SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  42
Biografi Ir. Soekarno, Presiden Pertama RI 
Ir. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno) (lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 meninggal 
di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang 
menjabat pada periode 1945 - 1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan 
bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah 
Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada 
tanggal 17 Agustus 1945. 
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, 
yang isinya - berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat - 
menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara 
dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk 
membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang 
duduk di parlemen. Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan 
Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno 
diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang 
sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.
Latar belakang dan pendidikan 
Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden Soekemi 
Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai 
berasal dari Buleleng, Bali. 
Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 14 
tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak 
Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana 
sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan 
para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno 
kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa). 
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) 
di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan 
Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin 
organisasi National Indische Partij. 
Masa pergerakan nasional 
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi ini 
menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas 
Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan 
memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali 
pada tanggal 31 Desember 1931. 
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang 
merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan 
diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun 
semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru 
Persatuan Islam bernama Ahmad Hassan. 
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu. Soekarno 
baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942. 
Masa penjajahan Jepang 
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak 
memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" 
keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. 
Syamsuddin yang kurang begitu populer.Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang 
memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, 
Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga 
untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa 
Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI,
Tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain 
lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional 
bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan 
Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan 
Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya. 
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi 
kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang 
sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.Ia aktif dalam usaha 
persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 
dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi 
Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa 
Rengasdengklok. 
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni 
Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung 
oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada 
tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan 
pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap 
keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal 
Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian 
menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia 
sendiri.Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat 
Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus 
romusha. 
Masa kemerdekaan 
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan 
Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) 
dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik 
Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. 
Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, 
maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan 
Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan 
Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden 
Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah 
dilakukan setelah berkonsultasi dengannya. 
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat 
dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet 
yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang 
mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak 
jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga 
berimbas pada jatuh bangunnya kabinet.
Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara. 
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. 
Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum 
mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada 
tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang 
menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan 
konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih 
mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan 
munculnya perang nuklir yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia 
internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip 
Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U 
Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang 
membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang 
memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami 
konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, 
yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk 
dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan 
Indonesia.Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, 
Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin 
negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy 
(Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC). 
Masa-masa kejatuhan Soekarno dimulai sejak ia "bercerai" dengan Wakil Presiden Moh. 
Hatta, pada tahun 1956, akibat pengunduran diri Hatta dari kancah perpolitikan Indonesia. 
Ditambah dengan sejumlah pemberontakan separatis yang terjadi di seluruh pelosok 
Indonesia, dan puncaknya, pemberontakan G 30 S, membuat Soekarno di dalam masa 
jabatannya tidak dapat "memenuhi" cita-cita bangsa Indonesia yang makmur dan sejahtera. 
Sakit hingga meninggal 
Soekarno sendiri wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di Wisma Yaso, Jakarta, setelah 
mengalami pengucilan oleh penggantinya Soeharto. Jenazahnya dikebumikan di Kota Blitar, 
Jawa Timur, dan kini menjadi ikon kota tersebut, karena setiap tahunnya dikunjungi ratusan 
ribu hingga jutaan wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Terutama pada saat 
penyelenggaraan Haul Bung Karno.
Biografi Moh. Hatta, Wakil Presiden Pertama RI 
Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir di Bukittinggi, 
Sumatera Barat, 12 Agustus 1902; meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) 
adalah pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia mundur dari 
jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta 
dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional Jakarta menggunakan 
namanya sebagai penghormatan terhadap jasanya sebagai salah seorang proklamator 
kemerdekaan Indonesia. 
Nama yang diberikan oleh orangtuanya ketika dilahirkan adalah Muhammad Athar. Anak 
perempuannya bernama Meutia Hatta menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan 
Perempuan dalam Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang 
Yudhoyono. Ia dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. 
Perjuangan 
Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong 
Sumatranen Bond (JSB) Cabang Padang. Di kota ini Hatta mulai menimbun pengetahuan 
perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca berbagai koran, 
bukan saja koran terbitan Padang tetapi juga Batavia. Lewat itulah Hatta mengenal pemikiran 
Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia, dan Agus Salim dalam Neratja.
Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas ia bertolak ke 
Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School. Di sini, 
Hatta mulai aktif menulis. Karangannya dimuat dalam majalah Jong Sumatera, Namaku 
Hindania!” begitulah judulnya. Berkisah perihal janda cantik dan kaya yang terbujuk kimpoi 
lagi. Setelah ditinggal mati suaminya, Brahmana dari Hindustan, datanglah musafir dari Barat 
bernama Wolandia, yang kemudian meminangnya. Tapi Wolandia terlalu miskin sehingga 
lebih mencintai hartaku daripada diriku dan menyia-nyiakan anak-anakku, rutuk Hatta lewat 
Hindania. 
Pemuda Hatta makin tajam pemikirannya karena diasah dengan beragam bacaan, pengalaman 
sebagai Bendahara JSB Pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan asal 
Minangkabau yang mukim di Batavia, serta diskusi dengan temannya sesama anggota JSB. 
Selama menjabat Bendahara JSB Pusat, Hatta menjalin kerjasama dengan percetakan surat 
kabar Neratja. Hubungan itu terus berlanjut meski Hatta berada di Rotterdam, ia dipercaya 
sebagai koresponden. Suatu ketika pada medio tahun 1922, terjadi peristiwa yang 
mengemparkan Eropa, Turki yang dipandang sebagai kerajaan yang sedang runtuh (the sick 
man of Europe) memukul mundur tentara Yunani yang dijagokan oleh Inggris. Perangko Satu 
Abad Bung Hatta diterbitkan oleh PT Pos Indonesia tahun 2002 
Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, lagi-lagi, sebagai 
Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi pergantian 
pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh Hermen Kartawisastra. 
Pada tahun 1932 Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club 
Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik rakyat 
Indonesia melalui proses pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta, bersama 
Soetan Sjahrir, ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Februari 1934. Hatta 
diasingkan ke Digul dan kemudian ke Banda selama 6 tahun. 
Pada tahun 1945, Hatta secara aklamasi diangkat sebagai wakil presiden pertama RI, bersama 
Bung Karno yang menjadi presiden RI sehari setelah ia dan bung karno memproklamasikan 
kemerdekaan Indonesia. Oleh karena peran tersebut maka keduanya disebut Bapak 
Proklamator Indonesia. 
Kehidupan pribadi 
Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal 18 Nopember 1945 di Megamendung, 
Bogor, Jawa Barat. Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia Farida, Gemala 
Rabi'ah, dan Halida Nuriah. Dua orang putrinya yang tertua telah menikah. Yang pertama 
dengan Dr. Sri-Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs. Mohammad Chalil Baridjambek. 
Hatta sempat menyaksikan kelahiran dua cucunya, yaitu Sri Juwita Hanum Swasono dan 
Mohamad Athar Baridjambek.
Bung Hatta adalah nama salah seorang dari beribu pahlawan yang pernah memperjuangkan 
kemerdekaan dan kemajuan Indonesia. Sosok Bung Hatta telah menjadi begitu dekat dengan 
hati rakyat Indonesia karena perjuangan dan sifatnya yang begitu merakyat. Besarnya peran 
beliau dalam perjuangan negeri ini sehingga ai disebut sebagai salah seorang The Founding 
Fathers of Indonesia. 
Berbagai tulisan dan kisah perjuangan Muhammad Hatta telah ditulis dan dibukukan, mulai 
dari masa kecil, remeja, dewasa dan perjuangan beliau untuk mewujudkan kemerdekaan 
Indonesia. Namun ada hal yang rasanya perlu sedikit digali dan dipahami yaitu melihat Bung 
Hatta sebagai tokoh organisasi dan partai politik, hal ini dikaitkan dengan usaha melihat 
perkembangan kegiatan politik dan ketokohan politik di dunia politik Indonesia sekarang 
maka pantas rasanya kita ikut melihat perjuangan dan perjalanan kegiatan politik Bung Hatta. 
Setelah perang dunia I berakhir generasi muda Indonesia yang berprestasi makin banyak yang 
mendapat kesempatan mengenyam pendidikan luar negeri seperti di Belanda, Kairo (Mesir). 
Hal ini diperkuat dengan diberlakukannya politik balas budi oleh Belanda. Bung Hatta adalah 
salah seorang pemuda yang beruntung, beliau mendapat kesempatan belajar di Belanda. 
Kalau kita memperhatikan semangat berorganisasi Bung Hatta, sebenarnya telah tumbuh 
sewaktu beliau berada di Indoensia. Beliau pernah menjadi ketua Jong Sematera (1918-1921) 
dan semangat ini makin membara dengan asahan dari kultur pendidikan Belanda / Eropa 
yang bernafas demokrasi dan keterbukaan. 
Keinginan dan semangat berorganisasi Bung Hatta makin terlihat sewaktu beliau mulai aktif 
di kelompok Indonesische Vereeniging yang merupakan perkumpulan pemuda-pemuda 
Indonesia yang memikirkan dan berusaha memajukan Indonesia, bahkan dalam organisasi ini 
dinyatakan bahwa tujuan mereka adalah :  kemerdekaan bagi Indonesia . Dalam 
organisasi yang keras dan anti penjajahan ini Bung Hatta makin tahan banting karena 
banyaknya rintangan dan hambatan yang mereka hadapi. Walau mendapat tekanan, 
organisasi Indonesische Vereeniging tetap berkembang bahkan Januari 1925 organisasi ini 
dinyatakan sebagai sebuah organisasi politik yang kemudian dinamai Perhimpunan Indonesia 
(PI). Dan dalam organisasi ini Bung Hatta bertindak sebagai Pemimpinnya. Keterlibatan 
Bung Hatta dalam organisasi dan partai poltik bukan hanya di luar negeri tapi sekembalinya 
dari Belanda beliau juga aktif di PNI (Partai Nasional Indonesia) yang didirikan Soekarno 
tahun 1927.
Biografi Jendral Besar Soedirman 
Jendral Besar Soedirman (Ejaan Soewandi: Sudirman) (lahir di Bodas Karangjati, Rembang, 
Purbalingga, 24 Januari 1916. Jenderal Sudirman merupakan salah satu tokoh besar di antara 
sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan oleh suatu revolusi. Saat usianya masih 31 tahun 
ia sudah menjadi seorang jenderal. Meski menderita sakit paru-paru yang parah, ia tetap 
bergerilya melawan Belanda. Ia berlatarbelakang seorang guru HIS Muhammadiyah di 
Cilacap dan giat di kepanduan Hizbul Wathan 
Ketika pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yang begitu 
tamat pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi Panglima Divisi 
V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan 
Perang Republik Indonesia (Panglima TNI). Ia merupakan Pahlawan Pembela Kemerdekaan 
yang tidak perduli pada keadaan dirinya sendiri demi mempertahankan Republik Indonesia 
yang dicintainya. Ia tercatat sebagai Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda 
Republik ini. 
Sudirman merupakan salah satu pejuang dan pemimpin teladan bangsa ini. Pribadinya teguh 
pada prinsip dan keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan 
bangsa di atas kepentingan pribadinya. Ia selalu konsisten dan konsekuen dalam membela 
kepentingan tanah air, bangsa, dan negara. Hal ini boleh dilihat ketika Agresi Militer II
Belanda. Ia yang dalam keadaan lemah karena sakit tetap bertekad ikut terjun bergerilya 
walaupun harus ditandu. Dalam keadaan sakit, ia memimpin dan memberi semangat pada 
prajuritnya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Itulah sebabnya kenapa ia 
disebutkan merupakan salah satu tokoh besar yang dilahirkan oleh revolusi negeri ini. 
Sudirman yang dilahirkan di Bodas Karangjati, Purbalingga, 24 Januari 1916, ini 
memperoleh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa, sebuah sekolah yang terkenal 
berjiwa nasional yang tinggi. Kemudian ia melanjut ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, 
Solo tapi tidak sampai tamat. Sudirman muda yang terkenal disiplin dan giat di organisasi 
Pramuka Hizbul Wathan ini kemudian menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di 
Cilacap. Kedisiplinan, jiwa pendidik dan kepanduan itulah kemudian bekal pribadinya hingga 
bisa menjadi pemimpin tertinggi Angkatan Perang. 
Sementara pendidikan militer diawalinya dengan mengikuti pendidikan tentara Pembela 
Tanah Air (Peta) di Bogor. Setelah selesai pendidikan, ia diangkat menjadi Komandan 
Batalyon di Kroya. Ketika itu, pria yang memiliki sikap tegas ini sering memprotes tindakan 
tentara Jepang yang berbuat sewenang-wenang dan bertindak kasar terhadap anak buahnya. 
Karena sikap tegasnya itu, suatu kali dirinya hampir saja dibunuh oleh tentara Jepang. 
Setelah Indonesia merdeka, dalam suatu pertempuran dengan pasukan Jepang, ia berhasil 
merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas. Itulah jasa pertamanya sebagai tentara pasca 
kemerdekaan Indonesia. Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia kemudian 
diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel. Dan melalui 
Konferensi TKR tanggal 2 Nopember 1945, ia terpilih menjadi Panglima Besar 
TKR/Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 
1945, pangkat Jenderal diberikan padanya lewat pelantikan Presiden. Jadi ia memperoleh 
pangkat Jenderal tidak melalui Akademi Militer atau pendidikan tinggi lainnya sebagaimana 
lazimnya, tapi karena prestasinya. 
Ketika pasukan sekutu datang ke Indonesia dengan alasan untuk melucuti tentara Jepang, 
ternyata tentara Belanda ikut dibonceng. Karenanya, TKR akhirnya terlibat pertempuran 
dengan tentara sekutu. Demikianlah pada Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh 
Sudirman terlibat pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa. Dan pada tanggal 12 
Desember tahun yang sama, dilancarkanlah serangan serentak terhadap semua kedudukan 
Inggris. Pertempuran yang berkobar selama lima hari itu akhirnya memaksa pasukan Inggris 
mengundurkan diri ke Semarang. 
Pada saat pasukan Belanda kembali melakukan agresinya atau yang lebih dikenal dengan 
Agresi Militer II Belanda, Ibukota Negara RI berada di Yogyakarta sebab Kota Jakarta 
sebelumnya sudah dikuasai. Jenderal Sudirman yang saat itu berada di Yogyakarta sedang 
sakit. Keadaannya sangat lemah akibat paru-parunya yang hanya tingggal satu yang 
berfungsi.
Dalam Agresi Militer II Belanda itu, Yogyakarta pun kemudian berhasil dikuasai Belanda. 
Bung Karno dan Bung Hatta serta beberapa anggota kabinet juga sudah ditawan. Melihat 
keadaan itu, walaupun Presiden Soekarno sebelumnya telah menganjurkannya untuk tetap 
tinggal dalam kota untuk melakukan perawatan. Namun anjuran itu tidak bisa dipenuhinya 
karena dorongan hatinya untuk melakukan perlawanan pada Belanda serta mengingat akan 
tanggungjawabnya sebagai pemimpin tentara. 
Maka dengan ditandu, ia berangkat memimpin pasukan untuk melakukan perang gerilya. 
Kurang lebih selama tujuh bulan ia berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain, 
dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah sekali sementara obat juga hampir-hampir 
tidak ada. Tapi kepada pasukannya ia selalu memberi semangat dan petunjuk seakan 
dia sendiri tidak merasakan penyakitnya. Namun akhirnya ia harus pulang dari medan 
gerilya, ia tidak bisa lagi memimpin Angkatan Perang secara langsung, tapi pemikirannya 
selalu dibutuhkan. 
Sudirman yang pada masa pendudukan Jepang menjadi anggota Badan Pengurus Makanan 
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Keresidenan Banyumas, ini pernah 
mendirikan koperasi untuk menolong rakyat dari bahaya kelaparan. Jenderal yang 
mempunyai jiwa sosial yang tinggi, ini akhirnya harus meninggal pada usia yang masih 
relatif muda, 34 tahun. 
Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar ini meninggal dunia di Magelang dan 
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai 
Pahlawan Pembela Kemerdekaan. 
Berikut Ini Data Lengkap Tengtang Jendral Besar Soedirman 
Nama: Jenderal Sudirman 
Lahir: Bodas Karangjati, Purbalingga, 24 Januari 1916 
Meninggal: Magelang, 29 Januari 1950 
Agama: Islam 
Pendidikan Fomal: 
- Sekolah Taman Siswa 
- HIK Muhammadiyah, Solo (tidak tamat) 
Pendidikan Tentara: 
Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor 
Pengalaman Pekerjaan: 
Guru di HIS Muhammadiyah di Cilacap 
Pengalaman Organisasi: 
Kepanduan Hizbul Wathan
Jabatan di Militer: 
- Panglima Besar TKR/TNI, dengan pangkat Jenderal 
- Panglima Divisi V/Banyumas, dengan pangkat Kolonel 
- Komandan Batalyon di Kroya 
Tanda Penghormatan: 
Pahlawan Pembela Kemerdekaan 
Meniggal: 
Magelang, 29 Januari 1950 
Dimakamkan: 
Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta
Biografi Pangeran Diponegoro 
Pangeran Diponegoro (lahir di Yogyakarta, 11 November 1785 – meninggal di Makassar, 
Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan 
nasional Republik Indonesia. Makamnya berada di Makassar. 
Asal-usul Diponegoro 
Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. 
Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) 
bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang 
berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Raden Mas Mustahar,[rujukan?] 
lalu diubah namanya oleh Hamengkubuwono II tahun 1805 menjadi Bendoro Raden Mas 
Ontowiryo. 
Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak keinginan 
ayahnya, Sultan Hamengkubuwana III untuk mengangkatnya menjadi raja. Ia menolak 
mengingat ibunya bukanlah permaisuri. Mempunyai 3 orang istri, yaitu: Bendara Raden Ayu 
Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum.
Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka 
tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng 
Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak 
kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi salah satu anggota 
perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan 
pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen Belanda. Cara 
perwalian seperti itu tidak disetujui Diponegoro. 
Riwayat perjuangan 
Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik 
Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah muak dengan kelakuan 
Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat 
dengan pembebanan pajak. 
Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan 
rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari 
Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, 
Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi 
kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas 
hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, 
ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.Selama perang ini kerugian 
pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden. 
Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara 
pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap 
Diponegoro. Sampai akhirnya Diponegoro ditangkap pada 1830. 
Penangkapan dan pengasingan 
1. 16 Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal, 
Bagelen (sekarang masuk wilayah Purworejo). Cleerens mengusulkan agar Kanjeng Pangeran 
dan pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu kedatangan Letnan Gubernur 
Jenderal Markus de Kock dari Batavia.Lukisan karya Nicolaas Pieneman, "Penyerahan diri 
Pangeran Diponegero kepada Jenderal De Kock". 
2. 28 Maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa 
mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan 
itu ditolak Diponegoro. Tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu 
juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung 
Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April. 
3. 11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis (sekarang gedung Museum 
Fatahillah). Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den 
Bosch.
4. 30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih, 
Tumenggung Diposono dan istri, serta para pengikut lainnya seperti Mertoleksono, Banteng 
Wereng, dan Nyai Sotaruno akan dibuang ke Manado. 
5. 3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado 
dan ditawan di benteng Amsterdam. 
6. 1834 dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan. 
7. 8 Januari 1855 Diponegoro wafat dan dimakamkan di kampung Jawa Makassar. 
Dalam perjuangannya, Pangeran Diponegoro dibantu oleh puteranya bernama Bagus Singlon 
atau Ki Sodewo. Ki Sodewo melakukan peperangan di wilayah Kulon Progo dan Bagelen. 
Bagus Singlon atau Ki Sodewo adalah Putera Pangeran Diponegoro dengan Raden Ayu 
Citrowati Puteri Bupati Madiun Raden Ronggo. Raden Ayu Citrowati adalah saudara satu 
ayah lain ibu dengan Sentot Prawiro Dirjo. Nama Raden Mas Singlon atau Bagus Singlon 
atau Ki Sodewo snediri telah masuk dalam daftar silsilah yang dikeluarkan oleh Tepas Darah 
Dalem Keraton Yogyakarta. 
Perjuangan Ki Sodewo untuk mendampingi ayahnya dilandasi rasa dendam pada kematian 
eyangnya (Ronggo) dan ibundanya ketika Raden Ronggo dipaksa menyerah karena 
memberontak kepada Belanda. Melalui tangan-tangan pangeran Mataram yang sudah 
dikendalikan oleh Patih Danurejo, maka Raden Ronggo dapat ditaklukkan. Ki Sodewo kecil 
dan Sentot bersama keluarga bupati Madiun lalu diserahkan ke Keraton sebagai barang bukti 
suksesnya penyerbuan. 
Ki Sodewo yang masih bayi lalu diambil oleh Pangeran Diponegoro lalu dititipkan pada 
sahabatnya bernama Ki Tembi. Ki Tembi lalu membawanya pergi dan selalu berpindah-pindah 
tempat agar keberadaannya tidak tercium oleh Belanda. Belanda sendiri pada saat itu 
sangat membenci anak turun Raden Ronggo yang sejak dulu terkenal sebagai penentang 
Belanda. Atas kehendak Pangeran Diponegoro, bayi tersebut diberi nama Singlon yang 
artinya penyamaran. 
Keturunan Ki Sodewo saat ini banyak tinggal di bekas kantung-kantung perjuangan Ki 
Sodewo pada saat itu dengan bermacam macam profesi. Dengan restu para sesepuh dan 
dimotori oleh keturunan ke 7 Pangeran Diponegoro yang bernama Raden Roni Muryanto, 
Keturunan Ki Sodewo membentuk sebuah paguyuban dengan nama Paguyuban Trah 
Sodewo.
Biografi Ki Hajar Dewantara 
Nama: Ki Hajar Dewantara 
Gelar: Pahlawan Kemerdekaan Nasional 
Dasar Hukum: Kepres No.305 Tahun 1959 tanggal 28 November 1959 
Lahir: Yogyakarta, 2 Mei 1889 
Wafat: Yogyakarta, 28 April 1959 
Makam: Yogyakarta 
R.M. Suwardi Suryaningrat, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, 
lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Sesudah menamatkan Sekolah Dasar, ia 
melanjutkan pelajaran ke STOVIA di Jakarta, tetapi tidak sampai selesai. Sesudah itu, ia 
bekerja sebagai wartawan, membantu beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden 
Java, De Express, dan Utusan Hindia. Bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto 
Mangunkusumo, pada tanggal 25 Desember 1912 ia mendirikan Indische Partij yang 
bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Pada tahun 1913 ia ikut membentuk Komite 
Bumiputra. Melalui komite itu dilancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang 
bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dan penjajahan Prancis. 
Karangannya yang berjudul Als Ik een Nederlander was (Seandainya Aku Seorang Belanda), 
berisi sindiran dan kecaman yang pedas. Akibatnya, pada bulan Agustus 1913 ia dibuang ke 
negeri Belanda. Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan 
pengajaran, sehingga ia berhasil memperoleh Europeesche Akte.
Setelah kembali ke tanah air pada tahun 1918, ia mencurahkan perhatian di bidang 
pendidikan. Pada tanggal 3 Juli 1922 didirikannya Taman Siswa, sebuah perguruan yang 
bercorak nasional. Kepada anak didik ditanamkan rasa kebangsaan agar mereka mencintai 
bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Banyak rintangan yang 
dihadapi dalam membina Taman Siswa, antara lain adanya Ordonansi Sekolah Liar yang 
dikeluarkan oleh Pemerintah Belanda. Tetapi, berkat perjuangan Ki Hajar Dewantara, 
ordonansi itu dicabut kembali. 
Pada masa Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan 
Ki Hajar Dewantara. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) 
pada tahun 1943, ia duduk sebagai salah seorang pemimpinnya di samping Ir. Sukarno, Drs. 
Muhammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur. Jabatan yang pernah dipegangnya setelah 
Indonesia merdeka ialah Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. 
Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional dan pendiri Taman Siswa. 
Ajarannya yang terkenal ialah Tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa 
sung tulada, artinya: di belakang memberi dorongan, di tengah memberi teladan. 
Ia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Hari 
lahir Ki Hajar Dewantara, tanggal 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Biografi Raden Ajeng Kartini 
Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, 
putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama, 
tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah 
dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. 
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu 
mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah 
bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan 
(Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkimpoian itu, maka ayah Kartini 
diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, 
R.A.A. Tjitrowikromo. 
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara 
sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro 
IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang 
pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS 
(Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah 
usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis 
surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah 
Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, 
Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk 
memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada 
status sosial yang rendah. 
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter 
Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada 
langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup 
berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian 
beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya 
tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. 
Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa 
kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah 
sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan 
persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca 
Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya 
Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht 
(Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, 
karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de- 
Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen 
Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda. 
Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario 
Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada 
tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi 
kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks 
kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung 
Pramuka. Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 
September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 
25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang. 
Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di 
Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan 
daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini 
didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis. 
Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 
1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan 
Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap 
tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
Kontroversi 
Ada kalangan yang meragukan kebenaran surat-surat Kartini. Ada dugaan J.H. Abendanon, 
Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan saat itu, merekayasa surat-surat Kartini. 
Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan kolonial 
Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda, dan Abendanon termasuk yang 
berkepentingan dan mendukung politik etis. Hingga saat ini pun sebagian besar naskah asli 
surat tak diketahui keberadaannya. Menurut almarhumah Sulastin Sutrisno, jejak keturunan 
J.H. Abendanon pun sukar untuk dilacak Pemerintah Belanda. 
Penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar juga agak diperdebatkan. Pihak yang 
tidak begitu menyetujui, mengusulkan agar tidak hanya merayakan Hari Kartini saja, namun 
merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember. Alasan mereka adalah 
agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya, karena masih ada 
pahlawan wanita lain yang tidak kalah hebat dengan Kartini. Menurut mereka, wilayah 
perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah 
memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya. Pihak yang pro 
mengatakan bahwa Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat 
derajat kaum wanita Indonesia saja, melainkan adalah tokoh nasional; artinya, dengan ide dan 
gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara 
pikirnya sudah melingkupi perjuangan nasional. 
Buku-Buku 
Habis Gelap Terbitlah Terang 
Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya 
Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904 
Panggil Aku Kartini Saja 
Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya 
Aku Mau Feminisme dan Nasionalisme. 
Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903
Biografi Tuanku Imam Bonjol 
Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat 1772 - wafat dalam 
pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864), bernama 
asli Muhammad Shahab atau Petto Syarif, adalah salah seorang ulama, pemimpin dan 
pejuang yang berperang melawan Belanda, peperangan itu dikenal dengan nama Perang Padri 
di tahun 1803-1837. Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia 
berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973 . 
Tuanku Imam Bonjol dilahirkan di Bonjol, Pasaman, Indonesia pada tahun 1772.Beliau 
kemudiannya meninggal dunia di Manado, Sulawesi pada 6 November 1864 dalam usia 92 
tahun dan dimakamkan di Khusus Lotak, Minahasa. 
Tuanku Imam Bonjol bukanlah seorang Minahasa. Dia berasal dari Sumatera Barat. "Tuanku 
Imam Bonjol" adalah sebuah gelaran yang diberikan kepada guru-guru agama di Sumatra. 
Nama asli Imam Bonjol adalah Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin. 
Dia adalah pemimpin yang paling terkenal dalam gerakan dakwah di Sumatera, yang pada 
mulanya menentang perjudian, laga ayam, penyalahggunaan dadah, minuman keras, dan 
tembakau, tetapi kemudian mengadakan penentangan terhadap penjajahan Belandayang 
memiliki semboyan Gold, Glory, Gospel sehingga mengakibatkan perang Padri (1821-1837).
Mula-mula ia belajar agama dari ayahnya, Buya Nudin. Kemudian dari beberapa orang ulama 
lainya, seperti Tuanku Nan Renceh. Imam Bonjol adalah pengasas negeri Bonjol. 
Pertentangan kaum Adat dengan kaum Paderi atau kaum agama turut melibatkan Tuanku 
Imam Bonjol. Kaum paderi berusaha membersihkan ajaran agama islam yang telah banyak 
diselewengkan agar dikembalikan kepada ajaran agama islam yang murni. 
Golongan adat yang merasa terancam kedudukanya, mendapat bantuan dari Belanda. Namun 
gerakan pasukan Imam Bonjol yang cukup tangguh sangat membahayakan kedudukan 
Belanda. Oleh sebab itu Belanda terpaksa mengadakan perjanjian damai dengan Tuanku 
Imam Bonjol pada tahun 1824. Perjanjian itu disebut "Perjanjian Masang". Tetapi perjanjian 
itu dilanggar sendiri oleh Belanda dengan menyerang Negeri Pandai Sikat. 
Pertempuran-pertempuran berikutnya tidak banyak bererti, kerena Belanda harus mengumpul 
kekuatanya terhadap Perang Diponogoro. Tetapi setelah Perang Diponogoro selesai, maka 
Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran untuk menaklukan seluruh Sumatra 
Barat. 
Imam Bonjol dan pasukanya tak mahu menyerah dan dengan gigih membendung kekuatan 
musuh. Namun Kekuatan Belanda sangat besar, sehingga satu demi satu daerah Imam Bonjol 
dapat direbut Belanda. Tapi tiga bulan kemudian Bonjol dapat direbut kembali. Ini terjadi 
pada tahun 1832. 
Belanda kembali mengerahkan kekuatan pasukanya yang besar. Tak ketinggalan Gabernor 
Jeneral Van den Bosch ikut memimpin serangan ke atas Bonjol. Namun ia gagal. Ia mengajak 
Imam Bonjol berdamai dengan maklumat "Palakat Panjang", Tapi Tuanku Imam curiga. 
Untuk waktu-wakyu selanjutnya, kedudukan Tuanku Imam Bonjol bertambah sulit, namun ia 
tak mahukan untuk berdamai dengan Belanda.Tiga kali Belanda mengganti panglima 
perangnya untuk merebut Bonjol, sebuah negeri kecil dengan benteng dari tanah liat. Setelah 
tiga tahun dikepung, barulah Bonjol dapat dikuasai, iaitu pada tanggal 16 Ogos 1837. 
Pada tahun 1837, desa Imam Bonjol berjaya diambil alih oleh Belanda, dan Imam Bonjol 
akhirnya menyerah kalah. Dia kemudian diasingkan di beberapa tempat, dan pada akhirnya 
dibawa ke Minahasa. Dia diakui sebagai pahlawan nasional. 
Sebuah bangunan berciri khas Sumatera melindungi makam Imam Bonjol. Sebuah relief 
menggambarkan Imam Bonjol dalam perang Padri menghiasi salah satu dinding. Di samping 
bangunan ini adalah rumah asli tempat Imam Bonjol tinggal selama pengasingannya 
Riwayat Perjuangan 
Tak dapat dimungkiri, Perang Paderi meninggalkan kenangan heroik sekaligus traumatis 
dalam memori bangsa. Selama sekitar 20 tahun pertama perang itu (1803-1821) praktis yang 
berbunuhan adalah sesama orang Minang dan Mandailing atau Batak umumnya.
Campur tangan Belanda dalam perang itu ditandai dengan penyerangan Simawang dan Sulit 
Air oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema awal April 1821 atas perintah 
Residen James du Puy di Padang. Kompeni melibatkan diri dalam perang itu karena 
"diundang" kaum Adat. 
Pada 21 Februari 1821, kaum Adat resmi menyerahkan wilayah darek (pedalaman 
Minangkabau) kepada Kompeni dalam perjanjian yang diteken di Padang, sebagai 
kompensasi kepada Belanda yang bersedia membantu melawan kaum Paderi. Perjanjian itu 
dihadiri juga oleh sisa keluarga Dinasti Pagaruyung di bawah pimpinan Sultan Muningsyah 
yang selamat dari pembunuhan oleh pasukan Paderi yang dipimpin Tuanku Pasaman di Koto 
Tangah, dekat Batu Sangkar, pada 1815 (bukan 1803 seperti disebut Parlindungan, 2007:136- 
41). 
Perlawanan yang dilakukan oleh pasukan paderi cukup tangguh sehingga sangat menyulitkan 
Belanda untuk menundukkannya. Oleh sebab itu Belanda terpaksa mengadakan perjanjian 
damai dengan Tuanku Imam Bonjol pada tahun 1824. Gubernur Jendral Johannes van den 
Bosch pernah mengajak Tuanku Imam Bonjol berdamai dengan maklumat "Perjanjian 
Masang", karena disaat bersamaan Batavia juga kehabisan dana dalam menghadapi 
peperangan lain di Eropah dan Jawa seperti Perang Diponegoro. Tetapi perjanjian itu 
dilanggar sendiri oleh Belanda dengan menyerang Negeri Pandai Sikat. 
Namun, sejak awal 1833 perang berubah menjadi perang antara kaum Adat dan kaum Paderi 
melawan Belanda, kedua pihak bahu-membahu melawan Belanda, Pihak-pihak yang semula 
bertentangan akhirnya bersatu melawan Belanda. Diujung penyesalan muncul kesadaran, 
mengundang Belanda dalam konflik justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau itu 
sendiri . Bersatunya kaum Adat dan kaum Paderi ini dimulai dengan adanya kompromi yang 
dikenal dengan nama Plakat Tabek Patah yang mewujudkan konsensus Adat basandi Syarak, 
Syarak basandi Kitabullah (Adat berdasarkan Agama, Agama berdasarkan Kitabullah (Al- 
Qur'an)). 
Dalam MTIB, terefleksi ada rasa penyesalan Tuanku Imam Bonjol atas tindakan kaum Paderi 
atas sesama orang Minang dan Mandailing. Tuanku Imam Bonjol sadar, perjuangannya sudah 
melenceng dari ajaran agama. "Adopun hukum Kitabullah banyak lah malampau dek ulah 
kito juo. Baa dek kalian?" (Adapun banyak hukum Kitabullah yang sudah terlangkahi oleh 
kita. Bagaimana pikiran kalian?), ungkap Tuanku Imam Bonjol seperti tertulis dalam MTIB 
(hal 39). 
Penyesalan dan perjuangan heroik Tuanku Imam Bonjol bersama pengikutnya melawan 
Belanda yang mengepung Bonjol dari segala jurusan selama sekitar enam bulan (16 Maret-17 
Agustus 1837) juga dapat menjadi apresiasinya akan kepahlawanannya menentang 
penjajahan[3]. — seperti rinci dilaporkan G. Teitler yang berjudul Akhir Perang Paderi: 
Pengepungan dan Perampasan Bonjol 1834-1837.
Belanda menyerang benteng kaum Paderi di Bonjol dengan tentara yang dipimpin oleh 
jenderal dan para perwira Belanda, tetapi yang sebagian besar terdiri dari berbagai suku, 
seperti Jawa, Madura, Bugis, dan Ambon. Dalam daftar nama para perwira pasukan Belanda 
adalah Mayor Jendral Cochius, Letnan Kolonel Bauer, Mayor Sous, Kapten MacLean, 
Letnan Satu Van der Tak, Pembantu Letnan Satu Steinmetz dan seterusnya, tetapi juga nama 
Inlandsche (pribumi) seperti Kapitein Noto Prawiro, Indlandsche Luitenant Prawiro di Logo, 
Karto Wongso Wiro Redjo, Prawiro Sentiko, Prawiro Brotto, dan Merto Poero. 
Terdapat 148 perwira Eropa, 36 perwira pribumi, 1.103 tentara Eropa, 4.130 tentara pribumi, 
Sumenapsche hulptroepen hieronder begrepen (pasukan pembantu Sumenap alias Madura). 
Ketika dimulai serangan terhadap benteng Bonjol, orang-orang Bugis berada di bagian depan 
menyerang pertahanan Paderi. 
Dari Batavia didatangkan terus tambahan kekuatan tentara Belanda. Tanggal 20 Juli 1837 
tiba dengan Kapal Perle di Padang, Kapitein Sinninghe, sejumlah orang Eropa dan Afrika, 1 
sergeant, 4 korporaals dan 112 flankeurs. Yang belakangan ini menunjuk kepada serdadu 
Afrika yang direkrut oleh Belanda di benua itu, kini negara Ghana dan Mali. Mereka disebut 
Sepoys dan berdinas dalam tentara Belanda.
Biografi Pahlawan Cut Nyak Dien 
Nangroe Aceh Darussalam merupakan daerah yang banyak melahirkan pahlawan perempuan 
yang gigih tidak kenal kompromi melawan kaum imperialis. Cut Nyak Dien merupakan salah 
satu dari perempuan berhati baja yang di usianya yang lanjut masih mencabut rencong dan 
berusaha melawan pasukan Belanda sebelum ia akhirnya ditangkap. 
Pahlawan Kemerdekaan Nasional kelahiran Lampadang, Aceh, tahun 1848, ini sampai akhir 
hayatnya teguh memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Wanita yang dua kali menikah ini, 
juga bersuamikan pria-pria pejuang. Teuku Ibrahim Lamnga, suami pertamanya dan Teuku 
Umar suami keduanya adalah pejuang-pejuang kemerdekaan bahkan juga Pahlawan 
Kemerdekaan Nasional. 
TJOET NJAK DIEN lahir pada 1848 dari keluarga kalangan bangsawan yang sangat taat 
beragama. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, uleebalang VI Mukim, bagian dari wilayah 
Sagi XXV. Leluhur dari pihak ayahnya, yaitu Panglima Nanta, adalah keturunan Sultan Aceh 
yang pada permulaan abad ke-17 merupakan wakil Ratu Tajjul Alam di Sumatra Barat. 
Ibunda Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang bangsawan Lampagar. 
Sebagaimana lazimnya putri-putri bangsawan Aceh, sejak kecil Tjoet Njak Dien memperoleh 
pendidikan, khususnya pendidikan agama. Pendidikan ini selain diberikan orang tuanya, juga 
para guru agama. Pengetahuan mengenai rumah tangga, baik memasak maupun cara 
menghadapi atau melayani suami dan hal-hal yang menyangkut kehidupan sehari-hari,
didapatkan dari ibunda dan kerabatnya. Karena pengaruh didikan agama yang amat kuat, 
didukung suasana lingkungannya, Tjoet Njak Dhien memiliki sifat tabah, teguh pendirian dan 
tawakal.Tjoet Njak Dien dibesarkan dalam lingkungan suasana perjuangan yang amat 
dahsyat, suasana perang Aceh. Sebuah peperangan yang panjang dan melelahkan. 
Parlawanan yang keras itu semata-mata dilandasi keyakinan agama serta perasaan benci yang 
mendalam dan meluap-luap kepada kaum kafir. 
Tjoet Njak Dien dinikahkan oleh orang tuanya pada usia belia, yaitu tahun 1862 dengan 
Teuku Ibrahim Lamnga putra dari uleebalang Lam Nga XIII. Perayaan pernikahan 
dimeriahkan oleh kehadiran penyair terkenal Abdul Karim yang membawakan syair-syair 
bernafaskan agama dan mengagungkan perbuatan-perbuatan heroik sehingga dapat 
menggugah semangat bagi yang mendengarkannya, khususnya dalam rangka melawan kafir 
(Snouck Hourgronje, 1985: 107). Setelah dianggap mampu mengurus rumah tangga sendiri, 
pasangan tersebut pindah dari rumah orang tuanya. Selanjutnya kehidupan rumah tangganya 
berjalan baik dan harmonis. Mereka dikaruniai seorang anak laki-laki. 
Jiwa pejuang memang sudah diwarisi Cut Nyak Dien dari ayahnya yang seorang pejuang 
kemerdekaan yang tidak kenal kompromi dengan penjajahan. Dia yang dibesarkan dalam 
suasana memburuknya hubungan antara kerajaan Aceh dan Belanda semakin mempertebal 
jiwa patriotnya.Ketika perang Aceh meletus tahun 1873, suami Tjoet Njak Dien turut aktif di 
garis depan sehingga merupakan tokoh peperangan di daerah VI Mukim. Karena itu Teuku 
Ibrahim jarang berkumpul dengan istri dan anaknya. Tjoet Njak Dien mengikhlaskan 
keterlibatan suaminya dalam peperangan, bahkan menjadi pendorong dan pembakar 
semangat juang suaminya. Untuk mengobati kerinduan pada suaminya yang berada jauh di 
medan perang, sambil membuai sang buah hatinya ia menyanyikan syair-syair yang 
menumbuhkan semangat perjuangan. Ketika sesekali suaminya pulang ke rumah, maka yang 
dibicarakan dan dilakukan Tjoet Njak Dien tak lain adalah hal-hal yang berkaitan dengan 
perlawanan terhadap kaum kafir Belanda. 
Begitu menyakitkan perasaaan Cut Nyak Dien akan kematian suaminya yang semuanya 
bersumber dari kerakusan dan kekejaman kolonial Belanda. Hati ibu muda yang masih 
berusia 28 tahun itu bersumpah akan menuntut balas kematian suaminya sekaligus 
bersumpah hanya akan menikah dengan pria yang bersedia membantu usahanya menuntut 
balas tersebut. Hari-hari sepeninggal suaminya, dengan dibantu para pasukannya, dia terus 
melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda. 
Dua tahun setelah kematian suami pertamanya atau tepatnya pada tahun 1880, Cut Nyak Dien 
menikah lagi dengan Teuku Umar, kemenakan ayahnya. Sumpahnya yang hanya akan 
menikah dengan pria yang bersedia membantu menuntut balas kematian suami pertamanya 
benar-benar ditepati. Teuku Umar adalah seorang pejuang kemerdekaan yang terkenal 
banyak mendatangkan kerugian bagi pihak Belanda.Perlawanan terhadap Belanda kian hebat. 
Beberapa wilayah yang sudah dikuasai Belanda berhasil direbutnya. Dengan menikahi Tjoet 
Njak Dien mengakibatkan Teuku Umar kian mendapatkan dukungan. Meskipun telah 
mempunyai istri sebelumnya, Tjoet Njak Dien lah yang paling berpengaruh terhadap Teuku 
Umar. Perempuan inilah yang senantiasa membangkitkan semangat juangnya,
mempengaruhi, mengekang tindakannya, sekaligus menghilangkan kebiasaan buruknya. 
Sekilas mengenai Teuku Umar. Teuku Umar terkenal sebagai seorang pejuang yang banyak 
taktik. Pada tahun 1893, pernah berpura-pura melakukan kerja sama dengan Belanda hanya 
untuk memperoleh senjata dan perlengkapan perang. Setelah tiga tahun berpura-pura bekerja 
sama, Teuku Umar malah berbalik memerangi Belanda. Tapi dalam satu pertempuran di 
Meulaboh pada tanggal 11 Pebruari 1899, Teuku Umar gugur. 
Sejak meninggalnya Teuku Umar, selama 6 tahun Tjoet Njak Dien mengordinasikan 
serangan besar-besaran terhadap beberapa kedudukan Belanda. Segala barang berharga yang 
masih dimilikinya dikorbankan untuk mengisi kas peperangan. Cut Nyak Dien kembali 
sendiri lagi. Tapi walaupun tanpa dukungan dari seorang suami, perjuangannya tidak pernah 
surut, dia terus melanjutkan perjuangan di daerah pedalaman Meulaboh. Dia seorang pejuang 
yang pantang menyerah atau tunduk pada penjajah. Tidak mengenal kata kompromi bahkan 
walau dengan istilah berdamai sekalipun. 
Perlawanannya yang dilakukan secara bergerilya itu dirasakan Belanda sangat mengganggu 
bahkan membahayakan pendudukan mereka di tanah Aceh, sehingga pasukan Belanda selalu 
berusaha menangkapnya tapi sekalipun tidak pernah berhasil.Keterlibatan Tjoet Njak Dien 
dalam perang Aceh nampak sekali ketika terjadi pembakaran terhadap Mesjid Besar Aceh. 
Dengan amarah dan semangat yang menyala-nyala berserulah ia, “Hai sekalian mukmin 
yang bernama orang Aceh! Lihatlah! Saksikan sendiri dengan matamu mesjid kita 
dibakarnya! Mereka menentang Allah Subhanahuwataala, tempatmu beribadah 
dibinasakannya! Nama Allah dicemarkannya! Camkanlah itu! Janganlah kita 
melupakan budi si kafir yang serupa itu! Masih adakah orang Aceh yang suka 
mengampuni dosa si kafir yang serupa itu? Masih adakah orang Aceh yang suka 
menjadi budak Belanda?” (Szekely Lulofs, 1951:59). 
Lama-lama pasukan Tjoet Njak Dien melemah. Kehidupan putri bangsawan ini kian sengsara 
akibat selalu hidup di dalam hutan dengan makanan seadanya. Usianya kian lanjut, 
kesehatannya kian menurun, seiring dengan bertambahnya usia, Cut Nyak Dien pun semakin 
tua. Penglihatannya mulai rabun dan berbagai penyakit orang tua seperti encok pun mulai 
menyerang. Di samping itu jumlah pasukannya pun semakin berkurang, ditambah lagi situasi 
yang semakin sulit memperoleh makanan. Tapi, ketika Pang Laot Ali, tangan kanan sekaligus 
panglimanya, menawarkan untuk menyerah sebagai jalan pembebasan dari kehidupan yang 
serba terpencil dan penuh penderitaan ini, Tjoet Njak Dien menjadi sangat marah. Pang Laot 
Ali tetap tak sampai hati melihat penderitaan pimpinannya. Akhirnya ia menghianatinya. 
Kepada Belanda ia melaporkan persembunyiannya dengan beberapa syarat, di antaranya 
jangan melakukan kekerasan dan harus menghormatinya. 
Begitu teguhnya pendirian Cut Nyak Dien sehingga ketika sudah terkepung dan hendak 
ditangkap pun dia masih sempat mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda. 
Pasukan Belanda yang begitu banyak akhirnya berhasil menangkap tangannya. 
Ketika tertangkap wanita yang sudah tak berdaya dan rabun ini, mengangkat kedua belah 
tangannya dengan sikap menentang. Dari mulutnya terucap kalimat, “Ya Allah ya Tuhan 
inikah nasib perjuanganku? Di dalam bulan puasa aku diserahkan kepada kafir”.
Tjoet Njak Dien marah luar biasa kepada Pang Laot Ali. Sedangkan kepada Letnan Van 
Vureen yang memimpin operasi penangkapan itu sikap menentang mujahidah ini masih 
nampak dengan mencabut rencong hendak menikamnya.Tapi walaupun di dalam tawanan, 
dia masih terus melakukan kontak atau hubungan dengan para pejuang yang belum tunduk. 
Tindakannya itu kembali membuat pihak Belanda berang sehingga dia pun akhirnya dibuang 
ke Sumedang, Jawa Barat. yang berati mengingkari salah satu butir perjanjiannya dengan 
Pang Laot Ali. 
DI SUMEDANG tak banyak orang tahu perempuan ini. Tua renta dan bermata rabun. 
Pakaiannya lusuh, dan hanya itu saja yang melekat di tubuhnya. Sebuah tasbih tak lepas dari 
tangannya, juga sebuah periuk nasi dari tanah liat. Dia datang ke Sumedang bersama dua 
pengikutnya sebagai tahanan politik Belanda, yang ingin mengasingkannya dari medan 
perjuangannya di Aceh pada 11 Desember 1906. 
Perempuan tua itu lalu dititipkan kepada Bupati Sumedang Pangeran Aria Suriaatmaja, yang 
digelari Pangeran Makkah. Melihat perempuan yang amat taat beragama itu, Bupati tak 
menempatkannya di penjara, tetapi di rumah H. Ilyas, seorang tokoh agama, di belakang 
Kaum (masjid besar Sumedang). Di rumah itulah perempuan itu tinggal dan dirawat. 
Di antara mereka yang datang banyak membawakan makanan atau pakaian, selain karena 
mereka menaruh hormat dan simpati yang besar, juga karena Ibu Perbu tak bersedia 
menerima apapun yang diberikan oleh Belanda. 
Keadaan ini terus berlangsung hingga 6 November 1908, saat Ibu Perbu meninggal dunia. 
Dimakamkan secara hormat di Gunung Puyuh, sebuah komplek pemakaman para bangsawan 
pangeran Sumedang, tak jauh dari pusat kota Sumedang. Sampai wafatnya, masyarakat 
Sumedang belum tahu siapa sesungguhnya perempuan yang banyak memberikan manfaat 
bagi masyarakat itu, bahkan hingga kemerdekaan Indonesia. 
Ketika masyarakat Sumedang beralih generasi dan melupakan Ibu Perbu, pada tahun 60-an 
berdasarkan keterangan dari pemerintah Belanda baru diketahui bahwa Tjoet Njak Dhien, 
seorang pahlawan wanita Aceh yang terkenal telah diasingkan ke Pulau Jawa, Sumedang, 
Jawa Barat. Pengasingan itu berdasarkan Surat Keputusan No. 23 (Kolonial Verslag 
1907:12). Akhirnya dengan mudah dapat dipastikan bahwa Ibu Perbu tak lain adalah Tjoet 
Njak Dhien yang diasingkan Belanda bersama seorang panglima berusia 50 tahun dan 
seorang kemenakannya bernama Teungku Nana berusia 15 tahun. 
Perjuangan Tjoet Njak Dien menimbulkan rasa takjub para pakar sejarah asing, sehingga 
banyak buku yang melukiskan kehebatan pejuang wanita ini. Zentgraaff mengatakan, para 
wanita lah yang merupakan de leidster van het verzet (pemimpin perlawanan) terhadap 
Belanda dalam perang besar itu. Aceh mengenal Grandes Dames (wanita-wanita besar) yang 
memegang peranan penting dalam berbagai sector.
Biografi Kapitan Pattimura 
Nama Lengkap : Kapitan Pattimura 
Nama Asli: Thomas Matulessy 
Tanggal Lahir: Negeri Haria, Pulau Saparua-Maluku, tahun 1783 
Meninggal: 
Benteng Victoria, Ambon, 16 Desember 1817 
Perjuangan : Perlawannya terhadap penjajah Belanda pada tahun 1783. Perlawannya terhadap 
penjajahanBelanda pada tahun 1817 sempat merebut benteng Belanda di Saparua selama tiga 
bulan setelah sebelumnya melumpuhkan semua tentara Belanda di benteng tersebut. Namun 
beliau akhirnya tertangkap. Pengadilan kolonial Belanda menjatuhkan hukuman gantung 
padanya. Eksekusi yang dilakukan pada tanggal 16 Desember 1817 akhirnya merenggut 
jiwanya.Perlawanan sejati ditunjukkan oleh pahlawan ini dengan keteguhannya yang tidak 
mau kompromi dengan Belanda. Beberapa kali bujukan pemerintah Belanda agar beliau 
bersedia bekerjasama sebagai syarat untuk melepaskannya dari hukuman gantung tidak 
pernah menggodanya.
Beliau memilih gugur di tiang gantung sebagai Putra Kesuma Bangsa daripada hidup bebas 
sebagai penghianat yang sepanjang hayat akan disesali rahim ibu yang melahirkannya. 
Dalam sejarah pendudukan bangsa-bangsa eropa di Nusantara, banyak wilayah Indonesia 
yang pernah dikuasai oleh dua negara kolonial secara bergantian. Terkadang 
perpindahtanganan penguasaan dari satu negara ke negara lainnya itu malah kadang secara 
resmi dilakukan, tanpa perebutan. Demikianlah wilayah Maluku, daerah ini pernah dikuasai 
oleh bangsa Belanda kemudian berganti dikuasai oleh bangsa Inggris dan kembali lagi oleh 
Belanda. 
Thomas Matulessy sendiri pernah mengalami pergantian penguasaan itu. Pada tahun 1798, 
wilayah Maluku yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda berganti dikuasai oleh pasukan 
Inggris. Ketika pemerintahan Inggris berlangsung, Thomas Matulessy sempat masuk dinas 
militer Inggris dan terakhir berpangkat Sersan.Namun setelah 18 tahun pemerintahan Inggris 
di Maluku, tepatnya pada tahun 1816, Belanda kembali lagi berkuasa. Begitu pemerintahan 
Belanda kembali berkuasa, rakyat Maluku langsung mengalami penderitaan. Berbagai bentuk 
tekanan sering terjadi, seperti bekerja rodi, pemaksaan penyerahan hasil pertanian, dan lain 
sebagainya. Tidak tahan menerima tekanan-tekanan tersebut, akhirnya rakyat pun sepakat 
untuk mengadakan perlawanan untuk membebaskan diri. Perlawanan yang awalnya terjadi di 
Saparua itu kemudian dengan cepat merembet ke daerah lainnya diseluruh Maluku.
Biografi Sultan Hasanuddin - Ayam Jantan Dari Timur 
Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 dan meninggal di 
Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun, adalah Raja Gowa ke-16 dan 
pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir 
Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat 
tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal 
dengan Sultan Hasanuddin saja. dia diangkat menjadi Sultan ke 6 Kerajaan Gowa dalam usia 
24 tahun (tahun 1655). 
Sementara itu belanda memberinya gelar de Haav van de Oesten alias Ayam Jantan dari 
Timur karena kegigihannya dan keberaniannya dalam melawan Kolonial belanda. Sultan 
Hasanuddin lahir di Makassar, merupakan putera kedua dari Sultan Malikussaid, Raja Gowa 
ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili 
Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Gowa merupakan 
kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan. Pada tahun 
1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan 
kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain pihak, setelah 
Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil 
di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni.
Peperangan antara VOC dan Kerajaan Gowa (Sultan Hasanuddin) dimulai pada tahun 1660. 
Saat itu Belanda dibantu oleh Kerajaan Bone yang merupakan kerajaan taklukan dari 
Kerajaan Gowa. Pada peperangan tersebut, Panglima Bone, Tobala akhirnya tewas tetapi Aru 
Palaka berhasil meloloskan diri dan perang tersebut berakhir dengan perdamaian. Akan 
tetapi, perjanjian dama tersebut tidak berlangsung lama karena Sultan Hasanuddin yang 
merasa dirugikan kemudian menyerang dan merompak dua kapal Belanda , yaitu de Walvis 
dan Leeuwin. Belanda pun marah besar. 
Lalu Belanda mengirimkan armada perangnya yang besar yang dipimpin oleh Cornelis 
Speelman. Aru palaka, penguasa Kerajaan Bone juga ikut menyerang Kerajaan Gowa. Sultan 
Hasanuddin akhirnya terdesak dan akhirnya sepakat untuk menandatangani perjanjian 
Bongaya pada tanggal 18 November 1667. Pada tanggal 12 April 1668, Sultan Hasanuddin 
kembali melakukan serangan terhadap Belanda. Namun karena Belanda sudah kuat maka 
Benteng Sombaopu yang merupakan pertahanan terakhir Kerajaan Gowa berhasil dikuasai 
Belanda. Hingga akhir hidupnya, Sultan Hasanuddin tetap tidak mau bekerjasama dengan 
Belanda. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat 
pada tanggal 12 Juni 1670. Untuk Menghormati jasa-jasanya, Pemerintah menganugerahkan 
gelar Pahlawan Nasional kepadanya dengan SK Presiden Ri No 087/TK/1973.
Biografi Pangeran Antasari 
Nama Pahlawan : Pangeran Antasari 
Lahir : Banjarmasin, 1797 
Wafat : Bayan Begak, 11 Oktober 1862 
Makam : Banjarmasin. 
Perjuangan : Perlawanan rakyat Banjar terhadap Belanda dimulai saat Belanda 
mengangkat Tamjidillah sebgai Sultan Banjar menggantikan Sultan Adam yang wafat. 
Rakyat Banjar dan keluarga besar Kesultanan Banjar, termasuk Pangeran Antasari, menuntut 
agar Pangeran Hidayatullah, sebagai pewaris takhta Kesultanan Banjar, harus menjadi Sultan 
Banjar. Sejak saat itulah, rakyat Banjar dipimpin oleh Pangeran Hidayatullah, Pangeran 
Antasari, dan Demang Leman mengangkat senjata melawan Belanda. 
Pangeran Antasari berhasil menyerang dan menguasai kedudukan Belanda di Gunung Jabuk. 
Pangeran Antasari jugat menyerang tambang batubara Belanda di Pengaron. Pejuang-pejuang 
Banjar juga berhasil menenggelamkan kapal Onrust beserta pemimpinnya, seperti Laetnan 
Van der Velde dan Letnan Bangert. Peristiwa yang memalukan Belanda ini terjadi atas siasat 
Pangeran Antasari dan Tumenggung Suropati.
Pada Tahun 1861, Pangeran Hidayatullah berhasil ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke 
Cianjur, Jawa Barat. Pangeran antasari kemudian mengambil alih pimpinan utama. Ia 
diangkat oleh rakyat sebagai Panembahan Amiruddin Khafilatul Mu’min, sehingga kualitas 
peperangan menjadi semakin meningkat karena ada unsur agama. Sayang, Pangeran Antasari 
akhirnya wafat tanggal 11 Oktober 1862 karena penyakit cacar yang saat itu sedang mewabah 
di Kalimantan Selatan. Padahal, saat itu, ia sedang menyiapkan serangan besar-besaran 
terhadap Belanda.Untuk menghormati jasa-jasa Pangeran Antasari, berdasarkan Surat 
Keputusan Presiden RI, No.06/TK/1968, pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan 
Kemerdekaan Nasional Kepadanya
DAFTAR ISI 
Hal 
1. Ir. SOEKARNO ………………………………………………………… 1 
2. MOH. HATTA ………………………………………………………… 5 
3. SOEDIRMAN ………………………………………………………… 8 
4. DIPONEGORO ………………………………………………………… 12 
5. KI HAJAR DEWANTARA ………………………………………… 15 
6. RADEN AJENG KARTINI ………………………………………… 17 
7. IMAM BONJOL ………………………………………………………… 20 
8. CUT NYAK DIEN ………………………………………………………… 24 
9. PATTIMURA ………………………………………………………… 28 
10. HASANUDDIN ………………………………………………………… 30 
11. ANTASARI ………………………………………………………… 32
PAHLAWAN NASIONAL 
Disusun Oleh 
MUHAMMAD MAULIDI SURUR FAHMI 
Kelas VI 
MINU HASYIM ASYARI
Jl. Akses Tol 63A Tawangsari Kejapanan Gempol 
1. Pengertian Ragam Hias. 
Ragam hias disebut juga ornamen, merupakan salah satu bentuk karya seni 
rupa yang sudah berkembang sejak zaman prasejarah. Indonesia sebagai negara 
kepulauan memiliki banyak ragam hias. Ragam hias di Indonesia dipengaruhi oleh 
beberapa faktor, yaitu lingkungan alam, flora dan fauna serta manusia yang hidup di 
dalamnya. Keinginan untuk menghias merupakan naluri atau insting manusia. Faktor 
kepercayaan turut mendukung berkembangnya ragam hias karena adanya 
Perlambangan di balik gambar. Ragam hias memiliki makna karena disepakati oleh 
masyarakat penggunanya. Menggambar ragam hias dapat dilakukan dengan cara 
stilasi (digayakan) yang meliputi penyederhanaan bentuk dan perubahan bentuk 
(deformasi). 
2. Motif Ragam Hias. 
Ragam hias merupakan karya seni rupa yang diambil dari bentuk-bentuk flora 
(vegetal), fauna (animal), figural (manusia), dan bentuk geometris. Ragam hias 
tersebut dapat diterapkan pada media dua dan tiga dimensi. 
a. Ragam Hias Flora. 
Flora sebagai sumber objek motif ragam hias dapat dijumpai hampir di seluruh 
pulau di Indonesia. Ragam hias dengan motif flora (vegetal) mudah dijumpai pada 
barang-barang seni, seperti batik, ukiran, kain sulam, kain tenun, dan bordir.
b. Ragam Hias Fauna. 
Ragam hias fauna (animal) merupakan bentuk gambar motif yang diambil dari 
hewan tertentu. Hewan sebagai wujud ragam hias pada umumnya telah mengalami 
perubahan bentuk atau gaya. Beberapa hewan yang biasa dipakai sebagai objek ragam 
hias adalah kupu-kupu, burung, kadal, gajah, dan ikan. Ragam hias motif fauna telah 
mengalami deformasi namun tidak meninggalkan bentuk aslinya. Ragam hias fauna 
dapat dikombinasikan dengan motif flora dengan bentuk yang digayakan. 
Motif ragam hias daerah di Indonesia banyak menggunakan hewan sebagai 
objek ragam hias. Daerah-daerah tersebut seperti Yogyakarta, Bali, Sumatera, 
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Motif ragam hias fauna tersebut dapat dijumpai 
pada hasil karya batik, ukiran, sulaman, anyaman, tenun, dan kain bordir Ragam hias 
bentuk fauna dapat dijadikan sarana untuk memperkenalkan kearifan lokal daerah 
tertentu di Indonesia seperti burung cendrawasih di Papua, komodo di Nusa Tenggara 
Timur, dan gajah di Lampung.
c. Ragam Hias Geometris. 
Ragam hias geometris merupakan motif hias yang dikembangkan dari bentuk-bentuk 
geometris dan kemudian digayakan sesuai dengan selera dan imajinasi 
pembuatnya. Gaya ragam hias geometris dapat dijumpai di seluruh daerah di 
Indonesia, seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Ragam hias 
geometris dapat dibuat dengan menggabungkan bentuk-bentuk geometris ke dalam 
satu motif ragam hias.
d. Ragam Hias Figuratif. 
Bentuk ragam hias figuratif berupa objek manusia yang digambar dengan 
mendapatkan penggayaan bentuk. Ragam hias figuratif biasanya terdapat pada bahan 
tekstil maupun bahan kayu, yang proses pembuatannya dapat dilakukan dengan cara 
menggambar.
TUGAS SBK 
MOTIF RAGAM HIAS 
Disusun Oleh 
MUHAMMAD MAULIDI SURUR FAHMI 
MUHAMMAD AGIEL BAIHAQI 
Kelas VII E 
SMP NEGERI 1 BEJI
Jl. Wicaksono No 22A Gunung Gangsir Beji

Contenu connexe

Tendances

Tirani Matahari Terbit
Tirani Matahari TerbitTirani Matahari Terbit
Tirani Matahari Terbitmunawwabinta
 
ppt biografi soekarno
ppt biografi soekarnoppt biografi soekarno
ppt biografi soekarnoNovie Qodar
 
TUGAS PAHLAWAN KEMERDEKAAN INDONESIA (ARISKA COMPNET)
TUGAS PAHLAWAN KEMERDEKAAN INDONESIA (ARISKA COMPNET)TUGAS PAHLAWAN KEMERDEKAAN INDONESIA (ARISKA COMPNET)
TUGAS PAHLAWAN KEMERDEKAAN INDONESIA (ARISKA COMPNET)ARISKA COMPNET
 
Tokoh tokoh yang menyelesaikan disentegrasi di indonesia_sman 1 kejayan
Tokoh tokoh yang menyelesaikan disentegrasi di indonesia_sman 1 kejayanTokoh tokoh yang menyelesaikan disentegrasi di indonesia_sman 1 kejayan
Tokoh tokoh yang menyelesaikan disentegrasi di indonesia_sman 1 kejayantaufikdanyogi
 
Perkembangan Organisasi Bentukan Jepang (Militer dan Semi - Militer)
Perkembangan Organisasi Bentukan Jepang (Militer dan Semi - Militer)Perkembangan Organisasi Bentukan Jepang (Militer dan Semi - Militer)
Perkembangan Organisasi Bentukan Jepang (Militer dan Semi - Militer)irfi bifadlillah
 
Pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan
Pemberontakan DI/TII Kalimantan SelatanPemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan
Pemberontakan DI/TII Kalimantan SelatanJasmineAzZahra_28
 
MATERI SEJARAH PROKLAMASI POWER POINT
MATERI SEJARAH PROKLAMASI POWER POINTMATERI SEJARAH PROKLAMASI POWER POINT
MATERI SEJARAH PROKLAMASI POWER POINTVinkaAngelica81
 
Presentasi biografi B.J. Habibie
Presentasi biografi B.J. HabibiePresentasi biografi B.J. Habibie
Presentasi biografi B.J. Habibieeloksksm
 
Perjuangan Organisasi Pergerakan Kebangsaan
Perjuangan Organisasi Pergerakan KebangsaanPerjuangan Organisasi Pergerakan Kebangsaan
Perjuangan Organisasi Pergerakan KebangsaanNabilla Musri
 
Bandung lautan api
Bandung lautan apiBandung lautan api
Bandung lautan apiSci-Five
 
Sejarah Kelas 12 IPA 1: Ancaman Disintegrasi Bangsa 1948-1965
Sejarah Kelas 12 IPA 1: Ancaman Disintegrasi Bangsa 1948-1965Sejarah Kelas 12 IPA 1: Ancaman Disintegrasi Bangsa 1948-1965
Sejarah Kelas 12 IPA 1: Ancaman Disintegrasi Bangsa 1948-1965FXC 41
 
Masuknya jepang Ke indonesia
Masuknya jepang Ke indonesiaMasuknya jepang Ke indonesia
Masuknya jepang Ke indonesiaIrfan Yusriansyah
 
Perjuangan menghadapi pergolakan dalam negeri
Perjuangan menghadapi pergolakan dalam negeriPerjuangan menghadapi pergolakan dalam negeri
Perjuangan menghadapi pergolakan dalam negeriDewi Setiyani Putri
 

Tendances (20)

Tirani Matahari Terbit
Tirani Matahari TerbitTirani Matahari Terbit
Tirani Matahari Terbit
 
Sejarah VOC
Sejarah VOCSejarah VOC
Sejarah VOC
 
ppt biografi soekarno
ppt biografi soekarnoppt biografi soekarno
ppt biografi soekarno
 
TUGAS PAHLAWAN KEMERDEKAAN INDONESIA (ARISKA COMPNET)
TUGAS PAHLAWAN KEMERDEKAAN INDONESIA (ARISKA COMPNET)TUGAS PAHLAWAN KEMERDEKAAN INDONESIA (ARISKA COMPNET)
TUGAS PAHLAWAN KEMERDEKAAN INDONESIA (ARISKA COMPNET)
 
Tokoh tokoh yang menyelesaikan disentegrasi di indonesia_sman 1 kejayan
Tokoh tokoh yang menyelesaikan disentegrasi di indonesia_sman 1 kejayanTokoh tokoh yang menyelesaikan disentegrasi di indonesia_sman 1 kejayan
Tokoh tokoh yang menyelesaikan disentegrasi di indonesia_sman 1 kejayan
 
Pertempuran ambarawa
Pertempuran ambarawaPertempuran ambarawa
Pertempuran ambarawa
 
Biografi bj habibie
Biografi bj habibieBiografi bj habibie
Biografi bj habibie
 
Perkembangan Organisasi Bentukan Jepang (Militer dan Semi - Militer)
Perkembangan Organisasi Bentukan Jepang (Militer dan Semi - Militer)Perkembangan Organisasi Bentukan Jepang (Militer dan Semi - Militer)
Perkembangan Organisasi Bentukan Jepang (Militer dan Semi - Militer)
 
Pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan
Pemberontakan DI/TII Kalimantan SelatanPemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan
Pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan
 
MATERI SEJARAH PROKLAMASI POWER POINT
MATERI SEJARAH PROKLAMASI POWER POINTMATERI SEJARAH PROKLAMASI POWER POINT
MATERI SEJARAH PROKLAMASI POWER POINT
 
Budi utomo
Budi utomoBudi utomo
Budi utomo
 
Presentasi biografi B.J. Habibie
Presentasi biografi B.J. HabibiePresentasi biografi B.J. Habibie
Presentasi biografi B.J. Habibie
 
Perjuangan Organisasi Pergerakan Kebangsaan
Perjuangan Organisasi Pergerakan KebangsaanPerjuangan Organisasi Pergerakan Kebangsaan
Perjuangan Organisasi Pergerakan Kebangsaan
 
Bandung lautan api
Bandung lautan apiBandung lautan api
Bandung lautan api
 
Sejarah Kelas 12 IPA 1: Ancaman Disintegrasi Bangsa 1948-1965
Sejarah Kelas 12 IPA 1: Ancaman Disintegrasi Bangsa 1948-1965Sejarah Kelas 12 IPA 1: Ancaman Disintegrasi Bangsa 1948-1965
Sejarah Kelas 12 IPA 1: Ancaman Disintegrasi Bangsa 1948-1965
 
Perlawanan terhadap VOC
Perlawanan terhadap VOCPerlawanan terhadap VOC
Perlawanan terhadap VOC
 
Teori Brahmana
Teori BrahmanaTeori Brahmana
Teori Brahmana
 
Masuknya jepang Ke indonesia
Masuknya jepang Ke indonesiaMasuknya jepang Ke indonesia
Masuknya jepang Ke indonesia
 
Perjuangan menghadapi pergolakan dalam negeri
Perjuangan menghadapi pergolakan dalam negeriPerjuangan menghadapi pergolakan dalam negeri
Perjuangan menghadapi pergolakan dalam negeri
 
Pemberontakan APRA
Pemberontakan APRAPemberontakan APRA
Pemberontakan APRA
 

Similaire à Tugas ips surur (20)

Pkn presentation
Pkn presentationPkn presentation
Pkn presentation
 
Pkn presentation
Pkn presentationPkn presentation
Pkn presentation
 
Pkn presentation
Pkn presentationPkn presentation
Pkn presentation
 
Biografi soekarno
Biografi soekarnoBiografi soekarno
Biografi soekarno
 
Ir.Soekarno
Ir.SoekarnoIr.Soekarno
Ir.Soekarno
 
Ir.Soekarno
Ir.SoekarnoIr.Soekarno
Ir.Soekarno
 
Ppt ti
Ppt tiPpt ti
Ppt ti
 
Biografi sukarno
Biografi sukarnoBiografi sukarno
Biografi sukarno
 
sjw kel-4.pptx
sjw kel-4.pptxsjw kel-4.pptx
sjw kel-4.pptx
 
kelompok 3.pptx
kelompok 3.pptxkelompok 3.pptx
kelompok 3.pptx
 
Biografi presiden ir soekarno
Biografi presiden  ir soekarnoBiografi presiden  ir soekarno
Biografi presiden ir soekarno
 
Sejarah Kelas XII SMA Kurikulum 2013-Tokoh Nasional dan Daerah yang Berjuang ...
Sejarah Kelas XII SMA Kurikulum 2013-Tokoh Nasional dan Daerah yang Berjuang ...Sejarah Kelas XII SMA Kurikulum 2013-Tokoh Nasional dan Daerah yang Berjuang ...
Sejarah Kelas XII SMA Kurikulum 2013-Tokoh Nasional dan Daerah yang Berjuang ...
 
Biografi ir. soekarno
Biografi ir. soekarnoBiografi ir. soekarno
Biografi ir. soekarno
 
Sukarni
SukarniSukarni
Sukarni
 
Seputar g30 s PKI
Seputar g30 s PKISeputar g30 s PKI
Seputar g30 s PKI
 
Biografi
BiografiBiografi
Biografi
 
1.docx
1.docx1.docx
1.docx
 
Belajar dari biografi
Belajar dari biografiBelajar dari biografi
Belajar dari biografi
 
Ir
IrIr
Ir
 
Indonesia menggugat-pandangan-soekarno-thd-hukum
Indonesia menggugat-pandangan-soekarno-thd-hukumIndonesia menggugat-pandangan-soekarno-thd-hukum
Indonesia menggugat-pandangan-soekarno-thd-hukum
 

Tugas ips surur

  • 1. Biografi Ir. Soekarno, Presiden Pertama RI Ir. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno) (lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 - 1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya - berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat - menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.
  • 2. Latar belakang dan pendidikan Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai berasal dari Buleleng, Bali. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa). Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij. Masa pergerakan nasional Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931. Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hassan. Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu. Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942. Masa penjajahan Jepang Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI,
  • 3. Tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya. Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok. Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha. Masa kemerdekaan Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya. Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet.
  • 4. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara. Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC). Masa-masa kejatuhan Soekarno dimulai sejak ia "bercerai" dengan Wakil Presiden Moh. Hatta, pada tahun 1956, akibat pengunduran diri Hatta dari kancah perpolitikan Indonesia. Ditambah dengan sejumlah pemberontakan separatis yang terjadi di seluruh pelosok Indonesia, dan puncaknya, pemberontakan G 30 S, membuat Soekarno di dalam masa jabatannya tidak dapat "memenuhi" cita-cita bangsa Indonesia yang makmur dan sejahtera. Sakit hingga meninggal Soekarno sendiri wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di Wisma Yaso, Jakarta, setelah mengalami pengucilan oleh penggantinya Soeharto. Jenazahnya dikebumikan di Kota Blitar, Jawa Timur, dan kini menjadi ikon kota tersebut, karena setiap tahunnya dikunjungi ratusan ribu hingga jutaan wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Terutama pada saat penyelenggaraan Haul Bung Karno.
  • 5. Biografi Moh. Hatta, Wakil Presiden Pertama RI Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902; meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional Jakarta menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasanya sebagai salah seorang proklamator kemerdekaan Indonesia. Nama yang diberikan oleh orangtuanya ketika dilahirkan adalah Muhammad Athar. Anak perempuannya bernama Meutia Hatta menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dalam Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Perjuangan Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond (JSB) Cabang Padang. Di kota ini Hatta mulai menimbun pengetahuan perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca berbagai koran, bukan saja koran terbitan Padang tetapi juga Batavia. Lewat itulah Hatta mengenal pemikiran Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia, dan Agus Salim dalam Neratja.
  • 6. Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas ia bertolak ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School. Di sini, Hatta mulai aktif menulis. Karangannya dimuat dalam majalah Jong Sumatera, Namaku Hindania!” begitulah judulnya. Berkisah perihal janda cantik dan kaya yang terbujuk kimpoi lagi. Setelah ditinggal mati suaminya, Brahmana dari Hindustan, datanglah musafir dari Barat bernama Wolandia, yang kemudian meminangnya. Tapi Wolandia terlalu miskin sehingga lebih mencintai hartaku daripada diriku dan menyia-nyiakan anak-anakku, rutuk Hatta lewat Hindania. Pemuda Hatta makin tajam pemikirannya karena diasah dengan beragam bacaan, pengalaman sebagai Bendahara JSB Pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan asal Minangkabau yang mukim di Batavia, serta diskusi dengan temannya sesama anggota JSB. Selama menjabat Bendahara JSB Pusat, Hatta menjalin kerjasama dengan percetakan surat kabar Neratja. Hubungan itu terus berlanjut meski Hatta berada di Rotterdam, ia dipercaya sebagai koresponden. Suatu ketika pada medio tahun 1922, terjadi peristiwa yang mengemparkan Eropa, Turki yang dipandang sebagai kerajaan yang sedang runtuh (the sick man of Europe) memukul mundur tentara Yunani yang dijagokan oleh Inggris. Perangko Satu Abad Bung Hatta diterbitkan oleh PT Pos Indonesia tahun 2002 Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, lagi-lagi, sebagai Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh Hermen Kartawisastra. Pada tahun 1932 Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui proses pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta, bersama Soetan Sjahrir, ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Februari 1934. Hatta diasingkan ke Digul dan kemudian ke Banda selama 6 tahun. Pada tahun 1945, Hatta secara aklamasi diangkat sebagai wakil presiden pertama RI, bersama Bung Karno yang menjadi presiden RI sehari setelah ia dan bung karno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena peran tersebut maka keduanya disebut Bapak Proklamator Indonesia. Kehidupan pribadi Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal 18 Nopember 1945 di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia Farida, Gemala Rabi'ah, dan Halida Nuriah. Dua orang putrinya yang tertua telah menikah. Yang pertama dengan Dr. Sri-Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs. Mohammad Chalil Baridjambek. Hatta sempat menyaksikan kelahiran dua cucunya, yaitu Sri Juwita Hanum Swasono dan Mohamad Athar Baridjambek.
  • 7. Bung Hatta adalah nama salah seorang dari beribu pahlawan yang pernah memperjuangkan kemerdekaan dan kemajuan Indonesia. Sosok Bung Hatta telah menjadi begitu dekat dengan hati rakyat Indonesia karena perjuangan dan sifatnya yang begitu merakyat. Besarnya peran beliau dalam perjuangan negeri ini sehingga ai disebut sebagai salah seorang The Founding Fathers of Indonesia. Berbagai tulisan dan kisah perjuangan Muhammad Hatta telah ditulis dan dibukukan, mulai dari masa kecil, remeja, dewasa dan perjuangan beliau untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Namun ada hal yang rasanya perlu sedikit digali dan dipahami yaitu melihat Bung Hatta sebagai tokoh organisasi dan partai politik, hal ini dikaitkan dengan usaha melihat perkembangan kegiatan politik dan ketokohan politik di dunia politik Indonesia sekarang maka pantas rasanya kita ikut melihat perjuangan dan perjalanan kegiatan politik Bung Hatta. Setelah perang dunia I berakhir generasi muda Indonesia yang berprestasi makin banyak yang mendapat kesempatan mengenyam pendidikan luar negeri seperti di Belanda, Kairo (Mesir). Hal ini diperkuat dengan diberlakukannya politik balas budi oleh Belanda. Bung Hatta adalah salah seorang pemuda yang beruntung, beliau mendapat kesempatan belajar di Belanda. Kalau kita memperhatikan semangat berorganisasi Bung Hatta, sebenarnya telah tumbuh sewaktu beliau berada di Indoensia. Beliau pernah menjadi ketua Jong Sematera (1918-1921) dan semangat ini makin membara dengan asahan dari kultur pendidikan Belanda / Eropa yang bernafas demokrasi dan keterbukaan. Keinginan dan semangat berorganisasi Bung Hatta makin terlihat sewaktu beliau mulai aktif di kelompok Indonesische Vereeniging yang merupakan perkumpulan pemuda-pemuda Indonesia yang memikirkan dan berusaha memajukan Indonesia, bahkan dalam organisasi ini dinyatakan bahwa tujuan mereka adalah :  kemerdekaan bagi Indonesia . Dalam organisasi yang keras dan anti penjajahan ini Bung Hatta makin tahan banting karena banyaknya rintangan dan hambatan yang mereka hadapi. Walau mendapat tekanan, organisasi Indonesische Vereeniging tetap berkembang bahkan Januari 1925 organisasi ini dinyatakan sebagai sebuah organisasi politik yang kemudian dinamai Perhimpunan Indonesia (PI). Dan dalam organisasi ini Bung Hatta bertindak sebagai Pemimpinnya. Keterlibatan Bung Hatta dalam organisasi dan partai poltik bukan hanya di luar negeri tapi sekembalinya dari Belanda beliau juga aktif di PNI (Partai Nasional Indonesia) yang didirikan Soekarno tahun 1927.
  • 8. Biografi Jendral Besar Soedirman Jendral Besar Soedirman (Ejaan Soewandi: Sudirman) (lahir di Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga, 24 Januari 1916. Jenderal Sudirman merupakan salah satu tokoh besar di antara sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan oleh suatu revolusi. Saat usianya masih 31 tahun ia sudah menjadi seorang jenderal. Meski menderita sakit paru-paru yang parah, ia tetap bergerilya melawan Belanda. Ia berlatarbelakang seorang guru HIS Muhammadiyah di Cilacap dan giat di kepanduan Hizbul Wathan Ketika pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yang begitu tamat pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi Panglima Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI). Ia merupakan Pahlawan Pembela Kemerdekaan yang tidak perduli pada keadaan dirinya sendiri demi mempertahankan Republik Indonesia yang dicintainya. Ia tercatat sebagai Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda Republik ini. Sudirman merupakan salah satu pejuang dan pemimpin teladan bangsa ini. Pribadinya teguh pada prinsip dan keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa di atas kepentingan pribadinya. Ia selalu konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan tanah air, bangsa, dan negara. Hal ini boleh dilihat ketika Agresi Militer II
  • 9. Belanda. Ia yang dalam keadaan lemah karena sakit tetap bertekad ikut terjun bergerilya walaupun harus ditandu. Dalam keadaan sakit, ia memimpin dan memberi semangat pada prajuritnya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Itulah sebabnya kenapa ia disebutkan merupakan salah satu tokoh besar yang dilahirkan oleh revolusi negeri ini. Sudirman yang dilahirkan di Bodas Karangjati, Purbalingga, 24 Januari 1916, ini memperoleh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa, sebuah sekolah yang terkenal berjiwa nasional yang tinggi. Kemudian ia melanjut ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Solo tapi tidak sampai tamat. Sudirman muda yang terkenal disiplin dan giat di organisasi Pramuka Hizbul Wathan ini kemudian menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap. Kedisiplinan, jiwa pendidik dan kepanduan itulah kemudian bekal pribadinya hingga bisa menjadi pemimpin tertinggi Angkatan Perang. Sementara pendidikan militer diawalinya dengan mengikuti pendidikan tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor. Setelah selesai pendidikan, ia diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Ketika itu, pria yang memiliki sikap tegas ini sering memprotes tindakan tentara Jepang yang berbuat sewenang-wenang dan bertindak kasar terhadap anak buahnya. Karena sikap tegasnya itu, suatu kali dirinya hampir saja dibunuh oleh tentara Jepang. Setelah Indonesia merdeka, dalam suatu pertempuran dengan pasukan Jepang, ia berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas. Itulah jasa pertamanya sebagai tentara pasca kemerdekaan Indonesia. Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia kemudian diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel. Dan melalui Konferensi TKR tanggal 2 Nopember 1945, ia terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 1945, pangkat Jenderal diberikan padanya lewat pelantikan Presiden. Jadi ia memperoleh pangkat Jenderal tidak melalui Akademi Militer atau pendidikan tinggi lainnya sebagaimana lazimnya, tapi karena prestasinya. Ketika pasukan sekutu datang ke Indonesia dengan alasan untuk melucuti tentara Jepang, ternyata tentara Belanda ikut dibonceng. Karenanya, TKR akhirnya terlibat pertempuran dengan tentara sekutu. Demikianlah pada Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Sudirman terlibat pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa. Dan pada tanggal 12 Desember tahun yang sama, dilancarkanlah serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris. Pertempuran yang berkobar selama lima hari itu akhirnya memaksa pasukan Inggris mengundurkan diri ke Semarang. Pada saat pasukan Belanda kembali melakukan agresinya atau yang lebih dikenal dengan Agresi Militer II Belanda, Ibukota Negara RI berada di Yogyakarta sebab Kota Jakarta sebelumnya sudah dikuasai. Jenderal Sudirman yang saat itu berada di Yogyakarta sedang sakit. Keadaannya sangat lemah akibat paru-parunya yang hanya tingggal satu yang berfungsi.
  • 10. Dalam Agresi Militer II Belanda itu, Yogyakarta pun kemudian berhasil dikuasai Belanda. Bung Karno dan Bung Hatta serta beberapa anggota kabinet juga sudah ditawan. Melihat keadaan itu, walaupun Presiden Soekarno sebelumnya telah menganjurkannya untuk tetap tinggal dalam kota untuk melakukan perawatan. Namun anjuran itu tidak bisa dipenuhinya karena dorongan hatinya untuk melakukan perlawanan pada Belanda serta mengingat akan tanggungjawabnya sebagai pemimpin tentara. Maka dengan ditandu, ia berangkat memimpin pasukan untuk melakukan perang gerilya. Kurang lebih selama tujuh bulan ia berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain, dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah sekali sementara obat juga hampir-hampir tidak ada. Tapi kepada pasukannya ia selalu memberi semangat dan petunjuk seakan dia sendiri tidak merasakan penyakitnya. Namun akhirnya ia harus pulang dari medan gerilya, ia tidak bisa lagi memimpin Angkatan Perang secara langsung, tapi pemikirannya selalu dibutuhkan. Sudirman yang pada masa pendudukan Jepang menjadi anggota Badan Pengurus Makanan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Keresidenan Banyumas, ini pernah mendirikan koperasi untuk menolong rakyat dari bahaya kelaparan. Jenderal yang mempunyai jiwa sosial yang tinggi, ini akhirnya harus meninggal pada usia yang masih relatif muda, 34 tahun. Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar ini meninggal dunia di Magelang dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan. Berikut Ini Data Lengkap Tengtang Jendral Besar Soedirman Nama: Jenderal Sudirman Lahir: Bodas Karangjati, Purbalingga, 24 Januari 1916 Meninggal: Magelang, 29 Januari 1950 Agama: Islam Pendidikan Fomal: - Sekolah Taman Siswa - HIK Muhammadiyah, Solo (tidak tamat) Pendidikan Tentara: Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor Pengalaman Pekerjaan: Guru di HIS Muhammadiyah di Cilacap Pengalaman Organisasi: Kepanduan Hizbul Wathan
  • 11. Jabatan di Militer: - Panglima Besar TKR/TNI, dengan pangkat Jenderal - Panglima Divisi V/Banyumas, dengan pangkat Kolonel - Komandan Batalyon di Kroya Tanda Penghormatan: Pahlawan Pembela Kemerdekaan Meniggal: Magelang, 29 Januari 1950 Dimakamkan: Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta
  • 12. Biografi Pangeran Diponegoro Pangeran Diponegoro (lahir di Yogyakarta, 11 November 1785 – meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia. Makamnya berada di Makassar. Asal-usul Diponegoro Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Raden Mas Mustahar,[rujukan?] lalu diubah namanya oleh Hamengkubuwono II tahun 1805 menjadi Bendoro Raden Mas Ontowiryo. Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya, Sultan Hamengkubuwana III untuk mengangkatnya menjadi raja. Ia menolak mengingat ibunya bukanlah permaisuri. Mempunyai 3 orang istri, yaitu: Bendara Raden Ayu Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum.
  • 13. Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujui Diponegoro. Riwayat perjuangan Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak. Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden. Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Sampai akhirnya Diponegoro ditangkap pada 1830. Penangkapan dan pengasingan 1. 16 Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal, Bagelen (sekarang masuk wilayah Purworejo). Cleerens mengusulkan agar Kanjeng Pangeran dan pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu kedatangan Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia.Lukisan karya Nicolaas Pieneman, "Penyerahan diri Pangeran Diponegero kepada Jenderal De Kock". 2. 28 Maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan itu ditolak Diponegoro. Tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April. 3. 11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis (sekarang gedung Museum Fatahillah). Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch.
  • 14. 4. 30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Diposono dan istri, serta para pengikut lainnya seperti Mertoleksono, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruno akan dibuang ke Manado. 5. 3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado dan ditawan di benteng Amsterdam. 6. 1834 dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan. 7. 8 Januari 1855 Diponegoro wafat dan dimakamkan di kampung Jawa Makassar. Dalam perjuangannya, Pangeran Diponegoro dibantu oleh puteranya bernama Bagus Singlon atau Ki Sodewo. Ki Sodewo melakukan peperangan di wilayah Kulon Progo dan Bagelen. Bagus Singlon atau Ki Sodewo adalah Putera Pangeran Diponegoro dengan Raden Ayu Citrowati Puteri Bupati Madiun Raden Ronggo. Raden Ayu Citrowati adalah saudara satu ayah lain ibu dengan Sentot Prawiro Dirjo. Nama Raden Mas Singlon atau Bagus Singlon atau Ki Sodewo snediri telah masuk dalam daftar silsilah yang dikeluarkan oleh Tepas Darah Dalem Keraton Yogyakarta. Perjuangan Ki Sodewo untuk mendampingi ayahnya dilandasi rasa dendam pada kematian eyangnya (Ronggo) dan ibundanya ketika Raden Ronggo dipaksa menyerah karena memberontak kepada Belanda. Melalui tangan-tangan pangeran Mataram yang sudah dikendalikan oleh Patih Danurejo, maka Raden Ronggo dapat ditaklukkan. Ki Sodewo kecil dan Sentot bersama keluarga bupati Madiun lalu diserahkan ke Keraton sebagai barang bukti suksesnya penyerbuan. Ki Sodewo yang masih bayi lalu diambil oleh Pangeran Diponegoro lalu dititipkan pada sahabatnya bernama Ki Tembi. Ki Tembi lalu membawanya pergi dan selalu berpindah-pindah tempat agar keberadaannya tidak tercium oleh Belanda. Belanda sendiri pada saat itu sangat membenci anak turun Raden Ronggo yang sejak dulu terkenal sebagai penentang Belanda. Atas kehendak Pangeran Diponegoro, bayi tersebut diberi nama Singlon yang artinya penyamaran. Keturunan Ki Sodewo saat ini banyak tinggal di bekas kantung-kantung perjuangan Ki Sodewo pada saat itu dengan bermacam macam profesi. Dengan restu para sesepuh dan dimotori oleh keturunan ke 7 Pangeran Diponegoro yang bernama Raden Roni Muryanto, Keturunan Ki Sodewo membentuk sebuah paguyuban dengan nama Paguyuban Trah Sodewo.
  • 15. Biografi Ki Hajar Dewantara Nama: Ki Hajar Dewantara Gelar: Pahlawan Kemerdekaan Nasional Dasar Hukum: Kepres No.305 Tahun 1959 tanggal 28 November 1959 Lahir: Yogyakarta, 2 Mei 1889 Wafat: Yogyakarta, 28 April 1959 Makam: Yogyakarta R.M. Suwardi Suryaningrat, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Sesudah menamatkan Sekolah Dasar, ia melanjutkan pelajaran ke STOVIA di Jakarta, tetapi tidak sampai selesai. Sesudah itu, ia bekerja sebagai wartawan, membantu beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, dan Utusan Hindia. Bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo, pada tanggal 25 Desember 1912 ia mendirikan Indische Partij yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Pada tahun 1913 ia ikut membentuk Komite Bumiputra. Melalui komite itu dilancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dan penjajahan Prancis. Karangannya yang berjudul Als Ik een Nederlander was (Seandainya Aku Seorang Belanda), berisi sindiran dan kecaman yang pedas. Akibatnya, pada bulan Agustus 1913 ia dibuang ke negeri Belanda. Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga ia berhasil memperoleh Europeesche Akte.
  • 16. Setelah kembali ke tanah air pada tahun 1918, ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan. Pada tanggal 3 Juli 1922 didirikannya Taman Siswa, sebuah perguruan yang bercorak nasional. Kepada anak didik ditanamkan rasa kebangsaan agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Banyak rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa, antara lain adanya Ordonansi Sekolah Liar yang dikeluarkan oleh Pemerintah Belanda. Tetapi, berkat perjuangan Ki Hajar Dewantara, ordonansi itu dicabut kembali. Pada masa Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan Ki Hajar Dewantara. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) pada tahun 1943, ia duduk sebagai salah seorang pemimpinnya di samping Ir. Sukarno, Drs. Muhammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur. Jabatan yang pernah dipegangnya setelah Indonesia merdeka ialah Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional dan pendiri Taman Siswa. Ajarannya yang terkenal ialah Tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sung tulada, artinya: di belakang memberi dorongan, di tengah memberi teladan. Ia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Hari lahir Ki Hajar Dewantara, tanggal 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
  • 17. Biografi Raden Ajeng Kartini Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkimpoian itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
  • 18. Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah. Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de- Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda. Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang. Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
  • 19. Kontroversi Ada kalangan yang meragukan kebenaran surat-surat Kartini. Ada dugaan J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan saat itu, merekayasa surat-surat Kartini. Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda, dan Abendanon termasuk yang berkepentingan dan mendukung politik etis. Hingga saat ini pun sebagian besar naskah asli surat tak diketahui keberadaannya. Menurut almarhumah Sulastin Sutrisno, jejak keturunan J.H. Abendanon pun sukar untuk dilacak Pemerintah Belanda. Penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar juga agak diperdebatkan. Pihak yang tidak begitu menyetujui, mengusulkan agar tidak hanya merayakan Hari Kartini saja, namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember. Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya, karena masih ada pahlawan wanita lain yang tidak kalah hebat dengan Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya. Pihak yang pro mengatakan bahwa Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja, melainkan adalah tokoh nasional; artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah melingkupi perjuangan nasional. Buku-Buku Habis Gelap Terbitlah Terang Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904 Panggil Aku Kartini Saja Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya Aku Mau Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903
  • 20. Biografi Tuanku Imam Bonjol Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat 1772 - wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864), bernama asli Muhammad Shahab atau Petto Syarif, adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda, peperangan itu dikenal dengan nama Perang Padri di tahun 1803-1837. Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973 . Tuanku Imam Bonjol dilahirkan di Bonjol, Pasaman, Indonesia pada tahun 1772.Beliau kemudiannya meninggal dunia di Manado, Sulawesi pada 6 November 1864 dalam usia 92 tahun dan dimakamkan di Khusus Lotak, Minahasa. Tuanku Imam Bonjol bukanlah seorang Minahasa. Dia berasal dari Sumatera Barat. "Tuanku Imam Bonjol" adalah sebuah gelaran yang diberikan kepada guru-guru agama di Sumatra. Nama asli Imam Bonjol adalah Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin. Dia adalah pemimpin yang paling terkenal dalam gerakan dakwah di Sumatera, yang pada mulanya menentang perjudian, laga ayam, penyalahggunaan dadah, minuman keras, dan tembakau, tetapi kemudian mengadakan penentangan terhadap penjajahan Belandayang memiliki semboyan Gold, Glory, Gospel sehingga mengakibatkan perang Padri (1821-1837).
  • 21. Mula-mula ia belajar agama dari ayahnya, Buya Nudin. Kemudian dari beberapa orang ulama lainya, seperti Tuanku Nan Renceh. Imam Bonjol adalah pengasas negeri Bonjol. Pertentangan kaum Adat dengan kaum Paderi atau kaum agama turut melibatkan Tuanku Imam Bonjol. Kaum paderi berusaha membersihkan ajaran agama islam yang telah banyak diselewengkan agar dikembalikan kepada ajaran agama islam yang murni. Golongan adat yang merasa terancam kedudukanya, mendapat bantuan dari Belanda. Namun gerakan pasukan Imam Bonjol yang cukup tangguh sangat membahayakan kedudukan Belanda. Oleh sebab itu Belanda terpaksa mengadakan perjanjian damai dengan Tuanku Imam Bonjol pada tahun 1824. Perjanjian itu disebut "Perjanjian Masang". Tetapi perjanjian itu dilanggar sendiri oleh Belanda dengan menyerang Negeri Pandai Sikat. Pertempuran-pertempuran berikutnya tidak banyak bererti, kerena Belanda harus mengumpul kekuatanya terhadap Perang Diponogoro. Tetapi setelah Perang Diponogoro selesai, maka Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran untuk menaklukan seluruh Sumatra Barat. Imam Bonjol dan pasukanya tak mahu menyerah dan dengan gigih membendung kekuatan musuh. Namun Kekuatan Belanda sangat besar, sehingga satu demi satu daerah Imam Bonjol dapat direbut Belanda. Tapi tiga bulan kemudian Bonjol dapat direbut kembali. Ini terjadi pada tahun 1832. Belanda kembali mengerahkan kekuatan pasukanya yang besar. Tak ketinggalan Gabernor Jeneral Van den Bosch ikut memimpin serangan ke atas Bonjol. Namun ia gagal. Ia mengajak Imam Bonjol berdamai dengan maklumat "Palakat Panjang", Tapi Tuanku Imam curiga. Untuk waktu-wakyu selanjutnya, kedudukan Tuanku Imam Bonjol bertambah sulit, namun ia tak mahukan untuk berdamai dengan Belanda.Tiga kali Belanda mengganti panglima perangnya untuk merebut Bonjol, sebuah negeri kecil dengan benteng dari tanah liat. Setelah tiga tahun dikepung, barulah Bonjol dapat dikuasai, iaitu pada tanggal 16 Ogos 1837. Pada tahun 1837, desa Imam Bonjol berjaya diambil alih oleh Belanda, dan Imam Bonjol akhirnya menyerah kalah. Dia kemudian diasingkan di beberapa tempat, dan pada akhirnya dibawa ke Minahasa. Dia diakui sebagai pahlawan nasional. Sebuah bangunan berciri khas Sumatera melindungi makam Imam Bonjol. Sebuah relief menggambarkan Imam Bonjol dalam perang Padri menghiasi salah satu dinding. Di samping bangunan ini adalah rumah asli tempat Imam Bonjol tinggal selama pengasingannya Riwayat Perjuangan Tak dapat dimungkiri, Perang Paderi meninggalkan kenangan heroik sekaligus traumatis dalam memori bangsa. Selama sekitar 20 tahun pertama perang itu (1803-1821) praktis yang berbunuhan adalah sesama orang Minang dan Mandailing atau Batak umumnya.
  • 22. Campur tangan Belanda dalam perang itu ditandai dengan penyerangan Simawang dan Sulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema awal April 1821 atas perintah Residen James du Puy di Padang. Kompeni melibatkan diri dalam perang itu karena "diundang" kaum Adat. Pada 21 Februari 1821, kaum Adat resmi menyerahkan wilayah darek (pedalaman Minangkabau) kepada Kompeni dalam perjanjian yang diteken di Padang, sebagai kompensasi kepada Belanda yang bersedia membantu melawan kaum Paderi. Perjanjian itu dihadiri juga oleh sisa keluarga Dinasti Pagaruyung di bawah pimpinan Sultan Muningsyah yang selamat dari pembunuhan oleh pasukan Paderi yang dipimpin Tuanku Pasaman di Koto Tangah, dekat Batu Sangkar, pada 1815 (bukan 1803 seperti disebut Parlindungan, 2007:136- 41). Perlawanan yang dilakukan oleh pasukan paderi cukup tangguh sehingga sangat menyulitkan Belanda untuk menundukkannya. Oleh sebab itu Belanda terpaksa mengadakan perjanjian damai dengan Tuanku Imam Bonjol pada tahun 1824. Gubernur Jendral Johannes van den Bosch pernah mengajak Tuanku Imam Bonjol berdamai dengan maklumat "Perjanjian Masang", karena disaat bersamaan Batavia juga kehabisan dana dalam menghadapi peperangan lain di Eropah dan Jawa seperti Perang Diponegoro. Tetapi perjanjian itu dilanggar sendiri oleh Belanda dengan menyerang Negeri Pandai Sikat. Namun, sejak awal 1833 perang berubah menjadi perang antara kaum Adat dan kaum Paderi melawan Belanda, kedua pihak bahu-membahu melawan Belanda, Pihak-pihak yang semula bertentangan akhirnya bersatu melawan Belanda. Diujung penyesalan muncul kesadaran, mengundang Belanda dalam konflik justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau itu sendiri . Bersatunya kaum Adat dan kaum Paderi ini dimulai dengan adanya kompromi yang dikenal dengan nama Plakat Tabek Patah yang mewujudkan konsensus Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah (Adat berdasarkan Agama, Agama berdasarkan Kitabullah (Al- Qur'an)). Dalam MTIB, terefleksi ada rasa penyesalan Tuanku Imam Bonjol atas tindakan kaum Paderi atas sesama orang Minang dan Mandailing. Tuanku Imam Bonjol sadar, perjuangannya sudah melenceng dari ajaran agama. "Adopun hukum Kitabullah banyak lah malampau dek ulah kito juo. Baa dek kalian?" (Adapun banyak hukum Kitabullah yang sudah terlangkahi oleh kita. Bagaimana pikiran kalian?), ungkap Tuanku Imam Bonjol seperti tertulis dalam MTIB (hal 39). Penyesalan dan perjuangan heroik Tuanku Imam Bonjol bersama pengikutnya melawan Belanda yang mengepung Bonjol dari segala jurusan selama sekitar enam bulan (16 Maret-17 Agustus 1837) juga dapat menjadi apresiasinya akan kepahlawanannya menentang penjajahan[3]. — seperti rinci dilaporkan G. Teitler yang berjudul Akhir Perang Paderi: Pengepungan dan Perampasan Bonjol 1834-1837.
  • 23. Belanda menyerang benteng kaum Paderi di Bonjol dengan tentara yang dipimpin oleh jenderal dan para perwira Belanda, tetapi yang sebagian besar terdiri dari berbagai suku, seperti Jawa, Madura, Bugis, dan Ambon. Dalam daftar nama para perwira pasukan Belanda adalah Mayor Jendral Cochius, Letnan Kolonel Bauer, Mayor Sous, Kapten MacLean, Letnan Satu Van der Tak, Pembantu Letnan Satu Steinmetz dan seterusnya, tetapi juga nama Inlandsche (pribumi) seperti Kapitein Noto Prawiro, Indlandsche Luitenant Prawiro di Logo, Karto Wongso Wiro Redjo, Prawiro Sentiko, Prawiro Brotto, dan Merto Poero. Terdapat 148 perwira Eropa, 36 perwira pribumi, 1.103 tentara Eropa, 4.130 tentara pribumi, Sumenapsche hulptroepen hieronder begrepen (pasukan pembantu Sumenap alias Madura). Ketika dimulai serangan terhadap benteng Bonjol, orang-orang Bugis berada di bagian depan menyerang pertahanan Paderi. Dari Batavia didatangkan terus tambahan kekuatan tentara Belanda. Tanggal 20 Juli 1837 tiba dengan Kapal Perle di Padang, Kapitein Sinninghe, sejumlah orang Eropa dan Afrika, 1 sergeant, 4 korporaals dan 112 flankeurs. Yang belakangan ini menunjuk kepada serdadu Afrika yang direkrut oleh Belanda di benua itu, kini negara Ghana dan Mali. Mereka disebut Sepoys dan berdinas dalam tentara Belanda.
  • 24. Biografi Pahlawan Cut Nyak Dien Nangroe Aceh Darussalam merupakan daerah yang banyak melahirkan pahlawan perempuan yang gigih tidak kenal kompromi melawan kaum imperialis. Cut Nyak Dien merupakan salah satu dari perempuan berhati baja yang di usianya yang lanjut masih mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda sebelum ia akhirnya ditangkap. Pahlawan Kemerdekaan Nasional kelahiran Lampadang, Aceh, tahun 1848, ini sampai akhir hayatnya teguh memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Wanita yang dua kali menikah ini, juga bersuamikan pria-pria pejuang. Teuku Ibrahim Lamnga, suami pertamanya dan Teuku Umar suami keduanya adalah pejuang-pejuang kemerdekaan bahkan juga Pahlawan Kemerdekaan Nasional. TJOET NJAK DIEN lahir pada 1848 dari keluarga kalangan bangsawan yang sangat taat beragama. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, uleebalang VI Mukim, bagian dari wilayah Sagi XXV. Leluhur dari pihak ayahnya, yaitu Panglima Nanta, adalah keturunan Sultan Aceh yang pada permulaan abad ke-17 merupakan wakil Ratu Tajjul Alam di Sumatra Barat. Ibunda Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang bangsawan Lampagar. Sebagaimana lazimnya putri-putri bangsawan Aceh, sejak kecil Tjoet Njak Dien memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan agama. Pendidikan ini selain diberikan orang tuanya, juga para guru agama. Pengetahuan mengenai rumah tangga, baik memasak maupun cara menghadapi atau melayani suami dan hal-hal yang menyangkut kehidupan sehari-hari,
  • 25. didapatkan dari ibunda dan kerabatnya. Karena pengaruh didikan agama yang amat kuat, didukung suasana lingkungannya, Tjoet Njak Dhien memiliki sifat tabah, teguh pendirian dan tawakal.Tjoet Njak Dien dibesarkan dalam lingkungan suasana perjuangan yang amat dahsyat, suasana perang Aceh. Sebuah peperangan yang panjang dan melelahkan. Parlawanan yang keras itu semata-mata dilandasi keyakinan agama serta perasaan benci yang mendalam dan meluap-luap kepada kaum kafir. Tjoet Njak Dien dinikahkan oleh orang tuanya pada usia belia, yaitu tahun 1862 dengan Teuku Ibrahim Lamnga putra dari uleebalang Lam Nga XIII. Perayaan pernikahan dimeriahkan oleh kehadiran penyair terkenal Abdul Karim yang membawakan syair-syair bernafaskan agama dan mengagungkan perbuatan-perbuatan heroik sehingga dapat menggugah semangat bagi yang mendengarkannya, khususnya dalam rangka melawan kafir (Snouck Hourgronje, 1985: 107). Setelah dianggap mampu mengurus rumah tangga sendiri, pasangan tersebut pindah dari rumah orang tuanya. Selanjutnya kehidupan rumah tangganya berjalan baik dan harmonis. Mereka dikaruniai seorang anak laki-laki. Jiwa pejuang memang sudah diwarisi Cut Nyak Dien dari ayahnya yang seorang pejuang kemerdekaan yang tidak kenal kompromi dengan penjajahan. Dia yang dibesarkan dalam suasana memburuknya hubungan antara kerajaan Aceh dan Belanda semakin mempertebal jiwa patriotnya.Ketika perang Aceh meletus tahun 1873, suami Tjoet Njak Dien turut aktif di garis depan sehingga merupakan tokoh peperangan di daerah VI Mukim. Karena itu Teuku Ibrahim jarang berkumpul dengan istri dan anaknya. Tjoet Njak Dien mengikhlaskan keterlibatan suaminya dalam peperangan, bahkan menjadi pendorong dan pembakar semangat juang suaminya. Untuk mengobati kerinduan pada suaminya yang berada jauh di medan perang, sambil membuai sang buah hatinya ia menyanyikan syair-syair yang menumbuhkan semangat perjuangan. Ketika sesekali suaminya pulang ke rumah, maka yang dibicarakan dan dilakukan Tjoet Njak Dien tak lain adalah hal-hal yang berkaitan dengan perlawanan terhadap kaum kafir Belanda. Begitu menyakitkan perasaaan Cut Nyak Dien akan kematian suaminya yang semuanya bersumber dari kerakusan dan kekejaman kolonial Belanda. Hati ibu muda yang masih berusia 28 tahun itu bersumpah akan menuntut balas kematian suaminya sekaligus bersumpah hanya akan menikah dengan pria yang bersedia membantu usahanya menuntut balas tersebut. Hari-hari sepeninggal suaminya, dengan dibantu para pasukannya, dia terus melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda. Dua tahun setelah kematian suami pertamanya atau tepatnya pada tahun 1880, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan Teuku Umar, kemenakan ayahnya. Sumpahnya yang hanya akan menikah dengan pria yang bersedia membantu menuntut balas kematian suami pertamanya benar-benar ditepati. Teuku Umar adalah seorang pejuang kemerdekaan yang terkenal banyak mendatangkan kerugian bagi pihak Belanda.Perlawanan terhadap Belanda kian hebat. Beberapa wilayah yang sudah dikuasai Belanda berhasil direbutnya. Dengan menikahi Tjoet Njak Dien mengakibatkan Teuku Umar kian mendapatkan dukungan. Meskipun telah mempunyai istri sebelumnya, Tjoet Njak Dien lah yang paling berpengaruh terhadap Teuku Umar. Perempuan inilah yang senantiasa membangkitkan semangat juangnya,
  • 26. mempengaruhi, mengekang tindakannya, sekaligus menghilangkan kebiasaan buruknya. Sekilas mengenai Teuku Umar. Teuku Umar terkenal sebagai seorang pejuang yang banyak taktik. Pada tahun 1893, pernah berpura-pura melakukan kerja sama dengan Belanda hanya untuk memperoleh senjata dan perlengkapan perang. Setelah tiga tahun berpura-pura bekerja sama, Teuku Umar malah berbalik memerangi Belanda. Tapi dalam satu pertempuran di Meulaboh pada tanggal 11 Pebruari 1899, Teuku Umar gugur. Sejak meninggalnya Teuku Umar, selama 6 tahun Tjoet Njak Dien mengordinasikan serangan besar-besaran terhadap beberapa kedudukan Belanda. Segala barang berharga yang masih dimilikinya dikorbankan untuk mengisi kas peperangan. Cut Nyak Dien kembali sendiri lagi. Tapi walaupun tanpa dukungan dari seorang suami, perjuangannya tidak pernah surut, dia terus melanjutkan perjuangan di daerah pedalaman Meulaboh. Dia seorang pejuang yang pantang menyerah atau tunduk pada penjajah. Tidak mengenal kata kompromi bahkan walau dengan istilah berdamai sekalipun. Perlawanannya yang dilakukan secara bergerilya itu dirasakan Belanda sangat mengganggu bahkan membahayakan pendudukan mereka di tanah Aceh, sehingga pasukan Belanda selalu berusaha menangkapnya tapi sekalipun tidak pernah berhasil.Keterlibatan Tjoet Njak Dien dalam perang Aceh nampak sekali ketika terjadi pembakaran terhadap Mesjid Besar Aceh. Dengan amarah dan semangat yang menyala-nyala berserulah ia, “Hai sekalian mukmin yang bernama orang Aceh! Lihatlah! Saksikan sendiri dengan matamu mesjid kita dibakarnya! Mereka menentang Allah Subhanahuwataala, tempatmu beribadah dibinasakannya! Nama Allah dicemarkannya! Camkanlah itu! Janganlah kita melupakan budi si kafir yang serupa itu! Masih adakah orang Aceh yang suka mengampuni dosa si kafir yang serupa itu? Masih adakah orang Aceh yang suka menjadi budak Belanda?” (Szekely Lulofs, 1951:59). Lama-lama pasukan Tjoet Njak Dien melemah. Kehidupan putri bangsawan ini kian sengsara akibat selalu hidup di dalam hutan dengan makanan seadanya. Usianya kian lanjut, kesehatannya kian menurun, seiring dengan bertambahnya usia, Cut Nyak Dien pun semakin tua. Penglihatannya mulai rabun dan berbagai penyakit orang tua seperti encok pun mulai menyerang. Di samping itu jumlah pasukannya pun semakin berkurang, ditambah lagi situasi yang semakin sulit memperoleh makanan. Tapi, ketika Pang Laot Ali, tangan kanan sekaligus panglimanya, menawarkan untuk menyerah sebagai jalan pembebasan dari kehidupan yang serba terpencil dan penuh penderitaan ini, Tjoet Njak Dien menjadi sangat marah. Pang Laot Ali tetap tak sampai hati melihat penderitaan pimpinannya. Akhirnya ia menghianatinya. Kepada Belanda ia melaporkan persembunyiannya dengan beberapa syarat, di antaranya jangan melakukan kekerasan dan harus menghormatinya. Begitu teguhnya pendirian Cut Nyak Dien sehingga ketika sudah terkepung dan hendak ditangkap pun dia masih sempat mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda. Pasukan Belanda yang begitu banyak akhirnya berhasil menangkap tangannya. Ketika tertangkap wanita yang sudah tak berdaya dan rabun ini, mengangkat kedua belah tangannya dengan sikap menentang. Dari mulutnya terucap kalimat, “Ya Allah ya Tuhan inikah nasib perjuanganku? Di dalam bulan puasa aku diserahkan kepada kafir”.
  • 27. Tjoet Njak Dien marah luar biasa kepada Pang Laot Ali. Sedangkan kepada Letnan Van Vureen yang memimpin operasi penangkapan itu sikap menentang mujahidah ini masih nampak dengan mencabut rencong hendak menikamnya.Tapi walaupun di dalam tawanan, dia masih terus melakukan kontak atau hubungan dengan para pejuang yang belum tunduk. Tindakannya itu kembali membuat pihak Belanda berang sehingga dia pun akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. yang berati mengingkari salah satu butir perjanjiannya dengan Pang Laot Ali. DI SUMEDANG tak banyak orang tahu perempuan ini. Tua renta dan bermata rabun. Pakaiannya lusuh, dan hanya itu saja yang melekat di tubuhnya. Sebuah tasbih tak lepas dari tangannya, juga sebuah periuk nasi dari tanah liat. Dia datang ke Sumedang bersama dua pengikutnya sebagai tahanan politik Belanda, yang ingin mengasingkannya dari medan perjuangannya di Aceh pada 11 Desember 1906. Perempuan tua itu lalu dititipkan kepada Bupati Sumedang Pangeran Aria Suriaatmaja, yang digelari Pangeran Makkah. Melihat perempuan yang amat taat beragama itu, Bupati tak menempatkannya di penjara, tetapi di rumah H. Ilyas, seorang tokoh agama, di belakang Kaum (masjid besar Sumedang). Di rumah itulah perempuan itu tinggal dan dirawat. Di antara mereka yang datang banyak membawakan makanan atau pakaian, selain karena mereka menaruh hormat dan simpati yang besar, juga karena Ibu Perbu tak bersedia menerima apapun yang diberikan oleh Belanda. Keadaan ini terus berlangsung hingga 6 November 1908, saat Ibu Perbu meninggal dunia. Dimakamkan secara hormat di Gunung Puyuh, sebuah komplek pemakaman para bangsawan pangeran Sumedang, tak jauh dari pusat kota Sumedang. Sampai wafatnya, masyarakat Sumedang belum tahu siapa sesungguhnya perempuan yang banyak memberikan manfaat bagi masyarakat itu, bahkan hingga kemerdekaan Indonesia. Ketika masyarakat Sumedang beralih generasi dan melupakan Ibu Perbu, pada tahun 60-an berdasarkan keterangan dari pemerintah Belanda baru diketahui bahwa Tjoet Njak Dhien, seorang pahlawan wanita Aceh yang terkenal telah diasingkan ke Pulau Jawa, Sumedang, Jawa Barat. Pengasingan itu berdasarkan Surat Keputusan No. 23 (Kolonial Verslag 1907:12). Akhirnya dengan mudah dapat dipastikan bahwa Ibu Perbu tak lain adalah Tjoet Njak Dhien yang diasingkan Belanda bersama seorang panglima berusia 50 tahun dan seorang kemenakannya bernama Teungku Nana berusia 15 tahun. Perjuangan Tjoet Njak Dien menimbulkan rasa takjub para pakar sejarah asing, sehingga banyak buku yang melukiskan kehebatan pejuang wanita ini. Zentgraaff mengatakan, para wanita lah yang merupakan de leidster van het verzet (pemimpin perlawanan) terhadap Belanda dalam perang besar itu. Aceh mengenal Grandes Dames (wanita-wanita besar) yang memegang peranan penting dalam berbagai sector.
  • 28. Biografi Kapitan Pattimura Nama Lengkap : Kapitan Pattimura Nama Asli: Thomas Matulessy Tanggal Lahir: Negeri Haria, Pulau Saparua-Maluku, tahun 1783 Meninggal: Benteng Victoria, Ambon, 16 Desember 1817 Perjuangan : Perlawannya terhadap penjajah Belanda pada tahun 1783. Perlawannya terhadap penjajahanBelanda pada tahun 1817 sempat merebut benteng Belanda di Saparua selama tiga bulan setelah sebelumnya melumpuhkan semua tentara Belanda di benteng tersebut. Namun beliau akhirnya tertangkap. Pengadilan kolonial Belanda menjatuhkan hukuman gantung padanya. Eksekusi yang dilakukan pada tanggal 16 Desember 1817 akhirnya merenggut jiwanya.Perlawanan sejati ditunjukkan oleh pahlawan ini dengan keteguhannya yang tidak mau kompromi dengan Belanda. Beberapa kali bujukan pemerintah Belanda agar beliau bersedia bekerjasama sebagai syarat untuk melepaskannya dari hukuman gantung tidak pernah menggodanya.
  • 29. Beliau memilih gugur di tiang gantung sebagai Putra Kesuma Bangsa daripada hidup bebas sebagai penghianat yang sepanjang hayat akan disesali rahim ibu yang melahirkannya. Dalam sejarah pendudukan bangsa-bangsa eropa di Nusantara, banyak wilayah Indonesia yang pernah dikuasai oleh dua negara kolonial secara bergantian. Terkadang perpindahtanganan penguasaan dari satu negara ke negara lainnya itu malah kadang secara resmi dilakukan, tanpa perebutan. Demikianlah wilayah Maluku, daerah ini pernah dikuasai oleh bangsa Belanda kemudian berganti dikuasai oleh bangsa Inggris dan kembali lagi oleh Belanda. Thomas Matulessy sendiri pernah mengalami pergantian penguasaan itu. Pada tahun 1798, wilayah Maluku yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda berganti dikuasai oleh pasukan Inggris. Ketika pemerintahan Inggris berlangsung, Thomas Matulessy sempat masuk dinas militer Inggris dan terakhir berpangkat Sersan.Namun setelah 18 tahun pemerintahan Inggris di Maluku, tepatnya pada tahun 1816, Belanda kembali lagi berkuasa. Begitu pemerintahan Belanda kembali berkuasa, rakyat Maluku langsung mengalami penderitaan. Berbagai bentuk tekanan sering terjadi, seperti bekerja rodi, pemaksaan penyerahan hasil pertanian, dan lain sebagainya. Tidak tahan menerima tekanan-tekanan tersebut, akhirnya rakyat pun sepakat untuk mengadakan perlawanan untuk membebaskan diri. Perlawanan yang awalnya terjadi di Saparua itu kemudian dengan cepat merembet ke daerah lainnya diseluruh Maluku.
  • 30. Biografi Sultan Hasanuddin - Ayam Jantan Dari Timur Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 dan meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun, adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. dia diangkat menjadi Sultan ke 6 Kerajaan Gowa dalam usia 24 tahun (tahun 1655). Sementara itu belanda memberinya gelar de Haav van de Oesten alias Ayam Jantan dari Timur karena kegigihannya dan keberaniannya dalam melawan Kolonial belanda. Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, merupakan putera kedua dari Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan. Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni.
  • 31. Peperangan antara VOC dan Kerajaan Gowa (Sultan Hasanuddin) dimulai pada tahun 1660. Saat itu Belanda dibantu oleh Kerajaan Bone yang merupakan kerajaan taklukan dari Kerajaan Gowa. Pada peperangan tersebut, Panglima Bone, Tobala akhirnya tewas tetapi Aru Palaka berhasil meloloskan diri dan perang tersebut berakhir dengan perdamaian. Akan tetapi, perjanjian dama tersebut tidak berlangsung lama karena Sultan Hasanuddin yang merasa dirugikan kemudian menyerang dan merompak dua kapal Belanda , yaitu de Walvis dan Leeuwin. Belanda pun marah besar. Lalu Belanda mengirimkan armada perangnya yang besar yang dipimpin oleh Cornelis Speelman. Aru palaka, penguasa Kerajaan Bone juga ikut menyerang Kerajaan Gowa. Sultan Hasanuddin akhirnya terdesak dan akhirnya sepakat untuk menandatangani perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667. Pada tanggal 12 April 1668, Sultan Hasanuddin kembali melakukan serangan terhadap Belanda. Namun karena Belanda sudah kuat maka Benteng Sombaopu yang merupakan pertahanan terakhir Kerajaan Gowa berhasil dikuasai Belanda. Hingga akhir hidupnya, Sultan Hasanuddin tetap tidak mau bekerjasama dengan Belanda. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670. Untuk Menghormati jasa-jasanya, Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya dengan SK Presiden Ri No 087/TK/1973.
  • 32. Biografi Pangeran Antasari Nama Pahlawan : Pangeran Antasari Lahir : Banjarmasin, 1797 Wafat : Bayan Begak, 11 Oktober 1862 Makam : Banjarmasin. Perjuangan : Perlawanan rakyat Banjar terhadap Belanda dimulai saat Belanda mengangkat Tamjidillah sebgai Sultan Banjar menggantikan Sultan Adam yang wafat. Rakyat Banjar dan keluarga besar Kesultanan Banjar, termasuk Pangeran Antasari, menuntut agar Pangeran Hidayatullah, sebagai pewaris takhta Kesultanan Banjar, harus menjadi Sultan Banjar. Sejak saat itulah, rakyat Banjar dipimpin oleh Pangeran Hidayatullah, Pangeran Antasari, dan Demang Leman mengangkat senjata melawan Belanda. Pangeran Antasari berhasil menyerang dan menguasai kedudukan Belanda di Gunung Jabuk. Pangeran Antasari jugat menyerang tambang batubara Belanda di Pengaron. Pejuang-pejuang Banjar juga berhasil menenggelamkan kapal Onrust beserta pemimpinnya, seperti Laetnan Van der Velde dan Letnan Bangert. Peristiwa yang memalukan Belanda ini terjadi atas siasat Pangeran Antasari dan Tumenggung Suropati.
  • 33. Pada Tahun 1861, Pangeran Hidayatullah berhasil ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Pangeran antasari kemudian mengambil alih pimpinan utama. Ia diangkat oleh rakyat sebagai Panembahan Amiruddin Khafilatul Mu’min, sehingga kualitas peperangan menjadi semakin meningkat karena ada unsur agama. Sayang, Pangeran Antasari akhirnya wafat tanggal 11 Oktober 1862 karena penyakit cacar yang saat itu sedang mewabah di Kalimantan Selatan. Padahal, saat itu, ia sedang menyiapkan serangan besar-besaran terhadap Belanda.Untuk menghormati jasa-jasa Pangeran Antasari, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI, No.06/TK/1968, pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional Kepadanya
  • 34. DAFTAR ISI Hal 1. Ir. SOEKARNO ………………………………………………………… 1 2. MOH. HATTA ………………………………………………………… 5 3. SOEDIRMAN ………………………………………………………… 8 4. DIPONEGORO ………………………………………………………… 12 5. KI HAJAR DEWANTARA ………………………………………… 15 6. RADEN AJENG KARTINI ………………………………………… 17 7. IMAM BONJOL ………………………………………………………… 20 8. CUT NYAK DIEN ………………………………………………………… 24 9. PATTIMURA ………………………………………………………… 28 10. HASANUDDIN ………………………………………………………… 30 11. ANTASARI ………………………………………………………… 32
  • 35. PAHLAWAN NASIONAL Disusun Oleh MUHAMMAD MAULIDI SURUR FAHMI Kelas VI MINU HASYIM ASYARI
  • 36. Jl. Akses Tol 63A Tawangsari Kejapanan Gempol 1. Pengertian Ragam Hias. Ragam hias disebut juga ornamen, merupakan salah satu bentuk karya seni rupa yang sudah berkembang sejak zaman prasejarah. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki banyak ragam hias. Ragam hias di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu lingkungan alam, flora dan fauna serta manusia yang hidup di dalamnya. Keinginan untuk menghias merupakan naluri atau insting manusia. Faktor kepercayaan turut mendukung berkembangnya ragam hias karena adanya Perlambangan di balik gambar. Ragam hias memiliki makna karena disepakati oleh masyarakat penggunanya. Menggambar ragam hias dapat dilakukan dengan cara stilasi (digayakan) yang meliputi penyederhanaan bentuk dan perubahan bentuk (deformasi). 2. Motif Ragam Hias. Ragam hias merupakan karya seni rupa yang diambil dari bentuk-bentuk flora (vegetal), fauna (animal), figural (manusia), dan bentuk geometris. Ragam hias tersebut dapat diterapkan pada media dua dan tiga dimensi. a. Ragam Hias Flora. Flora sebagai sumber objek motif ragam hias dapat dijumpai hampir di seluruh pulau di Indonesia. Ragam hias dengan motif flora (vegetal) mudah dijumpai pada barang-barang seni, seperti batik, ukiran, kain sulam, kain tenun, dan bordir.
  • 37. b. Ragam Hias Fauna. Ragam hias fauna (animal) merupakan bentuk gambar motif yang diambil dari hewan tertentu. Hewan sebagai wujud ragam hias pada umumnya telah mengalami perubahan bentuk atau gaya. Beberapa hewan yang biasa dipakai sebagai objek ragam hias adalah kupu-kupu, burung, kadal, gajah, dan ikan. Ragam hias motif fauna telah mengalami deformasi namun tidak meninggalkan bentuk aslinya. Ragam hias fauna dapat dikombinasikan dengan motif flora dengan bentuk yang digayakan. Motif ragam hias daerah di Indonesia banyak menggunakan hewan sebagai objek ragam hias. Daerah-daerah tersebut seperti Yogyakarta, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Motif ragam hias fauna tersebut dapat dijumpai pada hasil karya batik, ukiran, sulaman, anyaman, tenun, dan kain bordir Ragam hias bentuk fauna dapat dijadikan sarana untuk memperkenalkan kearifan lokal daerah tertentu di Indonesia seperti burung cendrawasih di Papua, komodo di Nusa Tenggara Timur, dan gajah di Lampung.
  • 38. c. Ragam Hias Geometris. Ragam hias geometris merupakan motif hias yang dikembangkan dari bentuk-bentuk geometris dan kemudian digayakan sesuai dengan selera dan imajinasi pembuatnya. Gaya ragam hias geometris dapat dijumpai di seluruh daerah di Indonesia, seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Ragam hias geometris dapat dibuat dengan menggabungkan bentuk-bentuk geometris ke dalam satu motif ragam hias.
  • 39. d. Ragam Hias Figuratif. Bentuk ragam hias figuratif berupa objek manusia yang digambar dengan mendapatkan penggayaan bentuk. Ragam hias figuratif biasanya terdapat pada bahan tekstil maupun bahan kayu, yang proses pembuatannya dapat dilakukan dengan cara menggambar.
  • 40.
  • 41. TUGAS SBK MOTIF RAGAM HIAS Disusun Oleh MUHAMMAD MAULIDI SURUR FAHMI MUHAMMAD AGIEL BAIHAQI Kelas VII E SMP NEGERI 1 BEJI
  • 42. Jl. Wicaksono No 22A Gunung Gangsir Beji