1. MAKALAH TENTANG IKHLAS DAN RIDHO
Dosen Pengajar : Ustadz Deni
Disusun Oleh:
M. Isnan Maulana. T (4122.2.16.11.0009)
Nurfatwa Qalbiyana. M (4122.2.16.11.0010)
Edieh Kartiwa (4122.2.16.11.0002)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS WINAYA MUKTI
2016
2. 1. IKHLAS
عَنَْأَعِ َْهََْيعَةََقعلََ :ععَقع َ عسَوةَ ََِأإعَنة عَََْيَهعلةوَنع َ عسَوةنِ َ َْقع َ عسََ ةل َ َمإعَنة عَََْيَهعَُعَ ع ِلة عقعة عَن َم ََعلنَْأعسَوةنَْمَ
Dariع Abuع Hurairahع Radhiyallahuع ‘anhu,ع iaع berkataعق Nabiع Shallallahuع ‘alihiع waع sallamع telahع
bersabda,”Sesungguhnyaع Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga tidak kepada harta
kalian,ع akanعtetapiع Diaعmelihatع kepadaعhatiع danعamalع kalian”.ع
Dalam mendefinisikan ikhlas, para ulama berbeda redaksi dalam menggambarkanya. Ada
yang berpendapat, ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah mengesakan Allah dalam beribadah kepadaNya.
Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah pembersihan dari pamrih kepada makhluk.
Alع ‘Izzع binع Abdisع Salamع berkataع عق “Ikhlasع ialah,ع seorang mukallaf melaksanakan ketaatan
semata-mata karena Allah. Dia tidak berharap pengagungan dan penghormatan manusia, dan
tidakعpulaع berharapعmanfaatع danعmenolakع bahaya”.
Alع Harawiع mengatakanع عق “Ikhlasع ialah,ع membersihkanع amalع dariع setiapع noda.”ع Yangع lain
berkataع عق “Seorangع yangع ikhlasع ialah,ع seorangع yangع tidakع mencariع perhatianع diع hatiع manusiaع
dalam rangka memperbaiki hatinya di hadapan Allah, dan tidak suka seandainya manusia
sampaiع memperhatikanع amalnya,ع meskipunع hanyaع seberatعbijiع sawi”.ع
Abuع ‘Utsmanع berkataع عق “Ikhlasع ialah,ع melupakanع pandanganع makhluk,ع denganع selaluع melihatع
kepadaعKhaliqع (Allah)”.
Abuع Hudzaifahع Alع Mar’asyiع berkataع عق “Ikhlasع ialah,ع kesesuaianع perbuatanع seorangع hambaع
antaraعlahirع danعbatin”.ع
Abuع ‘Aliع Fudhailع binع ‘Iyadhع berkataع عق “Meninggalkanع amalع karenaع manusiaع adalahع riya’.ع Danع
beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas ialah, apabila Allah menyelamatkan kamu
dariعkeduanya”.
Ikhlas ialah, menghendaki keridhaan Allah dalam suatu amal, membersihkannya dari segala
individu maupun duniawi. Tidak ada yang melatarbelakangi suatu amal, kecuali karena Allah
dan demi hari akhirat. Tidak ada noda yang mencampuri suatu amal, seperti kecenderungan
kepada dunia untuk diri sendiri, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan, atau
karena mencari harta rampasan perang, atau agar dikatakan sebagai pemberani ketika perang,
karena syahwat, kedudukan, harta benda, ketenaran, agar mendapat tempat di hati orang
banyak, mendapat sanjungan tertentu, karena kesombongan yang terselubung, atau karena
alasan-alasan lain yang tidak terpuji; yang intinya bukan karena Allah, tetapi karena sesuatu;
maka semua ini merupakan noda yang mengotori keikhlasan.
Landasan niat yang ikhlas adalah memurnikan niat karena Allah semata. Setiap bagian dari
perkara duniawi yang sudah mencemari amal kebaikan, sedikit atau banyak, dan apabila hati
kita bergantung kepadanya, maka kemurniaan amal itu ternoda dan hilang keikhlasannya.
Karena itu, orang yang jiwanya terkalahkan oleh perkara duniawi, mencari kedudukan dan
popularitas, maka tindakan dan perilakunya mengacu pada sifat tersebut, sehingga ibadah
yang ia lakukan tidak akan murni, seperti shalat, puasa, menuntut ilmu, berdakwah dan
lainnya.
3. Syaikhع Muhammadع binع Shalihع Alع ‘Utsaiminع berpendapat,ع artiع ikhlasع karenaع Allahع ialah,
apabila seseorang melaksanakan ibadah yang tujuannya untuk taqarrub kepada Allah dan
mencapai tempat kemuliaanNya.
a. Sulitnya Mewujudkan Ikhlas
Mewujudkan ikhlas bukan pekerjaan yang mudah seperti anggapan orang jahil. Para ulama
yang telah meniti jalan kepada Allah telah menegaskan sulitnya ikhlas dan beratnya
mewujudkan ikhlas di dalam hati, kecuali orang yang memang dimudahkan Allah.
Imamع Sufyanع Atsع Tsauriع berkata,”Tidaklahع akuع mengobatiع sesuatuع yangع lebihع beratع daripadaع
mengobati niatku, sebab ia senantiasa berbolak-balikع padaعdiriku.”ع
Karenaعituع Rasulullahع Shallallahuع ‘alaihiع waعsallamع berdo’aعق
اَعةيهةلإعَََِعَةَُِأع ةََُِّعْعةَ ََِْعِن ََةَََِْْْعَه
Ya, Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agamaMu.
Lalu seorang sahabat berkata,”Yaع Rasulullah,ع kamiع berimanع kepadamuع danع kepadaع apaع yangع
engkauع bawaع kepadaع kami?”ع Beliauع Shallallahuع ‘alaihiع waع sallamع menjawab,”Ya,ع karenaع
sesungguhnya seluruh hati manusia di antara dua jari tangan Allah, dan Allah membolak-
balikan hati sekehendakNya. [HR Ahmad, VI/302; Hakim, I/525; Tirmidzi, no. 3522, lihat
Shahihع Atع Tirmidzi,ع III/171ع no.ع 2792;ع Shahihع Jami’ushع Shagir,ع no.7987ع danع Zhilalulع Jannahع
Fi Takhrijis Sunnah, no. 225 dari sahabat Anas].
Yahyaع binعAbiعKatsirعberkata,”Belajarlahع niat,ع karena niat lebihع pentingع daripadaعamal.”ع
Muththarifع binع Abdullahع berkata,”Kebaikanع hatiع tergantungع kepadaع kebaikanع amal,ع danع
kebaikanع amalع bergantungع kepadaعkebaikanع niat.”ع
Pernahع adaع orangع bertanyaع kepadaع Suhailعق “Apakahع yangع palingع beratع bagiع nafsuع manusia?”ع
Iaعmenjawab,”Ikhlas,ع sebabعnafsuع tidakعpernahعmemilikiع bagianع dariعikhlas.”ع
Dikisahkanع adaع seorangع ‘alimع yangع selaluع shalatع diع shafع palingع depan.ع Suatuع hariع iaع datangع
terlambat, maka ia mendapat shalat di shaf kedua. Di dalam benaknya terbersit rasa malu
kepadaع paraع jama’ahع lainع yangع melihatnya.ع Makaع padaع saatع itulah,ع iaع menyadariع bahwaع
sebenarnya kesenangan dan ketenangan hatinya ketika shalat di shaf pertama pada hari-hari
sebelumnya disebabkan karena ingin dilihat orang lain.
Yusuf bin Husain Ar Raziع berkata,”Sesuatuع yangع palingع sulitع diع duniaع adalahع ikhlas.ع Akuع
sudah bersungguh-sungguhع untukع menghilangkanع riya’ع dariع hatiku,ع seolah-olah timbul riya,
dengan warnaعlain.”ع
Ada pendapat lain, ikhlas sesaat saja merupakan keselamatan sepanjang masa, karena ikhlas
sesuatu yang sangat mulia. Ada lagi yang berkata, barangsiapa melakukan ibadah sepanjang
umurnya, lalu dari ibadah itu satu saat saja ikhlas karena Allah, maka ia akan selamat.
Masalah ikhlas merupakan masalah yang sulit, sehingga sedikit sekali perbuatan yang
dikatakan murni ikhlas karena Allah. Dan sedikit sekali orang yang memperhatikannya,
4. kecuali orang yang mendapatkan taufiq (pertolongan dan kemudahan) dari Allah. Adapun
orang yang lalai dalam masalah ikhlas ini, ia akan senantiasa melihat pada nilai kebaikan
yang pernah dilakukannya, padahal pada hari kiamat kelak, perbuatannya itu justru menjadi
keburukan.ع Merekalahع yangع dimaksudkanع olehع firmanع Allahع Subhanahuع waعTa’alaع ق
عَنِعَاََ َ عَل َُةََهللا َهِع َْ َوَهعسَنَْْعة عَلةَْسعَوَنِعَاََ َ لَع َس ةيوَهللاََهعةاةَِع َََِْْْْسعةوةَعَْمََّ َ ِع ََََََُْْعَْسََةَزَمعسَو
Dan jelaslah bagi mereka adzab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.Dan
jelaslahع bagiعmerekaع akibatعburukعdariعapaعyangع telahع merekaعperbuatع…[عAzعZumarع عق47-48]
عَليعلَأَعهعسَوَِْقعَل َََُ َهعسَي َ ْعَزْااعِنةَِْزَ َعِنةسعسَوَزَْمعِلَلع َهلةاِنِعلَُْمََقعَهل ةََْحَسْةَعسَوََةََُيَْْلْيَمع َل َيةَ
Katakanlah”قApakahع akanع Kamiع beritahukanع kepadamuع tentangع orang-orang yang paling
merugiع perbuatannya”.ع Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan
dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. [Al Kahfi : 103-
104].
Bila Anda melihat seseorang, yang menurut penglihatan Anda telah melakukan amalan Islam
secara murni dan benar, bahkan boleh jadi dia juga beranggapan seperti itu. Tapi bila Anda
tahu dan hanya Allah saja yang tahu, Anda mendapatkannya sebagai orang yang rakus
terhadap dunia, dengan cara berkedok pakaian agama. Dia berbuat untuk dirinya sendiri agar
dapat mengecoh orang lain, bahwa seakan-akan dia berbuat untuk Allah.
Ada lagi yang lain, yaitu beramal karena ingin disanjung, dipuji, ingin dikatakan sebagai
orang yang baik, atau yang paling baik, atau terbetik dalam hatinya bahwa dia sajalah yang
konsekwen terhadap Sunnah, sedangkan yang lainnya tidak.
Ada lagi yang belajar karena ingin lebih tinggi dari yang lain, supaya dapat penghormatan
dan harta. Tujuannya ingin berbangga dengan para ulama, mengalahkan orang yang bodoh,
atau agar orang lain berpaling kepadanya.ع Makaع Nabiع Shallallahuع ‘alaihiع waع sallamع
mengancam orang itu dengan ancaman, bahwa Allah akan memasukkannya ke dalam neraka
jahannam. Nasalullahaع AsعSalamahع walع‘Afiyah.ع
Membersihkan diri dari hawa nafsu yang tampak maupun yang tersembunyi, membersihkan
niat dari berbagai noda, nafsu pribadi dan duniawi, juga tidak mudah. memerlukan usaha
yang maksimal, selalu memperhatikan pintu-pintu masuk bagi setan ke dalam jiwa,
membersihkanع hatiع dariع unsurع riya’,ع kesombongan,ع gilaع kedudukan,ع pangkat,ع hartaع untuk
pamer dan lainnya.
Sulitnya mewujudkan ikhlas, dikarenakan hati manusia selalu berbolak-balik. Setan selalu
menggoda, menghiasi dan memberikan perasaan was-was ke dalam hati manusia, serta
adanya dorongan hawa nafsu yang selalu menyuruh berbuat jelek. Karena itu kita
diperintahkan berlindung dari godaan setan. Allah berfirman, yang artinya : Dan jika kamu
ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengarع lagiع MahaعMengetahui.ع [AlعA’rafع .]002عق
Jadi, solusi ikhlas ialah dengan mengenyahkan pertimbangan-pertimbangan pribadi,
memotong kerakusan terhadap dunia, mengikis dorongan-dorongan nafsu dan lainnya.
5. Dan bersungguh-sunguh beramal ikhlas karena Allah, akan mendorong seseorang melakukan
ibadah karena taat kepada perintah Allah dan Rasul, ingin selamat di dunia-akhirat, dan
mengharap ganjaran dari Allah.
Upayaع mewujudkanع ikhlasع bisaع tercapai,ع bilaع kitaع mengikutiع Rasulullahع Shallallahuع ‘alaihiع waع
sallam dan jejak Salafush Shalih dalam beramal dan taqarrub kepada Allah, selalu mendengar
nasihat mereka, serta berupaya semaksimal mungkin dan bersungguh-sungguh mengekang
doronganع nafsu,ع danعselaluع berdo’aعkepadaعAllahع Ta’ala.
b. Hukum Beramal Yang Bercampur Antara Ikhlas Dan Tujuan-Tujuan Lain
Syaikh Muhammad bin Shalihع Alع ’Utsaiminع menjelaskanع tentangع seseorangع yangع beribadahع
kepada Allah, tetapi ada tujuan lain. Beliau membagi menjadi tiga golongan.
Pertama : Seseorang bermaksud untuk taqarrub kepada selain Allah dalam ibadahnya, dan
untuk mendapat sanjungan dari orang lain. Perbuatan seperti membatalkan amalnya dan
termasukع syirik,ع berdasarkanعsabdaعRasulullahع Shallallahuع ‘alaihiع waعsallam,ع Allahع berfirmanق
عةنع َ َعاَهللاَََْشعَ ةَْز َعةَْْعةازةسعَ،َْنَقعلمَمََعَلةمََعلَْعْعة،ْةَِعِنةلََعةْسَََْاَِإعِني َقَْعَْقَاََْ
Aku tidak butuh kepada semua sekutu. Barangsiapa beramal mempersekutukanKu dengan
yang lain, maka Aku biarkan dia bersama sekutunya. [HSR Muslim, no. 2985; Ibnu Majah,
no. 4202 dari sahabat Abu Hurairah].
Kedua : Ibadahnya dimaksudkan untuk mencapai tujuan duniawi, seperti ingin menjadi
pemimpin, mendapatkan kedudukan dan harta, tanpa bermaksud untuk taqarrub kepada
Allah. Amal seperti ini akan terhapus dan tidak dapat mendekatkan diri kepada Allah. Allah
Subhanahuع waعTa’alaع berfirmanق
عَعق َل َََرَُهَُعَْوزةسعسَي َ عَْوزةسعسَوَنَْمََقعسةوزَنة ع ةَم َ َْعَْوَهللاَيه ةْ َ عَْزْااَعِنَِْزَ عِنَاه ةَْهع َْلََعلَْعَْلِيعِنُِة عةِ َْ ةحَسَِعةسعسَوَنع َخزَنع َهلةاِنِع َاةََن
لَع ََِمَْهِع َََِْْْْعهلة ََْ َ ْعَوزةسِع ََْيَمَْْعََةََُّ َ
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan
kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia
tidak dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan
lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang
telah mereka kerjakan. [Hud : 15-16].
Perbedaan antara golongan kedua dan pertama ialah, jika golongan pertama bermaksud agar
mendapat sanjungan dari ibadahnya kepada Allah; sedangkan golongan kedua tidak
bermaksud agar dia disanjung sebagai ahli ibadah kepada Allah dan dia tidak ada
kepentingan dengan sanjungan manusia karena perbuatannya.
Ketiga : Seseorang yang dalam ibadahnya bertujuan untuk taqarrub kepada Allah sekaligus
untuk tujuan duniawi yang akan diperoleh. Misalnya :
- Tatkala melakukan thaharah, disamping berniat ibadah kepada Allah, juga berniat untuk
membersihkan badan.
- Puasa dengan tujuan diet dan taqarrub kepada Allah.
6. - Menunaikan ibadah haji untuk melihat tempat-tempat bersejarah, tempat-tempat pelaksaan
ibadah haji dan melihat para jamaah haji.
Semua ini dapat mengurangi balasan keikhlasan. Andaikata yang lebih banyak adalah niat
ibadahnya, maka akan luput baginya ganjaran yang sempurna. Tetapi hal itu tidak menyeret
padaعdosa,عsepertiعfirmanع Allahع tentangع jama’ahع hajiع disebutkanع dalam KitabNya:
عسَوةََِلعلةَْعلمَُسِع َأَهللاَُشلعَقعهاَْيَْعسَوزَََِع َخزَن
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki) dari Rabb-mu……[Alع Baqarahع.]891عق
Namun, apabila yang lebih berat bukan niat untuk beribadah, maka ia tidak memperoleh
ganjaran di akhirat, tetapi balasannya hanya diperoleh di dunia; bahkan dikhawatirkan akan
menyeretnya pada dosa. Sebab ia menjadikan ibadah yang mestinya karena Allah sebagai
tujuan yang paling tinggi, ia jadikan sebagai sarana untuk mendapatkan dunia yang rendah
nilainya.ع Keadaanعsepertiعituع difirmankanع Allahع Subhanahuع waعTa’alaع ق
ِ َنَْهعسِنلعة َ ِع َل َْعلَويةِْع َنََعقلةأَسعةسَْأَاَِْعِنةسعَ،َيةمَِهلعِْسعَويةْ َ لَع َنَرََهعسَيِعََة َعَويةْ
Dan di antara mereka ada yang mencelamu tentang pembagian zakat, jika mereka diberi
sebagian darinya mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian darinya,
dengan serta mereka menjadi marah. [At Taubah : 58].
Dalamع Sunanع Abuع Dawudع [11],ع dariع Abuع Hurairahع Radhiyallahuع ‘anhu,ع adaع seseorangع
bertanyaعق “Yaع Rasulullahع Shallallahuع ‘alaihiع waع sallamع !ع Seseorangع inginع berjihadع diع jalanع
Allahع Subhanahuع waع Ta’alaع danع inginع mendapatkanع hartaع (imbalan)ع dunia?”ع Rasulullahع
Shallallahuع ‘alaihiع waع sallamع bersabda,”Tidakع adaع pahalaع baginya,”ع orangع ituع mengulangiع lagiع
pertanyaannyaع sampaiع tigaع kali,ع danع Beliauع Shallallahuع ‘alaihiع waع salalmع menjawab,”Tidakع
adaعpahalaع baginya.”
Di dalam Shahihain (Shahih Bukhari, no.54 dan Shahih Muslim, no.1907), dari Umar bin
Khaththabع Radhiyallahuع ‘anhu,ع sesungguhnyaع NabiعShallallahuع ‘alaihiع waعsallamع bersabdaقع
7. عةازَنة ع َََْْْيْعَمهَنة َعاَشَْيةوَسْعَوَ ةويَهعَِقَِْْعة َقْعْعَوَُز ةَْهْعَزَْاةنَعاَشَْيةيع َََْْعلَْ
Barangsiapa hijrahnya diniatkan untuk dunia yang hendak dicapainya, atau karena seorang
wanita yang hendak dinikahinya, maka nilai hijrahnya sesuai dengan tujuan niat dia berhijrah.
Apabila ada dua tujuan dalam takaran yang berimbang, niat ibadah karena Allah dan tujuan
lainnya beratnya sama, maka dalam masalah ini ada beberapa pendapat ulama. Pendapat yang
lebih dekat dengan kebenaran ialah, bahwa orang tersebut tidak mendapatkan apa-apa.
Perbedaan golongan ini dengan golongan sebelumnya, bahwa tujuan selain ibadah pada
golongan sebelumnya merupakan pokok sasarannya, kehendaknya merupakan kehendak yang
berasal dari amalnya, seakan-akan yang dituntut dari pekerjaannya hanyalah urusan dunia
belaka.
Apabilaع ditanyakanع “bagaimanaع neracaع untukع mengetahuiع tujuanع orangع yangع termasukع dalam
golonganع ini,ع lebihع banyakع tujuanع untukع ibadahع atauعselainع ibadah?”
Jawabanع kamiعق “Neracanyaع ialah,ع apabilaع iaع tidakع menaruhع perhatianع kecualiع kepadaع ibadahع
saja, berhasil ia kerjakan atau tidak. Maka hal ini menunjukkan niatnya lebih besar tertuju
untukع ibadah.ع Danعbilaع sebaliknya,ع iaعtidakعmendapatع pahala”.
Bagaimanapun juga niat merupakan perkara hati, yang urusannya amat besar dan penting.
Seseorang, bisa naik ke derajat shiddiqin dan bisa jatuh ke derajat yang paling bawah
disebabkan dengan niatnya.
Adaع seorangع ulamaع Salafع berkataعق “Tidakع adaع satuع perjuanganع yangع palingع beratع atasع diriku,ع
melainkan upayaku untuk ikhlas. Kita memohon kepada Allah agar diberi keikhlasan dalam
niatع danعdibereskanع seluruhع amal”ع [12].ع
c. Ikhlas Adalah Syarat Diterimanya Amal
Di dalam Al Qur`an dan Sunnah banyak disebutkan perintah untuk berlaku ikhlas, kedudukan
dan keutamaan ikhlas. Ada disebutkan wajibnya ikhlas kaitannya dengan kemurnian tauhid
dan meluruskan aqidah, dan ada yang kaitannya dengan kemurnian amal dari berbagai tujuan.
Yang pokok dari keutamaan ikhlas ialah, bahwa ikhlas merupakan syarat diterimanya amal.
Sesungguhnya setiap amal harus mempunyai dua syarat yang tidak akan di terima di sisi
Allah, kecuali dengan keduanya. Pertama. Niat dan ikhlas karena Allah. Kedua. Sesuai
dengan Sunnah; yakni sesuai dengan KitabNya atau yang dijelaskan RasulNya dan
sunnahnya. Jika salah satunya tidak terpenuhi, maka amalnya tersebut tidak bernilai shalih
dan tertolak, sebagaimana hal ini ditunjukan dalam firmanNya:
عةَِّ َ ِلاَََّقعةاةَََعلةَِلَُْةْةَعَ، ةَِْهَُ َ ْعل ةنَْمعلمَمََعلَمَْزَِسعةاةَََعلَسََْةنِع ََْْهع َْلََعلَمَسهعا
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah dia mengerjakan
amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dengan Rabb- nya. [Al Kahfi :
110].
Di dalam ayat ini, Allah memerintahkan agar menjadikan amal itu bernilai shalih, yaitu
sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, kemudian Dia memerintahkan
8. agar orang yang mengerjakan amal shalih itu mengikhlaskan niatnya karena Allah semata,
tidak menghendaki selainNya.[13]
Al Hafizh Ibnu Katsir berkata di dalam kitab tafsir-nyaع [14]عق “Inilahع duaع landasanع amalanع
yangع diterima,ع ikhlasع karenaع Allahع danع sesuaiع denganع Sunnahع Rasulullahع Shallallahuع ‘alaihiع
wa sallamع ”.
Dari Umamah, ia berkata: Seorang laki-lakiع datangع kepadaع Rasulullahع Shallallahuع ‘alaihiع waع
sallamع serayaع berkata,”Bagaimanakahع pendapatmuع (tentang)ع seseorangع yangع berperangع demiع
mencariع upahع danع sanjungan,ع apaع yangع diperolehnya?”ع Rasulullahع Shallallahuع ‘alaihiع waع
sallamع menjawab,”Diaع tidakع mendapatkanع apa-apa.”ع Orangع ituع mengulangiع pertanyaannyaع
sampaiع tigaع kali,ع danع Nabiع Shallallahuع ‘alaihiع waع salalmع selaluع menjawab,ع orangع ituع tidakع
mendapatkan apa-apa (tidak mendapatkan ganjaran), kemudian Rasulullahع Shallallahuع ‘alaihiع
wa sallam bersabda :
َاَوْ َ عةاةَعََةأَهللاَِع َ علْْةنَْحَعاَنع َْلََْعَْعُِة عةلَمَْعِنَلةْعَلََُْهعَُعَ ع ِلة
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima amal perbuatan, kecuali yang ikhlas dan
dimaksudkan (dengan amal perbuatan itu) mencari wajah Allah. [HR Nasa-i, VI/25 dan
sanad-nya jayyid sebagaimana perkataan Imam Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib, I/26-
27 no. 9. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib Wat Tarhib, I/106, no.
8].
9. 2. RIDHO
Ridho berasal dari kata radhiya-yardha yang berarti menerima suatu perkara dengan lapang
dada tanpa merasa kecewa ataupun tertekan. Sedangkan menurut istilah, ridho adalah
menerima semua kejadian yang menimpa dirinya dengan lapang dada, menghadapinya
dengan tabah, tidak merasa kesal dan tidak berputus asa ridho berkaitan dengan perkara
keimanan yang terbagi menjadi dua macam. Yaitu, ridho Allah kepada hamba-Nya dan ridho
hamba kepada Allah (Al-Mausu’ahع Al-Islamiyyah Al-’Ammahعق 698).عIniع sebagaimanaع
diisyaratkan Allah dalam firman-Nya,
رَبَّهُ خهشِيهَ خِمهنِْ َٰهخِْكهَخخ رَِْهُ ارُو خهُ ها خِنرهِْهُ خر بوه خهش ُِ هُ
”…Allah ridho terhadap mereka dan mereka pun ridho kepada-Nya.” (QS 98: 8).
Ridho Allah kepada hamba-Nya adalah berupa tambahan kenikmatan, pahala, dan
ditinggikan derajat kemuliaannya. Sedangkan ridho seorang hamba kepada Allah mempunyai
arti menerima dengan sepenuh hati aturan dan ketetapan Allah. Menerima aturan Allah ialah
dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Adapun
menerima ketetapannya adalah dengan cara bersyukur ketika mendapatkan nikmat dan
bersabar ketika ditimpa musibah.
Dari definisi ridho tersebut terkandung isyarat bahwa ridho bukan berarti menerima begitu
saja segala hal yang menimpa kita tanpa ada usaha sedikit pun untuk mengubahnya. Ridho
tidak sama dengan pasrah. Ketika sesuatu yang tidak diinginkan datang menimpa, kita
dituntut untuk ridho. Dalam artian kita meyakini bahwa apa yang telah menimpa kita itu
adalah takdir yang telah Allah tetapkan, namun kita tetap dituntut untuk berusaha. Allah
berfirman,
”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS 13: 11).
Hal ini berarti ridho menuntut adanya usaha aktif. Berbeda dengan sikap pasrah yang
menerima kenyataan begitu saja tanpa ada usaha untuk mengubahnya. Walaupun di dalam
ridho terdapat makna yang hampir sama dengan pasrah yaitu menerima dengan lapang dada
suatu perkara, namun di sana dituntut adanya usaha untuk mencapai suatu target yang
diinginkan atau mengubah kondisi yang ada sekiranya itu perkara yang pahit. Karena ridho
terhadap aturan Allah seperti perintah mengeluarkan zakat, misalnya, bukan berarti hanya
mengakui itu adalah aturan Allah melainkan disertai dengan usaha untuk menunaikannya.
Begitu juga ridho terhadap takdir Allah yang buruk seperti sakit adalah dengan berusaha
mencari takdir Allah yang lain, yaitu berobat. Seperti yang dilakukan Khalifah Umar bin
Khathab ketika ia lari mencari tempat berteduh dari hujan deras yang turun ketika itu. Ia
ditanya,
”Mengapa engkau lari dari takdir Allah, wahai Umar?” Umar menjawab, ”Saya lari dari
takdir Allah yang satu ke takdir Allah yang lain.”
Dengan demikian, tampaklah perbedaan antara makna ridho dan pasrah, yang kebanyakan
orang belum mengetahuinya. Dan itu bisa mengakibatkan salah persepsi maupun aplikasi
terhadap makna ayat- ayat yang memerintahkan untuk bersikap ridho terhadap segala yang
10. Allah tetapkan. Dengan kata lain pasrah akan melahirkan sikap fatalisme. Sedangkan ridho
justru mengajak orang untuk optimistis.
a. Perbedaan Antara Ridho Dan Ikhlas
Terkadangع ridhoع disamaع artikanع denganع ikhlas.ع Namunع sebenarnyaع ridhoعdanعikhlasع adalahع
duaعhalع yangع berbeda.عRidhoع (علض ة)ل berarti suka, rela, senang, yang berhubungan dengan
takdir (qodha dan qodar) dari Allah. Ridho adalah mempercayai sesungguh-sungguhnya
bahwa apa yang menimpa kepada kita, baik suka maupun duka adalah terbaik menurut Allah.
Dan apapun yang digariskan oleh Allah kepada hamba-Nya pastilah akan berdampak baik
pula bagi hamba-Nya. Perilaku yang ditampakkan oleh seorang hamba yang ridho adalah ia
tidak membenci apa yang terjadi menimpa dirinya, sehingga terjadi atau tidak terjadi adalah
sama saja baginya.sementara Ikhlas adalah melakukan amal perbuatan syariat yang ditujukan
hanya kepada Allah secara murni atau tidak mengharapkan imbalan dari orang lain.
Bahkan bila tingkatan ridho seorang hamba sudah mencapai tingkat tertinggi, ia akan selalu
memuji Allah apapun yang Allah berikan kepada dirinya baik nikmat maupun bencana,
karena ia percaya apa yang menimpanya semata-mata untuk kebaikan dirinya. Sang hamba
secara suka rela dan senang menerima apapun yang diberikan Allah kepada-Nya baik berupa
nikmat maupun musibah berupa bencana.
Sikap ridho dapat ditunjukkan melalui hal-hal sebagai berikut:
1. Sabar dalam melaksanakan kewajiban hingga selesai dengan kesungguhan usaha atau ikhtiar
dan penuh tanggung jawab.
2. Senantiasa mengingat Allah swt. dan tetap melaksanakan shalat dengan kusyuk.
3. Tidak iri hati atas kekurangan atau kelebihan orang lain dan tidak ria untuk dikagumi hasil
usahanya.
4. Senantiasa bersyukur atau berterima kasih kepada Allah swt. atas segala nikmat pemberian-
Nya. Hal itu adalah upaya untuk mencapai tingkat tertinggi dalam perbaikan akhlak.
5. Tetap beramal saleh (berbuat baik) kepada sesama sesuai dengan keadaan dan kemampuan,
seperti aktif dalam kegiatan social, kerja bakti, dan membantu orangtua di rumah dalam
menyelesaikan pekerjaan mereka.
6. Menunjukkan kerelaan atau rihdo terhadap diri sendiri dan Tuhannya. Juga rida terhadap
kehidupan terhadap takdir yang berbentuk nikmat maupun musibah, dan terhadap perolehan
rezeki atau karunia Allah swt.
Apabila sebagian pendapat para ahli hikmah, ridho dikelompokan menjadi tiga
tingkatan, yaitu ridho kepada Alloh, ridho pada apa yang datang dari Alloh, dan ridho pada
qada Alloh.
Ridho kepada Allah adalah fardu ain.Ridho pada apa yang datang dari Allah meskipun
merupakan sesuatu yang sangat luhur, hal ini termasuk ubudiah yang sangat mulia.
Sesungguhnya pilihan tuhan untuk hamba-Nya dibagi dua macam yaitu pertama,
ikhtiyar ad-dinعwaعsyar’Iع (pilihanع keagamaanع danعsyariat).kedua,ع ikhtiyarع kauniع kadariع
(pilihan yang berkenaan dengan alam dan takdir).Takdir yang tidak dicintai dan diridai Alloh
yaitu perbuatan aib dan dosa-dosa.
Macam-macam rida :
11. 1. Ridha terhadap perintah dan larangan Allah
Artinya ridha untuk mentaati Allah dan Rasulnya. Pada hakekatnya seseorang yang telah
mengucapkan dua kalimat syahadat, dapat diartikan sebagai pernyataan ridha terhadap semua
nilaiع danعsyari’ahع Islam.ع Perhatikanع firmanع Allahع dalamع Q.S.عal-Bayyinah (98) ayat 8
رَبَّ هُ خهشِيهَ خِمهنِْ َٰهخِْكهَخخخ رَِْهُ اورُ هُها خِنرهِْهُ خر وهب خهش ُِ هُخخخ َوبهَّها فهههِا همهخِبِْهفَ خرُفههِْه ِ و فههِت ِههت خِمِن ت ُِِرهت خَمِبهُ فنرخبْهر خِنِهَِِّ هُ هبُِِْ
خِنرارُومههر
Artinya : Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap
mereka dan merekapun ridha kepadanya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang
yang takut kepada Tuhannya. (Q.S.al-Bayyinah ayat 8 )
Dari ayat tersebut dapat dihayati, jika kita ridha terhadap perintah Allah maka Allah pun
ridha terhadap kita.
2. Ridha terhadap taqdir Allah
Mari kita simak, apa yang dikisahkan berikut ; pada suatu hari Ali bin Abi Thalib r.a.
melihatع AdyعbinعHatimع bermuramع durja,عmakaعAliع bertanyaع ;“عMengapaع engkau tampak
bersedihع hatiع ?”.عAdyعmenjawabع ;“عBagaimanaع akuعtidakعbersedihع hati,ع duaعorangعanakkuع
terbunuhع danعmatakuع tercongkelع dalamع pertempuran”.ع Aliع terdiamع haru,ع kemudianع berkata,ع
“Wahaiع Ady,عbarangع siapaعridhaع terhadapعtaqdirعAllahع swt.عmakaعtaqdirع itu tetap berlaku
atasnya dan dia mendapatkan pahalaNya, dan barang siapa tidak ridha terhadap taqdirNya
makaعhalعitupunع tetapعberlakuع atasnya,ع danعterhapusع amalnya”.
Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia tertimpa sesuatu yang tidak diinginkan
yaitu ridha dan sabar. Ridha merupakan keutamaan yang dianjurkan, sedangkan sabar adalah
keharusan dan kemestian yang perlu dilakukan oleh seorang muslim.
Perbedaan antara sabar dan ridha adalah sabar merupakan perilaku menahan nafsu dan
mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan dan mengharap akan segera
berlalunya musibah. Sedangkan ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima taqdir Allah
swt. Dan menjadikan ridha sendiri sebagai penawarnya. Sebab didalam hatinya selalu
tertanam sangkaan baik (Husnuzan) terhadap sang Khaliq bagi orang yang ridha ujian adalah
pembangkit semangat untuk semakin dekat kepada Allah, dan semakin mengasyikkan dirinya
untuk bermusyahadah kepada Allah.
Dalamع suatuعkisahع AbuعDarda’,عpernahع melayatع padaعsebuahعkeluarga, yang salah satu
anggota keluarganya meninggal dunia. Keluarga itu ridha dan tabah serta memuji Allah swt.
MakaعAbuعDarda’عberkataعkepadaعmereka.ع“Engkauع benar,عsesungguhnyaع Allahع swt.عapabilaع
memutuskan suatu perkara, maka dia senang jika taqdirnya itu diterima dengan rela atau
ridha.
12. Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama salaf mengatakan, tidak akan tampak di
akhirat derajat yang tertinggi daripada orang-orang yang senantiasa ridha kepada Allah swt.
dalam situasi apapun (Hikmah, Republika, Senin 5 Februari 2007, Nomor: 032/Tahun ke 15)
3. Ridha terhadap perintah orang tua.
Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah satu bentuk ketaatan kita kepada Allah
swt. karena keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua, perintah Allah dalam Q.S.
Luqman (31) ayat 14 ;
َْيزِم َ َ ْلَعََْة ِ عةاهَاةنِ َ ةَ َاهللاََِمََّ َااَْق ْليي َ إَََِٰ علي َ َاَنَْْةس َ َةس عةلزَََْْ عةلَق عَْوِن َةن اَعهَاةنِ َ ةن َ عََِنة عَْز ةَْمِن
Artinya : “ Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanya kepada-Kulah kembalimu. (Q.S. Luqman :14)
Bahkanع Rasulullahع bersabdaعقع“Keridhaanع Allahع tergantungع keridhaanع orangعtua,عdanع
murkaع Allahع tergantungع murkaع orangعtua”.ع Begitulahع tingginyaع nilaiع ridhaع orangعtuaعdalamع
kehidupan kita, sehingga untuk mendapatkan keridhaan dari Allah, mempersyaratkan adanya
keridhaan orang tua. Ingatlah kisah Juraij, walaupun beliau ahli ibadah, ia mendapat murka
Allah karena ibunya tersinggung ketika ia tidak menghiraukan panggilan ibunya.
4. Ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara
Mentaati peraturan yang belaku merupakan bagian dari ajaran Islam dan merupakan salah
satu bentuk ketaatan kepada Allah swt. karena dengan demikian akan menjamin keteraturan
dan ketertiban sosial. Mari kita hayati firman Allah dalam Q.S. an-Nisa (4) ayat 59 berikut :
َْه َْواهَق هلَعةاِنِ ِ َيَْا ِ َْزة َق عَ ِِه ِ َْزة َق َ عَن َم ِِْن َةن َق َ عةَِْْس عسَويةْ ٰ علةأَس عسَهللاَََْْيَش َةس عسََن عَر الََْس إَنة عة ِِه عةن َم ِِْن َ علة عسَهللايََ
لَع َيةْنَش عة ِْهةَ عةا َزِن َ عةْ ةح ِ ٰ عََٰ اَعةن عهَْزح عَلََََّق َ علهمة لَش
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.( Q.S. an-Nisa :59)
Ulil Amri artinya orang-orang yang diberi kewenangan, seperti ulama dan umara (Ulama
dan pemerintah). Ulama dengan fatwa dan nasehatnya sedangkan umara dengan peraturan
dan perundang-undangan yang berlaku.
Termasuk dalam ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara adalah ridha
terhadap peraturan sekolah, karena dengan sikap demikian, berarti membantu diri sendiri,
orang tua, guru dan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian
mempersiapkan diri menjadi kader bangsa yang tangguh.
Dalil Al-Quran :
13. ع َن َ عسَوَِْق ِ َل َل َْْ عَسَيَْشا عَ ِِه َاَن َم َل َ ِ َنَْأ َ عََََّْيَُ عَ ِِه َْيزةشَنزَم عَ ِِه علةْ عةاةَُِس َاَن َم َل َ ِْْة إَنة عة ِِه لَع َُة َِل
Artinya :
Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya
kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian
dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang
yang berharap kepada Allah," (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).
b. Tingkatan Ridho
1. Ridhâ al-muhsinîn
Relanya seseorang kepada hukum Allah, tetapi tingkat ini belum mencapai tingkat rela
kepada kesulitan dan penderitaan.
2. Ridhâ al-Syuhadâi
Kecintaannya kepada Allah tanpa mengharapkan balasan, menyebabkan dia rela terhadap
hokum dan terhadap segala sesuatu yang menimpanya.
3. Ridhâ al-shiddîqîna
Keasyikannya setiap saat menyatu bersama Allah, dan terus berusaha naik pada maqam-
maqam selanjutnya, sehingga merasakan kenikmatan bersama Allah apapun yang
menimpanya. Ini adalah urusan al-zauq (perasaan) karena syauq (rindunya) kepada Allah.
4. Ridhâ al-muqarrabîn
Relanya orang-orang yang sudah kembali dari al-Haq kepada al-Khâliq (Allah Swt.)
Sumber: https://almanhaj.or.id/2977-pengertian-ikhlas.html
http://mutiaradibalikmusibah.blogspot.com
http://avithafransiscaidp.blogspot.co.id/2013/10/makalah-tentang-ridho-dan-macam-
macam.html