Melalui program SEHATI, pemerintah tujuh kabupaten di Indonesia didukung untuk mengalokasikan anggaran Rp 13,6 miliar untuk sanitasi total berbasis masyarakat, dan capaian meliputi 464.284 orang dengan akses sanitasi yang meningkat. Program ini berhasil meningkatkan kapasitas pemerintah daerah untuk mengimplementasikan sanitasi mandiri.
Perbandingan Pemerintahan - Sistem Pemerintahan Trias Politica di Indonesia
Enewsletter Jejaring AMPL Maret 2018
1. Disusun oleh Sekretariat Jejaring AMPL (www.jejaringampl.org). Tim: Herie Ferdian,Wiwit Heris, Indriany.
Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com
1MARET 2018
BERSINERGI DAN BERBAGI CERITA
LEMBAR NYATA CAPAIAN
PROGRAM SEHATI TAHUN 2017
Sejak tahun 2016, Simavi meningkatkan
kapasitas pemerintah daerah untuk
implementasi program STBM secara mandiri
di Lombok Utara, Lombok Timur, Dompu,
Sumba Tengah, Sumba Barat Daya,
Manggarai Barat dan Biak Numfor. Melalui
pendekatan lintas sektor, program SEHATI
berhasil mendukung pemerintah
mengalokasikan anggaran sebesar Rp
13.650.142.000 untuk 5 pilar STBM per Juni
2017.
KIPRAH DUTA MUDA DARI DURI
UTARA DALAM KAMPANYE STBM
DAN PENGURANGAN RISIKO
BENCANA
Sehari-hari berkecimpung dengan STBM
membuat para anggota Youth Ambassador
membawa “kesadarannya” hingga ke rumah.
Mereka merasa malu, jika berkeliling
menyerukan untuk bersanitasi yang baik tapi
sebaliknya di rumah keluarganya masih
berperilaku yang sama. Youth Ambassador
menjadi garda terdepan dalam membuat
perubahan perilaku di Duri Utara.
AIR BERSIH DAN KEMISKINAN,
PENGALAMAN DARI DESA CIBADAK,
BOGOR
Pemilihan pendekatan intervensi
pengentasan kemiskinan dengan
pembangunan sarana air bersih sebagai
intervensi awal bukanlah tanpa alasan. Pusat
Pengkajian Politik dan Pengembangan
Masyarakat Universitas Nasional (P4M-UNAS)
bekerjasama dengan Yayasan Wahana
Indonesia Membangun (WinDevelopment)
berinisiatif dan tergerak untuk melakukan
program Pembangunan Sarana Air Bersih
Berbasis Masyarakat.
2. Disusun oleh Sekretariat Jejaring AMPL (www.jejaringampl.org). Tim: Herie Ferdian,Wiwit Heris, Indriany.
Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com
2MARET 2018
Lembar Nyata Capaian Program SEHATI tahun 2017
(Sustainable Sanitation and Hygiene for Eastern Indonesia)
Pada tahun 2012, Indonesia merupakan
negara open defecation (OD) tertinggi kedua
di dunia setelah India. Kondisi ini sebagian
besar terjadi di wilayah pedesaan.
Berdasarkan laporan JMP (Joint
Monitoring Programme UNICEF and
WHO) pada tahun 2015,
setidaknya baru terdapat 47%
masyarakat pedesaan yang
mengakses fasilitas sanitasi;
dibandingkan dengan 72%
masyarakat kota yang
mengakses fasilitas sanitasi. Ini
artinya, (pada saat itu) ada
sekitar 55 juta orang di pedesaan
belum mengakses fasilitas
sanitasi layak dan 34 juta
diantaranya tidak dapat mengakses
sama sekali. Kondisi ini mencerminkan
tingginya perilaku buang air besar
sembarangan yang akhirnya berkontribusi
pada tingginya prevalensi diare yang diderita
oleh anak–anak usia di bawah lima tahun.
Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013 mengungapkan bahwa insiden
diare masih menjangkit kelompok balita di
Indonesia sebanyak 10,2%.
Di sisi lain, peran penting perilaku bersih
sering diabaikan. Padahal, kematian yang
disebabkan diare pada umumnya dapat
dicegah. Dengan meningkatkan dan
mengimplementasikan 5 Pilar Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) dapat
menurunkan resiko penyakit diare dan
penyakit berbasis lingkungan lainnya seperti
stunting dan ISPA hingga 94%1.
Situasi masyarakat miskin pedesaan juga
perlu mendapatkan perhatian segera. Di
pedesaan, sanitasi yang tidak memadai,
1
Hasil studi World Health Organization pada tahun
2007
praktek kebersihan yang buruk, kelangkaan
sumber air bersih dan akses terhadap sarana
dan prasarana kesehatan yang minim dapat
memperburuk kondisi tidak sehat.
Penyakit–penyakit terkait dengan kondisi
tersebut antara lain disentri, kolera,
diare, tipus, hepatitis, leptospirosis,
malaria, demam berdarah, kudis dan
ISPA. Selain itu, keluarga miskin
yang kurang berpendidikan
cenderung kurang melakukan
praktek–praktek kebersihan
sehingga berkontribusi terhadap
penyebaran penyakit dan
peningkatan resiko kematian.
Kecenderungan dan
Hambatan
Pemerintah Indonesia telah menetapkan
beberapa target nasional salah satunya
adalah Akses Universal yang dikenal dengan
istilah 100-0-100 yaitu target pencapaian
100% cakupan akses air bersih, 0% kawasan
kumuh dan 100% cakupan akses sanitasi di
tahun 2019.
Untuk mendukung target tersebut, kebijakan
Nasional STBM dengan 5 pilarnya sangat
penting dilakukan di seluruh wilayah di
Indonesia karena mengikuti prinsip–prinsip
responsif terhadap permintaan,
menggunakan pendekatan berbasis
masyarakat dan menekankan perlunya
keterlibatan perempuan serta fokus pada
prinsip operasional, pemeliharaan dan
pembiayaan yang berkesinambungan. Kelima
pilar tersebut adalah stop buang air besar
sembarangan (BABS), mencuci tangan pakai
sabun, pengolahan air dan makanan rumah
3. Disusun oleh Sekretariat Jejaring AMPL (www.jejaringampl.org). Tim: Herie Ferdian,Wiwit Heris, Indriany.
Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com
3MARET 2018
tangga, pengelolaan sampah padat dan
pengelolaan limbah cair rumah tangga.
Akan tetapi, berbagai tantangan besar masih
menghambat pencapaian kebijakan tersebut,
yaitu:
1. Tidak adanya model penyediaan layanan
yang terukur dan berkelanjutan. Berbagai
jenis model diterapkan atas dasar
mindset proyek sehingga ketika proyek
berakhir, tidak ada adopsi dan replikasi
yang dapat diterapkan
untuk wilayah lainnya.
2. Rendahnya
kepemimpinan dan
komitmen di
kabupaten untuk
memprioritaskan isu
sanitasi dan perilaku
higien. Banyaknya
kompetisi program di
tingkat nasional dan
propinsi juga menenggelamkan isu
sanitasi dan perilaku higien sehingga
tidak menjadi prioritas di kabupaten.
Meskipun sudah ada mekanisme
desentralisasi, namun kapasitas
pemangku kepentingan di tingkat
kabupaten masih perlu ditingkatkan
untuk penyediaan layanan dasar.
3. Rendahnya kapasitas di tiap level yang
bertanggungjawab dalam
mengimplementasikan kebijakan
nasional. Belum sinkron-nya program
nasional dan kabupaten menciptakan
tantangan besar dalam implementasi
program sanitasi di daerah. Selain itu,
sebagian besar program nasional kurang
menekankan peningkatan kapasitas
kelembagaan. Akibatnya, kapasitas untuk
menginisiasi, memimpin, melaksanakan
dan melanjutkan program sanitasi dan
higien di pedesaan menjadi jauh
berkurang.
4. Ketidaksetaraan akses terhadap fasilitas
sanitasi dan higien yang layak. Meskipun
progres terhadap target nasional dan
global sudah ada, namun
ketidaksetaraan geografi, sosiokultural
dan ekonomi masih tetap ada.
5. Sebagian besar program cenderung
fokus pada membangun infrastruktur
baru terutama pada pilar 1. Fokus
program pemerintah sepertinya lebih
mengarah pada kuantitas (jumlah
sarana) daripada kualitas (penggunaan
jangka panjang). Permintaan dan
pengetahuan teknis di tingkat desa
masih terbatas untuk
memastikan apakah layanan
dapat berfungsi dengan baik
dan berkelanjutan.
Capaian Program
SEHATI
Sejak tahun 2016, Simavi
bersama lima mitra nasional
yaitu Yayasan Dian Desa,
Yayasan Plan International
Indonesia, Yayasan Masyarakat
Peduli, CD Bethesda YAKKUM dan Yayasan
Rumsram bekerja untuk meningkatkan
kapasitas pemerintah daerah agar mampu
mengimplementasikan program 5 Pilar STBM
dan memimpin serta melanjutkan program
secara mandiri di 7 wilayah di Indonesia.
Adapun 7 wilayah tersebut adalah Lombok
Utara, Lombok Timur, Dompu, Sumba Tengah,
Sumba Barat Daya, Manggarai Barat dan Biak
Numfor.
Melalui pendekatan lintas sektor, SEHATI
telah berhasil mendukung pemerintah di 7
kabupaten dalam mengalokasikan anggaran
sebesar Rp 13.650.142.000 untuk sektor 5
pilar STBM per bulan Juni 2017.
Tak kalah penting, berbagai regulasi telah
diterbitkan untuk memastikan bahwa 5 pilar
STBM akan terus dilaksanakan oleh
Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait di
tingkat kabupaten mulai dari Instruksi Bupati,
Peraturan Bupati hingga Peraturan Daerah
(Perda). Penguatan kapasitas tim STBM
kabupaten dan/atau Kelompok Kerja Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja
Melalui pendekatan lintas
sektor, SEHATI telah berhasil
mendukung pemerintah di 7
kabupaten dalam
mengalokasikan anggaran
sebesar Rp 13.650.142.000
untuk sektor 5 pilar STBM
per bulan Juni 2017.
4. Disusun oleh Sekretariat Jejaring AMPL (www.jejaringampl.org). Tim: Herie Ferdian,Wiwit Heris, Indriany.
Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com
4MARET 2018
AMPL) Kabupaten telah menghasilkan
kemampuan fasilitasi, monitoring dan
koordinasi bersama di tingkat desa. Bahkan,
di 7 kabupaten dampingan SEHATI, POKJA
AMPL Kabupaten telah berkomitmen untuk
mereplikasi model implementasi 5 Pilar STBM
ke 210 desa.
Sebagai hasil dari intervensi ini, setidaknya
hingga bulan Oktober 2017, SEHATI telah
mengintervensi 464.284 jiwa untuk
mengimplementasikan 5 pilar STBM di
rumahnya. Akses sanitasi layak (JMP) di 7
kabupaten sudah menunjukkan kemajuan
dengan sekitar 49% rumah tangga sudah
memiliki jamban layak, 18% rumah tangga
dengan jamban tidak layak, 10% rumah
tangga berbagi jamban dan 23% rumah
tangga masih buang air besar sembarangan.
Cakupan pilar 2 (cuci tangan pakai sabun)
menunjukkan peningkatan sebanyak 7% yaitu
masyarakat dampingan telah mulai
menerapkan perilaku tersebut pada situasi –
situasi yang tepat.
Demikian juga untuk pilar 3 (pengelolaan air
minum dan makanan rumah tangga) juga
mengalami peningkatan sebanyak 4% rumah
tangga sudah mampu mengelola air minum
dan makanan secara aman
dan penghuni rumah
mengenal resiko jika air
minum dan makanan tidak
dikelola dengan baik.
Di pilar 4 (pengolahan
sampah rumah tangga)
terdapat peningkatan 2%
masyarakat melakukan
pengumpulan sampah,
memasukkannya ke dalam lubang terbuka,
menimbun dengan tanah dan di sekitar
rumah sudah tidak ada lagi sampah atau
kotoran lain yang terlihat.
Peningkatan yang signifikan terjadi pada Pilar
5, peningkatan 11% masyarakat yang
mengelola limbah cair rumah tangga,
dikumpulkan di satu tempat, dialirkan melalui
saluran air dan mengalir ke tempat peresapan
serta tidak ditemukan genangan air di sekitar
rumah.
Peluang Masa Mendatang
Implementasi 5 Pilar STBM memerlukan
pendekatan pemasaran sosial dengan
memobilisasi penduduk dan meningkatkan
permintaan fasilitas sanitasi yang lebih baik.
Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan
dan Dinas PUPR juga bisa menjadi agen
perubahan untuk menjalankan program
sanitasi berbasis masyarakat. Mekanisme
perencanaan dan penganggaran yang
memadukan sistem bottom up dan top down
terbukti efektif dalam penyusunan program
sanitasi yang tepat sasaran dan
berkesinambungan.
Sistem data perlu diperkuat. Pemerintah telah
menunjukkan perhatiannya dalam
mengembangkan program STBM melalui data
STBM Smart. Sayangnya, aplikasi ini masih
mengakomodasi pilar 1 saja. Pilar 2 hingga 5
masih belum diwujudkan secara nyata dalam
sistem monitoring nasional. Akibatnya banyak
data capaian yang tidak terekam di tingkat
propinsi dan nasional.
Keterlibatan sektor swasta
sangat penting untuk
meningkatkan sistem sanitasi
di pedesaan dan pinggiran. Di
7 kabupaten SEHATI, telah
dikembangkan teknologi dan
pembiayaan inovatif dalam
penyediaan fasilitas sanitasi
dan air bersih. Teknologi dan
pembiayaan inovatif ini disusun berdasarkan
konteks lokal masing–masing wilayah dan
kemampuan masyarakat setempat. Oleh
karena itu, peran pemerintah menjadi sangat
penting untuk mendukung akses pasar dan
regulasi bagi sektor swasta yang terlibat.
(Simavi/Angelina Yusridar)
Mekanisme perencanaan dan
penganggaran yang
memadukan sistem bottom up
dan top down terbukti efektif
dalam penyusunan program
sanitasi yang tepat sasaran
dan berkesinambungan.
5. Disusun oleh Sekretariat Jejaring AMPL (www.jejaringampl.org). Tim: Herie Ferdian,Wiwit Heris, Indriany.
Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com
5MARET 2018
Kiprah Duta Muda Duri Utara dalam Kampanye STBM dan
Pengurangan Risiko Bencana
Tim Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM) RW 02, Kelurahan Duri Utara,
Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, tidak
melulu beranggotakan orang dewasa, ada
juga yang anak remaja. Mereka kebanyakan
dari anggota Karang Taruna yang telah
dinobatkan sebagai Youth Ambassador (Duta
Muda). Duta Muda untuk isu sanitasi, PRB
(Pengurangan Resiko
Bencana), dan perubahan
iklim. Seperti halnya Tim
STBM mereka aktif
melakukan pemicuan dan
sosialisasi STBM.
“Mereka dipilih selain
karena aktif di Karang
Taruna, komitmennya juga tinggi. Kami
melatih mereka menjadi fasilitator,
memberikan pembekalan untuk melakukan
pemicuan, menyusun Rencana Tidak Lanjut
(RTL), meningkatkan pengetahuan gender,
pengetahuan disablitas dan inklusi, termasuk
penerapan opsi teknologi. Merekalah yang
memotori gerakan sosial di wilayah ini,” jelas
Nelly Junita Simangunsong, Ketua Tim
Program Urban STBM-Yayasan Tanggul
Bencana Indonesia (YTBI).
YTBI menjadi salah satu mitra Plan Indonesia
dalam konsorsium program Bersama Perbaiki
Sanitasi dan Higiene di Perkotaan (BERSIH),
karena saat ini tengah melakukan program
“Youth in Action for Urban Disaster Risk
Reduction,” di wilayah Duri Utara. Terpilihnya
YTBI sebagai anggota konsorsium BERSIH
project adalah untuk mempermudah
sinergitas program BERSIH terkait
peningkatan kesadaran pentingnya 5 pilar
STBM.
“Semula mereka dibentuk untuk pengurangan
resiko bencana di sekitar Duri Utara, terutama
kebakaran rumah, bencana paling sering
terjadi di wilayah ini. Sekarang isu ini
diintegrasikan lagi dengan STBM dan
Pengurangan Risiko Bencana” jelas Nelly.
Beruntung bagi Nelly yang telah mendampingi
anak-anak muda Duri Utara dalam Karang
Taruna sejak dua tahun lalu, sehingga
memudahkan dalam transfer keterampilan
dan pengetahuan program BERSIH untuk
dikerjakan bersama Youth
Ambassador Duri Utara ini.
Namun ini bukan berarti
tidak ada tantangannya,
apalagi “Youth” ini juga
harus melakukan
sosialisasi dan pemicuan
pada orang dewasa. Salah
satu Youth Ambassador, Muhammad Hilmi
Musyafa, 19, menjelaskan bagaimana
sulitnya dia melakukan pendekatan kepada
para tetangga yang seumuran orangtuanya.
“Saya dibilang, ih anak kecil nasihatin orang
tua. Jadi saya harus sabar, begitu selalu yang
diajarkan. Lain kalau dengan teman
sepantaran, kan gampang kita langsung
ngomong: Eh, lu kagak malu apa, masih
buang sampah sembarangan. Atau masih
buang kotorannya ke got. Jadi biasanya nanti
ada obrolan panjang lagi,” jelas Hilmi. Senada
juga diungkapkan oleh Erlangga Nur Pratama,
17, dan Hendra Permana, 17. Menghadapi
orang tua kadang membuat mereka berkecil
hati, tapi hal tersebut makin menguatkan
kesadaran para Duta Muda ini, betapa
kebiasaan buruk memang telah
mendarahdaging di kebanyakan warga.
Sebagai generasi muda mereka tidak ingin
seperti itu.
“Pernah ada kejadian, dari atas (rumah)
mereka melempar sampah ke got. Saya
marah dong melihatnya. Buang sampah di
sungai dan di got selain mencemari sungai
Youth Ambassador jelas
merupakan agen perubahan di
keluarganya, dan menjadi garda
terdepan dalam gerakan
perubahan perilaku.
6. Disusun oleh Sekretariat Jejaring AMPL (www.jejaringampl.org). Tim: Herie Ferdian,Wiwit Heris, Indriany.
Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com
6MARET 2018
juga bisa bikin got mampet dan bikin banjir.
Saya tegur keras, masa sudah tua tidak malu
perilakunya masih buruk,” jelasnya.
Agen Perubahan Dimulai Dari
Keluarga
Sehari-hari
berkecimpung dengan
STBM membuat para
Youth Ambassador
membawa
“kesadarannya” ke
kepada keluarganya,
terutama orangtuanya.
Mereka merasa malu,
jika berkeliling
menyerukan untuk
bersanitasi yang baik
tapi di rumah
keluarganya masih berperilaku yang sama.
Sementara Erlangga senang adiknya yang
paling kecil justru yang paling “bawel” dalam
mengingatkan orang tuanya untuk cuci
tangan pake sabun sebelum makan.
Beruntungnya baik Hendra, Erlangga, Savio
dan juga Hilmi mempunyai orang tua yang
mempunyai pikiran terbuka. Mau
mendengarkan pendapat dan juga menerima
pemikiran anaknya.
Nelly mengatakan, Youth Ambassador jelas
merupakan agen
perubahan di
keluarganya, dan
menjadi garda terdepan
dalam gerakan
perubahan perilaku.
“Paling efektif memang
harus dimulai dari
rumah, melalui anak-
anak, harus dari usia
dini. Makanya kami juga
melakukan sosialisasi
dan pemicuan ke
sekolah-sekolah, dengan harapan melalui
mereka, anak-anak, kesadaran ini juga bisa
terbawa sampai rumah, kepada orang tua
yang mengambil keputusan atas segala hal,”
tandas Nelly.
*Plan Indonesia
Air Bersih dan Kemiskinan
Pengalaman dari Desa Cibadak, Bogor
(Sebuah Torehan Pengalaman dari WinDevelopment)
Kemiskinan terjadi karena kemampuan
masyarakat pelaku ekonomi tidak sama,
sehingga terdapat masyarakat yang tidak
dapat ikut serta dalam proses pembangunan
atau menikmati hasil pembangunan
(Soegijoko, 2001).
Kondisi kemiskinan di Desa Cibadak,
Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, diperparah oleh minimnya sarana
air bersih. Kontur tanah yang miring, berbukit
serta gersang kering menyebabkan langkanya
sumber air bersih yang bisa diakses
masyarakat, apalagi pada musim kemarau
ketika kekeringan melanda.
Efek beruntun dari kondisi tersebut adalah
minimnya lahan yang dapat dimanfaatkan
untuk produksi sumber pendapatan, sehingga
arus urbanisasi penduduk usia produktif
meningkat. Keadaan ini menimbulkan
kerentanan lagi berupa kemiskinan
7. Disusun oleh Sekretariat Jejaring AMPL (www.jejaringampl.org). Tim: Herie Ferdian,Wiwit Heris, Indriany.
Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com
7MARET 2018
meningkat, kesehatan rendah, individualisme
meningkat, dan konflik sosial pun menerpa
kehidupan masyarakat.
Persoalan kemiskinan mendera masyarakat
sejak lama. Berbagai kebijakan dan program
pembangunan telah diturunkan dengan
tujuan mengurangi jumlah penduduk miskin.
Berangkat dari pengamatan sosial tersebut,
Pusat Pengkajian Politik dan
Pengembangan Masyarakat
Universitas Nasional (P4M-
UNAS) bekerjasama dengan
Yayasan Wahana Indonesia
Membangun
(WinDevelopment)
berinisiatif dan tergerak
melakukan program
Pembangunan Sarana Air
Bersih Berbasis Masyarakat.
Kerjasama dua lembaga ini
berhasil menyediakan sarana air bersih,
dengan didukung pembentukan dan
peningkatan kapasitas pengelola sarana air
bersih.
Pemilihan pendekatan intervensi
pengentasan kemiskinan dengan
pembangunan sarana air bersih sebagai
intervensi awal bukanlah tanpa alasan. Dari
penilaian kebutuhan (needs assessment)
menunjukkan bahwa pokok persoalan yang
dihadapi masyarakat adalah minimnya sarana
air bersih. Ini berkontribusi pada pola hidup
yang tidak sehat dan juga kemiskinan.
Program ini direncanakan sebagai pilot
project yang keberhasilannya dapat direplikasi
sebagai model pemberdayaan desa di lokasi
lain di Kabupaten Bogor.
Tahapan pelaksanaan program adalah
sebagai berikut:
1. Survei Potensi Air dan Kelayakan
Teknis
Survei potensi air dan kelayakan teknis
dilakukan November-Desember 2015.
Tim P4M-UNAS dan WInDevelopment
dibantu warga masyarakat desa mencari
sumber air di daerah Gunung Sungging,
dan menemukan 3 mata air. Setelah itu
dilakukan perencanaan teknis berupa
pengukuran jalur pipa dan penentuan
posisi untuk pembangunan bak pembagi,
bak pelepas tekan dan bak reservoir.
Hasilnya berupa gambar pengukuran
topografi, kebutuhan perlengkapan serta
perkiraan biaya. Hasil ini menjadi dasar
penyusunan proposal
kegiatan.
2. Upaya Mencari Mitra
Menggandeng mitra
merupakan hal pelik dalam
kegiatan ini. Terdapat
pembagian peran dalam
mencari mitra kerja. Tim
P4M-UNAS mengirimkan
proposal ke beberapa pihak,
mulai dari instansi pemerintah, lembaga
donor hingga perusahaan swasta. Tim
juga melakukan presentasi program di
hadapan sejumlah pihak untuk
menjelaskan detail tentang program ini.
Hal ini dilakukan sepanjang tahun 2016
hingga 2017.
Program dipresentasikan kepada
Pemerintah Kabupaten Bogor, melalui
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintah Desa (BPMPD), dan
menghasilkan sebuah Nota
Kesepahaman/Memorandum of
Understanding (MoU) antara Universitas
Nasional dengan Pemerintah Kabupaten
Bogor per 23 Februari 2016. Berbekal
MOU ini mulai bisa dilakukan upaya
untuk menjalin kerjasama kemitraan.
Terdapat dua perusahaan yang berminat
membantu, yaitu PT Duta Wahana Jaya
Rucika yang memberikan bantuan dalam
bentuk barang (pipa dan aksesorisnya)
dan PT Bangun Panca Sarana Abadi
(BPSA) yang memberikan bantuan dalam
bentuk dana pembangunan sarana fisik
seperti bak pembagi dan bak reservoir.
Pendekatan kolaboratif dalam
program ini dengan pelibatan
pemerintah daerah dan
swasta, serta partisipasi
masyarakat secara langsung,
diyakini mampu memberikan
jaminan keberlanjutan
program
8. Disusun oleh Sekretariat Jejaring AMPL (www.jejaringampl.org). Tim: Herie Ferdian,Wiwit Heris, Indriany.
Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com
8MARET 2018
3. Penyiapan Masyarakat
Program ini mensyaratkan adanya
partisipasi dan peran serta masyarakat
dalam proses pembangunan, dan hal ini
sejalan dengan persyaratan yang diminta
para mitra. Dalam mewujudkan
partisipasi masyarakat, Tim P4M-UNAS
dan WinDevelopment melakukan
beberapa kali pertemuan warga untuk
menjelaskan rencana program. Setelah
itu tim memfasilitasi diskusi untuk
meminta bentuk partisipasi dan
kontribusi warga serta pemerintah dalam
pembangunan Sarana Air Bersih.
Setelah beberapa kali musyawarah,
akhirnya dicapailah suatu kesepakatan
bahwa kontribusi warga desa pada
program pembangunan sarana air bersih
diwujudkan dalam bentuk tenaga dan
juga iuran dana untuk konsumsi selama
proses pembangunan. Diputuskan juga
besar iuran warga per KK adalah sebesar
Rp 75.000. Pemerintah Desa
berkontribusi dalam bentuk dana
pembangunan sarana fisik. Butir-butir
kesepakatan dituangkan dalam sebuah
nota kesepahaman antara P4M-UNAS
dengan Pemerintah Desa Cibadak per 22
September 2017.
Sistem pengelolaan air bersih disepakati
akan menggunakan sistem meteran
sambungan rumah, karena dinilai lebih
menciptakan rasa keadilan dan
meminimalisir masalah sosial di
masyarakat. Setelah itu dibentuklah
suatu Panitia Pembangunan Air Bersih
(PPAB) yang berasal dari warga desa.
4. Proses Pembangunan Sarana Fisik
Proses pembangunan dimulai dengan
pembuatan broncapturing di mata air.
Fungsi broncapturing adalah untuk
menjaga dan mengumpulkan mata air
agar tidak tersebar ke area lain serta
untuk menjaga kebersihan mata air.
Terdapat 2 mata air yang dibangun
broncapturing.
Pembangunan berikutnya adalah bak
pengumpul dan pembagi yang berjarak
80 m dari broncapturing. Bak pembagi
dibuat dalam 3 sekat ruang yang
bertujuan untuk pengumpulkan dan
menyaring air agar lebih bersih. Setelah
bak pembagi, dibuat bak pelepas tekan
untuk mengurangi tekanan air akibat
perbedaan ketinggian.
Sarana bangunan sipil terakhir yang
dibangun adalah bak penampung
(reservoir) utama dengan kapasitas
22.000 liter. Reservoir utama terletak di
dusun Belender, mampu melayani 2
dusun yakni dusun Rawasadang dan
dusun Sagatan yang mencakup 225
Sambungan Rumah (SR). Ditambah juga
dibangun jalur pipa untuk reservoir lain di
Desa Sukasabar yang melayani dusun
Sukasabar mencakup 42 SR, termasuk
sebagian warga dusun Tegalaja. Bak
reservoir ini dibangun melalui swadaya
Pembangunan bak pelepas tekan (kiri) dan bak reservoir (kanan)
9. Disusun oleh Sekretariat Jejaring AMPL (www.jejaringampl.org). Tim: Herie Ferdian,Wiwit Heris, Indriany.
Silakan kirim cerita Anda ke: jejaring.ampl@gmail.com
9MARET 2018
warga dusun tersebut. Setelah beberapa
sarana fisik bangunan sipil terbangun,
barulah panitia pembangunan memulai
proses pemasangan jalur pipa.
Proses selanjutnya adalah pemasangan
meteran sambungan rumah. Dalam
pemasangan meteran ini, warga harus
registrasi dulu dengan membayar biaya
pemasangan dan cicilan meteran. Proses
pemasangan meteran dilakukan oleh
pengurus BPAB.
5. Pembentukan Badan Pengelola Air
Bersih (BPAB)
Secara bersamaan saat proses
konstruksi berjalan, fasilitator P4M-UNAS
dan WinDevelopment mempersiapkan
kelembagaan pengelola sarana, yang
dinamai dengan Badan Pengelola Air
Bersih (BPAB). Badan ini bertugas
membentuk sistem pengelolaan air
bersih.
Kegiatan pertama yang dilakukan
pengurus BPAB adalah studi banding ke
Desa Kiara Sari, Kecamatan Cigudeg,
Kabupaten Bogor pada tanggal 21
Januari 2018. Difasilitasi oleh tim P4M
UNAS dan WInDevelopment, para
pengurus BPAB bertukar pikiran dengan
pengelola sarana air bersih di Desa Kiara
Sari.
6. Rencana Tindak Lanjut
Untuk mendukung keberlanjutan
pengelolaan Sarana Air Bersih diperlukan
regulasi. Oleh karena itu proses
identifikasi isu pengelolaan air,
kemampuan membayar, identifikasi
lembaga–lembaga di desa terkait
penyusunan regulasi desa dan
identifikasi peraturan yang sudah ada
sedang dilakukan untuk mendukung
proses pembuatan Perdes Pengelolaan
SAB. Penyusunan Perdes ini akan
dilakukan secara partisipatif. Selain isu
regulasi, rencana tindak lanjut berikutnya
adalah program sanitasi.
Pendekatan kolaboratif dalam program ini
dengan pelibatan pemerintah daerah dan
swasta, serta partisipasi masyarakat secara
langsung, diyakini mampu memberikan
jaminan keberlanjutan program, sehingga
tujuan yang ingin dicapai yaitu meningkatnya
derajat kesehatan dan produktifitas
masyarakat di Desa Cibadak, melalui akses
yang berkelanjutan terhadap air bersih dan
sanitasi yang layak dapat terwujud.
*WIN Development (AP/DHS/AH)
Sekretariat Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL)
Menteng Square Apartment, Tower B, 22th floor No. 11
Jl. Matraman Raya No 30E
Jakarta Pusat 10430
Email: info@jejaringampl.org, jejaring.ampl@gmail.com