Dokumen tersebut membandingkan kurikulum pendidikan di Indonesia dari masa ke masa, mulai dari zaman pra-kolonial, kolonial Belanda, hingga pasca-kemerdekaan. Ia menjelaskan perubahan kurikulum dan mata pelajaran pada setiap masa tersebut.
5. PENDIDIKAN SEBELUM MASA
KOLONIALISME
• Pada saat zaman hindu budha, pendidikan hanya dinikmati oleh kelas Brahmana,
yang merupakan kelas teratas dalam kasta Hindu. Mereka umumnya belajar
teologi, sastra, bahasa, ilmu pasti, dan ilmu seni bangunan.
• Pada zaman penyebaran Islam, pola pendidikan bernapaskan islam menyebar dan
mewarnai penyelenggaraan pendidikan. Pusat-pusat pendidikan tesebar di
langgar, surau, meunasah (madrasah), masjid, dan pesantren. Pesantren adalah
lembaga pendidikan formal tertua di Indonesia.
6. PENDIDIKAN MASA KOLONIALISME
1. Kurikulum pada masa VOC.
Kurikulum sekolah-sekolah selama VOC bertalian erat dengan gereja. Menurut
Hereen XVII, badan tertinggi VOC di negeri Belanda yang terdiri atas 17 orang anggota,
tahun 1617, gubernur di Indonesia harus menyebarluaskan agama Kristen dan
mendirikan sekolah untuk tujuan itu. Menurut peraturan sekolah 1643 tugas guru adalah
memupuk rasa takut kepada Tuhan , mengajarkan dasar agama Kristen , mengajak anak
berdoa, bernyanyi , pergi ke gereja, mematuhi orang tua, penguasa, dan guru-guru.
Walaupun tak ada kurikulum yang ditentukan biasanya sekolah menyajikan pelajaran
tentang ketekismus, agama, juga membaca , menulis dan menyanyi.Demikian pula tidak
ditentukan lama belajar. Peraturan hanya menentukan bahwa anak pria lebih dari usia 16
tahun dan anak wanita lebih dari 12 tahun hendaknya jangan dikeluarkan dari sekolah.
Pembagian dalam 3 kelas untuk pertama kali dimulai pada tahun 1778.
Di kelas 3, kelas terendah, anak-anak belajar abjad,
di kelas 2 membaca, menulis, dan bernyanyi dan di
kelas 1, kelas tertinggi: membaca, menulis, katekismus, bernyanyi dan berhitung.
7. 2. Kurikulum Sebelum 1892 (Sebelum Reorganisasi).
Sebelum 1892, Sekolah rendah tidak mempunyai kurikulum yang uniform,
walaupun dalam peraturan 1871 ada petunjuk yang menentukan kegiatan sekolah.
Ada 4 mata pelajaran yang diharuskan , yakni membaca, menulis, bahasa (bahasa
daerah dan bahasa Melayu), dan berhitung. Bahasa pengantar yang digunakan
adalah bahasa Melayu. Adapun mengenai pelajaran Agama, tidak di ajarkan.
Seperti halnya di belanda pada masa liberal. Statuta 1874 menyatakan pengajaran
agama dilarang di sekolah pemerintah, akan tetapi ruang kelas dapat digunakan
untuk itu di luar jam pelajaran.
8. 3. Kurikulum Setelah 1892 ( Setelah Reorganisasi).
Kurikulum sekolah ini, seperti ditentukan dalam peraturan 1893 terdiri atas
pelajaran membaca dan menulis dalam bahasa daerah dalam huruf daerah dan
latin, membaca dan menulis dalam bahasa Melayu, berhitung, ilmu bumi
Indonesia, ilmu alam, sejarah pulau tempat tinggal, menggambar dan mengukur
tanah. Lama pelajaran diperpanjang dari 3 menjadi 5 kelas. Sekolah dibagi dalam 5
kelas yang terpisah sehingga sekolah beruangan satu lambat laun lenyap. Sekolah
Kelas Satu tidak menjadi popular di kalangan Priayi, karena tidk memberikan
pelajaran bahasa Belanda. Akhirnya, pada tahu 1907 bahasa Belanda dimasukkan
ke dalam program Sekolah kelas Satu dan lama studi diperpanjang menjadi 6
tahun. Akan tetapi, perubahan itu tetap tidak menjadikan Sekolah Kelas Satu
popular, ia tetap menjadi terminal tanpa kesempatan melanjutkan pelajaran.
Kelemahannya jelas Nampak bila dibandingkan dengan ELS (Europese Lagere
School) dan HCS (Holland Chinese School) .
9. 4. Kurikulum Sekolah Kelas Dua
Disebut Sekolah Kelas Dua karena orang-orang yang sekolah disana khusus sebagian kecil
rakyat. Sekolah ini akan mempersiapkan berbagai ragam pegawai rendah untuk kantor
pemerintah dan perusahaan swasta. Disamping itu juga untuk mempersiapkan guru bagi
Sekolah Desa.Sekolah ini mempunyai kurikulum yang sangat sederhana dikarenakan
sekolah ini pada mulanya untuk seluruh rakyat Indonesia walupun dalam
perkembangannya kemudian lebih spesifik lagi. Program Sekolah Kelas Dua ini sama
dengan program Sekolah kelas Satu kelas 1-3. Perlu diketahui, Reorganisasilah yang
menyebabkan dua jenis sekolah ini, Sekolah Kelas Satu terutama bagi anak golongan atas
dan Sekolah Kelas Dua untuk orang biasa.
5. Kurikulum VolkSchool
Kurikulum ini sangat sederhana. Kurikulum ini muncul seiring dengan kebutuhan rakyat
yang pada saat itu banyak buta huruf dan tidak bisa berhitung. Akan tetapi, sekolah ini
tetap saja dirasa tidak memenuhi keinginan murid untuk melanjutkan pelajarannya.
Banyak anak-anak dari sekolah ini yang ingin dipindahkan ke Sekolah Kelas Dua. Pada
akhirnya, sekolah desa ini menjadi substruktur dari Sekolah Kelas Dua dengan
mangadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa.
10. 6. Kurikulum ELS (Europese Lagere School)
Setelah Hindia Belanda diterima kembali dari tangan Inggris pada tahun
1816 oleh para Komisariat Jendral , maka pendidikan ditanggapi secara lebih
sungguh-sungguh. Akan tetapi kegiatan mereka hanya terfokus pada anak-anak
berdarah Belanda. Sekolah Belanda ini sejak mulanya dimaksudkan agar sama
dengan netherland, walaupun terdapat perbedaan tentang muridnya, khususnya
pada permulaannnya. Kurikulum terdiri atas pelajaran membaca, menulis ,
berhitung, bahasa Belanda, sejarah, ilmu bumi dan mata pelajaran lainnya.
Sedangkan pelajaran agama ditiadakan. Pada tahun 1868 bahasa prancis diajarkan
dan merupakan syarat untuk masuk ke sekolah Belanda.
7. Kurikulum HCS (Holland Chinese School)
HCS mempunyai dasar yang sama dengan ELS. Bahasa Perancis biasanya
diajarkan pada sore hari seperti halnya dengan bahasa Inggris, yang sebenarnya
tidak diberikan kepada ELS, nemun diajarkan berhubung dengan kepentinan bagi
perdagangan. Kurikulum dan buku pelajarannyapun sama dengan ELS.
11. 8. Kurikulum HIS (Holland Inlandse School)
Pendirian HIS pada prinsipnya dikarenakan keinginan yang kian menguat di kalangan
orang Indonesia untuk memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan Barat. Kurikulum HIS
seperti yang tercantum dalam Statuta 1914 No. 764 meliputi semua mata pelajaran.
Lulusannyapun akhirnya bisa melanjutkan ke STOVIA(School tot Opleiding van Indisce Artsen,
Sekolah “Dokter Djawa”) dan MULO. Selain itu mereka memasuki Sekolah Guru, Sekolah Normal,
Sekolah Teknik, Sekolah Tukang, Sekolah Pertanian, Sekolah Menteri Ukur, dan lain-lain.
9. Kurikulum MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs).
Dengan program yang diperluas. MULO merupakan sekolah pertama yang tidak mengikuti
pola pendidikan Belanda, namun tetap berorientasi ada Barat dan tidak mencari penyesuaian
dengan keadaan Indonesia. Programnya terdiri atas empat bahasa yakni, belanda, Perancis,
Inggris dan Jerman. Kursus MULO ini dibuka pada tahun 1903. Kursus ini dimaksud sebagai
sekolah rendah .
10. Kurikulum HBS (Hogere Burger School)
Kurikulum HBS di Indonesia tak sedikitpun berbeda dengan yang ada di negeri Belanda.
Kurikulum ini dirasa mantap tanpa mengalami banyak perubahan. Apa yang diajarkan tampaknya
universal. Bahannyapun apat berubah disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
namun mata pelajarannya tetap sama. Siswa HBS harus mempunyai bakat yang tinggi dalam IPA ,
matematika ataupun bahasa. Dan untuk gurunyapun, hanya mereka yang memperoleh gelar
Ph.D (Doktor) atau diploma yang boleh mengajar. Dengan demikian ini dapat mencapai taraf
yang sama dengan sekolah yang terdapat di Netherland.
12. Setelah Kemerdekaan Indonesia
Setelah Indonesia merdeka dalam pendidikan dikenal beberapa masa
pemberlakuan kurikulum yaitu:
1. Pendidikan Setelah
Indonesia Merdeka dari
Belanda CS (Sekutu)
2. Pembaharuan
Kurikulum 1968 dan
1975
3. Kurikulum
Ketrampilan Proses
4. Kurikulum Berbasis
Kompetensi
13. Pendidikan Setelah Indonesia Merdeka dari Belanda
CS (Sekutu)
1 Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran
1947.
Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana
pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Asas pendidikan
ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka
Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu
Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950.
Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal
pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar
pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak,
kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian,
dan pendidikan jasmani.
14. 2. Kurikulum 1964
Pada akhir era kekuasaan Soekarno, kurikulum pendidikan yang lalu diubah
menjadi Rencana Pendidikan 1964. Rencana Pendidikan 1964 melahirkan
Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa,
karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut
Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok
perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan),
dan jasmaniah. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia pacasialis
yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tanun
1960.
15. PEMBAHARUAN KURIKULUM 1968 dan 1975
1.Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 lahir dengan pertimbangan politik ideologis. Tujuan pendidikan pada
kurikulum 1964 yang bertujuan menciptakan masyarakat sosialis Indonesia diberangus,
pendidikan pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk manusia pancasila sejati.
Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada
tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada
kurikum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus.
2.Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 didasari konsep SAS (Structural, analysis, sintesis). Anak menjadi pintar
karena paham dan mampu menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata pelajaran di
sekolah. Kurikulum 1975 juga dimaksudkan untuk menyerap perkembangan ilmu era 1970-an.
Selain memperkuat matematika, pelajaran teoritis IPA juga dipertajam. Jam pelajaran yang
tadinya 41 jam per minggu, menjadi 43 jam. Pelajaran IPA menjadi gabungan dari Ilmu Hayat dan
Ilmu Alam. Sisi positif kurikulum ini adalah, “ilmu-ilmu dasar yang diserap siswa SD pada masa itu
menjadi semakin berkembang”. Akan tetapi dampak dari kurikulum 1975 adalah banyak guru
menghabiskan waktunya untuk mengerjakan tugas administrasi, seperti membuat TIU, TIK, dan
lain-lain; sedangkan substansi materi uang akan diajarkan kurang didalami.
16. KURIKULUM KETERAMPILAN PROSES
1.Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach, yang senada dengan
tuntukan GBHN 1983 bahwa pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik
yang kreatif, bermutu, dan efisien bekerja. Kurikulum 1984 tidak mengubah semua
hal dalam, kurikulum 1974, meski mengutamakan proses tapi faktor tujuan tetap
dianggap penting. Oleh karena itu kurikulum 1984 disebut kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Posisi Siswa dalam kurikulum 1984 diposisikan sebagai subyek
belajar. Dari hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan,
hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang
disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
17. 2. Kurikulum 1994
Lahirnya UU No 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, merupakan
pemicu lahirnya kurikulum 1994. Menurut UU tersebut, pendidikan nasional
bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manisia beriman dan bertakwa kepada tuhan yang
mahaesa, berbudi luhur, memeliki keterampilan dan pengetahuan, kessehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Pada kurikulum 1994, pendidikan dasar
dipatok menjadi sembilan tahun (SD dan SMP). Berdasarkan struktur kulikulum,
kurikulum 1994 berusaha menyatukan kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum
1975 dengan pendekatan tujuan dan kurikulum 1984 dengan tujuan pendekatan
proses. Pada kurikulum ini pun dimasukan muatan lokal, yang berfungsi
mengembangkan kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerahnya. Pada
kurikulum ini beban belajar siswa dinilai terlalu berat, karena ada muatan nasional
dan lokal. Walaupun ada suplemen 1999 seiring dengan tuntutan reformasi,
namun perubahan tidak total.
18. KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
1. Kurikulum 2004
Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi). Lahir
sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No 2 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No
25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dam
Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional. KBK tidak lagi mempersoalkan
proses belajar, proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada
tingkatan tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai sebagai
perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan
bertindak. Seseorang telah memiliki kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola
perilaku sehari-hari.
Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value, attitude,
dan interest. Dengan mengembangkan aspek-aspek ini diharapkan siswa memahami, mengusai, dan
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah dipelajarinya. Adapun kompentensi
sendiri diklasifikasikan menjadi: kompetensi lulusan (dimilik setelah lulus), kompetensi standar (dimiliki
setelah mempelajari satu mata pelajaran), kompetensi dasar (dimiliki setelah menyelesaikan satu
topik/konsep), kompetensi akademik (pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan persoalan),
kompetensi okupasional (kesiapan dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja), kompetensi kultural
(adaptasi terhadap lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia), dan kompetensi temporal
(memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa. KBK dinilai lebih unggul daripada kurikulum 1994.
KBK memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar (KHB), penilaian berbasis kelas
(PBK), kegiatan belajar mengajar (KBM), dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (PKBS). KHB berisi
tentang perencaan pengembangan kompetensi siswa yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir
sampai usia 18 tahun.
19. 2. Kurikulum 2006
Kurikulum 2006 atau KTSP tidak mengubah KBK, bahkan sebagai penegas KBK
(Jalal, 2006). Dibandingkan kurikulum 1994, kurikulum KTSP lebih sederhana,
karena ada pengurangan beban belajar sebanyak 20%, jam pelajaran yang
dikurangi antara 100-200 jam per tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan
siswa pun akan dikurangi, kurikulum ini lebih menekankan pada pengembangan
kompetensi siswa dari pada apa yang harus dilakukan guru. Kurikulum 2006 adalah
penyempurnaan dari KBK yang telah diuji coba kelayakannya secara publik, melalui
beberapa sekolah yang menjadi pilot project. Menurut Jalal (2006) KBK tidak
resmi, hanya uji coba yang diterapkan di sekitar 3.000 sekolah se- Indonesia.
20. KTSP sendiri lahir sebagai respon dari UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
terutama pasal 36 ayat 1 dan 2. KTSP bertujuan memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan
melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan. Prinsip pengembangan KTSP
adalah:
1. Berpusat pada potensi, pengembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik, dan lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
6. Belajar sepanjang hayat
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Komponen dalam KTSP adalah:
1. Tujuan pada pendidikan dasar: meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lanjut.
2. Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar
3. Kenaikan kelas dan kelulusan berdasarkan PP 19/2005 pasal 72 ayat 1, siswa dinyatakan lulus apabila:
menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memperoleh nilai minimal, lulus ujian sekolah, dan lulus
ujian nasional.