Peresmian kantor ULMWP ini dilakukan secara tertutup.
ULMWP sebelumnya telah mendirikan kantor di Port Vila, ibukota Vanuatu, dan di Honiara, Kepulauan Solomon.
Pembukaan kantor ULMWP itu dibantah oleh Pemerintah. Meski demikian, pihak Kepolisian Resort Jayawijaya menyita papan Kantor ULMWP milik OPM di Jalan Trikora, Wamena Papua, pada Selasa (16/2/2016) sore (Kompas.com, 17/2).
Upaya pemisahan (separatisme) Papua dilakukan melalui tiga strategi.
Kemerdekaan Papua terus disuarakan melalui berbagai organisasi termasuk LSM.
Semua itu merupakan bagian dari internasionalisasi isu Papua.
Internasionalisasi isu Papua adalah upaya untuk mendesakkan referendum ini.
Strategi referendum Papua melalui Dewan PBB itu sama seperti strategi pemisahan Timor Timur dari Indonesia.
Pembukaan kantor ULMWP itu menunjukkan Pemerintah lemah dalam menghadapi upaya disintegrasi (pemecahbelahan) Indonesia. Pemerintah cenderung membiarkan berbagai manuver untuk mengkondisikan kemerdekaan Papua.
Pada 1 Desember 2014, sekitar 300 mahasiswa asal Papua melakukan unjuk rasa di Bundaran HI Jakarta menyuarakan “Papua Merdeka”. Meski unjuk rasa itu dibubarkan oleh aparat, tak terlihat ada tindakan tegas terkait hal itu.
Saat Free West Papua dengan tokohnya Benny Wenda membuka kantor di Oxford Inggris pada April 2013 silam, Pemerintah hanya melayangkan protes dan meminta penjelasan. Hal serupa juga dilakukan saat separatis Papua itu membuka kantor di Australia dan Belanda. Padahal Pemerintah Inggris, Australia dan Belanda mendiamkan saja pembukaan kantor itu. Pemerintah malah bekerjasama makin erat dengan negara-negara imperialis itu.
Pemerintah juga tidak tegas terhadap Vanuatu dan Solomon Island. Pemerintah malah akan membina hubungan dan meningkatkan hubungan dekat dengan neagra-negara Melanesia, termasuk Vanuatu dan Solomon Island.
Semua pihak harus mewaspadai campur tangan asing dalam upaya pemisahan Papua.
Semua pihak, khususnya Pemerintah, seharusnya paham, negara-negara imperialis tidak akan membiarkan Indonesia menjadi negara yang utuh dan kuat.
Tidak boleh dilupakan, pada tahun 1998 pernah muncul rekomendasi dari Rand Corporation, lembaga kajian strategis yang sering memberikan rekomendasi kepada Kemenhan AS, bahwa Indonesia harus dibagi dalam 8 wilayah. Salah satu prioritas adalah memerdekakan Papua. Hal itu diugkap oleh Hendrajit dkk dalam buku Tangan-Tangan Amerika (Operasi Siluman AS di Pelbagai Belahan Dunia), terbitan Global Future Institute pada 2010. Rekomendasi skenario “balkanisasi” Indonesia yang dikeluarkan saat Bill Clinton berkuasa itu tampaknya dijalankan meski dengan detil proses yang dimodifikasi.
Senjata ampuh yang digunakan dalam proses disintegrasi, belajar dari kasus Timtim, adalah demokrasi.
Seharusnya ini menjadi alasan kuat untuk menolak sistem demokrasi. Bayangkan, jika tiap wilayah di Indonesia, atas nama hak menentukan nasib sendiri, menuntut merdeka, dipastikan Indonesia akan terpecah menjadi beberapa negara kecil yang lemah tak berdaya.
Mulusnya upaya pemisahan Papua tidak bisa dilepaskan dari kegagalan Pemerintah rezim liberal untuk mensejahterakan rakyat Papua. Meskipun Papua memiliki kekayaan alam yang luar biasa, rakyatnya hidup dalam kemiskinan.
Pangkalnya adalah penerapan demokrasi-kapitalisme. Sistem demokrasi telah memuluskan berbagai UU liberal yang mengesahkan perusahaan asing seperti Freeport untuk merampok kekayaan alam Papua.
Penting untuk disadari oleh semua pihak, khususnya rakyat Papua, pemisahan Papua dari Indonesia bukanlah solusi bagi persoalan rakyat Papua.
Ketika masyarakat Papua meminta bantuan negara-negara imperialis untuk memisahkan diri merupakan bunuh diri politik.
Negara-negara imperialis yang rakus justru akan lebih leluasa memangsa kekayaan alam dan sumberdaya negeri Papua.
Syariah Islam akan menghentikan imperialisme Amerika, Inggris, Australia dan Barat. Syariah Islam akan menutup celah bagi negara imperialis memecah dan menguasai negeri ini.
Syariah Islam akan menjaga keamanan dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat tanpa melihat suku, bangsa, warna kulit maupun agama.
Kekayaan alam itu harus dikelola oleh negara mewakili rakyat. Hasilnya akan dihimpun di kas negara dan didistribusikan untuk membiayai kepentingan pembangunan dan pelayanan kepada rakyat.
Sebab, Islam mewajibkan negara untuk menjaga keseimbangan perekonomian dan pemerataan kekayaan di antara rakyat dan antardaerah. Kesenjangan dan ketimpangan antarindividu dan antardaerah akan segera bisa diatasi dengan penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh itu.
Walhasil, hal mendasar dan sangat penting bahkan vital adalah sesegera mungkin mewujudkan penegakan Khilafah Rasyidah yang akan menerapkan seluruh syariah Islam.
Syariah Islam, ketika diterapkan secara total, pasti akan memberikan kebaikan kepada siapapun, termasuk non-Muslim.