Dokumen tersebut membahas demonstrasi sopir taksi konvensional memprotes layanan transportasi berbasis aplikasi online seperti Uber dan Grab serta respon masyarakat terhadap isu tersebut. Pemerintah kemudian memfasilitasi solusi dengan mengizinkan pengemudi menggunakan kendaraan pribadi untuk layanan transportasi online dengan bergabung dalam koperasi serta meminta penyedia layanan memiliki badan usaha tetap di Indonesia.
1. Sopir Taksi Ramai Goyang Aplikasi Online...!
Kementerian Perhubungan Indonesia pada 14
Maret 2016 mengirimkan surat kepada
Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kominfo) untuk memblokir aplikasi Uber dan
Grab Car dengan alasan karena layanan
transportasi tersebut tidak berbadan hukum
Indonesia, tidak memiliki izin operasi dan
menggunakan kendaraan pribadi sebagai
transportasi publik. Surat tersebut bersamaan
dengan demonstrasi ribuan sopir taksi di
Jakarta memprotes UBER dan GRAB CAR.
Lantas pada 22 Maret 2016, ribuan sopir
taksi kembali melakukan demonstrasi dengan
konvoi dari balaikota Jakarta, gedung DPR-
MPR, kantor Kominfo dan Instana Negara.
Respon pro-kontra netizen Indonesia turut
disalurkan melalui petisi online di Change.org
di pagi hari yang sama. Salah satu petisi
mendesak pengelola atau pengemudi taksi
konvensional beradaptasi dengan teknologi
dan memahami konsumen era digital. Petisi
tersebut ditandatangani lebih dari 15 ribu
orang, dalam 24 jam sejak di-online-kan.
Menteri Kominfo mengambil sikap untuk tidak
memblokir layanan aplikasi tersebut dan
segera berkoordinasi dengan Menteri
Perhubungan serta Menteri Koperasi dan UKM.
Adapun solusi yang kemudian difasilitasi oleh
pemerintah adalah:
- Bagi kendaraan pribadi yang digunakan
untuk transportasi umum berbasis aplikasi
online, kini pengemudi atau pemiliknya
dapat bergabung dalam koperasi. Melalui
koperasi tersebut, pengemudi atau pemilik
kendaraan dapat mengajukan uji kelaikan
kendaraan demi keselamatan penumpang
sebagaimana diatur dalam UU Transportasi.
- Bagi penyedia layanan aplikasi online
diminta memiliki Badan Usaha Tetap
(Permanent Establishment) di Indonesia.
Syarat BUT ini diperuntukan untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen
juga terkait dengan aspek penghitungan
pajak negara. Kemudian GRAB CAR akan
bekerjasama dengan perusahaan taksi dan
perusahaan penyewaan mobil. Sedangkan
UBER memilih bermitra dengan perusahaan
penyewaan mobil.
kiniN E T I Z E N
INDONESIA
ICT Watch Gabung di Twitter Trust and Safety Council
ICT Watch Indonesia
Jl. Tebet Barat Dalam 6H No. 16A
Jakarta Selatan +6221-98495770
info@ictwatch.id | www.ictwatch.id
Netizen Indonesia Kini
diterbitkan oleh:
Pada Selasa 23 Februari 2016 malam bertempat di Kantor Kemkominfo Jakarta, berlangsung digital policy brieng
secara live streaming dengan Rio de Janeiro dan Jenewa. Brieng ini difasilitasi oleh Geneva Internet Platform (GIP) /
DiploFoundation di Jenewa. Sekitar 70 peserta dari elemen multistakeholder di Jakarta turut hadir berdiskusi, dengan
salah satu agendanya paparan update tata kelola Internet di Indonesia. Paparan update disampaikan oleh Menteri
Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Sejumlah diplomat Indonesia di Jenewa turut mengikuti brieng langsung di
kantor GIP. Brieng diadakan setiap bulan, pada Selasa minggu terakhir dan terbuka untuk umum. Untuk GIP hub
Jakarta, sebagai host-nya disepakati secara bergiliran. Setelah Kemkominfo sebagai host perdana, maka pada Maret
adalah Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJJ) dan kemudian HIVOS pada April nanti.
Brieng Bulanan “Digital Policy” Multistakeholder Indonesia
Workshop Internet Syariah
di Kota Banda Aceh
Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Aceh dengan didukung oleh ICT Watch
menyelenggarakan workshop untuk para pegiat
Internet di Aceh, 2-4 Februari 2016. Workshop
tersebut diikuti oleh sejumlah perwakilan dari
pemerintah, swasta dan komunitas. Sebagai
narasumber antara lain adalah Valens Riyadi
(praktisi sekuriti) dan Shita Laksmi (HIVOS). Salah
satu diskusi yang mengemuka adalah terkait
pentingnya kerjasama sinergis dan inklusif antara
pemangku kepentingan majemuk (multi-
stakeholder) dalam tata kelola internet di Aceh.
Cyber Law Center (CLC) FH UNPAD bersama Citizen Lab
Universitas Toronto dan ICT Watch pada 15 Februari 2016
menyelenggarakan sebuah diskusi tentang Perlindungan Data
Pribadi (Privasi) Online di Bandung. Selain membahas praktik
dan rancangan rumusan kebijakan Indonesia yang terkait
dengan privasi online, dalam diskusi tersebut juga dipaparkan
komparasi antara perlindungan privasi online di sejumlah
negara seperti Malaysia dan Korea Selatan. Indonesia sendiri
saat ini belum memiliki undang-undang yang secara
komprehensif melindungi data pribadi. Diskusi yang hangat ini
diikuti antara lain oleh: LBH Pers, SAFEnet, Indonesia AIDS
Coallition, Common Room, ELSAM dan FemHack.
Pada 9 Februari 2016, Twitter mengumumkan pembentukan Trust & Safety Council sebagai
bagian tak terpisahkan dari strategi global mereka untuk memastikan penggunanya merasa
aman untuk berekspresi dan berkomunikasi di platform 140 karakter tersebut. Dalam
pengumuman tersebut, tertulis bahwa ICT Watch bersama The Wahid Institute, bergabung
di dalam Twitter Trust and Safety Council mewakili Indonesia.
(Info: https://blog.twitter.com/2016/announcing-the-twitter-trust-safety-council)
foto:DarrenWhiteside/reuters/detikcom
Diskusi Privasi Online di Indonesia
“Solusi Polemik UBER dan GRAB CAR”
Volume5,April-Juni2016
2. Setelah melalui proses
advokasi lebih dari 6 (enam)
tahun oleh sejumlah elemen
m a s y a r a k a t s i p i l d i
Indonesia, akhirnya pada 14
Maret 2016 DPR RI dan
pemerintah bersepakat
untuk melakukan revisi
Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU
ITE). Kesepakatan tersebut
dikemukakan melalui rapat
kerja antara Komisi I DPR RI
d e n g a n K e m e n t e r i a n
Komunikasi dan Informatika
(Kemkominfo) di Gedung
DPR-MPR – Jakarta.
Pemerintah mengajukan
pengurangan maksimal
hukuman pidana Pasal 27
( 3 ) U U I T E t e n t a n g
pencemaran nama baik di
Internet, dari 6 (enam) tahun
menjadi 4 (empat) tahun.
Pasal tersebut juga akan
ditekankan sebagai delik
aduan dan merujuk pada
KUHP yang telah mengatur
prinsip-prinsip pencemaran
n a m a b a i k u n t u k
menghindari multitafsir.
Dengan demikian, mereka
yang berekspresi di Internet
tidak lantas dapat semena-
mena ditahan oleh aparat
penegak hukum hanya
karena adanya laporan pihak
lain kepada penegak hukum.
Berdasarkan data dari
SAFEnet, sejak diundangkan
pada 2008, pasal tersebut
kerap digunakan untuk
m e r e d a m k e b e b a s a n
berekspresi para pengguna
Internet.
Sebelumnya pada Rapat
Dengar Pendapat Umum
(RDPU), 3 Februari 2016, ICT
Watch bersama elemen
masyarakat sipil lainnya
seperti Yayasan Satu Dunia
dan Institute for Criminal
Justice Reform (ICJR), telah
menyampaikan masukan
kepada Komisi I DPR RI
tentang bagaimana sebaiknya
revisi UU ITE tersebut.
Masukan tersebut antara lain
tentang perlunya peninjauan
kembali keberadaan delik atau
aturan pidana yang ada dalam
UU ITE, serta perlunya
dikaitkan dengan proses
kodikasi KUHP yang juga
tengah berjalan di Komisi III
DPR RI.
Daripada sekadar mengurangi
ancaman hukuman pidana
pada Pasal 27 ayat (3), maka
akan lebih tepat jika pasal
tersebut dan pasal pidana
lainnya di UU ITE dihapuskan
dan lantas dijadikan satu saja
ke dalam KUHP.
Akhirnya Pasal Pencemaran Nama Baik
Disepakati untuk Direvisi!
Daripada sekadar mengurangi ancaman hukuman pidana
pada Pasal 27 ayat (3), maka akan lebih tepat jika pasal tersebut
dan pasal pidana lainnya di UU ITE dihapuskan dan lantas
dijadikan satu saja ke dalam KUHP.
Salah satu materi visual kampanye awal revisi UU ITE
yang dilakukan para netizen Indonesia.
Di tengah perilaku netizen yang terlalu bebas
dengan kebiasan mudah mencela,
menyebarkan berita bohong (hoax), bahkan
memtnah, tentunya bisa mempengaruhi
perkembangan mental dan psikis anak. Di
sinilah orang tua dan guru harus lebih peduli
untuk membekali anak-anak dengan literasi
digital.
Persoalan anak dan media sosial di atas
didiskuskan dalam forum jurnalis kesehatan
dari berbagai media. Forum yang bernama
Ngobras (Ngobrol Bareng Sahabat) itu digelar
di Nutrifood Inspiring Center, Jakarta, pada
11 Maret 2016.
Menurut Widuri, dari ICT Watch, sebagai
salah satu narasumber Ngobras, internet
bagaikan pasar atau mal yang bisa membuat
seorang anak tersesat. Tentunya orang tua
akan sangat berhati-hati ketika membawa
anak-anak mereka ke pasar atau mal.
Internet pun sebenarnya demikian. Orang tua
tak semestinya membiarkan anak-anak
bebas berinteraksi dan berekspresi di
internet. Mereka butuh pendampingan dan
pengawasan orangtua.
“Meski saat ini sudah ada aplikasi yang lazim
disebut parental control untuk membatasi
apa yang bisa dilihat anak di internet, namun
yang terpenting adalah komunikasi anak dan
orangtua. Jangan cuma mengandalkan
aplikasi parental control, tapi jalin
komunikasi terbuka dengan anak, termasuk
tentang etika di dunia maya,” tutur Widuri.
Southeast Asia Freedom of Expression Network
(SAFEnet) yang melakukan kerja pencatatan dan
advokasi atas kasus pemidanaan dan
krimininalisasi kebebasan berekspresi via
Internet di Indonesia, pada 17-19 Maret 2016 di
Jakar ta menyelenggarakan workshop
“Empowering Freedom of Expression Defenders
(FED).
Pada workshop tahunan ke-2 tersebut, materi
yang diberikan kepada kepada 20 relawannya di
Indonesia adalah:
1. HAM dan Kebebasan Berekspresi di
Internet, oleh Wahyudi D (ELSAM)
2. Perempuan dan Perlindungan Privasi di
Internet, oleh Dhyta C (FemHack)
3. Penanganan Kasus-Kasus Online
Defamation, oleh Asep K (LBH Pers)
4. Pelatihan Investigasi Kasus, oleh
Usman Hamid (Change.org)
5. Kebijakan Internet Indonesia, oleh
Agus S (APJII), Antoninus M (Kominfo),
dan Heru Tjatur (ICT Watch)
6. Theory of Change, oleh Shita L (HIVOS)
Dengan bertambahnya kapasitas dan kapabilitas
relawan tersebut, diharapkan SAFEnet akan
semakin solid menjalankan fungsinya baik di
Indonesia maupun di negara-negara lain
kawasan Asia Tenggara, yaitu:
1. Sebagai media siar dan pemetaan online
tentang kebebasan berekspresi.
2. Sebagai simpul jejaring penggerak dan
gerakan kebebasan berekspresi.
3. Sebagai penyedia dukungan dan solidaritas
kepada korban pelanggaran kebebasan
berekspresi di Internet.
SAFEnet Perkuat Kapasitas
Relawan FED 2016
Bak ke Pasar, Wajib Dampingi
Kegiatan Anak di Internet