlah tindak pidana yang bersifat transnasional dalam wilayah hukum Provinsi Bengkulu relatif sedikit, dibanding kejahatan konvensional. Kasus-kasus kejahatan transnasional mulai terjadi tahun 2007 dengan jenis kejahatan berupa penyelundupan senjata api dan perdagangan manusia, sedangkan kasus transnasional lainnya seperti perompakan, narkoba yang melibatkan pelaku orang asing, money loundering dan cyber crime sampai saat sekarang ini belum ada laporan masyarakat. Persentasi penanganan kasus tindak pidana kejahatan transnasional dalam kurun waktu 3 tahun terakhir yaitu sejak tahun 2007 sampai dengan 2009, antara jumlah kasus kejahatan transnasional yang dilaporkan dengan yang ditangani dan ditindaklanjuti di Provinsi Bengkulu menunjukkan angka yang berfluktuasi dari tahun ke tahun dengan persentase terendah sebesar 66,66% pada tahun 2007 dan persentase tertinggi sebesar 80% pada tahun 2008. Beberapa kasus kejahatan transnasional yang tidak tertangani disebabkan laporan kasus yang disampaikan ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  9
  • 11. korban atau saksi pelapor tidak memiliki cukup bukti, sehingga tidak dapat dilimpahkan ke tahap persidangan pengadilan. Perkembangan persentase jumlah penyelesaian kasus kejahatan transnasional yang dilaporkan dengan yang disidang dalam kurun waktu 2007 sampai dengan 2009, digambarkan dalam grafik di bawah ini Gambar2.3. Persentase Jumlah Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional yang Dilaporkan Dengan yang Disidang, Tahun 2007 – 2009 90 80 80.00 70 66.67 73.33 60 50 40 30 20 15 10 3 5 11 0 4 2 2007 2008 2009 Jumlah Kasus yang Dilaporkan Jumlah Perkara yang Disidangkan % Penyelesaian Perkara Data tabel 3 (Lampiran) menunjukkan bahwa tahun 2009 jumlah kasus kejahatan transnasional mengalami peningkatan drastis dibanding tahun sebelumnya. Data ini harus dipahami secara positif, bahwa terjadinya kejahatan transnasional tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan program pembangunan daerah, antara lain pembangunan bidang perhubungan dan transportasi, sehingga daerah ini makin terbuka dan mudah dijangkau oleh masyarakat nasional maupun internasional. Dilihat dari persentase penyelesaian kasus kejahatan transnasional tahun 2009 sebesar 73,33%, ini menunjukkan bahwa aparatur hukum khususnya dan pemerintah daerah umumnya sudah siap mengantisipasi kemungkinan terjadinya jenis kejahatan yang bersifat transnasional sebagai konsekuensi logis dari keberhasilan pembangunan. Apabila dikaitkan dengan tujuan pembangunan, yakni mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, maka persentase jumlah kasus kejahatan transnasional yang berhasil ditangani sebagaimana data tabel 3 (lampiran), menunjukkan kinerja aparatur penegak hukum sudah memuaskan, meskipun masih ada beberapa kasus yang belum terselesaikan, hal itu bukan disebabkan menurunnya komitmen aparatur ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  10  
  • 12. hukum, melainkan karena secara teknis yuridis kasus tersebut tidak didukung alat bukti yang kuat, sehingga tidak dapat diproses secara hukum. Keberhasilan program pembangunan mewujudkan kehidupan yang damai dan aman tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah dalam menyediakan sumber daya aparatur penegak hukum, baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga terjadi peningkatan rasio aparatur hukum dengan jiwa masyarakat yang harus dilindungi. Kebijakan kemitraan aparatur hukum dan masyarakat, baik secara individual maupun kelompok dalam pencegahan dan penanggulangan kejahatan, merupakan salah satu model kebijakan yang dapat dijadikan alternatif mengantisipasi terjadinya kejahatan-kejahatan yang bersifat transnasional. Di samping itu, secara khusus dalam penyelesaian kasus-kasus kejahatan transnasional dibutuhkan komitmen dan konsistensi tinggi dari berbagai pihak terkait dalam penegakan hukum. Pemerintah daerah harus merumuskan strategi yang lebih efektif yang bertujuan untuk mendorong peningkatan komitmen aparatur hukum dan mendorong tumbuhnya peran serta masyarakat dalam pencegahan kejahatan transnasional. Rekomendasi Kebijakan Keberhasilan dalam penyelesaian kasus-kasus kejahatan transnasional dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama kuatnya komitmen dari berbagai pihak terkait dan tingginya konsistensi antara perencanaan dan pelaksanaan dari kebijakan- kebijakan yang ditujukan untuk memberantas kejahatan-kejahatan transnasional. Oleh karena itu, pemerintah dan pemerintah daerah perlu merumuskan strategi yang lebih efektif yang bertujuan untuk mendorong peningkatan komitmen pihak-pihak terkait dalam pencegahan tindak kriminalitas (kejahatan transnasional) termasuk memberikan reward bagi setiap individu yang berpartisipasi dalam pencegahan kejahatan dan memberikan punishment hukuman yang lebih berat terhadap pelaku kejahatan transnasional yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kejahatan yang didakwakan padanya, sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi yang lainnya untuk tidak melakukan kejahatan serupa. Di samping itu, peningkatan kesadaran hukum masyarakat masih perlu ditingkatkan melalui pelbagai program penerangan/penyuluhan hukum. Selanjutnya keberhasilan program mewujudkan kehidupan yang damai dan aman tidak terlepas dari keberhasilan pemerintah dan pemerintah daerah dalam menambah lapangan kerja ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  11
  • 13. dan memperluas kesempatan kerja, sehingga setiap individu memiliki pekerjaan dan penghasilan, kondisi ini sangat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan kejahatan transnasional atau penegakan hukum pada umumnya. B. AGENDA MEWUJUDKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS B. 1. Indikator Indikator yang digunakan untuk mewujudkan agenda pembangunan Indonesia yang Adil dan Demokratis dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.2. Indikator Agenda Pembangunan Indonesia yang Adil dan Demokratis No Indikator Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1 Pelayanan Publik Kasus Korupsi yang Persen 97.00 94.00 94.00 94.00 89.00 Tertangani Jumlah Kab./Kota Yang Persen 33.33 44.44 55.56 60.00 80.00 Memiliki Perda Pelayanan Satu Atap, Persentase Kab/kota Yang Persen - - - 11.11 20.00 Memiliki Pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 2 Demokrasi Gender Development Index 62.3 63.9 65.3 66.9 68.27 (GDI) Gender Empowerment 56.4 58.8 60.0 61.8 71.76 Meassurement (GEM) B.2. Analisis Pencapaian Indikator 2.1. Pelayanan Publik 2.1.1. Persentase Kasus Korupsi yang Tertangani dibandingkan dengan yang Dilaporkan Persentasi penanganan kasus tindak pidana korupsi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2005-2009), antara jumlah kasus korupsi yang dilaporkan dengan yang ditangani dan ditindaklanjuti di Provinsi Bengkulu dari tahun ke tahun menunjukkan angka yang berfluktuasi. Tahun 2006 kinerja aparatur hukum dalam penyelesaian laporan tindak pidana korupsi menunjukkan hasil yang sangat memuaskan dengan capaian persentase 87,50%. Capaian ini menunjukkan pemerintah dan aparatur ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  12  
  • 14. hukum masih konsisten dengan komitmennya yang menyatakan perang melawan korupsi. Tahun 2009 kinerja aparatur hukum dalam penyelesaian laporan tindak pidana korupsi menurun drastis, dengan tingkat persentase 43,24%. Sangat ironis, di satu sisi pemerintah menyatakan komitmennya memberantas korupsi dan mengajak masyarakat berpartisipasi melaporkan temuan-temuan yang berindikasi korupsi, namun di sisi lain pemerintah, terutama aparatur hukum pemegang kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi, baik kepolisian daerah maupun kejaksaan tinggi, terkesan lamban bahkan mungkin sengaja membiarkan laporan- laporan tindak pidana korupsi menggantung tanpa kejelasan dan kepastian hukum. Penyebab lambannya kinerja pemberantasan korupsi yang sering dijadikan alasan oleh aparatur hukum adalah lamanya waktu menunggu hasil audit kerugian negara yang dilakukan auditor BPK/BPKP Perwakilan Bengkulu. Penyebab lain, banyaknya laporan tindak pidana korupsi yang disampaikan masyarakat tidak didukung oleh bukti yang kuat, sehingga tidak dapat dimasukkan dalam registrasi perkara artinya secara hukum perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut tidak bisa diselesaikan, namun kendatipun demikian aparatur hukum tetap tidak konsisten, seharusnya jika memang tidak cukup bukti, demi kepastian hukum harus dilakukan pemberhentian penyidikan. Untuk melihat perkembangan persentase jumlah kasus korupsi yang dilaporkan dengan yang disidang dalam kurun waktu 2005 sampai dengan 2009, digambarkan dalam grafik di bawah ini. Gambar 2.4. Perkembangan persentase jumlah Kasus Korupsi yang Dilaporkan Dengan yang Disidang di Provinsi Bengkulu, Tahun 2005 - 2009 120 100 97 94 94 94 89 80 82.35 87.50 77.27 75.00 60 43.24 40 37 24 22 20 17 21 8 17 16 14 0 6 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah Kasus yang Dilaporkan Jumlah Perkara yang Disidangkan % Penyelesaian Provinsi % Penyelesaian Nasional ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  13
  • 15. Apabila kinerja aparatur hukum dalam penyelesaian laporan tindak pidana korupsi dikaitkan dengan salah satu tujuan/sasaran pembangunan daerah, yaitu untuk melakukan pemberantasan korupsi, maka dapat dikatakan bahwa capaian hasil pembangunan daerah di bidang ini sangat tidak memuaskan. Terbukti dari rendahnya capaian persentase laporan tindak pidana korupsi yang berhasil diselesaikan. Jika dibandingkan dengan rata-rata nasional, maka kinerja aparatur hukum daerah tidak lebih baik dari capaian pembangunan nasional. Sebagaimana data pada Tabel 4 (lampiran) persentase jumlah kasus korupsi yang ditangani di Provinsi Bengkulu masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan persentase yang dicapai di tingkat nasional. Hal ini memberikan implikasi rendahnya kemauan politik pemerintah daerah Provinsi Bengkulu dalam memberantas tindak pidana korupsi, artinya penempatan salah satu tujuan pembangunan daerah, yaitu untuk melakukan pemberantasan korupsi, masih sebatas retorika politik. Rekomendasi Kebijakan Rekomendasi yang patut diberikan bahwa faktor utama yang menentukan keberhasilan penyelesaian kasus-kasus korupsi adalah kemauan politik kepala pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah yang konsisten menjalankan rencana dan pelaksanaan dari setiap kebijakan yang ditujukan untuk memberantas korupsi. Meskipun berbagai strategi dan instrumen hukum pemberantasan korupsi yang ada sudah cukup memadai, namun betapa pun sempurnanya instrumen hukum dan strategi yang dibuat, korupsi akan tetap terjadi, tanpa komitmen pemimpin (kepala negara dan kepala daerah) yang bersungguh-sungguh memberantas korupsi. Profesionalitas lembaga pengawasan fungsional inspektorat daerah perlu lebih difungsikan dengan menempatkan tenaga auditor fungsional yang lulus sertifikasi auditor nasional. Selain itu perlu dilakukan upaya mendekatkan pengawas eksternal ke setiap SKPD, konkritnya BPK sebaiknya memiliki kantor perwakilan di setiap kabupaten/kota. Partisipasi individu dan kelompok masyarakat dalam mengawasi penggunaan anggaran dan barang milik negara dan daerah, juga perlu ditingkatkan, melalui pembukaan akses pengawasan langsung masyarakat, pengawasan media massa, sehingga dapat menutup peluang terjadinya korupsi. Untuk itu, agar partisipasi individu warga masyarakat, kelompok orang dalam mengontrol kebijakan penggunaan anggaran dan barang oleh aparatur pemerintah, dapat berjalan optimal, maka kepada masyarakat perlu diberikan pembelajaran hukum dan jaminan keamanan bagi individu maupun kelompok orang yang menjadi pelapor kasus korupsi. ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  14  
  • 16. 2.1.2. Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Peraturan Daerah Pelayanan Satu Atap Sembilan daerah kabupaten dan satu kota dalam wilayah Provinsi Bengkulu hampir semuanya sudah memiliki Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu, yang pengaturannya didasarkan pada peraturan daerah masing-masing, kecuali Kabupaten Bengkulu Selatan masih mengatur pembentukan instansi tersebut dalam Peraturan Bupati. Sampai saat ini satu-satunya kabupaten yang belum memiliki Kantor Pelayanan Terpadu adalah Kabupaten Bengkulu Tengah yang merupakan daerah otonom baru, hasil pemekaran dari kabupaten induk, yakni Kabupaten Bengkulu Utara. Alasan belum dibentuknya peraturan daerah tentang pelayanan perijinan terpadu di Kabupaten Bengkulu Tengah, antara lain disebabkan kabupaten ini belum memiliki Bupati/Kepala Daerah definitif dan lembaga DPRD kabupaten ini baru terbentuk pada tanggal 21 Juli tahun 2008. Persentase jumlah kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap terbukti menunjukkan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga organisasi perangkat daerah yang diperintahkan pembentukannya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 sudah terpenuhi. Seiring peningkatan persentase daerah kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Bengkulu yang memiliki Kantor Pelayanan Terpadu, seharusnya terjadi pula peningkatan pelayanan publik, namun dalam pengamatan implementasinya masih belum optimal. Indikator persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki Perda pelayanan satu atap tahun 2005 sampai dengan 2009, digambarkan dalam grafik di bawah ini Gambar 2.5. Perkembangan Persentase Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki Peraturan Daerah (Perda) Pelayanan Satu Atap, Tahun 2005 - 2009 90 80 80.00 70 60 60.00 50 55.56 40 44.44 30 33.33 20 9 9 9 10 10 10 6 8 0 4 5 3 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah Kabupaten /Kota Kabupaten /Kota Yang Memiliki Perda Pelayanan satu Atap Persentase Kab./Kota yang Memiliki Perda Pelayanan satu Atap ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  15
  • 17. Apabila dikaitkan dengan salah satu tujuan pembangunan meningkatkan pelayanan publik maka langkah awal dapat dikatakan sudah menunjukkan peningkatan, yakni dengan dibuatnya Perda Pelayanan Satu Atap, yang menjadi alat dalam mewujudkan keinginan pemerintah yaitu untuk mengatasi permasalahan birokrasi yang lambat dan berbelit-belit. Keberhasilan daerah dalam membentuk Perda atau Perbup tentang pelayanan satu atap yang ditindaklanjuti dengan pengisian jabatan pada badan/kantor pelayanan terpadu bersangkutan, pelaksanaan kinerja pelayanannya secara umum sudah dapat mengurangi kelambatan dan birokrasi pelayanan yang berbelit-belit, namun capaian kinerja pelayanan masih belum optimal, antara lain disebabkan oleh faktor kesiapan sumber daya yang belum memadai. Rekomendasi Kebijakan Rekomendasi, bahwa keberhasilan pemerintah kabupaten/kota se Provinsi Bengkulu dalam membentuk peraturan daerah tentang pelayanan satu atap atau pelayanan perijinan terpadu harus ditindaklanjuti dengan peningkatan pelayanan prima, yakni optimalisasi pelayanan yang menjadi tugas pokok dan fungsi dari badan atau kantor pelayanan satu atap bersangkutan, sehingga birokrasi perijinan dan pelayanan publik lainnya yang selama ini oleh stakeholders sering dirasakan lamban, boros dan bertele-tele dapat dihilangkan. Oleh karena itu perlu dilakukan pembinaan intensif terhadap aparatur daerah yang menangani pelayanan terpadu agar senantiasa meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan komitmennya dalam mengemban tugas melayani stakeholders. Paradigma birokrasi juga harus diubah dari paradigma selama ini yang memposisikan diri sebagai penguasa sehingga bermentalitas “minta dilayani”, menjadi “pelayan” yang siap memberikan pelayanan terbaik kepada stakeholders. Badan/kantor pelayanan perijinan terpadu/pelayanan satu atap yang sudah terbentuk harus konsisten menjalankan fungsi pelayanan yang menjadi kewajibannya sesuai dengan standar prosedur pelayanan (SOP) yang sudah ditetapkan, sehingga pelayanan yang diberikan benar-benar terikat dengan ruang waktu pelayanan yang sudah menjadi komitmen dan sesuai dengan harapan stakeholders. Kemudian, jenis pelayanan yang diberikan, biaya (jika pelayanan membutuhkan biaya) dan jangka waktu penyelesaian setiap paket pelayanan harus disosialisasikan dengan menjunjung tinggi prinsip transparansi pelayanan publik. ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  16  
  • 18. 2.1.3. Persentase Instansi (SKPD) Provinsi Yang Memiliki Pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Berdasarkan opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Bengkulu dalam waktu 5 tahun terakhir (2005-2009) menunjukkan bahwa LKPD Provinsi Bengkulu belum pernah mendapat opini WTP (wajar tanpa pengecualian). Laporan tersebut didasarkan pada laporan keuangan dari setiap SKPD provinsi yang disampaikan kepada BPK Perwakilan Provinsi Bengkulu, yaitu sebanyak 32 SKPD, terdiri atas 17 instansi SKPD dinas daerah provinsi, 13 instansi SKPD badan dan rumah sakit daerah, dan 2 instansi SKPD sekretariat pemerintah daerah provinsi, yaitu sekretariat daerah provinsi dan Sekretariat DPRD Provinsi Bengkulu. Data opini LKPD yang diberikan BPK Perwakilan Provinsi Bengkulu yang didasarkan atas laporan keuangan setiap SKPD dengan opini WDP (wajar dengan pengecualian) yang berlangsung dalam kurun waktu 5 tahun berturut-turut, mengindikasikan bahwa pengelolaan keuangan daerah termasuk penggunaan anggaran pada setiap instansi SKPD provinsi sudah berjalan dengan baik, namun belum optimal karena belum pernah mencapai peringkat opini WTP (wajar tanpa pengecualian). Dengan peringkat WDP dapat dikatakan bahwa pejabat pengelola keuangan daerah Provinsi Bengkulu sudah mematuhi peraturan perundang- undangan di bidang keuangan negara dan daerah, karena menunjukkan laporan keuangan wajar, tetapi masih ada permasalahan material yang perlu diperhatikan. Opini ini menilai laporan keuangan dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor agar tidak mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan data hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Provinsi Bengkulu 5 tahun terakhir (2005-2009), satu-satunya pemerintah daerah yang berprestasi mendapatkan penilaian pengelolaan keuangan daerah dengan nilai WTP (wajar tanpa pengecualian) 2 tahun berturut-turut (2008 dan 2009) adalah Kabupaten Mukomuko, dan Pemerintah Kabupaten Kaur juga mendapat nilai WTP dalam pengelolaan keuangan daerah tahun anggaran 2009. Berdasarkan data tabel 6 (Lampiran), menunjukkan kinerja pengelolaan keuangan daerah tingkat Provinsi Bengkulu, dalam 5 tahun terakhir tidak pernah mencapai opini WTP (unqualified opinion). Opini WTP akan dicapai apabila pemerintah daerah Provinsi Bengkulu dapat menyajikan laporan keuangan secara wajar dan tidak ada ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  17
  • 19. kesalahan, sehingga laporan keuangan dapat diandalkan pemilik kepentingan dalam proses pengambilan keputusan. Rekomendasi Kebijakan Rekomendasi yang dapat diberikan, perlu dilakukan perubahan organisasi intern dalam manajemen pengelolaan keuangan daerah yang ada pada setiap SKPD, mengingat dasar penilaian opini pengelolaan keuangan ialah laporan akuntabilitas dan kinerja pengelolaan keuangan yang disampaikan oleh setiap SKPD. Pemimpin daerah harus berani memberikan laporan yang wajar, terbuka dan tanpa kesalahan terkait penggunaan keuangan daerah, sehingga dapat meningkatkan opini LKPD dari WDP menjadi WTP, yang merupakan salah satu indikator pemerintahan yang bersih. 2. 2. Demokrasi 2.2.1 Gender Development Index (GDI) Kondisi GDI Provinsi Bengkulu amat rendah, namun demikian trend perkembangannya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu 62.3 pada tahun 2004 menjadi 63,9 pada tahun 2005. Kemudian terus menngkat menjadi 65,3 pada tahun 2006, dan 66,9 pada tahun 2007, selanjutnya meningkat menjadi sebesar 68,3 pada tahun 2008. Gambar 2.6. Perkembangan GDI Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008 70.0 68.0 68.27 66.0 66.9 65.3 64.0 63.9 62.0 62.3 60.0 58.0 2004 2005 2006 2007 2008 GDI Prov.Bengkulu   Meskipun GDI Provinsi Bengkulu meningkat, tetapi masih rendah bila dibandingkan dengan GDI Nasional, hal ini disebabkan oleh kondisi keterpurukan perempuan Bengkulu dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan dan politik. Rendahnya GDI provinsi Bengkulu ini dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut. Tahun 2008 bidang pendidikan, perempuan usia 10 tahun keatas yang tidak/belum pernah ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  18  
  • 20. sekolah besarnya dua kali lipat penduduk laki-laki (18,65 berbanding 4,07 persen). Begitu pula kaum perempuan yang buta huruf masih sekitar 21,12 persen sedangkan penduduk laki-laki 6,51 persen. Di bidang ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) kaum perempuan masih relatif rendah yaitu 17 persen bila dibandingkan dengan TPAK laki-laki yaitu 83 persen. Namun apabila melihat fakta-fakta lainnya, khususnya fakta mengenai perbandingan partisipasi antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan, peningkatan tersebut tidak memiliki arti sama sekali, karena kesetaraan perbandingan keduanya sangat jauh selisihnya, yakni berbanding 87,56 (laki-laki) dengan 12,44 (perempuan). Disparitas ini menandakan bahwa kesetaraan gender di Provinsi Bengkulu masih sangat didominasi oleh kaum laki-laki. Dengan demikian, pengarusutamaan gender kaum perempuan harus semakin kuat di dorong dan diperhatikan dengan serius, ini agar kaum perempuan tidak menjadi beban dalam Pembangunan Nasional Rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan bukanlah karena Given dalam proses kehidupannya. Hal ini lebih disebabkan oleh adanya berbagai bentuk diskriminasi serta ketimpangan struktur sosial-budaya masyarakat (budaya Patriaki) yang diwarnai penafsiran ajaran yang bias gender dalam mengejar tuntutan hidup. Selain itu, tuntutan akan akses layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, keterlibatannya yang setara di ranah politik, kesetaraan memperoleh pekerjaan yang luas, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas, juga masih terbatas dan cenderung mengalami diskriminatif serta sering di zalimi dalam kompetisi bidang-bidang tersebut. Pembangunan dalam hal pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu yang diukur dengan indikator GDI (gender development index) hingga saat ini belum memperlihatkan kinerja yang cukup signifikan karena masih tingginya ketimpangan dalam kesetaraan gender. Hasil ini mengindikasikan bahwa kebijakan dan implementasi pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu belum menghasilkan kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan kinerja di tingkat nasional. Hasil observasi mencerminkan bahwa kebijakan pemberdayaan perempuan, implementasi dan hasilnya di Provinsi Bengkulu belum menunjukkan tingkat efektifitas yang belum memadai karena tidak terlihat adanya perubahan kinerja yang signifikan dari tahun ke tahun. ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  19
  • 21. 2.2.2 Gender Empowerment Meassurement (GEM) GEM (Gender Empowerment Meassurement) merupakan salah satu paradigma pengukuran Index Pembangunan Indonesia (IPM) berdasarkan indikator yang dimensi ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Ukuran tersebut berdasarkan tiga variabel yaitu partisipasi perempuan dan politik (pengambilan keputusan), akses pada kesempatan kerja profesional dan daya beli. Realitas ketimpangan gender di Indonesia ini, juga berlangsung di Provinsi Bengkulu, selama 5 tahun terakhir perkembangan GEM berjalan agak lambat dan cenderung meningkat, yaitu 56.4 pada tahun 2004 menjadi 58,8 pada tahun 2005. Kemudian terus menngkat menjadi 60,0 pada tahun 2006, dan menjadi 61,8 pada tahun 2007, selanjutnya pada tahun 2008 meningkat cukup signifikan menjadi 71,76, seperti dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 2.7. Perkembangan GEM Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008 80.0 70.0 71.76 60.0 61.8 58.8 60.0 50.0 56.4 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 2004 2005 2006 2007 2008 Peningkatan ini juga tidak berarti apabila melihat perbandingan partisipasi antara laki- laki dan perempuan dalam proses pembangunan, dimana laki-laki jauh lebih dominan, yakni berbanding 89,11 (laki-laki) dengan 10,89 (perempuan). Disparitas ini menandakan gejala makro tentang pengarusutamaan gender di Indonesia, dimana peran dan partisipasi (kuantitas dan kualitas) kaum perempuan mesti diberi peluang sebesar mungkin (oleh semua pihak) agar mampu mengejar ketinggalannya dalam pembangunan. Kondisi rendahnya GEM Provinsi Bengkulu yaitu dapat dilihat dari kondisi partisipasi dan poilitik perempuan. Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2008 menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan Bengkulu di DPRD dan DPR masih ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  20  
  • 22. rendah, yaitu sekitar 18 persen dan di DPD sekitar 10 persen (hanya satu orang perempuan) yang mewakili Provinsi Bengkulu. Selain itu keterlibatan perempuan dalam jabatan publik dapat dilihat dari komposisi perempuan dan laki-laki pegawai negeri sipil (PNS) yang menduduki jabatan eselon. Menurut data BKN Juni 2008, dari sebanyak 4,59 % orang yang menduduki jabatan eselon (eselon I sampai eselon V) di Indonesia, hanya 20,16 persen dijabat oleh perempuan, selebihnya 79,84 persen dijabat oleh laki-laki. Semakin tinggi jenjang eselon, semakin senjang perbedaan komposisi antara laki-laki dan perempuan. Sementara itu, peran perempuan pada lembaga yudikatif juga masih rendah, yakni 20 persen dari hakim yang ada dijabat oleh perempuan, dan 18 persen sebagai hakim agung pada tahun 2008. Sedangkan dari 6.177 jaksa di seluruh Indonesia pada tahun yang sama tersebut, hanya 26,78 persen dijabat oleh perempuan, sisanya 73,22 persen oleh laki-laki. Melihat gambaran diatas, keterwakilan perempuan di lembaga legislatif pada saat ini belum memenuhi amanat undang-undang, sedangkan posisi dan peran perempuan di lembaga eksekutif relatif kecil, yang menduduki jabatan publik serta komposisi dan peran perempuan di lembaga yudikatif belum mencapai tingkat yang diharapkan. Partisipasi politik perempuan dihadapkan pada terbatasnya perempuan yang bersedia terjun di kancah politik, sehingga partai politik banyak mengalami kekurangan kader perempuan. Lingkungan sosial budaya kurang kondusif dalam mendukung perempuan untuk berpartisipasi dalam politik, selain kurangnya pendidikan dan pelatihan politik untuk perempuan. Sedangkan posisi dan peran perempuan dalam jabatan publik masih dihadapkan pada otoritas tim dalam badan seleksi yang kurang memperhatikan aspek keadilan dan kesetaraan gender. Pembangunan dalam bidang pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu yang diukur dengan indikator GEM (gender empowerment measure) hingga saat ini belum memperlihatkan kinerja yang cukup signifikan karena masih tingginya ketimpangan dalam kesetaraan gender. Hasil ini mengindikasikan bahwa kebijakan dan implementasi pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu belum menghasilkan kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan kinerja di tingkat nasional. Hasil observasi mencerminkan bahwa kebijakan pemberdayaan perempuan, implementasi dan hasilnya di Provinsi Bengkulu belum menunjukkan tingkat kemajuan yang signifikan dan memadai karena tidak terlihat adanya perubahan kinerja yang signifikan dari tahun ke tahun. ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  21
  • 23. Rekomendasi Kebijakan Masih rendahnya GDI dan GEM di Provinsi Bengkulu mengisyaratkan bahwa Pemerintah Provinsi Bengkulu perlu meningkatkan berbagai upaya yang bertujuan untuk mendorong peningkatan peranan perempuan dalam pembangunan. Landasan hukum yang menjamin keadilan dan kesetaraan gender dirumuskan dalam UUD 1945 pada Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28C ayat 1. Selain itu UU No.7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, dan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam kebijakan, program, dan kelembagaan merupakan landasan hukum yang memastikan terciptanya kesetaraan dan keadilan gender. Di sisi lain, berbagai kebijakan tidak konsisten dengan kebijakan lain dan kebijakan di atasnya seperti UU Perkawinan tahun 1974, UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi, dan Inpres No. 9 Tahun 2000. UU Perkawinan Tahun 1974 pasal 1 menyatakan laki-laki sebagai kepala keluarga dan perempuan sebagai ibu rumah tangga. UU ini menciptakan kesenjangan gender secara meluas, karena UU tersebut kemudian dijadikan rujukan bagi kebijakan lain seperti penentuan upah dan pajak. Kaji ulang atau revisi atas UU Perkawinan Tahun 1974 perlu dilakukan agar konsisten dengan kebijakan yang lain. UU No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi diharapkan mampu mengubah tatanan politik nasional dengan melibatkan keterlibatan perempuan dalam menjalankan institusi politik. Perubahan yang diharapkan bukan semata pada jumlah perempuan yang terlibat dalam lingkar pengambil keputusan, tetapi juga pada representasi kepentingan dan kebutuhan perempuan dalam penyelenggaraan politik tersebut. Pelaksanaan Undang-undang tersebut sangat lemah karena terbentur pada nilai yang berlaku di Indonesia. Penjelasan dari UU tersebut menyebutkan bahwa pelaksanaan konvensi “...disesuaikan dengan tata kehidupan masyarakat yang meliputi nilai-nilai budaya, adat-istiadat serta norma-norma keagamaan yang masih berlaku dan diikuti secara luas oleh masyarakat Indonesia.” Hal ini berarti bahwa UU tersebut bersifat inferior terhadap norma sosial yang berlaku sehingga bertentangan dengan tujuan konvensi. Inpres No. 9 Tahun 2000, mendorong pengarusutamaan gender dalam lembaga, kebijakan, dan program pemerintahan. Di sisi lain, kebijakan tersebut tidak mampu mendorong pelaksanaan pengarusutamaan karena kebijakan itu tidak dalam bentuk ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  22  
  • 24. Keputusan Presiden atau UU. Selain itu, Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan tidak mempunyai infrastruktur daerah untuk membantu proses pelaksanaan Inpres tersebut. Kebijakan penyetaraan dan keadilan gender di instansi teknis juga tidak efektif karena tidak dilengkapi dengan anggaran. Di masa depan, Inpres No. 9 Tahun 2000 perlu diperkuat menjadi Keppres atau undang-undang agar efektif untuk mendorong pengarusutamaan gender dalam lembaga, kebijakan, dan program pemerintah. Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijakan pemerintah Provinsi Bengkulu dalam pembangunan bidang pemberdayaan perempuan perlu di arahkan pada peningkatkan keterlibatan perempuan dalam proses politik (pemahaman dan kesadaran serta pemantapan aktivitas perempuan untuk cerdas dan terampil dalam politik) dan jabatan publik serta meningkatkan taraf pendidikan dan layanan kesehatan serta bidang pembangunan lainnya, untuk mempertinggi kualitas hidup dan sumber daya kaum perempuan. Selain itu diupayakan menjaga jaringan kerja sama yang telah terbentuk seperti Gender Focal Point Network yang terdiri dari Economy Gender Focal Point, Fora Gender Focal Point dan program director, sebagai mitra dari IWAPI, LSM, dan LIPI, serta pakar gender. C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT C.1. Indikator Indikator yang digunakan untuk mewujudkan agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.3. Indikator Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat No Indikator Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1 Indeks Pembangunan Manusia Nilai 69.90 71.10 71.30 71.57 72.14 72.55 (IPM) Pendidikan 2 Angka Partisipasi Murni SD/MI Persen 94.72 92.64 93.89 94.30 94.40 94.98 3 Angka Partisipasi Kasar (SD/MI) Persen 110.73 105.63 110.40 111.23 111.28 110.46 4 Rata-Rata Nilai Akhir Tingkat SMP Persen 4.34 5.53 5.53 5.53 6.73 6.77 5 Rata-Rata Nilai Akhir Tingkat Nilai 4.55 4.72 5.45 5.68 5.83 7.79 Sekolah Menengah 6 Angka Putus Sekolah Tingkat SD Persen 2.28 1.92 5.86 2.75 2.01 7 Angka Putus Sekolah Tingkat SMP Persen 6.09 3.17 6.78 7.50 2.57 8 Angka Putus Sekolah Tingkat Persen 6.92 8.92 2.76 3.11 4.26 Sekolah Menengah 9 Angka Melek Huruf Persen 94.21 93.47 93.69 93.91 94.60 94.90 10 Persentase Guru Layak Mengajar Persen 85.66 85.58 80.20 82.99 87.03 Terhadap Guru Seluruhnya Tingkat SMP ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  23
  • 25. 11 Persentase Guru Layak Mengajar Persen 72.97 77.73 83.69 83.96 83.14 Terhadap Guru Seluruhnya Tingkat Sekolah Menengah Kesehatan 12 Umur Harapan Hidup Tahun 67.40 68.80 68.90 69.20 69.40 69.65 13 Angka Kematian Bayi (per 1.000 48 43 39 34 28 15.43 kelahiran hidup) 14 Gizi Buruk Persen 3.20 1.56 0.63 0.43 0.02 15 Gizi Kurang Persen 25.80 24.70 23.60 20.10 16 Persentase Tenaga Kesehatan per Persen 0.19 0.20 0.29 0.26 0.22 0.25 Penduduk Keluarga Berencana 17 Contraceptive Prevalence Rate Persen 89.62 88.47 81.79 84.32 82.29 68.20 18 Pertumbuhan Penduduk Persen 1.61 1.60 1.61 1.59 1.56 1.52 19 Total Fertility Rate Persen 2.212 Ekonomi Makro 20 Laju Pertumbuhan Ekonomi Persen 5.38 5.82 5.95 6.46 4.93 4.04 21 Persentase Ekspor terhadap Persen 32.15 32.24 31.92 31.04 31.62 28.22 PDRB 22 Persentase Output Manufaktur Persen 4.02 3.96 4.00 3.96 3.93 3.93 Terhadap PDRB 23 Pendapatan Perkapita Rp.juta 5.25 6.54 7.27 7.93 8.79 9.32 24 Laju Inflasi Persen 4.67 25.22 6.52 5 13.44 2.88 Investasi 25 Nilai Realisasi Investasi PMDN Rp.Milyar 0.984 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 26 Nilai Persetujuan Rencana Rp.Milyar 104.10 169.10 0.00 268.50 0.00 0.00 Investasi PMDN 27 Nilai Realisasi Investasi PMA US$ Juta 0.00 12.90 0.00 0.00 13.00 1.10 28 Nilai Persetujuan Rencana US$ Juta 1.40 12.10 41.60 0.80 24.25 10.25 Investasi PMA 29 Realisasi penyerapan tenaga kerja Orang 0.00 5,228 0.00 0.00 947 0.00 PMA Infrastruktur 30 Persentase Jalan Nasional dalam Persen 70.84 69.49 68.00 80.00 56.08 28.17 Kondisi Baik 31 Persentase Jalan Nasional dalam Persen 14.38 29.33 30.00 15.00 26.70 39.32 Kondisi Sedang 32 Persentase Jalan Nasional dalam Persen 14.78 1.18 2.00 5.00 17.22 32.50 Kondisi Rusak 33 Persentase Jalan Provinsi dalam Persen 40.71 9.00 58.62 46.90 62.43 38.26 Kondisi Baik 34 Persentase Jalan Provinsi dalam Persen 41.57 49.92 38.10 46.32 19.26 31.39 Kondisi Sedang 35 Persentase Jalan Provinsi dalam Persen 17.72 41.08 3.28 6.77 18.31 30.36 Kondisi Rusak Pertanian 36 Rata-rata Nilai Tukar Petani per 105.48 103.58 Tahun 37 PDRB Sektor Pertanian Atas Rp.Juta 3,242 4,077 4,566 5,187 5,902 6,147 Dasar Harga Berlaku Kehutanan 38 Persentase Luas lahan rehabilitasi Persen 15.4 5.3 15.6 3.3 50.1 dalam hutan terhadap lahan kritis Kelautan 39 Jumlah Tindak Pidana Perikanan Kasus 5 3 2 2 2 1 40 Luas Kawasan Konservasi Laut km2 Kesejahteraan Sosial 41 Persentase Penduduk Miskin Persen 22.39 22.18 23.00 22.13 20.64 18.59 42 Tingkat Pengangguran Terbuka Persen 6.29 6.15 6.04 4.68 4.90 5.31 ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  24  
  • 26. C.2, Analisis Pencapaian Indikator 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) IPM Provinsi Bengkulu mengalami kemajuan dan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 sebesar 71,10 meningkat menjadi 71,30 pada tahun 2006 dan menjadi 71,57 tahun 2007, kemudian meningkat menjadi 72,14 tahun 2008 dan terus meningkat menjadi 72,55 pada tahun 2009. Peningkatan ini menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraaan masyarakat dan menempatkan IPM provinsi Bengkulu berada diatas rata-rata capaian nasional. Gambar 2.8 Perkembangan IPM Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2009 100 94.21 93.47 93.69 93.91 94.60 94.90 90 80 71.1 71.3 71.57 72.14 72.55 69.9 70 60 67.40 68.80 68.90 69.20 69.40 69.65 50 40 30 20 7.27 7.93 8.79 9.32 10 5.25 6.54 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Indeks Pembangunan Manusia Pendapatan Perkapita (Rp.Juta) Umur Harapan Hidup (tahun) Angka Melek Huruf (%) Apabila dilihat pada grafik diatas, variabel yang mempunyai kontribusi cukup besar dalam meningkatkan nilai IPM provinsi Bengkulu, adalah dari komponen aspek kesehatan (Umur Harapan Hidup) dan komponen aspek pendidikan (Angka Melek Huruf), sementara itu dari segi pendapatan perkapita perannya masih sangat kecil. Oleh karena itu, meskipun nilai IPM meningkat namun tidak dibarengi dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Hal ini juga dapat dilihat bahwa persentase jumlah penduduk miskin masih sangat besar (18,59% tahun 2009). Oleh karena itu dalam upaya untuk menaikkan nilai IPM perlu dilakukan secara bersamaan dengan penguatan dan pemberdayaan ekonomi serta pengentasan masyarakat miskin. Rekomendasi Kebijakan Dalam upaya untuk meningkatkan angka IPM provinsi Bengkulu  Program pengembangan ekonomi masyarakat perlu mendapat prioritas dalam pembangunan manusia  Peningkatan pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan.  Memprioritaskan anggaran untuk program-program pemberantasan kemiskinan. ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  25
  • 27. 2. Pendidikan Indikator yang digunakan untuk menilai kinerja pembangunan dalam bidang pendidikan di Provinsi Bengkulu pada EKPD 2010 ini terdiri dari: Angka Partisipasi Murni (APM), Angka Partisipasi Kasar, Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs, SMA/SMK/MA, Angka Putus Sekolah (APS) SD, SMP,SMA dan Angka Melek Aksara (AMA) 15 tahun keatas, persentase guru yang layak mengajar SMP/MTs, dan SMA. 2.1. Angka Partisipasi Murni SD/MI Angka Partsipasi Murni (APM) merupakan alat ukur yang menunjukkan besarnya nilai (persentase) dari perbandingan antara jumlah anak yang bersekolah dengan jumlah seluruh anak yang berusia sekolah sesuai dengan usia dan tingkatan pendidikan. Nilai APM sekaligus memberikan informasi tentang persentase anak-anak usia sekolah yang tidak bersekolah. Seperti dapat dilihat pada grafik 2.9 bahwa APM untuk tingkat SD/MI di Provinsi Bengkulu sudah melebihi dari 90 persen dengan trend yang meningkat, terendah pada tahun 2005 sebesar 92,64%. Ini berarti sebagian besar dari seluruh jumlah keseluruhan anak yang berusia antara 7-13 tahun telah bersekolah, bahkan pada tahun 2008 nilai APM sudah mencapai 94,40%. Meskipun Angka APM SD/MI sudah meningkat namun belum mencapai 100 persen. Artinya masih terdapat anak usia sekolah jenjang pendidikan SD belum sekolah seluruhnya. APM-SD tahun ajaran 2009 sudah mencapai 94,98%, dari data ini berarti bahwa masih ada 5,12% anak usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah di tingkat SD/MI dan capaian angka ini sudah melampaui rata-rata nasional sebesar 94,37%. Grafik 2.9. Angka Partsipasi Murni (APM) SD/MI dan Tingkat Pendapatan per Kapita Provinsi Bengkulu, Tahun 2004-2009. 100 94.72 93.89 94.30 94.40 94.98 92.64 90 80 70 60 50 40 30 20 6.54 7.27 7.93 8.79 9.32 10 5.25 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 APM Tingkat SD Pendapatan Per Kapita (Rp.juta) ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  26  
  • 28. Meningkatnya angka APM SD/MI ini disebabkan karena ditunjang oleh adanya penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Provinsi Bengkulu dan meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat. Ada beberapa kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar di daerah ini, antara lain: keterbatasan anggaran pemerintah daerah, masih rendahnya akses masyarakat terhadap pendidikan terutama didaerah pedesaan karena terbatasnya jumlah sekolah yang ada, selain itu masih tingginya persentase tingkat kemiskinan masyarakat dan rendahnya tingkat pendapatan per kapita masyarakat menyebabkan ketidakmampuan orang tua siswa untuk menyekolahkan anaknya, meskipun pemerintah telah melakukan program pendidikan gratis, namun masih terdapat biaya-biaya lainnya dimana orang tua siswa miskin tidak mampu untuk membayarnya. Rekomendasi Kebijakan:  Memberikan beasiswa untuk siswa yang tidak mampu.  Menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun secara gratis tanpa pungutan biaya apapun.  Menyediakan materi dan peralatan pendidikan, seperti seperti buku pelajaran maupun peralatan penunjang belajar mengajar.  Meningkatkan jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan lainnya  Peningkatan anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen dari APBN dan APBD  Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan pendidikan.  Pemerataan dan perluasan akses pelayanan pendidikan yang memadai, baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. 2.2 Angka Partisipasi Kasar (SD/MI) Sejak tahun 2004 hingga tahun 2009 Angka Partsiipasi Kasar (APK) SD/MI di Provinsi Bengkulu, seperti dapat dilihat pada gambar 2.10 menunjukkan bahwa APK untuk tingkat SD/MI melebihi dari 100 persen dengan trend yang sedikit berfluktuasi, kecuali pada tahun 2005 menurun sedikit menjadi sebesar 105,63%. Namun kemudian meningkat lagi dalam beberapa tahun terakhir. Ini berarti rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat SD/MI di provinsi Bengkulu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan melebihi 100 persen atau dengan kata lain ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  27
  • 29. masih banyak siswa yang berumur di bawah tujuh tahun dan di atas 12 tahun yang masih mengikuti pendidikan di tingkat SD. Grafik 2.10. Perkembangan Angka Partsipasi Kasar (APK) SD/MI dengan Tingkat Kemiskinan, Pendapatan per Kapita, di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004-2009. 120 110.73 111.23 111.28 110.46 105.63 110.40 100 80 60 40 22.39 22.18 23.00 22.13 20.64 20 18.59 8.79 9.32 0 5.25 6.54 7.27 7.93 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Kemiskinan (%) APK Tingkat SD PDRB Per Kapita (Rp.juta) ADHB     2.3 Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs Perkembangan rata-rata nilai akhir ujian nasional untuk siswa SMP/MTs di Provinsi Bengkulu sedikit lebih baik secara nasional kecuali pada tahun 2004 capaian yang diproleh dibawah rata-rata nasional (4,34). Pada tahun 2005 rata-rata nilai akhir ujian nasional untuk siswa SMP/MTs meningkat sangat signifikan menjadi sebesar 5,53. Namun pada tahun 2006 sampai tahun 2007 tidak mengalami peningkatan (konstan), dan kembali meningkat menjadi 6,73 pada tahun 2008 dan naik menjadi 6,77 pada tahun 2009. Hasil nilai rata-rata UN ini dapat dikategorikan memuaskan. Meningkatnya rata-rata nilai akhir ujian nasional mempunyai korelasi yang positif dengan banyaknya persentase jumlah guru yang layak mengajar, seperti dapat dilihat pada gambar berikut. Grafik 2.11. Rata-rata Nilai Akhir Ujian Nasional Tingkat SMP/MTs dan Jumlah Guru Layak Mengajar Tingkat SMP di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008 100.00 85.66 85.58 82.99 87.03 80.20 80.00 60.00 40.00 20.00 4.34 5.53 5.53 5.53 6.73 6.77 0.00 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-Rata Nilai Akhir Tingkat SMP Guru Layak Mengajar SMP (%) ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  28  
  • 30. Rekomendasi Kebijakan:  Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kompetensi tenaga pendidik dan peserta didik.  Mengembangkan kurikulum yang berstandar nasional yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan seni serta perkembangan global, regional, nasional dan lokal.  Mengembangkan sistem evaluasi dan monitoring, akreditasi dan sertifikasi termasuk sistem pengujian dan penilaian pendidikan.  Menyempurnakan manajemen pendidikan dengan meningkatkan otonomi dan desentralisasi pengelolaan pendidikan kepada satuan pendidikan. 2.4 Rata-rata Nilai Akhir SMA/SMK/MA Perkembangan rata-rata nilai akhir ujian nasional siswa SMA/SMK/MA di Provinsi Bengkulu belum lebih baik atau dibawah rata-rata capaian nasional. Namun demikian perkembangannya selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 rata-rata nilai akhir ujian nasional siswa SMA/SMK/MA sebesar: 4,56 dan pada tahun 2005 meningkat sedikit menjadi 4,72. Kemudian pada tahun 2006 rata-rata nilai akhir ujian nasional siswa SMA/SMK/MA meningkat cukup signifikan sehingga menjadi 5,45 dan menjadi 5,68 pada tahun 2007, naik sedikit menjadi 5,83 pada tahun 2008 dan meningkat cukup signifikan menjadi 7,79 pada tahun 2009. Naiknya rata-rata nilai akhir ujian nasional siswa SMA/SMK/MA, diduga berkorelasi dengan jumlah guru yang layak mengajar, semakin tinggi persentase jumlah guru yang layak mengajar, maka akan semakin tinggi pula rata-rata nilai akhir ujian nasional siswa, seperti dapat dilihat pada gambar berikut ini. Grafik 2.12. Perkembangan Rata-Rata Nilai Akhir Ujian Nasional Siswa SMA/SMK/MA dan Jumlah Guru Layak Mengajar Tingkat SMA di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008 90.00 83.69 83.96 77.73 83.14 80.00 72.97 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 5.68 5.83 7.79 10.00 4.55 4.72 5.45 0.00 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-Rata Nilai Akhir Tingkat SMA Guru Layak Mengajar SMA (%)     ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  29
  • 31. 2.5 Angka Putus Sekolah SD, SMP/MTs Angka putus sekolah mencerminkan banyaknya anak-anak usia sekolah yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu. Jumlah anak putus sekolah di Provinsi Bengkulu tergolong cukup tinggi, pada tahun 2004 persentase angka putus sekolah tingkat SD sebesar 2,28%, kemudian sedikit menurun menjadi 1,92% pada tahun 2005. Namun pada tahun 2006 persentase angka putus sekolah tingkat SD meningkat sangat signifikan menjadi 5,86%. Angka ini menenpatkan provinsi Bengkulu yang tertinggi di Indonesia, kemudian diikuti oleh Papua Barat (5,28%). Tingginya persentase angka putus sekolah lebih disebabkan oleh ketidakmampuan orang tua untuk membiayai sekolah karena kemiskinan. Jumlah anak yang tidak melanjutkan ke kejenjang pendidikan yang lebih tinggi terutama banyak terjadi di daerah pedesaan. Sementara itu untuk tingkat pendidikan SMP, persentase angka putus sekolah cenderung lebih tinggi dari pada tingkat pendidikan SD. Persentase Angka Putus Sekolah untuk SMP/MTs berfluktuasi dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009. Puncak tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 7,5%. Tingginya persentase angka putus sekolah pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi disebabkan oleh karena kemiskinan dan biaya pendidikan yang semakin besar, meskipun pemerintah telah mewajibkan program pendidikan dasar sembilan (9) tahun. Gambar 2.13. Grafik Persentase Angka Putus Sekolah SD, SMP/MTs dan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008   25 23.00 22.18 22.13 20.64 20 18.59 15 10 6.78 7.5 6.09 5 3.17 5.86 2.57 2.28 1.92 2.75 2.011 0 2004 2005 2006 2007 2008 Angka Putus Sekolah Tingkat SD (%) Angka Putus Sekolah Tingkat SMP (% Kemiskinan (%) Pada grafik 2.13 menunjukkan terjadinya kecenderungan peningkatan angka putus sekolah pada jenjang pendidikan yang semakin tinggi. Pada jenjang pendidikan SLTP angka putus sekolah lebih tinggi dibandingkan pada jenjang pendidikan SD. Jika dibandingkan dengan angka nasional, angka putus sekolah pada setiap jenjang pendidikan di Provinsi Bengkulu menunjukkan angka yang lebih tinggi. ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  30  
  • 32. Rekomendasi Kebijakan:  Meningkatkan akses pelayanan pendidikan terutama terhadap penduduk miskin  Memberikan beasiswa khusus untuk masyarakat miskin  Pemerataan dan perluasan pelayanan pendidikan yang memadai, terutama di daerah pedesaan.  Menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun secara gratis tanpa pungutan biaya apapun  Peningkatan anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen dari APBN dan APBD 2.6 Angka Putus Sekolah SMA/MA Angka putus sekolah tingkat SMA/MA di Provinsi Bengkulu cenderung lebih tinggi dan berfluktuasi dibandingkan dengan tingkat pendidikan dasar. Pada tahun 2004 persentase angka putus sekolah tingkat SMA/MA sebesar 6,92% kemudian naik cukup tinggi pada tahun 2005 menjadi 8,92%. Pada tahun 2006 terjadi penurunan yang signifikan menjadi 2,76% namun kemudian cenderung meningkat sehingga menjadi sebesar 4,26% pada tahun 2009. Pada tingkat pendidikan SMA/MA biaya pendidikan semakin besar sehingga banyak orang tua tidak mampu untuk membiayai sekolah anaknya karena kemiskinan, sementara itu pemerintah tidak memberikan subsidi, hal ini menyebabkan persentase jumlah anak putus sekolah tingkat SMA/MA di Provinsi Bengkulu masih cukup banyak. Jumlah anak yang tidak mampu melanjutkan pendidikan sehingga berhenti dari sekolah dan membantu orang tua atau keluarga untuk mencari nafkah terutama banyak terjadi di daerah pedesaan. Gambar 2.14. Grafik Persentase Angka Putus Sekolah SMA/MA dan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 -2008 25.00 22.18 23.00 20.00 22.13 20.64 18.59 15.00 8.92 10.00 6.92 4.26 5.00 2.76 3.11 0.00 2004 2005 2006 2007 2008 Kemiskinan (%) Angka Putus Sekolah Tingkat Sekolah Menengah   ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  31
  • 33. 2.7. Angka Melek Aksara 15 tahun keatas Angka melek aksara di Provinsi Bengkulu mengalami perbaikan selama lima tahun terakhir, sejak tahun 2004 sebesar 94,21 persen, kemudian sedikit menurun menjadi 93,47 persen pada tahun 2005. Mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 cenderung menaik menjadi sebesar 94,90 persen. Apabila dibandingkan dengan capaian rata-rata nasional, menunjukkan bahwa angka melek aksara di Provinsi Bengkulu selalu lebih tinggi. Ini berarti bahwa kinerja program pemberantasan buta huruf tergolong cukup berhasil, namun demikian pemerintah harus terus mengupayakan agar angka melek aksara terus meningkat. Tingginya angka melek aksara di Provinsi Bengkulu mempunyai korelasi dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia. Seperti dapat dilihat pada gambar 2.15, semakin tinggi nilai IPM maka persentase jumlah angka melek aksara juga akan semakin tinggi pula. Gambar 2.15. Grafik Angka Melek Aksara Penduduk Usia 15 Tahun Keatas dan IPM di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2009 100 94.21 93.69 94.60 94.90 93.47 93.91 90 80 70 72.5 71.1 71.3 71.57 72.14 60 69.9 50 40 30 20 10 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Angka Melek Huruf (%)   Rekomendasi Kebijakan:  Peningkatan intensifikasi perluasan akses dan kualitas penyelenggaraan pendidikan keaksaraan fungsional.  Menyelenggarakan pendidikan non formal yang bermutu secara luas untuk memberikan kesempatan kepada warga masyarakat yang tidak mungkin terpenuhi kebutuhan pendidikannya melalui jalur formal terutama bagi masyarakat yang tidak pernah sekolah atau buta aksara, putus sekolah dan warga masyarakat lainnya. ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  32  
  • 34.  Menyediakan materi dan peralatan pendidikan, seperti seperti buku pelajaran maupun peralatan penunjang belajar mengajar.  Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan pendidikan. 2.8. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar Terhadap Guru Seluruhnya Tingkat SMP Persentase jumlah guru yang layak mengajar di provinsi Bengkulu pada saat awal pelaksanaan RPJMN lebih baik dari rata-rata nasional, yaitu 85,66% pada tahun 2004 namun demikian menurun drastis menjadi 80,20% pada tahun 2006. Kemudian terjadi sebaliknya dalam dua tahun terakhir mengalami kenaikan menjadi sebesar 87,03% pada tahun 2009, seperti dapat dilihat pada gambar 2.16 berikut. Gambar 2.16 Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar Tingkat SMP di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008 88.00 87.03 85.66 86.00 85.58 84.00 82.99 82.00 80.00 80.20 78.00 76.00 2004 2005 2006 2007 2008 Persentase Guru Layak Mengajar Tingkat SMP Berdasarkan data pada gambar 2.16 menunjukkan bahwa sudah lebih dari 80 persen guru tingkat SMP di Provinsi Bengkulu sudah layak mengajar dan cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka jumlah guru layak mengajar adalah adanya program penyetaraan pendidikan Sarjana (S1) dan program sertifikasi guru. Berfluktuasi nya jumlah guru yang layak mengajar tingkat SMP antara lain disebabkan karena pengangkatan guru baru dan masih banyaknya guru yang belum berpendidikan Sarjana (S1) dan belum mendapatkan sertifikasi. ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  33
  • 35. Meskipun persentase jumlah guru yang layak mengajar sudah tergolong tinggi, namun masih terdapat lebih dari 10 persen guru di daerah ini tidak layak mengajar baik dilihat dari kompetensinya maupun dari pendidikan. Jumlah ini dapat dikatakan cukup besar. Oleh karena itu untuk meningkatkan mutu dan kualitas tenaga guru yang tidak layak mengajar ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Rekomendasi Kebijakan:  Peningkatan kualitas tenaga pendidik baik melalui penyetaraan pendidikan maupun kursus, training dan magang.  Peningkatan jumlah sertifikasi bagi tenaga pendidik.  Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pendidik agar lebih mampu mengembangkan kompetensinya dan meningkatkan komitmen mereka dalam melaksanakan tugasnya. 2.9. Persentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar Terhadap Guru Seluruhnya Tingkat Sekolah Menengah Persentase jumlah guru yang layak mengajar tingkat sekolah menengah di provinsi Bengkulu naik cukup signifikan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2006, kemudian naik perlahan menjadi 83,96% pada tahun 2007. Namun pada tahun 2008 menurun sedikit menjadi 83,14%, seperti dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 2.17 Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar Tingkat Sekolah Menengah di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008 86.00 84.00 83.69 83.96 83.14 82.00 80.00 78.00 77.73 76.00 74.00 72.97 72.00 70.00 68.00 66.00 2004 2005 2006 2007 2008 Persentase Guru Layak Mengajar Tingkat SMA Tingginya kenaikan ini karena adanya pemberian beasiswa untuk program penyetaraan pendidikan sarjana S1 dan program sertifikasi guru. Dalam rangka untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan hasil belajar siswa sudah ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  34  
  • 36. selayaknya program peningkatan mutu dan kualitas tenaga guru perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Rekomendasi Kebijakan:  Peningkatan kualitas tenaga pendidik baik melalui penyetaraan pendidikan maupun kursus, training dan magang.  Peningkatan jumlah sertifikasi bagi tenaga pendidik tingkat sekolah menengah.  Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pendidik agar lebih mampu mengembangkan kompetensinya dan meningkatkan komitmen mereka dalam melaksanakan tugasnya. 3. Kesehatan 3.1. Umur Harapan Hidup (UHH) Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan ditunjukkan dengan meningkatnya rata-rata Umur Harapan Hdup (UHH). Umur Harapan hidup masyarakat di Provinsi Bengkulu sejak tahun 2004 – 2009 cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 Umur Harapan Hidup Penduduk Bengkulu adalah 67,4 tahun dan pada tahun berikut meningkat menjadi 68,8 tahun, kemudian menjadi 68,9 pada tahun 2006. Pada tahun 2007 terjadi peningkatan yang signifikan, UHH menjadi sebesar 69,2 dan menjadi 69,40 tahun 2008 dan sedikit meningkat menjadi 69,65 tahun 2009. Meskipun terjadi tren peningkatan namun jika dibandingkan dengan capaian rata-rata nasional UHH Penduduk Bengkulu masih dibawah rata-rata nasional. Umur Harapan Hidup dipengaruhi oleh banyak faktor, selain karena faktor ekonomi dan sosial, juga dipengaruhi oleh tersedianya fasilitas kesehatan. Dengan adanya layanan kesehatan tersebut diharapkan angka kesakitan masyarakat menjadi berkurang. Perhatian pemerintah terhadap pembangunan kesehatan penduduk cukup besar. Program kesehatan layanan gratis terhadap keluarga miskin melalui Jaring Pengaman Sosial (JPS) mencapai 5% dari jumlah penduduk miskin, meningkat pada tahun 2004 menjadi 10%, dan pada tahun 2005 telah terlayani 15%. Target layanan kesehatan gratis melalui JPS yang ingin dicapai pada periode tahun 2006-2010 secara berturut- turut adalah 20, 25, 30, 35 dan 40%. Berkat peningkatan jumlah, kualitas dan pemerataan program layanan kesehatan tersebut, status kesehatan masyarakat terus meningkat. ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  35
  • 37. Perilaku masyarakat kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat, serta ketersediaan pembiayaan kesehatan masih rendah, sangat mempengaruhi rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Upaya pembinaan lingkungan sehat yang dilakukan Dinas Kesehatan telah menunjukkan adanya keberhasilan, terlihat dari beberapa indikator lingkungan sehat, seperti jumlah keluarga yang menghuni rumah sehat, menggunakan air bersih, dan menggunakan jamban milik sendiri. Pada tahun 2004 persentase penduduk yang telah menggunakan air bersih mencapai 33,16%, yang memiliki jamban sendiri sebanyak 69,22%, dan yang sudah memanfaatkan jaringan listrik sebanyak 71,25%, sedangkan rumah yang masih berlantai tanah tinggal sebesar 10,14%. Pada tahun-tahun selanjutnya pembinaan lingkungan sehat ditargetkan terus meningkat; pada periode tahun 2006-2010 secara berturut-turut meningkat menjadi 55, 60, 65, 70 dan 80% keluarga. Pembinaan lingkungan sehat diharapkan juga menciptakan perilaku masyarakat untuk hidup sehat tidak saja di dalam keluarga tetapi juga di tempat-tempat umum seperti kantor, hotel, pasar, sekolah, sarana ibadah, dsb. Jumlah Puskesmas juga menjadi indikator peningkatan kuantitas layanan kesehatan kepada penduduk, jika dilihat dari posisi dan rasio jumlah penduduk juga menunjukkan adanya peningkatan pemerataan. Pada tahun 2008 jumlah Puskesmas di Provinsi Bengkulu berjumlah 147 dengan rasio 0,58 per 10.000 penduduk. Angka tersebut mengungkapkan bahwa setiap 10.000 penduduk di Provinsi Bengkulu dilayani kurang dari 1 (satu) buah puskesmas Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduknya maka jumlah Puskesmas yang terdapat di Provinsi Bengkulu masih jauh dari cukup. Kondisi itu terlihat dari masih relatif kecilnya nilai rasio Puskesmas terhadap penduduk sehingga beban tanggungan setiap Puskesmas di Provinsi Bengkulu relatif tinggi. Tingginya beban tanggungan Puskesmas akan berdampak negatif terhadap pelayanan kesehatan yaitu tidak optimalnya pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas kepada masyarakat. Ketidakoptimalan pelayanan kesehatan di Provinsi Bengkulu akan semakin tinggi bila tidak segera dilakukan penambahan atau pembangunan Puskesmas. Sementara itu jumlah penduduk Provinsi Bengkulu dari tahun ke tahun semakin bertambah. Selain melalui Puskesmas, pelayanan kesehatan di Provinsi Bengkulu dilakukan melalui Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Pelayanan kesehatan melalui Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling sangat efektif karena dapat melayani kesehatan penduduk hingga ke daerah terpencil. Namun dilihat dari jumlahnya, Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling yang terdapat di Provinsi Bengkulu ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  36  
  • 38. relatif kurang memadai. Pada tahun 2008 jumlah Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling di Provinsi Bengkulu masing-masing sebanyak 505 buah dan 164 buah. Selain itu terdapat 1.720 Posyandu, Klinik/KIA 124 buah dan rumah bersalin 17 buah. Data banyaknya fasilitas kesehatan menurut jenisnya di Provinsi Bengkulu dari tahun 2005-2008 dapat dilihat pada tabel 16 (Lampiran). Upaya yang dilakukan pemerintah daerah sebagai bentuk dari penjabaran arah kebijaksanaan pembangunan kesehatan di Provinsi Bengkulu diantaranya meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan melalui pembangunan sarana kesehatan baik di daerah perkotaan maupun di daerah-daerah terpencil. Rekomendasi Kebijakan:  Peningkatan pemerataan pelayanan kesehatan melalui pembangunan sarana kesehatan baik di daerah perkotaan maupun di daerah daerah terpencil.  Peningkatan Program kesehatan layanan gratis terhadap keluarga miskin, seperti Jaring Pengaman Sosial (JPS)  Kampanye pola hidup bersih dan sehat,  Pembinaan lingkungan sehat tidak saja di dalam keluarga tetapi juga di tempat- tempat umum seperti kantor, hotel, pasar, sekolah, sarana ibadah, dsb. 3.2. Angka Kematian Bayi (AKB) Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator yang paling sensitif diantara indikator lainnya. Angka ini mencerminkan tingkat permasalahan kesehatan yang langsung berkaitan dengan kematian bayi, tingkat kesehatan ibu dan anak, tingkat upaya pelayanan kesehatan ibu dan anak, upaya keluarga dan tingkat perkembangan sosial ekonomi keluarga. AKB di Provinsi Bengkulu sejak tahun 2004 – 2009 menunjukan kecenderungan menurun dari tahun ke tahun bahkan pada tahun 2008 sudah dibawah rata-rata AKB nasional. Pada tahun 2009 AKB menurun menjadi 21,14. Kondisi ini menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan bidang kesehatan. Turunnya AKB ini didukung oleh program pelayanan kesehatan gratis yang diterapkan oleh sebagian besar pemerintah kabupaten dan kota di provinsi Bengkulu terutama bagi penduduk miskin. ■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  37
  • 39. Grafik 2.18 Perkembangan Angka Kematian Bayi dan Persentase Tingkat Kemiskinan Provinsi Bengkulu, 2004 – 2009 60.00 50.00 48 43 40.00 39 34 30.00 28 22.39 22.18 23.00 22.13 20.00 21.14 20.64 18.59 10.00 0.00 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Kemiskinan (%) AKB per 1.000 kelahiran hidup)   Rekomendasi Kebijakan  Meningkatkan akses pelayanan kesehatan terutama terhadap penduduk miskin dan pedesaan antara lain melalui penambahan sarana kesehatan.  Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan menambah tenaga kesehatan,  Memberikan pelayanan kesehatan gratis terutama kepada golongan penduduk miskin yang tidak mampu. 3.3. Prevalensi Gizi buruk (%) Data statistik menunjukkan bahwa nilai Prevalensi Gizi Buruk (PGB) di Provinsi Bengkulu telah mengalami penurunan yang berkesinambungan sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Menurunnya angka Prevalensi Gizi Buruk (PGB) antara lain disebabkan antara lain oleh meningkatnya pendapatan per kapita dan berkurangnya jumlah penduduk miskin, sehingga berpengaruh positif terhadap pemenuhan gizi, seperti dapat dilihat pada gambar berikut ini. Grafik 2.19 Perkembangan Persentase Prevalensi Gizi buruk, Pendapatan per Kapita dan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Bengkulu, 2004 – 2009 25.00 22.39 22.13 22.18 23.00 20.64 20.00 15.00 10.00 6.54 7.93 8.79 9.32 7.27 5.25 5.00 3.20 1.56 0.63 0.43 0.02 0.00 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Gizi Buruk (%) Pendapatan Per Kapita Kemiskinan (%) ■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu  38