Dokumen tersebut membahas tentang lateks pekat dan pemanfaatannya. Lateks pekat dihasilkan dari proses sentrifugasi dan pendidihan lateks alam untuk meningkatkan kadar karet keringnya dari 28-30% menjadi 60-64%. Lateks pekat umumnya digunakan untuk membuat bahan-bahan karet tipis dan bermutu tinggi.
1. LATEKS PEKAT DAN PEMANFAATANNYA
(Tugas Mata Kuliah Teknologi Karet)
Kelompok 2:
Bimbi Ayu Ristiya Ningsih 1214051014
Ganesha Kusuma 1114051000
Eliyana 1214051000
Irfan Muhfi Alfian 1214051000
Wuri Dian Utami 1214051073
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Lapung
2015
2. I.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Komoditi perkebunan terdiri dari beberapa macam, salah satunya adalah tanaman
karet. Setiap bagian pohon karet jika dilukai akan mengeluarkan getah susu yang disebut
lateks. Diantara tanaman tropis hanya tanaman karet (havea bracileansis) yang telah
dikembangkan dan mencapai tingkat perekonomian yang penting. Tanaman karet
menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia,
sehingga memiliki prospek yang cerah. Oleh sebab itu upaya peningkatan produktifitas
usaha tani karet terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidayanya.
Dalam perkembangannya getah karet atau lateks tidak hanya digunakan dalam industri
ban saja. Semakin lama, banyak barang yang dibuat dengan berbahan dasar lateks. Mulai dari
sarung tangan operasi hingga barang barang kebutuhan sehari – hari. Lateks juga dapat diolah
dalam bentuk karet sheet, crepe,lateks pekat dan karet remah (Crumb rubber).
Pengolahan lateks akan berpengaruh terhadap mutu karet yang dihasilkan. Umumnya karet rakyat
bermutu rendah karena alat dan cara pengolahannya masih sangat sederhana. Namun dengan
seiring berkembangnya zaman, teknologi pengolaha lateks bermacam-macam ditemukan
sehingga mutu karet yang dihasilkan lebih bagus dari yang sebelumnya(Suharto, 1976).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar .
Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan
memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada beberapa
kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini
mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet terdiri dari tangkai daun
utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20cm. Panjang tangkai anak
daun sekitar 3-10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar.
Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun
berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing.Tepinya rata dan gundul. Biji
karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi, jumlah biji biasanya ada tiga kadang enam
sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat
kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar
tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman
yang tumbuh tinggi dan besar (Setyamidjaja, 1993).
3. 1.2. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari karakteristik lateks pekat.
2. Mempelajari proses pengolahan karet.
3. Mempelajari pemanfaatan lateks dalam kehidupan sehari-hari.
4. II. ISI
2.1 Tanaman Karet dan Klasifikasinya
2.1.1 Tanaman Karet
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar . Tinggi
pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki
percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh
tanamanya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal
dengan nama lateks. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang
tangkai daun utama 3-20cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm dan pada ujungnya
terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun
berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing.Tepinya rata dan gundul. Biji karet
terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi, jumlah biji biasanya ada tiga kadang enam sesuai dengan
jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-
bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar
tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar
(Setyamidjaja, 1993).
2.1.2 Klasifikasi Tanaman Karet
Menurut Steenis (1975), klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
5. Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brassiliensis Muell. Arg.
Sistem perakarannya kompak. Akar karet termasuk akar tunggang yang dapat menghujam
tanah hingga kedalaman 1-2 m. Akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m (Andoko dan
Setiawan, 1997).
Batangnya bulat atau silindris, kulit kayunya halus, rata berwarna pucat hingga
kecoklatan, sedikit bergabus. Apabila dipotong akan mengeluarkan getah sebagai hasil
perkebunan karet. Beberapa kebun karet, ada kecondongan arah tumbuh tanaman agak miring
kearah utara. Batang tanaman ini menandung getah yang biasa disebut lateks
(http://www.icraf.org., 2008).
Tangkai daun utama 3-20 cm. Daun berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing
atau lancip. Tepinya rata. Pada tiap tangkai tumbuh 3 helai daun. Daunnya tersusun melingkar
batang (spiral), berambut. Bunganya bergerombol muncul dari ketiak daun (aksilar), individu
bunga bertangkai pendek, bunga betina tumbuh di ujung (Sadjad, 1993).Daun karet terdiri dari
tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20cm. Panjang
tangkai anak daun sekitar 3-10cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak
daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan
ujung meruncing, tepinya rata dan gundul (Anwar, 2001).
Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada tiga kadang
enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnaya coklat
kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas (Aidi dan Daslin, 1995).
Bunga pada tajuk dengan membentuk mahkota bunga pada setiap bagian bunga yang
tumbuh. Bunga berwarna putih, rontok bila sudah membuahi, beserta tangkainya. Bunga terdiri
dari serbuk sari dan putik (Maryadi. 2005).
2.2 Pengertian Lateks Segar dan Lateks Pekat
2.2.1 Lateks Segar
Lateks segar adalah getah kental, seringkali mirip susu, yang dihasilkan banyak
tumbuhan dan membeku ketika terkena udara bebas. Selain tumbuhan, beberapa hifa jamur juga
diketahui menghasilkan cairan kental mirip lateks. Pada tumbuhan, lateks diproduksi oleh sel-sel
yang membentuk suatu pembuluh tersendiri, disebut pembuluh lateks. Sel-sel ini berada di
sekitar pembuluh tapis (floem) dan memiliki inti banyak dan memproduksi butiran-butiran kecil
lateks di bagian sitosolnya. Apabila jaringan pembuluh sel ini terbuka, misalnya karena keratan,
akan terjadi proses pelepasan butiran-butiran ini ke pembuluh dan keluar sebagai getah kental.
Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet (non-rubber) yang terdispersi di dalam air.
6. Lateks juga merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang
tersuspensi di dalam suatu media yang mengandung berbagai macam zat (Triwijoso, 1995).
2.2.2 Lateks pekat
Lateks pekat merupakan produk olahan lateks alam yang dipekatkan dengan proses
sentrifusi atau pendadihan dari Kadar Karet Kering (KKK) 28-30% menjadi KKK 60-64%.
Biasanya lateks pekat digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu
tinggi (Zuhra, 2006). Namun pengolahan latek kebun menjadi latek pekat yang biasa digunakan
oleh perusahaan besar membutuhkan modal investasi yang cukup besar, sehingga tidak mungkin
dapat dilakukan oleh pekebun-pekebun kecil seperti pada proyek-proyek pengembangan karet
rakyat.
2.3 Sifat Fisik dan Kimia Lateks Segar dan Lateks Pekat
2.3.1 Lateks Segar
a. Sifat fisik
Karet mempunyai sifat kenyal (elastis), sifat kenyal tersebut berhubungan dengan viskositas atau
plastisitas karet. Lateks sendiri membeku pada suhu 32o
F karena terjadi koagulasi. Partikel karet lam
dalam lateks diselaputi oleh suatu lapisan protein sehingga partikel karet tersebut bermuatan listrik
(Goutara, dkk: 1985)
Karet alam memiliki kadar ikatan tidak jenuh dalam struktur molekul karet alam tinggi sehingga
karet alam tidak tahan terhadap reaksi oksidasi, ozon, dan minyak (Ramadhan et al., 2005),. Menurut
Alfa et al. (2003), karet alam memiliki daya pantul dan elastisitas yang baik, serta sifat-sifat fisik seperti
selatisitas, kuat tarik, dan kepegasan yang tinggi pula.
b. Sifat kimia
Lateks mengandung 25-40 % bahan karet mentah (crude rubber) dan 60-77 % serum (air dan zat
yang larut). Karet mentah mengandung 90-95 % karet murni, 2-3 % protein, 1-2 % asam lemak, 0,2 %
gula, 0,5 % garam dari Na, K, Mg, P, Ca, Cu, Mn, dan Fe. Partikel karet tersuspensi (tersebar secara
merata)dalam serum lateks dengan ukuran 0,004-3 mikron, atau 0,2 milyar partikel karet per millimeter
lateks. (Goutara, dkk: 1985).
2.3.2 Lateks pekat
a. Sifat fisik dan b. Sifat kimia
Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan. Lateks
dikatakan stabil apabila sistem koloidnya stabil yaitu tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan
selama penyimpanan. Kestabilan lateks yaitu tidak terjadinya penggumpalan pada kondisi yang
diinginkan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks adalah : 1. Adanya
7. kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum) 2. Adanya interaksi
antara partikel-partikel itu sendiri. Di samping kedua faktor di atas, ada tiga faktor lain yang
dapat menyebabkan sistem koloid partikel-partikel karet tetap stabil (Ompusunggu, 1989), yaitu :
1. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak menolak
antara dua atau lebih partikel karet tersebut. 2. Adanya interaksi antara molekul air dengan
partikel karet yang menghalangi terjadi penggabungan partikel-partikel karet tersebut. 3. Energi
bebas antara permukaan yang rendah Ketidakstabilan lateks terjadi disebabkan karena rusaknya
lapisan pelindung karet yang terdispersi dalam serum lateks. Rusaknya sistem kestabilan lateks
dapat terjadi dengan sengaja atau tidak sengaja. Beberapa faktor yang sengaja dilakukan untuk
membuat lateks menjadi tidak stabil adalah dengan menambahkan bahan penggumpal seperti
asam, sari buah, tawas. Sedang faktor ketidaksengajaan misalnya karena terjadinya penguapan
air dalam lateks yang berlebihan dan terkontaminasinya lateks oleh mikroba. Dengan rusaknya
sistem kestabilan lateks, maka mutu lateks yang dihasilkan menjadi kurang baik. Untuk tetap
menjaga kestabilan lateks, maka lateks pekat harus memenuhi persyaratan mutu menurut ASTM
D 1076 dan ISO2004.
2.4 Pengolahan Karet Secara Umum
Dalam hal proses pengolahan lateks di tempat pengolahan atau pabrik, biasanya memiliki
urutan kerja tertentu untuk menghasilkan hasil olah lateks berupa lembaran (sheet). Pengolahan
sheet oleh perkebunan dilaksanakan di pabrik pengolahan dengan menggunakan peralatan yang
lebih baik dan dengan kapasitas yang lebih besar. Oleh karena itu, sheet yang dihasilkan
berkualitas tinggi. Standar kualitas yang tinggi tersebut dapat dicapai karena proses
pembuatannya dilaksanakan sesuai dengan persyaratan pengolahan yang memenuhi
standar.pekerjaan tersebut meliputi:
1.Penerimaan lateks
Lateks hasil penyadapan yang berasal dari berbagai bagian kebun diangkut dengan tangki
yang ditarik truk ke pabrik. Dipabrik lateks diterima dan di campur dalam bak penerimaan. lateks
yang dimasukan ke dalam bak penerimaan harus disaring terlebih dahulu untuk mencegah aliran
lateks yang terlalu deras dan terbawanya lump atau kotoran lainnya.
2.Pengenceran lateks
Pengenceran lateks atau memperlemah kadar karet adalah menurunkan kadar karet yang
terkandung dalam lateks sampai diperoleh kadar karet yang terkandung dalam lateks sampai
diperoleh kadar karet baku sesuai dengan yang diperlukan dalam pembuatan sheet, yaitu sebesar
13%, 15%, 16%, atau20% sesuai dengan kondisi dan peralatan setempat.
8. 3.Pembekuan lateks
Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan butir butir karet yang terdapat
dalam cairan lateks, supaya menjadi satu gumpalan atau koagulum. Untuk membuat koagulum
ini lateks pelu dibubuhi obat pembeku(koagulan) seperti asam semut atau asam cuka. Menurut
penelitian, terjadinya poses koagulasi adalah karena terjadinya penurunan pH. Lateks segar yang
diperoleh dari hasil sadapan mempunyai pH 6,5. supaya tidak terjadi pengumpalan,pH
yangmendekati netral tersebut harus diturunkan sampai 4,7. Pada kemasaman ini tercapai titik
isoelektris atau keseimbangan muatan listrik pada permukaan pertikel pertikel karet, sehingga
partikel partikel karet tersebut dapat menggumpal menjadi satu. Penurunan pH ini terjadi dengan
membubuhi asam semut 1% atau asam cuka 2% ke dalam lateks yang telah diencerkan(Maryadi.
2005).
4.Penggilingan
Koagulum yang didapatkan dari lateks tersebut di ambil dan digiling dengan mesin
penggiling manual atau otomatis. Mesin penggiling tersebut terdiri dari mesin penggiling halus
dan mesin penggiling cetakan. Tujuan dari gilingan ini adalah:
Mengubah koagulum menjadi lembaran lembaran yang mempunyai lebar,panjang dan tebal
tertentu
Untuk mengeluarkan serum yang terdapat di dalam koagulum
5.Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mengawetkan sheet supaya tahan lama saat disimpan karena
dengan menggunakan asap yang mengandung fenol akan dapat mencegah tumbuhnya
mikroorganisme dalam sheet, untuk mengeringkan sheet supaya tida mudah diserang
mikroorganisme, untuk memberikan warna coklat muda dengan asap sehingga mutunya
meningkat. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan kayu bakar dan panas. Perlu
pengaturan sirkulasi udara dan jumah asap untuk mendapatkan hasil pengeringan yang baik(Aidi
dan Daslin., 1995).
Lembaran lembaran yang telah dihasilkan dari mesin penggiling selanjutnya akan
dikeringkan dengan cara dijemur pada selayan selayan di pabrik. Salah satu alasan kenapa di
pabrik selalu tinggi bertujuan sebagai penjemuran lembaran sheet. Lembaran lembaran yang
telah dihasilkan dari mesin penggiling selanjutnya akan dikeringkan dengan cara dijemur pada
9. selayan selayan di pabrik. Salah satu alasan kenapa di pabrik selalu tinggi bertujuan sebagai
penjemuran lembaran sheet (Triwijoso, 1995).
6. Sortasi dan Pembungkusan
Setelah diasap dan dikeringkan, maka sheet dapat dipilih berdasarkan beberapa macam
kriteria mutu tertentu. Dasar penentuan mutu RSS secara visual dan organoleptik adalah sebagai
berikut:
- jumlah kapang
- keseragaman warna
- noda oleh benda asing (kebersihan)
- gelembung udara
- kekeringan
- berat antara 1-1,5 kg per lembar
- tebal sheet 2,5-3,5 mm dan lebarnya 4,5 mm
(Djumarti,2011).
Kegiatan sortasi ini biasanya dilakukan di atas meja sortasi kaca berwarna putih susu
(Triwijoso, 1995).
2.5 Perbedaan Pengolahan Karet Crepe dan Sheet
Pada dasarnya pengolahan karet sheet sama dengan karet crepe hanya terletak pada
pengenceran air yang digunakan KKK 20% untuk karet crepe bila karet sheet 15%, pada proses
penggilingan karet crepe itu rata tidak berpatron, kasar tidak licin. Saat proses pengeringan karet
crepe tidak dilakukan pengasapan karena karet crepe harus berwarna putih .
2.6 Manfaat lateks secara umum
Untuk pembuatan barang-barang dari lateks, maka konsentrat lateks cair pertama-tama
dicampur dengan beberapa bahan kimia kompon, setelah itu cetakan bentuk yang diinginkan
dicelupkan ke dalam campuran lateks agar terjadi pengendapan lapisan lateks tipis. Pencelupan
bisa dilakukan menggunakan atau tanpa menggunakan bahan kimia penstabil (yakni celup
penggumpal atau celup langsung). Pada umumnya, pelumeran dilakukan pada tahap proses
tertentu, dan produk diawetkan pada suhu 100°-120°C. Pembuatan kompon karet kering adalah
untuk memproduksi berbagai produk elastis yang berguna dengan menggunakan zat pengikat
10. silang (cross-linking agents). Lateks banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan karet
kering yang selanjutnya menjadi bahan mentah untuk industri pembuatan ban, pipa karet, selang,
sepatu/sandal, komponen otomotif, komponen engineering, dan beberapa peralatan rumah tangga
(Goutara, dkk: 1985). Hasil survei menunjukkan bahwa kebutuhan lateks pekat di dalam negeri cukup
tinggi sebagai bahan baku di pabrik BJL seperti sarung tangan, benang karet, karet busa, kondom,
balon/pentil, lem lateks dan sebagainya.
11. III. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari pembahasan diatas adalah sebagai berikut :
1. Lateks pekat merupakan produk olahan lateks alam yang dipekatkan dengan proses
sentrifugasi atau pendadihan dari Kadar Karet Kering (KKK) 28-30% menjadi KKK 60-
64%.
2. Tahapan proses pengolahan karet adalah penerimaan lateks, pengenceran lateks,
pembekuan lateks, penggilingan, pengeringan, sortasi dan pembungkusan.
3. Lateks banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan karet kering yang selanjutnya
menjadi bahan mentah untuk industri pembuatan ban, pipa karet, selang, sepatu/sandal,
komponen otomotif, komponen engineerin, peralatan rumah tangga, sarung tangan,
benang karet, karet busa, kondom, balon/pentil, lem lateks dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Aidi dan Daslin., 1995. Pengelolaan Bahan Tanam Karet. Pusat Penelitian Karet. Palembang: Balai
Penelitian Sembawa.
Alfa, A.A, I. Sailah, dan Y. Syamsu. 2003. Pengaruh Perlakuan Lateks Alam dengan H2O2–NaOCl
Terhadap Karakter Lateks dan Kelarutan Karet Siklo Dari Lateks. Jakarta : Simposium Nasional
Polimer IV
Andoko, A dan Setawan. 1997. Petujuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta: Penebar Swadaya.
Anwar, C., 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Medan: Pusat Penelitian Karet.
Djumarti. 2011. Diktat Kuliah Teknologi Pengolahan Tembakau, Gula, dan
Lateks. Jember : FTP UJ.
Goutara, B. Djatmiko, W. Tjiptadi. 1985. Dasar Pengolahan Karet. Bogor: IPB.
Handoko, B dan Kosasih. 1995. Penuntun Analisis Lateks. Bogor : Balai Penelitian Perkebunan Bogor.
Loo, T.G. 1973. Penuntun Praktis untuk Pembuatan Karet. Jakarta : PT. Kinta.
12. Maryadi., 2005. Manajemen Agrobisnis Karet. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Ompusunggu, M dan Darussamin, A. 1989. Pengolahan Umum Lateks. Sungei Putih:
Balai Penelitian Perkebunan
Ramadhan, A., H. Prastanto., dan A.A. Alfa. 2005. Pengaruh Waktu Reaksi depolimerisasi
Terhadap Viskositas Mooney Karet Mentah Pada Proses Pembuatan Karet Alam Cair Sistem
Redoks. Prosiding Aplikasi Kimia Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.
Yogyakarta : Yayasan Media Utama
Sadjad, M. 1993. Budidaya Tanaman Perkebunan. Jakarta: Rajawali Press.
Setyamidjaja, Djoehana. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta : Kanisius.
Steenis. 1975. Flora. Jakarta: Paramitha.
Sugito, Y. 1999. Ekologi Tanaman. Malang: Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Suharto, 1976. Aliran Lateks Komposisi dan Sifat Lateks. Bandung: Menara Perkebunan
Triwijoso, Sri Utami. 1995. Pengetahuan Umum Tentang Karet Hevea. Bogor : Balai Penelitian
Teknologi Karet Bogor.
Zuhra, Cut Fatima. 2006. Karet. Karya Tulis Ilmiah. Medan: Departemen Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara