Rangkuman singkat dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas dinamisasi rencana tata ruang dalam menghadapi perkembangan ekonomi dengan studi kasus izin pembangunan pabrik kelapa sawit di Kabupaten Pasaman Barat
2. Terjadi konflik antara rencana tata ruang yang ada dengan izin pembangunan pabrik sawit karena lokasinya tidak sesuai, meski pabrik sawit bermanfaat bagi perekonom
1. DINAMISASI RENCANA TATA RUANG DALAM MENGHADAPI TUNTUTAN
PERKEMBANGAN EKONOMI
(Studi kasus: Izin Pembangunan Pabrik Kelapa Sawit di Kab. Pasaman Barat)
Oleh : Henny Ferniza dan Bramantyo
Karyasiswa PU 2015
1. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Jangka waktu
rencana tata ruang di Indonesia, baik nasional, propinsi, kabupaten/ kota adalah 20 (dua
puluh tahun). Karena itu, secara konseptual sebuah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
harus mampu memprediksi perkembangan, mengarahkan kegiatan pembangunan, serta
mengantisipasi perubahan yang mungkin terjadi pada suatu wilayah hingga 20 tahun ke
depan sejak rencana tersebut disusun. Di sisi lain, realita perkembangan wilayah dapat
menjadi sangat dinamis dan beragam perubahannya. Hal ini tidak terlepas dari
pertambahan jumlah penduduk, pembangunan fisik dan infrastruktur, hingga
perkembangan kegiatan ekonomi yang dapat mempengaruhi dinamika pembangunan
wilayah. Dinamika tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap keberadaan
rencana tata ruang yang sudah ada, dimana hubungan antara rencana dengan realita dapat
bersifat sejalan dan sinkron ataupun bertolak belakang dan saling menghambat.
Kegiatan ekonomi merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi perkembangan
ruang wilayah, sebagai generator aktivitas yang dapat mendatangkan penduduk/tenaga
kerja, menarik masuk investasi, hingga mempercepat proses pembangunan fisik wilayah,
meski terkadang juga memiliki dampak negatif seperti degradasi kualitas lingkungan,
konflik sosial, hingga kesenjangan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks perencanaan
tata ruang wilayah, kegiatan ekonomi juga merupakan faktor yang dijadikan pertimbangan
dalam penyusunan rencana karena akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan
pembangunan wilayah. Meski sudah direncanakan dan diarahkan, namun dinamika dan
perkembangan ekonomi yang sangat cepat dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara
rencana tata ruang dengan realita dan kebutuhan perkembangan ekonomi yang ada di
lapangan. Hal ini dapat menimbulkan konflik, karena suatu kegiatan ekonomi baru dapat
tidak sesuai dengan rencana tata ruang eksisting ataupun saling bertentangan, padahal
kegiatan ekonomi tersebut dipandang sangat penting dalam mendukung pembangunan
wilayah.
Tulisan ini yang merupakan tugas mata kuliah Teori dan Praktek Penataan Ruang, berusaha
untuk mengkaji secara lebih mendalam bagaimana dinamisasi atau fleksibilitas dari
rencana tata ruang dalam mengakomodasi perkembangan ekonomi wilayah. Kajian yang
dilakukan meliputi review peraturan terhadap Undang-undang Penataan Ruang No. 26
Tahun 2007 dan studi kasus yang berkaitan dengan konflik pengembangan kegiatan
ekonomi yang melanggar rencana tata ruang yang ada. Studi kasus yang diambil adalah di
Kab. Pasaman Barat Propinsi Sumatera Barat tentang Izin Pemanfaatan Ruang untuk
Pembangunan Pabrik Kelapa Sawit yang mana lokasi dimohonkan tidak sesuai dengan
2. Rencata Tata Rung Wilayah Kab. Pasaman Barat yang sudah di Perdakan sejak tahun 2012
yang lalu. Kasus ini menarik untuk dikaji karena disini kita dapat melihat bahwa dalam
perjalanannya, rencana tata ruang wilayah tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan karena
realitanya terjadi hal-hal yang tidak terduga yang tidak diakomodir dalam rencana tata
ruang tersebut. Diharapkan dari kedua kajian tersebut dapat diambil pelajaran bagaimana
kedudukan rencana tata ruang terhadap realita perkembangan ekonomi di suatu wilayah
dan bagaimana cara menciptakan sinergi antara keduanya.
2. Perumusan Masalah dan Tujuan
Dari fenomena diatas beberapa permasalahan yang menarik untuk diadakannya suatu
penelaahan adalah bahwa secara spasial terjadi pergeseran pemanfaatan lahan ke arah
fungsi yang lebih bernilai ekonomi tinggi, akibat aktifitas perekonomian masyarakat.
Dinamika pembangunan Kab. Pasaman Barat sebagai kabupaten pemekaran dengan
usianya menginjak sebelas tahun, telah menunjukkan banyak kemajuan yang pesat. Hal ini
dapat dilihat dari pembangunan yang telah dilakukan baik secara fisik maupun non fisik,
diantaranya pembangunan pelabuhan laut, pembangunan bandar udara serta peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Namun bukan berarti tanpa hambatan/kendala.
Salah satu kendala dalam pembangunan ini adalah iklim investasi yang tidak kondusif ketika
harus berhadapan dengan rencana tata ruang wilayah. Hal ini salah satunya terjadi pada
tahun 2014 yang lalu ketika PT. Usaha Sawit Mandiri yang mengajukan permohonan izin
pemanfaatan ruang untuk Perkebunan Sawit dan Pembangunan Pabrik Pengolahan Kelapa
Sawit.
Pada kasus yang terjadi di Kab. Pasaman Barat ini dapat kita lihat bahwa terjadi dua hal
yang saling bertolak belakang, pertama, lokasi yang dimohonkan untuk Perkebunan Sawit
dan Pembangunan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit tersebut tidak sesuai dengan RTRW
Kabupaten sehingga tidak bisa dikeluarkan izin pemanfaatan ruangnya, kedua, disisi lain
dengan adanya perkebunan sawit dan pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit tentu
akan memberikan dampak yang positif tersendiri bagi masyarakat juga daerah dari sektor
ekonomi.
Ini menunjukkan bahwa dalam perjalanan penyusunan rencana sebagai dasar
pemanfaatan ruang dapat terjadi berbagai kemungkinan yaitu antara lain :
a. Perubahan faktor eksternal terhadap wilayah seperti perkembangan ekonomi
nasional dan global, perubahan wilayah sektor dan tata ruang wilayah nasional.
b. Perubahan kondisi-kondisi internal seperti keinginan daerah, perkembangan yang
sangat pesat dari satu sektor atau kawasan dalam satu wilayah.
Berangkat dari permasalahan tersebut di atas maka tulisan ini diharapkan akan menjawab
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Adakah kemungkinan Rencana Tata Ruang masih dapat mengakomodasikan
dinamika perkembangan yang bersifat eksternal dan internal namun terjadi
simpangan-simpangan dalam pemanfaatan karena kelemahan dalam pengendalian
khususnya terhadap dinamika perkembangan sektor perekonomian?
3. 2. Bagaimana ketika Rencana tata ruang tidak dapat lagi mengakomodir dinamika
perkembangan yang bersifat eksternal dan atau internal khususnya perkembangan
perekonomian?
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan yang diharapkan dalam
hal ini adalah untuk mengetahui sejauh mana dinamisasi rencana tata ruang yang ada
dalam menghadapi tuntutan perkembangan perekonomian dikaitkan dengan Undang-
Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
3. Landasan Teori
Dinamisasi
Sebuah dinamisasi terjadi karena adanya interaksi antara semua pihak yang berada di
dalamnya. Dinamis yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga berarti penuh
semangat dan tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan
keadaan. Arti lain dinamis adalah selalu berubah-ubah. Sementara Dinamisasi itu sendiri
artinya adalah penyelarasan atau penyesuaian terhadap perubahan-perubahan tersebut.
Dalam penataan ruang, kata dinamisasi diartikan sebagai bentuk/ sifat penyesuain
terhadap rencana tata ruang yang ada. Sehingga kalau dikaitkan dengan dinamisasi rencana
tata ruang dapat berarti bahwa bentuk penyesuain rencana tata ruang atau dikatakan
bahwa rencana tata ruang tidak bersifat dinamis.
Rencana Tata Ruang Wilayah
Ruang merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia yang ketersediannya
terbatas. Ruang itu sendiri dapat dibedakan menjadi ruang darat, laut, ruang udara dan
ruang dalam bumi (UU No. 26 tahun 2007). Ruang dikatakan sebagai elemen penting
dikarenakan ruang merupakan wadah dari segala aktivitas dan kepentingan yang dilakukan
oleh manusia.
Rencana Tata Ruang Wilayah adalah Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang yang diinginkan
dimasa yang akan datang yang paling tepat untuk mewujudkan tujuan pembangunan
disuatu wilayah. Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang dikaji aspek-aspek sumberdaya
alam, manusia dan buatan, dirumuskan konsepsi, strategi yang didasarkan pada asumsi
tertentu dan faktor sosial ekonomi yang bersifat internal maupun eksternal terhadap
wilayah.
4. Review Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang terkait dinamisasi
rencana tata ruang terhadap tuntutan/ perkembangan perekonomian
Azas-azas
Berdasarkan Undang-undang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas-asas, yang di antaranya adalah
4. “keterpaduan” dan “keberdayagunaan dan keberhasilgunaan”. Pada penjelasan undang-
undang tersebut, yang dimaksud dengan keterpaduan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas
sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Sementara yang dimaksud
dengan keberdayagunaan dan keberhasilgunaan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang
terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas. Dari
kedua asas tersebut, dapat dilihat bahwa penataan ruang melalui rencana tata ruang yang
disusun harus dapat mengakomodasi dan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang
ada di suatu wilayah, salah satunya kepentingan ekonomi, sehingga dapat mengoptimalkan
potensi sumber daya (baik alam maupun manusianya) yang dimiliki oleh wilayah tersebut,
namun tetap dapat menjaga kualitas ruang yang ada.
Tujuan
Sementara itu, penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Dalam konteks produktif,
proses (kegiatan) ekonomi harus berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai
tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, sekaligus meningkatkan daya saing
wilayah. Berbeda halnya dalam konteks keberlanjutan, sejalan dengan keberadaan
kegiatan ekonomi, kondisi kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat
ditingkatkan, termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan
setelah habisnya sumber daya alam tak terbarukan. Hal ini memperlihatkan bahwa ruang
wilayah memang diarahkan menjadi wadah kegiatan ekonomi yang produktif yang dapat
memberi nilai tambah bagi wilayah dan kesejahteraan bagi masyarakat yang ada di
dalamnya, namun harus tetap memperhatikan keberlanjutan dari wilayah tersebut. Karena
itu, pengembangan kegiatan ekonomi pada suatu wilayah harus mempertimbangkan baik
keuntungan jangka pendek maupun jangka panjang dari kegiatan tersebut.
Fungsi
Penataan ruang wilayah berdasarkan fungsi utama kawasan umumnya terdiri dari terdiri
atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Berdasarkan UU tersebut, kawasan lindung
adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Sementara kawasan
budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas
dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya
buatan. Kegiatan ekonomi pada suatu wilayah biasanya diarahkan untuk dikembangkan
pada area yang pada rencana tata ruang ditetapkan sebagai kawasan budidaya, sehingga
dapat meminimalisir kerusakan lingkungan yang mungkin ditimbulkan dari kegiatan
ekonomi yang berlangsung. Dalam fungsi kawasan budidaya sendiri terdapat beragam jenis
pemanfaatan, baik kawasan pertanian, perdagangan dan jasa, permukiman, perindustrian,
dan sebagainya. Penetapan arahan guna lahan pada rencana tata ruang sejatinya
merupakan salah satu instrumen untuk mengembangkan kegiatan ekonomi agar sesuai
dengan kondisi dan potensi dari wilayah tersebut, karena setiap jenis kawasan memiliki
karakteristrik dan kebutuhannya masing-masing. Karena itu, idealnya pengembangan
kegiatan ekonomi pada suatu wilayah harus mengacu kepada rencana tata ruang yang ada.
5. Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang
Dalam hal wilayah berkembang dengan pesat atau rencana tata ruang eksisting yang ada
sudah tidak sesuai atau tidak memadai untuk mendukung perkembangan kegiatan
ekonomi yang ada di lapangan, pada Undang-undang Penataan Ruang telah mengakomodir
adanya mekanisme peninjauan kembali rencana tata ruang yang dapat dilakukan 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun. Peninjauan kembali rencana tata ruang merupakan upaya untuk
melihat kesesuaian antara rencana tata ruang dan kebutuhan pembangunan yang
memperhatikan perkembangan lingkungan strategis dan dinamika internal, serta
pelaksanaan pemanfaatan ruang. Karena itu, pada prinsipnya dinamika dan perkembangan
ekonomi yang terjadi pada suatu wilayah dapat diakomodir perubahannya dalam rencana
tata ruang melalui mekanisme peninjauan kembali (baik yang bersifat review ataupun
revisi), selama perubahan tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar
apabila dikembangkan dibandingkan apabila tidak dikembangkan, dapat meningkatkan
kesejahteraan dari masyarakat yang terkena dampak dari kegiatan tersebut, dan
memenuhi aspek keberlanjutan lingkungan dimana kegiatan ekonomi tersebut memiliki
dampak negatif yang minimum dan eksistensi ruang wilayah dapat tetap dipertahankan
dalam jangka waktu yang panjang.
5. Konflik Pengembangan Kegiatan Ekonomi Yang Tidak Merujuk Pada Rencana Tata Ruang
Wilayah (studi kasus pada Kab. Pasaman Barat)
Kebijakan pengembangan wilayah dan tata ruang yang merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional telah mampu menumbuh kembangkan daerah dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui sektor perekonomian. Hal inipun terjadi di
Kab. Pasaman Barat, sebagai produsen sawit terbesar di Propinsi Sumatera Barat yang
menjadikannya perkebunan sebagai sektor basis mampu membawa perubahan yang besar
bagi masyarakat melalui peningkatan pendapatan perkapita, penyediaan lapangan usaha
sampai pada peningkatan PAD Kab. Pasaman Barat.
Ketika kebijakan pembangunan dan pengembangan wilayah, pertumbuhan dan
pengembangan sektor perekonomian bersinggungan dengan kebijkan tata ruang, kondisi
yang diinginkan tentu sejalan dan selaras antara keduanya. Kebijakan pembangunan dan
pengembangan wilayah, pertumbuhan dan pengembangan berbagai sektor diharapkan
sesuai dengan kebijakan tata ruang yang telah disusun sebelumnya tak terkecuali sektor
perekonomian. Kebijakan tata ruang yang dimaksud dalam hal ini adalah rencana tata
ruang wilayah yang diinginkan dimasa yang akan datang yang paling tepat untuk
mewujudkan tujuan pembangunan disuatu wilayah. Dalam Penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah tersebut dikaji berbagai aspek yaitu sumberdaya alam, manusia dan buatan,
dirumuskan konsepsi, strategi yang didasarkan pada asumsi tertentu dan faktor sosial
ekonomi yang bersifat internal maupun eksternal terhadap wilayah dan dalam menyusun
tersebut tentu telah mempertimbangkan terjadinya perubahan-perubahan seperti
perkembangan ekonomi. Bagaimana jika pembangunan atau pengembangan wilayah tidak
sesuai dengan rencana tata ruang yang telah disusun tersebut? Atau bagaimana jika
rencana tata ruang tersebut belum mempertimbangkan secara menyeluruh terhadap
perubahan-perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi wilayah? Tindakan apa
6. yang harus diambil? Ini adalah pertanyaan besar yang tentu memerlukan kajian untuk
menjawabnya.
Sebagai contoh kasus, konflik pengembangan kegiatan ekonomi yang melanggar rencana
tata ruang yang ada di Kabupaten Pasaman Barat, pada tahun 2014 yang lalu tentang Izin
Pemanfaatan Ruang untuk Perkebunan Kelapa Sawit dan Pembangunan Pabrik Kelapa
Sawit. PT. Usaha Sawit Mandiri yang mengajukan permohonan rekomendasi tata ruang/
izin pemanfaatan ruang kepada Bupati Pasaman Barat dengan luas lahan 494 Ha.
Permohonan inipun di proses oleh pokja pemanfaatan dan pengendalian BKPRD Kab.
Pasaman Barat namun setelah diproses, luas lahan yang dimohonkan tersebut, tidak sesuai
dengan rencana pemanfaatan lahan berdasarkan RTRW yang telah di perdakan sejak tahun
2012 yang lalu, namun ketika di cek di lokasi, lahan tersebut adalah lahan rakyat yang
sebagian juga telah ditanam kelapa sawit dan daerah sekitarnya juga ditanami kelapa sawit.
Inilah dilemanya, disatu sisi, masyarakat menanam kelapa sawit tanpa izin dan ini sudah
berlangsung lama, di sisi lain ketika investor minta izin pemanfaatan ruang untuk
perkebunan kelapa sawit sekaligus pabrik pengolahannya menjadi kendala karena lokasi
tersebut tidak sesuai dengan rencana pemanfaatan lahan yang tertuang di dalam RTRW,
disisi lainnya, perkebunan serta pabrik kelapa sawit ini sangat berpengaruh terhadap
perekonomian masyarakat karena akan membuka lapangan usaha, meningkatkan harga
jual kelapa sawit dengan adanya pabrik yang dekat dengan lokasi perkebunan serta
tentunya harga lahan masyarakat menjadi tinggi.
Dengan fakta tersebut di atas, pihak BKPRD tidak serta merta untuk tidak mengeluarkan
rekomendasi/ izin pemanfaatan ruang, karena dalam memutuskan perkara ini tentu
memerlukan pertimbangan-pertimbangan bahkan kajian yang sifatnya teknis. Disinilah
dapat dilihat, sejauh mana rencana tata ruang yang telah disusun mampu dilaksanakan
sesuai rencana, mampu menakomodasi perubahan pemanfaatan lahan, dinamika
pertumbuhan ekonomi, perkembangan teknologi atau paradigma atau nilai-nilai lainnya
sehingga ketentuan/ rencana dalan RTRW sudah tidak sinkron lagi. Dalam Undang-Undang
No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang telah mengakomodir adanya mekanisme
peninjauan kembali rencana tata ruang yang dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun. Peninjauan kembali rencana tata ruang merupakan upaya untuk melihat kesesuaian
antara rencana tata ruang dan kebutuhan pembangunan yang memperhatikan
perkembangan lingkungan strategis dan dinamika internal, serta pelaksanaan pemanfaatan
ruang.
Berdasarkan aturan peninjauan kembali yang tertuang di dalam undang-undang tersebut
di atas , langkah awal yang diambil oleh BKPRD Kab. Pasaman Barat terkait kasus izin
pemanfaatan ruang untuk perkebunan dan pabrik pengeolahan kelapa sawait adalah
dengan melakukan kajian teknis. Adapun kajian teknis yang dilakukan adalah kajian teknis
dari Dinas Pertanian Tanaman Panan Hortikultira dan kajian teknis dari Dinas Perkebunan.
Dinas Pertanian Tanaman Panan Hortikultira melakukan kajian dengan hasil bahwa lahan
seluar 498 Ha yang dimohonkan oleh PT. Usaha Sawit Mandiri adalah lahan pertanian lahan
kering yang berada di ketinggian 61-75 dpl, bukan lahan pertanian lahan basah
sebagaimana yang tertuang di dalam RTRW dan mengingat serta mempertimbangkan hal
tersebut maka perlu dilakukan peninjauan kembali RTRW tersebut yang tidak sesuai dan
tidak relefan lagi. Sementara itu kajian teknis dari Dinas Perkebunan memberikan
pertimbangan bahwa lokasi yang dimohonkan seluar 498Ha tersebut memenuhi syarat
7. untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit dan untuk pabrik pengolahannya juga.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan memperhatikan dampak terhadap
ekonomi masyarakat dan PAD serta kajian-kajian yang telah dilakukan tersebut, akhirnya
BKPRD menyimpulkan dan mengambil tindakan untuk memberikan rekomendasi/ izin
pemanfaatan ruang seluar 498 Ha kepada PT. Usaha Sawit Mandiri untuk dimanfaatkan
sebagai lahan perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit. Hasil ini
merupakan akan digunakan sebagai bahan untuk dilakukannya review/ revisi terhadap
Perda RTRW Kab. Pasaman Barat yang akan dilaksanakan pada tahun 2016 nanti.
Inilah yang dimaksud dengan dinamika dan perkembangan ekonomi yang terjadi pada
suatu wilayah dapat diakomodir perubahannya dalam rencana tata ruang melalui
mekanisme peninjauan kembali (baik yang bersifat review ataupun revisi), selama
perubahan tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar apabila
dikembangkan dibandingkan apabila tidak dikembangkan, dapat meningkatkan
kesejahteraan dari masyarakat yang terkena dampak dari kegiatan tersebut, dan
memenuhi aspek keberlanjutan lingkungan dimana kegiatan ekonomi tersebut memiliki
dampak negatif yang minimum dan eksistensi ruang wilayah dapat tetap dipertahankan
dalam jangka waktu yang panjang.
6. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Rencana Tata Ruang Wilayah memuat rencana struktur dan pola pemanfaatan
ruang yang diinginkan dimasa yang akan datang untuk mewujudkan tujuan
pembangunan disuatu wilayah.
2. Kecendrungan pembangunan dan pemanfaatan ruang suatu wilayah yang tumbuh
dan berkembang tiap tahun selalu meningkat seiring dengan pertumbuhan
ekonomi dan perkembangan teknologi namun secara kontradiktif kecenderungan
pembangunan tata ruang belum mampu memenuhi ketentuan undang-undang.
Rencana Tata Ruang belum dapat berperan efektif sebagai instrumen pengendali
pembangunan.
3. Rencana Tata Ruang tidak bersifat kaku melainkan dinamis, hal ini tergambar dalam
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang telah
mengakomodir Peninjauan kembali rencana tata ruang yang merupakan upaya
untuk melihat kesesuaian antara rencana tata ruang dan kebutuhan pembangunan
yang memperhatikan perkembangan lingkungan strategis dan dinamika internal,
serta pelaksanaan pemanfaatan ruanga
4. Dinamisasi rencana tata ruang dalam menghadapi tuntutan sektor ekonomi dapat
dilihat pada kasus di Kab. Pasaman Barat tentang pemanfaatan lahan untuk kelapa
sawit sekaligus pabrik pengolahannya yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah namun berdasarkan kajian dan pertimbangan yang telah dilakukan yang
lebih berdampak positif, izin pemanfaatan ruangnya pun diberikan oleh BKPRD
setempat dan untuk itu segera akan dilakukan peninjauan kembali terhadap RTRW.