Makalah ini ditulis dan judul sengaja di-edit sesuai kebutuhan sebagai bantahan terhadap para ghulat “salafy” ekstrem. Sumber makalah ini dapat merujuk ke situs www.alinshof.com. Dialihkan ke Word oleh Tim Pembela Kehormatan Ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah (tpku@hushmail.com)
Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem Bagian III
1. Wahdah Islamiyah –
Bantahan Kepada
“Salafy” Ekstrem
Bagian III
Tim Pembela Kehormatan Ulama
1/14/2010
Makalah ini ditulis dan judul sengaja di-edit sesuai kebutuhan sebagai bantahan terhadap
para ghulat “salafy” ekstrem. Sumber makalah ini dapat merujuk ke situs
www.alinshof.com. Dialihkan ke Word oleh Tim Pembela Kehormatan Ulama Ahlu
Sunnah wal Jama’ah (tpku@hushmail.com)
2. JUDUL ASLI : SILSILAH PEMBELAAN PARA ULAMA DAN DU’AT,
(Bagian III)
3. Bagian III dari tulisan ini adalah kelanjutan dari syubhat yang dihembuskan oleh
al-akh Sofyan Khalid berkaitan dengan “hidayah” dari Allah baginya yang
diutarakan dalam artikel-nya, “Mengapa Saya Keluar Dari Wahdah Islamiyah“,
yang dimuat dalam situs www.al***.com (baca: alsesati, -- TIM TPKU).
Ada beberapa poin yang merupakan syubhat usang yang kembali diusung oleh
penulis artikel tersebut:
Mungkin para pembaca bertanya dalam hati, “Apa buktinya bahwa orang-
orang Wahdah Islamiyah biasa bermajelis dengan ahli bid‟ah?” Menjawab
pertanyaan ini kami akan sebutkan beberapa bukti[1] yang saya ingat. Bukti-bukti
ini menunjukkan perbedaan jelas antara manhaj Salaf dengan manhaj Wahdah
Islamiyah:
1. Pernah diadakan seminar oleh Wahdah Islamiyah bekerja sama
dengan MPM Unhas (underbow-nya Wahdah Islamiyah di Unhas)
tentang TERORISME. Hadir sebagai pembicara, diantaranya: Ust.
Muhammad Ikhwan Abdul Jalil, Lc, Ust. Kholid Basalamah, Lc dan
seorang pembicara dari kalangan tokoh Ikhwanul Muslimin (IM).
Selanjutnya kami sebut dengan “Tokoh Ikhwan”
Tanggapan :
Pertama, sebenarnya hal ini telah berulang kali kami tanggapi, melalui
pemaparan aqwal para ulama mu‟tabar, seperti al-Allamah Syaikh Abdul Aziz
bin Baz, al-Allamah Faqihul Ashr Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin,
al-Allamah Syaikh al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani dan
selain mereka –rahimahumullah-, berupa peringatan akan pentingnya bersikap
wara‟ dalam penerapan kaidah bid‟ah dan dhawabith hingga bolehnya kita
menjatuhkan vonis hukum kepada seseorang atau jama‟ah tertentu.[1] Begitu
entengnya al-akh Sofyan menjatuhkan vonis hukum pada satu jama‟ah dengan
hanya berbekal secuil ilmu dan kerdilnya pemahaman.[2] Kami sangat kenal dan
tahu betul siapa saudara satu ini, dan sampai dimana bekal pemahaman agama
yang ia dimiliki.
Sebab, ternyata “fatwa” dan vonis “al-mufti” Sofyan berseberangan dengan fatwa
anggota Ulama Besar Saudi Arabiyah. Perhatikan fatwa yang kami nukil dibawah
ini, agar jelas bagi pembaca siapa yang lebih “alim”, Sofyan Khalid –hadahullah-
atau Lajnah Daimah [Komisi Tetap untuk Fatwa dan Penerangan Saudi
Arabiyah] yang diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah-….!!
Dalam fatwa Lajnah Daimah yang diketuai Syaikh Abdul „Azis bin Baz dan
beranggotakan masyayekh kibar seperti Abdullah bin Qu‟ud, Abdullah bin
Ghudayyan, dan Abdurrozzaq „Afifi, no. (6280), seorang penanya berkata:
4. “Jama‟ah-jama‟ah serta firqoh-firqoh yang ada sekarang, maksud saya adalah
jama‟ah Ikhwanul Muslimin, Jama‟ah Tabligh, jama‟ah Anshor Sunnah Al-
Muhammadiyah, Jam‟iyyah as-Syar‟iyyah, dan Salafiyyin serta yang disebut
dengan Jama‟ah takfir dan hijrah dan selainnya yang banyak di Mesir, saya ingin
bertanya apakah sikap yang harus kita ambil sebagai seorang muslim? Apakah
jama‟ah-jama‟ah inilah yang dimaksud dalam hadits Hudzaifah -radiallahu „anhu-:
“Jauhilah kelompok-kelompok tersebut walaupun engkau harus menggigit akar
pohon sampai kematian datang menjemputmu dan engkau terus diatasnya”.
(Muttafaq „alaih)?
Lajnah Daimah menjawab : ”Seluruh jama‟ah dan kelompok tersebut, padanya
terdapat kebenaran dan kebathilan. Sebahagiannya ada yang lebih dekat pada
al-haq dan lebih banyak kebaikan serta lebih luas manfaatnya dari jama‟ah yang
lain. Maka hendaknya engkau ber-ta‟awun dengan mereka dalam kebenaran dan
saling menasehati jika ada kekeliruan serta tinggalkanlah hal yang
meragukan”.[3]
Perhatikan wahai pembaca sekalian, para ulama kibar sekaliber Syaikh Abdul
Aziz bin Bazrahimahullah- kala ditanya tentang jama‟ah-jama‟ah tersebut tidak
serta merta langsung mengeluarkan statemen bahwa mereka adalah “Ahli
Bid‟ah”, bukan dari Ahlu Sunnah, dan tidak boleh duduk bersama mereka apalagi
saling ber-ta‟awun. Bahkan sebaliknya, beliau menegaskan pentingnya ta‟awun
dalam kebenaran dan nasehat yang baik. Berbeda dengan sang “mufti” Sofyan
Khalid –hadahullah- yang langsung dengan sharahah (terang-terangan)
menegaskan bahwa “tokoh ikhwan” itu seorang ahli bid‟ah.[4] –
Adapun kaitannya dengan sikap tegas terhadap ahli bid‟ah, Ahlu Sunnah
sepakat akannya. Namun tetap dalam koridor nasehat dan hikmah. Serta jika
sikap lemah lembut tidak lagi memberi pengaruh dan dikhawatirkan bid‟ah
mereka merembet pada orang lain. Sekali lagi, jika memang telah jelas bahwa si
fulan atau jama‟ah fulaniyah itu sesat dan termasuk ahli bid‟ah. Bukan dengan
sikap serampangan meletakkan kaidah, lalu kemudian secara sepihak menohok
mereka dari belakang.
Kedua, Sangat disayangkan orang-orang seperti Ust. Zulkarnain dan Ust. Abdul
Kadir mau saja mengedit dan me-muraja‟ah sebuah tulisan [baca: tuduhan] yang
hanya dibangun berdasar “ingatan” akh. Sofyan, sebagaimana pengakuannya.
Padahal, sebagai seorang –ustadz- yang punya sedikit pepahaman ilmu hadits,
semestinya dugaan tersebut harus dikuatkan dengan klarifikasi dan tabayyun.
Apalagi untuk hal itu, -tabayyun- begitu amat sangat mudah. Dan kami ulangi di
sini, sebagaimana yang telah kami singgung dalam tulisan bagian ke-II, bahwa
merupakan sesuatu yang masyhur di kalangan para ahli hadits, bahwa
terkadang seseorang itu terkenal jujur dan tidak ada maksud berbohong, akan
tetapi kabarnya ditolak, baik karena lemah hafalannya atau lantaran
pemahamannya yang buruk. Intinya, tidak semua kabar dari –orang yang kita
“anggap” tsiqoh- itu langsung ditelan bulat-bulat. Perlu diteliti kembali dan
5. tabayyun serta klarifikasi, agar jangan sampai kita terjatuh dalam kesalahan
yang sama dengan sang penukil. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah-
berkata: “Banyak para penukil (penyampai berita) tidak bermaksud untuk
berdusta. Namun, mengetahui maksud perkataan manusia tanpa menukil
langsung lafadz (yang mereka ucapkan), juga tanpa menukil segala yang
menunjukkan maksud mereka, terkadang sulit bagi sebagaian orang dan tidak
bisa dicapai oleh sebagaian yang lain“.[5]Al-Allamah Syaikh Taqiyuddin al-
Subki –rahimahullah- berkata: “Banyak aku saksikan seorang yang mendengar
satu lafadz kemudian memahaminya tidak sebagaimana mestinya”.[6]tabayyun
dan klarifikasi, bahkan boleh saja mereka juga memiliki andil besar dalam artikel
tersebut, baik dari sisi motivasi bagi penulisnya maupun tambahan “bumbu-
bumbu” segar ala “salafy” agar lebih sedap dikonsumsi pembaca. Sayangnya,
lantaran berita yang dihembuskan oleh Sofyan Khalid tersebut ternyata seiring
dengan hawa nafsu kedua ustadz “salafy” ini, boro-boro
Ketiga, begitu semangat dan gembiranya Sofyan Khalid serta kedua ustadz
“salafy” yang nebeng meng-edit dan muraja‟ah, saat mengais “kesalahan”
(menurut versi mereka) bagi Wahdah Islamiyah, yang kemudian dengan segera
ditangkap “kesalahan tersebut” untuk dijadikan dalih mendepak Wahdah
Islamiyah dari dakwah salaf (dakwah Ahlu Sunnah wal Jama‟ah).[7] Padahal,
diantara manhaj Ahli Sunnah wal Jama‟ah dalam menyikapi orang yang terjatuh
dalam kesalahan – itu kalau benar bahwa Wahdah Islamiyah jatuh dalam
kesalahan sebagaimana tuduhan Sofyan Khalid- adalah, berusaha mencarikan
udzur dan alasan yang terbaik baginya. Bukan dihardik, dicaci maki, dihina,
kemudian dieliminasi dari barisan dakwah salafiyah. Bukan demikian. Olehnya
sangat jelas fatwa dari al-Allamah Syaikh al-Muhaddits Muhammad
Nashiruddin al-Albani –rahimahullah- yang menyeru berlaku lembut dan
hikmah terhadap pelaku bid‟ah -jika hal tersebut memang benar- , agar ia bisa
kembali dan tetap berada dalam dakwah ahli sunnah.[8]
Perhatikan klaim Sofyan Khalid dalam paragraf di atas, “Bukti-bukti ini
menunjukkan perbedaan jelas antara manhaj Salaf dengan manhaj Wahdah
Islamiyah. Begitu cepatnya sang “mufti” mengeluarkan penyataan meng-
eliminasi Wahdah Islamiyah dari barisan dakwah salaf. Namun jika yang
dimaksud dengan salaf oleh Sofyan Khalid di sini adalah “salafy” yang sejalan
dengan fikrah kelompok mereka, maka jelas kami katakan, afwan, dakwah kami
memang berbeda dengan dakwah antum kaum “salafy”. Dakwah kami dibangun
diatas ittiba‟, lemah lembut, hikmah, ilmu, penghormatan terhadap kehormatan
kaum muslimin serta harga diri para ulama, disamping sikap keras pada
tempatnya. Bukan di atas sikap serampangan, membabibuta, pelecehan
terhadap harga diri kaum muslimin dan penghinaan terhadap para ulama dan
du‟at. Sadarilah wahai Sofyan!, bahwa dakwah “salafy” model antum ini hanya
merupakan representatif dari kelompok kecil dalam barisan Ahlu Sunnah wal
Jama‟ah yang ingin tampil beda. Makanya Fadhialtus Syaikh al-Allamah
Abdullah al-Muthlaq [anggota dewan kibarul ulama Saudi Arabiyah] keras
menyinggung dan menegur kelompok “salafy” kecil ini dalam fatwanya:
6. “…sungguh jika kalian melihat jajaran ulama yang berada di Saudi
Arabiyah, berapa jumlah mereka?? Hanya saja mereka –kelompok “salafy”-
ingin membatasi –mengambil pendapat- tiga atau empat orang ulama saja,
lalu kemana yang lainnya??.[9] Mereka bukanlah salaf !!, ini merupakan
sebuah musibah, wahai saudaraku…“.[10] Ah, kami tidak ingin melanjutkan
fatwa beliau di atas. Terserah pembaca sekalian yang menilai. Sofyan
menganggap jamaah yang menyelisihi mereka bukan dari salaf, namun Ulama
Besar sekaliber Syaikh Abdullah al-Muthlaq justru mengatakan mereka bukan
salaf. Dan kami yakin, Sofyan Khalid tidak lebih alim daripada Fadhilatus
Syaikh al-Allamah Abdullah al-Muthlaq anggota dewan Ulama Besar Saudi
Arabiyah.
Ketika Ust. Ikhwan mengatakan bahwa Ahlus Sunnah tidak akan pernah
bersatu dengan Syi‟ah sampai mereka bertobat, maka dijawab oleh si Tokoh
Ikhwan, “Kalau begitu Syi‟ah juga bisa mengatakan, kita tidak akan pernah
bersatu dengan Ahlus Sunnah sampai mereka bertobat”. Lalu si Tokoh Ikhwan
melanjutkan, “Hendaklah kita duduk satu meja”. Jelas sekali yang dia inginkan
penggabungan antara Sunnah dan Syi‟ah. Namun sayang sekali syubhatnya ini -
seingat saya- tidak dibantah oleh Ust. Ikhwan.
Tanggapan :
Alhamdulillah, hingga detik ini Wahdah Islamiyah tetap berada di garda terdepan
dalam dakwah dan tahdzir terhadap bahaya Syi‟ah dan kelompok-kelompok
sesat lainnya, khususnya di kota Makassar. Bahkan secara tegas Wahdah
Islamiyah menyampaikan pernyataan tersebut melalui artikel-artikel ilmiyah akan
bahaya Syi‟ah, yang dimuat dalam berbagai media massa, agar mudah diakses
oleh masyarakat banyak (silahkan lihat di www.tribun-timur.com). Dalam banyak
forum-forum ilmiah-pun Wahdah Islamiyah telah dan terus akan membantah
syubuhat dan membongkar kebathilan mereka. Dan ghirah terhadap akidah yang
murni ini, direalisasikan dalam bentuk forum yang dibentuk oleh Wahdah
Islamiyah, khusus menangani kajian dan bantahan terhadap ancaman aliran-
aliran sesat yang berkembang di Indonesia. Diantara yang paling nampak adalah
peran Wahdah Islamiyah dalam ikatan forum menghadapi bahaya SYIAH, yaitu
IJABISAH (Ittiba‟ jalan ahlulbait dan sahabat). Bukti lain yang paling mutakhir
adalah dialog Ust. Rahmat Abdurrahman, Lc versus Dr. Jalaluddin rahmat tokoh
Syi‟ah yang diselenggarakan oleh Pasca Sarjana UIN Makassar belum lama ini.
Dan dalam paragraf di atas, jelas Sofyan mengakui penyataan tegas Ustadz
Muhammad Ikhwan, Lc sebagai representatif sikap tegas Wahdah Islamiyah
terhadap kelompok yang jelas menyimpang, “Ahli Sunnah tidak akan pernah
bersatu dengan Syi‟ah sampai mereka bertobat“. Semua ini min bab at-
tahadduts bin ni‟mah (menceritakan nikmat).
Bedanya dengan kelompok “salafy” ini, upaya dan waktu mereka begitu banyak
terserap untuk menyerang dan membantah saudara mereka sendiri. Alasannya
pun sangat klasik, “Ulama kami melarang duduk bersama ahli bid‟ah –versi
7. mereka-”. Kendati untuk membantah. Parahnya lagi, saat ada saudara mereka
yang kemudian terjun dalam kancah tersebut, justru dilecehkan dan direndahkan
serta diberi komentar miring. Buktinya adalah –dan masih banyak lagi bukti lain-
paragraf Sofyan di atas. Seandainya mereka memiliki rasa cemburu terhadap
akidah, alangkah lebih baiknya jika mereka menggeber kelompok Syi‟ah-nya dan
bukan justru mendiskreditkan para Ustadz yang telah bersusah payah
membongkar jaringan Syi‟ah dalam forum diskusi tersebut. Sayangnya, tidak ada
sedikit-pun kalimat keras terhadap Syi‟ah yang nampak pada artikel tersebut.
Yang dipermasalahkan (baca: disalah-salahkan) oleh Sofyan dan kelompoknya
“hanya” karena Ust. Ihkwan tidak membantah penyataan tokoh “ahli bid‟ah”
dalam diskusi tersebut. Aneh memang. Kami katakan, pertama, tidak adanya
bantahan dari Ust. Muh. Ikhwan pada forum tersebut bukan berarti Wahdah
Islamiyah sepakat akan kebatilan itu. Dan qarinah berupa penyataan Ust. Ikhwan
jelas menunjukkan hal tersebut. Kedua, terlalu naif jika hal itu kemudian menjadi
pemicu antum menarik kesimpulan untuk mengeluarkan Wahdah Islamiyah dari
barisan Ahlu Sunnah. Perlu antum ketahui, kadang dalam satu forum kita tidak
mendapat kesempatan untuk menyangga, entah karena keterbatasan waktu atau
karena hal-hal lain yang berkaitan dengan prosedur diskusi. Pertanyaan kami
pada Sofyan: “Apakah antum pernah klarifikasi hal tersebut pada Ust. Muh.
Ikhwan??!!. Dan mengapa semisal perkara ini tidak antum arahkan pada
persangkaan positif dan baik, sebagaimana arahan para ulama Ahlu Sunnah??.
Pada acara ini juga Ust. Ikhwan memuji Safar al-Hawali sebagai seorang
Ulama Ahlus Sunnah dan secara halus menyalahkan pemerintah yang
memenjarakannya (Pemerintah Saudi Arabia-ed). Padahal memang ia pantas
dipenjara, karena telah melakukan beberapa tindakan yang menimbulkan fitnah
antara pemerintah Saudi dengan rakyatnya dalam beberapa tulisan dan
ceramahnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh bin Baaz -rahimahullah-
dalam suratnya ke Amir Nayif bin Abdil Azis. Justru Ust. Muh. Ikhwan yang
harus disalahkan, karena ia telah membela orang yang salah (yakni, Safar Al-
Hawaliy)…
? Ust. Jahada Mangka, Lc dalam kelas takmili mengatakan bahwa tidak benar
klaim adanya penyimpangan Sayyid Quthub[11] dan kitabnya Azh-Zhilal,
melainkan hanya salah memahami bahasa Sayyid Quthub yang tinggi. Bahkan
Ust. Jahada mengatakan bahwa kebangkitan Islam dimulai dari Mesir, dan
musuh-musuh Islam sangat takut apabila kebangkitan ini masuk ke Kuwait
dan Saudi, sebab di dua negeri tersebut terdapat para ulama dan harta yang
melimpah
? Ust. Bahrun Nida‟ juga di kelas takmili pernah mengajarkan kitab Qabasat Min
Siroh ar-Rasul-shallallahu‟alaihi wa sallam- karya Muhammad Quthub, ketika itu
juga Beliau mengutip perkataan Muhammad Quthub, “Andaikata manusia
mendekatkan diri kepada Allah dengan mencela Sayyid Quthub, maka aku
8. mendekatkan diri kepada-Nya dengan membelanya”, atau perkataan yang
semakna dengan itu.
? Ust. Muhammad Ikhwan Abdul Jalil, Lc, pernah mengajarkan kitab Laa Tahzan
karya „Aidh al-Qorni sambil memuji-muji buku dan penulisnya di kajian Radio
Telstar Makassar.
? Adapun secara umum tokoh-tokoh yang dibela oleh para asatidzah Wahdah
Islamiyah, bahkan sebagiannya menjadi idola Wahdah Islamiyah adalah Dr.
Yusuf al-Qorodhowi, Salman al-„Audah, „Aidh al-Qorni dan Safar al-Hawali.
Tanggapan :
Hawwin „ala nafsika ya Sufyan…!!!
Sekali lagi kami tegaskan, inilah penyakit laten kawan-kawan “salafy” kita. Begitu
mudahnya memvonis seseorang sebagai ahli bid‟ah, lalu disesat-sesatkan,
dibodoh-bodohkan serta dijelek-jelekkan. Sungguh merupakan ketergelinciran
yang fatal. Vonis hukum atas seseorang itu bukan merupakan perkara mudah
dan enteng. Sebab konsekwensinya adalah, jika tidak sesuai dengan apa yang
kita hukumi tersebut, maka vonis hukum itu kembali pada diri sendiri.
Syaikh al-Allamah al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani –
rahimahullah- dalam sebuah tanya jawab menyatakan: “….Terakhir, saya ingin
menyebutkan sebuah hakekat yang tidak diperselisihkan di dalamnya. Dan saya
ingin menambahkan sesuatu yang tidak terpikirkan oleh para pemuda pada
masa ini. Yaitu hakekat sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam
banyak haditsnya: “Jika seorang berkata pada saudara (muslim)nya: “Wahai
Kafir“, padahal tidak demikian keadaannya, maka akan kembali (ucapan)
kekafiran itu padanya”. Ini adalah hakikat yang tidak diragukan lagi dan diketahui
rinciannya dalam hadits ini. Dalam sebagian riwayat lain, bahwa jika orang yang
ia kafirkan itu seorang kafir, maka ia telah melakukan hal yang benar. Namun
jika tidak, julukan itu akan kembali kepada dirinya. Ini tidak butuh untuk dijawab
lagi, karena hadits ini jelas. Tapi saya ingin menjelaskan sebuah tambahan.
Bahwa siapa yang menuduh seorang muslim sebagai ahli bid‟ah, bisa jadi
seorang muslim itu (benar) ahli bid‟ah. Tetapi jika tidak, penuduh itu sendiri yang
ahli bid‟ah. Ini adalah realita yang saya sebutkan tadi. Sesungguhnya para
pemuda kita membid‟ahkan para ulama, namun mereka itulah yang terjatuh
dalam bid‟ah.[12]
Apalagi, jika vonis hukum sebagai ahli bid‟ah itu dibangun diatas dusta atas diri
sang tertuduh. Padahal Imam Abu Ishaq al-Jurjani –rahimahullah- berkata:
“Cukuplah kedustaan itu sebagai bid‟ah“.[13] Dan kami mengatakan, bahwa
diantara bentuk dusta –atas nama ulama- adalah mengambil sebagian fatwa dan
pendapatnya lalu mencampakkan yang lainnya, demi memberi kesan bahwa
sang ulama berfatwa sesuai yang dikehendaki oleh sang penukil. Termasuk
9. dalam hal fatwa Syaikh bin Baz berkenaan dengan masalah Dr. Safar al-Hawaly,
kendati fatwa yang dimaksud oleh Sofyan Khalid tersebut masih menimbulkan
tanda tanya besar. InsyaAllah kami akan paparkan hakikat sebenarnya tentang
fatwa beliau –rahimahullah- tersebut.
Pertama, berkaitan dengan fatwa –atau surat- Syaikh Abdul Aziz bin Baz –
rahimahullah- kepada Amir Nayif bin Abdul Aziz, yang oleh ustadz “salafy”
Luqman Ba‟abduh dikutip dari kitab Madarik an-Nazhar karya Syaikh Abdul Malik
Ramadhani, disebutkan sebagai “KITAB DOKUMEN RAHASIA”, yang sudah
bukan lagi rahasia karena telah disebarluaskan oleh kelompok “salafy” guna
mendiskreditkan Syaikh Dr. Safar al-Hawaly, Dr. Salman al-Audah, Dr. „Aidh al-
Qarni, dan selainnya. Dan entah darimana kelompok “salafy” ini menemukan
dokumen rahasia tersebut, lalu disebarkan melalui buku-buku dan artikel
mereka. Berikut kami akan ketengahkan surat Syaikh Abdul Aziz bin Baz yang
dimaksud oleh Sofyan Khalid tersebut, dan alhamdulillah kami punya copi-an
aslinya.
BISMILLAHIRROHMANIRROHIM
Dari Abdul Azis Bin Baz kepada yang mulia Amir Nayif bin Abdil Azis, menteri
dalam negeri –waffaqahullah-
Salamun „alaikum waruhmatullahi wabarakatuh
Wa Ba‟du…
Sehubungan degan surat anda no. (M/B/4/192/MB) tertanggal 21-22/3/1414 H,
yang berisi pengarahan dari al-Khadim al-Haramain al-Syarifain –hafidzahulloh-
untuk membahas sikap berlebih dari Safar bin Abdur Rahman al-Hawaly dan
Salman bin Fahad al-Audah pada sebagian ceramah dan ta‟limnya, untuk
diajukan kepada Majelis Haiah Kibar Ulama pada pertemuan rutun-nya ke 41
yang diselenggarakan di Thoif yang dimulai dari tanggal 18/3/1414 H, untuk
membahas hal tersebut dalam agenda acara.[14]
Maka kami menyampaikan, bahwa Majelis Hai‟ah Kibar Ulama telah membaca
surat anda yang mulia tersebut beserta lampirannya yang merupakan ringkasan
ceramah dan kajian kedua orang tersebut di atas tertanggal sejak awal
Muharram 1414 H, serta sebuah buku yang ditulis oleh Safar Al-Hawaly berjudul
Wa‟du Kissinger. Majelis telah meneliti hal tersebut dari berbagai sisi, juga telah
meneliti sebagian rekaman mereka berdua.
Setelah dipelajari dan diteliti, maka Majelis sepakat memutuskan keduanya
sebagai dua oknum yang bersalah, sebagaimana yang disampaikan pada
majelis, beserta kesalahan lainnya yang disebut oleh pemerintah, sesuai hasil
temuan tim penyidik yang di dalamnya terdapat dua orang ahlul ilmi yang
ditunjuk oleh Departemen Agama Waqof dan Irsyad. Jika keduanya meminta
10. maaf atas sikap mereka yang berlebihan serta tidak mengulangi kembali
perbuatan mereka dan semisalnya, maka alhamdulillah, dan telah cukup. Namun
jika tidak, keduanya dilarang untuk menyampaikan ceramah, diskusi, khutbah,
ta‟lim dan rekaman untuk menjaga masyarakat dari kesalahan mereka berdua.
Semoga keduanya mendapat hidayah dan mendapatkan petunjuk dari-Nya.
Dan sebagaimana yang diminta dari majelis, kami menyampaikan balasan dan
menyertakan surat anda beserta lampirannya. Dan semoga Allah memberikan
taufiq pada anda dan al-Khodim al-Haromain Al-Syarifain pada apa yang dicintai
dan diridhai-Nya serta memberikan kita pertolongan pada setiap kebaikan.
Sesungguhnya Ia Maha Mendengar dan Maha Dekat.
Wassalamu „Alaiku Warahmatullahi Wabarakatu
Mufti Umum Kerajaan Saudi Arabiyah, Ketua Hai‟ah Kibarul Ulama dan Idarah
al-Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta‟.
(nama dengan stempel)
Inilah surat –dokumen- yang dimaksud Sofyan Khalid – hadahullah -.
Akan tetapi, ada beberapa hal mengganjal yang harus dijawab berkaitan dengan
surat dan fatwa tersebut di atas. Pertama, surat tersebut sifatnya rahasia,
sehingga tidak mungkin bisa keluar dan tersebar menjadi konsumsi publik.
Tersebarnya surat tersebut di tengah-tengah masyarakat sama saja dengan
menganggap bahwa Syaikh bin Baz dan jajaran ulama di Hai‟ah Kibar Ulama
sebagai orang-orang ceroboh, dan ini sangat jauh. Dan kalau-pun benar dan ada
faktanya, maka berarti ada pengkhianat yang membocorkannya. Kedua,
terdapat kejanggalan dalam tanggal pengiriman surat dari Menteri Dalam Negeri
Saudi Arabiyah dan tanggal pertemuan rutin Majelis Hai‟ah Kibarul Ulama.
Bagaimana mungkin surat yang tertanggal 21-22/3/1414 H, dibuat untuk diajukan
pada tanggal 18/3/1414 H? jelas ini merupakan perkara yang sulit diterima.
Adapun jika ternyata terjadi kesalahan dalam penulisan, maka ini-pun masih sulit
dicerna. Sebab untuk sebuah surat penting, apalagi dari dua institusi besar
(kementrian dalam Negeri dan Hai‟ah Kibarul Ulama), sampai salah dalam
menuliskan tanggal adalah hal yang benar-benar di luar kebiasaan. Ketiga,
Syaikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah- sendiri sama sekali tidak mempunyai
masalah dengan Dr. Safar al-Hawaly dan Dr. Salman al-Audah. Bahkan secara
tegas beliau menyebutkan bahwa kedua ulama ini termasuk dalam jajaran ulama
Ahlu Sunnah.[15] InsyaAllah kami akan paparkan pernyataan beliau yang
menunjukkan hal ini. Olehnya mohon maaf jika kami katakan, bahwa keabsahan
dokumen – surat – ini dipertaruhkan.
Bukti pernyataan kami –khususnya- pada poin ketiga di atas, adalah fatwa resmi
dari Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz –rahimahullah-
11. seminggu setelah keluarnya dokumen yang disinggung di atas, tertanggal
10/4/1414 H, yang bunyinya:
BISMILLAHIRROHMANIRROHIM
Dari Abdul Azis Bin Baz kepada yang mulia/ –waffaqohulloh lima yuhibbu wa
yardhohu-
Salamun „alaikum waruhmatullohi wabarokatuh
Wa Ba‟du…
Telah sampai kepada kami surat anda yang mempertanyakan dan meminta kami
mendengar rekaman kaset, khutbah, ceramah dan buku para da‟i dan ulama
seperti: Syaikh „Aidh al-Qorny, Syaikh Salman al-Audah, Syaikh Nashir Umar,
Syaikh Safar al-Hawaly, dan Syaikh Abdul Wahhab al-Thurairy, apakah mereka
adalah ahlul bid‟ah atau dari kelompok yang menyimpang?, dan apakah mereka
bukan termasuk Salafiyyun bahkan mereka adalah Khawarij? Serta apakah
hukum orang yang menggibahi mereka? Semoga telah sampai pada anda
dengan petunjuk-Nya.
Dan jawabannya adalah: Kaset-kaset rekaman mereka bermanfaat. Mereka
bukanlah Ahlul Bid‟ah dan Khawarij serta tidak boleh mengghibah mereka.
Disamping itu wajib bagi kita untuk menunjukkan adab pada mereka
sebagaimana sikap kita pada para ulama Ahlu Sunnah wal Jama‟ah. Tidak ada
diantara mereka yang ma‟shum (terbebas dari kesalahan) sebagaimana ulama-
ulama yang lain. Bahkan setiap manusia bisa benar dan bisa salah. Hendaknya
kita mengambil perkataan mereka yang sesuai dengan kebenaran dan kita
meninggalkan jika tidak sesuai dengan al-haq serta berusaha memberi udzur
dan alasan bagi mereka . Telah shahih hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam: “Setiap anak cucu Adam pasti berbuat dosa dan sebaik-baik orang
berdosa adalah yang bertaubah dari dosanya“.
Juga hadits beliau yang shohih: “Jika seorang hakim berijtihad dan benar dalam
ijtihadnya, maka baginya dua pahala dan jika ia salah maka ia mendapatkan satu
pahala”. Demikian pula dengan para ulama, jika benar mereka mendapat dua
pahala dan jika keliru maka mereka mendapat satu pahala, hal ini jika ia
termasuk ulama dalam syari‟at Allah serta ikhlas dalam beramal. Semoga Allah
memberi kita taufiq pada apa yang diridhai dan dicintai-Nya dan menjaga
hamba-hamba-Nya dari fitnah-fitnah yang menyesatkan, sesungguhnya Ia maha
Mendengar dan Dekat.
Wassalamu „Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu
Mufti Kerajaan Saudi Arabiyah dan Ketua Hai‟ah Kibarul Ulama dan Idarah
Buhuts al-Ilmiah wa al-Ifta‟.
12. (nama dengan stempel)
Demikian fatwa resmi dari Syaikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah- yang lebih
dapat dipercaya berkaitan dengan sikap beliau terhadap Syaikh Dr. Safar al-
Hawaly, Syaikh Dr. Salman al-Audah, Syaikh Dr. Aidh al-Qarni dan selain
mereka. Taruhlah jika seandainya fatwa pertama di atas benar adanya, maka
pada hakekatnya fatwa –atau dokumen- tersebut telah mansukh –terhapus dan
tidak berlaku lagi- dengan sendirinya. Sebab fatwa yang kedua ini keluar
sepekan setelah fatwa yang pertama.
Untuk lebih membuktikan apa yang kami singgung berupa sikap Syaikh bin Baz
dan selain beliau terhadap para ulama tersebut, juga apa yang dituduhkan oleh
“mufti” Sofyan Khalid di atas, kami akan paparkan fakta-fakta lain sebagai
perbandingan antara sikap kaum “salafy” dan para Ulama Kibar terhadap Syaikh
Dr. Safar al-Hawali, Syaikh Dr. Salman al-Audah dan selain mereka berdua.
Sanggahan Syaikh bin Baz terhadap orang yang mentahdzir Syaikh
Dr. Safar al-Hawali dan Syaikh dan selainnya.
Dalam sebuah majelis, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullan bin Baz -rahimahullah-
pernah ditanya: “Kami pernah mendengar sebuah kaset yang menyebut
sebagian da‟i seperti Syaikh Salman al-Audah, Syaikh Safar al-Hawali, dan
selainnya bahwa keduanya sesat, bahkan lebih sesat dari para ahlu bid‟ah
zaman dahulu. Lalu ia men-tahdzir kaum muslimin agar tidak mendengar kaset-
kaset mereka dan agar tidak tertipu dengan perkataan mereka. Apa pendapat
anda dalam masalah ini ?”
Syaikh Bin Baz –rahimahullah- menjawab : “Ini adalah sebuah kesalahan, dan
tidak pantas perkataan seperti ini didengarkan!. Kaset semacam ini mestinya
dihancurkan, perkataan seperti ini tidak pantas didengarkan, dibicarakan serta
disebarkan, kepada Allah kita memohon keselamatan dan menganugrahi
petunjuk pada kita semua. Apa yang saya isyaratkan tadi, bahwa yang wajib bagi
kita adalah berkata yang baik, tidak menyebar kekejian, perkataan buruk,
tuduhan keji dan ghibah terhadap kaum muslimin tanpa haq. Dan hendaknya
seseorang tidak mencintai serta membenci lantaran hawa nafsunya”. Semoga
Allah memberi hidayah, semoga Allah memberi hidayah”.[16]
Nasehat Syaikh Abdul Azis bin Baz bagi mereka yang menyebarkan
kaset-kaset berisi tuduhan pada Syaikh Dr. Salman al-‟Audah –
hafidzahullah- :
Pertanyaan: “Apa nasehat anda wahai Syaikh bagi mereka yang sengaja
menyebar kaset-kaset melawan Syaikh Salman Al-Audah di Masjidil Haram?,
dan perlu anda diketahui bahwa kaset itu sekarang ada di masjid.
13. Syaikh menjawab: “Ini tidak boleh, ini tidak boleh!, wajib bagi kita ber-ta‟awun
dengan Syaikh Salman dalam kebaikan dan tidak berbuat buruk pada beliau.
Begitu pula dengan Syaikh Safar, Syaikh Abdul Wahhab At-Thurairy, Syaikh
Robi‟, dan Syaikh Muhammad Aman, serta seluruh da‟i dan ulama, wajib bagi
kita ber-ta‟awun bersama mereka dan mendo‟akan agar mendapat taufiq dari
Allah. Dan jika ada sesuatu yang didengar dari kaset Syaikh Salman, Syaikh
Safar, Syaikh Robi‟, Syaikh Muhammad Aman atau Syaikh Fauzan atau dariku
yang ada masalah di dalamnya (kurang jelas. pent), maka hendaknya ia berkata
yang baik dan dengan cara yang baik pula. Bukan dengan cara kasar dan
prasangka buruk. Wajib bagi mereka bertanya, dan sebaliknya wajib bagi para
masyayaikh untuk menjelaskan dalil-dalil mereka. Sungguh, kebenaran adalah
sesuatu yang hilang dari kaum muslimin, hendaklah ia mengambil darimana pun
datangnya. Allah Ta‟ala berfirman: “Jika kalian berselisih dalam sebuah masalah
maka kembalikanlah pada Alloh dan Rasul-Nya[17]”. Dan dalam Al-Qur‟an
semuanya telah cukup, begitu pula pada Sunnah, karenanya Allah Ta‟ala
memerintahkan kita kembali pada keduanya, dimana pada keduanya telah cukup
dan merupakan sumber hidayah: “Apa yang kalian perselisihkan maka
keputusannya ada pada Allah “. Tidak boleh ta‟asshub pada Zaid atau „Amr
(pada seseorang. pent), dan wajib bagi penuntut ilmu, para ulama dan kaum
mukminin berlaku inshof (obyektif) dalam kebenaran dan jangan menjauhkan
seseorang dari fulan dan fulan. Bahkan wajib bagi mereka menjauhkan manusia
dari keharaman, kemaksiatan, dan memperingati mereka dari hal tersebut
seperti bahaya perzinaan, durhaka pada orang tua, makan riba, ghibah,
namimah, meninggalkan sholat, dan sholat berjamaah, dsb. (ada beberapa
kalimat yang kurang jelas), adapun para ulama dan du‟at, hendaknya kita
memberi motivasi untuk mendengar kaset-kaset, pengajian-pengajian serta
muhadhorah mereka. Jika ada masalah yang kurang jelas, maka langsung
ditanya pada pemilik kaset, atau bertanya pada para ulama: Apa maksud
perkataan ini?, apa makna perkataan fulan?, apa makna perkataan Salman?
Apa makna perkataan Muhammad Aman? apa makna perkataan Robi‟? apa
makna perkataan Bin Baz? Apa makna perkataan Syaikh Fauzan?. Intinya,
bertanya pada hal yang belum jelas. Dan yang penting adalah dengan niat yang
baik dan bukan sekedar untuk berdebat, serta tanamkan niat untuk ilmu dan
faidah, ..tentunya, dengan cara yang baik. Semoga Allah memberinya petunjuk
jika ia menginginkan kebaikan.[18]
Pengantar Syaikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah- terhadap buku
Syaikh Dr. Salman al-Audah
Syaikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah- berkata tatkala memberi pengantar
pada buku Syaikh Dr. Salman al-Audah yang berjudul Al-Uzlah wa al-Khulthah,
Ahkaam wa Ahwaal: “Sesungguhnya saya telah membaca dengan saksama
buku yang berjudul “Al-Uzlah wa al-Khalthah, Ahkaam wa Ahwaal“, karya
saudara kami di jalan Allah, al-Allamah Syaikh Salman bin Fahd al-Audah.[19]
Kami menilainya sebagai sebuah buku yang sangat berharga dan banyak
manfaatnya dalam setiap topik yang dibahas. Di dalamnya penulis mengupas
14. tuntas hukum-hukum UzlahKhalthah (berbaur dengan manusia), kapan uzlah
menjadi mustahab dan kapan menjadi wajib, serta kapan khalthah menjadi
bermanfaat bagi seorang muslim dan umat Islam. Selain itu, penulis juga
menyebutkan berbagai dalil dalam masalah tersebut, disertai takhrij yang baik
pada hadits-haditsnya di catatan kaki. Maka semoga Allah melimpahkan balasan
yang baik kepada penulis, melipat gandakan pahalanya, memberikan manfaat
kepada kaum muslimin dengan buku ini, dan (memisahkan diri dari menusia) dan
mudah-mudahan Dia menjadikan penulis berguna bagi mereka (kaum muslimin)
dalam setiap kebaikan. Dan sesungguhnya saya menasehatkan kepada para
penuntut ilmu untuk membacanya dan mengambil manfaat darinya”.[20]
Surat dari Syaikh Bin Baz –rahimahullah- yang ditujukan pada Syaikh
Dr. „Aidh al-Qorny –hafidzahullah-:
BISMILLAHIRROHMANIRROHIM
Dari Abdul „Azis Bin Baz kepada Al-Akh yang terhormat Fadhilah Syaikh „Aidh
bin Abdillah Al-Qorny waffaqahullah lima yuhibbuhu wa yardhohu, dan semoga
Allah menambahkannya ilmu dan keimanan. Amin.
Salamun „alaikum warommatullohi wabarokatuh
Amma Ba‟du :
Berkaitan dengan kebutuhan manusia terhadap wejangan, peringatan, dan
petunjuk, serta melihat usaha anda dalam hal ini, begitu pula dengan
penerimaan manusia serta pengaruh anda pada mereka, kami berdo‟a semoga
Allah meneguhkan anda dalam hal tersebut. Saya berharap dari anda dengan
penuh hormat, untuk meneruskan usaha tersebut, dan bersabar dalam
berdakwah pada manusia menuju kebenaran. Mengingatkan mereka akan tujuan
penciptaan yakni mentauhidkan Allah dan taat pada-Nya, serta memotivasi
saudara-saudara anda dari kalangan ulama, sebagaimana keutamaan dakwah
yang telah kita ketahui bersama, begitu pula kebutuhan manusia padanya,
dengan perantaraan muhadhorah dan durus, dan menjawab masalah-masalah
mereka dalam urusan agama dan ta‟awun dalam kebenaran dan ketaqwaan.
Kami siap ber-ta‟awun dengan anda dalam hal ini dan berusaha untuk saling
faham dengan pemerintah dari apa yang menimpa anda di atas jalan ini.
Berjalanlah di atas keberkahan Allah, dan bergembiralah dengan pahala yang
disiapkan oleh Allah, sebutan yang baik, dan akhir yang baik yang Allah siapkan
bagi orang-orang yang ikhlas dan penuh kejujuran. Semoga Allah menjadikan
kami dan anda termasuk golongan tersebut, memperbaiki hati dan amalan kita,
menjadikan kita penolong-penolong agamanya, para da‟i yang berada di atas
ilmu, serta memberi taufik pada pemerintah kita, terutama al-Khadim al-
Haramain, dan semua aparat yang didalamnya terdapat keridhoan-Nya dan
kebaikan. Sesungguhnya Ia maha Pemurah lagi maha Penyayang.
15. Wassalamu „alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Ketua umum
Idarah buhuts ilmiyah wal ifta wad dakwah wal irsyad
Pernyataan Syaikh Al-„Utsaimin –rahimahulloh- tentang Syaikh Dr.
Salman, Dr. Safar, Dr. „Aidh dan selainnya.
Pertanyaan: Ya Syaikh –barokallohu fikum-, ada sebagian penuntut ilmu, ketika
kembali dari Medinah dan lainnya…mereka mulai men-tahdzir para pemuda dari
beberapa masyayaikh, diantaranya: Syaikh Salman Al-„Audah, Syaikh Safar,
Syaikh Nashir „Umar, dan „Aidh Al-Qorny…,bahwasanya manhaj mereka
menyelisihi manhaj salaf, serta mencegat para penuntut ilmu untuk
mendengarkan kaset-kaset mereka. Namun jika dimintai alasan, mereka malah
memerintahkan untuk bertanya pada ulama Medinah dan bukan pada Syaikh Bin
Baz -hafidzahullah- apa pendapat anda wahai Syaikh?
Jawaban Syaikh Al-„Utsaimin –rahimahullah-: “Bismillahirrohmanirrohim, saya
memandang hal ini merupakan sebuah kemungkaran. Sebab tidak boleh
seseorang memisahkan manusia dari ulama tanpa alasan yang benar. Adapun
para masyayaikh yang disebut dalam pertanyaan tadi, maka saya tidak
mengenal dari mereka kecuali kebaikan, dan mereka adalah saudara-saudara
kita yang tidak boleh berprasangka buruk pada mereka. Kami menganggap,
barang siapa yang mencela mereka hendaknya mereka bertakwa pada Allah,
dan meneliti sebab celaan tersebut, disamping melihat apa maksud perkataan
mereka, dan apa yang mereka dakwahkan. Seandainya apa yang mereka
serukan itu benar maka itulah yang kita harapkan, dan jika salah maka boleh jadi
kesalahan ada pada diri mereka (pencela. pent) dan bukan pada mereka
(masyayaikh. pent). Hendaknya mereka berbicara dengan mereka dan mengkaji
bersama-sama. Ketahuilah, kebenaran merupakan sesuatu yang hilang, maka
hendaknya diambil darimana pun datangnya.”[21]
Syaikh Utsaimin –rahimahullah- membela Syaikh Dr. Safar al-
Hawaly–hafidzahullah- di majelis beliau:
Pertanyaan: Fadhilatus Syaikh.!, -hafidzakalloh-, akhir-akhir ini kita diuji dengan
adanya sebagian penuntut ilmu yang berbicara (keji. pent) pada sebagian da‟i
dan masyayekh. Sampai-sampai Syaikh kita, Syaikh Safar juga terkena imbas
perkataan (keji. pen) tersebut, bahkan beliau dituduh (baca: dicela) pada
agamanya, dan disifati dengan gelar kharijy (khawarij). Dan mereka sampai
sekarang masih mendakwahkan hal tersebut, apa ada yang anda ingin
sampaikan hafidzakumullah?
Jawaban Syaikh „Utsaimin –rahimahullah- : (beliau bertanya pada hadirin)
“Syaikh Safar ada?” (beliau lalu bertanya pada Syaikh Safar di majelis tersebut),
16. “Apakah anda mengkafirkan pelaku dosa besar?” (kedua Syaikh tertawa, begitu
juga para hadirin karena sudah maklum Syaikh Safar tidak memiliki keyakinan
yang seperti itu). Syaikh Safar menjawab, (dan beliau jauh dari mic) :
“Ma‟adzalloh” (aku berlindung pada Allah).
Syaikh „Utsaimin berkata pada hadirin: “Ini adalah ciri utama Khawarij”.
Kemudian Syaikh Utsaimin bertanya lagi pada Syaikh Safar : “Apakah engkau
berkata bolehnya khuruj (memberontak) pada pemerintah?” Syaikh Safar
menjawab : “Ma‟adzalloh”..!
Syaikh „Utsaimin : “Jadi beliau tidak berkata boleh, mana sifat dan ciri khawarij
pada beliau??!”, maka saya katakan bahwa Syaikh Safar Al-Hawaly adalah
khawarij pada pelaku kemaksiatan. Ya, ini keyakinan saya pada beliau, dan saya
tidak mengetahui dari beliau kecuali kebaikan, dan saya tidak mengetahui
padanya kecuali kebaikan…ya, akan tetapi saya katakan wahai saudara-
saudaraku: Setiap kali ada orang yang mendapatkan nikmat pasti banyak orang
yang hasad, dan ini sudah menjadi qoidah umum bahwa jika ada orang yang
mendapatkan nikmat maka ia akan melihat hasad di depannya. Ketika anak
Adam berqurban dan diterima oleh Allah…dan ini nikmat Allah, apa yang
dikatakan saudaranya.? Ia berkata: “Saya Akan membunuhmu..!!,
membunuhmu, melenyapkanmu!, saudaranya berkata: “Sesungguhnya hanyalah
dari orang yang bertakwa diterima di sisi Allah”. Maka bertakwalah, Allah akan
menerima darimu. Jadi hasad sejak zaman anak Adam itu telah ada. Dan setiap
kali nikmat bertambah pasti orang-orang hasad pun semakin bertambah. Akan
tetapi bagi Syaikh Safar dan lainnya yang senantiasa menjadi bulan-bulanan
memiliki uswah (tauladan) pada makhluk yang paling mulia, yaitu para Nabi,
Allah Ta‟ala berfirman : “Sungguh mereka telah didustakan, dan mereka
bersabar atas kedustaan dan gangguan mereka”…Antum sudah mendengar
sendiri jawaban dari saudara kalian Syaikh Safar. Kita telah bertanya pada
beliau, apakah anda mengkafirkan pelaku dosa besar? Beliau menjawab:
Ma‟adzallah..! apakah beliau memberontak pada pemerintah? beliau berkata:
“Ma‟adzallah..!”, Dan ini merupakan ciri utama mereka, sedang syaikh Safar
berlepas diri dan berlindung pada Allah dari sifat tersebut”.[22]
Tazkiyah Syaikh al-Utsaimin terhadap buku Syaikh Dr. Safar al-
Hawaly –hafidzahullah-.
Pertanyaan kepada Syaikh al-Utsaimin: Apakah Aqidah al-Asya‟irah itu? Dan
apakah Jama‟ah Ikhwaul Muslimin akidah mereka asya‟irah?
Syaikh menjawab: “Demi Allah, kami tidak mengetahui (banyak) tentang
Ikhwanul Muslimin, apa akidah mereka. Akan tetapi, diantara yang terbaik yang
aku saksikan dari apa yang ditulis tentang mereka (al-Asya‟irah), risalah kecil
yang ditulis oleh Syaikh Safar al-Hawali. Didalamnya beliau membahas dengan
bahasan yang baik serta menjelaskan penyelisihan mereka terhadap manhaj Ahli
Sunnah Wal Jama‟ah dalam perkara al-Asma‟ wa al-Shifat, iman, al-wa‟id
17. (ancaman) dan banyak lagi berupa perkara yang berkaitan dengan aqidah. Siapa
yang ingin mengetahui akannya, maka sungguh ia akan mendapat manfaat (dari
risalah tersebut).[23]
Dan masih banyak lagi pembaca budiman, namun lantaran menghindari
kepanjangan, maka kami cukupkan kutipan fatwa ulama mu‟tabar di sini. Dan
Insya Allah akan ada pembahasan khusus mengenai tazkiyah para ulama kibar
terhadap para ulama dan du‟at yang menjadi bulan-bulanan kezaliman kaum
“salafy”. Perlu diperhatikan, pada poin ini –yakni pujian Ust. Ikhwan Abdul Jalil
terhadap Syaikh Dr. Safar al-Hawali dan selain beliau- , dijadikan hujjah oleh
Sofyan Khalid untuk mengeluarkan Wahdah Islamiyah dari barisan dakwah
Salaf. Padahal, Ust. Muhammad Ikhwan Abdul Jalil, Lc hanya mengikuti
perbuatan para ulama kibar yang tegas memberi sambutan dan pujian pada
mereka. Kami tidak tahu apakah sang “mufti” Sofyan Khalid serta dua Ustadz
peng-edit dan pe-muraja‟ah artikelnya, juga kemudian mengeluarkan
Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Bazal-Faqihul Ashr Syaikh Muhammad
bin Shalih al-Utsaimin –rahimahumallah- dari jajaran dakwah Salaf atau jajaran
ulama Ahlu Sunnah lantaran memuji dan memberi tazkiyah kepada Syaikh Dr.
Safar al-Hawali, Dr. Salman al-Audah dan selain mereka berdua?? Wallahu
A‟lam bis Shawab, kami tidak mau berspekulasi di sini. dan
Kedua, Mengenai perkataan Ust. Jahada Mangka, Lc tentang kitab al-Zhilal
karya Sayyid Qutb –rahimahullah-, bahwa klaim penyimpangan hanya lantaran
salah memahaminya, dikarenakan gaya bahasa beliau merupakan gaya bahasa
yang tinggi, memang demikian adanya. Dan beliau –Ust. Jahada, Lc, bukan
orang pertama yang mengatakan hal itu. Bahkan kemungkinan beliau mengutip
perkataan para Ulama Besar yang mu‟tabar.
Fadhilatus Syaikh al-Allamah Bakr Abu Zaid –rahimahullah- berkata tatkala
menegur keras Syaikh Rabi‟ al-Makhdali –hafidzahullah- (ulama panutan
kelompok “salafy”) lantaran sikap ekstrim-nya dalam menjatuhkan tuduhan-
tuduhan tidak mendasar terhadap Sayyid Qutb –rahimahullah-, dalam risalah
beliau al-Khitob al-Dzahabi[24]: “…Dari sistimatika bahasa, bila dibandingkan
antara tulisan anda –yakni Syaikh Rabi‟ -hafidzahullah- dengan karya Sayyid,
maka sistimatika bahasa yang digunakan oleh Sayyid berada jauh di atas anda.
Ibaratnya, seperti seorang mahasiswa di tingkat persiapan bahasa (I‟dad al-
Lughawi) dengan seorang yang telah meraih gelar kesarjanaan tinggi bertaraf
internasional. Sewajarnya, kesamaan dan kesetaraan tingkat pemahaman aturan
dan insting berbahasa serta keterampilan dalam menyampaikan dan
mempresentasikan sesuatu adalah hal yang hendaknya diperhitungkan, dan jika
tidak demikian hendaklah ia tidak mencoba masuk dalam kancah ini…!!”.[25]
Fadhilatus Syaikh al-Allamah Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh -
hafidzahullah- Mufti „Aam kerajaan Saudi Arabiyah berkata: “Kitab tafsir Fi Zhilal
al-Qur‟an, adalah kitab yang bermanfaat. Penulisnya menuliskannya agar al-
Qur‟an ini dijadikan sebagai undang-undang kehidupan. Kitab ini bukanlah tafsir
18. dalam arti kata harfiyah, tetapi penulisnya banyak menampilkan ayat-ayat al-
Qur‟an yang dibutuhkan oleh seorang muslim dalam hidupnya…Di sana ada
orang yang mengkritik sebagian istilah yang terdapat dalam kitab ini. Namun,
sesungguhnya hal-hal yang dianggap kesalahan ini adalah dikarenakan
indahnya perkataan Sayyid Qutb dan tingginya gaya bahasa yang beliau
pergunakan di atas gaya bahasa pembacanya. Inilah sebetulnya yang tidak
dipahami oleh sebagian orang yang mengkritiknya. Kalau saja mereka mau
menyelaminya lebih dalam dan mengulangi bacaannya, sungguh akan jelas bagi
mereka kesalahan mereka, dan kebenaran Sayyid Qutb”.[26]
Pertanyaan kami, ayyuha Sofyan, apa yang akan antum katakan pada kedua
Ulama Besar di atas??, apakah lantaran pembelaan terhadap kitab Fi Dhilal al-
Qur‟an, antum lantas serta merta mengeluarkan mereka dari dakwah Salaf??
“Semoga Allah merahmati seorang yang mengetahui kadar dirinya”.
Adapun yang berkaitan dengan pembelaan terhadap Sayyid Qutb –rahimahullah-
secara umum –yang menjadikan Ust. Jahada sebagai bulan-bulanan kedzoliman
kelompok “salafy” ini, maka insyaAllah akan kami angkat pada pembahasan
khusus dengan memaparkan perkataan dan fatwa ulama mu‟tabar dalam
masalah ini. Namun sebagai pengantar, kami katakan bahwa Ust. Jahada, Lc –
hafidzahulloh- bukanlah orang pertama yang membela beliau, begitu pula ust.
Bahrun Nida, Lc –hafidzahullah- sebagaimana anggapan Sofyan Khalid. Beliau
berdua telah didahului Ulama-Ulama Kibar, seperti Syaikh al-Allamah al-
Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albany, Syaikh al-Allamah Abdul
Aziz Bin Baz, Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syaikh
al-Allamah Abdul Azis Alu Syaikh, Syaikh al-Allamah Bakr Abu Zaid, Syaikh
al-Allamah Abdullah bin Abdur Rahman al-Jibrin, Syaikh al-Allamah
Abdullah bin Hasan al-Qu‟ud,[27] dan selain mereka.
Dan satu hal yang perlu diketahui, bahwa edisi pertama Majalah Jami‟ah
Islamiyah Madinah yang pada waktu itu dinahkodai Syaikh al-Allamah Abdul Aziz
Bin Baz –rahimahullah-, tulisan Sayyid Qutb –rahimahulloh- termasuk diantara
topik yang ditampilkan dengan judul “Ma‟rakah al-Islam „Ala Mada al-Tarikh”
(perhelatan Islam sepanjang sejarah). Biasanya, edisi pertama sebuah majalah
itu pasti menampilkan tulisan terbaik sebagai promosi…..Ambillah pelajaran,
wahai orang yang berakal..!!
Masalah kebangkitan Islam, dari mana-pun ia berasal, namun satu hal yang
diyakini bahwa musuh-musuh Islam tidak pernah rela terhadap kaum muslimin
hingga kaum muslimin mengikuti millah mereka. Termasuk diantaranya
mencegat geliat kebangkitan Islam utamanya di negara-negara yang mayoritas
kaum muslimin, atau negara kaum muslimin yang terdapat potensi umat yang
sangat besar. Dan pernyataan Ust. Jahada, Lc di atas tidak ada kaitannya
dengan keluar- mengeluarkan seseorang dari manhaj Salaf…!!
19. Ketiga, Kami telah tabayyun langsung kepada Ust. Bahrun Nida, Lc, tentang
nukilan beliau terhadap ucapan Syaikh Muhammad Qutb yang beliau dengar
langsung saat menghadiri muhadharahnya di Madinah, yang kemudian dinukil
lagi oleh “mufti” Sofyan Khalid guna menguatkan dalih-nya mendepak Wahdah
Islamiyah dari Ahlu Sunnah. Ternyata apa yang dinukil oleh Sofyan itu keliru.
Adapun yang dikatakan oleh Ust. Bahrun, Lc adalah:
??? ??? ????? ??????? ??? ???? ???? ??? ??? ???? ????? ??? ????
???? ???? ?????
“Jika manusia bertaqorrub kepada Allah dengan mencela Sayyid Qutub, maka
saya bertaqorrub kepada Allah dengan tidak membantah mereka”.
Sekalipun Sofyan Khalid, memberi tambahan pada akhir kalimatnya –lantartan
masih ragu dengan ingatannya- “atau perkataan yang semakna dengan itu“,
tetap saja makna antara ingatan Sofyan dengan makna hakiki dari Ust. Bahrun
Nida, Lc sangat jauh berbeda. Sebab, jika kalimat yang berasal dari rabaan
ingatan Sofyan dipegang, maka ia memberi kesan bahwa ucapan Ust. Bahrun
Nida, Lc – sekaligus mewakili Wahdah Islamiyah (menurut versi “salafy)-
berindikasi adanya sikap ta‟asshub Wahdah Islamiyah terhadap Sayyid Qutb
hingga harus dibela mati-matian kendati terjebak dalam kesalahan. Dan ini
merupakan makna yang batil sekaligus tuduhan yang keji. Adapun makna yang
dikandung oleh nukilan Ust. Bahrun, Lc adalah, lantaran tuduhan dan celaan
terhadap Sayyid Qutb –rahimahullah- itu hanya di bangun di atas landasan
permusuhan dan hawa nafsu, maka tidak ada gunanya menyibukkan diri masuk
dalam ranah bantah membantah yang tidak ada faidahnya.
Olehnya sekali lagi kami ingatkan, ini merupakan pelajaran bagi antum juga dua
Ustadz antum yang turut mengedit dan muraja‟ah. Jangan terlalu cepat
mempercayai sebuah berita yang hanya mengandalkan terkaan dan rabaan
ingatan seseorang tanpa melalui proses tabayyun dan klarifikasi. Lalu dari
ingatan yang meragukan tersebut antum membangun sebuah hukum atas orang
lain. Apa susahnya antum menghubungi sang empunya nukilan, lalu antum
tabayyun padanya?? Apatah lagi mereka masih hidup dan diberi rezki oleh
Alloh..
Keempat, Memang benar, secara umum mereka-lah yang dibela harga diri dan
kehormatannya oleh para asatidzah Wahdah Islamiyah. Sebab antum kaum
“salafy” telah melampaui batas dalam mencela dan mendiskreditkan para ulama
dan du‟at. Dan sekali lagi kami tegaskan, bahwa kami membela mereka lantaran
telah menjadi bulan-bulanan kezaliman antum. Dan ini merupakan suatu
kewajiban kami sebagai manifestasi dari sabda Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam: “Tidak beriman seorang diantara kalian hingga ia mencintai
saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri“. Juga sabda beliau:
“Tolong-lah saudara –muslim-mu- baik dalam keadaan menzalimi atau terzalimi“.
20. Dan pembelaan kami terhadap para masyayekh tersebut tidak berarti kami
menjadikan mereka sebagai panutan utama, menjadikan buku-buku mereka
referensi utama dalam kajian-kajian ilmiah, meletakkan fatwa-fatwa mereka
sebagai ukuran kebenaran dalam aqidah, ibadah, muamalah, adab ataupun
manhaj, kallaa… Yang kami lakukan, alhamdulillah sama dengan sikap kami
terhadap buku-buku karya imam al-Ghozali, as-Suyuthi, Ibnu HHHpHHajar, an-
Nawawi, al-Juwaini, dan sebagainya –rahimahumulloh-. Apa yang sesuai
kebenaran kami ambil dan yang tidak sesuai kami tanggalkan. Dan STIBA
(Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab) menjadi saksi dari kebenaran
ucapan ini. Bahkan dalam Dewan Syariah Wahdah Islamiyah, lebih diutamakan
fatwa-fatwa ulama kibar, jika ada naazilah di hadapan kami. Bukan buku karya
Sayyid Quthub, syaikh Dr. Salman al-Audah atau buku Syaikh Dr. Safar al-
Hawaly. Prinsip kami untuk ulama-ulama yang terdholimi tersebut adalah “alihim
akhto-uhum wa lana hasanaatuhum wa ghofarollohu lana wa lahum” (bagi
mereka kesalahan – kesalahan mereka dan bagi kami kebaikan yang mereka
tinggalkan dan semoga Allah mengampuni kami dan mereka ).
Bersambung…
[1] . Silahkan simak hal tersebut dalam tulisan bagian ke-II.
[2] . Mending jika vonis tersebut lahir melalui pendalaman dan kajiannya
sendiri berdasarkan ilmu dan bashirah. Yang menjadi masalah, vonis-vonis
sesat tersebut muncul dari hanya sekedar membebek pada para
pendahulu-pendahulunya, wallahu al-musta‟an.
[3] .
http://www.alukah.net/Fatawa/FatwaDetails.aspx?FatwaID=1873&highlight
[4] . Kami tidak tahu, apakah Sofyan Khalid –hadahullah- telah menegakkan
hujjah padanya, dan tidak ada mawani„ hingga kemudian ia sampai pada
kesimpulan vonis secara ta‟yin (individu), bahwa tokoh ikhwan yang ia
maksud itu adalah seorang ahli bid‟ah, wallahu a‟lam.
[5] . Minhajus Sunnah an-Nabawiyyah, VI/303.
[6] . Tabaqaat asy-Syafi‟iyyah al-Kubra, II/18.
[7] . Subhanallah, ini membuktikan kebenaran pernyataan kami pada
tulisan bagian II, saat kami mengomentari fatwa Syaikh al-Muhaddits
Muhammad Nashiruddin al-Albani, bahwa sikap seperti ini merupakan
salah satu ciri khas kelompok “salafy”, terlalu mudah mengeluarkan orang
dari Ahli Sunnah hanya lantaran sebuah “kesalahan” versi mereka.
Wallahul Musta‟an.
21. [8] . Lihat fatwa selengkapnya dalam tulisan bagian II kami.
[9] . Olehnya, silahkan tegok dan perhatikan sikap kelompok “salafy” ini.
Begitu banyaknya jumlah para ulama besar di Saudi Arabiyah sebagaimana
pernyataan Syaikh al-Allamah Abdullah al-Muthlaq, akan tetapi kita
dapatkan –dan bukan sesuatu yang tersembunyi lagi- mereka hanya
menukil dan berpegang hanya pada fatwa-fatwa ulama mereka yang amat
sangat sedikit jumlahnya lalu mengabaikan ulama-ulama yang lain, sebab
tidak sejalan dengan fikrah dan hawa nafsu mereka. Wallahul musta‟an.
[10] . Pernyataan ini berasal dari ceramah beliau pada hari Rabu, 19
Sya‟ban 1424 H dengan tema al-Fitan Asbaabuha wa „Ilaajuha. Bisa di
download di:
http://www.islamgold.com/view.php?gid=2&rid=32.
[11] InsyaAllah pada tulisan berikutnya akan kami nukil perkataan para
ulama kibar tentang Sayyid Qutb rahimahulloh.
[12] . Dikutip dari kaset: Man Huwa al-Kafir? Wa Man Hiya al-Bid‟ah al-
Mukaffirah. Dan masalah ini telah dikonfirmasi kepada Syaikh Muhammad
Ied al-Abbasi –hafidzahullah-, lihat pula kitab Muzil al-Ilbas yang disusun
oleh Sa‟id bin Shabir Abduh.
[13] . Lihat: Ahwaal al-Rijal, h. 22. Program al-Maktabah al-Syamilah, vol.
3.3
[14] . Pembaca budiman, perhatikan tanggal surat yang dibuat oleh Menteri
Dalam Negeri Nayif bin Abdil Aziz tertanggal 21-22/3/1414 H. Sementara
pertemuan rutin Majelis Hai‟ah Kibarul Ulama Saudi Arabiyah
diselenggarakan tanggal 18/3/1414 H. Alias tiga hari atau empat hari
sebelumnya !!!.
[15] . Siapa Teroris Siapa Khawarij, h. 149-150.
[16] . Silahkan dengar aslinya
http://www.islamgold.com/view.php?gid=2&rid=5
[17] An-Nisa : 59
[18] . Silakan dengar aslinya :
http://audio.islamweb.net/islamweb/index.cfm?fuseaction=ReadContent&A
udioID=15430
22. [19] . Perhatikan wahai pembaca budiman, ibarat beliau –rahimahullah-
sebagai “saudara kami”, menunjukkan akan adanya kedekatan emosional
yang baik antara mereka berdua. Demikian pula ibarat beliau “al-Allamah”,
menunjukkan bahwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengakui kapasitas
keilmuan dan ke-ulamaan Syaikh Dr. Salman al-Audah. Disamping beliau
menganjurkan ummat untuk mengambil faidah dari buku tersebut serta
mendo‟akan semoga Syaikh tetap diberi anugerah agar dapat memberi
faidah yang banyak terhadap ummat ini.
[20] . Untuk melihat kata pengantar Syaikh bin Baz tersebut beserta buku
al-Uzlah wa al-Khulthah Ahkaam wa Ahwaal, bisa langsung download di
http://elshreef.2itb.com/books.htm, atau di http://qassimy.com/kootob.htm.
[21] . Silakan dengar aslinya :
http://www.islamgold.com/view.php?gid=2&rid=9
[22] . Silakan dengar aslinya :
http://www.islamgold.com/view.php?gid=2&rid=10
[23] . Lihat: Silsilah al-Liqaat al-Baab al-Maftuh, al-Maktabah al-Syamilah,
vol. 3.3.
Bandingkan dengan sikap para thullabul ilmi yang masih hijau dalam
medan ilmu syar‟i dari kawan-kawan salafy kita yang dengan gagahnya
mentahzir kaum muslimin dari menelaah dan mengambil faidah dari karya-
karya bermanfaat beliau. Wallahu al-Musta‟an.
[24] . Berkaitan dengan risalah ini, yakni al-Khitob al-Dzahabi, al-
Hamdulillah telah selesai diterjemahkan, dan insyaAllah akan kami
ketengahkan secara lengkap dalam waktu dekat di situs kita ini.
[25] . Lihat : http://www.IslamGold.com.
[26] .
Http://www.alqlm.com/index.cfm?method=home.con&Contentld=207.Fataw
a tertanggal 30/8/2005 M.
[27] . InsyaAllah akan kami paparkan fatwa-fatwa mereka secara lengkap
dalam pembahasan berikutnya.