1. Kumpulan artikel ini membahas berbagai kitab dan tradisi keagamaan yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam, seperti Barzanji, Qashidah Burdah, dan Maulid Syarafil Anam.
2. Kitab-kitab tersebut dikritik karena berisi ajaran-ajaran sesat seperti mengaitkan penciptaan alam semesta dengan "nur Muhammad", menyebarkan kisah-kisah karangan tentang kelahiran Nabi, dan berdoa
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Bid'ah rawi & ratiban
1. Kumpulan Artikel Tentang
Tentang Barzanji, Qashidah
Burdah dan Membaca Rawi
Artikel 1 Tata Cara Memperingati Maulid Nabi : Persoalan Membaca Rawi dan
Syi’ir Maulid
Artikel 2 Kesesatan Kitab Barzanji, Qashidah Burdah, dan Maulid Syarafil Anam
Artikel 3 Tradisi Barzanji Dalam Tinjauan Syariat
Artikel 4 Kesesatan- Kesesatan Dalam Kitab Berzanji
Artikel 5 Mengapa Harus Barzanji?
Artikel 6 Syair-syair Barzanji & Burdah
Artikel 7 Kisah Taubat Seorang Kyai
Artikel 8 Apakah Ahlus Sunnah Menyemarakkan Maulid dan Tahlilan?
Artikel 9 Ruqyah
Artikel 10 Amalan-Amalan Bid’ah : Jebakan, Tipu Daya, dan Pintu Masuk Jin Agar
Bisa Masuk Ke Diri Kita
Artikel 11 Ruqyah Pencinta Amalan Bid'ah, Do'a Nurbuat, Ayat 10, 15
Artikel 12 Sulitnya Taubat Bagi Orang yang Mengamalkan Bid’ah
Artikel 13 Gangguan Jin Pada Pelaku Amaliyah Bid'ah
Artikel 14 Sikap Terhadap Pelaku Bid’ah dan Manhaj Ahlus Sunnah Dalam
Menyanggah Pelaku Bid’ah
Artikel 15 Mana yang Lebih Keras Siksanya, Pelaku Maksiat atau Ahli Bid’ah?
Artikel 16 Bagaimana Cara Shalawat Yang Sesuai Sunnah, dan Bolehkah Shalawat
Diiringi Dengan Rebana?
Artikel 17 Shalawat Sesat, Syirik & Bid’ah
Artikel 18 Contoh Bid’ah dan Khurafat di Indonesia
Artikel 19 Tahayul, Bid’ah, Syirik dan Khurafat
Artikel 20 Tahlilan dalam Pandangan NU, Muhammadiyah, PERSIS, Al Irsyad, Wali
Songo, Ulama Salaf dan 4 Mazhab
2. 1-2
Artikel 21 Kejawen Dalam Pandangan Islam
Artikel 22 Menghilangkan Tradisi Kejawen
Artikel 23 Bid'ah di Tengah Kita
Artikel 24 Menyingkap Kesesatan Ajaran Kejawen
3. 1-3
Artikel 1
Tata Cara Memperingati Maulid Nabi :
Persoalan Membaca Rawi dan Syi’ir Maulid1
Sejarah Kemunculan Maulid Nabi Muhammad SAW
Secara makna maulid searti dengan natil atau hari kelahiran. Sementara itu peringatan
natal di pelopori oleh Bishop Katolik Liberius tahun 355 M.
Peringatan Maulid Nabi SAW pertama kali adalah Bani Ubaid yang dipimpin al Mahdi Abu
Muhammad Ubaidillah bin Maimun al Qaddah pada tahun 317 H di Maroko. Kelompok ini
lebih dikenal Qoromithah. Kerajaan Ubaidiyun berdiri 297 H, ibukota Qairawan, Maroko.
Kekuasaan hingga ke Mesir. Namun demikian, 17 Sya’ban 358 H direnut direbut
Qamarithah. Kekuasaan meluas hingga Mesir dan ibukota pindah ke Kairo. Dan Maulid
mulai dirayakan pada masa ini. Pada saat Kekuasaan Fatimiyun tamat, peringatan Maulid
diperingati oleh Raja Mudhafir Abu Sa’ad Kaukaburi tahun 7 Hijrah. Dia merayakan
peringatan dengan sangat mewah yaitu dengan menghidangkan 5. 000 daging panggang,
10. 000 daging ayam. 100. 000 gelas susu dan 30. 000 piring makanan ringan. Perayaan
tersebut dihadiri tokoh agama dan tokoh sufi. Raja menjamu mereka. Orang sufi punya
acara khusus menyanyi dari saat Dhuhur hingga fajar. Dan raja ikut berjoget (Imam Ibnu
Katsir)
Selanjutnya. Bila tiba waktu shafar mereka menghiasi tenda besar dengan hiasan yang
indah dan mewah. Pada tiap tenda ada sekumpulan penyanyi, ahli penunggang kuda dan
pelawak. Hari itu hari libur karena ingin bersuka cita di tenda bersama penyanyi. Bulan
mauilid kurang dua hari raja mengeluarkan unta, sapi dan kambing yang tidak terhitung
jumlahnya, diiringi suara terompet dan nyanyi sampai tiba di tanah lapang. Pada malam
maulid raja mengadakan nyanyian dari maghrib di benteng (Ibnu Khaliqan, Wayatul A’yan,
IV/117-118 dan Majalah fatawa Vol V/02 Shafar 1430 H)
Penutup
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang berkembang pada saat ini menurut nash
yang sahih. . .
. . . merupakan pebuatan yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW sendiri maupun dilaksanakan oleh para sahabat, tabiin,
hingga tabiut tabiin.
Dan peringatan tersebut baru muncul jauh setelah jaman para para sahabat, tabiin,
hingga tabiut tabiin, dimana munculnya dari kerajaan di Maroko yang secara geografis
maupun secara hirarkis sangat jauh dengan Mekah atau Jaman Nabi Muhammad SAW.
Kemunculan yang sangat menyimpang dari ajaran Nabi Muhammad SAW sendiri yakni
dengan pesta dan nyanyi yang di haramkan oleh Rasulullah. Masihkah perlu kita rayakan
dan kita bikin aturan baru yang melanggar petunjuk kepada orang yang kita peringati
kelahirannya? Lucu juga kita ini. Katanya cinta kepada orang yang kita cintai tapi pada saat
yang sama kita dustai, kita lecehkan dan kita benci apa yang beliau kerjakan dengan
berdalih menghormati, tidak mengurangi haknya. Wong Nabi Muhammad SAW itu
melarang melakukan pesta atau perayaan kelahirannya karena itu tidak sesuai ajaran yang
1
http://ramadhani1897. wordpress. com/2014/01/27/tata-cara-memperingati-maulid-
nabi-persoalan-membaca-rawi-dan-syiir-maulid/
4. 1-4
beliau bawa, tetapi kita dustai beliau dengan melawan ajaran beliau pada pembenaran
peringatan hari kelahirannya dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. Allah dan rasulNya
menyerukan tauhid sebagian orang muslim sukanya menjalankan syirik, Allah dan
RasulNya menyerukan sunnah, sebagian orang muslim sukanya menjalankan bid’ah.
Wallahu a‘lam bissawab.
5. 2-5
Artikel 2
Kesesatan Kitab Barzanji, Qashidah Burdah,
dan Maulid Syarafil Anam2
A. Muqaddimah
Kitab Barzanji adalah kitab yang sangat popular di kalangan kaum Muslimin di
Indonesia. Kitab ini merupakan bacaan wajib pada acara-acara Barzanji atau diba’
yang merupakan acara rutin bagi sebagian kaum muslimin di Indonesia.
Kitab Barzanji ini terkandung di dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa-Ad’iyyah yang
merupakan kumpulan dari beberapa tulisan seperti: Qoshidah Burdah, Maulid
Syarafil Anam, Maulid Barzanji, Aqidatul Awwam, Rotib al-Haddad, Maulid Diba’i, dan
yang lainnya.
Kitab yang popular ini di dalamnya banyak sekali penyelewengan-
penyelewengan dari syari’at Islam bahkan berisi kesyirikan dan
kekufuran yang wajib dijauhi oleh setiap Muslim.
Karena itulah Insya Allah dalam pembahasan kali ini akan kami jelaskan kesesatan-
kesesatan kitab ini dan kitab-kitab yang menyertainya dalam kitab, sebagai nasehat
keagamaan bagi saudara-saudara kaum muslimin dan sekaligus sebagai jawaban
kami atas permintaan sebagian pembaca yang menanyakan isi kitab ini. Dan sebagai
catatan bahwa cetakan kitab yang kami jadikan acuan dalam pembahasan ini adalah
cetakan PT. Al-Ma’arif Bandung.
B. Maulid Barzanji dan Kesesatan-Kesesatannya
Maulid Barazanji yang terkandung dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini
dalam halaman 72-147, di dalamnya terdapat banyak sekali kesalahan-kesalahan
dalam aqidah, seperti kalimat-kalimat yang ghuluw(melampaui batas syar’I) terhadap
Nabi, kalimat-kalimat kekufuran, kesyirikan, serta hikayat-hikayat lemah dan dusta.
Di antara kesesatan-kesesatan kitab ini adalah:
1. Mengamini Adanya “Nur Muhammad”
Penulis berkata dalam halaman 72-73:
Dan aku ucapkan selawat dan salam atas cahaya yang disifati dengan
yang dahulu dan yang awal
Kami katakan: ini adalah aqidah Shufiyyah yang batil, orang-orang Shufiyyah
beranggapan bahwa semua yang ada di alam semesta ini diciptakan dari nur
(cahaya) Muhammad kemudian bertebaran di alam semesta. Keyakinan ini
merupakan ciri khas dari kelompok Shufiyyah, keyakinan mereka ini hampir-
hampir selalu tercantum dalam kitab-kitab mereka.
Ibnu Atho as-Sakandari berkata: “Seluruh nabi diciptakan dari Ar-Rohmah dan
Nabi kita Muhammad adalah ‘Ainur Rahmah. ” (Lathaiful Minan hal. 55)
2
http://www. nahimunkar. com/kesesatan-kitab-barzanji-qashidah-burdah-dan-maulid-
syarafil-anam/, Mufti Markaz fatwa dengan bimbingan Dr Abdullah Al-Faqih, Fatawa
Ash-Shabakah Al-Islamiyyah juz 8 halaman 147, nomor fatwa 15215, judul: Maulid Al-
Barzanji bid’ah, tanggal fatwa 28 Muharram 1423H/ islamweb.
6. 2-6
Merupakan hal yang diketahui setiap muslim bahwasanya Rasulullah adalah
manusia biasa yang dimuliakan oleh Allah dengan risalah-Nya sebagaimana para
rasul yang lainnya, Allah berfirman:
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian,
yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Ilah kalian itu adalah
Ilah Yang Esa”. ” (QS. Al-Kahfi : 110)
2. Membawakan Hikayat-HikayatDusta Seputar Kelahiran Nabi
Penulis berkata dalam halaman 77-79 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa
Ad’iyyah ini:
Dan memberitahukan tentang dikandungnya beliau setiap binatang
ternak Quraisy dengan Bahasa Arab yang fasih!
Dan tersungkurlah tahta-tahta dan berhala-berhala atas wajah-wajah
dan mulut-mulut mereka!
Dan saling memberi kabar gembira binatang-binatang liar di timur dan
di barat beserta binatang-binatang lautan!
Saat malam kelahirannya datang kepada ibunya Asiyah dan Maryam
beserta para wanita dari surga!
Kami katakan: Kisah ini adalah kisah yang lemah dan dusta sebagaimana yang
dijelaskan oleh para ulama hadits. (Lihat Siroh Nabawiyyah Shohiihah 1/97-100)
3. Bertawassul dengan Dzat Nabi
Penulis berkata pada halaman 106 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah
ini:
Dan kami bertawassul kepadaMu dengan kemuliaan dzat Muhammad
Dan yang dia adalah akhir para nabi secara gambaran dan yang paling
awal secara makna
Dan dengan para keluarganya bintang-bintang keamanan manusia
Kami katakan: Tawassul dengan dzat Nabi dan keluarganya serta orang-orang
yang sudah mati adalah tawassul yang bid’ah dan dilarang. Tidak ada satupun
doa-doa dari Kitab dan Sunnah yang terdapat di dalamnya tawassul dengan jah
atau kehormatan atau hak atau kedudukan dari para makhluk. Banyak para
imam yang mengingkari tawasssul-tawassul bid’ah ini. al-Imam Abu Hanifah
berkata: “Tidak selayaknya bagi seorang pun berdoa kepada Allah kecuali
denganNya, aku membenci jika dikatakan: “Dengan ikatan-ikatan kemuliaan dari
arsyMu, atau dengan hak makhlukMu. ” Dan ini juga perkataan al-Imam Abu
Yusuf. (Fatawa Hindiyyah 5/280)
Syeikh al-Albani berkata: “Yang kami yakin dan kami beragama kepada Allah
dengannya bahwa tawassul-tawassul ini tidaklah diperbolehkan dan tidak
disyari’atkan, karena tidak ada dalil yang bisa dijadikan hujjah padanya,
tawassul-tawassul ini telah diingkari oleh para ulama ahli tahqiq dari masa ke
masa. ” (at-Tawassul anwa’uhu wa Ahkamuhu hal. 46-47)
4. Menyatakan Bahwa Kedua Orang Tua Nabi Dihidupkan Lagi dan Masuk Islam
Penulis berkata dalam halaman 114:
Dan sesungguhnya keduanya (Abdullah dan Aminah) telah menjadi ahli
iman
7. 2-7
Dan telah datang hadits tentang ini dengan syawahidnya (penguat-
penguatnya)
Maka terimalah karena sesungguhnya Allah mampu menghidupkan di
setiap waktu
Kami katakan: Hadits tentang dihidupkannya kedua orang tua Nabi dan
berimannya keduanya kepada Nabi adalah hadits yang dusta. Syaikh Ibnu
Taimiyyah berkata: “Hadits ini tidak shohih menurut ahli hadits, bahkan mereka
sepakat bahwa hadits itu adalah dusta dan diada-adakan…Hadits ini di samping
palsu juga bertentangan dengan al-Qur’an, hadits shohih dan ijma. ”(Majmu’
Fatawa 4/324)
5. Berdoa dan Beristighotsah kepada Nabi
Penulis berkata dalam halaman 1114:
Wahai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan
Tolonglah aku dan selamatkan aku, wahai penyelamat dari neraka Sa’ir
Wahai pemilik kebaikan-kebaikan dan pemilik derajat-derajat
Hapuskanlah dosa-dosa dariku dan ampunilah kesalahan-kesalahanku
Kami katakan: Ini adalah kesyirikan dan kekufuran yang nyata karena penulis
berdoa kepada Nabi dan menjadikan Nabi sebagai penghapus dosa, dan
penyelamat dari azab neraka, padahal Allah berfirman:
“Katakanlah: “Sesungguhnya Aku hanya menyembah Rabbku dan akau
tidak mempersekutukan sesuatupun denganNya. ” Katakanlah:
“Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan pun
kepadamu dan tidak pula suatu kemanfaatan. ” Katakanlah:
“Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun dapat melindungiku dari
(azab) Allah dan sekali-kali aku tidak akan memperoleh tempat berlindung
selain daripada-Nya. ” (QS. Al-Jin: 20-22)
Syaikh Abdur Rohman bin Nashir as-Sa’di berkata:
“Katakanlah kepada mereka wahai rosul sebagai penjelasan dari hakikat
dakwahmu:
“Sesungguhnya Aku hanya menyembah Rabbku dan aku tidak
mempersekutukan sesuatupun denganNya. ”
Yaitu aku mentauhidkan-Nya, Dialah Yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-
Nya. Aku lepaskan semua yang selain Allah dari berhala dan tandingan-
tandingan, dan semua sesembahan yang disembah oleh orang-orang
musyrik selain-Nya.
“Katakanlah:
“Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan
pun kepadamu dan tidak pula suatu kemanfaatan. ”
Karena aku adalah seorang hamba yang tidak memiliki sama sekali
perintah dan urusan. ”
Katakanlah:
“Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun dapat melindungiku
dari (azab) Allah dan sekali-kali aku tidak akan memperoleh tempat
8. 2-8
berlindung selain daripada-Nya. ”
Yaitu tidak ada seorang pun yang dapat aku mintai perlindungan agar
menyelamatkanku dari adzab Allah. Jika saja Rasulullah yang merupakan
makhluk yang paling sempurna, tidak memiliki kemadhorotan dan
kemanfaatan, dan tidak bisa menahan dirinya dari Allah sedikitpun, jika Dia
menghendaki kejelekan padanya, maka yang selainnya dari makhluk lebih
pantas untuk tidak bisa melakukan itu semua. ” (Tafsir al-Karimir Rohman
hal. 1522 cet. Dar Dzakhoir)
Ayat-ayat di atas dengan jelas menunjukkan atas larangan berdo’a kepada
Rasulullah dan bahwa Rasulullah tidak bisa menyelamatkan dirinya dari adzab
Allah apalagi menyelamatkan yang lainnya !
C. Qoshidah Burdah Dan Kesesatan-Kesesatannya
Qoshidah Burdah terkandung dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah di dalam
halaman 148-173. Qoshidah ini ditulis oleh Muhammad al-Bushiri seorang tokoh
tarikat Syadziliyyah.
Qoshidah Burdah adalah kumpulan bait-bait sya’ir yang di dalamnya terdapat banyak
sekali kalimat-kalimat kesyirikan dan kekufuran yang nyata, di antara bait dari
qoshidah tersebut adalah:
Maka sesungguhnya dunia dan akhirat adalah dari kemurahanmu wahai Nabi
Dan dari ilmumu ilmu lauh dan qolam (hal 172 dari kitab Majmu’atu Mawalid
wa Ad’iyyah)
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin mengomentari perkataan Bushiri di atas
dengan berkata: “Ini termasuk kesyirikan yang terbesar, karena menjadikan dunia
dan akhirat berasal dari Nabi yang konsekwensinya bahwasanya Allah sama sekali
tidak punya peran…” (Qaulul Mufid 1/218)
D. Maulid Syarofil-Anam dan Kesesatan-Kesesatannya
Maulid Syarofil Anam terkandung dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini
dalam halaman 217, dia juga merupakan kumpulan bait-bait sya’ir yang di dalamnya
terdapat banyak sekali kalimat-kalimat yang ghuluw terhadap Nabi, di antara contoh-
contoh kalimat tersebut adalah:
Keselamatan semoga terlimpah atas mu wahai penghapus dosa
Keselamatan semoga terlimpah atasmu wahai penghilang duka-duka (kitab
Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah hal. 3 dan 4)
Wahai Rasulullah wahai yang terbaik dari semua Nabi
Selamatkanlah kami dari neraka Hawiyah wahai pemilik jabatan yang suci (hal.
8 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah)
Kami katakan: Ini adalah kesyirikan dan kekufuran yang nyata karena penulis berdoa
kepada Nabi dan menjadikan Nabi sebagai penghapus dosa, penghilang kedukaan,
dan penyelamat dari azab neraka, padahal Nabi tidak kuasa mendatangkan suatu
kemudhorotan pun dan tidak pula suatu kemanfaatan kepada siapa pun, tiada
seorang pun dapat melindunginya dari azab Allah dan tidak akan memperoleh
tempat berlindung selain daripada-Nya, sebagaimana dalam ayat 20-22 dari Surat al-
Jin di atas.
Kemudian di dalam kitab Maulid Syarofil Anam juga terkandung banyak kisah-kisah
9. 2-9
yang lemah dan dusta sebagaimana dalam kitab Barzanji di atas, seperti kisah
bahwasanya :
. . . ibunda Rasulullah ketika mengandung beliau tidak merasa berat
sama sekali, Rasulullah dilahirkan dalam keadaan sudah dikhitan,
bercelak, berhala-berhala jatuh tersungkur, bergoncanglah singgasana
Kisro, dan matilah api orang-orang Majusi (kitab Majmu’atu Mawalid
wa Ad’iyyah hal. 10-12).
Kisah-kisah ini adalah kisah-kisah yang lemah dan dusta sebagaimana dijelaskan oleh
para ulama hadits (Lihat Siroh Nabawiyah Sohihah 1/97-100).
(Dipetik dari tulisan Abu Ahmad As-Salafi, Majalah Al-Fuqon, Gresik, edisi 09 tahun
VI/ Robi’uts Tsani 1428 /Mei 2007, halaman 41-44).
E. Fatwa: Maulid Al-Barzanji Bid’ah
1. Pertanyaan
Di sisi kami ada yang dinamai dengan Al-Barzanji, yaitu ekspresi untuk
berkumpulnya orang-orang lalu mereka mengulang-ulang sierah/ sejarah Rasul
dan mereka bershalawat atasnya dengan lagu tertentu dan mereka
mengerjakannya itu di sisi kami dalam acara-acara atau dalam pengantenan-
pengantenan.
2. Fatwa
Al-hamdulillah, shalawat dan salam atas Rasulillah dan atas keluarganya dan
sahabatnya. Adapun setelah itu: Maka ini adalah perkara muhdats (diada-
adakan secara baru, kata lain dari bid’ah, red), tidak pernah dikerjakan oleh
(para sahabat) orang sebaik-baik ummat ini sesudah nabinya, yaitu mereka para
sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta agungnya kecintaan
mereka terhadap beliau. Seandainya itu baik maka pasti mereka telah
mendahului kita kepadanya.
Kita wajib mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kita saling
mengkaji sierah/ sejarah beliau agar kita mendapatkan petunjuk dengan
pentunjuk beliau dan mengikuti jejak beliau, tetapi beserta ikut kepada beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal yang disyari’atkannya, dan tidak
membuat-buat ibadah-ibadah baru yang beliau tidak membawakannya, atau
tambahan atas ibadah-ibadah yang telah disyari’atkannya. Karena hal itu
termasuk sebab-sebab ditolaknya amal atas pelakunya. Maka sungguh telah
bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Barangsiapa beramal suatu amalan bukan berdasarkan atas perintah
kami maka dia tertolak. (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim dan
lainnya)
10. 3-10
Artikel 3
Tradisi Barzanji Dalam Tinjauan Syariat3
A. Bahaya di Balik Tradisi Bid’ah
Baik atau buruknya barzanji termasuk amalan bid’ah karena:
1. Amalan seperti itu tidak pernah di ajarkan oleh Nabi SAW dan tidak pernah pula
dilakukan oleh masyarakat pada zaman sahabat sepeninggal Nabi SAW, sehingga
termasuk perkara baru yang diada-adakan dalam agama Islam sedangkan
perkara baru yang diada-adakan itu dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
“ Katakanlah:Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji baik yang
Nampak atau yang tersembunyi, perbuatan dosa, melanggar hak manusia
tanpa alas an yang benar, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang
Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan mengada-adakan terhadap
Allah sesuatu yang tidak kamu ketahui”(QS. Al A’raaf:33).
“Jauhilah segala perkara baru yang diada-adakan (dalam agama). Setiap
perkara baru yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah
sesat dan segala kesesatan balasannya adalah neraka”(HR. Abu Daaud, Ad
Daraimi dan Tirmidzi)
2. Tradisi barzanji mengandang kepercayaan baru bagi masyarakat yang tidak
dikenal dalam aqidah Islam, yaitu dapat mendatangkan berkah dan membuang
sial, dan menimbulkan keharusan untuk melakukannya. Jadi kepercayaan dan
amalan barzanji telah menyentuh ranah aqidah dan ibadah yang menandingi
aqidah dan ibadah yang diajarkan Islam.
Tradisi barzanji sebagai suatu bid’ah akan mendatangkan bahaya bagi para
pengikutnya. Bahaya-bahaya yang akan muncul antara lain :
a. Bid’ah lebih berbahaya dari pada perbuatan maksiat, sebab orang yang
berbuat maksiat seperti berzina, mencuri, umumnya bersembunyi atau
merasa minder karena merasa berdosa. Lain halnya dengan orang yang
berbuat bid’ah, dia terang-terangan karena tidak merasa bahwa
perbuatannya itu terlarang, tetapi sebaliknya merasa dapat pahala.
b. Pelakunya termasuk orang yang tersesat, sebagaimana firman Allah :
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang-orang yang mengikuti
hawa nafsunya dengan tidak mendapatkan petunjuk dari Allah
sedikitpun” (QS. Al Qashas : 50).
Dan sabda Nabi SAW :
“Setiap bid’ah adalah sesat dan segala kesesatan tempatnya adalah
neraka” (HR. Abu DAUD DAN tirmidzi).
c. Allah menutup tobatnya ahli bid’ah, sebagaimana sabda Nabi :
“Sesungguhnya Allah menghalangi taubat setiap ahli bid’ah “
(Dishohihkan oleh Al-Albani).
3
http://yayuelsahdotcom1. wordpress. com/2013/05/14/tradisi-barzanji-dalam-tinjauan-
syariat-4/
11. 3-11
d. Amal bid’ah lebih disukai oleh Iblis karena perbuatan maksiat boleh jadi
orangnya bertaubat, sedangkan ahli bid’ah tidak akan bertaubat karena
tidak merasa melakukan perbuatan dosa. (Majmu’ fatwa Ibnu Taimiyah).
e. Pelaku bid’ah menipu umat dan dirinya sendiri karena punya prinsip-prinsip
yang penting tujuannya baik. Orang yang hanya mementingkan niat baik
tanpa melihat apakah amalannya sesuai dengan tuntunan Nabi ataukah
tidak adalah ciri sifat orang munafik sebagaimana firman Allah:.
“Maka apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik
pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik (sama
dengan orang yang tidak ditipu oleh setan?)”
f. Ahli bid’ah itu sombong, merasa dirinya lebih pandai daripada Nabi
Muhammad dan para sahabatnya, sehingga mereka membuat amalan-
amalan baru untuk menyempurnakan agama Islam, padahal Allah telah
menyatakan bahwa Islam telah sempurna sempurna. Segala sesuatunya
telah diajarkan (QS. Al Maaidah : 3).
“Dan kami turunkan kepadamu al Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri” (QS. An nahl : 89).
g. Para penyebar dan pemimpin amalan bid’ah akan memikul dosanya dan
dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka
sedikitpun.
“Barangsiapa yang memulai sesuatu yang buruk maka dia akan
memperoleh bagian dosa dari orang yang mengikutinya” (HR. Muslim).
h. Pembuat dan pelaku bid’ah akan mendapat laknat, dan ditolak amalnya.
“sesungguhnya orang yang menyembunyikan kebenaran apa yang
telah kami turunkan berupa keterangan (yang jelas) dan petunjuk,
setelah kami menerangkannya kepada manusia dalam al kitab, mereka
dilaknat Allah dan dilaknat pula oleh sesama makhluk yang dapat
melaknat”(QS. Al Baqarah : 159).
“Barang siapa membuat perkara baru dalam agama (bid’ah) di
dalamnya atau melindungi orang yang membuat bid’ah (dosa dan
maksiat), maka ia akan memperoleh laknat Allah, para Malaikat, dan
seluruh umat manusia, allah tidak akan menerima amalan wajibnya
dan tidak pula amalan sunnahnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
i. Pelaku bid’ah tidak diperbolehkan meminum air dari telaga nabi SAW pada
hari kiamat pada saat umat Islam lainnya dipersilahkan menikmati air telaga
yang apabila diminum maka manusia tidak akan haus selama-lamanya. (HR.
Bukhari dan muslim).
j. Allah SWT telah menyiapkan neraka kepada para pelaku bid’ah, yang
melanggar peringatan-Nya. Peringatan-peringatan Allah yang dilanggar
antara lain ;
”Janganlah kamu mengikuti apa-apa yang tidak ada pengetahuanmu
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati akan
dimintai pertanggungjawabannya. ’(QS. Al Israa:36)
“Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkan
kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan
12. 3-12
Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan”(QS. Shaad:26).
“Jika kamu mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi niscaya
mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah”(QS. Al An Aam:116)
Dan peringatan Rasulullah SAW :
“Jauhilah perkara baru yang diada-adakan (dalan urusan agama),
karena setiap perkara baru yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap
bid’ah adalah sesat”dan pada hadist lain dikatakan”Setiap kesesatan
balasannya adalah neraka” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
”Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami yang
bukan perintah kami maka amalan itu pasti di tolak”, ”Barangsiapa
yang melakukan suatu amalan yang tidak ada atasnya syariat
(perintah) kami maka tertolak” (HR. Bukhari-Muslim).
B. Penutup
1. Kesimpulan
a. Terpecahnya umat Islam dalam beragama, yaitu adanya kelompok yang pro
dan kelompok yang kontra terhadap tradisi barzanji, disebabkan karena
perbedaan pemahaman beragama, sehingga muncul perbedaan keyakinan.
1) Kelompok pro yang setia melestarikan tradisi barzanji, yakin bahwa
barzanji itu baik sebagai bagian dari syiar Islam adalah berdasarkan
persangkaan, tuntutan nafsu dan akal-akalan, karena tidak bisa
dibuktikan dengan dalil-dalil syarii (Al Quran dan Hadist). Mereka
adalah kelompok pemberani yang tampil sebagai pahlawan pembela
tradisi barzanji, sekalipun harus melupakan peringatan-peringatan
Allah yang melarang kita mengada-ada dalam agama, mengikuti tradisi
nenek moyang dan perintah melaksanakan syariat yang diajarkan Allah
dan Rasul-Nya saja.
2) Kelompok kontra yang setia pada sunnah, yakin bahwa barzanji itu
adalah amalan baru atau sesat, karena tidak memiliki dasar dan
tuntunan syarii (Al Quran dan Hadist). Mereka bisa membuktikan
dengan dalil-dalil syarii bahwa barzanji adalah perkara baru yang
diada-adakan dalam Islam, yang dapat mengantar kita ke dalam
neraka.
b. Suatu amalan dapat dikatakan sebagai amalan sunnah apabila amalan itu
memiliki dasar dan tuntunan dalam sunnah Al Qurran dan sunnah
Rasulullah SAW.
c. Mengenai pendapat kelompok pro bahwa barzanji adalah bagian dari syiar
Islam yang dapat meningkatkan kecintaan kepada Nabi, mendatangkan
berkah dan membuang sial kita bisa Firman Allah:
1) “Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan, sedangkan
sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap
kebenaran”(QS. An Najm:28)
2) “Mereka diperdaya dalam agama mereka oleh apa yang mereka ada-
adakan”(QS. Ali Imran:24).
3) “Persangkaan itu akan membinasakan kamu dan jadilah kamu
13. 3-13
termasuk orang-orang yang rugi”(QS. Fushshilat:23).
d. Mengenai pendapat kelompok kontra bahwa barzanji bukan sunnah atau
bagian dari syiar Islam, simak juga pernyataan Allah dan Rasul-Nya bahwa
mengada-adakan terhadap Allah sesuatu yang tidak diketahui atau yang
tidak ada hujjah (keterangan untuk melakukannya) Allah adalah termasuk
perbuatan yang haram (QS. Al A’Raaf:33). Allah melarang kita mengikuti
tradisi-tradisi nenek moyang karena pembuat tradisi itu bukanlah orang
yang diberi petunjuk dan termasuk sarana bagi setan unutk membawa kita
ke dalam api yang menyala-nyala (QS. Al Baqarah:170 dan Luqman:21).
Rasulullah SAW menyampaikan wasiat kepada umatnya agar menjauhi
segala perkara baru yang diada-adakan, karena setiap perkara baru yang
diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat (HR. Abu Daud
dan Tirmidzi).
e. Secara ukrawi (keakhiratan), tidakada dalil baik dalam Al Quran maupun
Hadist yang menerangkan manfaat melakukan amalan bid’ah, kecuali
menerangkan kerugiannya. Dan secara duniawi manfaat manfaat barzanji
tidak ada artinya dibanding resiko melakukannya.
f. Bid’ah itu adalah perkara baru yang diada-adakan dalam urusan agama
Islam yang menyangkut kepercayaan dan amalan baru yang tidak pernah
diajarkan oleh Nabi SAW. Bid’ah itu adalah ajaran kepercayaan yang
melahirkan amalan yang dianggap ibadah selain yang diajrkan Nabi SAW.
Adapun sarana untuk melaksanakan ibadah atau kebiasaan masyarakat
yang menyangkut kehidupan keduniaan bukanlah dalam pengertian bid’ah.
Allah dan rasul-Nya tidak pernah mengatakan bahwa perkara baru yang
diada-adakan itu ada yang baik da nada yang sesat. Hanya ahli-ahli bid’ah
yang membagi bid’ah itu menjadi dua, yaitu bid’ah hasanah (baik) dan
bid’ah dhalala (buruk). Bid’ah hasanah dibagi lagi menjadi bid’ah wajibu
(wajib) dan bid’ah sunnah.
g. Mengenai siapa yang benar dan siapa yang salah atau sesat dari kedua
kelompok (pro dan kontra) silahkan pembaca menilai dan memutuskan
sendiri dengan mengacu kepada sumber kebenaran, yaitu Al Quran dan
Sunnah Rasulullah SAW. Yang benar adalah yang sesuai dengan Al Quran
dan Sunnah Rasul dan yang sesat adalah yang tidak sesuai dengan sunnah
Rasul.
2. Saran- Saran
a. Agama dimulai dari ilmu lalu ibadah. Oleh karena itu, sebelum manusia
dibebani ibadah maka terlebih dahulu diajarinya ilmu tentang bertuhan.
Ilmu Allah itu diajarkan oleh Nabi dan Rasul kepada umat manusia.
Makanya tuntut dulu ilmu untuk mengetahui agama yang benar lalu
mengamalkan ajaran-ajaran agama.
b. Ajaran agama yang benar ada di dalam Wahyu Allah, yaitu Al Quran dan
Sunnah Rasul. Makanya bagi pencari kebenaran pelajari agama Islam
melalui sumbernya, yaitu Al Quran dan Sunnah Rasul.
c. Bermohonlah kepada Allah agar dibukakan hati dan diberi petunjuk ke jalan
yang benar, dan tetaplah pada jalan yang benar sebagaimana yang
diperintahkan Allah kepadamu dan berpegang teguhlah pada tali(agama)
Allah dan janganlah berpecah belah.
14. 4-14
Artikel 4
Kesesatan- Kesesatan Dalam Kitab Berzanji4
A. Kitab Berzanji
Kitab Barzanji adalah buah karya Syekh Jafar Al Barzanji bin Husin bin Abdul Karim
(1690-1766 M), seorang qadli (hakim) dari Mazhab Maliki yang bermukim di
Madinah. Judul asli kitab tersebut, 'Iqd al-Jawahir (untaian permata). Namun, nama
Barzanji (sang penulis--Red) lebih dikenal masyarakat Muslim ketimbang nama judul
kitabnya. Dan pengucapan kata 'barzanji' secara fasih agaknya cukup menyulitkan
lidah lokal Indonesia, sehingga kata tersebut teradaptasi menjadi berjanji.
Karya sastra al-Barzanji ini begitu masyhur di Tanah Air. Syekh Nawawi al-Bantani
telah mensyarahi (menjabarkan) isi kitab tersebut dan diberi judul Madarijus Shu`ud
ila Iktisa` al-Burud. Beberapa ahli bahasa Arab menerjemahkannya ke dalam bahasa
Indonesia. Sastrawan WS Rendra pernah mementaskannya dalam Pagelaran Seni
Teater Shalawat Barzanji beberapa tahun silam.
Penulisan Kitab Barzanji tidak lepas dari sejarah panjang konflik militer dan politik
antara umat Islam dan umat Kristen Barat dalam Perang Salib. Selama Perang Salib
berlangsung, Sultan Salahuddin al-Ayyubi (1138-1193 M) sadar akan pentingnya figur
pemersatu yang diimajinasikan bersama. Dialah Rasulullah SAW.
B. Keagungan Nabi dalam Barzanji
Yaa Nabi salam 'alaika (Wahai Nabi, semoga
kedamaian selalu tercurahkan kepadamu)
Yaa Rasul salam 'alaika (Wahai Rasul,
semoga kedamaian selalu tercurahkan
kepadamu)
Yaa habib salam 'alaika (Wahai sang kekasih,
semoga kedamaian selalu tercurahkan
kepadamu)
Shalawatullah 'alaika (Semoga kemulyaan
dari Allah selalu dilimpahkan kepadamu).
Syair itu begitu akrab di telinga masyarakat Muslim Indonesia. Setiap saat, baik di
rumah, surau, majelis taklim, maupun masjid, syair tersebut dikumandangkan untuk
memuji Nabi Muhammad SAW. Apalagi pada bulan Rabiul Awal, yang merupakan
tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW, pembacaan syair-syair pujian kepada
Rasulullah, baik Diba' Barzanji, Burdah, Simthuddurar (Maulid Habsyi), bergema
dalam berbagai kegiatan keagamaan. Tidak saja di Indonesia, tetapi juga sering
dibaca umat Islam di Asia Tenggara dalam berbagai upacara keagamaan. Dan syair
maulid Diba' Barzanji, Burdah, Simthuddurar dan lainnya, kini dibukukan dalam satu
buku yang diberi nama Syaraf al-Anam.
Umat Muslim Indonesia punya cara tersendiri dalam mengekspresikan rasa cintanya
4
http://mantankyainu. blogspot. com/2011/04/kesesatan-kesesatan-dalam-kitab. html
15. 4-15
terhadap Rasulullah SAW. Pujian dan shalawat disuarakan bersama-sama secara
khusyuk dan terkadang diiringi alunan musik tradisional, kompang, gambus, hadrah,
rebana, dan lainnya. Kegiatan pembacaan syair maulid ini begitu semarak dalam
semangat kebersamaan. Bagi umat Islam, pembacaan syair-syair maulid ini
merupakan penghormatan dan pujian atas keteladanan penghulu umat, Muhammad
SAW.
Syair di atas adalah bait kedua dan ketiga dari nazhom Al-Barzanji.
Namun demikian, saat pembacaan syair Burdah, Diba' atau al-Habsyi, syair ini juga
sering dibaca, terutama ketika memasuki mahallu al-qiyam (tempat berdiri).
Syair Barzanji yang dikenal juga dengan Maulid Barzanji mengisahkan riwayat hidup
Nabi Muhammad SAW dalam untaian syair yang menakjubkan. Dalam garis besarnya,
karya ini terbagi dua, yaitu natsar dan nazhom. Pada bagian natsar terdapat 19
subbagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi ah pada tiap-tiap
rima akhir. Seluruhnya merunutkan riwayat Nabi Muhammad SAW, mulai dari saat-
saat menjelang baginda Nabi dilahirkan hingga masa-masa tatkala beliau mendapat
tugas kenabian. Sementara, bagian nazhom terdiri atas 16 subbagian yang memuat
205 untaian syair, dengan mengolah rima akhir nun.
Di dalam kitab ini tidak terdapat informasi tentang tanggal, bulan, dan tahun suatu
peristiwa sejarah secara detail. Kitab ini ditulis tidak dimaksudkan sebagai buku
sejarah, namun data historis yang disajikan merujuk kepada Alquran, hadis, dan sirah
nabawiyah. Syair ini merupakan karya sastra tentang riwayat hidup Rasulullah SAW
dengan kekuatan bahasa, pemilihan kata yang apik dan serasi, serta metafor yang
indah. Sebagai contoh, keluhuran sosok Rasulullah dianalogikan dengan benda-benda
langit sebagai penghias alam semesta, bahkan lebih indah dari benda-benda itu.
C. Cahaya di Atas cahaya
Bahkan, Syekh Ja'far menggambarkan kehadiran sang Rasul di tengah umat Muslim
dalam nazhom-nya pada baris keempat yang berbunyi :
Asyraqa al-badru 'alaina fa ikhtafat minhu al-buduuru (Telah terbit purnama
di tengah-tengah kita, maka tertutuplah semua bulan purnama).
Pada bait berikutnya, Syekh Ja'far menggambarkan:
Anta syamsun anta badrun Anta nuurun fawqa nuuri (Engkaulah surya,
engkaulah purnama. Engkaulah cahaya di atas cahaya).
Dalam tradisi masyarakat Arab, metafora dan simbol terhadap benda-benda langit
dimaksudkan menumbuhkan kekuatan rasa cinta dan rindu terhadap orang yang
dijunjung, sebagaimana manusia selalu merindukan hadirnya purnama. Dengan
penggambaran yang demikian, sang pengarang ingin menyampaikan betapa pribadi
Rasulullah begitu agung lagi penting bagi umat manusia, sebagaimana benda-benda
langit yang letaknya di atas, memancarkan keindahan, tak terjangkau oleh tangan
namun selalu dirindukan, dan memiliki peran penting dalam menjaga dinamika
kehidupan alam semesta.
Pribadi dan akhlak baginda Nabi tidak lain adalah ejawantah ajaran Alquran yang
wajib ditiru oleh umat Islam. Beliau adalah cahaya di atas cahaya yang menyinari hati
setiap umatnya, membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Anta
mishbahu as-shuduuri (Engkau adalah lentera hati), kata Syekh Ja'far dalam nazhom
bait ketujuh. Kehadirannya sebagai cahaya merupakan nikmat tak terhingga bagi
semua makhluk hidup. Melalui beliaulah manusia mengenal Tuhannya secara lebih
dekat.
16. 4-16
Keindahan syair Barzanji tidak hanya terletak pada metafornya, tetapi juga pilihan
kata-katanya. Setiap kalimatnya berupa kasidah puitis yang diakhiri dengan huruf
yang sama (ah atau nun). Mudah diucapkan dan nikmat didengar. Bahkan, bagi
masyarakat yang masih kuat memelihara tradisi lisan, susunan kalimat itu
mempermudah umat dalam menghapalkannya. Sebagaimana kebiasaan para santri
pesantren tradisional yang melantunkan bait-bait syair Barzanji tanpa melihat teks.
Untaian kemilau kata yang berakhir dengan bunyi ah tampak pada pelukisan nasab
baginda Nabi Muhammad SAW dalam natsar bait pertama. Judul Untaian Mutiara/
agaknya dipilih oleh penulis untuk melukiskan kemulyaan silsilah keluarga Rasulullah
yang dituturkan dalam rangkaian kalimat bersajak. Berikut adalah terjemahannya.
''Kusampaikan bahwasanya junjungan kita Nabi Muhammad SAW adalah
putra Abdullah, putra Abdul Muthalib, nama aslinya ialah Syaibatul Hamd,
karena budi pekertinya yang agung. (Abdul Muthalib) adalah putra Hasyim,
nama aslinya Amr, putra Abdu Manaf, yang nama aslinya Al-Mughirah,
yang mencapai kemulyaan yang tinggi. ''
Pada bagian ini ditutup dengan untaian syair:
Nasabun tahsibul 'ula bihulah (Rangkaian nasab yang berkedudukan tinggi).
qalladatha nujumah al-jawza'u (laksana barisan bintang-bintang yang saling
terkait).
Habbadza 'iqdu sudadiw wa fakhari (Betapa indah untaian yang sangat
mulia dan membanggakan itu).
anta fahil yatimatul 'ashma-u (dengan dikau yang laksana liontin berkilau di
dalamnya).
Sejumlah kisah perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW, secara berurutan diuraikan
dengan rima yang masih sama. Sang penulis mengisahkan masa kehamilan ibunda
Rasul, dan kelahiran beliau yang disertai dengan keajaiban-keajaiban alam. Berikut
sekelumit kisah kehadiran sang Nabi dari syair Barzanji.
Dikisahkan pada masa hamil Nabi Muhammad, ibunda beliau, Aminah, didatangi
malaikat utusan Allah yang mengabarkan bahwa beliau sedang mengandung seorang
nabi dan junjungan seluruh umat manusia. Pada masa kehamilan itu pula, sang ibu
menyaksikan cahaya keluar dari tubuhnya. Cahaya tersebut bersinar sampai ke
negeri Syam.
Di tempat lain terjadi pula peristiwa yang menakjubkan. Disebutkanlah satu
guncangan di istana Kisra di Persia yang menyebabkan istana tersebut retak, yang
menjadi tanda keruntuhan kerajaan itu. Juga, api di negara Parsi yang tidak pernah
padam selama hampir seribu tahun, namun kemudian padam pada saat Muhammad
dilahirkan. Peristiwa ini mengejutkan orang-orang Parsi.
Sementara itu, di dalam nazhom yang diakhiri dengan bunyi nun, keutamaan budi
pekerti baginda Rasul diuraikan dengan barisan kata yang memesona. Di bagian ini
penulis menyajikan pribadi Nabi sebagai suri teladan dalam menciptakan kesetaraan,
tenggang rasa, dan cinta kasih antarsesama.
Rasul berada di garis terdepan dalam penerapan tatanan sosial berdasarkan ajaran
agama Islam. Beliau sangat mencintai kaum fakir miskin, berjalan seiring sejalan
dengan para sahabatnya tanpa membedakan status sosial maupun ekonomi. Syair
Barzanji mengisahkan suatu ketika Rasulullah mengatakan Khalluu Dhohri (janganlah
kalian berjalan di belakangku). Ini menunjukkan sebuah keteladanan sang pemimpin
akan pentingnya kebersamaan dengan saudara seiman.
17. 4-17
Inilah sedikit rahasia mengapa umat Islam Indonesia begitu gandrung dengan syair
Barzanji. Di satu sisi, Barzanji menyajikan kisah kehidupan Nabi dengan untaian
kalimat yang begitu gemilang. Dan di sisi lain, masyarakat Indonesia pada umumnya
tumbuh berkembang dalam lingkungan yang kaya akan karya sastra. Dengan
demikian, penerimaan Barzanji di Tanah Air berjalan cepat dan berakar kuat.
Keteladaan Nabi dalam syair Barzanji menjadi salah satu sarana bagi umat Muslim
Indonesia untuk membangun kehidupan individu dan sosial yang ideal. Karya sastra
ini membantu proses penanaman nilai-nilai luhur Islam dalam setiap sanubari insan
Muslim. Karena itu, setiap Muslim hendaknya istikamah, berpegang pada norma-
norma agama yang diajarkan Rasulullah SAW, sekaligus mencontoh kepribadian,
akhlak, dan perilaku beliau.
D. Gema Barjanji
Sayangnya, transformasi nilai dalam syair-syair maulid Barzanji dan lainnya dalam
kehidupan umat sehari-hari masih terkendala oleh faktor bahasa.
Sejauh ini, terjemah versi bahasa Indonesia belum banyak dibaca oleh
masyarakat, terutama yang berada di pedesaan. Akibatnya, tidak banyak
umat Muslim Indonesia yang mampu menyelami mutiara hikmah yang
terkandung di dalamnya.
Namun yang cukup menggembirakan, kesadaran keagamaan masyarakat Muslim
masih cukup tinggi, sebagaimana tampak pada kecenderungan mereka membaca
riwayat hidup Nabi, dan berupaya mencontoh kepribadian beliau yang dipaparkan
para tokoh agama melalui upacara-upacara keagamaan.
Maulid Nabi Muhammad pada 12 Rabi'ul Awal, yang jatuh pada 9 Maret 2009
disambut oleh umat Muslim seantero nusantara dengan berbagai ekspresi
kebahagiaan. Salah satu kegiatan yang pasti tidak tertinggal adalah pembacaan
Barzanji secara bersama-sama di berbagai tempat. Indahnya syair Barzanji
dilantunkan melalui ekspresi-ekspresi budaya, yang tidak hanya membangun
kematangan spiritual masyarakat, tetapi juga kekuatan jaringan sosial mereka.
Untuk kesekian kalinya, gema shalawat Nabi terdengar serentak di seluruh
nusantara.
Yaa Nabi Salaamun 'alaika
Yaa Rasul Salaamun 'alaika
Anta syamsun anta badrun
Anta nuurun fawqa nuuri.
E. Syekh Ja'far al-Barzanji: Sang Pecinta Rasulullah
Sastra adalah salah satu unsur budaya Arab yang paling menonjol sejak zaman
jahiliah, zaman kegemilangan Islam, bahkan hingga sekarang. Sastrawan-sastrawan
besar Arab lahir di tengah lingkungan kesusastraan yang tumbuh dinamis di negeri
itu. Karya-karya mereka menyebar bersama dengan persebaran Islam di berbagai
belahan dunia. Salah satu karya sastra yang diterima secara luas oleh umat Islam di
dunia adalah 'Iqd al-Jawahir (Untaian Permata), atau yang dikenal dengan Kitab
Barzanji atau syair Barzanji, karangan Syekh Ja'far Al Barzanji bin Husin bin Abdul
Karim (1690-1766 M).
Ja'far al-Barzanji lahir dan besar dalam lingkungan keluarga Muslim religius. Menurut
sebuah riwayat, beliau adalah keturunan (buyut) dari cendekiawan besar
Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid al-Alawi al-Husain al-Musawi al-
Shaharzuri al-Barzanji (1040-1103 H/1630-1691 M), Mufti Agung dari mazhab Syafi'i
18. 4-18
di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di
Irak, setelah mengembara ke berbagai dunia Islam akhirnya bermukim di Kota
Madinah.
Syekh Ja'far sendiri adalah seorang qadli (hakim). Beliau mengabdikan diri untuk
kemaslahatan umat Islam di Madinah. Bahkan, sebagian masyarakat meyakini ia
mendapatkan karamah dari Allah SWT, sebagaimana tecermin pada kedalaman ilmu
agamanya, keluhuran budi pekertinya, dan keluasan wawasannya. Beliau wafat di
Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`.
Potret kedalaman ilmu agama Syekh Ja'far terpancar melalui salah satu karya
agungnya yang hingga kini masih dibaca umat Islam di seluruh dunia, Kitab Barzanji.
Kitab sastra yang mengulas semua aspek kehidupan Nabi Muhammad SAW itu telah
menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi upacara-upacara keagamaan umat Islam
secara keseluruhan. Dalam sebuah sumber, Kitab Al-Barzanji ini ditulis Syekh Ja'far
sebagai bentuk kecintaannya kepada Nabi Muhammad SAW. Dari syair itu,
diharapkan seluruh umat Islam meneladani keagungan dan kerpibadian Rasulullah
SAW.
Penulisan Kitab Barzanji tidak lepas dari sejarah panjang konflik militer dan politik
antara umat Islam dan umat Kristen Barat dalam Perang Salib. Selama Perang Salib
berlangsung, Sultan Salahuddin al-Ayyubi (1138-1193 M) sadar akan pentingnya figur
pemersatu yang diimajinasikan bersama. Dialah Rasulullah SAW.
Imbauan agar para ulama menulis syair-syair shalawat Nabi disebarluaskan ke
perbagai penjuru negeri Arab. Kitab Berzanji hadir dalam situasi umat Islam
membutuhkan kekuatan yang dapat diimajinasikan itu. Syekh Ja'far agaknya berhasil.
Setidaknya dalam ranah sosial budaya yang hingga kini masih dapat dilihat
pengaruhnya. Mungkin inilah berkah dari Allah untuk sebuah mahakarya seorang
ulama yang terkenal dengan kerendahan hati dan keihlasannya itu.
Syekh Ja'far menempatkan baginda Nabi Muhammad SAW pada posisi sentral dalam
kehidupan dunia. Tidak hanya bagi umatnya, tetapi juga bagi umat manusia
seluruhnya. Keindahan syair Barzanji menggiring setiap pembacanya untuk
menyadari bahwa kebenaran berasal dari sumber yang satu, yaitu Alquran yang
dibawa oleh seorang Rasul paling mulia, Muhammad SAW. Sentralitas figur Nabi
Muhammad SAW mampu mendekatkan seluruh komponen masyarakat untuk
kemudian bersatu, bahu-membahu membangun sebuah kesatuan umat yang kokoh.
Dalam konteks ini, sangatlah penting, setiap Muslim membaca Barzanji untuk
meneladani dan mengingat kemuliaan Rasulullah SAW.
Di Indonesia, karya Syekh Ja'far ini dilantunkan dalam upacara-upacara seperti
sekaten, kelahiran anak, akikah, potong rambut, pernikahan, syukuran, dan upacara
lainnya. Ini mencerminkan kesatuan ciri-ciri kebudayaan umat Islam Indonesia,
sekaligus menyimbolkan keseragaman cara pandang mereka terhadap Rasulullah
SAW. Pada skala yang lebih kecil, jamaah yang hadir dalam pembacaan Barzanji
memiliki kesadaran persamaan antarsesama. Mereka duduk bersila bersama, berdiri
bersama, membaca Barzanji bersama, dan makan bersama. Dari level yang paling
kecil inilah, benih-benih persatuan umat Islam dapat dipupuk dan
ditumbuhkembangkan demi keutuhan ukhuwah islamiyah. rid/dia/berbagai
sumber[1]
1. Komentarku (Mahrus Ali)
Ahmad Musthofa dalam artikel tsb menyatakan :
Syekh Jakfar Al Barzanji bin Husin bin Abdul Karim (1690-1766 M),
19. 4-19
Setahu saya sbb :
Khoiruddin Azzarkali menyatakan :
Al Barzanji 1177 H – 1764 M – namanya Ja`far bin Hasan bin Abd Karim
al barzanji – Julukannya Zainul abidin - orang baik termasuk penduduk
Medinah – menjadi mufti madzhab Syafi`I disana. [2]
Umar rida Kahalah berkata :
Dalam kitab A`lamus syi`ah (tokoh – tokoh Syi`ah) karya Agho Bizrik
2/243 – Ja`far al barzanji – 1187 H – 1764 bernama Ja`far bin Hasan bin
Abd Karim bin Muhammad bin Abd Rasul al barzanji. [3]
Jadi pengarang berzanji itu digolongkan tokoh syi`ah dalam kitab tsb.
Ahmad Musthofa menyatakan lagi :
Penulisan Kitab Barzanji tidak lepas dari sejarah panjang konflik militer dan
politik antara umat Islam dan umat Kristen Barat dalam Perang Salib.
Selama Perang Salib berlangsung, Sultan Salahuddin al-Ayyubi (1138-1193
M) sadar akan pentingnya figur pemersatu yang diimajinasikan bersama.
Dialah Rasulullah SAW.
Saya menjawab dengan ringkas sekali, karena banyak yang sudah saya terangkan
dalam buku karya saya kesirikan dan hurofat dalam berzanji.
Saya katakan :
Tidak mungkin saat Sholahuddin ada berzanji. Sebab masa hidup
keduanya jauh berbeda. Masa hidup Syekh Ja`far adalah sekitar
tahun 1764 M – 1177 H. Sedang masa hidup Salahuddin Al Ayuubi
sekitar 1183 M
Ahmad musthofa menyatakan lagi :
Apalagi pada bulan Rabiul Awal, yang merupakan tahun kelahiran Nabi
Muhammad SAW, pembacaan syair-syair pujian kepada Rasulullah, baik
Diba' Barzanji, Burdah, Simthuddurar (Maulid Habsyi), bergema dalam
berbagai kegiatan keagamaan. Tidak saja di Indonesia, tetapi juga sering
dibaca umat Islam di Asia Tenggara dalam berbagai upacara keagamaan.
Dan syair maulid Diba' Barzanji, Burdah, Simthuddurar dan lainnya, kini
dibukukan dalam satu buku yang diberi nama Syaraf al-Anam.
Komentarku (Mahrus Ali) :
Ada hadis sbb:
Muhammad bin Ishaq berkata : di lahirkan pada malam 12 bulan
Rabi`ul awal. HR Al hakim Rasulullah
Komentarku (Mahrus Ali) : Hadis munqathi`, lemah sekali, tidak bisa di buat
landasan.
Perawi bernama Muhammad bin Ishak yang selalu berkata benar, tertuduh
Syi`ah dan Qadariyah dan suka menyelinapkan perawi lemah, banyak hadis
nyeleneh yang di riwayatkan dan kebanyakannya mungkar. Ulama berbeda
pendapat boleh di buat hujjah atau tidak. .
Dan Muhammad bin Ishak sendiri Tabi`in bukan sahabat, dari siapa dia tahu
bulan dan tanggal kelahiran Rasulullah
20. 4-20
Saya sudah membahasnya dengan panjang lebar dalam karya keritikan saya
pada buku diba` atau berzanji dan kesimpulannya :
. . . tiada hadis yang menyatakan Rasulullah lahir pada bulan Rabiul
awal.
Ahmad Musthofa menyatakan lagi :
Pujian dan shalawat disuarakan bersama-sama secara khusyuk dan
terkadang diiringi alunan musik tradisional, kompang, gambus, hadrah,
rebana, dan lainnya.
Komentarku (Mahrus Ali) :
Apakah anda baru masuk Islam atau memang kurang ilmumu, apakah tidak
mengerti ada hadis yang mengharamkan musik, gambus dll. lihat hadis sbb :
Dari Abu Malik berkata : Aku mendengar Nabi SAW bersabda :
“Sungguh beberapa kaum dari umatku akan menghalalkan farji
(perzina an akan di resmikan dan diperdakan), sutra (untuk lelaki),
khomer (miras akan di beri izin) dan musik. Sungguh beberapa kaum
akan bertempat di dekat puncak gunung, lantas datang seorang fakir
yang membutuhkan sesuatu dengan membawa domba atau ternak
milik mereka sendiri. Mereka berkata : “Kemblilah. kepada kita besok
saja. Lantas Allah memberikan sangsi kepada mereka, gunung pun
longsor, sedang lainnya di jadikan babi dan kera sampai hari kiamat.
HR Bukhori
Mu`tamar NU ke 1 di Surabaya pada tgl 13 Rabiuts tsani 1345 H – 20
Oktober 1925. memutuskan segala macam alat alat orkes (malahi)
seperti seruling dll adalah haram. Sumber hukum mereka dari kitab Al
Ithaf alal Ihya` takhrij Al Iraqi juz VI “.
Ahmad Musthofa menyatakan lagi :
Namun data historis yang disajikan merujuk kepada Alquran, hadis, dan
sirah nabawiyah. Beliau adalah cahaya di atas cahaya yang menyinari hati
setiap umatnya Beliau adalah cahaya di atas cahaya yang menyinari hati
setiap umatnya, membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pada bagian ini ditutup dengan untaian syair:
Nasabun tahsibul 'ula bihulah (Rangkaian nasab yang
berkedudukan tinggi).
qalladatha nujumah al-jawza'u (laksana barisan bintang-bintang
yang saling terkait).
Habbadza 'iqdu sudadiw wa fakhari (Betapa indah untaian yang
sangat mulia dan membanggakan itu).
anta fahil yatimatul 'ashma-u (dengan dikau yang laksana liontin
berkilau di dalamnya).
Komentarku (Mahrus Ali) :
Rasulullah di katakan cahaya di atas cahaya adalah sirik, dan tidak
layak di sematkan.
Lebih baik diamlah. Lihat ayat sbb :
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan
21. 4-21
cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di
dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu
seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu)
pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak
pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir
menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya
(berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia
kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi
manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [4]
Jadi cahaya di atas cahaya adalah Allah dan tak layak di sandang para nabi atau
Rasul
Ahmad Musthofa berkata :
Dikisahkan pada masa hamil Nabi Muhammad, ibunda beliau, Aminah,
didatangi malaikat utusan Allah yang mengabarkan bahwa beliau sedang
mengandung seorang nabi dan junjungan seluruh umat manusia. Pada
masa kehamilan itu pula, sang ibu menyaksikan cahaya keluar dari
tubuhnya. Cahaya tersebut bersinar sampai ke negeri Syam.
Di tempat lain terjadi pula peristiwa yang menakjubkan. Disebutkanlah satu
guncangan di istana Kisra di Persia yang menyebabkan istana tersebut
retak, yang menjadi tanda keruntuhan kerajaan itu. Juga, api di negara Parsi
yang tidak pernah padam selama hampir seribu tahun, namun kemudian
padam pada saat Muhammad dilahirkan. Peristiwa ini mengejutkan orang-
orang Parsi.
Maulid Nabi Muhammad pada 12 Rabi'ul Awal, yang jatuh pada 9 Maret
2009 disambut oleh umat Muslim seantero nusantara dengan berbagai
ekspresi kebahagiaan
Komentarku (Mahrus Ali) :
Kisah – kisah seperti di atas adalah hurofat dan telah saya bahas dalam
salah satu buku karya saya tentang mengkritisi Berzanji atau Diba. Saya
ambilkan contoh sedikit saja ;
Dalam majalah Al Manar di terangkan :
Setelah tiga riwayat itu – riwayat di sebutkan pula riwayat Makhzum
bin Hani` dari ayahnya menurut riwayat al baihaqi dan Abu Nuaim. Di
sana di jelaskan pada malam maulid istana Kisra goncang, hingga 14
balkonnya jatuh. Api persia mati, lalu danau sawah juga kering . . .
Komentarku (Mahrus Ali) :
Riwayat Al Baihaqi itu sangat lemah.
Ibnu Aasakir berkata : Hadis nyeleneh kami tidak mengetahuinya kecuali
dari hadis Makhzum dari ayahnya dan hanya Abu Ayyub al bajali yang
meriwayatkannya Dan ia tidak bisa di buat hujjah bila sendirian. Jadi kisah
itu tidak valid dan tidak usah di percaya.
Abu Nuaim sendiri meriwayatkannya tapi kurang percaya padanya. Beliau
memang suka meriwayatkan hadis – hadis mungkar, bahkan palsu tanpa
komentar di harapkan orang – orang akan mengetahui derajat hadis dari
sanadnya. Mereka mengeritik Abu Nuaim dan Ibnu mandah, dan masing –
22. 4-22
masing di keritik karenanya.
Dzahabi menyatakan : “Saya tidak menerima perkataan keduanya, aku tidak
tahu dosa besar karena keduanya meriwayatkan hadis – hadis palsu tanpa
komentar".
MUHAMMADIYAH BONTAN menyampaikan hadis sbb :
Al-Baihaqiy mengetengahkan sebuah riwayat berasal dari Fatimah
AtsTsaqafiyyah yang menyaksikan sendiri detik-detik kelahiran Muhammad
Saw. Ia mengatakan: "Aku hadir dan menyaksikan sendiri kelahiran
Muhammad Saw. Ketika itu, aku melihat cahaya terang menyinari seisi
rumah tempat beliau dilahirkan. Selain itu aku pun melihat beberapa buah
bintang bersinar turun mendekat hingga aku merasa seolah-olah bintang-
bintang itu hendak menjatuhi diriku. Pada malam kelahiran bayi tersebut,
tampak berbagai tanda-tanda luar biasa. Bumi goncang dilanda gempa
hingga berhala-hala yang terpancang di sekitar Kakbah jatuh
bergelimpangan. Beberapa buah gereja dan biara runtuh serta balairung
istana Kisra di Persia retak dan roboh, disusul oleh padamnya api
sesembahan orang Majusi di Persia. Dengan padamnya api sesembahan itu,
mereka cemas dan khawatir, semuanya menduga bahwa ini adalah tanda
yang menunjukkan telah terjadinya peristiwa besar di dunia. Peristiwa itu
tidak lain, adalah kelahiran Muhammad Saw,
Komentarku (Mahrus Ali) :
Saya mencari riwayat tsb dalam kitab – kitab hadis tapi malang sekali nasib
saya hingga saya tidak menjumpainya, entah dari mana MUHAMMADIYAH
BONTANG itu mengutipnya. Bila ada refrensinya, maka saya katakan baru
kali ini hurofat itu terdengar atau ku baca. Lantas Fathimah ats tsaqafiyah
bagi kami masih mesterius identitasnya.
Dr. Fethullah Gulen juga mengutip kisah khurofat itu sbb :
Sebagian besar patung-patung di dalam ka'bah roboh, istana kaisar Sassanid
goyang dan retak, dan empatbelas ornamen di puncak bangunannya
runtuh. Danau kecil di Sawa Persia lenyap tertelan bumi, dan api yang
dipuja orang-orang Magia di Istakhrabad, yang terus menyala sepanjang
seribu tahun, tiba-tiba pada.
Komentarku (Mahrus Ali) :
Begitulah riwayat yang tidak akurat lebih banyak membudaya di masarakat
dan jarang sekali yang mengkaji ulang, lalu tahu persoalan sejatinya dan ini
bahaya yang mengancam kebinasaan umat. Para ulama yang banyak ngefan
dengan kisah hurofat dan masarakat pun juga suka kepada kisah aneh. Lihat
ayat sbb :
Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al
Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka
hanya menduga-duga.
Pengarang berzanji berkata lagi :
Istana Kisra di kota – kota Kaisar persia, di mana Anu Syarwan yang
meninggikan atapnya dan meratakannya.
Komentarku (Mahrus Ali) :
23. 4-23
Imam Bushairi juga menyatakan pecah istana dilahirkan dalam burdahnya
sbb : Kisra ketika Rasulullah
Istana kisra pecah saat kelahiran Nabi
Laksana retaknya persatuan kolega – kolega raja Kisra.
Seluruhnya itu di terangkan tanpa ada hadis yang sahih.
24. 5-24
Artikel 5
Mengapa Harus Barzanji?5
A. Keberadaan Kitab Barzanji Di Kalangan Kaum Muslimin.
Kitab ‘Iqdul Jauhar Fî Maulid an-Nabiyyi al-Azhar’ atau yang terkenal dengan nama
Maulid Barzanji, adalah sebuah kitab yang sangat populer di kalangan dunia Islam,
demikian juga di negara kita Indonesia, terutama di kalangan para santri dan pondok-
pondok pesantren. Maka, tidak mengherankan jika di setiap rumah mereka terdapat
kitab Barzanji ini. Bahkan, sebagian di antara mereka sudah menghafalnya. Sudah
menjadi ritual di antara mereka untuk membacanya setiap malam Senin karena
meyakini adanya keutamaan dalam membacanya pada malam hari kelahiran Nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ada juga yang membacanya setiap malam
Jum’at karena mengharap keberkahan malam hari tersebut. Ada juga yang
membacanya setiap bulan sekali, dan ada juga pembacaan maulid barzanji ini pada
hari menjelang kelahiran sang bayi atau pada hari dicukur rambutnya. Sudah kita
ketahui bahwa mereka beramai-ramai membacanya dengan berjamaah kemudian
berdiri ketika dibacakan detik-detik kelahiran beliau. Hal ini mereka lakukan pada
perayaan maulid beliau pada tanggal 12 Rabi’ûl awwal. Mereka meyakini bahwa
dengan membaca barzanji ini mereka telah mengenang dan memuliakan Nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga mereka akan memperoleh
ketentraman, kedamaian dan keberkahan yang melimpah. Demikianlah cara mereka
untuk mewujudkan cinta sejati mereka kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
B. Kandungan Kitab Barzanji
Kitab ini mengandung sejarah dan perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam secara singkat mulai sejak beliau lahir, diangkat menjadi rasul, peristiwa hijrah
dan pada peperangan hingga wafat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun,
dalam penyajiannya dipenuhi dengan lafadz-lafadz ghuluw dan pujian-pujian yang
melampaui batas kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, terlebih ketika
dibacakan masa-masa menjelang kelahiran beliau. Disebutkan bahwasanya binatang
melata milik orang Quraisy sibuk memperbincangkan kelahiran beliau dengan bahasa
Arab yang fasih', bahwa Âsiah, Maryam binti Imran dan bidadari-bidadari dari surga
mendatangi ibu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yakni Aminah menjelang kelahiran
beliau, tanaman yang dulu kering, menjadi tumbuh dan bersemi kembali setelah
beliau lahir dan masih banyak lagi kemungkaran dalan barzanji ini, bahkan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam diberikan sebagian hak rububiyah yang tidak layak
diberikan kecuali hanya kepada Allah k semata. Semua ini muncul karena sikap
ghuluw atau ifrâth dari kelompok yang mengaku cinta kepada Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. Padahal, sikap ghuluw adalah sikap yang tercela dalam agama Islam
dan merupakan sebab penyimpangan dan jauhnya kaum Muslimin dari kebenaran
yang sebelumnya telah menghancurkan umat pendahulu kita. Allah Azza wa Jalla
berfirman:
"Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu dan
janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar". [An-Nisa/4 :
171]
5
http://almanhaj. or. id/content/2584/slash/0/mengapa-harus-barzanji/
25. 5-25
Dari Umar bin Khathab Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
“Janganlah kalian menyanjungku secara berlebihan, sebagaimana kaum Nashara
menyanjung Isa bin Maryam sesungguhnya aku adalah seorang hamba. Oleh
karena itu katakanlah tentang aku, “hamba Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya”.
[HR Bukhâri dan Muslim]
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
“Jauhilah sikap berlebih-lebihan, karena orang-orang sebelum kalian hancur
binasa karena sikap berlebihan”. [HR Muslim]
Kitab Barzanji ini, serta kitab-kitab yang semisalnya seperti maulid Diba’i dan al
Burdah dijadikan pegangan oleh para penyembah kubur dan pemuja para wali dan
habib dalam rangka mengenang dan membela pribadi Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam yang mulia. Hal ini telah dikatakan oleh pendahulu mereka, seorang tokoh
Quburi (pengagum kubur) yang hidup semasa dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah, yaitu Nuruddin Ali bin Ya’kub yang terkenal dengan nama al Bakri (673-
724 H), dia berkata: “Aku sungguh khawatir atas mayoritas penduduk negeri ini
(keburukan akan menimpa mereka) dengan sebab mereka enggan untuk membela
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam“. Inilah dalih yang menjadi sandaran untuk
membenarkan kebid’ahan mereka.
Sedangkan pernyataan ini telah dikupas dan dibantah oleh Syaikhul Islam dalam
kitabnya al Istighâtsah fî ar-radi ‘alal bakrî. Begitulah dalih mereka sejak dahulu
hingga sekarang dalam mengadakan acara maulid dan membaca barzanji atau
semisalnya. Mereka membela pribadi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan
menganggap bahwa kaum Wahabi tidak cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Jelas, hal ini merupakan kedustaan yang besar atas ahlus sunnah wal jama’ah,
karena Ahlus sunnah wal jama’ah adalah orang yang paling cinta kepada Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam namun kecintaan mereka berada di antara ifrâth
(ghuluw) dan tafrîth (meremehkan).
Dalam buku Maulid Barzanji ini tidak dijumpai satu ayatpun dari Alqur`an
dan juga tidak terdapat satu kalimat pun dari sabda Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. Yang ada hanyalah sîrah atau sejarah perjalanan hidup
beliau yang tersaji dalam untaian-untaian puisi sebagai sanjungan kepada
Rasulullah Shallallahju 'alaihi wa sallam.
Kalau kita renungkan, mengapa kaum Muslimin negeri kita sangat cinta membaca
kitab Barzanji ini? Mungkin di antara jawabannya adalah bahwa mereka hanya
mengikuti tradisi dari pendahulu-pendahulu mereka, sehingga mereka taklîd buta
dalam hal ini.
Padahal mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bukan dengan membaca
kitab Barzanji, tetapi dengan mewujudkan syahâdat "Anna Muhammadan Rasulûllâh"
dengan konsekuensi membenarkan beritanya, mentaati perintahnya, menjauhi
larangannya, dan tidak beribadah kepada Allah Azza wa Jalla melainkan dengan
syari’atkan beliau. Inilah cinta sejati kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
yakni dengan merealisasikan mutâba’ah (keteladanan) kepada beliau yang mulia dan
menerapkankan sunnah beliau dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian, bagaimana sebenarnya sikap seorang muslim terhadap kitab Barzanji ini ?
Dan bagaimana dahulu salafus shâlih, para pendahulu kita yang mulia mencintai dan
26. 5-26
memuliakan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ? Dan apakah yang mereka baca dan
pelajari dalam keseharian mereka? Apakah kitab Barzanji atau yang kitab yang lain?
Semoga pembahasan selanjutnya bisa memberikan jawabannya.
C. Para Sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Adalah Generasi Terbaik
Para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, adalah orang-orang yang paling
bersemangat dalam kebaikan dan orang yang paling sempurna dalam mengikuti
sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mereka juga orang yang paling
mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tidak ada satu riwayatpun dari
mereka, bahwa sepeninggal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka
berkumpul lalu membaca sîrah dan mengenang kehidupan beliau Shallallahu 'alaihi
wa sallam yang mulia. Lau kâna khairan lasabaqûna ilaih; seandainya perbuatan itu
baik niscaya mereka telah mendahuhuli kita dalam mengamalkannya.
Demikian juga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau tidak pernah membaca
sîrah beliau sendiri, tidak pernah mengajarkannya kepada para sahabat dan juga
umatnya agar membaca sîrah pada hari kelahiran beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Padahal, tidak ada satu kebaikan pun, melainkan telah ditunjukkan oleh Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak ada satu keburukan pun melainkan telah
dilarang oleh beliau. Jadi, pembacaan maulid barzanji dan maulid yang lain adalah
bid’ah dhalâlah yang harus dijauhi oleh kaum muslimin.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan dia berkewajiban untuk
menunjukkan umatnya kepada perkara terbaik yang dia ketahui untuk mereka,
dan memberi peringatan atas perkara jelek yang dia ketahui untuk mereka”. [HR
Muslim]
Maka, pembacaan barzanji dan yang semisalnya bukanlah merupakan suatu kebaikan
yang ditunjukkan oleh beliau Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
D. Kebaikan Yang Hakiki Hanya Ada Pada Ilmu Syar’i Yang Shahîh
Di antara tanda-tanda kebaikan seseorang adalah jika dia difahamkan oleh Allah Azza
wa Jalla tentang agama Islam yang murni yang bersumber dari Alqur’ân dan Sunnah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan pemahaman para sahabat beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia.
Diriwayatkan dari Mu’awiyah bin Sufyan, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
“Barangsiapa yang dikehendaki Allah k untuk mendapatkan kebaikan maka Dia
(Allah) akan memahamkannya dalam agama”. [HR Bukhâri]
Jadi, di antara tanda-tanda seseorang akan mendapatkan kebaikan adalah dengan
mempelajari ilmu agama yang bersumber dari Alqur’ân dan hadits. Kemudian
mengamalkan dan mendakwahkannya.
Kalau ditanyakan kepada kebanyakan saudara kita, mengapa mereka asyik membaca
kitab Barzanji? Mereka pasti menjawab bahwa mereka hanya menginginkan
kebaikan. Demikian juga para pelaku bid’ah, mereka menginginkan kebaikan dalam
mengamalkan bid’ahnya. Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun
dia tidak mampu memperolehnya, sebagaimana dikatakan oleh sahabat Ibnu Mas’ûd
Radhiyallahu 'anhu
27. 5-27
E. Kewajiban Untuk Berpegang Kepada Alqur’ân dan As Sunnah
Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Dan berpeganglah dengan tali Allah Azza wa Jalla semuanya dan janganlah
berpecah belah”. [Ali-Imrân:103]
Syaikh as-Sa’di berkata: “Agar mereka berpegang teguh dengan tali yang Allah Azza
wa Jalla berikan. Dia menjadikannya sebagai sebab antara mereka dan Dia, yaitu
agama dan kitab-Nya. Kemudian mereka bersatu di atasnya, tidak berpecah belah
dan senantiasa seperti itu hingga mereka mati. [2]
Alqur’ân dan as Sunnah adalah pedoman hidup kita dalam beragama dan kunci
keselamatan di dunia dan akherat. Keduanya adalah jalan untuk meraih kebahagiaan
yang abadi.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya aku telah tinggalkan pada kalian apabila kalian berpegang teguh
dengannya, maka kalian tidak akan tersesat selamanya; Kitâbullah dan Sunnah
Nabi-Nya”. [HR Hâkim].
F. Keutamaan Membaca dan Mempelajari Alqur’ân Dan Sunnah
Allah Azza wa Jalla berfirman:
”Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan
shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada
mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan
perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah k menyempurnakan kepada
mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. ” [Fâthir/ 35:29-
30]
Orang-orang yang membaca kitabullâh akan mendapatkan keutamaan yang besar.
Mereka juga tidak meninggalkan membaca sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam dalam memahaminya karena Alqur’ân dan Sunnah keduanya tidak bisa di
pisahkan.
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah berkata: "Membaca Alqur’ân
itu terbagi menjadi dua:
1. Pertama adalah tilâwah hukmiyyah yakni membenarkan beritanya, menerapkan
hukum-hukumnya dengan mengerjakan perintah dan menjauhi larangannya.
2. Kedua adalah tilâwah lafdziyah yakni sekedar membacanya, dan telah terdapat
dalil yang banyak dalam keutamaan membaca Alqur’ân ini, baik membaca
secara keseluruhan atau sebagian ayat-ayat tertentu saja. [3]
G. Adab-Adab Dalam Membaca Alqur’ân.
Ketika kaum muslimin gemar membaca Alqur’ân dan sibuk mempelajarinya, maka
sudah selayaknya mereka mengetahui etika dan adab dalam bermuamalah dengan
Kitâbullâh.
Di antara adab-adab dalam membaca Alqur’ân adalah:
1. Membaca Dengan Niat Yang Ikhlas
Membaca Alqur’ân adalah ibadah yang mulia. Maka, disyaratkan untuk
mengikhlaskan niat hanya mencari wajah Allah Azza wa Jalla. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
28. 5-28
“Bacalah Alqur’ân dan carilah dengannya wajah Allah Azza wa Jalla, sebelum
datang satu kaum yang menegakkannya seperti melepaskan anak panah
(membaca dengan cepat); mereka tergesa-gesa dan tidak mengharapkan pahala
akherat”. [HR Ahmad]
Imam Nawawi rahimahullah berkata: "Makna hadits ini adalah mereka tergesa-
gesa dengan upahnya yang berupa uang atau agar terkenal dan semisalnya". [4]
2. Membaca dengan menghadirkan hati, menghayati apa yang dibaca dan
berusaha memahami maknanya.
3. Membaca dalam keadaan berwudhu’, karena hal ini lebih memuliakan
Kalâmullah
4. Tidak membacanya di tempat yang kotor dan najis atau di tempat yang bising
sehingga tidak mungkin dia mendengar bacaannya dengan baik, karena ini
berarti merendahkan Kalâmullah.
5. Hendaknya membaca ta’awwudz; A’ûdzu billâhi minasy syaithânir rajîm atau
ta’awwudz yang lain sebelum mulai membacanya
6. Hendaknya memperbagus suaranya.
7. Hendaknya membaca dengan tartil.
8. Melakukan sujud tilawah ketika melewati ayat-ayat sajdah (ayat-ayat yang
dianjurkan untuk sujud ketika membacanya).
H. Penutup
Kitab maulid Barzanji ternyata dipenuhi dengan kemungkaran aqidah di dalamnya.
Dan tidak selayaknya kaum muslimin asyik membacanya dalam keadaan apapun,
apalagi sebagian besar di antara mereka tidak memahami apa yang mereka baca.
Perayaan maulid nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak disyari’atkan dalam agama
kita bahkan termasuk perbuatan bid’ah. Maka, ajakan kami hendaknya kaum
muslimin semuanya kembali kepada ajaran Islam yang murni dengan berpegang
kepada Alqur’ân dan Sunnah di atas pemahaman salaful ummah dan istiqamah
hingga wafat menjemput kita. Semoga Allah Azza wa Jalla ridha terhadap kita.
29. 6-29
Artikel 6
Syair-syair Barzanji & Burdah6
Berikut adalah beberapa kalimat kufur dan syirik yang terdapat dalam kitab Barzanji
sekaligus komentar dari sebagian ulama.
Hambamu yang miskin mengharapkan
“Karuniamu (wahai Rasul) yang sangat banyak”
Padamu aku telah berbaik sangka
“Wahai pemberi kabar gembira dan Pemberi Peringatan”
Maka tolonglah Aku, selamatkan Aku
“Wahai Penyelamat dari Sa’iir (Neraka)”
Wahai penolongku dan tempat berlindungku
“Dalam perkara-perkara besar dan berat yang menimpaku”
Penjelasan
Misi dan tujuan kedatangan Rasulullah yang utama adalah untuk membebaskan manusia
dari penghambaan diri kepada selain Allah. Sementara penyair dalam petikan syair
Barzanji di atas menyatakan penghambaan dirinya kepada Rasulullah (bukan kepada
Allah) dan mengharapkan pemberian yang banyak dari beliau. Pada bait yang ke-2 dia
telah berbaik sangka kepada Rasulullah (untuk menyelamatkan dirinya). Padahal Nabi
sendiri menyuruh untuk berbaik sangka hanya kepada Allah bilamana akan menghadap
Allah (akan mati) Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sahabat
Jabir bin Abdillah bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah bersabda (3 hari sebelum
wafatnya) :
“Janganlah mati salah seorang dari kamu melainkan ia berbaik sangka kepada Allah
‘Azza wa Jalla”
Berbaik sangka dalam hadits tersebut maksudnya adalah mengharap rahmat dan
ampunan
Pada bait yang ke-3 penyair minta pertolongan kepada Rasulullah dan minta perlindungan
dari beliau supaya diselamatkan dari api neraka, padahal Nabi sendiri melarang umatnya
memohon untuk menghilangkan kesusahan dan kesulitan yang menimpa (beristigotsah)
kecuali hanya kepada Allah. Bahkan beliau sendiri meminta perlindungan hanya kepada
Allah dan memerintahkan ummatnya untuk berlindung serta memohon perlindungan
hanya kepada Allah semata. Rasulullah bersabda : “
“Tidaklah boleh memohon untuk menghilangkan kesusahan dan kesulitan yang
menimpa (beristigotsah) kepadaku (karena Nabi tidak mampu melakukannya), dan
beristigotsah itu hanya boleh kepada Allah semata. ” [HR. Thabrani, semua
periwayatnya shahih kecuali Ibnu luhaiah, dia hasan].
Pada bait yang ke-4 penyair menjadikan Nabi sebagai penolong dan tempat berlindung
dalam perkara-perkara besar dan berat yang menimpanya dengan melupakan Allah ‘Azza
wa Jalla sebagai penolong dan tempat berlindung yang Nabi sendiri meminta pertolongan
dan perlindungan hanya kepada-Nya.
Keempat bait syair ini di dalamnya terdapat kalimat-kalimat yang mengandung kesesatan
6
https://aslibumiayu. wordpress. com/2012/07/23/tahukah-andaapa-arti-yang-
terkandung-dalam-barzanji/
30. 6-30
dan kesyirikan yang sangat berat. Hal ini tidak diketahui oleh orang-orang yang berdiri
mendendangkan syair-syair Barzanji tersebut. Berdirinya mereka (pembaca Barazanji)
pada acara Maulid dan “Cukuran” (potong rambut bayi) dan acara ziarahan di rumah
calon jamaah hajji. dikatakan oleh Ulama bahwa hal itu didasarkan kepada I’tiqad
(keyakinan) sesat bahwasanya Nabi menghadiri majelis yang di dalamnya di baca kisah
maulid tersebut. Setelah mendapat kritikan Ulama mereka pindah kepada I’tiqad
(keyakinan) lain yang sama juga sesatnya yaitu anggapan bahwa Ruh Nabi hadir menyertai
mereka. Sehingga terdengar dari mereka ungkapan “Jasadnya tidak menyertai kita akan
tetapi rohaniatnya selalu bersama kita. ”
Kemudian di dalam Qashidah Burdah yang dicetak bersama kitab Barzanji, ada bait-bait
yang dikritik oleh Ulama karena mengandung pujian melampaui batas yang ditujukan
kepada Rasulullah (Ithra) sehingga menempatkan Nabi pada posisi dan tingkatan Allah
‘Azza wa Jalla. Diantara bait yang dikritik itu adalah:
“Wahai makhluk yang mulia tiadalah bagiku tempat berlindung”
“selain engkau, di kala bencana besar menimpaku”
“Maka sesungguhnya termasuk sebagian dari pemberianmu (adalah) dunia dan
akhirat”
“dan termasuk sebagian dari ilmumu adalah ilmu tentang apa yang tercatat
dalam Al-Lauh Al-Mahfudzh dan apa yang tertulis oleh Pena Allah”
Inilah sebagian dari syair Qashidah yang mengandung Pujian kepada Rasululah saw yang
melampai batas.
31. 7-31
Artikel 7
Kisah Taubat Seorang Kyai7
“Terus terang, sampai diusia +35 tahun saya ini termasuk Kyai Ahli Bid’ah yang tentunya
doyan tawassul kepada mayat atau penghuni kubur, sering juga bertabarruk dengan
kubur sang wali atau Kyai. Bahkan sering dipercaya untuk memimpin ziarah Wali Songo
dan juga tempat-tempat yang dianggap keramat sekaligus menjadi imam tahlilan, ngalap
berkah kubur, marhabanan atau baca barzanji, diba’an, maulidan, haul dan selamatan
yang sudah berbau kesyirikan”
“Kita dulu enjoy saja melakukan kesyirikan, mungkin karena belum tahu pengertian tauhid
yang sebenarnya” (Kyai Afrokhi dalam Buku Putih Kyai NU hal. 90)
“Kita biasa melakukan ziarah ngalap berkah sekaligus kirim pahala bacaan kepada
penghuni kubur/mayit. Sebenarnya, hal tersebut atas dasar kebodohan kita. Bagaimana
tidak, contohnya adalah saya sendiri di kala masih berumur 12 tahun sudah mulai
melakukan ziarah ngalap berkah dan kirim pahala bacaan, dan waktu itu saya belum tahu
ilmu sama sekali, yang ada hanya taklid buta. Saat itu saya hanya melihat banyak orang
yang melakukan, dan bahkan banyak juga kyai yang mengamalkannya. Hingga saya
menduga dan beranggapan bahwa hal itu adalah suatu kebenaran.” (Kyai Afrokhi dalam
Buku Putih Kyai NU hal. 210)
Beliau adalah Kyai Afrokhi Abdul Ghoni, pendiri sekaligus pengasuh pondok pesantren
“Rahmatullah”. Nama beliau tidak hanya dibicarakan oleh teman-teman dari Kediri saja,
namun juga banyak diperbincangkan oleh teman-teman pengajian di Surabaya, Gresik,
Malang dan Ponorogo.
Keberanian beliau dalam menantang arus budaya para kyai yang tidak sejalan dengan Al-
Qur’an dan As-Sunnah yang shahih yang telah berurat berakar dalam lingkungan
pesantrennya, sikap penentangan beliau terhadap arus kyai itu bukan berlandaskan
apriori belaka, bukan pula didasari oleh rasa kebencian kepada suatu golongan, emosi
atau dendam, namun merupakan Kehendak, Hidayah dan Taufiq dari Allah ta’ala.
Kyai Afrokhi hanya sekedar menyampaikan yang ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkar, mengatakan yang haq adalah haq dan yang batil adalah batil. namun, usaha
beliau itu dianggap sebagai sebuah makar terhadap ajaran Nahdhatul Ulama (NU),
sehingga beliau layak dikeluarkan dari keanggotaan NU secara sepihak tanpa
mengklarifikasikan permasalahan itu kepada beliau.
Kyai Afrokhi tidak mengetahui adanya pemecatan dirinya dari keanggotaan NU. Beliau
mengetahui hal itu dari para tetangga dan kerabatnya. Seandainya para Kyai, Gus dan
Habib itu tidak hanya mengedepankan egonya, kemudian mereka mau bermusyawarah
dan mau mendengarkan permasalahan ajaran agama ini, kemudian mempertanyakan
kenapa beliau sampai berbuat demikian, beliau tentu bisa menjelaskan permasalahan
agama ini dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih yang harus benar-
benar diajarkan kepada para santri serta umat pada umumnya.
Seandainya para Kyai itu mau mengkaji kembali ajaran dan tradisi budaya yang berurat
berakar yang telah dikritisi dan digugat oleh banyak pihak. Bukan hanya oleh Kyai Afrokhi
sendiri, namun juga dari para Ulama Tanah Haram juga telah menggugat dan mengkritisi
penyakit kronis dalam aqidah NU yang telah mengakar mengurat kepada para santri dan
7
http://muslim.or.id/biografi/kisah-taubat-seorang-kyai.html
32. 7-32
masyarakat. Jika mereka itu mau mendengarkan perkataan para ulama itu, tentunya
penyakit-penyakit kronis yang ada dalam tubuh NU akan bisa terobati. Aqidah umatnya
akan terselamatkan dari penyakit TBC (Tahayul, Bid’ah, Churofat). Sehingga Kyai-kyai NU,
habib, Gus serta asatidznya lebih dewasa jika ada orang yang mau dengan ikhlas
menunjukkan kesesatan yang ada dalam ajaran NU dan yang telah banyak menyimpang
dari tuntunan Rasulullah dan para sahabatnya. Maka, Insya Allah, NU khususnya dan para
‘alim NU pada umumnya akan menjadi barometer keagamaan dan keilmuan. ‘Alimnya
yang berbasis kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih, yang sesuai dengan misi NU
itu sendiri sebagai Ahlussunnah wal Jama’ah, sehingga para ‘alim serta Kyai yang duduk
pada kelembagaannya berhak menyandang predikat sebagai pewaris para Nabi.
Namun sayang, dakwah yang disampaikan oleh Kyai Afrokhi dipandang sebelah mata
oleh para Kyai NU setempat. Mereka juga meragukan keloyalan beliau terhadap ajaran
NU. Dengan demikian, beliau harus menerima konsekuensi berupa pemecatan dari
kepengurusan keanggotaannya sebagai a’wan NU Kandangan, Kediri, sekaligus dikucilkan
dari lingkungan para kyai dan lingkungan pesantren. Mereka semua memboikot aktivitas
dakwah Kyai Afrokhi.
Walaupun beliau mendapat perlakuan yang demikian, beliau tetap menyikapinya dengan
ketenangan jiwa yang nampak terpancar dari dalam dirinya.
Siapakah yang berani menempuh jalan seperti jalan yang ditempuh oleh Kyai Afrokhi,
yang penuh cobaan dan cobaan? Atau Kyai mana yang ingin senasib dengan beliau yang
tiba-tiba dikucilkan oleh komunitasnya karena meninggalkan ajaran-ajaran tradisi yang
tidak sesuai dengan syari’at Islam yang haq? Kalau bukan karena panggilan iman, kalau
bukan karena pertolongan dari Allah niscaya kita tidak akan mampu.
Kyai Afrokhi adalah sosok yang kuat. Beliau menentang arus orang-orang yang bergelar
sama dengan gelar beliau. yakni Kyai. Di saat banyak para Kyai yang bergelimang dalam
kesyirikan, kebid’ahan dan tradisi-tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang haq,
di saat itulah beliau tersadar dan menantang arus yang ada. Itulah jalan hidup yang
penuh cobaan dan ujian.
Bagi Kyai Afrokhi untuk apa kewibawaan dan penghormatan tersandang, harta melimpah
serta jabatan terpikul, namun murka Allah dekat dengannya, dan Allah tidak akan
menolongnya di hari tidak bermanfaat harta dan anak-anak. Beliau lebih memilih jalan
keselamatan dengan meninggalkan tradisi yang selama ini beliau gandrungi.
Inilah fenomena kyai yang telah bertaubat kepada Allah dari ajaran-ajaran syirik, bid’ah
dan kufur. Walaupun Kyai Afrokhi ditinggalkan oleh para kyai ahli bid’ah, jama’ah serta
santri beliau, ketegaran dan ketenangan beliau dalam menghadapi realita hidup begitu
nampak dalam perilakunya. Dengan tawadhu’ serta penuh tawakkal kepada Allah, beliau
mampu mengatasi permasalahan hidup.
Pernyataan taubat Kyai Afrokhi:
“Untuk itulah buku ini saya susun sebagai koreksi total atas kekeliruan yang saya amalkan
dan sekaligus merupakan permohonan maaf saya kepada warga Nahdhatul Ulama (NU)
dimanapun berada yang merasa saya sesatkan dalam kebid’ahan Marhabanan, baca
barzanji atau diba’an, maulidan, haul dan selamatan dari alif sampai ya` yang sudah
berbau kesyirikan dan juga sebagai wujud pertaubatan saya. Semoga Allah senantiasa
menerima taubat dan mengampuni segala dosa-dosa saya yang lalu (Amin ya robbal
‘alamin)”
33. 8-33
Artikel 8
Apakah Ahlus Sunnah Menyemarakkan
Maulid dan Tahlilan?8
Orang yang bijak adalah orang yang berpikir dulu sebelum bertindak. Allah ta’ala berfiman
yang artinya, “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak memiliki
pengetahuan tentangnya…” (QS. Al Israa': 36). Dan sudah jelas bagi kita bahwa hakikat
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah setiap orang yang berpegang teguh dengan
pemahaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yang tidak lain
bersumber dari mata air wahyu yaitu Al Qur’an dan As Sunnah, dimanapun dia, dari suku
apapun, dan di masa kapanpun dia hidup.
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama
(masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya
selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At
Taubah: 100). Di dalam ayat ini Allah memuji tiga golongan manusia yaitu: kaum
Muhajirin, kaum Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Maka kita
katakan bahwa Muhajirin dan Anshar itulah generasi Salafush shalih. Sedangkan orang-
orang yang mengikuti mereka dengan baik itulah yang disebut sebagai Salafi.
Al Ustadz Abdul Hakim Abdat hafizhahullah mengatakan, “Ayat yang mulia ini merupakan
sebesar-besar ayat yang menjelaskan kepada kita pujian dan keridhaan Allah kepada para
Shahabat radhiyallahu ‘anhum. Bahwa Allah ‘azza wa jalla telah ridha kepada para
Shahabat dan mereka pun ridha kepada Allah ‘azza wa jalla. Dan Allah ‘azza wa jalla juga
meridhai orang-orang yang mengikuti perjalanan para Shahabat dari tabi’in, tabi’ut tabi’in
dan seterusnya dari orang alim sampai orang awam di timur dan di barat bumi sampai
hari ini. Mafhum-nya, mereka yang tidak mengikuti perjalanan para Shahabat, apalagi
sampai mengkafirkannya, maka mereka tidak akan mendapatkan keridhaan Allah
subhanahu wa ta’ala.” (Al Masaa’il jilid 3, hal. 74)
Salah seorang imam mazhab yang sangat masyhur Imam Malik rahimahullah telah
memancangkan sebuah kaidah yang sangat agung. Beliau mengatakan, “Tidak akan ada
yang bisa memperbaiki generasi akhir umat ini melainkan dengan sesuatu yang telah
berhasil memperbaiki generasi awalnya. Oleh sebab itu ajaran apapun yang tidak
termasuk agama pada hari itu maka juga bukan termasuk agama pada hari ini.” (lihat Al
Wajiz fi ‘Aqidati Salafish Shalih). Dari Ibnul Majisyun, dia mengatakan, “Aku pernah
mendengar Malik berkata, ‘Barang siapa yang menciptakan suatu kebid’ahan di dalam
Islam dan dia mengiranya sebagai sebuah kebaikan. Maka pada hakikatnya dia telah
menuduh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkhianati misi kerasulan.
Sebab Allah telah berfirman (yang artinya), “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi
kalian agama kalian.” Oleh karena itu maka sesuatu yang bukan menjadi ajaran agama
pada hari itu maka dia juga tidak boleh dijadikan sebagai ajaran agama pada hari ini.”.’
(lihat Al Wajiz fi ‘Aqidati Salafish Shalih).
Imam madzhab yang lain, Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata, “Pokok-pokok
ajaran As Sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan apa yang dipahami oleh
para Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta meniru mereka, meninggalkan
8
http://muslim.or.id/manhaj/risalah-untuk-mengokohkan-ukhuwah-dan-ishlah-3.html
34. 8-34
bid’ah. Dan (kami yakin) bahwa semua bid’ah adalah sesat.” (lihat Al Wajiz fi ‘Aqidati
Salafish Shalih). Dari Nuh Al Jami’. Dia mengatakan: Aku pernah berkata kepada Abu
Hanifah rahimahullah, “Apa pendapatmu tentang perkara yang diada-adakan oleh
sebagian orang yaitu pembicaraan tentang ‘ardh dan jism?”. Maka beliau menjawabnya,
“Itu adalah ocehan kaum filsafat. Kamu harus berpegang dengan atsar/riwayat dan
mengikuti jalan kaum Salaf. Jauhilah semua yang diada-adakan karena ia adalah bid’ah.”
(lihat Al Wajiz fi ‘Aqidati Salafish Shalih). Dan Imam Asy Syafi’i rahimahullah yang begitu
banyak dijadikan rujukan oleh orang-orang yang mengaku Ahlus Sunnah di negeri ini
mengatakan dengan lantang, “Apabila kalian dapatkan di dalam kitabku sesuatu yang
bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka
berpendapatlah dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tinggalkan
apa yang aku katakan.” (lihat Shifat Shalat Nabi karya Syaikh Al Albani rahimahullah).
Sahabat Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Segala macam ibadah
yang yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam maka janganlah kamu beribadah dengannya. Karena sesungguhnya generasi
pertama sudah tidak menyisakan lagi kritikan ajaran untuk generasi belakangan. Oleh
sebab itu maka bertakwalah kalian kepada Allah wahai para ahli baca Al Qur’an. Ikutilah
jalan para sahabat yang mendahului kalian.” (lihat Al Wajiz fi ‘Aqidati Salafish Shalih).
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Barang siapa hendak mencontoh
maka teladanilah para ulama yang telah meninggal. Mereka itulah para sahabat
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang yang paling baik
hatinya di kalangan umat ini. Ilmu mereka paling dalam serta paling tidak suka
membeban-bebani diri. Mereka adalah suatu kaum yang telah dipilih oleh Allah untuk
menemani Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menularkan ajaran agama-Nya. Oleh
karena itu tirulah akhlak mereka dan tempuhlah jalan-jalan mereka, karena sesungguhnya
mereka berada di atas jalan yang lurus.” (lihat Al Wajiz fi ‘Aqidati Salafish Shalih).
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Umat manusia senantiasa akan
berada di atas jalan yang benar selama mereka terus mengikuti atsar (jejak Rasul dan para
sahabat).” Beliau juga berkata, “Semua bid’ah adalah sesat meskipun orang-orang
memandangnya sebagai kebaikan.” (lihat Al Wajiz fi ‘Aqidati Salafish Shalih).
Sekarang kita ingin bertanya kepada saudara-saudara kita yang menggalakkan Maulidan
dan Tahlilan. Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang
mulia mengajarkan kita untuk melakukannya? Di manakah riwayatnya yang sah dari
mereka? Adakah di dalam kitab-kitab hadits seperti Sahih Bukhari, Sahih Muslim, atau
kitab-kitab Sunan dan Musnad? Atau, adakah di dalam kitab-kitab Fikih para ulama,
sehingga di dalamnya bisa kita temukan bab yang membahas tentang Maulidan dan
Tahlilan? Betul, kelahiran Nabi adalah sesuatu yang menggembirakan. Betul, kita harus
mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi ingatlah bukti kecintaan yang
hakiki adalah dengan mengikuti ajarannya dan menjauhi bid’ah-bid’ah! Allah ta’ala
berfirman yang artinya, “Katakanlah, jika kalian mengaku mencintai Allah, maka ikutilah
aku…” (QS. Ali ‘Imran : 31). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Maka tidaklah
seseorang menjadi pecinta Allah hingga dia mau tunduk mengikuti Rasulullah.” (lihat Al
‘Ubudiyah)
Bukankah baginda Nabi telah berpesan, “Wajib bagi kalian untuk mengikuti tuntunanku
begitu juga tuntunan Khulafa’ Rasyidin yang berpetunjuk… Dan jauhilah perkara-perkara
yang diada-adakan. Sebab setiap perkara yang diada-adakan (dalam agama) adalah
bid’ah. Dan semua bid’ah itu sesat.” (HR. Abu Dawud dan Trimidzi, dia mengatakan hadits
hasan sahih. Hadits ini dicantumkan oleh An Nawawi rahimahullah dalam kitabnya Al
Arba’in An Nawawiyah hadits no. 28). Bahkan tidak tanggung-tanggung Rasulullah
35. 8-35
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyatakan dengan tegas, “Barang siapa yang
mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, niscaya tertolak.” (HR.
Muslim). Ingatlah ucapan emas Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Semua bid’ah
adalah sesat, meskipun orang-orang memandangnya sebagai kebaikan.” (lihat Al Wajiz fi
‘Aqidati Salafish Shalih).
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin seorang pakar fikih dan salah seorang imam Ahlus Sunnah sejati di
masa kini mengatakan, “…kami katakan bahwasanya apabila perayaan ini (maulid) adalah
termasuk dari kesempurnaan agama, maka pastilah dia sudah ada dan diajarkan sebelum
wafatnya Rasul ‘alaihish shalatu was salam. Dan jika dia bukan bagian dari kesempurnaan
agama ini maka tentunya dia bukan termasuk ajaran agama karena Allah ta’ala berfirman
yang artinya, “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian.” Barang
siapa yang mengklaim acara maulid ini termasuk kesempurnaan agama dan ternyata ia
muncul setelah wafatnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesungguhnya ucapannya itu
mengandung pendustaan terhadap ayat yang mulia ini. Dan tidaklah diragukan lagi kalau
orang-orang yang merayakan kelahiran Rasul ‘alaihis shalatu was salam hanya bermaksud
mengagungkan Rasul ‘alaihis shalatu was salam. Mereka ingin menampakkan kecintaan
kepada beliau serta memompa semangat agar tumbuh perasaan cinta kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui diadakannya perayaan ini. Dan itu semua termasuk
perkara ibadah.”
“Kecintaan kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ibadah. Bahkan tidaklah
sempurna keimanan seseorang hingga dia menjadikan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagai orang yang lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, anaknya, orang tuanya dan
bahkan seluruh umat manusia. Demikian pula pengagungan Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam termasuk perkara ibadah. Begitu pula membangkitkan perasaan cinta kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga termasuk bagian dari agama karena di dalamnya
terkandung kecenderungan kepada syari’atnya.
Apabila demikian, maka merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah serta untuk mengagungkan Rasul shallallahu ‘alaihi
wa sallam adalah suatu bentuk ibadah. Dan apabila hal itu termasuk perkara ibadah maka
sesungguhnya tidak diperbolehkan -sampai kapanpun- menciptakan ajaran baru yang
tidak ada sumbernya dari agama Allah. Oleh sebab itu merayakan maulid Nabi adalah
bid’ah dan diharamkan…” (lihat Fatawa Arkanil Islam, hal. 172-174).
Demikian pula dalam hal Tahlilan, jawaban serupa yang kita berikan. Benar, Tahlil adalah
ucapan yang sangat utama bahkan dzikir yang aling afdhal. Benar, dzikir adalah ibadah
dan mendatangkan pahala serta dicintai Allah. Akan tetapi, justru karena dzikir itu ibadah
maka tata cara mengerjakannya pun juga harus mengikuti tuntunan dan bukan
berdasarkan rekaan atau pendapat akal manusia. Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah mengajarkan kepada kita untuk membaca tahlil secara bersama-sama
dengan di komando dan pada waktu setelah kematian saudara kita sesama muslim? Pada
hari yang ketiga, ketujuh, keseratus, atau keseribu sesudah kematiannya? Apakah para
sahabat pernah mencontohkan kepada kita untuk beramai-ramai membaca tahlil di
sekitar kompleks pekuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang banyak
dilakukan oleh sebagian orang yang mengaku penganut Ahlus Sunnah di negeri ini di
sekitar kubur wali dan orang-orang salih? Apakah Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan
Ahmad pernah mengajarkan hal ini?
Penutup
Saudaraku seiman dan seakidah, apakah orang-orang yang gemar mengadakan acara
bid’ah bahkan tidak segan untuk menyatu bersama pentas musik dan menjadikannya
sebagai bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah serta sarana untuk berdakwah
36. 8-36
pantas untuk disebut dengan Ahlus Sunnah? Renungkanlah baik-baik…
Saudaraku, kita tidak bermaksud menuduh sesama da’i sebagai orang yang sengaja
berniat jahat terhadap umat. Namun lihatlah segala sesuatunya dengan kaca mata ilmu
dan keadilan bukan dengan kejahilan dan hawa nafsu. Siapakah yang telah melakukan
kedustaan kedustaan di atas: Dengan mengambing hitamkan sebuah kelompok yang
disebut sebagai Wahhabi; dengan menutup-nutupi fakta bahwa istilah Salaf dan Salafi
memang sudah dikenal dalam Sunnah Nabi khusus tindakan kedua ini tidak kami
nisbatkan kepada PKS, sebab yang menyatakan hal itu tidak mengatasnamakan partai
tersebut, walaupun secara pemikiran dan garis perjuangan sangatlah mirip; dengan
mengesankan bahwa Wahhabi adalah kelompok yang suka mengkafirkan para ulama
bahkan Wali Songo; dengan mengesankan bahwa melakukan peringatan Maulid, Tahlilan,
atau Barzanji adalah tradisi positif yang telah mendarah daging dalam paham Ahlus
Sunnah wal Jama’ah. Inikah yang disebut dengan meneladani politik Nabi Yusuf ‘alaihis
salam? Inikah yang disebut dengan ‘berinteraksi tanpa terkontaminasi’? Allahul musta’an.
Wahai, saudaraku yang kucintai karena Allah… Tidakkah kita menyaksikan realita yang
memilukan ini? Betapa banyak orang yang harus menjadi korban ketidakjujuran sebagian
da’i yang kurang bertanggung jawab yang demikian tega membiarkan umat tenggelam
dalam kebid’ahan dengan mengatasnamakan sikap toleransi, ishlah, dan menjalin
persaudaraan. Dimanakah letak toleransi mereka kepada para ulama pembela manhaj
Salaf? Apakah mendiskreditkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Sang pembaharu
dakwah Tauhid dan para pengikut dakwahnya adalah wujud toleransi? Apakah mereka
telah lupa bahwa pada beberapa tahun yang silam sebagian di antara mereka telah
mengenyam berbagai fasilitas pendidikan dan mempelajari akidah salafiyah bersama para
ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah -yang sering dijuluki dengan nama Wahhabi ini- di
Universitas Islam Madinah Saudi Arabia; sebuah negara yang acap kali direndahkan oleh
kaum pergerakan? Di manakah letak ishlah yang selama ini mereka gembar-gemborkan?
Membiarkan bid’ah bertebaran bukanlah bentuk ishlah yang Allah inginkan. Menutup-
nutupi fakta kebid’ahan dan memalingkan umat dari bimbingan para ulama juga bukan
bukti tulusnya persaudaraan.
Tidakkah kita ingat sebuah ayat yang akan meneteskan air mata dan membuat mata
orang-orang yang takut kepada Allah menjadi berkaca-kaca? Allah ta’ala berfirman yang
artinya, “Pada hari itu orang-orang yang berkawan dekat menjadi saling bermusuhan,
kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az Zukhruf : 67). Maka semua ikatan
persaudaraan dan persahabatan di dunia ini yang tidak dibangun di atas nilai-nilai
ketakwaan -dan amar ma’ruf serta nahi munkar tercakup di dalamnya- tentunya akan
menuai penyesalan dan persengketaan sengit di hadapan Ar Rahman pada hari
pembalasan.
Saudaraku, sekali lagi aku ingin berbicara denganmu dari hati ke hati. Lihatlah kenyataan
pahit ini. Siapakah yang telah terbukti bersikap tidak jujur terhadap umat, merusak jalinan
ukhuwah, mendiskreditkan sebagian ulama, dan menghambat laju gerakan ishlah yang
penuh barakah ini (dakwah salafiyah). Memang, yang kami inginkan bukanlah imbalan
materi atau ucapan terima kasih. Yang kami inginkan adalah perbaikan yang hakiki.
Membersihkan muka bumi ini dari kotoran dan sampah-sampah syirik, bid’ah, dan
kemaksiatan menuju terciptanya masyarakat yang bertauhid, hidup tentram, dan
senantiasa mendapatkan curahan ampunan dan barakah dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Inilah pertolongan dan kemenangan yang kita dambakan. Allah ta’ala telah menjanjikan
dalam firman-Nya yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong
agama Allah, niscaya Allah akan menolong kalian dan meneguhkan kaki-kaki kalian.” (QS.
Muhammad: 7)
37. 8-37
Belumkah tiba saatnya bagi para da’i untuk kembali ke pangkuan manhaj Salaf yang
murni, bertaubat kepada-Nya dengan setulus hati. Kita memang tidak ma’shum dan
terbuka menerima nasihat. Ingatlah tentang keagungan hakikat taubat ini sebagaimana
yang dipaparkan oleh saudara Abu Nu’man Mubarok dalam artikelnya yang berjudul
‘Taubat’ di mana beliau mengatakan, “Hakikat taubat adalah: Menyesal terhadap apa
yang telah terjadi, meninggalkan perbuatan tersebut saat ini juga, dan ber-azam yang kuat
untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut di masa yang akan datang.” (dinukil dari
sebuah situs milik Al Ikhwan Al Muslimun).
Sebab dengan taubat itulah hati akan menjadi bersih dan bersinar sebagaimana dikatakan
oleh saudara Abu Nu’man Mubarok sembari mengutip hadits berikut, “Rasulullah
bersabda: “Sesungguhnya seorang mu’min jika melakukan perbuatan dosa, maka akan
terjadi titik hitam di dalam kalbunya, jika dia bertaubat dan minta ampun pada Allah,
kembali cemerlang hatinya, jika dosanya bertambah, bertambah pula titik hitam tersebut,
hingga menutupi hatinya. Itulah “ar-ron” yang disebut oleh Allah dalam firman-Nya:
‘Sekali-kali tidak (demikian) sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi
hati mereka'” (HR. Tirmidzi).” (Taubat, Bagian ke-1. Definisi, Urgensi dan Buah-Buah
Taubat. 15 Oktober 2006). Allahul muwaffiq, wa huwal Haadi ila aqwamith thariq.
Akhirnya, shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi panutan, demikian
juga para sahabatnya yang sangat patut dijadikan teladan, dan segenap pengikut mereka
yang setia yang begitu mengharapkan ampunan Ar Rahman dan sangat menginginkan
kebahagiaan di hari kemudian. Segala puji bagi Allah Rabb Sang pencipta, penguasa,
pemilik, dan pengatur seluruh alam semesta.
38. 9-38
Artikel 9
Ruqyah9
Berbagai upaya setan antara lain adalah, manusia dibuat tidak sadar, bahwa dirinya telah
meninggalkan jalan yang benar. Bahkan manusia dibuat agar yakin jalan yang diambilnya
itu sudah benar. Kalau anda belajar agama Islam, tentu banyak ayat dan dalil yang
menyebutkan hal tersebut. Contoh kasus saja. Sekarang ini, banyak sekali bermunculan
pengobatan alternatif, yang menawarkan kesembuhan absolut, tanpa operasi dan dengan
harga terjangkau. Lalu banyak yang membuktikan kemanjurannya. Di sini tidak
menyamaratakan seluruh jenis pengobatan alternatif, tapi ada satu kasus, di mana pasien
yang sakit ginjal dapat disembuhkan total oleh pengobatan alternatif, lalu ketika pasien
tersebut diruqyah,
. . . kesembuhan itu memang dari Allah, tapi melalui bantuan jin, yang dengan
kemampuannya (dan keinginan pasien) sehingga penyakitnya dapat ditutupi, dan
tidak terlihat oleh peralatan medis.
Selain itu, setan juga bisa melalui seorang ahli agama/kyai/dukun sebagai kyai, seakan
mengajak ke jalan yang benar, dengan memberikan ilmu-ilmu wirid, amalan-amalan
tambahan (bid'ah), dengan tujuan tertentu (kesembuhan, kekebalan atau kehebatan lain),
tapi semua itu tidak memohon pada Allah, melainkan pada setan. Tanpa disadari oleh si
pasien. Karena itu waspadai bid'ah, yaitu pelaksanaan ibadah, tanpa ada ajaran dari
Rasullullah. Berikut ini salah satu triknya:
Jika anda akan melakukan suatu Ibadah (amalan terhadap Sang Pencipta), perhatikan
apakah ada syariah untuk itu, jika tidak ada, berarti bid'ah. Jangan lakukan.
Dan jika akan melakukan suatu Amaliah (amalan dalam kehidupan/kemanusiaan), lakukan
saja, sepanjang tidak adalah syariah yang melarang untuk itu.
Selain trik di atas, berikut ini adalah beberapa ciri-ciri amalan yang bid'ah, yang patut
diwaspadai, karena bisa jadi jalan masuk setan:
1. Pembatasan waktu amalan, misalnya khusus hari senin, malam rabu, malam jum'at,
dan lain-lain.Islam memang memberikan waktu-waktu muktajab, tapi sifatnya tidak
mengikat. Kecuali adanya syariah yang mengaturnya.
2. Pembatasan tempat, misalnya harus di kuburan, harus di makamnya seseorang,
harus di pinggir laut, dan lain sebagainya.Dalam Islam juga ada tempat-tempat
istimewa, misalnya di Masjidil Haram, tapi sifatnya juga tidak mengikat.
3. Pembatasan jumlah, misalnya harus wirid 999 kali, 100 kali, dsb. Karena dalam Islam,
ibadah adalah keikhlasan, selain adanya syariah yang mengatur jumlah
tersebut.Pembatasan tata-cara, misal harus menghadap ke timur, ke tenggara, dan
lain-lain. Dalam Islam memang ada aturannya, namun jelas tertulis dalam syariahnya.
Amalan bid'ah biasanya ditujukan untuk memenuhi keinginan si jin, sehingga si jin mau
membantu orang yang memintanya. Hal itu sudah mengarah ke syirik, dosa tak
terampuni. Lalu, misalnya anda sakit parah, lalu ditawari penyembuhan dengan
memanfaatkan media ini, apakah anda bersedia? Lalu ilmu kekebalan, ilmu bisa terbang,
tarung tak terkalahkan? Untuk aliran kanuragan tertentu, pengobatan tertentu, jelas-jelas
memanfaatkan ini, sehingga bisa dipastikan, para pengikutnya jika diruqyah, akan
9
http://ruqyah-online.blogspot.com/2008/03/ruqyah.html
39. 9-39
ditemukan jenis jin dalam ruhnya. Kadangkala, tanpa sadar ruh kita juga bisa dihinggapi
oleh jin, yang memang bisa masuk ke ruh kita jika kita mengalami hal sebagai berikut :
marah yang teramat sangat, sedih yang teramat sangat, dan lupa pada Allah.
Karena itu, sering-seringlah meruqyah diri sendiri, dengan perbanyak baca Al-Qur'an, dan
jama'ah di Masjid. Jika anda mengalami gangguan dalam melakukan hal tersebut,
waspadalah. Yang paling terasa, jika anda merasa ada yang aneh dalam diri anda ketika
melakukan ibadah, misalnya sakit di tangan setiap sholat jama'ah, rasa panas di bagian
tertentu, atau rasa kantuk yang tiba-tiba, segeralah lakukan ruqyah.