Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011 dilakukan untuk mengetahui prevalensi HIV, IMS, pengetahuan, dan perilaku berisiko di Indonesia. STBP 2011 melibatkan 25,150 responden dari 23 kabupaten/kota dan meliputi 8 populasi berisiko tinggi seperti WPSL, WPSTL, waria, dan penasun. Prevalensi HIV dan IMS tertinggi ditemukan pada penasun, waria, dan WPSL. Perilaku berisiko seperti memb
5. i
KATA PENGANTAR
Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) ini merupakan bagian dari kegiatan
surveilans HIV-AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang telah dilaksanakan sejak
tahun 1996, dan dilakukan secara rutin setiap 2-3 tahun sekali.
Pelaksananan pengumpulan data mulai dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Maret
2011, kecuali di Kabupaten Jayawijaya (Wamena) pada bulan Mei 2011. Survei
dilaksanakan di 23 Kabupaten/Kota di 11 Provinsi di Indonesia, yaitu: Kota Medan,
Kabupaten Deli Serdang, Kota Batam, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan,
Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Kota Bandung,
Kota Bekasi, Kota Semarang, Kabupaten Batang, Kota Surabaya, Kota Malang, Kabupaten
Banyuwangi, Kota Denpasar, Kota Kupang, Kota Ambon, Kota Jayapura, Kabupaten
Jayapura, dan Kabupaten Jayawijaya.
Populasi survei adalah Wanita Penjaja Seks Langsung (WPSL), Wanita Penjaja Seks Tidak
Langsung (WPSTL), Pengguna Napza Suntik (Penasun), waria, Lelaki Seks Lelaki (LSL),
Narapidana (Warga Binaan Pemasyarakatan/WBP), Pria Potensial Risti (pelaut, Tenaga
Kerja Bongkar Muat/TKBM, supir truk, tukang ojek), dan remaja.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada semua pihak, khususnya Dr. I Nyoman Kandun, MPH, Prof.
Charles Surjadi, Prof. Hari Kusnanto, Robert J. Magnani, Ph.D, Oscar Barreneche, Tobi J.
Saidel, Guy Morineau, Ph.D, Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Kantor Kesehatan
Pelabuhan, Balai/Besar Teknik Kesehatan Lingkungan, Balai Laboratorium Kesehatan,
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Labkesda, KPA Nasional dan Daerah, serta
mitra kerja internasional, antara lain Global Fund, World Bank, dan Scaling Up for Most At
Risk Population (SUM I) (FHI360) yang telah berkontribusi dalam pelaksanaan STBP 2011
ini mulai dari tahap persiapan, pengumpulan data, pengolahan, analisis dan penulisan
laporan.
Berbagai upaya telah dilakukan secara maksimal dalam pelaksanaan STBP 2011 ini, namun
masih saja tidak terlepas dari adanya keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu saran
perbaikan sangat diharapakan untuk penyempurnaan dimasa yang akan datang.
Semoga hasil STBP 2011 ini bermanfaat dalam peningkatan upaya pengendalian HIV-AIDS
dan IMS di Indonesia.
Jakarta, Desember 2011
Direktur Jenderal PP dan PL,
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama,
Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE
NIP. 195509031980121001
7. iii
RINGKASAN
Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011 ini dilaksanakan untuk
mendapatkan gambaran besaran masalah, faktor risiko, pengetahuan dan cakupan
program, sehingga dapat diketahui dinamika epidemi HIV di Indonesia. STBP 2011
dilakukan di 23 kota/kabupaten di 11 provinsi, dimana sebagian besar
kota/kabupaten terpilih sama dengan kabupaten/kota (lokasi) STBP 2007.
STBP 2011 bertujuan untuk mengetahui prevalensi HIV dan IMS (sifilis, gonore, dan
klamidia) pada populasi paling berisiko (berisiko tinggi) dan mengetahui tingkat
pengetahuan tentang HIV-AIDS, perilaku berisiko tertular atau menularkan HIV, dan
cakupan intervensi program pada populasi paling berisiko dan populasi rawan.
Disain STBP 2011 menggunakan disain potong lintang (cross sectional) dengan
sasaran STBP (populasi) sebagai berikut: 1) Populasi paling berisiko yang terdiri dari
Wanita Penjaja Seks Langsung (WPSL) dan tidak langsung (WPSTL), Pria Potensial
Berisiko Tinggi (Pria Potensial Risti), waria, Lelaki Seks Lelaki (LSL), Pengguna
Napza Suntik (Penasun), dan Narapidana (Warga Binaan Pemasyarakatan=WBP),
dan; 2) Populasi rawan, yaitu remaja. Pria Potensial Risti terdiri dari supir truk,
pelaut, Tenaga Bongkar Muat (TKBM), dan tukang ojek.
Metode pengambilan sampel terdiri dari: 1) Two-stage PPS untuk WPSL, WPSTL,
pelaut, TKBM, tukang ojek, waria, WBP, dan remaja; 2) Time Location Sampling
(TLS) untuk supir truk; 3) Respondent Driven Sampling (RDS) untuk Penasun dan
LSL. Besar sampel untuk WPSL, WPSTL waria, LSL, Penasun di masing-masing
kota terpilih adalah 250 orang. Besar sampel untuk Pria Potensial Risti adalah 300-
400 orang (tergantung tipenya), sedangkan untuk WBP adalah 400 orang, dan
remaja sebanyak 1000 orang.
Data yang dikumpulkan pada STBP 2011 meliputi data perilaku dan biologis. Data
perilaku dikumpulkan dari seluruh popuasi survei. Sedangkan data biologis
dikumpulkan dari populasi paling berisiko, dan dibedakan menjadi dua yaitu: 1)
Pengambilan darah vena WPSL, WPSTL dan waria serta pengambilan darah perifer
pada Pria Potensial Risti, WBP, LSL untuk pemeriksaan HIV dan sifilis; (2)
Pengambilan sediaan apus vagina (WPSL dan WPSTL), dan sediaan apus anus
(waria dan LSL) di beberapa kota untuk pemeriksaan gonore dan klamidia.
Jumlah responden (populasi) STBP 2011, yaitu sebanyak 25.150 orang, tersebar di
23 kabupaten/kota di 11 provinsi di Indonesia. Sebanyak 8.309 orang merupakan
populasi paling bersiko yang diambil data perilaku, HIV, sifilis, gonore, dan klamidia;
Sebanyak 9.819 orang merupakan populasi paling berisiko yang diambil data
perilaku, HIV dan sifilis; dan sebanyak 7.022 orang merupakan responden remaja
yang diambil data perilaku.
8. iv
Karakteristik Responden
Karakteristik responden (populasi) dengan kelompok umur 20-29 tahun paling
banyak terdapat pada WPSTL, LSL, dan Penasun. Kelompok umur 15-19 tahun
paling banyak terdapat pada LSL.
Median umur pada masing-masing populasi adalah Pria Potensial Risti 34 tahun,
Narapidana 31 tahun, waria 31 tahun, WPSL 28 tahun, WPSTL 28 tahun, LSL
27 tahun, dan Penasun 25 tahun.
Mayoritas WPSL, WPSTL, waria dan Narapidana (WBP) berpendidikan rendah,
yaitu tidak sekolah sampai dengan SMP, sedangkan Pria Potensial Risti, LSL,
dan Penasun berpendidikan tinggi (SMA sampai dengan Akademi/PT=Perguruan
Tinggi). Diantara populasi yang berpendidikan tinggi, paling banyak terdapat
pada LSL
Status perkawinan perlu dipertimbangkan terkait dengan kemungkinan interaksi
antara populasi paling berisiko (populasi berisiko tinggi) dengan populasi umum.
Status perkawinan yang dimaksud adalah ikatan perkawinan yang sah antara
lawan jenis. Status belum kawin mayoritas terdapat pada waria, LSL, dan
Penasun. Status pernah kawin mayoritas terdapat pada WPSL dan WPSTL.
Status kawin banyak terdapat pada Pria Potensial Risti dan WBP.
Sumber pendapatan utama waria adalah menjual seks dan bekerja di salon.
Pada Penasun dan LSL memiliki sumber pendapatan utama dengan bekerja
bebas dan karyawan. Sebagian kecil LSL dan Penasun mengaku masih
menerima uang saku sebagai pelajar.
Sebagian besar WPSL menyatakan tinggal dengan wanita lain di lokalisasi, dan
sebanyak 4% yang tinggal dengan suaminya. Pada WPSTL paling banyak
tinggal bersama keluarga dan persentase yang tinggal dengan suami mencapai
11%.
Mayoritas Pria Potensial Risti tinggal bersama istri mereka. Pada LSL dan
Penasun, banyak yang tinggal bersama keluarga. Mayoritas waria tinggal sendiri
(45%), hal ini kemungkinan berkaitan dengan mayoritas menyatakan tidak kawin
Prevalensi HIV dan IMS
Prevalensi HIV tertinggi terdapat pada Penasun (41%), diikuti waria (22%),
WPSL (10%), LSL (8%), WBP (3%), WPSTL (3%), dan Pria Potensial Risti
(0,7%).
Prevalensi Sifilis tertinggi di temukan pada Waria (25%), kemudian diikuti WPSL
(10%), LSL (9%), WBP (5%), Pria Potensial Risti (4%), WPSTL (3%), dan
Penasun (2%).
Prevalensi gonore tertinggi pada WPSL (38%), kemudian diikuti oleh waria
(29%), LSL (21%), dan WPSTL (19%). Prevalensi klamidia tertinggi pada WPSL
9. v
dan WPSTL (masing-masing 41%) diikuti oleh waria (28%) dan LSL (21%).
Prevelensi gonore dan/atau klamidia berkisar antara 33% (LSL) dan 56%
(WPSL).
Perilaku Berisiko
Perilaku membeli seks dalam satu tahun terakhir paling banyak dilakukan oleh
waria (26%), diikuti Pria Potensial Risti (23%), Penasun dan LSL (masing-masing
19%).
Pria Potensial Risti membeli seks (melakukan hubungan seks) dalam satu tahun
terakhir dengan WPS, sedangkan waria dan LSL dalam satu tahun terakhir
dengan pria (bukan waria). Dari 24% Penasun yang mengaku pernah membeli
seks dalam satu tahun terakhir, 97% diantaranya mengaku membeli seks pada
perempuan, 2% pada waria, dan 1% pada perempuan dan waria.
Diantara waria, LSL, dan Penasun, perilaku menjual seks dalam satu tahun
terakhir tertinggi pada Waria (81%), dimana waria menjual seks pada pria.
Sebanyak 49% LSL menjual seks baik kepada pria maupun wanita. Diantara
49% LSL tersebut, sebagian besar LSL (79%) menjual seks pada pria, 4% pada
perempuan, dan 17% pada pria dan perempuan. Penasun memiliki perilaku
menjual seks terendah (4%). Dari Penasun yang menjual seks, 81% diantaranya
menjual seks pada perempuan, dan 19% pada pria.
Secara umum, WPS, waria, dan LSL merupakan populasi yang melakukan
kegiatan menjual seks. WPS dan waria menjual seks kepada lelaki, dan LSL
menjual seks kepada lelaki dan perempuan. Selain itu, waria dan LSL juga
melakukan perilaku membeli seks.
Kecuali pada Penasun, penggunaan Napza suntik dalam satu tahun terakhir
pada populasi paling berisiko lainnya masih cukup rendah. Persentase WPSL,
WPSTL, Pria Potensial Risti, waria, dan LSL yang pernah menggunakan Napza
suntik satu tahun terakhir <2%.
Perilaku menyuntik dengan cara setting basah dalam satu minggu terakhir lebih
banyak dilakukan oleh Penasun (53%) dibandingkan dengan meminjam atau
meminjamkan jarum (14%) atau menggunakan jarum umum (9%).
Rerata frekuensi menyuntik Penasun di enam lokasi yang disurvei dalam satu
minggu terakhir adalah tujuh kali. Sementara itu, rerata menyuntik di hari kemarin
adalah dua kali.
Sebanyak 13% Penasun mengaku berbagi jarum saat menyuntik terakhir, dan
14% Penasun mengaku pernah meminjam atau meminjamkan jarum ketika
menyuntik dalam seminggu terakhir.
Menyuntik dengan cara setting basah lebih banyak dilakukan oleh Penasun
dibandingkan dengan menyuntik dengan berbagi jarum atau menggunakan jarum
10. vi
umum. Diantara Penasun yang berbagi basah tersebut, 25% diantaranya selalu
berbagi basah, 12% sering, dan 16% kadang-kadang.
Sebanyak 18% Penasun selalu membeli Napza secara patungan dalam satu
minggu terakhir, 18% sering membeli Napza secara patungan, dan 28% kadang-
kadang membeli Napza secara patungan.
Sebanyak 7% populasi remaja dalam satu minggu terakhir, mengaku pernah
berhubungan seks. Dari 7% remaja yang pernah berhubungan seks tersebut,
51% diantaranya mengaku menggunakan kondom pada hubungan seks terakhir.
Selain itu, 4% remaja mengaku pernah mencoba menggunakan Napza, dan yang
paling sering dicoba adalah ganja. Sebanyak 0,4% remaja mengaku
menggunakan Napza suntik.
Sebanyak 4% narapidana (WBP) menyatakan pernah melakukan hubungan seks
selama di Lapas/Rutan. Sementara itu, terdapat 6% WBP yang pernah
menggunakan Napza suntik. Satu dari lima narapidana mengaku menggunakan
Napza suntik pertama kali di dalam penjara. Dari WBP yang menggunakan
Napza suntik, sepertiganya masih menyuntik di dalam penjara. Dari WBP yang
masih menyuntik di dalam penjara, 67% menggunakan jarum yang telah
digunakan oleh orang lain dan 62% menggunakan jarum umum.
Sebanyak 9% WPSL pernah mengalami kehamilan selama menjalani kegiatan
sebagai penjaja seks, dan 53% diantaranya mengalami keguguran baik
digugurkan atau keguguran spontan. Alat kontrasepsi yang dipakai oleh sebagian
besar (76%) WPSL adalah suntik (64%) dan pil (23%). Pada WPSTL, sebanyak
6% perempuan pernah mengalami kehamilan selama menjalani kegiatan sebagai
penjaja seks, dan 73% diantaranya mengalami keguguran baik digugurkan atau
keguguran spontan. Alat kontrasepsi yang dipakai oleh sebagian besar (69%)
WPSTL adalah suntik (54%) dan pil (31%).
Sebanyak 28% waria mengaku mengkonsumsi hormon secara terus menerus
tanpa pengawasan dari petugas kesehatan dalam satu tahun terakhir, dan 31%
waria mengaku menggunakan silikon dalam satu tahun terakhir. Efek samping
penggunaan hormon dan silikon hanya diketahui oleh 47% waria.
Perilaku Pencegahan
Persentase tertinggi pemakaian kondom pada seks komersial terakhir adalah
pada waria, kemudian diikuti oleh WPSL, LSL, WPSTL, Penasun, dan Pria
Potensial Risti.
Bila dikaitkan dengan indikator keberhasilan program pengendalian HIV-AIDS di
Indonesia, maka hasil STPB 2011 menunjukkan bahwa persentase penggunaan
kondom dalam seminggu terakhir pada perempuan (dalam hal ini WPSL) adalah
sebesar 35% dan pada laki-laki (dalam hal ini Pria Potensia Risti) dalam setahun
terakhir adalah sebesar 14%. Dengan demikian, capaian indikator keberhasilan
penggunan kondom pada kelompok berisiko tinggi tahun 2011 adalah sebesar
11. vii
100% pada perempuan (target tahun 2011: 35%) dan 70% pada laki-laki (target
tahun 2011: 20%).
Pria Potensial Risti merupakan populasi survei yang mempunyai persentase
tertinggi (84%) yang menggunakan kondom pada hubungan seks terakhir
dengan pasangan tidak tetap dan tanpa membayar/dibayar, sedangkan LSL
merupakan populasi dengan persentase terendah (54%).
Pada Pria Potensial Risti yang disurvei, sebagian besar mengaku pernah
melakukan seks dalam satu tahun terakhir dengan bukan pasangan seksnya.
Penasun memiliki persentase abstinen tertinggi yaitu sebanyak 21%, sedangkan
pada supir truk sebanyak 5%.
Penasun yang setia dengan pasangan seks tetap dalam satu tahun terakhir
mencapai 40%. Sementara pada Pria Potensial Risti seperti pelaut, TKBM,
tukang ojek, dan supir truk yang setia berkisar antara 32%-56%.
Sebagian besar (87%) Penasun menyatakan tidak berbagi jarum dengan orang
lain. Separuh Penasun juga menyatakan tidak pernah berbagi Napza setelah
dicampur dengan air (setting basah). Sebanyak 30% Penasun mengaku
membawa jarum suntik dalam satu minggu terakhir. Sebanyak 36% Penasun
menyatakan terakhir kali membuang jarum dengan memberikannya kepada
petugas kesehatan, petugas LSM ataupun unit pelayanan kesehatan.
Tingkat Pengetahuan dan Persepsi
Hasil STBP 2011 menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang HIV-
AIDS dapat dicegah dengan berperilaku setia dan menggunakan kondom
merupakan dua pertanyaan yang banyak dijawab dengan benar oleh setiap
populasi dibandingkan dengan tiga pertanyaan pengetahuan komprehensif
lainnya tentang HIV-AIDS.
Di antara populasi berisiko tinggi, Penasun memiliki pengetahuan komprehensif
yang paling tinggi (44%). Sedangkan populasi yang memiliki pengetahuan
komprehensif paling rendah adalah Narapidana (WBP), yaitu 12%.
Sebagian besar populasi sudah mengetahui cara penularan HIV, yaitu melalui
jarum suntik dan dari ibu ke anaknya selama masa kehamilan, persalinan dan
menyusui. Namun, pengetahuan mengenai penularan HIV melalui jarum suntik
dan dari ibu ke anak pada WBP masih rendah bila dibandingkan dengan populasi
lainnya.
Pengetahuan populasi bahwa HIV tidak dapat dicegah dengan antibiotik dan
makan makanan bergizi masih rendah pada semua populasi.
Sebagian besar populasi masih memiliki pemahaman yang keliru (miskonsepsi)
tentang cara penularan dan pencegahan HIV. Miskonsepsi apabila responden
memiliki pemahaman bahwa hanya dengan melihat saja dapat mengetahui
status HIV seseorang. Atau dengan makan makanan bergizi dapat mengurangi
12. viii
risiko penularan HIV. Atau dengan minum antibiotika dapat mengurangi risiko
penularan HIV. Atau gigitan nyamuk dapat menularkan HIV. Populasi yang
memiliki pemahaman keliru paling tinggi adalah Narapidana (WBP) (70%),
sedangkan terendah adalah waria (24%).
Sebagian besar populasi survei merasa berisiko tertular HIV, kecuali Pria
Potensial Risti dan Narapidana (WBP).
Sebagian besar responden mengaku sudah pernah mendapatkan informasi
tentang HIV-AIDS. Televisi merupakan sumber informasi yang banyak
disebutkan oleh Remaja (99%), WPSTL (82%), dan Pria Potensial Risti (65%).
Petugas kesehatan adalah sumber informasi yang paling banyak disebutkan oleh
WPSL (78%) dan WBP (92%). Teman sebaya adalah informasi yang paling
banyak disebutkan oleh waria (79%) dan LSL (53%). Petugas lapangan adalah
informasi yang paling banyak disebutkan oleh Penasun (76%).
Cakupan Program
Pria Potensial Risti merupakan populasi yang paling sedikit pernah melakukan
tes HIV, sedangkan waria merupakan populasi yang paling banyak pernah
melakukan tes HIV. Dari populasi yang pernah melakukan tes HIV, belum
semuanya pernah menerima hasil tes. Waria merupakan populasi yang banyak
menerima hasil tes HIV, sedangkan Pria Potensial Risti paling sedikit yang
menerima hasil tes.
Penasun merupakan sasaran yang paling banyak yang pernah bertemu dan
melakukan diskusi dengan petugas lapangan dalam tiga bulan terakhir
dibandingkan dengan populasi survei yang lain. Sebaliknya Pria Potensial Risti
merupakan populasi yang paling sedikit yang pernah bertemu dan berdiskusi
dengan petugas lapangan.
WPSL adalah populasi yang paling banyak mengunjungi layanan IMS dalam tiga
bulan terakhir. Sementara itu, sebagian besar responden waria, WPSTL, dan
LSL menyatakan tidak mengunjungi layanan IMS dalam tiga bulan terakhir.
Sebanyak 32% WPSL, 23% WPSTL, 25% waria, 31% LSL, 21% Penasun, 9%
Pria Potensial Risti, dan 6% WBP pernah mengalami salah satu gejala IMS
dalam setahun terakhir. Gejala IMS yang paling sering dialami oleh LSL,
Penasun, Pria Potensial Risti dan WBP adalah nyeri ketika kencing. Gejala IMS
pada waria bervariasi dari luka sekitar kelamin, benjolan di sekitar anus hingga
nyeri saat kencing. Gejala IMS yang paling sering dialami pada WPSL dan
WPSTL adalah keluarnya cairan yang tidak normal dari kemaluan, walaupun
gejala tersebut tidak selalu terkait dengan infeksi menular seksual.
Pencarian pengobatan ke layanan kesehatan (layanan IMS) diantara responden
yang mempunyai gejala IMS lebih banyak dilakukan oleh waria dibandingkan
13. ix
dengan populasi survei lainnya. Sebaliknya pada WBP, hanya sebagian kecil
yang mempunyai gejala IMS berobat ke layanan IMS.
Lebih dari setengah populasi WPSL menyatakan pernah menerima kondom
gratis dalam 3 bulan terakhir, sementara mayoritas waria, WPSTL, LSL dan Pria
Potensial Risti menyatakan tidak pernah menerima kondom gratis dalam 3 bulan
terakhir. Penasun tidak ditanyakan tentang penerimaan kondom gratis.
Sebanyak 50% dan 53% Penasun yang menjadi populasi survei telah
memanfaatkan program LJSS dalam seminggu terakhir dan terapi substitusi
setahun terakhir. Pemanfaatan program detoksifikasi pada penasun dalam
setahun terakhir masih rendah (25%).
Penasun yang mengakses layanan LJSS di layanan kesehatan seperti
puskesmas jumlahnya hanya sebanyak 20%, sedangkan yang mengakses di luar
puskesmas lebih tinggi, yaitu di drop in center dan petugas LSM masing-masing
33 % dan 32 %, dan sebanyak 10 % yang mengakses layanan di satelit.
Remaja adalah populasi survei yang paling sering menghadiri diskusi atau
penyuluhan mengenai HIV AIDS (82%), disusul olek Penasun (74%). Sementara
Pria Potensial Risti merupakan populasi yang paling jarang menghadiri
pertemuan diskusi (14%).
14. x
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………………..…….
Ringkasan .……………………………………………………………………….….....
Daftar Isi .…………...……………………………………………………….……….…
Daftar Tabel dan Grafik …………………………………………………….…………
Daftar Singkatan …………………………………………………...………....…….…
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………..………...……
A. Latar Belakang ……………………………………....……………….…
B. Ruang Lingkup …………………………………………...……,…..…..
C. Tujuan …………………………………………………………….,,....…
D. Manfaat ………………………………………………………….…...….
E. Cara Penyajian …………………………………………………...……
BAB II. METODOLOGI ………………………………………………………...........
A. Disain …………………………………………………...……...............
B. Waktu ………………………………………………………….....…….
C. Lokasi ………………………………………………………..…....……
D. Populasi …………………………………………………...……………
E. Jenis Data …………………………………………………………..….
F. Sampel ……………………………………………………………...…..
G. Penjaminan Kualitas Pemeriksaan Biologis ……………………......
H. Alat dan Cara Pengumpulan Data ……………………………...……
I. Manajemen Data ……………………………………………..…...…..
J. Pelaksanaan STBP 2011 ……………………………………......…...
K. Analisis ………………………………………………………..…....….
L. Keterbatasan ………………………………………………..……....….
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………...…….…..
A. Karakteristik Populasi Survei …………………………………..…….
B. Prevalensi HIV dan IMS ………………………………….…...….…..
C. Perilaku Berisiko ……………………………………………...…..…..
D. Perilaku Pencegahan ………………………………………..…...…..
E. Tingkat Pengetahuan dan Persepsi …………………………..…….
i
iii
x
xi
xiii
xviii
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
3
4
5
7
8
8
8
9
11
11
11
18
22
34
40
Halaman
15. xi
F. Cakupan Program ……………………………….…………..….........
Daftar Pustaka ..................................................................................................
Lampiran ...........................................................................................................
Kontributor ........................................................................................................
46
57
57
67
16. xii
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK
Daftar Tabel
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Jenis Data Menurut Lokasi dan Populasi .........................................
Metode Pengambilan Sampel ...........................................................
Perencanaan dan Realisasi Sampel .................................................
Distribusi Populasi Menurut Sumber Informasi Tentang HIV-AIDS,
STBP 2011 ........................................................................................
Distribusi Populasi Menurut Gejala IMS dalam Setahun Terakhir,
STBP 2011 ........................................................................................
Distribusi Populasi Menurut Frekuensi Menerima Kondom Gratis
dalam Tiga Bulan Terakhir, Tahun 2007 dan 2011 ...........................
5
7
9
46
50
52
Daftar Grafik
Grafik 1.
Grafik 2.
Grafik 3.
Grafik 4.
Grafik 5.
Grafik 6.
Grafik 7.
Grafik 8.
Grafik 9.
Grafik 10.
Grafik 11.
Distribusi Populasi Menurut Kelompok Umur, STBP 2011 ...................
Distribusi Populasi Menurut Median Umur, STBP 2007 dan 2011........
Distribusi Populasi Menurut Tingkat Pendidikan, STBP 2011 ..............
Distribusi Populasi Menurut Tingkat Pendidikan Rendah, STBP 2007
dan 2011 ...............................................................................................
Distribusi Populasi Menurut Status Perkawinan, STBP 2011................
Distribusi Populasi Menurut Status Perkawinan (Pernah Kawin atau
Kawin), STBP 2007 dan 2011 ...............................................................
Distribusi Populasi Menurut Sumber Pendapatan Utama, STBP 2011
Distribusi Populasi Menurut Sumber Pendapatan Utama, STBP 2007
dan 2011 ................................................................................................
Distribusi WPSL dan WPSTL Menurut Status Tinggal, STBP 2011 ......
Distribusi Populasi Menurut Status Tinggal, STBP 2011 .......................
Distribusi WPSL dan WPSTL Menurut Status Tinggal, STBP 2007 dan
2011.........................................................................................................
11
12
12
13
14
14
15
15
16
16
17
17. xiii
Grafik 12.
Grafik 13.
Grafik 14.
Grafik 15.
Grafik 16.
Grafik 17.
Grafik 18.
Grafik 19.
Grafik 20.
Grafik 21.
Grafik 22.
Grafik 23.
Grafik 24.
Grafik 25.
Grafik 26.
Grafik 27.
Grafik 28.
Grafik 29.
Grafik 30.
.
Distribusi Pria Potensial Risti dan Penasun Menurut Persentase Status
Tinggal, STBP 2007 dan 2011 ................................................................
Distribusi LSL dan Waria Menurut Status Tinggal, STBP 2007 dan
2011.........................................................................................................
Prevalensi HIV Menurut Populasi, STBP 2011 .......................................
Prevalensi HIV Menurut Populasi, STBP 2007 dan 2011 .......................
Prevalensi Sifilis Menurut Populasi, STBP 2011 .....................................
Prevalensi Sifilis Menurut WPSL dan WPSTL, Tahun 2003-2011 ..........
Prevalensi Sifilis Menurut Populasi, STBP 2007 dan 2011 .....................
Prevalensi Gonore dan/atau Klamidia Menurut Populasi, STBP 2011..
Prevalensi Gonore dan/atau Klamidia Menurut Populasi, STBP 2007
dan 2011 .................................................................................................
Prevalensi Gonore dan/atau Klamidia Menurut Tahun, 2003 – 2011......
Distribusi Populasi Menurut Perilaku Membeli Seks dalam Satu Tahun
Terakhir, STBP 2011 ...............................................................................
Distribusi Populasi Menurut Perilaku Membeli Seks dalam Satu Tahun
Terakhir, STBP 2007 dan 2011 ...............................................................
Distribusi Populasi Menurut Perilaku Menjual Seks dalam Satu Tahun
Terakhir, STBP 2011 ...............................................................................
Distribusi Populasi Menurut Perilkau Menjual Seks dalam Satu Tahun
Terakhir, STBP 2007 dan 2011................................................................
Rerata dan Median Pembeli Jasa Seks pada Populasi yang Menjual
Seks, STBP 2011 ....................................................................................
Rerata Pembeli Jasa Seks pada Populasi yang Menjual Seks, STBP
2007 dan 2011 ........................................................................................
Rerata dan Median Pasangan Seks Dibayar pada Populasi yang
Membeli Seks, STBP 2011 .....................................................................
Rerata Pasangan Seks Dibayar pada Populasi yang Membeli Seks,
STBP 2007 dan 2011 ..............................................................................
Distribusi Populasi Menurut Perilaku Berisiko Lainnya dalam Satu
Tahun Terakhir, STBP 2011 ...................................................................
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
24
24
25
25
26
26
27
18. xiv
Grafik 31.
Grafik 32.
Grafik 33.
Grafik 34.
Grafik 35.
Grafik 36.
Grafik 37.
Grafik 38.
Grafik 39.
Grafik 40.
Grafik 41.
Grafik 42.
Grafik 43.
Grafik 44.
Grafik 45.
Grafik 46.
Grafik 47.
Distribusi Populasi Menurut Perilkaku Berisiko Lainnya dalam Satu
Tahun Terakhir, STBP 2007 dan 2011 ...................................................
Distribusi PopulasiMenurut Penggunaan Napza Suntik, STBP
2011.........................................................................................................
Distribusi Populasi Menurut Menggunakan Napza Suntik, STBP 2007
dan 2011 .................................................................................................
Distribusi Populasi Menurut Penggunaan Napza Suntik dalam Satu
Tahun Terakhir, STBP 2007 dan 2011 ...................................................
Distribusi Penasun Menurut Perilaku Menyuntik dalam Satu Minggu
Terakhir, STBP 2011 ...............................................................................
Distribusi Penasun Menurut Perilaku Menyuntik dalam Satu Minggu
Terakhir, STBP 2007 dan 2011 ...............................................................
Distribusi Penasun Menurut Frekuensi Berbagi Basah, STBP 2011 ......
Distribusi Penasun Menurut Frekuensi Berbagi Basah, STBP 2007
dan 2011 .................................................................................................
Distribusi Penasun Menurut Frekuensi Membeli Napza Secara
Patungan dalam Satu Minggu Terakhir, STBP 2007 ..............................
Distribusi Penasun Menurut Frekuensi Membeli Napza Secara
Patungan dalam Satu Minggu Terakhir, STBP 2007 dan 2011 ..............
Distribusi Remaja Menurut Perilaku Berisiko, STBP 2011.......................
Distribusi Populasi Mnurut Penggunaan Kondom pada Seks Komersial
Terakhir, STBP 2011 ...............................................................................
Distribusi Populasi Menurut Penggunaan Kondom pada Hubungan
Seks Komersial Terakhir Menurut, STBP 2007dan 2011 .......................
Distribusi Populasi Menurut Penggunaan Kondom pada Hubungan
Seks Komersial Seminggu Terakhir (WPSL dan WPSTL) dan Satu
Tahun Terakhir (Pria Potensial Risti dan Penasun), STBP 2007 dan
2011.........................................................................................................
Distribusi Populasi Menurut Penggunaan Kondom pada Seks Berisiko
Lainnya, STBP 2011 ...............................................................................
Distribusi Populasi Menurut Penggunaan Kondom pada Hubungan
Seks Berisiko Lainnya, STBP 2007 dan 2011 ........................................
Distribusi Populasi Menurut Penggunaan Kondom Secara Konsisten
pada Hubungan Seks Berisiko Lainnya dalam Satu tahun Terakhir,
27
28
28
29
29
30
31
31
32
32
33
34
34
35
36
36
19. xv
Grafik 48.
Grafik 49.
Grafik 50.
Grafik 51.
Grafik 52.
Grafik 53.
Grafik 54.
Grafik 55.
Grafik 56.
Grafik 57.
Grafik 58.
Grafik 59.
Grafik 60.
Grafik 61.
Grafik 62.
Grafik 63.
.
STBP 2007 dan 2011 ..............................................................................
Distribusi Populasi Menurut Abstinen dan Setia Kepada Pasangan
Tetap dalam Satu Tahun Terakhir, STBP 2011.......................................
Distribusi Populasi Menurut Abstinen dalam Satu Tahun Terakhir,
STBP 2007 dan 2011 ..............................................................................
Distribusi Populasi Menurut Kesetiaan dengan Pasangan Seksnya
dalam Satu Tahun Terakhir, STBP 2007 dan 2011 ................................
Distribusi Penasun Menurut Perilaku Pencegahan Terkait Napza
Suntik, STBP 2011...................................................................................
Distribusi Penasun Menurut Perilaku Pencegahan Terkait Napza
Suntik, STBP 2007 dan Tahun 2011 .......................................................
Distribusi Populasi Menurut Jenis Pertanyaan Pengetahuan
Komprehensif yang Dijawab dengan Benar, STBP 2011........................
Distribusi Populasi Menurut Pengetahuan Komprehensif tentang HIV-
AIDS, STBP 2011 ...................................................................................
Distribusi Populasi Menurut Pengetahuan Komprehensif tentang HIV-
AIDS, STBP 2007 dan 2011 ...................................................................
Distribusi Populasi Menurut Pengetahuan Cara Penularan HIV melalui
Jarum Suntik dan Penularan dari Ibu ke Anak, STBP 2011...................
Distribusi Populasi Menurut Pengetahuan Cara Penularan HIV melalui
Jarum Suntik dan Penularan dari Ibu ke Anak, STBP 2007 dan 2011...
Distribusi Populasi Menurut Pengetahuan Cara Pencegahan HIV
dengan Antibiotik dan Makanan Bergizi, STBP 2011 .............................
Distribusi Populasi Menurut Pengetahuan Cara Pencegahan HIV
dengan Antibiotik dan Makanan Bergizi, STBP Tahun 2007 dan 2011...
Distribusi Populasi Menurut Pemahaman Keliru tentang Cara
Pencegahan dan Penularan HIV, STBP 2011 ........................................
Distribusi Populasi Menurut Pemahaman Cara Pencegahan dan
Penularan HIV yang Keliru, STBP 2007 dan 2011 .................................
Distribusi Populasi Menurut Persepsi Merasa Berisiko Tertular HIV,
STBP 2011 ..............................................................................................
Distribusi Populasi Menurut Persepsi Merasa Berisiko Tertular HIV,
STBP 2007 dan 2011 ..............................................................................
37
37
38
38
39
39
40
41
41
42
42
43
43
44
44
45
45
20. xvi
Grafik 64.
Grafik 65.
Grafik 66.
Grafik 67.
Grafik 68.
Grafik 69.
Grafik 70.
Grafik 71.
Grafik 72.
Grafik 73.
Grafik 74.
Grafik 75.
Grafik 76.
Grafik 77.
Distribusi Populasi Menurut Tes HIV, STBP 2007 dan 2011 ..................
Distrbusi Populasi Menurut Frekuensi Bertemu dan Diskusi dengan
Petugas Lapangan dalam Tiga Bulan Terakhir, STBP 2011 ..................
Distribusi Populasi Menurut Pernah Diskusi dengan Petugas Lapangan
dalam Tiga Bulan Terakhir Menurut, STBP 2007 dan 2011....................
Distribusi Populasi Menurut Frekuensi Kunjungan ke Layanan IMS
dalam Tiga Bulan Terakhir, STBP 2011 ..................................................
Distribusi Populasi Menurut Frekuensi Kunjungan ke Layanan IMS
dalam Tiga Bulan Terakhir, STBP 2007 dan 2011 ..................................
Distribusi Populasi Menurut Pencarian Pengobatan ke Layanan
Kesehatan dalam Setahun Terakhir, STBP 2011 ...................................
Distribusi Populasi Menurut Pencarian Pengobatan ke Layanan
Kesehatan saat Mengalami Gejala IMS Terakhir, STBP 2007 dan
2011.........................................................................................................
Distribusi Populasi Menurut Frekuensi Menerima Kondom Gratis dalam
Tiga Bulan Terakhir, STBP 2011 ............................................................
Distrbusi Penasun Menurut Akses Layanan Terkait Pengurangan
Dampak Buruk, STBP 2011 ....................................................................
Distribusi Penasun Menurut Tempat Layanan LJSS, STBP 2011 .........
Distribusi Penasun Menurut Pemanfaatan Terapi Substitusidan
Detoksifikasi, STBP 2007 dan 2011 ........................................................
Distribusi Populasi Menurut Kehadiran dalamPertemuan dan Diskusi
tentang HIV dan Menerima media cetakan KIE dalam Setahun
Terakhir, STBP 2011 ...............................................................................
Distribusi Populasi Menurut Kehadiran dalam Pertemuan dan Diskusi
Tentang HIV dalam Setahun Terakhir, STBP 2007 dan 2011 ................
Distribusi Populasi Menurut Penerimaan Barang Cetakan dalam
Setahun Terakhir, STBP 2007 dan 2011 ................................................
47
48
48
49
49
50
51
51
53
53
54
54
55
55
21. xvii
DAFTAR SINGKATAN
ABK Anak Buah Kapal
AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome
BPS Biro Pusat Statistik
BSS Behavioural Sentinel Surveillance
CRS Chain Referral Sampling
HIV Human Immunodeficiency Virus
IBBS Integrated Biological and Behavior Survei
IMS Infeksi Menular Seksual
ISR Infeksi Saluran Reproduksi
KIE Komunikasi, Informasi dan Edukasi
LJSS Layanan Jarum Suntik Steril
LSL Lelaki Seks Lelaki
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
MDGs Millenium Develepoment Goals
NAPZA
Narapidana
Narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain
Pria dan wanita yang sudah divonis menjalani hukuman
berada di lapas/rutan
ODHA Orang dengan HIV-AIDS
PCR Polymerase Chain Reaction
Penasun
PL
PPB
Pengguna Napza Suntik
Petugas Lapangan
Pengobatan Presumtif Berkala
Pria Potensial
Risti
Populasi pria yang memiliki risiko lebih tinggi untuk terinfeksi
HIV, seperti pelaut, TKBM, supir truk, dan tukang ojek.
PPS
Two Stages PPS
TLS
Proportionate Probability Sampling
Two stages Proportionate Probability Sampling
Time Location Sampling
PSU Primary Sampling Unit
RDS Respondent Driven Sampling
Risti Risiko tinggi
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RTI Reproductive tract infection
22. xviii
SD Sekolah Dasar
Seed Sekelompok kecil responden yang dipilih secara khusus dan
dari mereka diharapkan dapat menjaring lebih banyak
responden
SMU Sekolah Menengah Umum (SMA)
SMP Sekolah Menengah Pertama
Snowball Teknik pengambilan sampel jemput bola
SSP Survei Surveilans Perilaku
STBP Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku
STHP Surveilans Terpadu HIV dan Perilaku
Tanah papua Daerah yang meliputi Provinsi Papua dan Provinsi Papua
Barat
TKBM Tenaga Kerja Bongkar Muat
Waria Wanita-pria, lelaki yang berperilaku sebagai perempuan
(transgender)
WBP
WPS
Warga Binaan Pemasyarakatan
Wanita Penjaja Seks
WPSL Wanita Penjaja Seks Langsung
WPSTL Wanita Penjaja Seks Tidak Langsung
23. 1
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) secara global masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius. Diperkirakan terdapat 33.3 juta
(31.3 34.5 juta) orang yang telah terinfeksi HIV di dunia. Di kawasan Asia,
sebagian besar angka prevalensi HIV pada masyarakat umum masih rendah
yaitu <1%, kecuali di Thailand dan India Utara. Di Indonesia juga terdapat
provinsi yang prevalensi HIV pada masyarakat umum sebesar 2.4%, yaitu
provinsi yang berada di Tanah Papua (Depkes, 2006).
Secara umum prevalensi HIV di wilayah Indonesia masih berkisar 0.2%.Pada
populasi paling berisiko telah terlihat peningkatan prevalensi sejak tahun
1990 an, khususnya Pengguna Napza Suntik (Penasun), Wanita Penjaja Seks
(WPS), dan Waria.
Peningkatan prevalensi HIV pada Penasun mendorong peningkatan prevalensi
HIV pada populasi paling berisiko lainnya, terutama penularan melalui hubungan
seks komersial. Diperkirakan sepertiga Penasun pernah membeli seks dalam
satu bulan terakhir dan sebagian kecil Penasun pernah menjual seks (Depkes,
2003). Untuk lebih memahami dinamika epidemi dan faktor–faktor utama yang
dapat mengubah tingkat penularan HIV, maka perlu dilaksanakan Surveilans
HIV.
Pelaksanaan Surveilans HIV di Indonesia telah dimulai dengan pelaksanaan
sero-surveilans HIV pada tahun 1988 dan surveilans perilaku pada tahun 1996.
Sistem surveilans HIV mengalamai evolusi dengan mengadopsi panduan
surveilans HIV generasi kedua yang dikeluarkan oleh WHO (2002). Pada tahun
2007 Indonesia pertama kali melakukan survei yang mengambil data perilaku
dan biologis secara bersamaan, dan dikenal dengan nama Surveilans Terpadu
Biologis dan Perilaku (STBP). STBP dilakukan kembali di tahun 2009 di daerah
yang berbeda dengan STBP 2007.
Berdasarkan hasil STBP 2007, didapatkan gambaran lengkap tentang besaran
masalah, perilaku berisiko, pengetahuan, dan cakupan program HIV. Untuk
medapatkan kecenderungan epidemi HIV maka dilakukan STBP 2011 di lokasi
yang sama dengan STBP 2007.
Sasaran atau populasi STBP 2011 adalah WPS Langsung (WPSL), WPS Tidak
Langsung (WPSTL), Pria Potensial Berisiko Tinggi (tukang ojek, supir truk,
pelaut, dan Tenaga Kerja Bongkar Muat/TKBM), Penasun, Waria, Lelaki Seks
Lelaki (LSL), dan Narapidana(Warga Binaan Pemasyarakatan). Sasaran lainnya
dalam STBP 2011 adalah remaja yang mewakili populasi rawan.
24. 2
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup STBP 2011 meliputi pengukuran perilaku dan biologis.
Pengukuran perilaku meliputi demografi, perilaku pencegahan, perilaku berisiko,
cakupan intervensi, dan tingkat pengetahuan. Pengukuran biologis meliputi
pemeriksaan HIV, sifilis, gonore dan klamidia pada WPSL, WPSTL, waria, dan
LSL. Pemeriksaan HIV dan sifilis dilakukan pada Penasun, Narapidana dan Pria
Potensial Risti. Pemeriksaan biologis tidak dilakukan pada remaja.
C. Tujuan
1. Menentukan prevalensi HIV, sifilis, gonore dan klamidia di antara populasi
paling berisiko di beberapa kota di Indonesia dan menganalisa
kecenderungannya.
2. Menentukan tingkat pengetahuan dan persepsi tentang penularan dan
pencegahan HIV pada populasi paling berisiko dan populasi rawan (remaja)
dan menganalisa kecenderungannya.
3. Menentukan tingkat perilaku berisiko tertular/menularkan HIV pada populasi
paling berisiko di beberapa kota di Indonesia dan menganalisa
kecenderungannya.
4. Mengukur cakupan intervensi pengendalian HIV-AIDS dan Infeksi Menular
Seksual (IMS) serta dampaknya pada populasi paling berisiko dan populasi
rawan.
D. Manfaat
1. Dapat memantau dampak program dengan melihat kecenderungan
prevalensi HIV, sifilis, gonore dan klamidia pada populasi paling berisiko di
beberapa kota di Indonesia dibandingan dengan STBP sebelumnya.
2. Tersedianya data untuk digunakan dalam pembuatan estimasi dan proyeksi
kasus HIV-AIDS di Indonesia.
3. Menggunakan hasil STBP sebagai alat untuk advokasi.
4. Sumber data untuk perencanaan program pengendalian HIV.
E. Cara Penyajian
Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk memaparkan hasil STBP 2011.
Pada Bab I berisi tentang pendahuluan terdiri dari latar belakang, ruang lingkup,
tujuan, manfaat dan cara penyajian. Pada Bab II, terdiri dari desain dan waktu,
lokasi, populasi, jenis data , sampel, penjaminan kualitas pemeriksaan biologis,
alat dan cara pengumpulan data, manajemen data, pelaksanaan STBP 2011,
analisis dan keterbatasan. Bab III hasil dan pembahasan STBP 2011.
25. 3
BAB II. METODOLOGI
A. Disain
Disain STBP 2011 yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional).
B. Waktu
Pelaksananan pengumpulan data mulai dilakukan pada bulan Januari sampai
dengan Maret 2011, kecuali Kabupaten Jayawijaya (Wamena) yang baru
dilaksanakan pada bulan Mei 2011.
C. Lokasi
Survei dilaksanakan di 11 provinsi di Indonesia meliputi 33 kabupaten/kota,
yaitu: Provinsi Sumatera Utara (Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang),
Kepulauan Riau (Kota Batam), Lampung (Kota Bandar Lampung, Kabupaten
Lampung Selatan), DKI Jakarta (Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara,
Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jawa Barat (Kota Bandung, Kota Bekasi), Jawa
Tengah (Kota Semarang, Kabupaten Batang), Jawa Timur (Kota Surabaya, Kota
Malang, Kabupaten Banyuwangi, Bali (Kota Denpasar), Nusa Tenggara Timur
(Kota Kupang), Maluku (Kota Ambon), dan Papua (Kota Jayapura, Kabupaten
Jayapura, dan Kabupaten Jayawijaya). Provisi tersebut sama dengan provinsi
STBP 2007, kecuali Lampung dan Maluku.
D. Populasi
Populasi survei adalah Wanita Penjaja Seks Langsung (WPSL), Wanita Penjaja
Seks Tidak Langsung (WPSTL), Pengguna Napza Suntik (Penasun), waria,
Lelaki Seks Lelaki (LSL), Narapidana, Pria Potensial Risti (pelaut, Tenaga Kerja
Bongkar Muat/TKBM, supir truk, tukang ojek), dan remaja.
Batasan populasi survei adalah sebagai berikut:
1. WPSL adalah wanita yang beroperasi secara terbuka sebagai penjaja seks
komersial, yang telah berhubungan seks komersial paling sedikit dengan satu
pelanggan dalam satu bulan terakhir, dan berada di lokasi survei pada saat
kunjungan tim survei.
2. WPSTL adalah wanita yang beroperasi secara terselubung sebagai penjaja
seks komersial yang biasanya bekerja di tempat-tempat atau bidang
pekerjaan tertentu (bar/panti pijat/dan lain-lain), menjual seks dalam sebulan
terakhir paling kurang kepada seorang pelanggan, dan berada di lokasi survei
pada saat kunjungan tim survei.
3. Pria Potensial Berisiko Tinggi (Pria Potensial Risrti) terdiri dari supir truk antar
kota, tukang ojek, pelaut, dan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM). Kriteria
responden untuk Pria Potensial Ristiadalah seseorang yang secara biologis
laki-laki, dan saat ini bekerja di perusahaan terpilih atau berada di tempat-
26. 4
tempat pemberhentian truk (supir truk antar kota), pangkalan ojek (tukang
ojek), dan pelabuhan laut (pelaut dan TKBM).
4. Waria adalah seseorang secara biologis adalah laki-laki, tetapi berjiwa dan
bertingkah laku serta mempunyai perasaan seperti wanita, telah tinggal di
kota survei selama paling kurang satu bulan dan dikenali sebagai ‘mami’ oleh
teman seprofesi atau waria oleh para pekerja LSM. Waria yang dimaksud
dalam STBP 2011 ini tidak hanya waria yang menjajakan seks, tetapi seluruh
waria termasuk yang bekerja di salon.
5. LSL adalah pria yang mengakui dirinya sebagai orang yang
biseksual/homoseksual, secara biologis laki-laki, telah tinggal di kota survei
paling kurang selama satu bulan, dan telah berhubungan seks dengan
laki-laki dalam satu tahun terakhir.
6. Penasun adalah pria atau wanita yang adiksi Napza suntik, telah tinggal di
kota lokasi survei selama paling kurang selama satu bulan, melakukan
penyuntikan Napza dalam satu bulan terakhir, dan tidak terdaftar dalam
survei ini di kabupaten/kota atau lokasi survei lain.
7. Narapidana (Warga Binaan Pemasyarakata=WBP) adalah pria dan wanita
yang sudah divonis menjalani hukuman dan berada di Lapas yang ada di
lokasi survei.
8. Remaja, yaitu murid SMA Negeri dan SMA swasta yang saat ini duduk di
kelas 11 (kelas 2 SMA).
E. Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam STBP 2011 terdiri dari data perilaku dan data
biologis. Data perilaku dikumpulkan dari seluruh responden, sedangkan data
biologis dikumpulkan dari responden yang termasuk dalam populasi paling
berisiko, yaitu: Pengambilan darah vena/perifer untuk pemeriksaan HIV dan sifilis
pada sebagian WPSL dan WPSTL, Pria Potensial Risti, sebagian LSL, dan
Narapidana; Pengambilan darah vena/perifer untuk HIV dan sifilis, dan
pengambilan apusan vagina/anus untuk gonore dan klamidia pada sebagian
WPSL dan WPSTL, waria, dan sebagian LSL. Jenis data menurut lokasi dan
populasi survei sebagaimana terlihat pada Tabel 1.
27. 5
Tabel 1. Jenis Data Menurut Lokasi dan Populasi
Kabupaten/Kota WPSL WPSTL Supir
truk
Tukang
ojek
Pelaut TKBMWaria LSL Pena-
sun
WBP Remaja
Medan
Deli
Serdang/Serdang
Bedagai
Batam
Jakarta Utara
Jakarta Barat
Jakarta Pusat
Jakarta Selatan
Jakarta Timur
Kota Bandung
Kota/Kab Bekasi
Semarang
Batang
Surabaya
Banyuwangi
Malang Raya
Denpasar
Kupang
Kota/Kab
Jayapura
Bandar Lampung
Lampung Selatan
Ambon
Wamena
Wawancara, pengambilan darah vena/perifer, dan apus vagina/anus; Wawancara dan pengambilan
darah vena/perifer; Memengisi sendiri kuesioner, pengambilan darah vena/perifer; Mengisi sendiri
kuesioner
F. Sampel
Besar sampel pada setiap populasi dirancang agar dapat menggambarkan
perilaku. Pada populasi paling berisiko (bersiko tinggi), jumlah sampel minimal
yang memadai untuk interpretasi perilaku adalah sebanyak 250 responden
(WHO, 2000). Pada Pria Potensial Ristidengan asumsi bahwa tidak semua
orang pada populasi tersebut berisiko, maka jumlah sampel minimal ditetapkan
sebanyak 300 400 responden. Responden STBP 2011 merupakan sampel acak
dari populasi survei yang tinggal dan bekerja di lokasi survei, dipilih berdasarkan
tempat biasa mereka bekerja atau tempat berkumpul (mangkal). Pengambilan
sampel minimal dilakukan untuk mempresentasikan populasi survei pada
kabupaten/kota terpilih.
Rancangan sampling yang digunakan pada STBP 2011 ini, yaitu:
1. Two stages-PPS digunakan untuk WPSL, WPSTL, pelaut, TKBM, tukang
ojek, waria, WBP, dan remaja. Pada rancangan sampling dua tahap ini, tahap
pertama adalah memilih sampel lokasi survei dengan menggunakan aplikasi
28. 6
Cluster Information Sheet (CIS) menurut kerangka sampel yang telah dibuat.
Aplikasi CIS digunakan untuk melakukan pemilihan sampel lokasi survei
secara Probability Proportional to Size (PPS), dengan ‘Size’ adalah
banyaknya populasi dalam setiap lokasi. Tahap kedua adalah memilih sampel
(responden) yang memenuhi persyaratan pada setiap lokasi terpilh. Pemilihan
sampel dibedakan untuk jenis populasi bergerak dan tidak bergerak. Pada
populasi bergerak dilakukan penarikan sampel secara acak atau langsung
sesuai dengan yang ditemukan, sedangkan pada populasi tidak bergerak
pengambilan sampel dilakukan secara acak (lottery-random).
2. Pemilihan lokasi untuk populasi supir truk menggunakan Time-Location
Sampling (TLS), dimana sebelum melakukan pemilihan sampel lokasi
dilakukan listing lokasi menurut waktu biasanya truk berhenti untuk
beristirahat (misalnya per dua jam). Slot waktu ini yang menjadi kerangka
sampel sebagai dasar pemilihan sampel lokasi. Pemilihan sampel lokasi
untuk setiap slot waktu ditentukan secara acak, salah satunya dengan
bantuan Tabel Angka Random. Setelah sampel lokasi-waktu sudah terpilih,
kemudian memilih sampel (responden) dengan cara memilih dua supir truk
pertama untuk berpartisipasi dari seluruh supir yang ada di lokasi tersebut.
Responden berikutnya dipilih ketika ada truk yang datang untuk parkir di
lokasi tersebut, dengan memilih supir truk yang datang terakhir untuk
berpartisipasi dalam survei. Demikian seterusnya, sampai interval waktu dua
jam pada slot waktu terpilih berakhir.
3. Respondent Driven Sampling (RDS) digunakan untuk LSL dan Penasun.
Teknik ini merupakan sebuah teknik sampling secara jemput bola (snowball)
menurut kuota perekrutan dan insentif rangkap untuk memotivasi perekrut
dan yang direkrut. Hal tersebut dilakukan karena populasi LSL dan Penasun
merupakan populasi tersembunyi yang sulit dijangkau, sehingga metode
seperti cluster sampling tidak dapat digunakan, karena tidak tersedia
kerangka sampel bagi populasi tersebut. Langkah pertama yang dilakukan
adalah pemilihan seed, dimana seed ini haruslah seorang LSL atau Penasun
yang dapat mendukung dan memotivasi populasinya untuk ikut dalam
kegiatan ini. Seed ini diminta untuk merekrut tiga orang populasinya, dan dari
masing-masing tiga orang tersebut akan mencari tiga orang lainnya. Demikian
seterusnya sampai jumlah sampel terpenuhi atau sampai titik jenuh sampel
tercapai dimana tidak ada lagi yang datang.
Bila jumlah populasi tidak mencapai sampel minimal, maka seluruh populasi
yang ada diambil sebagai sampel.
Metode sampling yang digunakan pada tahun 2011 mempunyai beberapa
perbedaan dbandingkan tahun 2007. Pada tahun 2007 untuk tukang ojek,
metode yang digunakan adalah TLS sementara pada tahun 2011 metode yang
29. 7
digunakan adalah two stage PPS, dikarenakan tukang ojek termasuk populasi
yang berada di satu tempat pada waktu yang lama.
Pada tahun 2011, pengambilan sampling pada LSL dan Penasun menggunakan
metode sampling yang sama pada seluruh lokasi yaitu RDS. Pada tahun 2007,
beberapa wilayah menggunakan metode TLS dan sebagian RDS, sehingga
menjadi suatu masalah tersendiri dalam melakukan data analisis. Metode
pengembilan sampel sebagaimana dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Metode Pengambilan Sampel
Populasi Jenis lokasi
Karakteristik
populasi
Metode
WPSL
Lokalisasi/lokasi Tidak Bergerak
Two-stage PPS
Jalanan/taman/kuburan Bergerak
WPSTL
Panti pijat/sauna/spa,dan lain-lain Tidak Bergerak
Two-stage PPSRestoran/bar/karaoke/diskotik/pub Bergerak
Hotel/motel/wisma, dan lain-lain Bergerak
Pelaut Pelabuhan laut Bergerak Two-stage PPS
TKBM Pelabuhan laut Bergerak Two-stage PPS
Sopir truk
Pangkalan truk Bergerak
TLS
Tempat pemberhentian truk Bergerak
Tukang ojek Pangkalan ojek Bergerak Two-stage PPS
Waria Salon/karaoke/bar/mal Bergerak Two-stage PPS
LSL - Bergerak RDS, Web RDS
Penasun - Bergerak RDS
WBP Lapas Tidak Bergerak Two-stage PPS
Remaja Sekolah Tidak Bergerak Two-stage PPS
G. Penjaminan Kualitas Pemeriksaan Biologis
Untuk menjamin kualitas hasil pemeriksaa spesimen biologis, kegiatan yang
dilakukan antara lain:
1. Penetapan reagensia yang digunakan. Pemeriksaan HIV menggunakan
reagensia Fokus (R1) dan Oncoprobe (R2). Pemeriksaan Sifilis
menggunakan Rapid SD (TPHA) dan RPR Shield (RPR).
2. Penetapan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan sebagai pusat pemeriksaan PCR dan penjaminan kualitas
pemeriksaan HIV. Balai Laboratorium Kesehatan Daerah sebagai pusat
pemeriksaan HIV dan sifilis di daerah.
3. Penetapan penggunaan barcode yang unik untuk setiap sampel biologis
agar bisa dihubungkan dengan kuesioner perilaku.
4. Pelatihan kepada pengambil spesimen tentang cara melakukan pengambilan
spesimen yang benar.
5. Pelatihan kepada petugas laboratorium dalam pembacaan hasil tes,
khususnya pemeriksaan HIV dan sifilis.
30. 8
6. Supervisi pengambilan spesimen biologis, transportasi spesimen dan hasil
pemeriksaan biologis.
7. Penjaminan kualitas hasil pemeriksaan HIV dengan melakukan cek silang,
yaitu pemeriksaan ulang terhadap semua hasil positif dan indeterminate dan
10% yang negatif. Pada cek silang terdapat dua kota mempunyai hasil di
bawah 95%, yaitu Jayapura dan Semarang, sehingga dilakukan
pemeriksaan ulang terhadap seluruh sampel.
8. Pengendalian internal untuk pemeriksaan NG/CT.
9. Penggunaan kontrol negatif dan kontrol positif untuk pemeriksaan sifilis.
10. Hasil pemeriksaan HIV dan pemeriksaan sifilis dicatat dalam formulir yang
dibahas pada bagian manajemen data.
H. Alat dan Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang telah ditentukan. Pada WPSL,
WPSTL, Pria Potensial Risti, waria, LSL, dan Penasun dilakukan oleh
pewawancara. Pada WBP dan remaja dilakukan dengan pengisian sendiri dan
didiktekan. Untuk pengukuran perilaku, alat yang digunakan adalah kuesioner
perilaku untuk masing-masing populasi berisiko.
I. Manajemen Data
Data dikelompokkan menjadi empat jenis data, yaitu data perilaku, data biologis,
formulir kendali mutu, serta data mapping dan listing. Pada tingkat
kabupaten/kota, seluruh data dikelola oleh pengawas dan koordinator lapangan.
Setelah data dilengkapi, maka data dikirimkan ke tingkat nasional.
Di tingkat nasional, data dientry oleh petugas entry data dengan menggunakan
aplikasi entry data yang berbasis CSPro versi 4. Data dientry dua kali oleh
petugas yang berbeda, kemudian dilakukan cek silang dari kedua hasil entry.
Bila terdapat perbedaan, maka dilakukan verifikasi dengan melihat kembali
kuesioner.
Pada tahap berikutnya dilakukan cek konsistensi data dengan melakukan
identifikasi masalah dalam kuesioner maupun entry data. Hasil cek konsistensi
disampaikan kepada ahlinya untuk kemudian dicari solusinya.
Langkah selanjutnya menggabungkan data perilaku dan biologis, analisis data
dan penulisan laporan.
J. Pelaksanaan STBP 2011
Responden yang berpartisipasi dalam STBP 2011 sebanyak 25.150 orang. Di
beberapa lokasi jumlah sampel yang diambil tidak sesuai dengan yang
direncanakan. Hal ini terkait dengan jumlah populasi di lokasi tersebut, dimana
31. 9
jumlahnya kurang dari jumlah sampel yang telah ditentukan, sehingga semua
populasi ditetapkan sebagai sampel.
Khusus untuk populasi LSL di Jakarta, Bandung dan Surabaya dilakukan juga
pengumpulan data RDS berbasis daring (online). Pada metode Web RDS
tersebut, pengisian kuesioner dilakukan secara daring, setelah itu responden
diminta untuk mendatangi layanan yang ditunjuk untuk pengambilan sampel
biologis.
Perencanan dan realisasi jumlah sampel dapat dilihat pada Table 3.
Tabel 3. Perencanaan dan Realisasi Sampel
Populasi Sasaran Perencanaan sampel Realisasi jumlah sampel
WPSL 4,250 4,069
WPSTL 3,250 3,157
Pelaut 2,400 2,399
TKBM 400 400
Sopir truk 1,500 1,500
Tukang ojek 600 600
Waria 1,250 1,089
LSL (RDS) 1,250 1,250
LSL (Web RDS RDS) 750 566
Penasun 1,500 1,420
WBP 2,000 2,000
Remaja 7,000 7,022
K. Analisis
Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk melihat variabel demografis,
perilaku dan biologis dari STBP 2011, sedagkan analisis bivariat untuk
mengetahui faktor-faktor yang diperkirakan berhubungan dengan ‘variabel
kunci’. Data yang digunakan untuk analisis deskriptif dan bivariat adalah data
dari seluruh responden yang terlibat dalam STBP 2011. Aplikasi yang digunakan
untuk analisis adalah Stata Versi 11.
Analisis berikutnya adalah membandingkan hasil STBP 2011 dengan hasil
STBP tahun 2007. Data yang dibandingkan adalah data populasi di lokasi yang
sama.
L. Keterbatasan
1. Kuesioner
Pola loncatan pertanyaan yang salah mengakibatkan adanya data yang tidak
terkumpul; pertanyaan yang berbeda dari tahun sebelumnya, sehingga pada
saat analisis tidak dapat dibandingkan; dan jumlah pertanyaan terlalu banyak
32. 10
yang menyebabkan kelelahan/kejenuhan responden dalam menjawab. Untuk
itu, dalam melakukan analisis perlu mempertimbangkan keterbatasan
tersebut.
2. Metode sampling yang berbeda
Metode sampling pada LSL dan Penasun yang berbeda di beberapa daerah
pada tahun 2007 dan 2011 menyebabkan adanya keterbatasan dalam
melakukan analisis, sehingga saat membandingkan hasil tersebut dibutuhkan
kehati-hatian dalam membuat simpulan.
3. Keterbatasan terkait data listing
Tidak semua kabupaten/kota mempunyai pemetaan populasi paling berisiko
terkini, dan alasan keamanan serta letak geografis lokasi yang menyebabkan
kesulitan untuk didatangi. Hal tersebut mempengaruhi proses sampling.
Begitupun dengan sampling yang menggunakan metode TLS. Jumlah
responden saat listing dan pengambilan data tidak selalu sama terkait
masalah di lapangan seperti penyeberangan truk yang terhambat.
4. Penolakan responden
Penolakan responden di beberapa lokasi yang antara lain disebabkan oleh
adanya kegiatan sejenis yang dilakukan dalam waktu yang berdekatan,
kurang kooperatifnya mami, mucikari, dan pemilik tempat hiburan untuk
memperbolehkan tim survei memasuki lokasi terpilih, dan ketakutan
responden terhadap pengambilan sampel biologis. Oleh karena itu diperlukan
adanya pembobotan dalam data analisis.
33. 11
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Populasi
Karakteristik yang akan dibahas pada BAB ini adalah umur, tingkat pendidikan,
status perkawinan, sumber pendapatan utama, dan status tinggal.
1. Umur
Karakteristik responden (populasi) dengan kelompok umur 20-29 tahun
paling banyak terdapat pada WPSTL, LSL, dan Penasun. Kelompok umur
15-19 tahun paling banyak terdapat pada LSL (Grafik 1).
Grafik 1. Distribusi Populasi Menurut Kelompok Umur,
STBP 2011
Median umur pada masing-masing populasi adalah Pria Potensial Risti 34
tahun, WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) 31 tahun, waria 31 tahun,
WPSL 28 tahun, WPSTL 28 tahun, LSL 27 tahun, dan Penasun 25 tahun.
Bila dibandingkan dengan hasil STBP 2007 di lokasi yang sama, median
umur pada seluruh populasi yang dibandingkan tidak mengalami perubahan
yang bermakna (Grafik 2).
34. 12
Grafik 2. Distribusi Populasi Menurut Median Umur,
STBP 2007 dan 2011
2. Tingkat pendidikan
Mayoritas WPSL, WPSTL, waria dan WBP berpendidikan rendah, yaitu tidak
sekolah sampai dengan SMP, sedangkan Pria Potensial Risti, LSL, dan
Penasun berpendidikan tinggi (SMA sampai dengan Akademi/PT=Perguruan
Tinggi). Diantara populasi yang berpendidikan tinggi, paling banyak terdapat
pada LSL (Grafik 3).
Grafik 3. Distribusi Populasi Menurut Tingkat Pendidikan, STBP 2011
Bila dibandingkan persentase populasi yang mempunyai tingkat pendidikan
rendah antara STBP tahun 2007 (Depkes, 2008) dan 2011 di lokasi yang
35. 13
sama menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda pada WPSL dan waria.
Sedangkan pada populasi lainnya terdapat perbedaan yang bermakna
(Grafik 4).
Grafik 4. Distribusi Populasi Menurut Tingkat Pendidikan Rendah, STBP
2007 dan 2011
3. Status perkawinan
Status perkawinan perlu dipertimbangkan terkait dengan kemungkinan
interaksi antara populasi paling berisiko (populasi berisiko tinggi) dengan
populasi umum. Status perkawinan yang dimaksud adalah ikatan perkawinan
yang sah antara lawan jenis. Status belum kawin mayoritas terdapat pada
waria, LSL, dan Penasun. Status pernah kawin mayoritas terdapat pada
WPSL dan WPSTL. Status kawin lebih banyak terdapat pada Pria Potensial
Risti dan WBP (Grafik 5).
Grafik 5. Distribusi Populasi Menurut Status Perkawinan, STBP 2011
36. 14
Bila dibandingkan dengan hasil STBP 2007 (Depkes, 2008) di lokasi yang
sama, sebaran status perkawinan (pernah kawin atau kawin) pada masing-
masing populasi survei tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (Grafik
6).
Grafik 6. Distribusi Populasi Menurut Status Perkawinan
(Pernah Kawin atau Kawin),
STBP 2007 dan 2011
4. Sumber pendapatan utama
Sumber pendapatan utama waria adalah menjual seks dan bekerja di salon.
Pada Penasun dan LSL memiliki sumber pendapatan utama dengan bekerja
bebas dan karyawan. Sebagian kecil LSL dan Penasun mengaku masih
menerima uang saku sebagai pelajar (Grafik 7).
37. 15
Grafik 7. Distribusi Populasi Menurut Sumber Pendapatan Utama,
STBP 2011
Bila dibandingkan dengan hasil STBP 2007 (Depkes, 2008) di lokasi yang
sama, tidak terdapat perbedaan yang bermakna sumber pendapatan utama
masing-masing populasi (Grafik 8).
Grafik 8. Distribusi Populasi Menurut Sumber Pendapatan Utama,
STBP 2007 dan 2011
5. Status tinggal
Sebagian besar WPSL menyatakan tinggal dengan wanita lain di lokalisasi,
dan sebanyak 4% tinggal dengan suaminya. Pada WPSTL paling banyak
Waria LSL Pensun
Populasi
38. 16
tinggal bersama keluarga dan persentase yang tinggal dengan suami
mencapai 11% (Grafik 9).
Grafik 9. Distribusi WPSL dan WPSTL Menurut Status Tinggal,
STBP 2011
Mayoritas Pria Potensial Risti tinggal bersama istri mereka. Pada LSL dan
Penasun, lebih banyak yang tinggal bersama keluarga. Mayoritas waria
tinggal sendiri (45%), hal ini kemungkinan berkaitan dengan mayoritas
menyatakan tidak kawin (Grafik 10).
Grafik 10. Distribusi Populasi Menurut Status Tinggal,
STBP 2011
Bila dibandingkan dengan STBP 2007 di lokasi yang sama, tidak ada
perbedaan yang bermakna untuk status tinggal pada masing-masing
populasi (Grafik 11-13).
39. 17
Grafik 11. Distribusi WPSL dan WPSTL Menurut Status Tinggal,
STBP 2007 dan 2011
Grafik 12. Distribusi Pria Potensial Risti dan Penasun
Menurut Status Tinggal,
STBP 2007 dan 2011
40. 18
Grafik 13. Distribusi LSL dan Waria Menurut Status Tinggal,
STBP 2007 dan 2011
B. Prevalensi HIVdan IMS
Prevalensi HIV tertinggi terdapat pada Penasun (41%), diikuti waria (22%),
WPSL (10%), LSL (8%), WBP (3%), WPSTL (3%), dan Pria Potensial Risti
(0,7%) (Grafik 14).
Grafik 14. Prevalensi HIV Menurut Populasi, STBP 2011
Bila dibandingkan dengan STBP 2007 di lokasi yang sama, terjadi penurunan
prevalensi HIV pada Penasun secara bermakna. Penurunan juga terjadi pada
WPSL, WPSTL, dan waria, namun tidak bermakna. Sebaliknya terjadi
peningkatan prevalensi pada LSL, yaitu dari 5% menjadi 12%, begitu juga pada
Pria Potensial Risti dari 0,1% menjadi 0,7% (Grafik 15).
41. 19
Grafik 15. Prevalensi HIV Menurut Populasi,
STBP 2007 dan 2011
Prevalensi sifilis tertinggi ditemukan pada Waria (25%), kemudian diikuti WPSL
(10%), LSL (9%), WBP (5%), Pria Potensial Risti (4%), WPSTL (3%), dan
Penasun (2%) (Grafik 16).
Grafik 16. Prevalensi Sifilis Menurut Populasi, STBP 2011
Untuk data prevalensi sifilis pada WPSL, sudah terdokumentasi sejak tahun
2003 dan WPSTL sejak tahun 2005 di lokasi yang sama (Depkes, 2004;
Depkes, 2006, Depkes, 2008). Prevalensi sifilis pada WPSL tahun 2011
menurun bila dibandingkan dengan tahun 2003, 2005, dan 2007. Sedangkan
prevalensi sifilis pada WPSTL tahun 2011 menurun dibandingkan tahun 2005
dan 2007, meskipun penurunannya tidak sebanyak pada WPSL (Grafik 17).
42. 20
Grafik 17. Prevalensi Sifilis Menurut WPSL dan WPSTL,
Tahun 2003-2011
Prevalensi sifilis pada LSL tahun 2011 mengalami kenaikan bila dibandingkan
dengan hasil STBP tahun 2007, yaitu dari 4% menjadi 13%, begitu juga pada
waria (27% menjadi 28%) dan Penasun (1% menadi 3%) (Grafik 18).
Grafik 18. Prevalensi Sifilis Menurut Populasi, STBP 2007 dan 2011
Pemeriksaan gonore dan klamidia hanya dilakukan pada WPSL, WPSTL, waria
dan LSL. Pemeriksaan menggunakan metoda Polymerase Chain Reaction
(PCR) yang dilakukan di laboratorium Badan Litbangkes, Kementerian
Kesehatan. Untuk pemeriksaan tersebut diambil apus vagina dari WPS, dan
apus anal dari waria. Prevalensi gonore tertinggi pada WPSL (38%), kemudian
diikuti oleh waria (29%), LSL (21%), dan WPSTL (19%). Prevalensi klamidia
tertinggi pada WPSL dan WPSTL (masing-masing 41%) diikuti oleh waria (28%)
dan LSL (21%). Prevelensi gonore dan/atau klamidia berkisar antara 33% (LSL)
dan 56% (WPSL) (Grafik 19).
43. 21
Grafik 19. Prevalensi Gonore dan/atau Klamidia Menurut Populasi,
STBP 2011
Bila dibandingkan dengan STBP 2007 di lokasi yang sama, prevalensi gonore
dan/atau klamidia mengalami kenaikan pada WPSL dan WPSTL, sedangkan
pada waria dan LSL mengalami penurunan (Grafik 20 dan 21).
Grafik 20. Prevalensi Gonore dan/atau Klamidia Menurut Populasi,
STBP 2007 dan 2011
Populasi
44. 22
Grafik 21. Prevalensi Gonore dan/atau Klamidia Menurut Tahun,
2003-2011
C. Perilaku Berisiko
Perilaku berisiko dalam laporan STBP 2011 ini meliputi perilaku berisiko untuk
tertular HIV dan perilaku risiko lainnya yang berhubungan dengan kesehatan
pada populasi paling berisiko, dan perilaku berisiko pada WBP dan remaja.
1. Perilaku membeli seks
Perilaku membeli seks dalam satu tahun terakhir paling banyak dilakukan
oleh waria (26%), diikuti Pria Potensial Risti (23%), Penasun dan LSL
(masing-masing 19%) (Grafik 22).
Grafik 22. Distribusi Populasi Menurut Perilaku Membeli Seks dalam
Satu Tahun Terakhir, STBP 2011
Pria Potensial Risti membeli seks (melakukan hubungan seks) dalam satu
tahun terakhir dengan WPS, sedangkan waria dan LSL dalam satu tahun
45. 23
terakhir dengan pria (bukan waria). Dari 24% Penasun yang mengaku
pernah membeli seks dalam satu tahun terakhir, 97% diantaranya mengaku
membeli seks pada perempuan, 2% pada waria, dan 1% pada perempuan
dan waria.
Perilaku membeli seks pada waria, Pria Potensial Risti dan Penasun
menurun bila dibandingkan dengan hasil STBP 2007 di lokasi survei yang
sama, sebaliknya meningkat pada LSL (Grafik 23).
Grafik 23. Distribusi Populasi Menurut Perilaku Membeli Seks dalam
Satu Tahun Terakhir, STBP 2007 dan 2011
2. Perilaku menjual seks
Diantara waria, LSL, dan Penasun, perilaku menjual seks dalam satu tahun
terakhir tertinggi pada waria (81%), dimana waria menjual seks pada pria.
Sebanyak 49% LSL menjual seks baik kepada pria maupun wanita.
Diantara 49% LSL tersebut, sebagian besar LSL (79%) menjual seks pada
pria, 4% pada perempuan, dan 17% pada pria dan perempuan. Penasun
memiliki perilaku menjual seks terendah (4%) (Grafik 24). Dari Penasun
yang menjual seks, 81% diantaranya menjual seks pada perempuan, dan
19% pada pria.
46. 24
Grafik 24. Distribusi Populasi Menurut Perilaku Menjual Seks dalam Satu
Tahun Terakhir, STBP 2011
Perilaku menjual seks waria, LSL dan Penasun tidak banyak mengalami
perubahan bila dibandingkan hasil STBP 2007 di lokasi yang sama (Grafik
25).
Grafik 25. Distribusi Populasi Menurut Perilku Menjual Seks dalam Satu
Tahun Terakhir, STBP 2007 dan 2011
3. Frekuensi kontak seks komersial
Salah satu hal yang dapat mempercepat penularan HIV adalah banyaknya
kontak seks komersial yang terjadi. Jumlah kontak seks komersial dapat
ditentukan dari jumlah pembeli jasa seks dari penjaja seks dan frekuensi
membeli seks oleh pembeli.
Secara umum, WPS, waria, dan LSL merupakan populasi yang melakukan
kegiatan menjual seks. WPS dan waria menjual seks kepada lelaki, dan LSL
menjual seks kepada lelaki dan perempuan. Selain itu, waria dan LSL juga
melakukan perilaku membeli seks.
47. 25
Pria Potensial Risti dan Penasun merupakan populasi yang melakukan
kegiatan membeli seks. Pria Potensial Risti membeli seks kepada perempuan,
dan Penasun membeli seks kepada perempuan, lelaki, dan waria. Selain
membeli seks, Penasun juga melakukan kegiatan menjual seks.
Rerata dan median pembeli jasa seks (pada populasi yang menjual seks)
dapat dilihat pada Grafik 26. Bila dibandingkan rerata antara hasil STBP 2007
dan 2011 di lokasi yang sama, pada WPSL, WPSTL tidak menunjukkan
adanya perubahan. Namun pada Penasun terlihat adanya sedikit peningkatan
pada LSL terjadi penurunan jumlah pembeli jasa seks (Grafik 27).
Grafik 26. Rerata dan Median Pembeli Jasa Seks pada Populasi yang
Menjual Seks, STBP 2011
9
3
8
4
3
5
2
5
2
1
0
2
4
6
8
10
WPSL WPSTL Waria LSL Penasun
Orang
Populasi
Rerata Median
Grafik 27. Rerata Pembeli Jasa Seks pada Populasi yang Menjual Seks,
STBP 2007 dan 2011
9
4
8
2
9
4
5
3
0
5
10
15
20
WPSL WPSTL LSL Penasun
Orang
Populasi
2007 2011
Rerata dan median pasangan seks yang dibayar pada populasi yang membeli
seks dapat dilihat pada Grafik 28. Bila dibandingkan antara STBP 2007 dan
2011, rerata pasangan seks yang dibayar tidak banyak perbedaan (Grafik 29).
48. 26
Grafik 28. Rerata dan Median Pasangan Seks Dibayar pada Populasi
yang Membeli Seks, STBP 2011
Durasi waktu untuk Pria Potensial Risti, Waria, dan LSL sebulan terakhir,
sedangkan Penasun setahun terakhir.
Grafik 29. Rerata Pasangan Seks Dibayar pada
Populasi yang Membeli Seks,
STBP 2007 dan 2011
2 2 2
4
2
3
2
6
0
2
4
6
8
10
Pria Potensial Risti Waria LSL Penasun
Orang
Populasi
Durasi waktu untuk Pria PotensialRisti, waria, dan LSL sebulan terakhir, sedangkan Penasun
setahun terakhir
2007 2011
4. Perilaku seks berisiko lainnya
Perilaku seks berisiko tidak hanya hubungan seks komersial (hubungan seks
dengan membayar atau menerima bayaran), tetapi juga hubungan seks tanpa
membayar atau menerima bayaran. Populasi survei yang paling banyak
berhubungan seks tanpa membayar atau dibayar adalah LSL (Grafik 30).
Kecenderungan perilaku berisiko ini tidak mengalami perubahan bila
dibandingkan dengan data tahun 2007 di lokasi survei yang sama.
49. 27
Grafik 30. Distribusi Populasi Menurut Perilaku Seks Berisiko Lainnya
dalam Satu Tahun Terakhir, STBP 2011
Bila dibandingkan dengan hasil STBP 2007, hubungan seks dengan
pasangan tidak tetap dan non-komersial mengalami penurunan, kecuali pada
WPSL yang mengalami sedikit peningkatan (Grafik 31).
Grafik 31. Distribusi Populasi Menurut Perilaku Berisiko Lainnya dalam
Satu Tahun Terakhir, STBP 2007 dan 2011
5. Perilaku berisiko terkait dengan penggunaan Napza suntik
a. Penggunaan Napza suntik pada populasi paling berisiko selain
Penasun
Kecuali pada Penasun, penggunaan Napza suntik dalam satu tahun
terakhir pada populasi paling berisiko lainnya masih cukup rendah.
Persentase WPSL, WPSTL, Pria Potensial Risti, waria, dan LSL yang
pernah menggunakan Napza suntik satu tahun terakhir <2% (Grafik 32).
50. 28
Grafik 32. Distribusi Populasi Menurut Penggunaan Napza Suntik,
STBP 2011
Bila dibandingkan dengan hasil STBP tahun 2007 di lokasi yang sama,
terjadi penurunan penggunaan Napza suntik, kecuali pada LSL dan waria
dalam satu tahun terakhir(Grafik 33 dan 34).
Grafik 33. Distribusi Populasi Menurut Penggunaan Napza Suntik,
STBP 2007 dan 2011
51. 29
Grafik 34. Distribusi Populasi Menurut Penggunaan Napza Suntik
dalam Satu Tahun Terakhir,
STBP 2007 dan 2011
b. Perilaku menyuntik Penasun
Hasil STBP 2011 menunjukkan perilaku menyuntik Penasun dalam satu
minggu terakhir. Perilaku menyuntik dengan cara setting basah lebih
banyak dilakukan oleh Penasun (53%) dibandingkan dengan meminjam
atau meminjamkan jarum (14%) atau menggunakan jarum umum (9%)
(Grafik 35).
Grafik 35. Distribusi Penasun Menurut
Perilaku Menyuntik dalam Satu Minggu Terakhir,
STBP 2011
Bila dibandingkan dengan data hasil tahun 2007 di lokasi yang sama,
terlihat adanya penurunan Penasun yang berperilaku menyuntik dengan
cara setting basah dan menggunakan jarum umum (Grafik 36).
52. 30
Grafik 36. Distribusi Penasun Menurut Perilaku Menyuntik dalam Satu
Minggu Terakhir, STBP 2007 dan 2011
c. Frekuensi menyuntik
Rerata frekuensi menyuntik Penasun di enam lokasi yang disurvei dalam
satu minggu terakhir adalah tujuh kali. Sementara itu, rerata menyuntik di
hari kemarin adalah dua kali. Bila dibandingkan dengan hasil STBP 2007,
frekuensi ini tidak mengalami perubahan, yaitu pada tahun 2007 rerata
menyuntik dalam seminggu terakhir adalah 7 kali dan rerata menyuntik di
hari kemarin adalah 2 kali.
d. Berbagi jarum
Sebanyak 13% Penasun mengaku berbagi jarum saat menyuntik terakhir,
dan 14% Penasun mengaku pernah meminjam atau meminjamkan jarum
ketika menyuntik dalam seminggu terakhir.
e. Frekuensi berbagi basah
Menyuntik dengan cara setting basah lebih banyak dilakukan oleh
Penasun dibandingkan dengan menyuntik dengan berbagi jarum atau
menggunakan jarum umum. Diantara Penasun yang berbagi basah
tersebut, 25% diantaranya selalu berbagi basah, 12% sering, 16%
kadang-kadang dan 47% menyatakan tidak pernah berbagi basah (Grafik
37).
53. 31
Grafik 37. Distribusi Penasun Menurut Frekuensi Berbagi Basah,
STBP 2011
Dibandingkan dengan hasil STBP 2007, persentase Penasun yang selalu
melakukan setting basah mengalami kenaikan, yaitu dari 19% (2007)
menjadi 25% (2011) (Grafik 38).
Grafik 38. Distribusi Penasun Menurut Frekuensi Berbagi Basah,
STBP 2007 dan 2011
f. Perilaku beli patungan
Grafik 39 menunjukkan persentase Penasun yang membeli Napza secara
patungan dalam satu mimggu terakhir. Sebanyak 18% Penasun selalu
membeli Napza secara patungan, 18% sering membeli Napza secara
patungan, dan 28% kadang-kadang membeli Napza secara patungan.
54. 32
Grafik 39. Distribusi Penasun Menurut Frekuensi Membeli Napza
Secara Patungan dalam Satu Minggu Terakhir,
STBP 2011
Bila dibandingkan dengan STPP tahun 2007 di lokasi yang sama, terlihat
adanya penurunan Penasun yang pernah membeli Napza secara
patungan dalam seminggu terakhir (Grafik 40).
Grafik 40. Distribusi Penasun Menurut Frekuensi Membeli Napza
Secara Patungan dalam Satu Minggu Terakhir,
STBP 2007 dan 2011
6. Perilaku risiko remaja
Sebanyak 7% populasi remaja mengaku pernah berhubungan seks. Dari 7%
remaja yang pernah berhubungan seks tersebut, 51% diantaranya mengaku
menggunakan kondom pada hubungan seks terakhir. Selain itu, 4% remaja
mengaku pernah mencoba menggunakan Napza, dan yang paling sering
dicoba adalah ganja. Sebanyak 0,4% remaja mengaku menggunakan Napza
suntik (Grafik 41).
55. 33
Grafik 41. Distribusi Remaja Menurut Perilaku Berisiko,
STBP 2011
7. Perilaku Risiko Narapidana
Sebanyak 4% Narapidana (WBP) menyatakan pernah melakukan hubungan
seks selama di Lapas/Rutan. Sementara itu, terdapat 6% WBP yang pernah
menggunakan Napza suntik. Satu dari lima WBP mengaku menggunakan
Napza suntik pertama kali di dalam penjara. Dari WBP yang menggunakan
Napza suntik, sepertiganya masih menyuntik di dalam penjara. Dari WBP
yang masih menyuntik di dalam penjara, 67% menggunakan jarum yang
telah digunakan oleh orang lain dan 62% menggunakan jarum umum.
8. Perilaku Kesehatan Lainnya
a. Kehamilan dan penggunaan alat kontrasepsi pada WPS
Sebanyak 9% WPSL pernah mengalami kehamilan selama menjalani
kegiatan sebagai penjaja seks, dan 53% diantaranya mengalami
keguguran baik digugurkan atau keguguran spontan. Alat kontrasepsi
yang dipakai oleh sebagian besar (76%) WPSL adalah suntik (64%) dan
pil (23%). Pada WPSTL, sebanyak 6% perempuan pernah mengalami
kehamilan selama menjalani kegiatan sebagai penjaja seks, dan 73%
diantaranya mengalami keguguran baik digugurkan atau keguguran
spontan. Alat kontrasepsi yang dipakai oleh sebagian besar (69%) WPSTL
adalah suntik (54%) dan pil (31%).
b. Penggunaan hormon dan silikon
Sebanyak 28% waria mengaku mengkonsumsi hormon secara terus
menerus tanpa pengawasan dari petugas kesehatan dalam satu tahun
terakhir, dan 31% waria mengaku menggunakan silikon dalam satu tahun
terakhir. Efek samping penggunaan hormon dan silikon hanya diketahui
oleh 47% waria.
56. 34
D. Perilaku Pencegahan
1. Pemakaian kondom pada seks komersial
Persentase tertinggi pemakaian kondom pada seks komersial terakhir adalah
pada waria, kemudian diikuti oleh WPSTL, WPSL dan LSL, Penasun, dan
Pria Potensial Risti (Grafik 42).
Grafik 42. Distribusi Populasi Menurut Penggunaan Kondom pada Seks
Komersial Terakhir, STBP 2011
Bila dibandingkan dengan STBP 2007 di lokasi yang sama, tingkat
pemakaian kondom pada seks komersial terakhir sedikit mengalami
penurunan pada WPSL, WPSTL, TKBM, dan LSL (Grafik 43).
Grafik 43. Distribusi Populasi Menurut Penggunaan Kondom pada
Hubungan Seks Komersial Terakhir Menurut,
STBP 2007 dan 2011
Bila dibandingkan dengan STBP 2007 di lokasi yang sama, persentase
peningkatan penggunaan kondom secara konsisten dalam seminggu terakhir
terdapat pada Penasun, pelaut, supir truk, LSL, dan waria. Persentase
57. 35
penurunan penggunaan kondom secara konsisten terdapat pada tukang ojek,
WPSL, WPSTL (Grafik 44).
Grafik 44. Distribusi Populasi Menurut Penggunaan Kondom pada
Hubungan Seks Komersial Seminggu Terakhir (WPSL dan WPSTL) dan
Satu Tahun Terakhir (Pria Potensial Risti dan Penasun),
STBP 2007 dan 2011
Bila dikaitkan dengan indikator keberhasilan program pengendalian HIV-AIDS
di Indonesia, maka hasil STPB 2011 menunjukkan bahwa persentase
penggunaan kondom dalam seminggu terakhir pada perempuan (dalam hal
ini WPSL) adalah sebesar 35% dan pada laki-laki (dalam hal ini Pria Potensia
Risti) dalam setahun terakhir adalah sebesar 14%. Dengan demikian, capaian
indikator keberhasilan penggunan kondom pada kelompok berisiko tinggi
tahun 2011 adalah sebesar 100% pada perempuan (target tahun 2011: 35%)
dan 70% pada laki-laki (target tahun 2011: 20%).
2. Pemakaian kondom pada seks berisiko
Perilaku seks berisiko lainnya adalah hubungan seks dengan pasangan seks
tidak tetap dan tanpa membayar/dibayar (bukan hubungan seks komersial).
Pria Potensial Risti merupakan populasi yang mempunyai persentase
tertinggi (84%) yang menggunakan kondom pada hubungan seks terakhir
dengan pasangan tidak tetap dan tanpa membayar/dibayar, sedangkan LSL
merupakan populasi dengan persentase terendah (54%) (Grafik 45).
58. 36
Grafik 45. Distribusi Populasi Menurut Penggunaan Kondom pada Seks
Berisiko Lainnya, STBP 2011
Bila dibandingkan dengan hasil STBP tahun 2007 di lokasi yang sama,
persentase penggunaan kondom pada hubungan seks terakhir dengan
pasangan seks tidak tetap dan tanpa membayar/dibayar meningkat secara
bermakna pada Pria Potensial Risti, WPSL dan WPSTL (Grafik 46).
Grafik 46. Distribusi Populasi Menurut Penggunaan Kondom pada
Hubungan Seks Berisiko Lainnya, STBP 2007 dan 2011
Peningkatan pengunaan kondom saat berhubungan seks terakhir dengan
pasangan seks tidak tetap dan tanpa membayar/dibayar di lokasi yang sama
dengan STBP 2007, tidak diikuti dengan penggunaan kondom secara
konsisten. Secara umum perilaku penggunaan kondom secara konsisten
tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya, kecuali pada WPSTL
yang mengalami peningkatan dari 16% pada tahun 2007 menjadi 26% persen
pada tahun 2011 (Garfik 47).
59. 37
Grafik 47. Distribusi Populasi Menurut Penggunaan Kondom
Secara Konsisten pada Hubungan Seks Berisiko Lainnya
dalam Satu tahun Terakhir,
STBP 2007 dan 2011
3. Abstinen dan setia kepada pasangan tetap
Salah satu upaya terbaik untuk menghindari penularan HIV melalui
hubungan seks adalah abstinen (tidak berhubungan seks) dengan bukan
pasangan seksnya atau dengan kata lain saling setia dengan pasangan
seksnya. Pada Pria Potensial Risti yang disurvei, sebagian besar mengaku
pernah melakukan seks dalam satu tahun terakhir dengan bukan pasangan
seksnya. Penasun memiliki persentase abstinen tertinggi yaitu sebanyak
21%, sedangkan pada supir truk sebanyak 5% (Grafik 48).
Penasun yang setia dengan pasangan seks tetap dalam satu tahun terakhir
mencapai 40%. Sementara pada Pria Potensial Risti seperti pelaut, TKBM,
tukang ojek, dan supir truk yang setia berkisar antara 32%-56%. Persentase
tersebut tergolong relatif masih rendah, artinya sebagian besar pria tersebut
berisiko tertular dan menularkan HIV (Grafik 48).
Grafik 48. Distribusi Populasi Menurut Abstinen dan Setia Kepada
Pasangan Tetap dalam Satu Tahun Terakhir,
STBP 2011
Bila dibandingkan dengan STBP 2007 di lokasi yang sama, secara umun
persentase pria yang abstinen tidak banyak berubah (Grafik 49). Sementara
60. 38
itu perilaku setia dengan pasangan seks tetapnya pada supir truk, pelaut,
dan Penasun mengalami peningkatan (Grafik 50).
Grafik 49. Distribusi Populasi Menurut Abstinen dalam Satu Tahun
Terakhir,STBP 2007 dan 2011
Grafik 50. Distribusi Populasi Menurut Kesetiaan dengan
Pasangan Seksnya dalam Satu Tahun Terakhir,
STBP 2007 dan 2011
4. Perilaku pencegahan terkait penggunaan Napza suntik
Perilaku pencegahan terkait dengan perilaku menyuntik mengalami
peningkatan, dimana sebagian besar (87%) Penasun menyatakan tidak
berbagi jarum dengan orang lain. Separuh Penasun juga menyatakan tidak
pernah berbagi Napza setelah dicampur dengan air (setting basah).
Sebanyak 30% Penasun mengaku selalu membawa jarum suntik dalam
satu minggu terakhir. Sebanyak 36% Penasun menyatakan terakhir kali
membuang jarum dengan memberikannya kepada petugas kesehatan,
petugas LSM ataupun unit pelayanan kesehatan (Grafik 51).
61. 39
Grafik 51. Distribusi Penasun Menurut Perilaku Pencegahan
Terkait Napza Suntik,
STBP 2011
Bila dibandingkan dengan STBP 2007 di lokasi yang sama, perilaku tidak
pernah berbagi saat menyuntik terakhir sedikit meningkat, yaitu dari 84%
menjadi 87%. Sedangkan perilaku tidak pernah berbagi saat menyuntik
dalam satu minggu terakhir (minggu lalu) meningkat secara tajam, yaitu dari
12% menjadi 38% (Grafik 52).
Grafik 52. Distribusi Penasun Menurut Perilaku Pencegahan
Terkait Napza Suntik,
STBP 2007 dan Tahun 2011
62. 40
E. Tingkat Pengetahuan dan Persepsi
1. Pengetahuan komprehensif
Sesuai dengan indikator MDGs (Millenium Development Goals), pengetahuan
komprehensif tantang HIV-AIDS berdasarkan pada kemampuan menjawap 5
pertanyaan dengan benar, yaitu tahu bahwa (1) Menggunakan kondom dapat
mencegah penularan HIV; (2) Setia dengan satu pasangan seks dapat
mencegah penularan HIV; (3) Menggunakan alat makan bersama tidak
menularkan HIV; (4) Gigitan nyamuk tidak menularkan HIV, dan. (5) Tidak
bisa mengenali ODHA hanya dengan melihat saja.
Responden dikategorikan memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV-
AIDS apabila dapat menjawab dengan benar kelima pertanyaan tersebut.
Apabila responden hanya mengetahui satu sampai empat pertanyaan saja,
maka tidak dikategorikan sebagai responden yang memiliki pengetahuan
komprehensif.
Hasil STBP 2011 menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang HIV-
AIDS dapat dicegah dengan menggunakan kondom dan berperilaku setia
merupakan dua pertanyaan yang banyak dijawab dengan benar oleh setiap
populasi dibandingkan dengan tiga pertanyaan lainnya (Grafik 53).
Grafik 53. Distribusi Populasi Menurut Jenis Pertanyaan Pengetahuan
Komprehensif yang Dijawab dengan Benar, STBP 2011
Di antara populasi, Penasun memiliki pengetahuan komprehensif yang paling
tinggi (44%). Sedangkan populasi yang memiliki pengetahuan komprehensif
paling rendah adalah Narapidana (WBP), yaitu 12%. Pengetahuan
komprehensif pada remaja yaitu sebesar 22% (Grafik 54).
63. 41
Grafik 54. Distribusi Populasi Menurut Pengetahuan Komprehensif
tentang HIV-AIDS, STBP 2011
Bila dibandingkan dengan hasil STBP 2007 di lokasi yang sama, secara
umum terlihat bahwa pengetahuan komprehensif menurun pada semua
populasi, kecuali pada Pria Potensial Risti. Pada Pria Potensial Risti
pengetahuan komprehensif meningkat dari 12% menjadi 16% (Grafik 55).
Grafik 55. Distribusi Populasi Menurut Pengetahuan Komprehensif
tentang HIV-AIDS,STBP 2007 dan 2011
2. Pengetahuan cara penularan HIV
Sebagian besar populasi sudah mengetahui cara penularan HIV, yaitu
melalui jarum suntik dan dari ibu ke anaknya selama masa kehamilan,
persalinan dan menyusui. Namun, pengetahuan mengenai penularan HIV
melalui jarum suntik dan dari ibu ke anak pada Narapidana (WBP) masih
rendah bila dibandingkan dengan populasi lainnya (Grafik 56).
64. 42
Grafik 56. Distribusi Populasi Menurut Pengetahuan Cara Penularan HIV
melalui Jarum Suntik dan Penularan dari Ibu ke Anak,
STBP 2011
Bila dibandingkan dengan hasil STBP 2007 di lokasi yang sama,
pengetahuan cara penularan HIV melalui jarum suntik dan dari ibu ke anak
relatif tidak mengalami perubahan (Grafik 57).
Grafik 57. Distribusi Populasi Menurut Pengetahuan Cara Penularan HIV
melalui Jarum Suntik dan Penularan dari Ibu ke Anak,
STBP 2007 dan 2011
82 85 84
94 92 98
64
88
78 79 72
88 83 88
51
0
20
40
60
80
100
Persen
Populasi
Penularan HIV Melalui Jarum Suntik
Penularan HIB Dari Ibu ke Anak Selama Masa Kehamilan
Pengetahuan populasi bahwa HIV tidak dapat dicegah dengan antibiotik dan
makan makanan bergizi masih rendah pada semua populasi (Grafik 58).
65. 43
Grafik 58. Distribusi Populasi Menurut Pengetahuan Cara Pencegahan
HIV dengan Antibiotik dan Makanan Bergizi,
STBP 2011
Bila dibandingkan dengan hasil STBP 2011, terdapat perbedaan
pengetahuan yang tidak terlalu besar tentang cara pencegahan HIV dengan
antibiotik dan makanan bergizi, keculai pada remaja yang menurun dari
83% menjadi 23% (Grafik 59).
Grafik 59. Distribusi Populasi Menurut Pengetahuan Cara Pencegahan
HIV dengan Antibiotik dan Makanan Bergizi,
STBP Tahun 2007 dan 2011
Pencegahan dengan antibiotik Pencegahan dengan makanan bergizi
Pria
Potensi
al Risti
Pria
Potensi
al Risti
66. 44
3. Pemahaman yang keliru (miskonsepsi)
Sebagian besar populasi masih memiliki pemahaman yang keliru
(miskonsepsi) tentang cara penularan dan pencegahan HIV. Miskonsepsi
apabila responden memiliki pemahaman bahwa hanya dengan melihat saja
dapat mengetahui status HIV seseorang. Atau dengan makan makanan
bergizi dapat mengurangi risiko penularan HIV. Atau dengan minum
antibiotika dapat mengurangi risiko penularan HIV. Atau gigitan nyamuk
dapat menularkan HIV. Populasi yang memiliki pemahaman keliru paling
tinggi adalah Narapidana (WBP) (70%), sedangkan terendah adalah waria
(24%) (Grafik 60).
Grafik 60. Distribusi Populasi Menurut Pemahaman Keliru
tentang Cara Pencegahan dan Penularan HIV, STBP 2011
Bila dibandingkan dengan STBP 2007 di lokasi yang sama, terjadi
penurunan persentase populasi yang mempunyai pemahaman keliru tentang
cara pencegahan dan penularan HIV, kecuali pada Penasun (Grafik 61).
Grafik 61. Distribusi Populasi Menurut Pemahaman Cara Pencegahan
dan Penularan HIV yang Keliru,
STBP 2007 dan 2011
67. 45
4. Persepsi risiko
Merasa berisiko tertular HIV adalah salah satu indikasi bahwa seseorang
menyadari perilakunya bisa menyebabkan terjadinya penularan HIV pada
dirinya. Persepsi tersebut biasanya timbul dari pengetahuan tentang cara
penularan dan pencegahan HIV dan kemudian dihubungkan dengan
pengalaman pribadi responden yang pernah melakukan perilaku berisiko
tertular HIV. Sebagian besar populasi survei merasa berisiko tertular HIV,
kecuali Pria Potensial Risti dan Narapidana (WBP) (Grafik 62).
Grafik 62. Distribusi Populasi Menurut Persepsi Merasa Berisiko Tertular
HIV, STBP 2011
Bila dibandingkan dengan STBP 2007 di lokasi yang sama, persentase
populasi yang merasa berisiko menurun kecuali pada WPSL (Grafik 63).
Grafik 63. Distribusi Populasi Menurut Persepsi Merasa Berisiko Tertular
HIV, STBP 2007 dan 2011
5. Sumber informasi
Sumber informasi tentang HIV-AIDS adalah salah satu pertanyaan yang
selalu ditanyakan dalam STBP untuk melihat sumber informasi mana yang
paling banyak diperoleh oleh populasi, baik melalui media maupun petugas.
68. 46
Sebagian besar responden mengaku sudah pernah mendapatkan informasi
tentang HIV-AIDS. Televisi merupakan sumber informasi yang banyak
disebutkan oleh Remaja (99%), WPSTL (82%), dan Pria Potensial Risti
(65%). Petugas kesehatan adalah sumber informasi yang paling banyak
disebutkan oleh WPSL (78%) dan WBP (92%). Teman sebaya adalah
informasi yang paling banyak disebutkan oleh waria (79%) dan LSL (53%).
Petugas Lapangan (PL) adalah informasi yang paling banyak disebutkan oleh
Penasun (76%) (Tabel 4).
Tabel 4. Distribusi Populasi Menurut Sumber Informasi
Tentang HIV-AIDS, STBP 2011
Kelompok Radio
(%)
TV
(%)
Koran
(%)
Poster
(%)
Petugas
kesehatan
(%)
PL
(%)
Teman
sebaya
(%)
Konselor
(%)
WPSL 27 59 35 63 78 75 47 27
WPSTL 33 82 52 54 56 44 38 14
Pria Potensial Risti 40 65 54 48 23 14 25 2
Waria 32 58 52 65 60 71 79 45
LSL 27 48 45 53 30 39 53 23
Penasun 33 69 61 71 63 76 73 48
WBP 89 91 90 89 92 88 88 89
Remaja 92 99 96 94 95 91 97 NA
F. Cakupan Program
1. Konseling dan tes HIV
Kegiatan konseling dan tes HIV bertujuan agar populasi berisiko tinggi
mengetahui status HIV, sehingga mereka yang hasilnya positif dapat
mengakses layanan lanjutan yang dibutuhkan dan melakukan positive
prevention. Layanan konseling dan tes HIV diperkirakanakan berdampak
pada pencegahan penularan HIV dengan mendorong orang, baik yang sudah
terinfeksi maupun yang belum untuk berperilaku aman sehingga tidak
menularkan/ditularkan orang lain.
Pria Potensial Risti merupakan populasi yang paling sedikit pernah
melakukan tes HIV, sedangkan waria merupakan populasi yang paling
banyak pernah melakukan tes HIV. Dari populasi yang pernah melakukan tes
HIV, belum semuanya pernah menerima hasil tes. Waria merupakan populasi
yang paling banyak menerima hasil tes HIV, sedangkan Pria Potensial Risti
paling sedikit yang menerima hasil tes. Data tersebut menunjukkan bahwa
layanan konseling dan tes HIV masih perlu ditingkatkan cakupannya.
Populasi risiko harus memanfaatkan layanan tes HIV dengan mengikuti tes
HIV sampai menerima hasilnya.
69. 47
Bila dibandingkan dengan hasil STBP 2007, terlihat adanya sedikit
peningkatan populasi yang pernah melakukan tes HIV pada WPSL, waria dan
Penasun, sebaliknya mengalami penurunan pada Pria Potensial Risti (Grafik
64).
Grafik 64. Distribusi Populasi Menurut Tes HIV,
STBP 2007 dan 2011
2. Frekuensi diskusi dengan petugas lapangan
Salah satu cara untuk meningkatan pengetahuan dan merubah perilaku
berisiko adalah melalui kegiatan penjangkauan, biasanya dilaksanakan oleh
LSM. Petugas lapangan biasanya mendampingi secara intensif populasi
berisiko tinggi untuk meningkatkan pengetahuan dengan cara berdiskusi
tentang cara penularan dan pencegahan HIV, dan medorong dampingannya
untuk berperilaku aman terhadap penularan HIV.
Penasun merupakan populasi yang paling banyak yang pernah bertemu dan
melakukan diskusi dengan petugas lapangan dalam tiga bulan terakhir
dibandingkan dengan populasi lainnya. Sebaliknya Pria Potensial Risti
merupakan populasi yang paling sedikit yang pernah bertemu dan berdiskusi
dengan petugas lapangan (Grafik 65).
70. 48
Grafik 65. Distrbusi Populasi Menurut Frekuensi Bertemu dan Diskusi
dengan Petugas Lapangan dalam Tiga Bulan Terakhir, STBP 2011
Bila dibandingkan dengan hasil STBP tahun 2007 di lokasi yang sama, terlihat
adanya penurunan cakupan penjangkauan, terutama pada waria, LSL, dan
WPSTL (Grafik 66).
Grafik 66. Distribusi Populasi Menurut Pernah Diskusi dengan Petugas
Lapangan dalam Tiga Bulan Terakhir,
STBP 2007 dan 2011
3. Frekuensi kunjungan ke klinik IMS
Kunjungan ke layanan (klinik) IMS ditanyakan kepada WPSL, WPSTL, LSL,
dan waria terkait dengan kegiatan skrining IMS secara berkala. WPSL
adalah populasi yang paling banyak mengunjungi layanan IMS dalam tiga
bulan terakhir. Sementara itu, sebagian besar responden waria, WPSTL, dan
71. 49
LSL menyatakan tidak mengunjungi layanan IMS dalam tiga bulan terakhir
(Grafik 67).
Grafik 67. Distribusi Populasi Menurut Frekuensi Kunjunganke Layanan
IMS dalam Tiga Bulan Terakhir,
STBP 2011
Bila dibandingkan dengan hasil STBP 2007 di lokasi yang sama, persentase
populasi yang datang ke layanan IMS dalam 4 bulan terakhir terlihat
menurun. Penurunan paling banyak terjadi pada waria (Grafik 68).
Grafik 68. Distribusi Populasi Menurut Frekuensi Kunjungan ke Layanan
IMS dalam Tiga Bulan Terakhir,
STBP 2007 dan 2011
4. Tanda IMS dan tindakan pengobatan
Beberapa jenis IMS seringkali tidak bergejala, sehingga penderita tetap
merasa sehat meski terinfeksi IMS dan tetap melakukan perilaku berisiko.
Selain itu adanya stigma bahwa IMS merupakan akibat dari perbuatan yang
tidak baik, menyebabkan rasa malu untuk mencari pengobatan dengan benar.
Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang mempersulit pengendalian
IMS.
Sebanyak 32% WPSL, 23% WPSTL, 25% waria, 31% LSL, 21% Penasun,
9% Pria Potensial Risti, dan 6% WBP pernah mengalami salah satu gejala
72. 50
IMS dalam setahun terakhir. Gejala IMS yang paling sering dialami oleh LSL,
Penasun, Pria Potensial Risti dan WBP adalah nyeri ketika kencing. Gejala
IMS pada waria bervariasi dari luka sekitar kelamin, benjolan disekitar anus
hingga nyeri saat kencing. Gejala IMS yang paling sering dialami pada WPSL
dan WPSTL adalah keluarnya cairan yang tidak normal dari kemaluan,
walaupun gejala tersebut tidak selalu terkait dengan infeksi menular seksual
(Tabel 5).
Tabel 5. Distribusi Populasi Menurut Gejala IMS
dalam Setahun Terakhir, STBP 2011
WPSL
(%)
WPSTL
(%)
Waria
(%)
LSL
(%)
Penasun
(%)
Pria
Potensia
l Risti(%)
WBP
(%)
Luka disekitar
kelamin
16 7 11 7 6 2 NA
Benjolan di sekitar
kelamin/anus*
7 3 11 3 2 1 1
Nyeri ketika
kencing
NA NA 11 23 16 7 2
Keluar cairan dari
kemaluan/anus*
22 19 6 17 8 4 1
*hanya untuk responden waria dan LSL
Pencarian pengobatan ke layanan kesehatan (layanan IMS) diantara
responden yang mempunyai gejala IMS lebih banyak dilakukan oleh waria
dibandingkan dengan populasi survei lainnya. Sebaliknya pada WBP, hanya
sebagian kecil yang mempunyai gejala IMS berobat ke layanan IMS (Grafik
69).
Grafik 69. Distribusi Populasi Menurut Pencarian Pengobatan ke
Layanan Kesehatan dalam Setahun Terakhir, STBP 2011
Bila dibandingkan dengan hasil STBP 2007 di lokasi yang sama terjadi
penurunan populasi yang mencari pengobatan IMS yang benar (Grafik 70).
73. 51
Grafik 70. Distribusi Populasi Menurut Pencarian Pengobatan ke
Layanan Kesehatan saat Mengalami Gejala IMS Terakhir,
STBP 2007 dan 2011
5. Frekuensi menerima kondom
Salah satu upaya penting dalam pencegahan HIV adalah dengan
mempromosikan penggunaan kondom untuk hubungan seks berisiko atau
hubungan seks tidak aman. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah
membagikan kondom gratis kepada populasi berisiko tinggi.Biasanya
kegiatan pembagian kondom gratis dilaksanakan bersamaan dengan
kegiatan penjangkauan, sehingga frekuensinya pun terkait erat dengan
frekuensi penjangkauan.
Lebih dari setengah populasi WPSL menyatakan pernah menerima kondom
gratis dalam 3 bulan terakhir, sementara mayoritas waria, WPSTL, LSL dan
Pria Potensial Risti menyatakan tidak pernah menerima kondom gratis dalam
3 bulan terakhir (Grafik 71). Penasun tidak ditanyakan tentang penerimaan
kondom gratis.
Grafik 71. Distribusi Populasi Menurut Frekuensi Menerima Kondom
Gratis dalam Tiga Bulan Terakhir, STBP 2011
74. 52
Bila dibandingkan dengan hasil STBP 2007 di lokasi yang sama, terlihat
bahwa responden yang menerima kondom gratis mengalami penurunan untuk
semua populasi yang disurvei (Tabel 6).
Tabel 6.Distribusi Populasi Menurut Frekuensi Menerima
Kondom Gratis dalam Tiga Bulan Terakhir,
Tahun 2007 dan 2011
Tahun
survei
Frekuensi menerima kondom gratis dalam 3
bulan terakhir (%)
0 kali 1 kali 2-3 kali >3 kali
WPSL 2007 27 17 29 23
2011 49 18 23 10
WPSTL 2007 54 22 12 6
2011 75 13 10 2
Waria 2007 29 30 17 19
2011 94 3 2 1
LSL 2007 45 16 23 14
2011 63 13 17 6
Pria
Potensial
Risti
2007 84 9 4 1
2011 93 4 2 0
6. Layanan terkait Pengurangan Dampak Buruk
Salah satu cara penularan HIV adalah melalui penggunaan jarum suntik
bersama yang dilakukan oleh Penasun. Oleh karena itu, salah satu kegiatan
pengendalian HIV pada penasun adalah meningkatkan pengetahuan
mengenai pentingnya penggunaan jarum suntik steril dan tidak
menggunakannya secara bersama.Intervensi lainnya adalah dengan
menyediakan layanan jarum suntik steril.
Kegiatan lain yang juga dilaksanakan adalah terapi substitusi dan
detoksifikasi. Terapi substitusi dilakukan dengan cara menggantikan
penggunaan Napza yang disuntikkan dengan Napza yang tidak disuntikkan.
Detoksifikasi adalah proses menghilangkan racun (zat narkotika atau zat
adiktif lain) dari tubuh dengan cara menghentikan secara total pemakaian
semua zat adiktif yang dipakai atau dengan penurunan dosis obat pengganti.
Detoksifikasi bisa dilakukan dengan berobat jalan atau dirawat di rumah
sakit. Biasanya proses detoksifikasi dilakukan terus menerus selama satu
sampai tiga minggu.
Sebanyak 50% dan 53% Penasun yang menjadi populasi survei telah
memanfaatkan program LJSS dalam seminggu terakhir dan terapi substitusi
setahun terakhir. Pemanfaatan program detoksifikasi pada penasun dalam
setahun terakhir masih rendah (25%) (Grafik 72).
75. 53
Grafik 72. Distrbusi Penasun Menurut Akses Layanan Terkait
Pengurangan Dampak Buruk, STBP 2011
LJSS di Indonesia dilaksanakan di puskesmas, drop in centre, petugas LSM,
maupun satelit LJSS. Penasun yang mengakses layanan LJSS di layanan
kesehatan seperti puskesmas jumlahnya hanya sebanyak 20%, sedangkan
yang mengakses di luar puskesmas lebih tinggi, yaitu di drop in center dan
petugas LSM masing-masing 33% dan 32%, dan sebanyak 10% yang
mengakses layanan di satelit (Grafik 73).
Grafik 73. Distribusi Penasun Menurut Tempat Layanan LJSS,
STBP 2011
Bila dibandingkan dengan hasil STBP 2007 di lokasi yang sama,
pemanfaatan program subtitusi maupun program detoksifikasi mengalami
peningkatan. Program detoksifikasi naik dari 21% pada tahun 2007 menjadi
25% pada tahun 2011, sedangkan program substitusi naik dari 44% menjadi
53% (Grafik 74).
76. 54
Grafik 74. Distribusi Penasun Menurut Pemanfaatan Terapi Substitusi
dan Detoksifikasi, STBP 2007 dan 2011
7. Pertemuandiskusi HIV dan barang cetakan KIE
Salah satu program pengendalian HIV-AIDS adalah upaya peningkatan
pengetahuan dan perubahan perilaku pencegahan HIV.Selain melalui
kegiatan penjangkauan, terdapat kegiatan pertemuan dan diskusi untuk
penyebarluasan informasi tentang HIV serta distribusibarang cetakan KIE
(leaflet, brosur, dan sebagainya). Pertemuan atau diskusi mengenai HIV
diselenggarakan oleh banyak pihak seperti petugas kesehatan, LSM, Dinas
Sosial, Dinas Pariwisata, perusahaan, sekolah dan pihak lainnya.
Remaja adalah populasi survei yang paling sering menghadiri diskusi atau
penyuluhan mengenai HIV AIDS (82%), disusul olek Penasun (74%).
Sementara Pria Potensial Risti merupakan populasi yang paling jarang
menghadiri pertemuan diskusi (14%) (Grafik 75).
Grafik 75. Distribusi Populasi Menurut Kehadiran dalam Pertemuan dan
Diskusi tentang HIV dan Menerima media cetakan KIE dalam Setahun
Terakhir, STBP 2011
Bila dibandingkan dengan hasil STBP 2007 di lokasi yang sama, terjadi
penurunan persentase populasi yang pernah menghadiri pertemuan dan
77. 55
diskusi tentang HIV dalam satu tahun terakhir, kecuali pada remaja dan Pria
Potensial Risti (Grafik 76).
Grafik 76. Distribusi Populasi Menurut Kehadiran dalam Pertemuan dan
Diskusi Tentang HIV dalam Setahun Terakhir,STBP 2007 dan 2011
Penerimaan barang cetakan KIE cenderung menurun bila dibandingkan
dengan hasil STBP 2007. Penurunan paling besar terjadi pada LSL (Grafik
77).
Grafik 77. Distribusi Populasi Menurut Penerimaan Barang
Cetakan dalam Setahun Terakhir,
STBP 2007 dan 2011
78. 56
DAFTAR PUSTAKA
1. BPS dan Depkes. 2004. Laporan Hasil Survei Surveilans Perilaku (SSP)
2002-2003 di Indonesia. Jakarta: s.n., 2004.
2. Depkes. 2005. Laporan Hasil Penelitian Prevalensi Infeksi Saluran
Reproduksi pada WPS, Indonesia Tahun 2005. Jakarta: Depkes, 2005.
3. Depkes. 2005. Situasi Perilaku Berisiko Tertular HIV di Indonesia, Hasil SSP
Tahun 2004-2005. Jakarta: s.n., 2005.
4. Depkes. 2006. Pedoman Surveilans Sentinel HIV, Surveilans HIV Generasi
Kedua. Jakarta: Depkes, 2006.
5. Depkes. 2007. Laporan Nyata Survei Terpadu Biologis dan Perilaku Tahun
2007. Jakarta: Depkes, 2007.
6. Depkes. 2008. Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku 2007. Ditjen PP dan
PL, 2008.
7. Depkes. 2009. Laporan Hasil Survei Prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi
pada wanita penjaja seks di Kupang, Samarinda, Pontianak, Yogyakarta,
Timika, Makassar, dan Tangerang Tahun 2006-2007. Jakarta: Depkes, 2009.
8. Kemenkes. 2011. Pedoman untuk Korlap dan Pengawas Survei Terpadu
Biologis dan Perilaku. Jakarta: Kemenkes, 2011.
9. Kemenkes. 2011. Laporan Hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku
Tahun 2009. Jakarta: Kemenkes, 2011.
10.Kemenkes. 2011. Laporan Nyata Survei Terpadu Biologis dan Perilaku Tahun
2011. Jakarta: Kemenkes, 2011.
11.WHO. 2000. Guidelines for Second Generation HIV Surveillance. s.l.: WHO,
2000.