1. PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN
PEMBELAJARAN
DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 1
ARFAH (1311440001)
AUDITIO PADAUNAN (1311440005)
CHRISARIA PALUNGAN (1311440007)
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2. i
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan atas rahmat Allah SWT
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Penyusunan
Instrumen Tes dan Instrumen Non Tes Sebagai Instrumen Penilaian
Pembelajaran” sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Penulisan makalah bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
dosen pembimbing mata kuliah assesment of education . Makalah ini disusun
berdasarkan dari berbagai referensi buku pegangan perkuliahan yang berhubungan
dengan mata kuliah evalusi pendidikan. Kemudian dari referensi-referensi
tersebut disusun secara sistematik oleh penulis agar pembaca mampu lebih mudah
dalam memahami isi dari makalah ini.
Melalui makalah ini penulis menjelaskan tentang instrumen penilaian dan
pengembangannya. Selain itu penulis juga memberikan gambaran tentang
instrumen yang telah dibuat dan dapat diedarkan di sekolah.
Penulis berterima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah assesment of
education yaitu Prof. Baso Intang Sapaile yang telah memberikan arahan tentang
pembuatan atau penyusunan instrumen. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasi
kepada teman-teman yang telah membantu dalampenyusunan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun para
pembaca. Tak lupa pula kritik dan saran diharapkan penulis dari para pembaca
bila terdapat kekeliruan dan kekurangan dalam makalah ini.
Makassar, 1 April 2015
Penulis
3. ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..............................................................................................i
Daftar Isi ........................................................................................................ii
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang ....................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................1
C. Tujuan ..................................................................................................2
Bab 2 Pembahasan
A. Unsur- Unsur yang Harus Dinilai dalam Pembelajaran........................ 3
B. Bentuk dan penyusunan instrumen tes ...................................7
C. Bentuk dan penyusunan instrumen non tes .........................................19
Bab 3 Bentuk instrumen yang dikembangkan
A. Pengembangan instrumen tes ..............................................................37
B. Pengembangan instrumen non tes .......................................................70
Bab 4 Penutup
A. Kesimpulan ..........................................................................................77
B. Saran ....................................................................................................78
Daftar Pustaka ...............................................................................................79
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Penilaian dan pengukuran tidak dapat dilepaskan dari dunia kependidikan.
Penilaian dan pengukuran ini dibutuhkan untuk mendapatkan gambaran tentang
situasi sekolah. Penilaian dan pengukuran ini dapat dilakukan oleh guru, kepala
sekolah, pengawas sekolah dan sebagainya.
Untuk pembelajaran di kelas, evaluasi peserta didik sangat dibutuhkan
untuk memberikan gambaran tentang kondisi peserta didik. Gambaran yang
diperoleh oleh pendidik kemudian akan dipelajari oleh guru. Gambaran peserta
didik yang diperoleh guru harus memiliki tingkat keakuratan yang tinggi. Artinya
data yang diperoleh guru tentang keadaan peserta didik harus memiliki kesalahan
yang kecil.
Untuk memperoleh data tentang peserta didik, diperlukan adanya instrumen
penilaian. Menurut Sappaile (2007:1), instrumen merupakan suatu alat yang
memenuhi persyaratan akademis sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk
mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatuvariabel.
Instrumen penilaian dapat berupa instrumen tes, maupun instrumen non tes.
Instrumen tes dapat berupa tes objektif dan tes non objektif sedangkan instrumen
non tes dapat berupa wawancara, kuesioner, observasi, dan sebagainya.
Penyusunan instrumen sebaiknya mengikuti langkah-langkah atau kaidah-
kaidah yang berlaku secara umum. Gunanya adalah instrumen yang diberikan
kepada siswa mudah dipahami baik oleh responden maupun pemberi responden
sehingga data yang diperoleh dari responden merupakan data yang akurat. Selain
itu instrumen yang disusun harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,
sehingga harusnya sebelum mengedarkan instrumen terlenih dahulu harus ada
tujuan yang ditetapkan oleh guru.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan
masalah dari makalah ini adalah:
1. Hal-hal apa yang dinilai dalam pembelajaran?
2. Apa yang dimaksud dengan instrumen tes?
5. 2
3. Apa yang dimaksud dengan instrumen non tes?
4. Apa bentuk-bentuk instrumen tes?
5. Apa bentuk-bentuk instrumen non tes?
6. Bagaimana teknik pengembangan instrumen tes?
7. Bagaimana teknik pengembangan instrumen non tes?
8. Bagaimana kaidah penulisan instrumen tes?
9. Bagaimana kaidah penulisan instrumen non tes?
C. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan:
1. Menjelaskan tentang aspek-aspek yang dinilai dalam pembelajaran
2. Menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan instrumen tes dan non
tes.
3. Menjelaskan bentuk-bentuk instrumen tes dan non tes.
4. Menjelaskan teknik pengembangan instrumen tes dan non tes.
5. Menjelaskan kaidah penulisan instrumen tes dan non tes.
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Unsur- Unsur yang Harus Dinilai dalam Pembelajaran
Menurut Kusaeri dan Suprananto (2012: 56), keluasan tujuan pembelajaran
juga akan berbeda dan dipengaruhi oleh jenis kemampuan atau tarekteristik yang
diukur. Dominan yang lazim digunakan dan dikaitkan dengan tujuan
pembelajaran dalam kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga dominan ini biasanya
secara hierarkis dan memiliki cakupan level berbeda serta mencerminkan
kompleksitas yang berbeda.
1. Dominan Kognitif.
Menurut Sudjana (1989:22), ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan dan ingata,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Adapun menurut Kusaeri dan Suprananto (2012:56), tujuan pembelajaran
yang diuraikan sebelumnya memiliki kaitan dengan aspek kognitif kerena
menyangkut hal-hal seperti mengingat, menginterpretasi, menganalisis, dan
sebagainya. Perumusan tujuan pembelajaran berititik tolak dari tingkah laku dan
bersifat operasional. Para ahli kurikulim umumnya berpendapat bahwa perlu
dilakukan pengklasian tujuan kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk sebagai
dominan-dominannya.
Salah satu taksonomi tujuan pembelajaran yang banyak digunakana dalam
dunia pendidikan adalah taksonomi yang berkembang oleh Bloom, Englehart,
Furst, Hill, dan Krathwohl (1956) yang selanjutnya dikenal dengan taksonomi
Bloom. Taksonomi ini memberikan kerangka penting dalam mendeskripsikan
kompleksitas suatu tujuan. Caranya, melalui mengklasifikan tujuan kedalam satu
dari enam kategori secara hierakis, dari yang paling sederhana ke kompleks.
a. Pengetahuan (Knowledge)
Level paling sederhana dalam taksonomi Bloom adalah pengetahuan.
Tujuan pembelajaran pada level pengetahuan ini termasuk mempelajari atau
mengingat fakta-fakta spesifik, istilah, nama, tanggal, dan sebaginya. Kata kerja
operasional yang dapat digunakan pada level membuat daftar, mencocokkan,
memberi nama, membuat garis bawah, mengulangi, memilih, dan menyebutkan.
Contoh tujuan pembelajaran yang temasuk dalan kategori pengetahuan: “Siswa
dapat menyebutkan nama-nama Negara anggota G-20”
b. Pemahaman (Comprehension)
7. 4
Tujuan pada level ini menguji pemahaman anak, tidak hanya menonjolkan
aspek hafalan semata, kata kerja operasional yang lazim digunakan pada level ini
di antaranya: jelaskan, ubahlah, pertahankan, bedakan, perluas, generalisasikan,
beri contoh, simpulkan, ramalkan, dan ringkasan. Contoh tujuan pembelajaran
pada level ini: “Siswa mampu menjelaskan pengaruh suku bunga bank terhadap
angkah pengangguran.” Sudjana (1989:24) menyatakan bahwa pemahaman dapat
dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu tingkat terendah, tingkat kedua dan tingkat
ketiga.
c. Penerapan ( Application)
Menururt Sudjana (1989:25), apalikasi adalah penggunaan abstraksi pada
situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut dapat berupa ide, teori,
atau petunjuk teknis. Kusaeri dan Suprananto (2012:58) menyatakan bahwa tujuan
pada level ini meliputi pengunaan aturan-aturan umum, prinsip atau konsep-
konsep abstrak untuk menyelesaikan permasalahan yang belum perna dijumpai
sebelumnya. Kata kerja operasional yang lazim digunakan pada level ini di
antaranya: demonstrasikan, ubah, operasikan, siapkan, buatlah, hubungkan,
tunjukkan, pecahkan, dan gunnakan. Contoh tujuan pembelajaran pada level ini:
“Siswa mampu mengaplikasikan perkalian dan pembagian bilangan dua angka
dalam konteks permasalahan matematika.”
d. Analisis (Analysis)
Menurut Sudjana (1989:27), aplikasi adalah usaha untuk memilah integritas
menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hirarkinya dan atau
susunannya. Tujuan pada level ini menuntut siswa untuk memecah atau membagi
suattu konsep yang kompleks ke dalam bagian-bagian yang lebih mendasar atau
sederhana. Kata kerja operasional yang lazim digunakan pada level ini
diantaranya: buat diagram, ubah, bedakan, gambarkan, simpulkan, tunjukkan,
hunungkan, pilih, pisahkan, dan bagi lagi. Contoh tujuan pembelajaran pada level
ini: “Diberikan sebuah naskah teks pidato, siswa mampu menganalisis pernyataan
yang didasarkan pada fakta dan yang didasarkan pada perkiraan.”
e. Sintesis (Synthesis)
Tujuan pada level ini menuntut siswa memadukan konsep atau unsur-unsur
yang ada sedemikian hingga membentuk struktu atau pola baru. Kata erja
operasional yang lazim digunakan pada level ini di antaranya: kategorikan,
gabungan, susun, temukan, rancang, jelaskan, buat, atur, rencanakan, ataur ulang,
buat lagi, revisi, dan ceritakan. Contoh tujuan pembelajaran pada level ini: “Siswa
mampu membuat pemetaan potensi beberapa provinsi yang ada di jawa beserta
karakteristik yang dimiliki.”
f. Evaluasi (Evaluation)
Menurut Sudjana (1989:28), evaluasi adalah proses pemberian keputusan
tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja,
8. 5
pemecahan, metode, materil dan sebagainya. Tujuan pada level ini menuntut
siswa membuat keputusan evaluative terkait dengan kualitas ataunilai sesuatu
demi suatu tujuan yang telah dinyatakan. Kata kerja operasional yang lazim
digunakan pad alevel ini di antaranya: dibandingkan, simpulkan, pertentangankan,
kritik, jelaskan, bedakan, buktikan, tafsirkan, dan beri dukungan. Contoh tujuan
pembelajaran pad level ini: “Siswa mampu mengevaluasi manfaat peta sehingga
memudahkan melakukan bepergian dari satu tempat ke tempat lain.”
Walaupun pengklasifikasian dai atas mungkin diaggap ketinggalan zaman,
penulis setuju dengan pendapat yang disampaikan Hopkins dalam Kusaeri dan
Suprananto (2012:59) bahwa taksonomi Bloom hingga kini masih sangat relevan.
Alasannya, taksonomi Bloom menyajikan suatu kerangka yang membantu
mengingatkan guru agar memasukkan butir yang mencerminkan tujuan
pembelajaran yang lebih kompleks dalam tesnya. Sedangkan Popham dalam
Kusaeri dan Suprananto (2012:59) menyatakan bahwa guru cenderung hanya
fokus pada tujuan pembelajaran, pada umumnya taksonomi di atas sering
disederhanakan ke dalam dua level: pengetahuan dan sesuatu lain yang lebih
tinggi dari pengetahuan. Oleh karena itu, pembelajaran dan penilaian sering
terbatas pada asoek hafalan semata.
Hal ini bukan berarti tujuan pembelajaran untuk level yang lebih rendah
dianggap sepele dan harus ditinggalkan. Masing-masing tujuan harus menetapkan
pada level mana para siswa diharapkan untuk melakukannya. Pada materi awal,
mungkin cakup hanya melibatkan penguasaan level yang kompleks tentu sangat
diperlukan. Hanya saja, sangat tidakmungkin menguasai tujuan pembelajaran
yang lebih tinggi tanpa menguasai tujuan pembelajaran yang lebih rendah.
2. Domain Afektif
Menurut Sudjana (1989:22), ranah afektif berkenaan dengan sikap yang
terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian,
organisasi, dan internalisasi. Dominan efektif memiliki cakupan karakteristik,
seperti nilai, sikap, minat dan perilaku. Sebagi akibatnya, tujuan afektif mencakup
sikap dan perlaku siswa dalam kaitannya dengan pelajaran.
a. Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan
(stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi,
gejala, dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk
menerima stimulus, control, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
b. Responding/jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap
stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan,
kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
9. 6
c. Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala
atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan
menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan
kesepakatan terhadap nilai tersebut.
d. Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu system organisasi,
termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai
yang telah dimilikinya. Yang termasuk ke dalam organisasi ialah konsep
tentang nilai, organisasi system nilai, dan lain-lain.
e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua system
nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan
tingkah lakunya. Ke dalamnya termasuk keseluruhan nilai dan
karakteristiknya.
3. Dominan Psikomotorik.
Menurut Sudjana (1989:23), ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil
belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Sedangkan menurut Mardapi
(2012: 141), keterampilan psikomotor, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan
gerak, yaitu yang menggunakan otot seperti lari, melompat, melukis, berbicara,
membongkar, dan memasang peralatan, dan sebagainya. Adapun menurut Kusaeri
dan Suprananto (2012: 61) dominan ini berkaitan dengan aktivitas fisik dan
dikenal sebagi tujuan psikomotor. Tujuan ini biasanya terdapat pada mata
pelajaran olah raga, menari, berbicara, teater dan teknik, dan pelajaran agama.
Sebagai contoj dalam pelajaran olah raga, tak terhitung aktivitas-aktivitas
psikomotor, seperti memukul bola tenis dengan berbagai gerakan. Pada kelas
biologi juga banyak aktivitas psikomotor, seperti memfokuskan mokroskopatau
paktik pembedahan katak dan sebaginya.
Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan dan
kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:
a. Gerak reflex (keterampilan pada gerakan yang tidak disadari). Menurut
Mardapi (2012:141), gerakan refleks adalah respon motor atau gerak
tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir.
b. Keterampilan pada herakan-gerakan dasar. Menurut Mardapi
(2012:141), gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada
keterampilan kompleks yang khusus.
c. Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual,
membedakan auditif, motoris, dan lain-lain.
d. Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan
ketepatan
10. 7
e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks.
f. Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti
gerakan ekspretif dan interperatif.
B. Pengembangan Alat Evaluasi Tes
1. Pengertian tes.
Mardapi (2012:108) menjelaskan bahwa tes merupakan salah satu instrumen
yang digunakan untuk melakukan pengukuran. Tes terdiri atas sejumlah
pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah, atau semua benar atau
sebagian benar. Tujuan melakukan tes adalah untuk mengetahui pencapaian
belajar atau kompetensi yang telah dicapai peserta didik untuk bidang tertentu.
Hasil tes merupakan informasi tentang karakteristik seseorang atau sekelompok
orang. Karakteristik ini dapat berupa kemampuan kognitif atau keterampilan
seseorang.
Sedangkan Arifin (2012:129) menyatakan bahwa Tes merupakan suatu
teknik atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan
pengukuran, yang didalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan atau
serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk
mengukur aspek perilaku peserta didik.
Sedangkan menurut silvirius dalam Sappaile (2007:4) menyatakan bahwa
tes adalah suatu prosedur sistematis untuk mengamati dan mencandrakan satu atau
lebih karakteristik seseorang dengan menggunakan skala numerik atau sistem
kategori.
Menurut Azhar dalam Sappaile (2007:4) tes adalah prosedur yang
sistematis, karena: (a) butir-butir dalam tes disusun menurut cara dan aturan
tertentu, (b) prosedur administrasi tes dan pemberian angka (scoring) terhadap
hasilnya harus jelas dan dispesifikasi secara terperinci, dan (c) setiap orang yang
mengam.
Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa tes merupakan
alat penilaian yang memiliki prosedur sistematis yang tersusun dari berbagai
pertanyaan, pernyataan dan tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik untuk
mengetahui karakteristik peserta didik. Karakteristik peserta didik tersebut dapat
berupa perilaku siswa, pengetahuan siswa, minat siswa, dan aspek-aspek lainnya.
11. 8
Kegiatan pengetesan akan manghasilkan sebuah hasil tes. Hasil tes ini
diharapkan memiliki tingkat kesalaham yang sangat minim. Dengan kata lain hasil
tersebut bersifat sahih (valid) dan andal (reliable). Azwar dalam Sappaile (2007:4)
menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh
mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan
fungsi ukurnya. Sedangkan menurut Nur dalam Sappaile (2007:10-11)
menyatakan bahwa realibilitas ukuran menyangkut tentang seberapa jauh skor
deviasi individu, atau skor –z, relative konsisten apabila dilakukan pengulangan
pengadministrasian dengan tes yang sama atau dengantes yang ekivalen.
2. Jenis-jenis tes.
Mardapi (2012: 108) menyatakan bahwa bentuk tes yang digunakan di
satuan pendidikan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tes objektif dan tes
nonobjektif. Tes nonobjektif juga sering disebut dengan tes bentuk esai atau
uraian. Objektif di dini dilihat dari cara penskorannya, siapa saja yang memeriksa
lembar jawaban akan menghasilkan skor yang sama. Tes yang nonobjektif adalah
penilaian yang cara penskorannya dipengaruhi oleh pemberi skor. Dengan kata
lain, apat dikatakan bahwa tes yang objektif adalah yang sistem penskorannya
objektif, sedangkan tes nonobjektif sistem penskorannya dipengaruhi subjektivitas
pemberi skor.
Bentuk tes objekif yang sering digunakan adalah bentuk pilihan ganda,
benar salah, menjodohkan, dan uraian objektif. Tes uraian dapat dibedakan uraian
objektif dan uraian nonobjekif. Tes uraian yang objektif sering digunakan pada
bidang sains dan teknologi atau bidang sosial yang jawabannya sudah pasti, dan
hanya satu jawaban yang benar. Tes uraian nonobjektif sering digunakan pada
ilmu-ilmu sosial, yaitu yang jawabannya luas dan tidak hanya satu jawaban yang
benar, tergantung argumentasi peserta tes. Dengan demikian bentuk tes uraian non
objektif dimasukkan ke dalam tes non objektif. Selain uraian non objektif, yang
termasuk ke dalam tes non objektif adalah tes lisan dan tes tindakan (performance
test)
Arifin (2014:119-124) membagi jenis-jenis tes menjadi beberapa bagian.
Berdasarkan cara penyusunannya, tes dibagia menjadi dua, yaitu tes buatan guru
dan tes baku. Berdasarkan jumlah peserta didik, tes dibedakan menjadi tes
perseorangan dan tes kelompok. Berdasarkan bentuk jawabannya, tes dibedakan
menjadi tes tulisan, tes lisan, dan tes perbuatan. Tes lisan tersebut dapat berupa tes
objektif dan tes non objektif. Berdasarkan aspek pengetahuan dan keterampilan,
tes dibedakan menjadi tes kemampuan dan tes kecepatan. Adapun tes berdasarkan
12. 9
tujuannya dibedakan menjadi tes formatif, tes sumatif, tes doagnostik, dan tes
penempatan.
Bentuk uraian objektif biasnya digunakan dalam bidang matematika, sains
dan teknologi., sedangkan uraian non objektif kebanyakan dipakai dalam bidang-
bidang ilmu social. Arifin (2012:138) menjelaskan bahwa bentuk uraian objektif
memiliki sehimpunan jawaban dengan rumusan yang relative lebih pasti sehingg
dapat dilakukan penskoran secara objektif sedangkan Arifin (2012:139)
menjelaskan bahwa bentuk uraian non objektif memiliki rumusan yang menuntuk
peserta didik untuk mengingat dan mengorganisasikan (menguraikan dan
memadukan) gagasan-gagasan pribadi atau hal-hal yang telah dipelajarinya
dengan cara menyatakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk
uraian tertulis sehingga dalam penskorannya sangat memungkinkan adanya unsur
subjektifitas.
Tes objektif biasanya berupa tes pilihan ganda, tes benar-salah, tes
menjodohkan, tes uraian singkat. Arifin (2012:154) menjelaskan bahwa tes benar
salah (B-S) adalah pernyataan yang mengandung dua kemungkinan jawaban,
yaitu benar atau salah. Biasanya jawaban dari soal tersebut sebagian bernilai benar
dan yang lainnya bernilai salah. Menurut Sudjana (1989:48) soal pilihan ganda
adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar dan paling benar.
Dilihat dari strukturnya soal pilihan ganda tersusun atas stem (pertanyaan) dan
option (jawaban). Option yang merupakan jawaban benar disebut dengan kunci
jawaban dan yang bukan jawaban benar disebut sebagai pengecoh atau distractor.
Menurut Arifin (2012:160) soal tes bentuk menjodohkan sebenarnya masih
merupakan bentuk pilihan ganda, hanya saja pada bentuk soal menjodohkan
terdiri ats kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya dikumpulkan
pada kolom yang berbeda, yaitu kolom sebelah kiri menunjukkan kumpulan
persoalan, dan kolom sebelah kanan menunjukkan kumpulan jawaban. Jumlah
pilihan jawaban dibuat lebih banyak dari jumlah persoalan.
Menurut Sudjana (1989:44) bentuk soal jawaban singkat merupakan bentuk
soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau
simbol dan jawabannya hanya dapat dinilai benar atau salah. Bentuk jawaban
singkat ditandai dengan adanya tempat kosong untuk menuliskan jawaban sesuai
dengan petunjuk pengerjaan.
Menurut Arifin (2012:165) tes lisan adalah tes yang menuntut jawaban dari
peserta didik dalam bentuk lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban
dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan yang diajukan olegh
pendidik. Dalam tes lisan sebaiknya setiap siswa diberi kesempatan yang sama
13. 10
untuk menjawab pertanyaan. Selain itu pertnayaan yang diajukan setelah dijawab
oleh seseorang kemudian ditanyakan lagi kepada siswa lain. Tujuannya supaya
suasana kelas menjadi aktif dalam belajar.
Stingins dalam Arifin (2012:375) menggemukakan bahwa tes tindakan
adalah suatu bentuk tes dimana peserta didik diminta untuk melakukan kegiatan
khusus di bawah pengawasan penguji yang akan mengobservasi penampilannya
danakan membuat keputusan tentang kualitas hasil belajar yang didemonstrasikan.
3. Teknik Penyusunan Tes
Menurut Mardapi (2012: 110) ada delapan langkah yang harus ditempuh
dalam menyusun tes hasil prestasi belajar yang baku seperti berikut ini.
1) Menyusun spesifikasi tes
2) Menulis tes
3) Metelaah tes
4) Melakukan uji coba tes
5) Menganalisis butir tes.
6) Memperbaiki tes.
7) Merakit tes.
8) Melaksanakan tes.
9) Menafsirkan hasil tes.
1) Menyusun spesifikasi tes.
Kusaeri dan Suprananto (2012:63) menyatakan spesifikasi (test blue-
print atau table of specification) merupakan deskripsi mengenai
kompetensi atau ruang lingkup dan isi materi yang diujikan. Sehingga
sebaiknya suatu spesifikasi tes mewakili isi kurikulum yang diujikan,
komponennya rinci, jelas, dan mudah dipahami. Tujuan penulisan
spesifikasi tes untuk menentukan kompetensi atau ruang lingkup materi
yang ingin dites. Dengan kata lain spesifikasi tes berfungsi untuk menjadi
pedoman dalam pembuatan tesdan sebagai penggambaran indikator.
Menurut Purwanto (1984:31) table spesifikasi (semacam blueprint)
diperlukan sebagai dasar atau pedoman dalam membuat soal-soal dalam
penyusunan tes. Di dalam table spesifikasi terdapat kolom-kolom dan lajur
yang memuat pokok bahasan (unit-unit bahan pelajaran yang telah
diajarkan) dan aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan (hasil belajar)
yang diharapkan dicapai dari tiap pokok bahasan. Dengan menggunakan
table tersebut, guru atau pengajar dapat mnentukan jumlah dan jenis soal
yang diperlukan, sesuai dengan tujuan intruksional dari tiap pokok
14. 11
bahasan. Menurut Mardapi (2012:110-111) prosedur penyusunan
spesifikasi tes adalah sebagai berikut:
a. Menentukan tujuan tes.
b. Menyusunan kisi-kisi tes.
c. Menentukan bentuk tes.
d. Menentukan panjang.
Tujuan tes yang penting adalah untuk:
1) Menegetahui tingkat kemampuan peserta didik.
2) Mengukur pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.
3) Mendiagnosis kesulitan peserta didik.
4) Mengetahui hasil pembelajaran.
5) Mengetahui pencapaian kurikulum.
6) Mendorong peserta didik belajar.
7) Mendorong peserta didik melaksanakan pembelajaran yang lebih baik.
Kisi-kisi merupakan tabel matrik yang berisi spesifikasi soal-soal
yang akan dibuat. Kisi-kisi ini merupakan acuan bagi penulis soal,
sehingga siapapun yang menulis soal akan menghasilkan soal yang isi dan
tingkat kesulitannya relatif sama. Matrik kisi-kisi soal terdiri dari dua
jalur, yaitu kolom dan baris. Kolom menyatakan standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator, bentuk tes, dan banyak soal. Standar
kompetensi dan kompetensi dasar diambil dari kurikulum, sedangkan
indikator dikembangkn oleh guru.
Menurut Suryabrata (1987:10-11) dalam memilih tipe atau bentuk
soal, hendaknya diperhatika hubungan antara tipe soal dengan tujuan tes,
hubungan antara tipe soal dan teknik scoring, hubungan antara tipe soal
dengan administrasi tes, serta hubungan antara tipe soal dengan
pencetakan soal. Penentuan bentuk tes yang akan dilakukan disesuaikan
dengan tujuan yang ingin dinilai atau diketahui oleh guru tentang peserta
didik. Selain itu penentuan bentuk tes juga harus disesuaikan dengan
banyak peserta tes dan waktu pelaksanaan tes.
Pemilihan bentuk soal berdasarkan aspek yang ingin dinilai oleh
guru dapat berupa bentuk soal benar-salah (B-S), pilihan ganda atau
lainnya.. Apabila guru ingin mengukur pengetahuan siswa tentang fakta,
defenisi, dan prinsip sebaiknya menggunakan tes berbentuk benar salah
(B-S). menurut Arifin (2012:156) Soal tes bentuk pilihan-ganda dapat
digunakan untuk mengukur hasil belajar yang lebih kompleks dan
berkenaan dengan aspek ingatan, pengertian, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi. Tes menjodohkan digunakan untuk mengetahui kemampuan
siswa untuk menghubungkan dua hal sesuai dengan petunjuk soal.
Sedangkan tes uraian digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
15. 12
menyampaikan pengetahuannya dengan bahasa sendiri tentang pelajaran
atau permasalahan yang diajukan dalam tes. Berbeda dengan tes-tes
lainnya, tes lisan sebaiknya dilakukan oleh guru di setiap awal
pembelajaran atau akhir pembelajaran untuk mengetahui pemahaman
siswa tentang pelajaran yang dipelajari pada pertemuan sebelumnya dan
pertemuan yang berlangsung pada hari tersebut. Tes perbuatan digunakan
pada saat siswa ingin melihat kemampuan psikomotorik siswa. Arifin
(2014:152) menjelaskna bahwa keterampilan dapat diukur dengan
menggunakan tes perbuatan.
Dalam bidang pendidikan, tes ada empat macam ditinjau dari
tujuannya yaitu, tes penempatan, tes diagnostik, tes formatif, dan tes
sumatif. Mardapi (2012:15) menyatakan bahwa tes penempatan berguna
untuk mngetahui tingkat kemampuan yang telah dimiliki oleh peserta
didik. Dari hasil tes tersebut kemudian guru akan mentelaah tentang
penempatan siswa, apakah butuh matrikulasi, tambahan pelajaran atau
tidak, dan sebagainya. tes diagnostik dilakukan oleh guru apabila guru
ingin menegetahui kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, termasuk
kesalahan pemahaman konsep untuk mata pelajaran tertentu. Tes formatif
biasanya dilakukan oleh seorang guru untuk mengetahui tingkat
keberhasilan pembelajaran secara periodi misalnya setiap selesai
pembahasan satu bab materi pelajaran atau dua bab materi pelajaran.
Sedangkan tes sumatif biasanya dilakukan di setiap akhir semester untuk
mengetahui keberhasilan pembelajaran selama satu semester yang telah
berlangsung.
Panjang tes mencakup lama pengerjaan soal dan butir soal yang
diujikan. Lama pengerjaan butir soal disesuaikan dengan banyaknya butir
soal yang diujikan dan tingkat kesulitannya. Soal yang memiliki butir soal
yang banyak dengan tingkat kesulitan tinggi yang lebih banyak biasanya
membutuhkan waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan tes yang
memiliki butir yang banyak tetapi tingkat kesulitan tinggi yang lebih
sedikit. Akan tetapi guru dalam membuat suatu tes harus memperhatikan
waktu yang disediakan untuk melalkukan proses tes supaya waktu
pengerjaan tes dan jumlah soal yang diujikan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai.
2) Menulis tes
Menurut Arifin (2012:99), Penulisan soal adalah penjabaran
indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai
dengan pedoman kisi-kisi dalam melakukan penulisan soal ada beberapa
yang harus diperhatikan. Tujuannya agar siswa yang mengerjakan tes
16. 13
dapat melakukannya dengan baik dan dapat diperoleh hasil evaluasi yang
baik pula.
Menurut Suryabrata (1987:54), pedoman umum penulisan tes
objektif adalah sebagai berikut:
a. Nyatakan soal sejelas mungkin.
b. Pilihlah kata-kata yang meiliki arti tepat.
c. Hinadarkan penggunaan kata-kata yang kompleks atau janggal.
d. Masukkan semua keterangan yang diperlukan sebagai dasar
untuk melakukan pemilihan jawaban.
e. Hindarkan memasukkan kata-kata yang tidak berfungsi.
f. Rumuskanlah soal setepat mungkin.
g. Sesuaikan taraf kesukaran soal dengan kelompok dan tujuan
yang dimaksudkan.
h. Hindarkan isyarat ke jawaban yang benar yang tidak perlu.
Adapun eberapa pedoman khusus penulisan bentuk soal tes adalah
sebagai berikut.
Sudjana (1989:46) menjelaskan bahwa pedoman menulis tes benar
salah adalah sebagai berikut:
a) Tes mengukur ide atau konsep yang penting.
b) Tes mengukur paling tidak tentang pemahaman.
c) Jawaban benar tidak mudah ditebak.
d) Kalimat yang digunakan jelas.
e) Tidak menggunakan proposisi dari buku.
f) Panjang kalimat untuk jawaban benar atau salah usahakan sama.
Ebel (1977) dalam Mardapi (2012:119) menyatakan bahwa pedoman
utama dalam pembuatan butir soal bentuk pilihan ganda adalah sebagai
berikut:
a) Pokok soal harus jelas
b) Pilihan jawaban homogen dalam arti isi.
c) Panjang kalimat pilihan jawaban relatif sama.
d) Tidak ada petunjuk jawaban benar.
e) Hindari penggunaan pilihan jawaban: semua benar atau semua salah.
f) Pililah jawaban angka yang diurutkan.
g) Semua pilihan jawaban logis.
h) Jangan menggunakan negatif ganda.
17. 14
i) Kalimat yang digunkakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta
tes.
j) Bahasa indonesia yang digunakan baku.
k) Letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak.
Arifin (2014:146) menyatakan beberapa petunjuk praktis dalam menyusun
soal bentuk jawaban singkat dan melengkapi, antara lain:
a) Hendaknya tidak menggunakan soal yang terbuka, sehingga ada
kemungkinan peserta didik menjawab secara terurai.
b) Untuk soal tes bentuk melengkapi hendaknya tidak mengambil
pernytaan langsung dari buku.
c) Titik-titik kosong sebagai tempat jawaban hendaknya diletakkan pada
akhir atau dekat akhir kalimat daripada di wal kalimat.
d) Jangan menyediakan titik-titik kosong terlalu banyak.
e) Pernyataan hendaknya hanya mengandung satu alternative jawaban.
f) Jika perlu dapat digunakan gambar-gambar sehingga dapat
dipersingkat dan jelas.
Menurut Mardapi (2012:119) pedoman untuk membuat tes bentuk
menjodohkan adalah sebagai berikut:
a) Pernyataan atau premis harus homogen
b) Pernyataan dan respons singkat.
c) Jumlah respons lebih banyak dari pernyataan.
d) Pernyataan respons diurutkan menurut alfabet.
e) Jawaban dapat digunakan lebih dari satu kali.
Secara rinci beberapa kaidah penulisan beberapa kaidah yang perlu
diperhatikan dalam penulisan soal bentuk uraian dapat dilihat dari aspek
materi, konstruksi, dan bahasa. Pada aspek materi: (a) soal aharus sesuai
dengan indicator. Artinya, soal harus menyatakan perilaku dan materi yang
hendak diukur sesuai dengan tuntutan indikator, (b) batasan pertanyaan
dan jawaban yang diharapkan (ruang lingkup harus jelas), (c) isi materi
harus sesuai dengan petunjuk pengukuran, dan (d) isi materi yang
ditanyakan harus sesuai dengan jenjang, jenis sekolah atau tingkat kelas.
Pada aspek konstruksi: (a) rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus
menggunakan kata Tanya dan perintah yang menuntut jawaban terurai
seperti: mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, hubungkan, tafsirkan,
buktikan, hitunglah. Jangan menggunakan kata tanya yang tidak menuntuk
jawaban uraian, misalnya: siapa, dimana, dan kapan. Demikian juga
jangan membuat kata tanya yang hanya menuntut jawaban ya atau tidak,
(b) buatlah petunjuk yang jelas tentang cara menegrjakan soal, (c) buatlah
18. 15
pedoman penyekoran segera setelah soalnya ditulis dengan cara
menguraikan komponen yang akan dinilai atau kriteria penyekorannya,
besarnya skor tiap komponen, atau rentang skor yang dapat diperoleh
untuk setiap kriteria dalam soal yang bersangkutan, dan (d) hal-hal lain
yang menyertai soal seperti table, gambar, grafik, peta, atau sejenisnya
harus disajikan dengan jelas dan terbaca sehingga tidak menimbulkan
tafsiran yang berbeda dan juga harus bermakna. Pada aspek bahasa: (a)
rumusan butir soal menggunakan bahasa (kalimat dan kata-kata) yang
sederhana atau komunikatif sehingga mudah dipahami oleh siswa, (b)
rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung
perasaan peserta didik atau kelompok tertentu, (c) rumusan soal tidak
menggunakan kata-kata atau kalimat yang mengandung makna ganda.
3) Metelaah tes.
Suryabrata (1987:79) menyatakan bahwa penelaahan tes adalah
evaluasi terhadap soal-soal yang ditulis berdasarkan pendapat professional
(professional Judgment). Evaluasi itu dilihat dari tiga ranah, yaitu (a) dari
segi bidang studi yang diuji, (b) dari segi format dan pertimbangan teknis
penulisan soal, dan (c) dari segi penerjemahan gagasan ke dalam bahasa
(pembahasan gagasan). Sebelum melakukan uji coba tes, sebaiknya tes
yang telah dibuat ditelaah terlebih dahulu. Penelaahan tes ini dilakukan
sesuai dengan pedoman pembuatan bentuk soal yang digunakan. Seperti
menurut Ebel dalam Mardapi (2012:125) pedoman dalam melakukan butir
soal pilihan ganda adalah sebagai berikut:
Telaah terhadap butir tes dilakukan dengan menggunkan tabel 4.5.
Apabila ada butir tes yang tidak memenuhi kriteria butir tes yang baik
diberi tanda silang (X) pada sel yang sesuai. Selanjutnya, ditentukan
jumlah item yang memenuhi kriteria dan yang tidak memenuhi kriteria.
Selanjutnya deskripsikan kriteria mana yang banyak tidak dipenuhi. Hasil
telah ini ditindak lanjuti dengan memperbaiki butir soal.
Tabel 2.9. matrik telaah butir tes.
No.
butir
Kriteria butir tes
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1.
2.
3.
4.
5.
6.
8.
19. 16
Kriteria butir tes adalah sebagai berikut.
1) Pokok soal harus jelas
2) Pilihan jawaban homogen dalam arti isi.
3) Panjang kalimat pilihan jawaban relatif sama.
4) Tidak ada petunjuk jawaban benar.
5) Hindari penggunaan pilihan jawaban: semua benar atau semua salah.
6) Pililah jawaban angka yang diurutkan.
7) Semua pilihan jawaban logis.
8) Jangan menggunakan negatif ganda.
9) Kalimat yang digunkakan sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta tes.
10) Bahasa indonesia yang digunakan baku.
11) Letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak.
4) Melakukan uji coba tes.
Setelah tes ditelaah, langkah selanjutnya adalah melakukan uji coba
terhadap tes yang telah dibuat. Tujuannya agar diperoleh informasi tentang
letak kesalahan soal yang mungkin terjadi pada saat tes telah benar-benar
dilakukan.
Uji coba ini dapat digunakan sebagai sarana memperoleh data
empiris tentang tingkat kebaikan soal yang telah disusun. Melalui uji coba
diperoleh data tentang: realibilitas, validitas, tingkat kesukaran, pola
jawaban, efektifitas pengecoh, daya beda, dan lain-lain. Jika memang soal
yang disusun belum memenuhi kualitas yang diharapkan, berdasarkan
hasil uji coba tersebut maka kemudian dilakukan pembenahan atau
perbaikan (Mardapi, 2012:127).
Arifin (2012:100) menyatakan bahwa dalam melaksanakan uji-coba
soal, ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan, antar lain :
a) Ruangan tempatnya tes hendaknya diusahakan seterang mungkin, jika
perlu dibuat papan pengumuman diluar agar orang lain tahu bahwa ada
tes yang sedang berlangsung,
b) Perlu disusun tata tertib pelaksanaan tes, baik yang berkenaan dengan
peserta didik itu sendiri, guru, pengawas, maupun teknis pelaksanaan
tes,
c) Para pengawas tes harus mengontrol pelaksanaan tes dengan ketat,
tetapi tidak mengganggu suasana tes. Peserta didik yang melanggar
tata tertib tes dapat dikeluarkan dari ruang tes,
20. 17
d) Waktu yang digunakan harus sesuai dengan banyaknya soal yang
diberikan, sehingga peserta didik dapat bekerja dengan baik,
e) Peserta didik harus benar-benar patuh mengerjakan semua petunjuk
dan perintah dari penguji. Sikap ini harus tetap dipelihara meskipun
diberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan
pertanyaan bila ada soal yang tidak dimengerti atau kurang jelas.
Tanggung jawab penguji dalam hal ini adalah memberikan petunjuk
dengan sikap yang bersifat lugas, jujur, adil dan jelas. Namun
demikian, antara penguji dan peserta didik hendaknya dapat
menciptakan suasana yang kondusif, dan
f) Hasil uji coba hendaknya diolah, dianalisis, dan diadministrasikan
dengan baik, sehingga dapat diketahui soal-soal mana yang lemah
untuk selanjutnya dapat diperbaiki kembali.
5) Menganalisis butir tes.
Setelah melakukan ujicoba tes, maka soal yang telah diuji coba harus
dianalisis. Menurut Aiken dalam Kusaeri dan Suprananto (2012:163)
tujuan analisis butir tes adalah mengkaji dan mentelaah setiap butir soal
agar diperoleh soal yang bermutu sebelum digunakan, meningkatkan
kualitas butir tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif,
serta mengetahui informasi diagnostik pada siswa apakah mereka telah
memahami materi yang telah diajarkan.
Menurut Anastasi dan Urbina dalam Kusaeri dan Suprananto
(2012:163), analisis butir soal dapat dilakukan secara kulitatif (berkaitan
dengan isi dan bentuknya) dan kuantitatif (berkaitan dengan ciri-ciri
statistiknya). Analisis kualitatif mencakup pertimbangan validitas isi dan
konstruk, sedangkan analisi kuantitatif mencakup pengukuran validitas,
realibitas butir soal, kesulitan butir soal, serta diskriminasi soal. Kedua
teknik ini masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Oleh
karena itu, teknik terbaik adalah menggunakan atau memadukan
keduanya.
Sedangkan menurut Mardapi (2012: 128), analisis butir dilakukan setelah
tes digunakan, yaitu yang mencakup informasi berikut ini.
a) Tingkat kesulitan, yaitu proporsi yang menjawab benar. Besarnya
indeks ini adalah 0,0 sampai 1,0. Bila menggunakan acuan norma
tingkat kesulitan soal yang diterima adalah 0,30 sampai 0,80. Bila
menggunakan acuan kriteria besarnya indeks ini menyatakan tingkat
keberhasilan belajar.
b) Daya pembeda, digunakan terutama pada acuan norma, yaitu untuk
membedakan antara yang mampu dan yang tidak mampu. Besarnya
21. 18
mulai dari -1,0 sampai +1,0, dihitung dengan menggunakan formula
koefisien korelasi point biseral. Makna harga positif adalah yang
menguasai bahan ajar menjawab benar dan yang tidak menguasai
menjawab salah, sedemikian sebaliknya bila indeks ini harganya
negatif.
c) Indeks keandalan. Besarnya indeks keandalan yang diterima adalah
minimal 0,70. Besarnya indeks ini menyatakan besarnya kesalahan
pengukuran. Semakin besar indeks ini akan semakin kecil kesalahan
pengukuran, demikian sebaliknya.
6) Memperbaiki tes.
Setelah diuji coba dan dianalisis, kemudian direvisi sesuai dengan
proporsi tingkat kesulitan soal dan daya pembeda. Dengan demikian ada
soal yang masih dapat diperbaiki dari segi bahasa, ada juga soal yang
harus direvisi total, baik yang menyangkut pokok soal (stem), maupun
alternative jawaban (option), bahkan ada soal yang harus dibuang atau
disisihkan (Arifin, 2014:102).
Soal yang dianggap bagus, baik dari segi analisis kuantitatif dan
kualitatif baik akan dipertahankan sedangkan soal yang dianggap tidak
bagus akan dibuang.
7) Merakit tes.
Setelah semua butir soal dianalisis dan diperbaiki, langkah
berikutnya adalah merakit butir-butir soal tersebut menjadi satu kesatuan
tes. Keseluruh butir soal tersebut disusun seca berhati-hati menjadi
kesatuan soal tes yang terpadu. Dalam merakit tes, hal-hal yang dapat
mempengaruhi validitas soal seperti nomor urut soal, pengelompokan
bentuk soal, lay out, dan sebagainya harus diperhatikan. Hal ini sangat
penting karena walaupun butir-butir yang disusun telah baik tetapi jika
penyusunannya sembarang dapat menyebabkan soal yang dibuat tersebut
menjadi tidak baik (Mardapi, 2012:129).
8) Melaksanakan tes.
Pelaksanaan evaluasi artinya bagaimana cara melaksankan suatu
evaluasi sesuai dengan perencanaan evaluasi. Dalam perencanaan evaluasi,
tujuan evaluasi, model dan jenis evaluasi, objek evaluasi, instrument
evaluasi, sumber data, semuanya sudah dipersiapkan pada tahap
perencanaan evaluasi. Pelaksanaan evaluasi sangat bergantung pada jenis
evaluasi yang digunakan. Jenis evaluasi yang digunakan akan
memengaruhi seorang evaluator dalam menentukan prosedur, metode,
22. 19
instrument, waktu pelaksanaan, sumber data, dan sebagainya (Arifin,
2014:102).
Dalam mengerjakan tes, sebaiknya guru atau pengawas dapat
bertingkah sesuai seharusnya, yaitu tidak mengganggu peserta didik dalam
mengerjakan soal yang diujikan. Pengawas harus membuat dirinya seolah-
olah tidak ada di dalam ruangan temapt melakukan tes. Dengan demikian,
siswa tidak merasa tertekan karena pengawas dan dapat mengerjakan
dengan baik.
9) Menafsirkan hasil tes.
Hasil tes yang diperoleh berupa nilai siswa yang dites. Menurut
Mardapi (2012: 130) nilai merupakan informasi mengenai keberhasilan
pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Tingkat keberhasilan
pendidik biasanya dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti metode
mengajar yang diterapkan oleh guru, pemakaian sumber bahan ajar,
keterampilan penggunaan media pembelajaran dan sebagainya. Hasil tes
ini juga bukan hanya menggambarkan keberhasilan guru dalam melakukan
proses belajar, tetapi hasil tes juga merupakan informasi mengenai
keberhasilan siswa dalam memahami materi yang telah diajarkan.
Hasil tes yang dihasilkan merupakan data kuantitatif yang berupa
skor. Melalui skor ini guru dapat menggolongkan nilai siswa kedalam
kategori nilai rendah, menengah dan tinggi. Selain itu skor yang berupa
data kuantitatif ini dapat dikonversi kedalam bentuk huruf, seperti nilai A,
B, C, D, dan E.
C. Pengembangan Alat Evaluasi Jenis Non Tes
1. Pengertian Non Tes
Hamzah (2014:362) menyatakan bahwa instumen non tes adalah instrumen
untuk melakukan penilaian dalam memperoleh gambaran mengenai karakteristik,
sikap, atau kepribadian peserta didik, minat, sikap, kemauan, tanggapan atau
pandangan siswa terhadap pembelajaran. Instrument non tes digunakan untuk
mengetahui aspek afektif anak. Arifin (2014:152) menyatakan bahwa instrument
non tes dapat digunakan jika kita ingin mengetahui kualitas proses dan produk
dari suatu pekerjaan serta hal-hal yang berkenaan dengan domain afektif, seperti
minat, sikap, bakat, dan motovasi.
Berbeda dengan kemampuan kognitif yang menekankan pada kemampuan
berfikir dan kemampuan psikomotorik yang lebih menekankan kemampuan otot,
kemampuan afektif lebih menekankan kepada tindakan atau sikap yang dimiliki
23. 20
oleh anak. Menurut Popham (1995) dalam Mardapi (2012:142), ranah afektif
menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat
pada pelajaran tertentu sulituntuk mencapai keberhasilan studi secara optimal.
Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai
hasil pembelajaran yang optimal. Selain itu menurut Krathwohl (1961) dalam
Mardapi (2012:144), bila ditelusuri hamper semua tujuan kognitif mempunyai
komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada
komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Peringkat ranah
afektif menurut taksonomi Krathwol, dkk dalam Bloom, dkk (1981:304) ada
lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan
characterization. Pada level receiving atau attending, peserta didik memiliki
keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas,
kegiatan, music, buku, dan sebagainya. Tugas guru adalah mengarahkan perhatian
peserta didik pada fenomena yang menjadi obyek pembelajaran afektif.
Responding merupakan partisipasi aktif siswa, yaitu sebagai bagian dari
perilakunya. Pada level ini peserta didik tidak hanya memperhatikan fonomena
khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada dareah ini menekankan
pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam
memberi respons. Level yang tinggi ada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal
yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus.
Misalnya kesenangan dalam membaca buku.
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap dan menunjukan
derajad internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima
suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada
tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari
seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada leve ini berhubungan dengan
perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan
pembelajaran penilaian ini diklasifikasi sebagai sikap dan apresiasi.
Pada level organisasi, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan dan konflik
antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang
konsisten. Hasil pembelajaran pada level ini berupa konseptualisasi nilai atau
organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.
Peringkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada level ini
peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada
suatu waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada level
ini berkaitan dengan personal, emosi, dan sosial.
Mardapi (2012:145) menyatakan bahwa ada empat tipe karakteristik afektif
yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, dan nilai. Sikap menurut Fishbein
dan Ajzen (1975) dalam Mardapi (2012:146) adalah suatu predisposisi yang
dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu obyek, situasi,
24. 21
konsep, atau orang. Menurut Getzel (1966) dalam Mardapi (2012:146), minat
adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong
seseorang untuk memperoleh obyek khusus, aktivitas, pemahaman, dan
keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Nilai menurut Rokeach
(1968) dalam Mardapi (2012:147) merupakan suatu keyakinan yang dalam
tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan mengacu pada
suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar obyek spesifik atau situasi, sedang
suatu nilai mengacu pada keyakinan sederhana. Sedangkan menurut Tyler
(1973:7) dalam Mardapi (2012:147) yaitu nilai adalah suatu obyek, aktivitas, atau
ide yang dinyatakan oleh individu yang mengendalikan pendidikan dalam
mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Menurut Smith dalam Mardapi
(2012:148), konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya.
Adapun Mardapi (2012:147) menyatakan bahwa beberapa ranah afektif
yang tergolong penting adalah sebagai berikut.
a. Kejujuran: peserta didik harus belajar untuk menghargai kejujuran dalam
berinteraksi dengan orang lain.
b. Integritas: peserta didik harus mengikat pada kode nilai, misalnya moral,
dan artitistik.
c. Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang memperoleh
perlakuan hukum yang sama.
d. Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara demokrasi harus
memberi kebebasan secara maksimum kepada semua orang.
e. Komitmen: peserta didik harus menepati janji dan memegang teguh apa
yang dikatakan.
2. Jenis-Jenis Instrument Non Tes
Arifin (2014:152) menyatakan bahwa instrument non tes dapat berupa
observasi, wawancara, skala sikap dan sebagainya. Sedangkan Bloom (1981:311)
menyatakan bahwa instrument non tes dapat berupa observasi, teknik unobtrusive,
wawancara, open-ended question, dan kuesioner. Bentuk-bentuk instrument non
tes adalah sebagai berikut:
1. Observasi (observation)
Arifin (2012:182) menyatakan bahwa observasi merupakan suatu proses
yang alami, dimana kita semua sering melakukannya, baik secara sadar maupun
tidak sadar di dalam kehidupan sehari-hari.
25. 22
Observasi merupakan salah satu alat evaluasi jenis nontes yang dilakukan
dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan
rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya
maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu. Sudjana (1989:84)
Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk
mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang
dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.
Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar
misalnya tingkah laku siswa pada saat belajar, tingkah laku guru pada saat
mengajar, kegiatan diskusi siswa, partisipasi siswa dalam simulasi, dan
penggunaan alat peraga pada waktu mengajar.
Arifin (2012:183-184) menyatakan bahwa observasi dibagi menjadi
beberapa jenis.
Dilihat dari kerangka kerjanya, observasi dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu:
1. Observasi berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai observer telah
ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan kerangka kerja yang berisi faktor-
faktor yang telah diatur kategorisasinya. Isi dan luas materi observasi telah
ditetapkan dan dibatasi dengan jelas dan tegas.
2. Observasi tak berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai observer tidak
dibatasi oleh suatu kerangka kerja yang pasti. Kegiatan observer hanya
dibatasi oleh tujuan observasi itu sendiri.
Sedangkan bila dilihat dari teknis pelaksanaannya, observasi dapat ditempuh
melalui tiga cara, yaitu :
1. Observasi langsung, yaitu observasi yang dilakukan secara langsung
terhadap objek yang diselidiki.
2. Observasi tak langsung, yaitu observasi yang dilakukan melalui perantara,
baik teknik maupun alat tertentu.
3. Observasi partisipasi, yaitu observasi yang dilakukan dengan cara ikut
ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi objek yang diteliti.
Sedangkan, Sutrisno Hadi (1981) dalam Arifin (2012: 184) mengemukakan
ada tiga jenis observasi yang masing-masing hanya cocok untuk keadaan-keadaan
tertentu, yaitu “observasi partisipan – observasi nonpartisipan, observasi
sistematik – observasi nonsistematik, dan observasi eksperimental – observasi
noneksperimental”.
26. 23
2. Wawancara
Arifin (2014:157) menyatakan bahwa wawancara merupakan salah satu
bentuk alat evaluasi jenis non-tes yang dilakukan melalui percakapan dan Tanya
jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan peserta didik. Sudjana
(1989:68) menyatakan bahwa sebagai alat evaluasi, wawancara dapat digunakan
untuk menilai hasil proses belajar.
Menurut Arifin (2014:157-158) wawancara dibagi menjadi dua, yaitu
wawancara langsung dan wawancara tidak langsung. Wawancara langsung adalah
wawancara yang dilakukan secara langsung antara pewawancara (interviewer)
atau guru dan orang yang diwawancarai (Interviewee) atau peserta didik tanpa
perantara, sedangkan wawancara tidak langsung artinya pewawancara atau guru
menanyakan sesuatu kepada peserta didik melalui perantara orang lain atau media.
Sedangkan Sudjana (1989:68) menyatakan bahwa ada dua jenis wawancara,
yaitu wawancara berstruktur dan wawancara bebas (tak berstruktur). Dalam
wawancara berstruktur kemungkinan jawaban telah disiapkan sehingga siswa
tinggal mengkategorikan kepada alternative jawaban yang telah dibuat.
Sedangkan pada wawancara bebas, jawaban tidak perlu disiapkan sehingga siswa
bebas mengemukakan pendapatnya.
Arifin (2012:187) menyatakan bahwa tujuan wawancara adalah untuk
memeperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi
dan kondisi tertentu, untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah, dan untuk
memperoleh data agar dapat memengaruhi situasi atau orang tertentu.
3. Skala sikap
Menurut Fishbein dan Ajzen (1987) dalam Mardapi (2012:146) sikap adalah
predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negative terhadap
suatu objek, situasi, konsep atau orang.
Kusaeri dan Suprananto (2012:187) sikap merupakan suatu konsep
psikologi yang kompleks. Sikap merupakan suatu bentuk kesiapan untuk beraksi
terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu dan juga sebagai bentuk evaluasi
atau reaksi seseorang. Sedangkan menurut Birrent, et all. dalam Kusaeri dan
Suprananto (2012:188) sikap adalah kumpulan hasil evaluasi seseorang terhadap
objek, orang atau masalah tertentu
Menurut Arifin (2014:159), sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah
laku untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu
27. 24
terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun berupa objek-objek
tertentu.
Arifin (2012:189) menyatakan bahwa model-model skala sikap yang biasa
digunakan untuk menilai sikap peserta didik terhadap suatu objek, antara lain:
1. Menggunakan bilangan untuk menunjukkan tingkat-tingkat dari objek sikap
yang dinilai, seperti 1, 2, 3, 4 dan seterusnya.
2. Menggunakan frekuensi terjadinya atau timbulnya sikap itu, seperti : selalu,
seringkali, kadang-kadang, pernah dan tidak pernah.
3. Menggunakan istilah-istilah yang bersifat kualitatif, seperti : bagus sekali,
baik, sedang, dan kurang. Ada juga istilah-istilah lain, seperti : sangat setuju,
setuju, ragu-ragu (tidak punya pendapat), tidak setuju, dan sangat tidak
setuju.190 | E valuasi Pembelajaran Modul 5
4. Menggunakan istilah-istilah yang menunjukkan status/kedudukan, seperti :
sangat rendah, di bawah rata-rata, di atas rata-rata, dan sangat tinggi.
5. Menggunakan kode bilangan atau huruf, seperti : selalu (diberi kode 5),
kadang-kadang (4), jarang (3), jarang sekali (2), dan tidak pernah (1).
4. Daftar Cek (check list).
Daftar cek adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan
diamati. Daftar cek dapat memungkinkan Anda mencatat tiap-tiap kejadian yang
betapapun kecilnya, tetapi dianggap penting. Daftar cek banyak manfaatnya,
antara lain
1. dapat membantu guru untuk mengingat-ingat apa yang harus diamati dan,
2. dapat memberikan informasi kepada stakeholder.
5. Skala Penilaian
Dalam skala penilaian, dicatat fenomena-fenomena yang akan diobservasi
itu itu disusun dalam tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan. Fenomena-
fenomena yang dicatat ada atau tidak ada. Mardapi (2012:154) menyatakan bahwa
Instrumen nilai dan keyakinan bertujuan untuk mengungkap niai dan keyakinan
individu, informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan
yang negatif. Hal-hal yang positif diperkuat sedang yang negatif diperlemah dan
akhirnya dihilangkan.
6. Angket (kuesioner)
Menurut Kusaeri dan Suprananto (2012:187) menyatakan bahwa angket
merupakan salah satu instrument yang paling sering digunakan dalam kegiatan
28. 25
pengukuran dan penelitian pendidikan. Adapun menurut Nasoetion, dkk dalam
Hamzah (2014:159), angket adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa
pernyataan yang disampaikan kepada responden yang dijawab secara tertulis.
Angket tersebut umumnya digunakan untuk mengungkap opini atau sikap anak
terhadap suatu permasalahan.
Menurut Sudjana (1989:72) menyatakan bahwa Tujuan penggunaan
kuesioner dalam kegiatan pengajaran adalah:
a) Untuk memperoleh data mengenai latar belakang siswa sebagai bahan dalam
menganalisis tingkah laku hasil dan proses belajarnya,
b) Untuk memperoleh data mengenai hasil belajar yang dicapainya dalam proses
belajar yang ditempuhnya.
c) Untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyususn kurikulum dan
program belajar mengajar.
Arifin (2012:203-204) menyatakan bahwa angket terdiri atas beberapa bentuk,
yaitu:
a) Bentuk aspek berstruktur, yaitu angket yang menyediakan beberapa
kemungkinan jawaban. Bentuk aspek berstruktur terdiri atas tiga bentuk,
1) Bentuk jawaban tertutup, yaitu angket dimana setiap pertanyaannya
sudah tersedia berbagai alternative jawaban.
2) Bentuk jawaban tertutup, tetapi pada alternatif jawaban terakhir diberikan
secara terbuka. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk menjawab secara bebas.
3) Bentuk jawaban bergambar, yaitu angket yang memberikan jawaban
dalam bentuk gambar.
b) Bentuk angket tak berstruktur yaitu bentuk angket yang memberikan
jawaban secara terbuka dimana peserta didik secara bebas menjawab
pertanyaan tersebut. Hal ini dapat memberikan pemahaman yang lebih
mendalam tentang situasi, tetapi kurang dapat dinilai secara objektif.
Jawabannya tidak dapat dianalisis secara statistik, sehingga kesimpulannya
pun hanya merupakan pandangan yang bersifat umum.
7. Studi Kasus (case study)
Menurut Arifin (2012:204), Studi kasus adalah studi yang mendalam dan
komprehensif tentang peserta didik atau madrasah yang memiliki kasus tertentu.
Misalnya, peserta didik yang sangat cerdas, sangat lamban, sangat rajin, sangat
nakal atau kesulitan-kesulitan dalam belajar. Pengertian mendalam dan
komprehensif adalah mengungkap semua variabel dan aspek-aspek yang
29. 26
melatarbelakanginya, yang diduga menjadi penyebab timbulnya perilaku atau
kasus tersebut dalam kurun waktu tertentu.
Studi kasus sering digunakan dalam evaluasi, bimbingan, dan penelitian.
Studi ini menyangkut integrasi dan penggunaan data yang komprehensif tentang
peserta didik sebagai suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan mengartikan
tingkah laku peserta didik tersebut. Penekanannya adalah pada diagnosis masalah-
masalah peserta didik dan memberikan rekomendasi untuk mengatasinya.
Selain itu, menurut Sudjana (1989:94), studi kasus pada dasarnya
mempelajari secara intensif seorang individu yang dipandang mengalami suatu
kasus tertentu. Kasus-kasus tersebut dipilih kemudian dipelajari secara mendalam
dan dalam kurung waktu yang cukup lama. Mendalam maksudnya mengungkap
semua variable yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut dari berbagai aspek
yang mempengaruhi dirinya.
8. Catatan Insidental (anecdotal records)
Menurut Arifin (2012:205), catatan insidental ialah catatan-catatan singkat
tentang peristiwa-peristiwa sepintas yang dialami peserta didik secara perorangan.
Catatan ini merupakan pelengkap dalam rangka penilaian guru terhadap peserta
didiknya, terutama yang berkenaan dengan tingkah laku peserta didik.
9. Sosiometri.
Menurut Arifin (2012:206), sosiometri adalah prosedur untuk merangkum,
menyusun, dan sampai batas tertentu dapat mengkuantifikasi pendapat-pendapat
peserta didik tentang penerimaan teman sebayanya serta hubungannya diantara
mereka.
Menurut Sudjana (1989:98-99), sosiometri adalah salah satu cara untuk
mengetahui kemampuan siswa dalam menyusuaikan dirinya, terutama hubungan
social siswa dengan teman sekelasnya. Dengan teknik sosiometri dapat diketahui
posisi seorang siswa dalam hubungan sosialnya dengan siswa lain. Sosiometri
dapat dilakukan dengan cara menugaskan kepada semua siswa di kelas tersebut
untuk memilih satu atau dua temannya yang paling dekat atau akrab.
Teknik sosiometri sebaiknya dilakukan oleh guru wali kelas atau guru
pembimbing dalam usahanya sesuai dengan tugas-tugas yang dipercayakan
kepadanya.analisis sosiometri disamping untuk keperluan tugasnya, dapat
menginformasikan kepada para guru mata pelajaran atau bidang studi agar
dimanfaatkan sebagai bahan dalam proses belajar mengajar bidang studinya.
10. Inventori Kepribadian
30. 27
Arifin (2012:208) Inventori kepribadian hampir serupa dengan tes
kepribadian. Bedanya, pada inventori, jawaban peserta didik tidak memakai
kriteria benar-salah. Semua jawaban peserta didik adalah benar selama ia
menyatakan yang sesungguhnya. Walaupun demikian, dipergunakan pula skala-
skala tertentu untuk kuantifikasi jawaban, sehingga dapat dibandingkan dengan
kelompoknya. Aspek-aspek kepribadian yang biasanya dapat diketahui melalui
inventori ini, seperti : sikap, minat, sifat-sifat kepemimpinan, dominasi, dan
sebagainya.
3. Teknik Penyusunan Non Tes
Mardapi (2012:148) menyatakan bahwa ada sepuluh langkah yangharus diikuti
dalam mengembangkan instrumen afektif, yaitu sebagai berikut.
1) Menentukan spesifikasi instrumen
2) Menulis instrumen
3) Menentukan skala instrumen
4) Menentukan sistem penskoran
5) Mentelaah instrumen
6) Melakukan ujicoba
7) Menganalisis instrumen
8) Merakit instrumen
9) Melaksanakan pengukuran
10) Menafsirkan hasil pengukuran
1) Menentukan spesifikasi instrument
Sama halnya dengan instrument tes, penyusunan spesifikasi non tes adalah
sebagai berikut:
a. Menentukan tujuan instrumen.
b. Menyusunan kisi-kisi instrumen.
c. Menentukan bentuk instrumen.
d. Menentukan panjang instrumen.
Dalam bidang pendidikan pada dasarnya pengukuran afektif ditinjau
dari tujuannya, yaitu ada lima macam instrumen, yaitu:
a. Instrumen sikap.
b. Instrumen minat.
c. Instrumen konsep diri.
d. Instrumen sikap.
31. 28
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat
peserta didik terhadap matam pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk
meningkatkan menat peserta didik terhadap seuatu mata pelajaran.
Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap
suatu obyek, misalnya kegiatan sekolah. Sikap terhadap mata pelajaran bisa
positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap bergunan untuk menentukan
strategi pembelajaran yang tepat untuk siswa.
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan diri sendiri eserta didik melakukan evaluasi terhadap potensi yang
ada dalam dirinya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik
digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh siswa.
Hal ini berdasarkan informasi karakteristik eserta didik yang diperoleh dari
hasil pengukuran. Karakteristik potensi pesert didik sangat penting untuk
menentukan jenjang karirnya.
Instrumen nilai dan keyakinan bertujuan untuk mengungkap nilai dan
keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan
yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif diperkuat sedang yang
negatif diperlemah dan akhirnya dihilangkan.
Setelah tujuan penukuran afektif ditetapkan, kegiatan berikutnya adalah
menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi, juga disebut blue-print, merupakan
tabel matrik yang berisi spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Kisi-kisi ini
pada dasarnya berisi tentang defenisi konseptual yang ingin diukur, kemudian
ditentukan defenisi operasional dan selajutnya diuraikan menjadi sejumlah
indikator. Indikator ini merupakan acuan untuk menulis instrumen. Jadi
pertanyaan atau pernyataan ditulis berdasarkan indikator.
Langkah pertama dalam menentukan kisi-kisi adalah menentukan
defenisi konseptual yang diambil dari buku teks. Selanjutnya ditentukan
defenisi operasional, yaitu yang bisa diukur. Defenisi operasional ini
kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator.
Selain itu harus ditentukan bentuk instrument, apakah menggunakan
kuesioner, teknik wawancara, observasi atau teknik instrument lainnya.
Bentuk instrument tersebut tentu saja harus disesuaikan dengan waktu
penjawaban instrument dan aspek-aspek lainnya.
Sedangkan tentang panjang instrumen berhubungan dengan masalah
kebosanan, yaitu tingkat kejemuan dalam mengisi instrument. Seperti lama
pengisian instrument kuesioner sebaiknya tidak lebih dari 20 menit
2) Menulis instrument.
32. 29
Ada empat aspek dari ranah afektif yang bisa dinilai di sekolah, yaitu
sikap, minat, percaya diri, dan nilai. Penilaian ranah afektif peserta didik
dilakukan dengan menggunakan instrumen afektif. Hal ini akan dibahas
berturut-turut di bawah ini.
1. Instrumen sikap
Defenisi konseptual: Sikap mengacu pada kecenderungan merespon
secara konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu obyek. Instrumen
sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu obyek,
misalnya kegiatan disekolah. Seikap ini bisa positif bisa negatif. Defenisi
operasional, sikap adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu obyek.
Obyek ini bisa berupa kegiatan atau mata pelajaran. Cara mudah untuk
mengetahui sikap peserta didik adalah melakukan kuisioner. Defenisi
konseptual: kecenderungan menyukai atau tidak menyukai, dan defenisi
operasional: perasaan positif atau negatif terhadap objek.
Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perassan
yang positif atau negatif terhadap suatu obyek, atau satu kebijakan. Kata-kata
yang digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang;
menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buru, diingini-tidak
diingini.
Indikator sikap terhadap mata pelajaran mateamtika misalnya adalah:
1) Membaca buku matematika
2) Belajar matematika
3) Interaksi dengan guru matematika
4) Mengerjakan tugas matematika
5) Diskusi tentang matematika
6) Memiliki buku matematika
Contoh kuesioner
1) Saya senang membaca buku matematika
2) Saya senang belajar matematika
3) Saya sering bertanya kepada guru tentang pelajaran matematika
4) Saya senang mengerjakan soa matematika
5) Saya selalu mencari soal-soal matematika
2. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat
peserta didik terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk
meningkatkan minat peserta didik terhadap suatu mata pelajaran. Defenisi
33. 30
konseptual: Minat adalah watak yang tersusun melalui pengalaman yang
mendorong individu mencari obyek, aktivitas, pengertian, keterampilan untuk
tujuan perhatian atau penguasaan. Defenisi operasional: Minat adalah
keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu obyek. Indikator minat,
misalnya minat terhadap matematika:
1) Manfaat belajar matematika
2) Usaha memahami matematika
3) Membaca buku matematika
4) Bertanya dikelas
5) Bertanya pada teman
6) Bertanya pada orang orang lain
7) Mengerjakan soal matematika
Contoh kuesioner:
1) Mtematika bermanfaat untuk menuju kesuksesan belajar
2) Saya berusaha memahami mata pelajaran matematika
3) Saya senang membaca buku yang berkaitan dengan matematika
4) Saya selalu bertanya di kelas pada pelajaran matematika
5) Saya berusaha memahami pelajaran matematika dengan bertanya kepada
siapapun
3. Instrumen konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik
digunakan untuk menentukan rogram yang sebaiknya ditempuh oleh siswa.
Hal ini berdasarkan informasi karakteristik peserta didik yang diperoleh dari
hasil pengukuran. Defenisi konsep diri: Persepsi seseorang terhadap dirinya
sendiri yang menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Defenisi
operasional konsep diri adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri
yang menyangkut mata pelajaran.
Indikator konsep diri adalah:
1) Fisika saya rasakan sebagai mata pelajaran yang paling sulit
2) Mata pelajaran bahasa inggris saya rasakan paling mudah
3) Keunggulan saya adalah fisik yang tinggi
4) Kelemahan saya adalah kemampuan berkomunikasi
5) Saya senang membantu teman belajar ketrampilan
Contoh instrumen
34. 31
1) Saya sulit mengikuti pelajaran matematika
2) Mata pelajaran bahasa inggris mudah saya pahami
3) Saya mudah menghafal
4) Saya mampu membuat karangan yang baik
5) Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika
6) Saya bisa bermain sepak boa dengan baik
7) saya mampu membuat karya seni yang variatif
4. Instrumen nilai
Moral, nilai, dan etika merupakan konsep penting dalam pembentukan
kompetensi siswa. Pencapaian kemampuan kognitif dan psikomotor tidak
akan memberi manfaat bagi masyarakat, jenjang pendidikan bisa baik, bila
digunakan membantu orang lain, namun bisa tidak baik bila kemampuan
tersebut digunakan untuk merugikan orang lain. Hal inilah letak pentingnya
kemampuan afektif.
Peaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral
anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgment
moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip hipetetikal, bukan
pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat
atau keinginan berbuat. Hemin dan Simon memasukkan pada bagian nilai
sepeti keyakinan, sikap, aktivitas atau perasaan yang memuaskan, antara lain
yang didukung dan terpadu dengan perilaku yang sesungguhnya serta
berulang dalam kehidupan seseorang. Jadi nilai berkaitan dengan keyakinan,
sikap dan aktivitas atau tindakan seseorang. Tindakan merupakan refleksi dari
nilai yang dianutnya.
Defenisi konseptual: Nilai adalah keyakinan yang dalam terhadap suatu
pendapat, kegiatan, atau suatu obyek. Defenisi operasional: Nilai adalah
keyakinan seseorang tentang keadaan suatu obyek atau kegiatan. Misalnya
keyakinan akan kemampuan siswa, keyakinan tentang kinerja guru.
Kemungkinan ada yang berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik sulit untuk
ditingkatkan. Atau ada yang berkeyakinan bahwa guru sulit untuk melakukan
perubahan.
Instrumen nilai dan keyakinan bertujuan untuk mengungkap niai dan
keyakinan individu, informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan
yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif diperkuat sedang yang
negatif diperlemah dan akhirnya dihilangkan.
Indikator nilai :
1) Keyakinan tentang prestasi belajar siswa
35. 32
2) Keyakinan atas keberhasilan siswa
3) Keyakinan atas harapan orang tua
4) Keyakinan atas dukungan masyarakat
5) Keyakinan atas sekolah dapat mengubah nasib seseorang
Contoh kuesioner tentang nilai siswa:
1) Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk
ditingkatkan
2) Saya berkeyakinan bahwa kinerja guru sudah maksimum
3) Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes
cenderung akan diterima di perguruan tinggi
Selain melalui kuesioner ranah afektif siswa, sikap, minat, konsep diri,
dan nilai dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif
peserta didik dilakukan di tempat terjadinya kegiatan belajar dan mengajar.
Untuk mengetahui keadaan ranah afektif siswa, guru harus menyiapkan diri
untuk mencatat setiap tindakan ranah afektif siswa. Untuk itu perlu ditentukan
dulu indikator substansi yang akan diukur.
3) Menentukan skala instrument.
Menurut Mardapi (2012: 157), secara garis besar skala instrument yang
sering digunakan dalam penelitian, adalah skala Thurstone, skala Likert, dan
skala Beda Semantik. Menurut Sukaeri dan Suprananto (2012:210) metode
penyekalaan Thurstone atau dikenal juga dengan metode interval tampak
setara merupakan salah satu metode penyekalaan pernyataan sikap dengan
pendekatan stimulus. Artinya, penyekalaan dalam pendekatan ini ditunjukkan
untuk meletakkan pernyataan sikap (stimulus) pada suatu kontinum
psikologis yang akan menunjukkan derajat favorabel atau tidak favorabelnya
pernyataan yang bersangkutan. Selain itu Kusaeri dan Suprananto (2012:221)
menyatakan bahwa metode penyekalaan Likert merupakan metode
penyekalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi jawaban sebagai
dasar penentuan nilai skalanya.
4) Menentukan sistem penskoran.
System penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran.
Kusaeri dan Suprananto (2012:210-225) menyatakan bahwa pada penggunaan
skala Thurstone menggunakan system penskoran yang bergerak dari titik 1
sampai 11, sedangkan jika menggunakan skala Likert bergerak dari titik 1
samapai 5. Pada skal Likert biasanya masing-masing nilai skala memeiliki
maksud dari pendapat responde, yaitu angka 1 mewakili pernyataan sangat
36. 33
tidak setuju, angka 2 mewakili penrnyataan tidak setuju, angka 3 mewakili
pernyataan ragu-ragu, angka 4 mewakili pernyataan setuju, dan angka 5
mewakili pernyataan sangat setuju.
5) Mentelaah instrument
Mardapi (2012: 156) menyatakan bahwa kegiatan pada telaah instrumen
adalah meneliti tentang: a) apakah butir pertanyaan atau pernyataan sesuai
dengan indikator, b) bahasa yang digunakan apa sudah komunikatif dan
menggunakan tata bahasa yang benar, dan c) apakah butir pertanyaan atau
pernyataan tidak biasa, d) apakah format instrumen menarik untuk dibaca, e)
apakah jumlah butir sudah tepat sehingga tidak menjemukan menjawabnya.
Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih
baik bila ada pakar pengukuran. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman
sejawat bila yang diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format
instrumen. Bahasa yang digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat
pendidikan responden. Hasil telaah ini selanjutnya digunakan untuk
memperbaiki instrumen.
6) Melakukan ujicoba
Setelah melakukan menelaan butir soal, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan uji coba terhadap setiap butir soal. Sebaiknya banyaknya
responden adalah enam kali banyaknya butir soal yang dibuat. Hal ini supaya
tingkat validitas dan realibilitas soal lebih akurat.
7) Menganalisis instrument
Apabila instrumen telah di telaah kemudian diperbaiki dan selanjutnya
dirakit untuk ujicoba. Ujicoba bertujuan untuk mengetahui karakteristik
instrumen. Karakteristik yang penting adalah daya beda instrumen, dan
tingkat keandalannya. Semakin besar variasi jawaban tiap butir maka akan
semakin baik instrumen ini. Bila variasi skor suatu butir soal sangat kecil
berarti butir itu bukan variabel yang baik. Selanjutnya dihitung indeks
keandalan intrumen dengna formula Cronbach-alpha, bila besar indeksnya
sama atau lebih besar dari 7,0 maka instrumen itu tergolong baik.
8) Merakit instrument
Setelah dianalisis akan diperoleh informasi tentang butir instrument
yang memiliki tingkat validitas dan realibilitas yang baik. Untuk butir
instrument yang memiliki validiras dan relibilitas bai akan diambil atau
digunakan lagi sedangkan yang tidak akan dibuat dan diganti dengan butir
soal baru.
37. 34
9) Melaksanakan pengukuran
Setelah merakit butir soal yang sudah baik, maka instrument tersebut
telah dapat digunakan dilapangan. Hendaknya pada saat melaksanakan
pengukuran tersebut siswa tetap dibiarkan kebebasan menjawab instrumen
sesuai dengan apa adanya. Siswa tidak diberi tahu harus memilih point skala
yang harus dipilih.
10) Menafsirkan hasil pengukuran
Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Menafsirkan hasil
pengukuran juga disebut dengan penilaian. Untuk menafsirkan hasil
pengukuran diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung
pada skala dan jumlah butir yang digunakan.
Instrumen yang telah diisi dicari skor keseluruhannya, sehingga tiap
peserta didik memiliki skor. Selanjutnya dicari rerata skor keseluruhan
peserta didik dalam satu kelas dan simpangan bakunya. Kategorisasi hasil
pengukuran menggunakan distribusi normal, dan untuk skala Likert dengan
ketentuan seperti tabel 1 untuk minat peserta didik dan tabel 2 untuk minat
kelas.
Tabel 2.17. Kategorisasi sikap atau minat peserta didik
No Skor siswa Kategori Sikap atau Minat
1 𝑋 ≥ 𝑋̅ + 1. 𝑆𝐵𝑥 Sangat positif/ sangat tinggi
2 𝑋̅ + 1. 𝑆𝐵𝑥 > 𝑋 ≥ 𝑋̅ Tinggi/ positif
3 𝑋̅ > 𝑋 ≥ 𝑋̅ − 1. 𝑆𝐵𝑥 Negatif/ rendah
4 𝑋 < 𝑋̅ − 1. 𝑆𝐵𝑥 Sangat negatif/ rendah
Keterangan :
𝑋̅ : rerata skor keseluruhan peserta didik dalam satu kelas
𝑆𝐵𝑥 : simpangan baku skor keseluruhan peserta didik dalam satu kelas
𝑋 : skor yang dicapi siswa
Untuk mengetahui minat kelas terhadap matap pelajaran dilakukan
langkah seperti berikut dan kategorisasinya dapat dilihat pada tabel 5.6.
a) Cari rerata skor kelas, disingkat 𝑌̅
b) Cari rerata skor keseluruhan kelas untuk mata pelajaran yang sama
c) Cari simpangan baku skor keseluruhan kelas untuk mata pelajaran yang
sama
38. 35
Tabel 2.18 Kategorisasi sikap atau minat kelas
No Skor siswa Kategori Sikap atau Minat
1 𝑌 ≥ 𝑌̅ + 1. 𝑆𝐵𝑦 Sangat positif/ sangat tinggi
2 𝑌̅ + 1. 𝑆𝐵𝑦 > 𝑌 ≥ 𝑌̅ Tinggi/ positif
3 𝑌̅ > 𝑌 ≥ 𝑌̅ − 1. 𝑆𝐵𝑦 Negatif/ rendah
4 𝑌 < 𝑌̅ − 1. 𝑆𝐵𝑦 Sangat negatif/ rendah
Melalui tabel 5.6 dapat diketahui minat atau sikap tiap peserta didik
terhadap tiap mata pelajaran. Bila sikap peserta didik tergolong negatif atau
minat peserta didik tergolong rendah, maka guru harus berusaha
meningkatkan sikap dan minat siswa. Sedang bila sikap atau minat peserta
didik tergolong positif atau tinggi, guru harus mempertahankannya. Tabel 5.6
menunjukkan minat atau sikap kelas terhadap suatu mata pelajaran. Jadi
dalam pengukuran sikap atau minat diperlukan informasi tentang minat atau
sikap tiap peserta didik dan sikap kelas.
Cukup banyak ranah afektif yang tampak penting dinilai. Namun yang
perlu diperhatikan adalah kemampuan guru untuk melakukan penilaian.
Untuk itu pada tahap awal dicari komponen afektif yang bisa diniai untuk
guru. Namun pada tahun berikutnya bisa ditambah ranah afektif yang lain
yang dinilai.
Jenis instrumen yang dikembangkan dibatasi sesuai dengan ranah
afektif yang penting di kelas, agar guru dan para pengelola pendidikan dapat
mengembangkannya. Ranah afektif yang penting dikembangkan adalah sikap
dan minat siswa. Pengembangan instrumen afektif dilakukan melalui langkah
berikut ini:
a. Menentukan defenisi konseptual atau konstruk yang akan diukur
b. Menentukan defenisi operasional
c. Menentukan indikator
d. Menulis instrumen
Instrumen yang dibuat harus ditelaah oleh teman sejawat untuk
mengetahui keterbacaan, substansi yang ditanyakan, dan bahasa yang
digunakan. Hasil telaah digunakan untuk memperbaiki instrumen.
Selanjutnya instrumen tersebut diujicoba di lapangan. Hasi ujicoba akan
menghasilkan informasi yang berupa variasi jawaban, indeks beda, dan
indeks keandalan instrumen. Hal yang penting pada instrumen afektif adalah
besarnya indeks keandalan instrumen yang dikatakan baik adalah minimum
0,70.
Penafsiran hasil pengukuran menggunakan distribusi normal dan
menggunakan dua kategori yaitu positif atau negatif. Positif berarti minat
39. 36
peserta didik baik, sedang negatif berarti minat peserta didik kecil. Demikian
juga untuk instrumen yang direncanakan untuk mengukur ranah afektif yang
lain.
40. 37
BAB III
INSTRUMEN YANG DKEMBANGKAN
A. Istrumen Tes
1. Tujuan instrumen
Tujuan instrumen tes ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan
siswa tentang pemahaman materi pembelajaran selama semester 1 di kelas X.
2. Jenis instumen tes yang digunakan
Berdasarkan tujuannya, tes yang dikembangkan adalah tes sumatif. Tes
sumatif dilakukan di setiap akhir semester untuk mengetahui keberhasilan
pembelajaran selama satu semester yang telah berlangsung. Bentuk tes yang
digunakan penulis adalah bentuk pilihan ganda dan esai. Soal pada isnstrumen
berjumlah 33 soal. 30 soal merupakan soal bentuk pilihan ganda dan 3 soal
merupakan soal berbentuk esai. Setiap soal mewakili indikator yang
dikembangkan oleh guru sesuai dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar
yang ditetapkan oleh kementerian pendidikan.
3. Panjang instrumen
Waktu pengerjaan yang diberikan kepada peserta didik untuk menjawab
adalah 90 menit.
4. Kisi-kisi tes tulis
Kisi-kisi instrumen tes ini adalah sebagai berikut:
41. Kisi-Kisi Instrument Evaluasi
Nama Sekolah :
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : X / I
Guru Pengampu :
Kompetensi Inti:
KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2:Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),
santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
KI 3:Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa
ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI 4:Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya
di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
38
42. No Kompetensi Dasar Indikator
Jenjang
Kemampuan
Bentuk
Soal
No.
Soal
Soal
Kunci
Jawaban
1. Memilih dan
menerapkan aturan
eksponen dan
logaritma sesuai
dengan karakteristik
permasalahan yang
akan diselesaikan dan
memeriksa kebenaran
langkah-langkahnya
Mengubah bentuk pangkat
negatif ke pangkat positif
dan sebaliknya
C2 PG 1
Bentuk sederhana dari
(2𝑥3
𝑦−4)
−3
4𝑥−4 𝑦2 dapat
disederhanakan menjadi ....
a. (
𝑦2
2𝑥
)
5
d.
𝑦10
32𝑥5
b. (
2𝑦2
𝑥
)
5
e.
𝑦14
2𝑥5
c.
1
2
(
𝑦2
2𝑥
)
5
D
Mengubah bentuk akar ke
bentuk pangkat dan
sebaliknya
C2 PG 2
Nilai 𝑥 dari bentuk log 𝑥 = −
1
3
a. 103
d.
1
√103
b.
1
103 e. −
10
3
c. √10
3
D Mengubah bentuk pangkat
ke bentuk logaritma dan
sebaliknya
Melakukan operasi aljabar
pada bentuk pangkat, akar,
dan logaritma
C2 PG 3
Jika 𝑥 = 4 − √7 dan 𝑦 = 4 + √7 maka
nilai 𝑥2
− 𝑦2
+ 2𝑥𝑦 =. . . ..
a. 18 − 16√7 d. 18 − 4√7
b. 23 − 16√7 e. 18 + 16√7
c. 23 + 4√7
A
C2 PG 4
log2 + log 18 − log6 + log5 − log 3 =
. . . .
C
39
43. a. 90 d. 0
b. 10 e. −1
c. 1
Menyajikan masalah
nyata menggunakan
operasi aljabar berupa
eksponen dan
logaritma serta
menyelesaikannya
menggunkan sifat-sifat
dan aturan yang
terbukti kebenarannya.
Menyederhanakan bentuk
pangkat yang memuat
pangkat rasional
C2 PG 5
√89 − 28√10 ekuivalen dengan . . . .
a. √5 − √2 d. √2 − √5
b. 2√3 + √3 e. 7 + 2√10
c. 7 − 2√10
C
Menyederhanakan bentuk
aljabar yang memuat
bentuk logaritma
C3 PG 6
Jika 7log 2 = a dan 2log 3 = b maka nilai
6log 98 = . . . .
a.
𝑎+2
𝑎(1+𝑏)
d.
𝑎+1
𝑎(1+𝑏)
b.
𝑎+2
1+𝑎𝑏
e.
𝑎+2
𝑎(1−𝑏)
c.
𝑎−2
𝑎(1+𝑏)
D
Merasionalkan bentuk
akar
C2 PG 7
Bentuk sederhana dari
4√3+2√6
−4√3+2√6
adalah . .
. .
a. −3 − √2 d. 1 − 2√2
b. −3 + 2√2 e. 3 + 2√2
c. −1 − 2√2
A
Membuktikan sifat-sifat C4 Esay 1 Buktikan bahwa jika 𝑎 ∈ ℝ, 𝑎 > 1 dan Terbukti
40
44. sederhana tentang bentuk
pangkat, akar, dan
logaritma
𝑛 > 𝑚, maka 𝑎 𝑛
> 𝑎 𝑚
.
2.
Mendeskripsikan dan
menganalisis konsep
nilai mutlak dalam
persamaan dan
pertidaksamaan serta
menerapkannya
dalam pemecahan
masalah nyata
Memahami dan
menemukan konsep nilai
mutlak
C1 PG 8
Pernyataan berikut yang benar adalah . . .
.
a. |2𝑥 − 5| = {
2𝑥 − 5, 𝑥 > 0
5 − 2𝑥 𝑥 < 0
b. |2𝑥 − 5| = {
2𝑥 − 5, 𝑥 < 0
5 − 2𝑥 𝑥 > 0
c. |2𝑥 − 5| = {
2𝑥 − 5, 𝑥 <
5
2
5 − 2𝑥 𝑥 >
5
2
𝑑. |2𝑥 − 5| = {
2𝑥 − 5, 𝑥 >
5
2
5 − 2𝑥 𝑥 <
5
2
d. e. |2𝑥 − 5| = {
2𝑥 − 5, 𝑥 >
2
5
5 − 2𝑥 𝑥 <
2
5
D
Menerapkan konsep
nilai mutlak dalam
persamaan dan
pertidaksamaan
Memahami dan
menyelesaikan bentuk
persamaan linear C2 PG 9
Persamaan garis lurus yang memotong
sumbu-x di (7,0) dan sumbu-y di (0,4)
dan gradiennya berturut-turut adalah...
a. 4𝑥 + 𝑦 = 4 dan −4 d. 4𝑥 + 7𝑦 = 28 d
B
41
45. linear dalam
memecahkan
masalah nyata
b. 7𝑥 + 4𝑦 = 28 dan −
7
4
e. 7𝑥 − 4𝑦 = 28 d
c. 4𝑥 − 7𝑦 = 28 dan
4
7
d. 4𝑥 + 7𝑦 = 28 dan −
4
7
e. 7𝑥 − 4𝑦 = 28 dan
7
4
C2 Esay 2
Gambarlah grafik fungsi dari 𝑦 = 2𝑥 + 3
Memahami dan
menyelesaikan bentuk
pertidaksamaan linear
C2 PG 10
Jika √2𝑥 − 6 < 2, maka batas-batas x
yang memenuhi adalah . . . .
a. 𝑥 < 5 d. 3 < 𝑥 < 5
b. 𝑥 ≤ 3 atau 𝑥 > 5 e. 3 ≤ 𝑥 < 5
c. 𝑥 ≤ 3 atau 𝑥 > 3
A
3
-3/2 0
x
y
42
46. Membuat model
matematika berupa
persamaan dan
pertidaksamaan
linear dua variabel
yang melibatkan nilai
mutlak dalam situasi
nyata dan
matematika, serta
menentukan jawab
dan menganalisis
model sekaligus
jawabnya.
Menyelesaikan persamaan
dan pertidaksamaan linear
yang melibatkan nilai
mutlak
C2 PG 11
Nilai mutlak yang memenuhi
pertidaksamaan 0 < | 𝑥 − 3| ≤ 3 adalah .
. . .
a. 0 ≤ 𝑥 ≤ 6, 𝑥 ≠ 3 d. −6 ≤ 𝑥 ≤ 6, 𝑥
b. 0 < 𝑥 < 6, 𝑥 ≠ 3 e. −6 < 𝑥 ≤ 6, 𝑥
c. 0 < 𝑥 ≤ 6, 𝑥 ≠ 3
d. −6 ≤ 𝑥 ≤ 6, 𝑥 ≠ 3
e. −6 < 𝑥 ≤ 6, 𝑥 ≠ 3
A
3. Mendeskrikpsikan
konsep sistem
persamaan linear dua
dan tiga variabel
serta pertidaksamaan
linear dua variabel
dan mampu
menerapkan berbagai
strategi yang efektif
dalam menentukan
himpunan
penyelesaiannya
serta memeriksa
kebenaran
jawabannya dalam
Menemukan konsep
sistem persamaan linear
dua dan tiga variabel
C1 PG 12
Persamaan 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 = 𝑐 dan 𝑝𝑥 + 𝑞𝑦 =
𝑟 memiliki sebuah solusi jika . . . .
a. 𝑎𝑝 − 𝑏𝑞 = 0 d. 𝑎𝑝 ≠ 𝑏𝑞
b. 𝑎𝑞 ≠ 𝑏𝑝 e. 𝑎𝑏𝑐 = 𝑝𝑞𝑟
c. 𝑎𝑝 + 𝑏𝑞 = 0
B
Menjelaskan arti
penyelesaian suatu sistem
persamaan
43
47. pemecahan masalah
matematika.
Menggunakan
SPLDV, SPLTV, dan
sistem
pertidaksamaan
linear dua variabel
(SPtLDV) untuk
menyelesaikan
masalah kontekstual
dan menjelaskan
makna tiap besaran
secara lisan maupun
tulisan.
Menentukan himpunan
penyelesaian sistem
persamaan linear dua
variabel
C2 PG 13
Nilai 3𝑥 + 5𝑦, jika 𝑥 dan 𝑦 memenuhi
sistem persamaan 2𝑥 − 4𝑦 = 7 dan 5𝑥 +
𝑦 = 1 adalah . . . .
a. −9 d. 6
b. −6 e. 9
c. −2
B
Menentukan himpunan
penyelesaian sistem
persamaan linear tiga
variabel
Merancang model
matematika yang
berkaitan dengan
sistem persamaan
linear,
menyelesaikan
modelnya, dan
menafsirkan hasil
yang diperoleh
Menjelaskan karakteristik
masalah yang model
matematikanya sistem
persamaan linear
C1 PG 14
Pada suatu latihan perang yang
melibatkan 1000 personel tentara dan 100
ton perlengkapan perang. Untuk menuju
lokasi latihan disediakan sebuah jenis
pesawat Hercules dan helikopter. Setiap
pesawat Hercules mampu memuat 50
orang tentara dan 10 ton perlengkapan,
sedangkan setiap helikopter mampu
memuat 40 orang tentara dan 3 ton
perlengkapan.
Bentuk model matematika dari soal ini
adalah . . . .
a. 1000 = 50𝑥 + 40𝑦 e. 100 = 50𝑥 +
A
Merumuskan sistem
persamaan linear yang
merupakan model
matematika dari masalah
44
48. 100 = 10𝑥 + 3𝑦 1000 = 10𝑥
b. 1000 = 40𝑦 + 50𝑥
100 = 3𝑦 + 10𝑥
f. 100 = 10𝑥 +
1000 = 50𝑥
c. 1000 = 50𝑥 + 10𝑦
100 = 40𝑥 + 3𝑦
d. 100 = 50𝑥 + 40𝑦
1000 = 10𝑥 + 3𝑦
e. 100 = 10𝑥 + 40𝑦
1000 = 50𝑥 + 3𝑦
Menyelesaikan
permasalahan-
permasalahan nyata
tentang persamaan linear
dua variabel
C3 PG 15
Berdasarkan permasalahn pada nomor 14,
banyaknya pesawat Hercules dan
helikopter yang dibutuhkan untuk
mengangkut semua tentara dan
perlengkapan dalam satu kali
keberangkatan adalah . . . .
a. 4 pesawat Hercules dan 20
helikopter
f. 3 pesawat Herc
b. 20 helikopter dan 4 pesawat
Hercules
g. 21 pesawat Her
c. 12 helikopter dan 12 pesawat
A
Menyelesaikan
permasalahan-
permasalahan nyata
tentang persamaan linear
tiga variabel
Memberikan tafsiran
terhadap solusi dari
masalah
45
49. Hercules
d. 3 pesawat Hercules dan 21
helikoper
e. 21 pesawat Hercules dan 3
helikopter
4. Mendeskripsikan
konsep matriks
sebagai representasi
numerik dalam
kaitannya dengan
konteks nyata.
Menjelaskan ciri suatu
matriks
C2 PG 16
Suatu hari Budi berbelanja di toko
Makmur berupa 3 kg gula dengan harga
per kg Rp.400,00 dan 10 kg beras dengan
harga per kg Rp.425,00 setelah itu Budi
ke toko Arfah berupa 2 kg dan 5 kg
beras dengan harga yang sama dengan
toko Budi. Pengeluaran belanja di toko
Makmur dan toko Arfah dapat dituliskan
dalam bentuk matriks . . . .
a. [
3 10
2 5
] [
400
425
] f. [
3 2
10 5
] [400
425
b. [
3 10
2 5
] [425
400
] g. [
3 2
10 5
] [350
400
c. [
3 2
10 5
] [
400
425
]
d. [
3 2
10 5
] [425
400
]
e. [
3 2
10 5
] [
425
425
]
C
Menuliskan informasi
dalam bentuk matriks
46
50. Mendeskripsikan
operasi sederhana
matriks serta
menerapkannya
dalam pemecahan
masalah.
Melakukan operasi aljabar
atas dua matriks
C2 PG 17
Jika 𝑋 = [
3 −4
1 −1
] dan 𝑋2
− 2𝑋 + 𝐼 = 𝑞,
maka 𝑞 adalah . . .
a. [
3 −4
1 −1
] f. [
0 1
1 0
]
b. [
0 0
0 0
] g. [
1 1
1 1
]
c. [
1 0
0 1
]
B
C1 PG 18
Dibawah ini merupakan matriks yang
dapat diperkalikan adalah . . .
a. 𝐴2𝑋3 × 𝐴3𝑋2 d. 𝐴1𝑋2 × 𝐴2𝑋3
b. 𝐴3𝑋2 × 𝐴2𝑋3 e. 𝐴2𝑋2 × 𝐴3𝑋2
c. 𝐴2𝑋2 × 𝐴3𝑋3
B
Mengidentifikasi
kesamaan dua buah
matriks
C2 PG 19
Diketahui matriks 𝐴 = [
2 3
5 1
], 𝐵 =
[
−1 −4
2 3
], dan 𝐶 = [
2 3𝑛 + 2
−6 −18
]. Nilai
𝑛 yang memenuhi 𝐴 × 𝐵 = 𝐶 + 𝐴 𝑇
adalah . . . .
a. −6
1
3
d. 2
b. −2 e. 2
2
3
c.
2
3
B
C2 PG 20 Diketahui matriks 𝐴 = [
2𝑥 − 3 3
5 2𝑥
], A
47
51. 𝐵 = [ 𝑥2
−4
2 𝑥2
− 3
], dan 𝐶 = [
0 −1
7 0
].
Nilai 𝑛 yang memenuhi 𝐴 + 𝐵 = 𝐶 𝑇
adalah . . . .
a. −3 𝑎𝑡𝑎𝑢 2 d. −3 𝑎𝑡𝑎𝑢 − 1
b. 3 𝑎𝑡𝑎𝑢 1 e. 2
c. 3 𝑎𝑡𝑎𝑢 − 1
Menyajikan model
matematika dari
suatu masalah nyata
yang berikatan
dengan matriks.
Menyajikan masalah nyata
sederhana ke dalam
bentuk matriks
C3 PG 21
Diketahui stock motor sebuah dialer
motor disajikan dalam table berikut
Honda Suzuki Yamaha
Toko P 20 15 12
Toko Q 35 22 20
Kemudian toko tersebut mendapat
kiriman motor baru seperti table berikut
Honda Suzuki Yamaha
Toko P 10 7 15
Toko Q 15 10 8
Maka matriks stock motor keseluruhan
yang dimiliki dialer tersebut dapat
dituliskan ke dalam matriks
a. [
30 21
35 10
18
22
]
b. [
30 22
50 32
27
28
]
c. [20 15
35 22
12
20
]
B
Menentukan penyelesaian
masalah nyata yang
berhubungan dengan
matriks
48
52. d. [
25 10
35 50
27
22
]
e. [
30 21
30 20
18
22
]
5. Mendeskripsikan
daerah asal, daerah
kawan, dan daerah
hasil suatu relasi
antara dua himpunan
yang disajikan dalam
berbagai bentuk
(grafik, himpunan
pasangan terurut,
atau ekspresi
simbolik)
Mendeskripsikan konsep
relasi, daerah asal, dan
daerah hasil
C2 PG 22
Diberikan dua buah himpunan 𝐴 dan 𝐵 .
Himpunan A merupakan himpunan
huruf-huruf penyusun kata
“MATEMATIKA” sedangkan himpunan
B adalah himpunan yang beranggotakan
angka 1, 2, 3, 4, 5. Banyaknya pasangan
yang terjadi antara himpunan A dan B
dengan syarat setiap anggota di A
berpasangan dengan setiap anggota di B
adalah . . . .
a. 15 d. 50
b. 30 e. 100
c. 45
B
Mendeksripsikan sifat-
sifat relasi
Mengidentifikasi
relasi yang disajikan
dalam berbagai
bentuk yang
merupakan fungsi
Mendeskripsikan konsep
fungsi
C1 PG 23
Di bawah ini relasi yang merupakan
fungsi, kecuali . . . .
a. A B d. A
A
49
54. e. A B
Menerapkan daerah
asal dan daerah hasil
fungsi dalam
menyelesaikan
masalah
Menentukan nilai suatu
fungsi
Menentukan relasi suatu
fungsi C2 PG 24
Diketahui 𝑓(2𝑥 − 3) = 4𝑥 − 7, maka
nilai dari 𝑓(17)− 𝑓(7) adalah . . .
a. 5 f. 15
b. 7 g. 20
c. 10
E
6. Memprediksi pola
barisan dan deret
aritmatika dan
geometri atau
barisan. Lainnya
melalui pengamatan
dan memberikan
alasannya.
Menemukan pola barisan
dan deret
C2 PG 25
Rumus suku ke-n dari barisan {𝑎 𝑛} yang
didefenisikan oleh 𝑎 𝑛 = 3 + 𝑎 𝑛−1 untuk
𝑛 ≥ 2 dan 𝑎1 = 4 adalah . . . .
a. 𝑎 𝑛 = 3𝑛 + 1 d. 𝑎 𝑛 = 𝑛 + 2
b. 𝑎 𝑛 = 3 + 𝑛 e. 𝑎 𝑛 = 3𝑛
c. 𝑎 𝑛 = 3𝑛 − 3
A
Menentukan suku ke-n
barisan aritmatika dan
geometri
C2 PG 26
Suku ke-20 dari barisan 20, 42, 64, 86,
. . . . adalah . . . .
a. 600 d. 438
b. 6000 e. 620
D
51
55. c. 728
C2 PG 28
Diberikan barisan geometri, 𝑢1 + 𝑢3 = 3
dan 𝑢2 + 𝑢4 =
3
2
√2. Suku ke 5 dari
barisan tersebut adalah . . . .
a.
1
2
d. 2
b. 1 e.
5
2
c.
3
2
A
Menentukan jumlah n
suku deret aritmatika dan
geometri
C2 PG 27
Dalam sebuah deret aritmatika, suku ke-3
adalah 9, suku ke-n adalah 87, jumlah
suku ke-6 dan suku ke-7 adalah 39.
Jumlah n suku pertama deret tersebut
adalah . . . .
a. 1215 d. 1515
b. 1315 e. 1615
c. 1415
A
Menentukan jumlah
takhingga suku barisan
deter geometri
C2 PG 29
Jumlah deret geometri tak hingga dari
8, −
8
3
,
8
9
, −
8
27
, . . . .. . adalah . . . .
a. 2 d. 8
b. 4 e. 10
c. 6
C
52
56. Menyajikan hasil,
menemukan pola
barisan dan deret dan
penerapannya dalam
penyelesaian masalah
sederhana.
Memecahkan masalah
nyata dengan
menggunakan konsep
barisan dan deret
aritmatika dan geometri
C3 PG 30
Sebuah bola tenis dijatuhkan ke lantai
dari suatu gedung yang tingginya 2
meter. Setiap kali bola itu memantul akan
mencapai tinggi tiga perempat dari tinggi
yang dicapai sebelumnya. Panjang
lintasan yang dilalui bola tersebut hingga
berhenti memantul adalah . . . .
a. 10 𝑚 d. 13 𝑚
b. 11 𝑚 e. 14 𝑚
c. 12 𝑚
E
C3 Esay 3
Seorang pedagang mempunyai modal
sebesar Rp.50.000.000,00 yang ia
investasikan pada setiap permulaan tahun
selama 4 tahun berturut-turut dengan
bunga majemuk 10% pertahun. Hitunglah
jumlah seluruh modal pedagang itu pada
akhir tahun keempat.
Rp.255.255.000,00
53
57. 54
SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER
Mata pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : X/1
Tahun Ajaran : 2014
a. Pilihan Ganda
1. Bentuk sederhana dari
(2𝑥3
𝑦−4)
−3
4𝑥−4 𝑦2 dapat disederhanakan menjadi ....
g. (
𝑦2
2𝑥
)
5
d.
𝑦10
32𝑥5
h. (
2𝑦2
𝑥
)
5
e.
𝑦14
2𝑥5
i.
1
2
(
𝑦2
2𝑥
)
5
2. Nilai 𝑥 dari bentuk log 𝑥 = −
1
3
a. 103
d.
1
√103
b.
1
103 e. −
10
3
c. √10
3
3. Jika 𝑥 = 4 − √7 dan 𝑦 = 4 + √7 maka nilai 𝑥2
− 𝑦2
+ 2𝑥𝑦 =. . . ..
a. 18 − 16√7 d. 18 − 4√7
b. 23 − 16√7 e. 18 + 16√7
c. 23 + 4√7
4. log2 + log 18 − log6 + log5 − log 3 = . . . .
a. 90 d. 0
b. 10 e. −1
c. 1
5. √89 − 28√10 ekuivalen dengan . . . .
58. 55
a. √5 − √2 d. √2 − √5
b. 2√3 + √3 e. 7 + 2√10
c. 7 − 2√10
6. Jika 7log 2 = a dan 2log 3 = b maka nilai 6log 98 = . . . .
a.
𝑎+2
𝑎(1+𝑏)
d.
𝑎+1
𝑎(1+𝑏)
b.
𝑎+2
1+𝑎𝑏
e.
𝑎+2
𝑎(1−𝑏)
c.
𝑎−2
𝑎(1+𝑏)
7. Bentuk sederhana dari
4√3+2√6
−4√3+2√6
adalah . . . .
a. −3 − 2√2 d. 1 − 2√2
b. −3 + 2√2 e. 3 + 2√2
c. −1 − 2√2
8. Pernyataan berikut yang benar adalah . . . .
a. |2𝑥 − 5| = {
2𝑥 − 5, 𝑥 > 0
5 − 2𝑥 𝑥 < 0 d. |2𝑥 − 5| = {
2𝑥 − 5, 𝑥 >
5
2
5 − 2𝑥 𝑥 <
5
2
b. |2𝑥 − 5| = {
2𝑥 − 5, 𝑥 < 0
5 − 2𝑥 𝑥 > 0 e. |2𝑥 − 5| = {
2𝑥 − 5, 𝑥 >
2
5
5 − 2𝑥 𝑥 <
2
5
c. |2𝑥 − 5| = {
2𝑥 − 5, 𝑥 <
5
2
5 − 2𝑥 𝑥 >
5
2
9. Persamaan garis lurus yang memotong sumbu-x di (7,0) dan sumbu-y di
(0,4) dan gradiennya berturut-turut adalah...
a. 4𝑥 + 𝑦 = 4 dan −4 d. 4𝑥 + 7𝑦 = 28 dan −
4
7
b. 7𝑥 + 4𝑦 = 28 dan −
7
4
e. 7𝑥 − 4𝑦 = 28 dan
7
4
c. 4𝑥 − 7𝑦 = 28 dan
4
7
10. Jika √2𝑥 − 6 < 2, maka batas-batas x yang memenuhi adalah . . . .
a. 𝑥 < 5 d. 3 < 𝑥 < 5
59. 56
b. 𝑥 ≤ 3 atau 𝑥 > 5 e. 3 ≤ 𝑥 < 5
c. 𝑥 ≤ 3 atau 𝑥 > 3
11. Nilai mutlak yang memenuhi pertidaksamaan 0 < | 𝑥 − 3| ≤ 3 adalah . . .
.
a. 0 ≤ 𝑥 ≤ 6, 𝑥 ≠ 3 d. −6 ≤ 𝑥 ≤ 6, 𝑥 ≠ 3
b. 0 < 𝑥 < 6, 𝑥 ≠ 3 e. −6 < 𝑥 ≤ 6, 𝑥 ≠ 3
c. 0 < 𝑥 ≤ 6, 𝑥 ≠ 3
12. Persamaan 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 = 𝑐 dan 𝑝𝑥 + 𝑞𝑦 = 𝑟 memiliki sebuah solusi jika . . .
.
a. 𝑎𝑝 − 𝑏𝑞 = 0 d. 𝑎𝑝 ≠ 𝑏𝑞
b. 𝑎𝑞 ≠ 𝑏𝑝 e. 𝑎𝑏𝑐 = 𝑝𝑞𝑟
c. 𝑎𝑝 + 𝑏𝑞 = 0
13. Nilai 3𝑥 + 5𝑦, jika 𝑥 dan 𝑦 memenuhi sistem persamaan 2𝑥 − 4𝑦 = 7 dan
5𝑥 + 𝑦 = 1 adalah . . . .
a. −9 d. 6
b. −6 e. 9
c. −2
14. Pada suatu latihan perang yang melibatkan 1000 personel tentara dan 100
ton perlengkapan perang. Untuk menuju lokasi latihan disediakan sebuah
jenis pesawat Hercules dan helikopter. Setiap pesawat Hercules mampu
memuat 50 orang tentara dan 10 ton perlengkapan, sedangkan setiap
helikopter mampu memuat 40 orang tentara dan 3 ton perlengkapan.
Bentuk model matematika dari soal ini adalah . . . .
a. 1000 = 50𝑥 + 40𝑦
100 = 10𝑥 + 3𝑦
d. 100 = 50𝑥 + 40𝑦
1000 = 10𝑥 + 3𝑦
b. 1000 = 40𝑦 + 50𝑥
100 = 3𝑦 + 10𝑥
e. 100 = 10𝑥 + 40𝑦
1000 = 50𝑥 + 3𝑦
c. 1000 = 50𝑥 + 10𝑦
100 = 40𝑥 + 3𝑦
15. Berdasarkan permasalahn pada nomor 14, banyaknya pesawat Hercules
dan helikopter yang dibutuhkan untuk mengangkut semua tentara dan
perlengkapan dalam satu kali keberangkatan adalah . . . .
60. 57
a. 4 pesawat Hercules dan 20
helikopter
d. 3 pesawat Hercules dan 21
helikoper
b. 20 helikopter dan 4 pesawat
Hercules
e. 21 pesawat Hercules dan 3
helikopter
c. 12 helikopter dan 12 pesawat
Hercules
16. Suatu hari Budi berbelanja di toko Makmur berupa 3 kg gula dengan harga
per kg Rp.400,00 dan 10 kg beras dengan harga per kg Rp.425,00 setelah
itu Budi ke toko Arfah berupa 2 kg gula dan 5 kg beras dengan harga
yang sama dengan toko Budi. Pengeluaran belanja di toko Makmur dan
toko Arfah dapat dituliskan dalam bentuk matriks . . . .
a. [
3 10
2 5
] [
400
425
] d. [
3 2
10 5
] [
425
400
]
b. [
3 10
2 5
] [
425
400
] e. [
3 2
10 5
] [
425
425
]
c. [
3 2
10 5
] [
400
425
]
17. Jika 𝑋 = [
3 −4
1 −1
] dan 𝑋2
− 2𝑋 + 𝐼 = 𝑞, maka 𝑞 adalah . . .
a. [
3 −4
1 −1
] d. [
0 1
1 0
]
b. [
0 0
0 0
] e. [
1 1
1 1
]
c. [
1 0
0 1
]
18. Dibawah ini merupakan matriks yang dapat diperkalikan adalah . . .
a. 𝐴2𝑋3 × 𝐴3𝑋2 d. 𝐴1𝑋2 × 𝐴2𝑋3
b. 𝐴3𝑋2 × 𝐴2𝑋3 e. 𝐴2𝑋2 × 𝐴3𝑋2
c. 𝐴2𝑋2 × 𝐴3𝑋3
19. Diketahui matriks 𝐴 = [
2 3
5 1
], 𝐵 = [
−1 −4
2 3
], dan 𝐶 = [
2 3𝑛 + 2
−6 −18
].
Nilai 𝑛 yang memenuhi 𝐴 × 𝐵 = 𝐶 + 𝐴 𝑇
adalah . . . .
a. −6
1
3
d. 2
b. −2 e. 2
2
3
c.
2
3
61. 58
20. Diketahui matriks 𝐴 = [
2𝑥 − 3 3
5 2𝑥
], 𝐵 = [ 𝑥2
−4
2 𝑥2
− 3
], dan 𝐶 =
[
0 −1
7 0
]. Nilai 𝑛 yang memenuhi 𝐴 + 𝐵 = 𝐶 𝑇
adalah . . . .
a. −3 𝑎𝑡𝑎𝑢 1 d. −3 𝑎𝑡𝑎𝑢 − 1
b. 3 𝑎𝑡𝑎𝑢 1 e. 2
c. 3 𝑎𝑡𝑎𝑢 − 1
21. Diketahui stock motor sebuah dialer motor disajikan dalam table berikut
Honda Suzuki Yamaha
Toko P 20 15 12
Toko Q 35 22 20
Kemudian toko tersebut mendapat kiriman motor baru seperti table berikut
Honda Suzuki Yamaha
Toko P 10 7 15
Toko Q 15 10 8
Maka matriks stock motor keseluruhan yang dimiliki dialer tersebut dapat
dituliskan ke dalam matriks
a. [
30 21
35 10
18
22
] d. [
25 10
35 50
27
22
]
b. [
30 22
50 32
27
28
] e. [
30 21
30 20
18
22
]
c. [
20 15
35 22
12
20
]
22. Diberikan dua buah himpunan 𝐴 dan . Himpunan A merupakan himpunan
huruf-huruf penyusun kata “MATEMATIKA” sedangkan himpunan B
adalah himpunan yang beranggotakan angka 1, 2, 3, 4, 5. Banyaknya
pasangan yang terjadi antara himpunan A dan B dengan syarat setiap
anggota di A berpasangan dengan setiap anggota di B adalah . . . .
a. 15 d. 50
b. 30 e. 100
c. 45
23. Di bawah ini relasi yang merupakan fungsi, kecuali . . . .
a. A B d. A B
62. 59
b. A B e. A B
c. A B
24. Diketahui 𝑓(2𝑥 − 3) = 4𝑥 − 7, maka nilai dari 𝑓(17) − 𝑓(7) adalah . . .
a. 5 d. 15
b. 7 e. 20
c. 10
25. Rumus suku ke-n dari barisan {𝑎 𝑛} yang didefenisikan oleh 𝑎 𝑛 = 3 +
𝑎 𝑛−1 untuk 𝑛 ≥ 2 dan 𝑎1 = 4 adalah . . . .
a. 𝑎 𝑛 = 3𝑛 + 1 d. 𝑎 𝑛 = 𝑛 + 2
b. 𝑎 𝑛 = 3 + 𝑛 e. 𝑎 𝑛 = 3𝑛
c. 𝑎 𝑛 = 3𝑛 − 3
26. Suku ke-20 dari barisan 20, 42, 64, 86, . . . . adalah . . . .
a. 600 d. 438
b. 6000 e. 620
c. 728
27. Dalam sebuah deret aritmatika, suku ke-3 adalah 9, suku ke-n adalah 87,
jumlah suku ke-6 dan suku ke-7 adalah 39. Jumlah n suku pertama deret
tersebut adalah . . . .
a. 1215 d. 1515
b. 1315 e. 1615
c. 1415
28. Diberikan barisan geometri, 𝑢1 + 𝑢3 = 3 dan 𝑢2 + 𝑢4 =
3
2
√2. Suku ke 5
dari barisan tersebut adalah . . . .