Dokumen ini membahas tentang penggunaan ransum komplit sebagai alternatif pakan ternak sapi untuk mengatasi masalah kekurangan hijauan di Indonesia. Ransum komplit merupakan pakan lengkap yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ternak tanpa tambahan lain selain air. Penelitian menunjukkan bahwa ransum komplit berbasis limbah jerami dan bahan lokal dapat mendukung pertambahan berat badan optimal ternak. Ransum ini
1. PENGGUNAAN RANSUM KOMPLIT
SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF
UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN
KEKURANGAN HIJAUAN SEGAR BAGI
TERNAK SAPI DI INDONESIA
Oleh : Sripujianti
2. Dengan pertumbuhan penduduk Indonesia
sebesar 1,49% per tahun, maka penduduk
Indonesia akan meningkat dari 206,3 juta jiwa
pada tahun 2000 menjadi 253,6 juta jiwa pada
tahun 2015
akibat dari pertambahan penduduk ini kebutuhan
akan makana n yang berasal dari sapi termasuk
susu dan daging juga meningkat.
Pada tahun 2015, kebutuhan Indonesia akan
daging diprediksi kekurangan sebesar 333.573 ton
3. PROYEKSI PRODUKSI DAN KEBUTUHAN DAGING
NASIONAL
Tahun
Konsumsi
(Kg / kapita /
tahun)
Kebutuhan
Permintaan (ton)
Produksi
(Ton)
Defisit
(ton)
2000
1.89
389,907
205,066
184,841
2005
2.21
493,272
217,837
275,435
2010
2.21
526,864
223,332
303,532
2015
2.21
560,456
226,883
333,573
4. Dalam rangka memenuhi kebutuhan
pasokan daging nasional yang sejalan
dengan pertumbuhan manusia Indonesia.
Maka Kementerian Pertanian mencanangkan
program “Swasembada Daging Sapi,
Kerbau dan Peningkatan Penyediaan
Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh
dan Halal 2014
5. Konsep swasembada daging sapi adalah
terpenuhinya konsumsi daging sapi masyarakat
yang berasal dari sumber daya lokal sebesar 90%,
sehingga 10% disisakan untuk impor baik sapi
bakalan maupun daging.
Konsep ini bukan kebijakan penerapan “kuota”
tetapi dengan maksud untuk peningkatan produksi
dalam negeri sehingga mencapai 90%.
6. Namun demikian, pembangunan peternakan
tidak terlepas dari berbagai masalah dan
tantangan salah satunya adalah ketergantungan
yang tinggi terhadap bahan baku pakan HMT
(Hijauan Makanan Ternak) dan penguasaan
lahan HMT yang terbatas.
Bahkan menurut Endik 2010, telah terjadi
penurunan luas area padang rumput sebagai
sumber pakan ternak sebesar 6,2%/tahun.
7. Penurunan luas lahan yang semakin tajam akan
menjadi masalah serius bagi sub-sektor
peternakan. Fakta menunjukan bahwa,
persaingan dalam penggunaan lahan
menimbulkan dampak yang tidak
menguntungkan bagi sektor peternakan.
Kawasan-kawasan peternakan tidak jarang
tepaksa dikorbankan karena adanya permintaan
lahan tersebut untuk pengembangan sektorsektor tertentu seperti industri dan pemukiman,
yang memiliki peluang lebih besar dalam
memperoleh keuntungan jangka pendek.
8. TABEL 2.
PERKEMBANGAN POPULASI PENDUDUK DAN TERNAK SAPI
SERTA LUAS AREA PENGGEMBALAAN DI INDONESIA,
2005−2008
Perubahan
Tahun
2005
Populasi penduduk (000 jiwa)1
Populasi sapi potong (ekor)
Pemotongan (ekor)
Produksi daging sapi (t)
Impor sapi bakalan (000 ekor)
Impor daging sapi (t)
Padang rumput2
2006
218.869 221.654.5
10.569.312 10.575.125
1.653.770 1.799.781
358.704
395.840
256.2
265.7
21.484.5
25.949.2
1999
2000
2.424.459 2.208.923
2007
224.196
11.514.671
1.885.950
339.480
414.2
39.400
2002
2.155.015
2008
226.766.6
12.256.604
1.899.107
392.511
570.1
45.708.5
2003
2.041.671
Peningkatan/
tahun %
1.20
5.32
4.94
3.14
40.84
37.58
-6.25
9.
Padahal usaha pembibitan hanya dilakukan
oleh peternakan rakyat dengan
mengandalkan sumber daya lokal.
Pengembangan dan pemanfaatan padang
rumput merupakan alternatif pendukung
mempercepat pencapaian swasembada
daging sapi, khususnya pembibitan yang
dikelola oleh masyarakat (pemeliharaan
secara ekstensif).
10. Meles (2009) menyatakan, pengembangan sapi
potong perlu mempertimbangkan potensi sumber
daya yang dimiliki daerah, seperti area
penggembalaan atau area pertanian, populasi ternak,
sumber daya manusia, teknologi tepat guna, sarana
pendukung, dan potensi pasar.
Untuk itu, dibutuhkan pemikiran alternatif dan
antisipatif ketersediaan pakan hijuan pengganti
dengan mengembangkan teknologi pakan alternatif.
Salah satunya pengembangan pakan komplit
11. Pakan komplit merupakan pakan yang
cukup mengandung nutrien untuk ternak
dalam tingkat fisiologis tertentu yang
dibentuk dan diberikan sebagai satusatunya pakan yang mampu memenuhi
kebutuhan hidup pokok dan produksi
tampa tambahan substansi lain kecuali air
(Hartadi, dkk. 2005). Semua bahan pakan
tersebut, baik pakan kasar maupun
konsentrat dicampur secara homogen
menjadi satu.
12. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ulin Nuschati pemanfaatan limbah
jerami yang diformulasikan menjadi pakan
komplit dengan cara fermentasi terbukti
dapat memberikan kenaikan bobot badan
yang optimal yaitu 0,85 kg/ekor/hari untuk
sapi peranakan lokal dan 1,33 kg/ekor/hari
untuk sapi peranakan eks-impor. Inovasi
teknologi formulasi ransum penggemukan
sapi ini layak secara teknis dan ekonomis
sehingga dapat direkomendasikan pada
wilayah yang memiliki kondisi agroekosistem
yang serupa.
13. Begitu juga dengan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Buditriono 2012 dengan
pembuatan ransum komplit dengan
menggunakan bahan-bahan: Urea 0,5% dari
campuran, garam dapur 2%, tetas tebu 6%,
Tongkol jagung 45 kg, dedak padi 25 kg,
tepung ikan 15 kg. Komposisi kandungan
Complete Feed : Protein 14,16%, Serat
Kasar 17,16%, Bahan Kering 88,72% dan
Gros Energi 3.837 kkal/kg
14. Hasil kajian yang telah dilakukan bahwa
dengan menggunakan formula tersebut
tingkat palatibilitas ternak terhadap ransum
sangat baik dan dapat memberikan
penambahan berat badan sebesar 0,9
hingga 1,25 kg/hari, jika 100% diberikan
untuk ternak sapi potong jenis Brahman dan
PO (Peranakan Ongol)
15. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
penggunaan ransum komplit dalam usaha
penggemukan sapi potong merupakan salah
satu alternatif untuk mengatasi kekurangan
ketersediaan pakan hijauan, sebagai akibat
dari menurunkanya jumlah lahan peternakan
di Indonesia.