Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Agama (fenomena agama tetap kekal)
1. A. Tendensi Beragama dan
Hubungan dengan fitrah
manusia.
Pengertian tendensi
secara umum tendensi adalah
kecenderungan atau kecondongan akan
sesuatu hal. Misalnya seorang anak memiliki
tendensi untuk memeluk agama yang kedua
orang tuanya anut misalnya (agama islam).
Sedangkan pengertian tendensi
beragama yaitu tabiat manusia untuk hidup
dalam menganut agama dalam bentuk apapun.
2. Fitrah manusia
Secara etimologi fitrah berasal dari kata fathara
yang artinya “menjadikan”, secara terminologi fitrah adalah
mencipta / menjadikan sesuatu yang sebelumnya belum
ada dan merupakan pola dasar yang perlu
penyempurnaan. Dari pernyataan tersebut, bahwasannya
fitrah merupakan karakter atau sifat tertentu yang telah
dimiliki oleh manusia sejak dalam kandungan ibunya.
3. Kenyataan manusia memiliki fitrah keagamaan
pertama kali ditegaskan dalam ajaran Islam, yakni bahwa
agama adalah kebutuhan fitri manusia. Fitrah keagamaan
yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi
perlunya manusia pada agama. Oleh karenanya, ketika
datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar
beragama, maka seruan tersebut memang amat sejalan
dengan fitrahnya itu.
4. Dalam ajaran Islam dijelaskan bahwa agama adalah
kebutuhan fitri manusia.
Dalam Surat al-Rum, 30: 30
ْمِقَأَفَْكَهج َوِْينِِّدلِلاًفيِنَحَْةَرطِفِْ ّاَلليِتّالَْطَفَْرَْاسّنالاَهيَلَع
“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu”
5. Berdasarkan informasi tersebut terlihat dengan jelas
bahwa manusia secara fitri merupakan makhluk yang
memiliki kemampuan untuk beragama. Hal demikian
sejalan dengan petunjuk nabi dalam salah satu hadisnya
yang mengatakan bawha setiap anak yang dilahirkan
memiliki fitrah (potensi beragama). Maka tendensi
beragama dan hubungan dengan manusia itu sudah ada
sejak manusia dalam kandungan ibunya. Tendensi seorang
anak yang baru saja dilahirkan oleh ibunya kemungkinan
besar akan condong kepada agama yang sudah dianut
oleh kedua orang tuanya.
7. Positivisme menganggap bahwa sejarah
manusia itu meningkat dari tingkatan pertama
yang dikatakan:
a). Tingkatan keagamaan kepada
b). Tingkatan metafisika dan
c). Tingkatan positive/positivisme
8. a). Tingkatan Keagamaan/Tahap Teologis
yang artinya masyarakat mencari penjelasan dan
solusi persoalan melalui pendekatan keagamaan.
b). Tingkatan Metafisika
yaitu masyarakat mencari penjelasan dan solusi
melalui konsep abstrak seperti adanya hukum alam.
c). Tingkatan Positivisme
Yang artinya masyarakat mencari penjelasan dan
solusi melalui science. Positivisme memandang agama
sebagai gejala peradaban manusia primitif.
9. Fenomena berasal dari bahasa yunani;
phainomenon, “apa yang terlihat”, dalam bahasa
indonesia bisa berarti: gejala, misalkan gejala
alam. Hal hal yang dirasakan dengan
pancaindra.
10. Bukti bukti sosiologis dan
psikologis
C. Fenomena Masyarakat dan kebutuhan
kebutuhan Manusia
Setiap fenomena masyarakat akan dapat
bertahan terus bila terkandung di dalamnya
unsur unsur pokok keserasian antara fenomena
masyarakat dengan kebutuhan kebutuhan
manusia.
11. Fenomena Masyarakat
Yang dimaksud dengan keserasian ini ialah:
1. Fenomena masyarakat secara sosiologis
merupakan bukti dari kebutuhan asasi manusia
dan penyingkapan dari kuatnya instink pada diri
manusia sebagai makhluk sosial.
2. Fenomena masyarakat merupakan perantaraan
dalam menyalurkan instink dan cara untuk
merealisir kebutuhan kebutuhan yang paling
asasi pada diri manusia. (Majid Al Badeni, Tanpa
tahun:7)
12. Kebutuhan kebutuhan Manusia
1. Kebutuhan kebutuhan manusia yang bersifat
nature/alamiah yang serasi dengan bentuk susunan
biologis dan psikologis dan muncul dari hakikat fitrah
manusia sendiri.
Contoh:
Rasa ingin mengetahui sesuatu, cinta keindahan,
keinginan berumah tangga, berketurunan walaupun
nanti akan mengikat diri dengan tanggung jawab,
keinginan berkorban dalam memerjuangkan
akidah/ideologi.
13. 2. Kebutuhan yang bukan fitrah alami pada diri
manusia, akan tetapi muncul akibat pengaruh
environment dan tradisi tradisi. Kebutuhan ini
bisa berubah dan ditinggalkan bila kondisi serta
situasinya telah berubah.
Contoh:
Merokok, minum teh, isap ganja/morphine,
minuman keras.
14. Bukti Sejarah
Setelah revolusi Oktober 1917 Rusia berusaha menghapuskan
milik pribadi dalam sistem ekonomi dan menghapus sistem kekeluargaan
di bidang kemasyarakatan demi melancarkan komunismenya. Tetapi
setelah diteliti dari awal sampai sekarang, realisasi program tersebut
terus menemui kegagalan walau dengan adanya revolusi sekalipun.
Usaha untuk menghapuskan instink manusia tidak pernah tercapai
walaupun pada mulanya disangka satu hal yang mungkin, karena
manusia tabiatnya selalu condong untuk hidup berumah tangga tempat
mencurahkan rasa kasih sayangnya. Manusia ingin mempunyai
keturunan sebagai pelanjut identitas pribadinya setelah ia mati.
Pembasmian sistem keluarga dengan menganjurkan hidup secara
kolektif (semua untuk semua) adalah hal yang bertentangan dengan
naluri manusia. Jauh di zaman dahulu usaha ini pernah dianjurkan oleh
plato dalam bukunya “the republic” akan tetapi plato mencabutnya
kembali pendapat ini, karena selain bertentangan dengan teorinya
sendiri juga bertentangan dengan tabiat instink manusia.
15. D. Fenomena Agama
Mencerminkan Kebutuhan
Asasi Manusia
Fenomena agama mencerminkan kebutuhan
kebutuhan pokok manusia yang muncul dari hakekat
sususan tubuh dan jiwa manusia. Dimana selain agama
tidak sanggup melayaninya karena manusia mempunyai
ciri ciri keistimewaan yang tertentu yang berbeda dengan
makhluk lain. Manusia memiliki instink untuk hidup kekal,
segala macam usaha telah diakukan di abad IPTEK
(Informasi dan Komunikasi) ini, namun pintu maut tetap
terpampang dihadapannya. Ilmu teknologi tidak mampu
menjamin ketentraman sosiologis dan psikologis, jasmani
dan rohani. Satu satunya kekuatan yang dapat
menjaminnya adalah Agama.
16. Beberapa Pendapat Para Ahli
C. G. Yung dalam bukunya “Psycology and Religon”
berpendapat bahwa: “Agama kunci ketentraman di
dalam relung jiwa manusia yang terdapat pada
colllective unconciousness. Karena agama memenuhi
kebutuhan manusia dan menyalurkan kebutuhan
jiwanya”
Winderlband dalam bukunya “History Of Philosophy”
menyebutkan “Kendatipun Voltaire tidak percaya
kepada hakekat metafisika akan tetapi ia berpendapat,
iman kepa Tuhan dan Hari Akhirat sangat besar sekali
artinya, sebab hal ini merupakan dua fondasi yang kuat
tempat membina prinsip akhlak.
17. Agama Yang Mencerminkan
Asasi Manusia :
hidup dan memiliki keselamatan diri, memperoleh lindungan diri,
kehormatan dan harta, sebagaimana bisa dilihat dalam Alquran
Surah Al-Maidah ayat 32, dan Al-An`am ayat 151, yang intinya
adalah tentang “larangan membunuh” tanpa alasan yang
dibenarkan agama, karena manusia memiliki hak hidup.
memperoleh perlindungan diri, kehormatan dan rumah tangga,
dalam surat An-Nur ayat 27-28, intinya izin masuk rumah orang
lain.
merdeka beragama (HAM yang paling asasi), diterangkan dalam
surat Al-Baqarah ayat 256, Yunus ayat 99, An-Nisa ayat 47,
kesemua ayat itu menjelaskan tidak boleh memaksakan agama
kepada orang lain dan perlindungan kepada semua pemeluk
agama.
18. memiliki hak milik, da fungsi sosial dari hak milik itu. Surat An-Nisa ayat 32, Ali-
Imran ayat 189 dan Al-Baqarah 255. Intinya bahwa manusia memperoleh hak
ekonominya sesuai apa yang dihasilkannya, tetapi dari hasilnya itu ada juga
yang menjadi hak milik orang lain atau berfungsi sosial, yakni yang harus
diberikan kepada yang berhak menerima.
Memperoleh pekerjaan yang layak, sesuai dengan kemanusiaan. Surat Al-Mulk
15. Intinya bumi diciptakan Allah untuk kebeikan manusia tetapi manusia harus
mengambil inisiatif sendiri secara bebas untuk menentukan pilihan terhadap
pekerjaanya.
memperoleh kemerdekaan berfikir, berpendapat, dan hak memperoleh
pendidikan dan pengajaran. Surat Al-A`raf ayat 179, An-Nisa ayat 148, At-
Taubah 122. Intinya kebebasan manusia dalam berfikir, berpendapat dan
memperoleh ilmu pengetahuan mutlak yang diberikan Allah kepada manusia,
tetapi ada batasan fungsi untuk umum dimana kebebasan itu berkaitan dengan
kepentingan umum dalam rangka menciptakan kemaslahatan manusia itu
sendiri atau keseempurnaan akhlak yang memiliki hak itu sendiri (Tim MG Bina
Kewarganegaraan, 2004 : 52)