4. SEJARAH BERDIRINYA
§ Terbentuk 27 Juni 2013 di Bali, Indonesia.
§ Dikumpulkan oleh 15 orang aktivis informasi untuk
menyikapi tingginya pelanggaran kebebasan
ekspresi di Indonesia dan negara-negara di
kawasan Asia Tenggara.
§ Di tahun 2016, SAFENET telah memiliki 22 relawan
dan berjejaring dengan sejumlah organisasi mitra
di negara-negara Asia Tenggara
5. CAKUPAN KERJA
1. DOKUMENTASI: Media siar dan pemetaan online situasi
kebebasan berekspresi di Asia Tenggara
2. ADVOKASI: Memberi dukungan dan membangun
solidaritas terhadap korban pelanggaran kebebasan
berekspresi
3. BERJARINGAN: Berjejaring dengan penggerak
kebebasan berekspresi se-Asia Tenggara
7. MITRA
LBH Pers (Indonesia)
Aliansi Jurnalis Independen
(Indonesia)
ELSAM (Indonesia)
ICJR (Indonesia)
Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII)
ICT Watch (Indonesia)
Relawan TIK (Indonesia)
ICDW (Indonesia)
Forum Demokrasi Digital
(Indonesia)
EngageMedia (Indonesia)
Thai Netizen Network
(Thailand)
Prachatai (Thailand)
iLaw (Thailand)
SEAPA (Thailand)
The Online Citizen (Singapore)
Layar Burok (Malaysia)
MalaysiaKini.com (Malaysia)
Viet Tan (Vietnam)
Voice (Vietnam)
LICADHO (Cambodia)
IFEX (International)
Global Voices (International)
8. INTERNET DAN DUNIA SIBER
¤ Nicholas Negroponte penulis buku Being Digital yang terbit
pada tahun 1995 menulis: “Computing is not about
computers any more. It is about living.”
¤ Revolusi teknologi informasi telah membebaskan komputer
dari sekedar kotak berisi keyboard dan layar hingga
menjadi benda-benda yang kita gunakan untuk berbicara,
kendarai, sentuh, bahkan gunakan.
¤ Dunia siber adalah dunia hasil konstruksi banyak pihak dari
berbagai kalangan, baik itu dari militer, pemerintah,
pendidikan, pengusaha, politisi hingga kelompok aktivis,
yang pada kurun waktu memiliki kepentingan di dalamnya
9. INTERNET PERLU DIKONTROL
¤ Karena menyangkut kehidupan banyak orang, maka
banyak pihak bersepakat bahwa internet perlu diatur.
¤ Dalam buku Access Contested: Security, Identity, and
Resistance in Asian Cyberspace, Ronald Dielbert
membagi 4 fase proses regulasi dunia siber:
¤ Fase 1: The Open Commons (1960 - 2000)
¤ Fase 2: Access Denied (2000 - 2005)
¤ Fase 3: Access Controlled (2005 - 2010)
¤ Fase 4: Access Contested (2010 – kini)
10. INTERNET INDONESIA CEPAT
Laporan Q1 2016 dari Akamai memperlihatkan
rata-rata kecepatan internet Indonesia telah
mencapai 4,5 Mbps atau naik 110% dari tahun
sebelumnya: 3,7 Mbps.
Sumber: https://www.akamai.com/us/en/multimedia/
documents/state-of-the-internet/akamai-state-of-the-
internet-report-q1-2016.pdf
11. PEMANFAATAN INTERNET
Sejak internet masuk ke Indonesia pada 20 tahun lalu (’90-an),
netizen Indonesia sudah menggunakan internet untuk:
1. Mencari informasi terkait proses pendidikan,
2. Meningkatkan pendapatan,
3. Belanja,
4. Mitigasi bencana,
5. Filantropi,
6. Menyebarkan agenda politik,
7. Memonitor pemilu.
Dua yang terakhir mulai massif sejak 2012 sampai hari ini.
12. INTERNET RUANG KONTESTASI
¤ Masyarakat sedang menggunakan internet untuk melakukan
counter-power, kontestasi kekuasaan dengan negara, agama, dan
oligark.
¤ Kekuasaan, dalam pandangan Manuel Castells (2012),
diejawantahkan melalui kekuatan paksa atau alat koersi berupa
monopoli kekerasan melalui kontrol negara dan melalui konstruksi
makna dalam pikiran masyarakat melalui manipulasi simbolik.
¤ Internet secara langsung mempengaruhi konstruksi makna dan
produksi relasi-relasi kekuasaan. Dengan internet terjadi “mass self-
communication” – penggunaan Internet dan jaringan wireless
sebagai platform dari komunikasi digital – sehingga produksi pesan
dilakukan secara otonom dan sulit dikontrol oleh pemerintah atau
korporasi.
13. INTERNET RUANG DEMOKRASI
¤ Karena media massa dikontrol oleh pemerintah dan korporasi media,
dalam masyarakat jejaring (network society) komunikasi otonom
terjadi dalam jaringan Internet (Internet network) dan dalam
platform-platform komunikasi wireless.
¤ Terjadi perluasan ruang publik-sosial politik ke cyberspace (dari
wilayah offline meluas ke wilayah online) menjadikan internet bagian
dari ruang demokrasi.
¤ Internet memberikan kesempatan setara bagi warga untuk terlibat
dan berpartisipasi. Ada 3 dimensi keterlibatan warga dalam politik:
¤ pengetahuan politik
¤ kepercayaan politik
¤ partisipasi politik
14. PENGATURAN INTERNET KITA
¤ Di Indonesia, internet dan media sosial diatur dalam
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan
transaksi elektronik atau yang dikenal dengan nama UU ITE.
¤ Semangatnya adalah mengatur mengenai informasi dan
transaksi di internet juga melindungi dari kejahatan siber
(cybercrime) seperti:
§ konten ilegal (Pasal 27-29);
§ akses ilegal (Pasal 30);
§ intersepsi ilegal (Pasal 31);
§ gangguan terhadap data (Pasal 32 UU ITE);
§ gangguan terhadap sistem (Pasal 33 UU ITE);
§ penyalahgunaan alat dan perangkat (Pasal 34 UU ITE);
15. PASAL SISIPAN
¤ Dalam perjalanan pembahasan, di dalam konten ilegal
dalam Pasal 27, 28, 29 UU ITE disisipkan mengenai:
¤ penghinaan/pencemaran nama baik (defamasi),
¤ penodaan agama (blasphemy),
¤ Pengancaman (threat)
¤ Dan ada permintaan dari kepolisian untuk menaikkan
tuntutan pidananya di atas 5 tahun agar polisi bisa
segera menindak begitu ditemukan kejahatan siber
tersebut.
¤ Pasal 45 mengancam pidana 6 tahun dan denda Rp 1
Milyar.
16. HUKUM UNTUK SIAPA?
¤ Defamasi atau hukum pencemaran nama adalah
aturan hukum yang berasal dari zaman kolonial yang
bisa ditemukan dalam 27 ayat 3 UU ITE dan pasal 310-311
KUHP.
¤ Sejarahnya digunakan oleh pemerintah kolonial Belanda
untuk menghukum mereka yang menghina Ratu dan
pemerintahan kolonial.
¤ Ketika merdeka, hukum ini dipertahankan dengan
mengganti subyek yang dihina bukan lagi Ratu dan
pemerintahan kolonial, tetapi pada warga biasa (yang
berstatus memiliki kekuasaan).
17. DEFAMASI DI UU ITE
Pasal 27 ayat 3 UU ITE
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/
atau pencemaran nama baik.”
22. NARLISWANDI PILIANG
Tulisan Narliswandi Piliang yang berjudul
“Hoyak Tabuik Adaro dan Soekanto” yang
di dalamnya berisi PAN meminta uang
sebesar Rp 2 Triliun kepada Adaro agar DPR
tidak lakukan hak angket yang akan
menghambat IPO Adaro
Alvin Lie, anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dari Partai Amanat Nasional
(PAN), melaporkan jurnalis warga Iwan
Piliang pada 28 Agustus 2008. Iwan diperiksa
Satuan Cyber Crime Polda Metro Jaya
karena dugaan melanggar Pasal 27 ayat 3
UU ITE . Iwan Piliang kemudian menjadi
pihak pertama yang melakukan Judicial
Review UU ITE. Kasusnya menggantung
hingga hari ini.
KASUS ANCAMAN
PIDANA PERTAMA
23. HILDA PUSPITA
Akibat mengubah status
facebook menjadi "married"
pacar baru Tommy Virginanda,
mantan suami Hilda Puspita, Drs.
Yana Karyana melaporkan Hilda
ke polisi dengan tuduhan
pencemaran nama pada 10 Mei
2013.
Oleh Pengadilan Negeri
Yogyakarta, Hilda diputus bersalah
3 bulan dan 7 hari penjara.
Tommy diputus pidana penjara 2
bulan dan denda Rp 1 juta / 1
bulan kurungan.
MEMIDANA BUKAN
OPINI
24. DONNY ISWANDONO
Awal September 2013, Donny
Iswandono dituntut oleh Bupati Nias
Idealisman Dachi karena menulis artikel
berjudul »Segera! Periksa, Tangkap dan
Adili Bupati Nias Selatan”.
Menurut Donny, NBC sudah mencoba
dan berusaha mengkonfirmasi ke
Bupati Nias Selatan atas adanya aksi
unjuk rasa yang dilakukan di KPK, tetapi
tidak mendapatkan respon.
Polisi telah 2x memanggil Donny, lalu
Donny mengatakan prosesnya harus
melalui Dewan Pers karena dia jurnalis
dan tidak berlanjut.
MEMIDANA ISI LIPUTAN
25. DEDDY ENDARTO
Gara-gara melindungi situs Trowulan di
Mojokerto, Jawa Timur, pemerhati sejarah
dan budaya Deddy Endarto dilaporkan
oleh Direktur PT Manunggal Sentral Baja
(MSB) Sundoro Sasongko ke Kepolisian
Daerah Jawa Timur. Opini Deddy yang di-
posting pada 5 Agustus 2013 mengenai
“pengusaha hitam Trowulan”. Meski tidak
menyebut nama, istilah “pengusaha hitam”
itu dianggap mengarah pada Sundoro.
Deddy Endarto akhirnya diputus bebas oleh
PN Surabaya.
MEMIDANA METAFORA
26. FLORENCE SIHOMBING
Florence Sihombing, netizen di
Yogyakarta dipolisikan oleh LSM Jangan
Khianati Suara Rakyat/Jatisura atas
tuduhan pencemaran nama dengan
pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2 UU
ITE, juncto pasal 310 KUHP.
Flo sempat ditahan 2 hari oleh aparat
kepolisian. PN Yogyakarta memutus
Florence Sihombing bersalah sesuai
pasal 28 ayat 2 UU ITE dengan hukuman
pidana 2 bulan penjara dengan masa
percobaan selama 6 bulan, dan
diwajibkan membayar denda Rp10 juta
subsidair satu bulan kurungan. Kasasi
ditolak, tapi denda 10 juta dihapus.
MEMIDANA
PENCEMAR NAMA
KOTA
27. HARIS AZHAR
Tiga institusi negara POLRI, BNN, TNI dan
seorang warga sipil melaporkan
Koordinator KontraS Haris Azhar dengan
tindakan pencemaran nama dengan
pasal 27 ayat 3 UU ITE dan pasal 310 KUHP
usai ia mensharing kisah pertemuannya
dengan terpidana mati Freddy Budiman
pada 2014.
Kisahnya dibagikan lewat akun facebook
KontraS menjelang eksekusi mati Freddy
Budiman dan isinya menyebutkan soal
keterlibatan aparat dalam perdagangan
narkotika.
MEMIDANA PEMBERI
INFORMASI
28. YUSNIAR
Yusniar ibu rumah tangga di Makassar berusia
27 tahun diseret ke tahanan oleh polisi setelah
dilaporkan oleh anggota DPRD Jeneponto
Sudirman Sijaya.
Sudirman Sijaya melaporkan Yusniar telah
mencemarkan nama baiknya lewat
facebook, namun dalam status facebook
tersebut sama sekali tidak disebut nama/
identitas Sudirman.
Yusniar hanya menyebut kata “anggota
dewan” usai rumahnya diserbu oleh lebih dari
100 orang akibat perebutan warisan.
Ia ditahan 30 hari dan kini masih menjalani
persidangan di PN Makassar.
MEMIDANA NO
MENTION
29. RELASI ASIMETRIK
Yang diadukan:
Bisa siapa saja.
Yang mengadu:
¤ Pejabat publik (Kepala daerah, kepala instansi /
departemen)
¤ Kalangan profesi (dokter, jaksa, politisi)
¤ Kalangan berpunya (pemilik perusahaan, pimpinan/
manajer)
¤ Sesama warga (statusnya setara)
31. PENJARA
SEBAGAI
TUJUAN
Dalam pendalaman kasus di mana tidak ada pencemaran nama,
penistaan agama, dan pengancaman, SAFENET menemukan pola
pemidanaan bahwa keadilan bukan sebagai tujuan, melainkan:
¤ Kasus UU ITE Sebagai Balas Dendam
¤ Kasus UU ITE Sebagai Barter Kasus
¤ Kasus UU ITE Sebagai Membungkam Kritik
¤ Kasus UU ITE Sebagai Shock Therapy
33. HASIL REVISI UU ITE: PASAL 27 & 45
¤ Komisi 1 DPR dan Pemerintah tidak merevisi pasal 27
ayat 3 UU ITE, hanya menegaskan ini delik aduan.
Sebenarnya ini tidak banyak berpengaruh karena
memang sejak awal ini delik aduan. Hanya APH sering
tidak tegas.
¤ Komisi 1 DPR dan Pemerintah merevisi pasal 45 untuk
mengurangi resiko penahanan sebelum sidang. Ini hanya
mengurangi tingkat represi tapi tidak menghentikan
persoalan pemidanaan penjara.
¤ Perlukah pencemaran nama dipenjara? Itulah pokok
persoalannya.
34. PASAL 26 HAK UNTUK DILUPAKAN
¤ Right to be forgotten adalah pengakuan hukum atas hak
privasi seseorang dan karenanya perlu dilindungi apabila
dalam kehidupannya privasi seseorang ini terganggu oleh
riwayatnya yang tercatat dalam internet.
¤ Yang harus ditegakkan lebih dulu adalah hukum
perlindungan privasi atau data pribadi seseorang.
¤ RTBF tidak menghapus catatan di internet tetapi
menetapkan riwayat seseorang itu tidak muncul dalam
mesin pencari.
¤ Perusahaan Google sampai sekarang masih kesulitan
menjalankan putusan pengadilan Argentina dan Uni Eropa.
35. PASAL 40 KEWENANGAN PENUH
¤ Kewenangan penuh diberikan kepada pemerintah untuk
menghapus dan memotong akses pada muatan yang
dilarang di dalam internet.
¤ Persoalan filtering dan blokir berpangkal dari siapa yang
memiliki kewenangan untuk mengatakan suatu konten
sebagai muatan yang dilarang atau tidak.
¤ Mekanisme yang cukup adil adalah melalui penetapan
pengadilan. Tanpa itu ada peluang terjadinya abusive
power.
36.
37. TERIMA KASIH
Damar Juniarto
Regional Coordinator SAFENET
HP/WA 0899006600
Twitter @DamarJuniarto FB /damarjuniarto
E-mail: damar@safenetvoice.org
Southeast Asia Freedom of Expression Network
Jaringan penggerak kebebasan berekspresi online se-Asia Tenggara,
baik organisasi maupun individu, dalam konteks perlindungan Hak
Asasi Manusia untuk bebas berpendapat.
http://id.safenetvoice.org