1. Penelitian ini menguji karakteristik campuran multi feedstock biodiesel dan pengaruhnya terhadap kinerja motor diesel.
2. Uji dilakukan dengan mencampur tiga jenis biodiesel yaitu CME, PME, dan JME dengan berbagai komposisi.
3. Hasilnya menunjukkan bahwa campuran B20 memberikan SFOC terendah pada putaran rendah dan tinggi dibandingkan bahan bakar lainnya.
Laporan Operasi Sistem Energi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
Pengaruh Multi Feedstock Biodiesel terhadap Kerja Motor Diesel
1. Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014
ISBN No. 978-602-96565-7-2
Pengaruh Multi Feedstock Biodiesel terhadap Kerja Motor Diesel
Agus Purwanto1* , Aguk Zuhdi M. Fathallah2
Akademi Perikanan Bitung, Bitung, Indonesia 1
*
guspur83@gmail.com
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia 2
ABSTRAK
Salah satu bahan bakar alternatif untuk motor diesel yang telah dikembangkan di Indonesia adalah biodiesel yang merupakan
bahan bakar pengganti solar (Diesel Oil) pada motor diesel. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati yang diperoleh dari
tanaman seperti minyak sawit, jarak pagar, minyak kelapa, minyak kedelai, biji-bijian dll. pada masa yang akan datang
bahan baku biodiesel sangat bervariasi sehingga perlu untuk memodelkan karakteristik biodiesel. Keberhasilan memproduksi
CME (Castor Methyl Esther), PME (Palm Methyl Esther ) dan JME (Jelantah Methyl Esther) memberikan kesempatan
dalam upaya untuk mempertemukannya. Karakteristik dari biodiesel bahan bakar multi dalam beberapa komposisi untuk
viskositas, densitas, Nilai Kalor, titik kabut, dan angka setana memenuhi syarat yang distandartkan SNI kecuali untuk
viskositasnya masih terlalu tinggi. Multi feedstock biodiesel dicampur solar dengan komposisi B10, B20, B50 dan B100.
Bahan bakar campuran tersebut diuji cobakan pada motor diesel untuk mengetahui karakteristik unjuk kerjanya. Uji coba
dilakukan dengan variasi putaran motor dan variasi pembebanan. Pada kondisi beban penuh (full load) unjuk kerja motor
diesel yang meliputi daya motor, torsi, efisiensi thermal dan SFOC sebagai fungsi putaran motor pada beban penuh
menunjukkan bahwa pada putaran rendah dan tinggi SFOC pada penggunaan bahan bakar B20 lebih rendah daripada SFOC
pada penggunaan bahan bakar solar, B10, B50 maupun B100.
.
Kata kunci: Multi feedstock Biodiesel, propertis, unjuk kerja, motor diesel.
1. PENDAHULUAN
Motor diesel banyak diaplikasikan pada berbagai area
karena efisiensinya yang tinggi serta memiliki
ketahanan (durability), kepercayaan (reliability) yang
lebih baik bila dibandingkan dengan beberapa
penggerak mula yang lain (Zuhdi dkk, 1996). Namun
disisi lain, dengan berbagai keunggulannya, diesel
engine yang memakai bahan bakar konvensional, juga
dikenal sebagai penghasil polusi udara yang tinggi
pula. Persediaan bahan bakar fosil sangat terbatas,
dan lambat laun akan habis; Indonesia misalnya,
cadangan minyak buminya akan diperkirakan habis
hanya dalam beberapa dekade kedepan. Untuk itulah,
mulai sekarang sudah seharusnya dimulai pemikiran
untuk mencari bahan bakar alternatif sebagai
pengganti bahan bakar minyak bumi.
Banyak upaya yang telah dilakukan untuk
menghadapi krisis energi ini, diantaranya adalah
dengan memanfaatkan sumber energi dari matahari,
batubara dan nuklir. Cara lainnya adalah dengan
melakukan berbagai penelitian untuk menemukan
teknologi baru penghasil energi berbahan bakar
alternatif yang terbaharui (renewable energy) dan
ramah lingkungan. Salah satu bentuk energi ini adalah
biodiesel yang merupakan bahan bakar pengganti
solar (Diesel Oil) pada mesin diesel. Biodiesel dapat
dibuat dari minyak nabati yang diperoleh dari
tanaman seperti minyak sawit, jarak pagar, minyak
kelapa, minyak kedelai, biji-bijian dll. Havendri
(2008)
Produksi minyak sawit (Palm methyl Ester) tidak
terlalu rumit seperti minyak jarak (Castor Methyl
Ester). Minyak jarak mempunyai karakteristik bahan
baku yang sedikit berbeda dibandingkan dengan
sawit. Vikositasnya sangat tinggi sehingga apabila
dibuat biodiesel yang direaksikan dengan methanol
diperlukan volume yang leih besar. Zuhdi dkk. (2002)
Keberhasilan memproduksi PME (Palm Methyl
Esther ), CME (Castor Methyl Esther) dan JME
(Jelantah Methyl Esther) dan bahan baku yang
lainnya memberikan kesempatan dalam upaya untuk
mempertemukannya. Umumnya biodiesel dapat larut
dengan minyak solar perkecualian dengan Castor
Methyl Ester. Idea dari Clements, 1996 yang
memberikan informasi bahwa pada masa yang akan
datang bahan baku biodiesel sangat bervariasi
sehingga perlu untuk memodelkan karakteristik
biodiesel. Idea ini mendorong untuk mencoba secara
eksperimen mencampur ketiga jenis biodiesel yaitu
PME, CME dan JME dalam sebuah komposisi serta
melakukan pengujian secara eksperimen pengaruh
multi feedstock biodiesel terhadap unjuk kerja motor
diesel .
2. Eksperimen
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode eksperimental dengan melakukan uji
karakteristik biodiesel dan pengujian unjuk kerja
terhadap motor diesel. Tujuan dari penelitian ini
untuk mengetahui karakteristik campuran biodiesel
dari multi feedstock, Permodelan matematik propertis
campuran biodiesel dari multi feedstock serta unjuk
kerja terhadap motor diesel.
2.1 Bahan Bakar
Bahan bakar yang digunakan dalam eksperimen ini
adalah minyak solar produk pertamina. Sedangkan
Biodiesel yang digunakan sebagai campuran yaitu
CME (Castor Mathyl Ester), PME (Palm Methyl
Ester) dan JME (Jelantah Methyl Ester). Dari ketiga
jenis biodiesel akan diblending dengan beberapa
komposisi. Bahan bakar yang berasal dari minyak
bumi (solar) digunakan sebagai bahan pembanding
dalam pengujian eksperimen motor diesel. Dalam uji
2. Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014
ISBN No. 978-602-96565-7-2
karakteristik biodiesel akan diamati sifat-sifat fisik
dari biodiesel dan campurannya.
Pengujian unjuk kerja motor diesel dengan
menggunakan bahan bakar biodiesel campuran B10,
B20, B50 dan B100. Pengujian pada motor diesel
dilakukan dengan variasi beberapa kondisi putaran
motor dan pembebanan. Putaran motor yang
digunakan adalah 3000, 3100, 3200 dan 3300 rpm.
Putaran motor dan pembebanan yang bervariasi
bertujuan untuk mengetahui perubahann unjuk kerja
motor diesel yang menggunakan berberapa bahan
bakar tersebut pada beberapa kondisi putaran dan
beban. Motor diesel yang digunakan dalam
eksperimen adalah motor diesel putaran tinggi (high
speed diesel).
2.2 Motor Diesel
Motor diesel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah motor diesel 4 langkah silinder tunggal dengan
spesifikasi sesuai tabel 1. Untuk pembebanan,
dinamometer yang digunakan adalah tipe elektrik atau
dengan menggunakan generator. Sebelum penelitian
dimulai dilakukan engine set up terlebih dahulu untuk
mengetahui karakteristik/unjuk kerja dari motor
diesel dengan menggunakan bahan bakar
konvensional. Dengan demikian, dapat dianggap
bahwa unjuk kerja motor pada saat engine set-up
merupakan unjuk kerja awal mesin.
Tabel 1. Spesifikasi motor diesel dan generatornya
Model Mesin
Tipe
Bore
Stroke
Daya
Speed
Model generator
Tipe
Tegangan/Arus
KM 178 F, Wuxi Kipor Power Co., Ltd
In-line, Silinder tunggal, 4 langkah
78 mm
64 mm
3.68 kW
3600 rpm
Mindong, ST-3
1 Fase, Frekuensi 50Hz,1500rpm
230 V/13A
Proses engine set up sama seperti halnya pengujian
performa mesin pada umumnya, dalam hal ini
menggunakan standard pengujian SNI 7553:2010.
Dari hasil evaluasi yang mengacu pada engine set up
ditentukan beban maksimum mesin adalah 3000 watt,
putaran maksimum 3600 rpm pada kondisi tanpa
beban, torsi maksimum dicapai pada putaran 3200
rpm, serta daya maksimum dicapai pada putaran 3300
rpm. Prestasi mesin inilah yang digunakan untuk
membandingkan kinerja mesin dalam berbagai variasi
bahan bakar.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Karakteristik Bahan Bakar
Tiga karakteristik yang berbeda dilaporkan dalam
penelitian ini yaitu karakteristik dari biodiesel dari
minyak jarak, karakteristik biodiesel dari minyak
sawit dan karakteristik dari minyak jelantah. Minyak
sawit karakteristiknya mirip-mirip yang dilakukan
oleh Masjuki dkk, 1996 dan Sapuani dkk, 1996.
Phisical properties dari biodiesel yang diproduksi dari
kelapa sawit ternyata tidak jauh berbeda dengan
minyak solar produksi pertamina. Hanya saja sawit
methyl ester mempunyai spesifik gravitasi lebih
rendah dan juga viskositasnya sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan minyak solar. Hasil yang sama
juga diperoleh oleh Masjuki dkk (1996).Graboski dan
McCormick , 1998 juga memberikan laporan yang
sama untuk palm oil methyl ester. Reaksi sintesis
biodiesel minyak jelantah ini dilakukan menggunakan
substrat yang berasal dari minyak nabati yaitu minyak
jelantah sebagai sumber trigliserida. Reaksi ini
dilakukan melalui proses gabungan antara enterifikasi
dan transesterifikasi dengan menggunakan KOH pada
suhu 600C dan berlangsung selama 60 menit.
Tabel 2. Karakteristik Biodiesel dan Campurannya
Biodiesel Densit
as
g/m3
Viskosit
as cSt
Nilai
Kalor
cal/g
Titik
Kabut
C
Angka
Setana
CME 100 0,93 21,14 8587 -8 69,7
PME 100 0,88 7,88 9242 1 41,7
JME 100 0,88 6,46 9180 4 46,8
CME40,
PME30, JME30
0,90 10,82 8901 -2 65,3
CME30,
PME40, JME30
0.89 9,42 9007 -3 62,6
CME30,
PME30, JME40
0,89 9,23 8951 0 63,8
CME33,3,
PME33,3,
JME33,3
0,89 9,81 8928 0 64,8
Solar 0,87 5,16 8725 2 45,6
Hasil pengujian yang disajikan pada tabel 2. diatas
menunjukkan karakteristik biodiesel antara lain;
densitas, viskositas, nilai kalor, titik kabut dan angka
setana. Dapat diketahui bahwa viskositas tertinggi
pada CME 100 (castor methyl ester) sebesar 21,14
cSt. Nilai viskositas tersebut masih terlalu tinggi dan
belum memenuhi syarat viskositas bahan bakar
biodiesel, yang menurut standard SNI harus bernilai
1,9 – 6,0 cSt.
3.2. Blending Biodiesel
Blending dari biodiesel ini menjadi penting
dibicarakan karena sudah banyak bahan baku
biodiesel yang tidak sejenis. Sedangkan setiap bahan
baku yang berbeda mempunyai karakteristik yang
berbeda sehingga apabila kita ingin menyampur dua
atau lebih jenis biodiesel belum tentu cocok atau
bahkan tidak dapat tercampur dengan baik. Cara yang
baik untuk memepelajari karakteristik dari biodiesel
adalah dengan eksperimen namun Clements, 1996
telah mengembangkan suatu spesifikasi biodiesel
yang akan menjamin performance nya tanpa melihat
dari mana sumber trigliserolnya. Selama ini
properties dari suatu biodiesel selalu ditentukan
berdasarkan percobaan kimiawi. Namun demikian
dimungkinkan mendapatkan properties dari campuran
biodiesel secara aljabar.
Berkaitan dengan usaha Clements, 1996
dalam penelitian ini dilakukan percobaan dengan
melarutkan antara CME (castor methyl ester), PME
(palm methyl ester) dan JME (jelantah methyl ester)
3. Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014
ISBN No. 978-602-96565-7-2
dan hasilnya sangat mengejutkan, bahwa kedua
biodiesel tersebut dapat larut dengan baik. Dengan
mencoba mencampur dari berbagai komposisi
biodiesel maka hasilnya tidak terjadi separasi. Hasil
perpaduan dari ketiga biodiesel tersebut kemudian di
campur dengan minyak solar. Hasilnya adalah tidak
terjadi separation, berarti penyebab utamanya adalah
karena perbedaan viskositas yang terlalu tinggi.
Dengan mencampur CME (castor methyl ester), PME
(palm methyl ester) dan JME (jelantah methyl ester)
diperoleh campuran yang dapat larut dengan baik,
tentu saja hasil perpaduan ini akan membentuk
larutan dengan viskositas baru yang lebih rendah
dengan CME (castor methyl ester), PME (palm
methyl ester) dan JME (jelantah methyl ester) murni.
3.3. Blending Rules For Furmulating Biodiesel
Clement (1996) berusaha menggunakan data
properties dari berbagai biodiesel murni untuk
mendapatkan formula optimasi dari campuran
biodiesel-biodiesel tersebut. Hal ini sangat
menguntungkan karena tidak perlu lagi harus
mengadakan experiment kimiawi dengan prosedur
yang rumit.
Disini dikemukakan hasil perhitungan estimasi sifat-
sifat kimia biodiesel antara lain.
1. Densitas
Densitas hydrokarbon sebagai fungsi temperatur
paling baik diestimasi dengan persamaan empiris
yang didasari pada teori keadaan yang bersangkutan.
Metode ini disebut dengan modifikasi Rackett.
Persamaan ini dapat ditulis sebagai:
ρ
I
= a
i
t + b
i
t adalah temperatur dalam Celcius, sedangkan a, dan
b adalah konstanta yang tergantung pada jenis
biodiesel. Sedangkan i mengacu pada masing masing
bahan campuran.
Tabel 3. Perbandingan Densitas hasil uji dan estimasi biodiesel
Fuel DensityHasil
Uji (g/cm3
)
Density
Estimasi
(g/cm3
)
Precent
Error %
Solar 0.87 0.84 -3.6
PME 100 0.88 0.92 4.3
JME 100 0.88 0.98 10.2
CME40, PME30,
JME30
0.89 0.97 8.2
CME30, PME40,
JME30
0.89 0.98 9.2
CME30, PME30,
JME40
0.89 0.98 9.2
CME33.3,
PME33.3,JME33.3
0.9 0.98 8.2
CME 100 0.93 0.98 5.1
Gambar 1. Perbandingan densitas hasil uji dan estimasi biodiesel
2. Viskositas
Persamaan untuk memperoleh viskositas dari
campuran berbagai biodiesel adalah
lnη
mix
= Σx
i
3
√lnη
I
lnη adalah viskositas masing-masing biodiesel. Untuk
biodiesel campuran dengan viskositas hasil percobaan
formula ini menghasilkan perbedaan yang cukup
besar yaitu rata-rata diatas 10%. sedangkan
perhitungan biodiesel murni menghasilkan viskositas
yang sama dengan hasil pengujian.
Tabel 4. Perbandingan viscositas hasil uji dan estimasi biodiesel
Gambar 2. Perbandinganviscositas hasil uji dan estimasi
biodiesel
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
1.1
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5
Densitas(g/cm3)
Biodiesel
Perbandingan Densitas Hasil Uji & Estimasi
Densitas Hasil Uji Densitas Estimasi
0
5
10
15
20
25
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5
Viscositas(cSt)
Biodiesel
Perbandingan Viscositas Hasil Uji & Estimasi
Viscositas Hasil Uji Viscosity Estimasi
Fuel Viscosity
Hasil Uji
(cSt)
Viscosity
Estimasi
(cSt)
Precent
Error
%
Solar 5.16 5.16 0.0
JME 100 6.46 6.46 0.0
PME 100 7.88 7.88 0.0
CME30, PME30,
JME40
9.23 11.70 21.1
CME30, PME40,
JME30
9.42 11.43 17.6
CME33.3,
PME33.3,JME33.3
9.81 12.75 23.1
CME40, PME30,
JME30
10.82 11.29 4.2
CME 100 21.14 21.14 0.0
4. Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014
ISBN No. 978-602-96565-7-2
Dari gambar diatas dapat diketahui formula
penghitungan viskositas biodiesel campuran dari
berbagai komposisi dengan trendline exponensial
yang ada dalam gambar 2 dan menghasilkan rumus y
=0.3277x2 – 1.2873 + 7.4254.
3. Angka Setana
Persamaan untuk memperoleh angka setana dari
campuran berbagai biodiesel adalah
P
mix
= Σx
i
P
i
Tabel 5. Perbandinganangkasetana hasil uji dan estimasi biodiesel
Fuel Angka
Setana Hasil
Uji
Angka
Setana
Estimasi
Precent
Error %
PME 100 41.7 41.7 0.0
Solar 45.6 45.6 0.0
JME 100 46.8 46.8 0.0
CME30, PME40,
JME30
62.6 51.63 -21.2
CME30, PME30,
JME40
63.8 52.14 -22.4
CME33.3,
PME33.3,JME33.3
64.8 52.21 -24.1
CME40, PME30,
JME30
65.3 54.43 -20.0
CME 100 69.7 69.7 -1.5
Gambar 3. Perbandingan angka setana hasil uji dan estimasi
biodiesel
4. Nilai Kalor
Rumus untuk mendapatkan nilai kalor dari campuran
biodiesel hampir sama dengan formula untuk
memprediksi angka setana. Keduanya tergantung dari
jumlah komposisi masing masing substansi dalam
campuran serta nilai propertiesnya masing-masing.
Tabel 6. Perbandingan nilai kalor hasil uji dan estimasi biodiesel
Fuel Nilai Kalor
Hasil Uji
cal/g
Nilai
Kalor
Estimasi
cal/g
Precent
Error %
CME 100 8587 8587 0.0
Solar 8725 8725 0.0
CME40, PME30,
JME30
8901 8961 0.7
CME33.3,PME33.3, 8928 8913 -0.2
JME33.3
CME30, PME30,
JME40
8951 9021 0.8
CME30, PME40,
JME30
9007 9027 0.2
JME 100 9180 9180 0.0
PME 100 9242 9242 0.0
Gambar 4. Perbandingannilai kalor hasil uji dan estimasi biodiesel
5. Titik Kabut
Persamaan untuk memperoleh titik kabut dari
campuran berbagai biodiesel adalah
Ln(t + 10) = 2.2 – 1.57 ln (Σx
unsat
)
Tabel 7. Perbandingan titik kabut hasil uji dan estimasi biodiesel
Fuel Titik Kabut
Hasil Uji ( C )
Titik
Kabut
Estimasi
Precent
Error %
CME 100 -8 -8 0
CME30, PME40,
JME30
-3 -0.8 -2.2
CME40, PME30,
JME30
-2 -1.7 -0.3
CME30, PME30,
JME40
0 -0.5
0.5
CME33.3,
PME33.3,JME33.3
0 -1.16
1.16
PME 100 1 1 0
Solar 2 2 0
JME 100 4 4 0
Gambar 5. Perbandingantitikkabut hasil uji dan estimasi biodiesel
10
20
30
40
50
60
70
80
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9
AngkaSetana
Biodiesel
Perbandingan AngkaSetanaHasil Uji & Estimasi
Angka Setana HasilUji Angka Setana Estimasi
8300
8500
8700
8900
9100
9300
9500
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5
NilaiKalor(cal/g)
Biodiesel
Perbandingan Nilai Kalor Hasil Uji &Estimasi
Nilai Kalor Hasil Uji Nilai Kalor Estimasi
-25
-15
-5
5
15
25
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5
TitikKabut(C)
Biodiesel
Perbandingan Titik Kabut Hasil Uji &
Estimasi
Titik Kabut Hasil Uji Titik Kabut Estimasi
5. Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014
ISBN No. 978-602-96565-7-2
3.4. Analisa Unjuk Kerja Motor Diesel
Analisa unjuk kerja (performance) motor diesel yang
dibahas dalam penelitian ini yaitu karakteristik daya
motor, torsi, konsumsi bahan bakar dan efisiensi
thermal. Pengujian unjuk kerja motor diesel
dilakukan dengan menggunakan bahan bakar
campuran CME (castor methyl ester), PME (palm
methyl ester) dan JME (jelantah methyl ester)
dengan beberapa komposisi yaitu B10, B20, B50 dan
B100 serta untuk pembanding diuji cobakan juga
bahan bakar dari solar murni. Penggunaan tiga
campuran yang berbeda dimaksudkan untuk
mengetahui bagaimana perbedaan karakteristik unjuk
kerja motor diesel jika jumlah CME (castor methyl
ester), PME (palm methyl ester) dan JME (jelantah
methyl ester) yang ditambahkan pada solar dalam
jumlah yang berbeda.
3.4.1. Daya Motor Diesel
Daya motor diesel yang dihasilkan dari penggunaan
bahan bakar B10, B20, B50, B100 dan solar sebagai
pembanding, adalah sebagaimana digambarkan pada
grafik berikut :
Gambar 6. Grafik daya sebagai fungsi daya pada beban penuh
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa kenaikan
putaran motor akan meningkatkan daya yang
dihasilkan. Trend grafik daya sebagai fungsi RPM
menunjukkan bahwa daya yang dihasilkan oleh bahan
bakar biodiesel campuran B50 menunjukkan daya
yang paling rendah, sementara daya yang tertinggi
diperoleh dari penggunaan bahan bakar B100.
Dimana selisih antar keduanya tidak terlalu jauh.
Grafik daya sebagai fungsi RPM pada penggunaan
bahan bakar solar, B10, B20, B50 dan B100
menunjukkan trend yang hampir sama, yang artinya
daya yang dihasilkan juga hampir sama. Dimana daya
yang dihasilkan oleh penggunaan bahan bakar B100
menunjukkan nilai yang tertinggi dari putaran motor
3200 dan 3300.
Sementara itu grafik daya yang dihasilkan oleh bahan
bakar B20 menunjukkan pada putaran rendah daya
yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih tinggi
daripada daya yang dihasilkan oleh B10, B50, B100
dan solar, akan tetapi pada putaran yang lebih tingi
daya bahan bakar B20 mulai menurun hingga
memiliki nilai yang hampir sama daya yang
dihasilkan oleh B50 pada putaran tersebut.
3.4.2. Torsi Motor Diesel
Karakteristik yang dianalisa selanjutnya adalah torsi
motor diesel. Dari eksperimen yang dilakukan, maka
didapat data torsi yang dihasilkan oleh masing-
masing penggunaan bahan bakar digambarkan pada
grafik sebagai berikut:
Gambar 7. Grafik torsi sebagai fungsi daya pada beban penuh
Sebagaimana hasil yang ditunjukkan oleh bentuk
kurva daya motor yang dihasilkan, maka torsi yang
dihasilkan oleh motor diesel menunjukkan bentuk
kurva dengan trendline yang kurang lebih sama
dengan kurva daya motor. Sebagaimana yang terjadi
pada daya motor, kenaikan putaran motor juga akan
meningkatkan torsi yang dihasilkan. Trend grafik
torsi sebagai fungsi RPM menunjukkan bahwa daya
yang dihasilkan oleh bahan bakar solar menunjukkan
torsi yang paling tinggi. Sedangkan torsi yang
dihasilkan oleh penggunaan bahan bakar B100
menunjukkan kurva yang hampir sama dengan solar
disemua variasi putaran motor. Sementara itu grafik
torsi yang dihasilkan oleh bahan bakar B10, B20 dan
B50 menunjukkan trenline yang hampir sama pada
putaran tinggi. Sedangkan pada putaran rendah torsi
yang dihasilkan oleh bahan bakar B20 memiliki nilai
tertinggi, tetapi B20 mulai turun hingga memiliki
nilai lebih rendah daripada torsi yang dihasilkan oleh
bahan bakar solar, B10 dan B100 pada putaran 3100.
3.4.3. Specific Fuel Oil Consumption (SFOC)
Specific fuel oil consumption (SFOC) atau konsumsi
bahan bakar spesifik adalah laju aliran berat bahan
bakar yang digunakan untuk memproduksi satu unit
daya dalam satu satuan waktu. Grafik konsumsi
bahan bakar spesifik (SFOC) sebagai fungsi putaran
motor (RPM) yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
2.2
2.4
2.6
2.8
3000 3100 3200 3300
Daya(kW)
Putaran (rpm)
Daya vs rpm
Solar
B10
B20
B50
B100
7.2
7.4
7.6
7.8
8
8.2
3000 3100 3200 3300
Torsi(Nm) Putaran (rpm)
Torsi vs rpm
Solar
B10
B20
B50
B100
6. Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014
ISBN No. 978-602-96565-7-2
Gambar 8. Grafik sfoc sebagai fungsi daya pada beban penuh
Konsumsi bahan bakar motor diesel yang ditampilkan
disini adalah konsumsi bahan bakar pada kondisi
beban maksimum (full load). Trendline grafik SFOC
sebagai fungsi putaran motor pada beban penuh
menunjukkan bahwa pada putaran rendah SFOC pada
penggunaan bahan bakar B20 lebih rendah daripada
SFOC pada penggunaan bahan bakar campuran solar,
B10, B50 dan B100. Pada beban ini penggunaan
bahan bakar B10 pada putaran rendah menunjukkan
nilai yang tertinggi daripada SFOC pada penggunaan
bahan bakar solar, B20, B50 dan B100.
3.4.4. Efisiensi Thermal
Karakteristik unjuk kerja dari efisiensi thermal
menunjukkan perbandingan antara daya efektif yang
dihasilkan motor diesel dengan daya/energi yang
dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar.
Grafik efisiensi thermal dari penggunaan bahan bakar
solar, B10, B20, B50 dan B100 adalah sebagai
berikut:
Gambar 9. Grafik eff thermal sebagai fungsi daya pada beban
penuh
Pada penggunaan bahan bakar solar efisiensi thermal
antara 18-22%, B10 antara 18-20%, B20 antara 20-
22%, B50 antara 18-20% dan B100 antara 18-22%.
Pada penggunan bahan bakar solar, B10, B20, B50
dan B100, efisiensi thermal yang lebih baik
ditunjukkan oleh penggunaan bahan bakar B100.
Pada beban maksimum efisiensi thermal dari
penggunaan bahan bakar B100 mulai dari putaran
rendah hingga putaran terus mengalami kenaikan.
4. Kesimpulan
Seteleh dilakukan eksperimen dalam pengujian
terhadap karakteristik dan ujuk kerja motor diesel,
untuk bahan bakar biodiesel dengan beberapa
komposisi campuran maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Karakteristik dari bahan bakar multi feedstock
biodiesel antara CME (castor methyl ester), PME
(palm methyl ester) dan JME (jelantah methyl
ester) dalam beberapa komposisi untuk viskositas
rata-rata 9-11 cSt, densitas 0,87-0,89 g/cm3, nilai
kalor 8901-8951 cal/g, titik kabut -3 - 0 C, dan
angka setana 62,6-65,3.
2. Dari perbandingan karakteristik hasil pengujian
dan hasil perhitungan (estimasi) biodiesel tidak
terjadi perbedaan yang signifikan, bahkan
mendekati nilai yang sama, perbandingan rata-
rata masih kurang dari 5%.
3. Pada unjuk kerja motor diesel pada kondisi beban
penuh (full load) menunjukkan bahwa daya yang
dihasilkan oleh bahan bakar biodiesel campuran
B50 menunjukkan daya yang paling rendah,
sementara daya yang tertinggi diperoleh dari
penggunaan bahan bakar B100, torsi yang
dihasilkan oleh penggunaan bahan bakar B100
hampir sama dengan solar pada di semua variasi
putaran motor untuk bahan bakar B10, B20 dan
B50 menunjukkan trendline yang hampir sama
pada putaran tinggi. SFOC pada putaran rendah
dan tinggi pada penggunaan bahan bakar B20
lebih rendah daripada SFOC pada penggunaan
bahan bakar solar, B10, B50 maupun B100.
Sedangkan efisiensi thermal yang lebih baik
ditunjukkan oleh penggunaan bahan bakar B50.
Pada beban maksimum efisiensi thermal B50
pada putaran tinggi mengalami penurunan.
5. PUSTAKA
Anonim. (2005). “Development Jatropha Curcus
Plantation As A Source of Row material for
Biodiesel” Directorate General Of Estate
Crops, Jakarta.
Aziz, I., Nurbayti S,. Ulum, B. (2011) “ Pembuatan
produk biodiesel dari Minyak Goreng Bekas
dengan Cara Esterifikasi dan
Transesterifikasi” Valensi Vol. 2 No. 3, (443-
448)
Bakhtir, A. (2003). “Pembuatan Biodiesel dari
Minyak Jarak dengan Basa Kuat” Prosiding
Seminar Rekayasa dan Proses 2003,
Semarang.
Clement D.L, (1996) “Blending Rules Formulating
Biodiesel Fuel”., American Society of
Agricultural Engineer Publication
Fahruri, S (2003), “Studi Eksperimen Unjuk Kerja
Motor Diesel Menggunakan Bahan Bakar
Jelantah Ethyl Esther”, Tugas Akhir Jurusan
Teknik Sistem Perkapalan – Fakultas
Teknologi Kelautan ITS.
350
400
450
500
3000 3100 3200 3300
sfoc(gr/kWh)
Putaran (rpm)
sfoc vs rpm
Solar
B10
B20
B50
B100
16
18
20
22
3000 3100 3200 3300
EffThermal(%)
Putaran (rpm)
Eff Thermal vs rpm
Solar
B10
B20
B50
B100
7. Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014
ISBN No. 978-602-96565-7-2
Hamid, T. dan Hertanto, Y., (2003). “Preparasi
Biodiesel dari Minyak Kelapa ”BARCO”
dengan Variasi Jumlah NaOH” Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Proses Kimia V
Hanif (2004), “Uji Prestasin Motor diesel Berbahan
Bakar Biodiesel Sebagai Bahan Bakar
Alternatif” Jurnal R & B Volume 4, Nomor 1
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, UNY.
Havendri, A (2008) “ Kaji Eksperimen Perbandingan
Prestasi dan Emisi Gas Buang Motor Diesel
Menggunakan Bahan Bakar Campuran Solar
dengan Biodiesel CPO, Minyak Jarak dan
Minyak Kelapa” Jurnal No.29 Vol.1 Tahun
XV Jurusan Teknik Mesin Universitas
Andalas.
Ingle, S,. Nandedkar, V., Nagarhalli, M. (2002)
“Prediction of Performance and Emission of
Palm oil Biodiesel in Diesel Engine IOSR”
Journal of Mechanical and Civil Engineering
(IOSR-JMCE) Kopargaon 423603, India PP:
16-20
I Wayan. Suirta, (2009) “Preparasi biodiesel dari
minyak jelantah kelapa sawit”, Jurnal Kimia
3 (1), Jurusan kimia FMIPA Universitas
Udayana, Bukit Jimbaran.
Knothe, G.H. (2006), “Analyzing biodiesel;
Standards and other methods” Journal of the
American Oil Chemists' Society. 83(10):823-
833.
Pramesti, L, Zuhdi M. F, Ariana, I M. (2013)
“Analisa Pengaruh Angka Iodin Pada
Biodiesel Dari Waste Cooking Oil Terhadap
Laju Keausan Dan Terbentuknya Carbon
Deposit Pada Komponen Small Marine
Diesel Engine” Prosiding Pascasarjana,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya
Purwono, S., Yulianto, N. dan Pasaribu, R., (2003).
“Biodiesel dari Minyak Kelapa” Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia,
Yogyakarta.
Soerawidjaja,. (2006). “Biodiesel adalah bahan
bakar mesin/motor diesel yang terdiri atas
ester alkil dari asam-asam lemak”
S.S. Wirawan, A.H. Tambunan, M. Djamin, and H.
Nabetani. (2008). “The Effect of Palm
Biodiesel Fuel on the performance and
Emission of the Automotive Diesel Engine”.
Agricultural Engineering International: the
CIGR Ejournal. Manuscript EE 07 005.
Vol.X.
Tilani Hamid S. dan Yusuf, R. (2002) “Preparasi
Karakteristik Biodiesel dari Minyak Kelapa
Sawit” MAKARA, Teknologi, Vol. 6, NO. 2,
Universitas Indonesia, Depok,
Utomo, J., (2004). “Studi pembuatan biodiesel sawit
dengan katalis asam-basa” Prosiding STNPK
VI.
Zahriyah, Syifauz, (2006). “Esterifikasi asam lemak
bebas dalam minyak jelantah dengan katalis
TiO2/montmorillonit dan pengaruhnya
terhadap biodiesel yang dihasilkan”.
Zuhdi A. (2002), “Aplikasi Penggunaan Waste
Methyl Ester”.
Zuhdi M.F.A, Gerianto, I., dan Budiono, T., (2002)
“Produksi dan Karakeristik Bio-diesel Serta
Teknik Pencampurannya dengan Minyak
Solar (Gas Oil)” Seminar Nasional Teori
Aplikasi Teknologi Kelautan 2002 FTK ITS.
Zuhdi M.F.A, Gerianto I , Hashimoto M, Tomohisha
D. (2002), “The Characteristics of Castor Oil
as a Bio-diesel Fuel and its Effects on the
Diesel Engine’s Performance” Kobe
University of Mercantile Marine (KUMM) –
Japan.
Zuhdi M.F.A. (2003). “Biodiesel Sebagai Alternatif
Pengganti Bahan Bakar Fosil Pada Motot
Diesel”. Riset Unggulan Terpadu VIII Bidang
Teknologi Energi, Surabaya.