1. 1
LAPORAN PENELITIAN
Tingkat E-Literasi di Indonesia
Disusun oleh:
Brenda 2013170146
Della Chatrela 2013170266
Jesika Shendy 2013170441
Kristantinova 2013170059
Sekar Dewanti W 2013170413
Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi London School of Public Relations
Tahun Akademik 2014/2015
2. 2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Pada masa sekarang ini, kata-kata berawalan “e-” sudah marak dijumpai,
seperti e-book, e-paper, e-commerce, e-learning, dan lain sebagainya. Salah satu
perkembangan yang masih dan akan selalu berproses adalah konvergensi teknologi.
Pada era modern ini, semua hal, mulai dari menelepon, mengirim pesan, berfoto,
mendengarkan musik, mengakses internet, hingga mencari petunjuk jalan, dapat
dilakukan hanya dalam satu genggaman tangan.
Perkembangan teknologi ini juga memiliki dampak yang besar terhadap
media massa. Media sebagai sarana komunikasi masyarakat juga harus beradaptasi
dengan perkembangan zaman. Media massa konvensional seperti surat kabar, radio
dan televisi mulai melebarkan sayapnya ke dunia digital untuk mempertahankan
eksistensi dan memperluas cakupannya.
Disadari atau tidak, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah
mempengaruhi kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Tidak dapat dipungkiri,
perkembangan yang memampukan manusia untuk mengumpulkan, memproses dan
mempertukarkan informasi secara cepat tersebut telah mempermudah manusia dalam
beraktivitas sehari-hari.
Salah satu yang ikut berkembang seiring dengan perkembangan teknologi,
informasi dan komunikasi adalah manusia itu sendiri. Kini, manusia dapat berperan
sebagai konsumen dan juga produsen (prosumer). Manusia dapat memproduksi
informasi dan menyebarkannya dengan mudah melalui internet. Hal ini
menyebabkan arus informasi yang tersedia menjadi lebih cepat dan sulit disaring.
Oleh karena itu, pada kondisi seperti saat ini, manusia harus memiliki kemampuan
untuk memahami, menyaring dan memilah informasi yang ada.
Indonesia sebagai negara kepulauan dan berpenduduk terbanyak keempat di
dunia harus menghadapi tantangan perkembangan zaman. Tidak mudah untuk
menyebarkan jaringan internet di seluruh daerah di Indonesia dan yang jauh lebih
sulit adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat Indonesia tentang penggunaan
3. 3
internet dan teknologi lainnya secara tepat. Memang, menurut lembaga riset pasar
emarketer, populasi netter Indonesia mencapai 83,7 juta orang pada 2014 dan
menduduki posisi keenam di dunia dalam hal jumlah pengguna internet.
Akan tetapi, pengguna internet di Indonesia masih didominasi di kota-kota
besar seperti Jakarta. Kurang memadainya fasilitas teknologi seperti internet dan
sosialisasi mengenai perkembangan teknologi memang menjadi alasan minimnya
pengetahuan dan kemampuan masyarakat daerah dalam penggunaan teknologi secara
tepat. Namun, hal ini juga tidak berarti masyarakat perkotaan telah memiliki
kemampuan untuk memahami isi informasi dan pesan media dalam perangkat
teknologi dengan baik.
Kasus seperti aksi sosial “Koin Prita” yang terjadi beberapa tahun lalu
memang dapat menjadi bukti pemahaman dan sikap terbuka masyarakat Indonesia
terhadap penyalahgunaan UU ITE yang terkesan dimanfaatkan oleh pihak-pihak
tertentu untuk mengekang kebebasan berekspresi seseorang.
Namun disamping itu, banyak juga kasus penculikan yang terjadi lewat media
sosial seperti Facebook yang menimpa remaja hingga anak-anak. Hal ini dapat terjadi
karena kurangnya pemahaman dalam menggunakan dan menyaring orang-orang
yang dapat berinteraksi di jejaring sosial.
Selain kasus penculikan, perkembangan informasi juga menimbulkan budaya
“copy-paste” dan illegal download di Indonesia. Orang menjadi malas untuk
mengolah informasi yang ia dapat, bahkan tidak mengapresiasi pemilik informasi
dengan tidak mencantumkan sumber informasi dan juga memilih mengunduh data
secara ilegal karena gratis. Kasus-kasus seperti ini tidak hanya terjadi di daerah
namun juga marak terjadi di perkotaan.
Oleh sebab itu, melihat perkembangan zaman yang terjadi saat ini dan situasi
yang ada di Indonesia, penulis hendak melakukan penelitian tentang e-literasi di
Indonesia.
4. 4
1.2. Rumusan Permasalahan
1) Apakah yang dimaksud dengan e-literasi? Apakah ada kaitannya dengan literasi
media, literasi informasi ataupun TIK/ICT literasi?
2) Bagaimana kondisi e-literasi di Indonesia?
3) Bagaimana strategi meningkatkan e-literasi di Indonesia?
1.3. Tujuan Penulisan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1) Maksud dari e-literasi secara jelas dan kaitannya dengan literasi media, literasi
informasi dan juga TIK/ICT literasi,
2) Kondisi e-literasi di Indonesia saat ini,
3) Strategi yang tepat untuk meningkatkan e-literasi di Indonesia.
5. 5
BAB 2
ANALISIS LITERATUR
2.1. Acuan Teori
Dalam penelitian ini, menitikberatkan pada teori yang menjelaskan efek teknologi
komunikasi yang berbentuk media. Informasi dari media memberikan pengaruh
terhadap perilaku dan cara berpikir manusia di kehidupan sosial yang dipandang dari
berbagai perspektif. Teori yang dijadikan sebagai acuan antara lain :
1) Teori Dampak Media dan Interaksi Manusia dengan Komputer
Menjelaskan proses, dialog, dan kegiatan dimana pengguna mengkonsumsi media
dengan cara berinteraksi dan memanfaatkan komputer. Informasi yang telah
melekat pada manusia diperoleh dari teknologi komunikasi yang berbasis
teknologi komputer. Ketika interaksi itu terjadi, maka terjadi pula dampak-
dampak yang ditimbulkan oleh media dari berbagai perspektif yang ada. Interaksi
manusia dengan komputer mengubah perilaku dan sikap manusia dalam proses
komunikasi.
2) Teori Kritis
Dikemukakan oleh Max Horkheimer pada tahun 1930-an. Fokus dari teori ini
bukan pada efek perubahan perilaku yang diterima individu dari media,
melainkan melihat perubahan suatu budaya yang dianut dari media. Selain itu,
teori ini mencoba mendeskripsikan secara lanjut hubungan antara budaya dengan
media itu sendiri. Teori ini bertujuan untuk mengeksplorisasi pengalaman yang
manusia alami, dan cara manusia mendefinisikan dirinya sendiri, budaya, dan
dunia. Teori Kritis percaya dampak yang dihasilkan media bukanlah efek yang
terjadi secara monoton, namun sebagai sebuah proses timbal balik.
6. 6
2.2. Studi Kasus
1) Press release – Profil terkini internet industri indonesia
Survey mengenai pengguna internet untuk kalangan industri (sektor bisnis) oleh
APJII dan BPS di 33 provinsi di Indonesia. Pengumpulan data dari sampel terpilih
dilakukan melalui wawancara tatap muka antara pencacah (surveyor) dengan
responden (objek penelitian). Jangka waktu penelitian dimulai dari bulan Juli
2013 s/d bulan Desember 2013.
2) 30 Juta Anak Indonesia Pengguna Internet
Hasil riset yang didanai UNICEF dan dilaksanakan Kementerian Komunikasi dan
Informatika pada tahun 2014. Melakukan survei terhadap 30 juta anak Indonesia
sebagai pengguna internet.
3) Kemenkominfo : 95 Persen Akses Internet Orang Indonesia untuk Jejaring Sosial
Angka pengguna Internet Indonesia yang memanfaatkan teknologi untuk jejaring
sosial pada tahun 2013.
4) APJII : Penetrasi Internet Masih Didominasi Kota Besar
Data yang dipaparkan APJII tahun 2014 mengenai penggunaan internet yang
tersentral di kota-kota besar dan problema-problema yang dihadapi dalam
kemudahan pengaksesan internet di daerah pinggiran.
5) Hasil laporan dari Asosiasi Industri Rekaman Indonesia
Angka jumlah pengunduh musik ilegal dan nilai musik yang diunduh tanpa
pembayaran di Indonesia setiap harinya.
6) Riset Sharing Vision mengenai Cyber Crime di Indonesia
Riset yang dilakukan terhadap 151 responden media sosial yang menunjukkan
kasus-kasus yang dapat memicu Cyber Crime marak terjadi di Indonesia.
7) Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat tentang kasus kebebasan
berpendapat di Indonesia
Catatan ELSAM berkaitan dengan kasus penggunaan pasal penghinaan atau
pencemaran nama baik, dan kasus yang menggunakan pasal penyebaran
kebencian dalam UU ITE di Indonesia sampai awal tahun 2014.
7. 7
2.3. Metedologi Penelitian
Jenis penelitian berupa pemaparan kondisi dan tingkat e-literasi di Indonesia guna
mengukur kemelekan masyarakat Indonesia di era sekarang dimana teknologi sudah
berkembang pesat, serta informasi dan media sudah sangat beragam. Pengumpulan
data primer melalui penyebaran kuisioner yang melibatkan 95 responden yang berada
sebagian di Jakarta dan daerah sekitarnya dan sebagian di Pontianak, Kalimantan
Barat. Fokus penelitian ditargetkan kepada mahasiswa dan lulusan SMA/sederajat
yang telah bekerja. Kuisioner dibuat dalam bentuk Google Docs, yang kemudian
disebar selama 5 hari mulai tanggal 23 Januari 2015. Adapun keterbatasan penelitian
ini adalah pengumpulan data primer hanya berfokus di 2 daerah saja.
8. 8
BAB 3
PEMBAHASAN PERMASALAHAN
I. E-Literasi dan keterkaitannya dengan literasi lain
E-literasi diartikan sebagai kemampuan dalam menggunakan perangkat
teknologi informasi (Indrajit, 2005: 37). Informasi yang diakses kemudian dikritisi,
dievaluasi, serta diolah kembali, sehingga menciptakan sebuah informasi baru. E-
literasi berkaitan erat dengan ragam literasi lainnya. Pengertian dasar “literasi”
sendiri adalah kemampuan untuk membaca dan menulis (Sulzby, 1986). Namun
seiring perkembangan zaman, media, informasi, dan teknologi baru pun semakin
banyak bermunculan. Maka dari itu, muncullah berbagai macam literasi. Alan Martin
(Secker, 2004: 78) mendefinisikan “e-literacy “ sebagai literasi komputer yang
diintegrasikan dengan literasi informasi, literasi moral, literasi media, dan
keterampilan belajar dan mengajar. Istilah ini digambarkan sebagai kemampuan
individu atau institusi yang sangat penting supaya berhasil dalam mengikuti suatu era
yang telah memakai alat-alat dan fasilitas elektronik yang semakin canggih.
Beberapa hal lain yang berkaitan dengan e-literasi adalah literasi media,
literasi informasi dan literasi ICT. McCannon mengartikan literasi media sebagai
kemampuan secara efektif dan secara efesien memahami dan menggunakan
komunikasi massa. Artinya, literasi media adalah kemampuan seseorang untuk
mengakses, menganalisa, dan mengevaluasi seluruh media dalam bentuk apapun.
Sedangkan “information literacy” pertama kali dikemukakan oleh Paul
Zurkowski yang mengatakan orang yang literat informasi adalah orang-orang yang
terlatih dalam aplikasi sumberdaya dalam pekerjaannya (Behrens,1994). Singkat
kata, literasi informasi adalah ketika seseorang mengetahui kapan dan kenapa dia
membutuhkan suatu informasi, dimana ia mendapatakan, mengevaluasi, dan
menggunakan informasi tersebut untuk dikomunikasikan dengan cara yang beretika.
Adapula pengertian literasi TIK adalah kemampuan menggunakan teknologi
informasi untuk mencapai tujuan. TIK bukan hanya menyangkut keterampilan
menggunakan suatu perangkat untuk mendapatkan informasi. Literasi TIK
9. 9
93%
7%
KEBEBASAN DALAM
BERINTERNET OLEH ORANG
TUA
YA Dibatasi / Diawasi
membantu seseorang untuk menguasai, mengendalikan, dan memanfaatkan informasi
yang kualitasnya tidak terjamin dan kuantitasnya yang tidak terbatas.
Seperti yang telah diungkapkan oleh Alan Martin, e-literasi saling terintegrasi
dengan literasi informasi, media, dan TIK. E-literasi adalah kemampuan dalam
menggunakan perangkat teknologi informasi. Teknologi disini menyangkut
penggunaan perangkat untuk mendapatkan informasi melalui media. Individu
memegang peran penting dalam menyaring media dan informasi yang didapatnya.
Informasi yang didapat kemudian diolah, dievaluasi, dan dikomunikasikan secara
efektif dan langsung maupun melalui perangkat (teknologi) yang disebarkan kembali
menggunakan media. Dalam konteks ini, semua literasi pasti saling berkaitan.
II. Kondisi e-literasi di Indonesia
Hasil riset Kemenkominfo menunjukkan sebanyak 30 juta anak dan remaja
Indonesia menjadikan media digital sebagai pilihan utama saluran komunikasi
mereka. Padahal terlepas dari itu, internet dapat memberikan manfaat yang besar bagi
banyak aspek kehidupan seperti membantu pendidikan, meningkatkan pengetahuan,
memperluas kesempatan serta kebudayaan dalam meraih kualitas hidup yang lebih
baik. Ini tentunya sangat menuntut individu untuk punya suatu “kemelekan” terhadap
media, teknologi, ataupun informasi.
10. 10
Menurut hasil survey yang penulis lakukan, seluruh dari 95 responden
terbukti menggunakan teknologi untuk mengakses internet lebih dari 2 jam setiap
harinya. Namun, hanya 7% diantara mereka yang pengaksesannya dibawah
pengawasan orang tua, sedangkan sisanya mendapat kebebasan sebebas-bebasnya
dalam mengakses internet.
Data yang penulis dapatkan mengenai fasilitas internet yang paling sering
digunakan menunjukkan kemiripan dengan data survey yang diperoleh
Kemenkominfo pada tahun 2013. Hasil survey mengatakan bahwa 95% dari orang
Indonesia menggunakan internet untuk jejaring sosial. Sisanya download &
streaming musik, film dan video ada pada posisi kedua.
83
70
45
19
40
55
3
Media sosial
Download & streaming musik / film / vidio
Membaca berita
Mecari info seputardunia hiburan
Bermain game online
Mencari informasi untuk menggerjakan tugas
Lain-lain
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Fasilitas yang sering dimanfaatkan dari internet
Fasilitas yang sering dimanfaatkan dari internet
89
29
69
28
24
8 9
0
20
40
60
80
100
Handphone Tablet Laptop Komputer TV Radio Media Cetak
Perangkat yang sering digunakan untuk mengakses
fasilitas / informasi yang di butuhkan
Perangkat yang sering digunakan untuk mengakses fasilitas / informasi yang di butuhkan
11. 11
Perangkat yang paling sering digunakan untuk mengakses fasilitas dan
informasi adalah handphone dan laptop. Sedangkan radio dan media cetak sangat
jarang. Ini menunjukkan masyarakat Indonesia lebih memanfaatkan media digital
dibanding media tradisional. Terlihat jelas bahwa konvergensi media di Indonesia
sudah sangat tampak perkembangannya. Masyarakat kini kian menggunakan 1
perangkat yang telah terintegrasi dengan semua fasilitas yang terdapat pada teknologi
lain.
Kondisi literasi di Indonesia terbilang masih sangat minim. Hal ini dibuktikan
dengan survei yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia rata-rata masih sering
mendownload file dalam bentuk apapun secara gratis. Padahal sebagian dari mereka
sudah tahu bahwa mendownload itu semua adalah tindakan yang illegal serta
melanggar UU Hak Cipta.
Ya, 58
Kadang-
kadang, 30
Tidak, 5
0 10 20 30 40 50 60 70
Y A
KA D A N G- KADA NG
T I D A K
APAKAH ANDA TERMASUK INDIVIDU
YANG SERING MENDOW NLOAD FILE-
FILE SECARA G RATIS?
Apakah anda termasuk individu yang sering mendownload file-file
secara gratis?
Ya
68%
Tidak
32%
TAHUKAH ANDA, MENDOWNLOAD
MUSIK/FILM SECARA GRATIS ADALAH
TINDAKAN ILLEGAL DAN MELANGGAR UU
HAK CIPTA?
12. 12
Data didukung dari hasil riset The Indonesian Record Industry Association
yang mengatakan bahwa 6 juta orang Indonesia mendownload music secara illegal
perhari. Musik yang didownload secara illegal tersebut diestimasikan mendatangkan
kerugian bagi industri musik sekitar $1.65 juta atau setara Rp 16 Milyar perhari. Di
tahun 2012, pelanggan membeli 11 juta CD dalam setahun. Angka ini merosot dari
rata-rata 90 juta CD yang terjual di tahun-tahun sebelumnya.
Dalam upaya mendapatkan informasi untuk keperluan pendidikan/pekerjaan,
sebagian besar responden sudah mencerminkan tingkat keterampilan melek media
dan informasi secara sederhana dan tidak terlalu mengkhawatirkan. Yakni 65% dari
mereka mendalami informasi yang diterimanya dahulu, kemudian mengolahnya
kembali dengan hasil pikiran sendiri. Ini artinya mereka mampu mengenali dan
mengerti informasi secara komprehensif untuk mewujudkan cara berpikir kritis,
menganalisa, serta mengevaluasi informasi tersebut.
Namun yang cukup memprihantinkan, 7 dari 95 responden tidak menunjukkan
adanya apresiasi terhadap penulis informasi. Angka ini menunjukkan masih ada
sebagian kecil orang Indonesia yang mengabaikan kepemilikan sebuah karya tulis.
Menurut data yang muncul dalam acara Indonesia Cyber Crime Summit di
Institut Teknologi Bandung pada Oktober 2014 lalu, Indonesia adalah negara nomor
62
26
7
0
10
20
30
40
50
60
70
Mendalami informasi dan
mengolahnya kembali dengan
hasil pikiran sendiri
Menjiplak seluruh informasi,
namun dicantumkan sumbernya
Menjiplak seluruh informasi
tanpa mencantumkan sumber
DALAM UPAYA MEN DAPATKAN IN FORMAS I UN TUK
KEP ERLUAN P EN DIDIKAN /P EKERJAAN, AN DA
MAS UK KATEGORI MAN A?
Dalam upaya mendapatkan informasi untuk keperluan pendidikan/pekerjaan, anda masuk
kategori mana?
13. 13
satu di dunia yang menjadi korban kejahatan di dunia maya. Dikatakan disana,
Indonesia bisa mendapat 42.000 serangan di dunia maya per hari.
Dari hasil riset Telematika Sharing Vision terhadap 151 responden tahun
2013, kasus bertemu akun palsu sebanyak 22%, kata kunci diketahui orang lain
13,6%, dan pencurian akun sebanyak 9,9%. Beberapa kasus di antaranya berujung
pada kekerasan yang dilakukan anak dibawah umur, kejahatan seksual, dan kasus
penculikan. Hal ini tergolong tingkat e-literasi Indonesia yang cukup memprihatinkan
dalam pemanfaatan dan penggunaan jejaring sosial.
Banyak faktor yang menyebabkan peluang kejahatan cyber di media sosial.
Salah satunya adalah media sosial dijadikan ajang bagi individu untuk menunjukkan
eksistensi dan kenarsisan. Hal ini termasuk mengekspos data diri ke media sosial
tanpa menyaring pertemanan di media sosial itu sendiri. Dari hasil riset yang penulis
lakukan, mendapati 14% dari responden masih saja tidak kristis dalam menyaring
pertemanan di media sosial. Bahkan 41% dari mereka menggunakan akun umum
dimana semua orang dapat melihat seluruh postingan yang mereka rilis di akun media
sosial mereka.
Ironisnya, dari hasil survei memperlihatkan 38% dari responden dalam meng-
update di media sosial, tidak memikirkan segala resiko yang mungkin terjadi. Seperti
halnya check-in di akun media sosial saat berada di suatu tempat. Keberadaan
mungkin saja akan dilacak oleh orang-orang yang bermaksud jahat. Tidak heran,
86%
14%
Dalam menggunakanmediasosial,
apakah anda menyaring orang-orang
yang dapat berinteraksi dengananda?
Ya Tidak
Private account (hanya orang
tertentu yang dpt melihat
postingan anda)
Account umum (semua orang
dapat melihat postingan
anda)
0 10 20 30 40 50 60
Jika anda adalah salah seorang
pengguna media social, akun mana
yang anda gunakan?
9. Jika anda adalah salah seorang pengguna media
social, akun mana yang anda gunakan?
14. 14
Indonesia adalah negara nomor 1 di dunia yang menjadi korban kejahatan di dunia
maya menurut hasil riset Telematika Sharing Vision.
Untuk mengukur suatu masyarakat yang melek media terdapat 3 variabel.
Pertama, technical skill (kemampuan untuk mengakses dan mengoperasikan media).
Kedua, critical understanding (kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi
konten media secara komprehensif). Ketiga, communicative abilities (kemampuan
bersosialisasi dan berpartisipasi melalui media serta memproduksi konten media).
Dari hasil riset yang penulis dapatkan, terdapat 13,1% pengguna yang jarang
sekali memproduksi konten media. Bahkan, 4,4% dari mereka adalah pengguna pasif.
Angka ini menunjukkan tingkat kemelekan media di Indonesia yang masih jauh dari
tingkat kematangan e-literasi yang tinggi. Hal ini membuka kemungkinan masyarakat
Indonesia enggan untuk mengemukakan pendapat karena kebebasan pers yang masih
terbelenggu di tanah air.
0
20
40
60
80
Ya Tidak
Sebelum update di media social, apakah anda memikirkan
segala resiko yang mungkin terjadi?
11. Sebelum update di media social, apakah anda memikirkan segala
resiko yang mungkin terjadi?
15. 15
Menurut catatan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, kuatnya nuansa
pembatasan individu dalam memproduksi konten media ataupun internet selalu
dibarengi dengan ancaman pemidanaan seperti perluasan bentuk penghinaan dalam
teknologi informasi, penyebaran kebencian golongan masyarakat, dan kesusilaan.
ELSAM mencatat sampai dengan awal tahun 2014, sedikitnya terdapat 32
kasus yang berkaitan dengan penggunaan pasal penghinaan/pencemaran nama baik,
serta 5 kasus yang menggunakan pasal penyebaran kebencian dalam UU ITE. Dalam
kasus ini, sejumlah pengguna media sosial, terutama facebook dan twitter, karena
status yang dipostingnya atau celotehannya, terpaksa harus membekam di balik jeruji
besi.
Padahal, cermin dari masyarakat yang berliterasi adalah masyarakat yang bisa
membawa aspirasinya, mengkomunikasikannya dengan infrastruktur yang ada untuk
didistribusikan melalui media dibantu dengan perangkat teknologi. Tentunya,
memperhatikan etika dan hukum yang berlaku. Cermin dari minimnya keaktifan
masyarakat Indonesia untuk memproduksi konten informasi dan media adalah
masyarakat yang tingkat e-literasinya masih dalam kategori rendah menuju sedang.
6, 6%
72, 76%
13, 14%
4, 4%
Seberapaaktifkahandasebagai penggunamediasosial?
Update setiap saat (ibarat med.sos sebagai buku harian)
Update sesekali (saat ada momen yang tepat)
Jarang sekali update
Tidak pernah update (pengguna pasif)
16. 16
III. Strategi dalam meningkatkan e-literasi di Indonesia
a. Pemerintah
Melihat kondisi e-literasi di Indonesia yang masih dalam tahap
perkembangan, berbagai strategi harus diupayakan dalam meningkatkan e-
literasi di seluruh jajaran masyarakat. Hal pertama yang perlu dilakukan
adalah pemerataan akses internet di tanah air. Sumber terbesar informasi tidak
lain dan tak bukan adalah internet. Internet dapat membawa kita ke media-
media yang telah mengalami konvergensi digital, dimana di dalam media,
berbagai macam bentuk informasi tersedia. Berbarengan dengan itu, teknologi
yang berkembang pesat hadir sebagai platform penyedia akses tersebut.
Menurut data yang dipaparkan oleh Asosiasi Penyedia Jasa Internet
Indonesia, di tahun 2012 lalu pengguna internet mencapai 63 juta, sedangkan
2013 menjadi 71,19 juta. Namun sangat disayangkan, penyebaran itu masih
berpusat di sentral kota besar. Pengguna internet paling tinggi ada di pulau
Jawa, Bali, dan Jakarta. Sedangkan Banten hanya 21%, Kalimantan Barat di
bawah 20%, Papua Barat terendah 15%.
PR besar bagi pemerintah adalah mewujudkan akses internet bagi
separuh penduduk Indonesia itu. Akses broadband harus mulai disediakan
sampai ke desa-desa, diikuti dengan percepatan pembangunan backbone
network ke Indonesia bagian timur.
Pembatasan penayangan konten media oleh pemerintah juga
mengambil peran cukup besar. Misalnya oleh KPI, membatasi jam tayang film
yang sekiranya belum pantas dikonsumsi oleh anak-anak dibawah umur, atau
menerapkan pensensoran ketat terhadap konten yang menayangkan kekerasan,
adegan tidak pantas, dan lain-lain. Memperbanyak program-program
inspirasional, pendidikan, kontrol sosial juga merupakan salah satu upaya
yang tepat.
Dalam hal illegal downloading, pemerintah sudah sepatutnya
mempertegas UU yang mengaturnya dan serius menindak pelanggaran-
17. 17
pelanggaran yang terjadi. Namun sebelumnya, perlu dilakukan sosialisasi dan
pendekatan terlebih dahulu kepada masyarakat terutama remaja yang sudah
terbiasa mendownload lagu ataupun video secara gratis.
Di lain sisi, terkait kebebasan berpendapat dan berekspresi yang tidak
lepas dari perbincangan para politikus, akademisis, dan aktivis social
networking, alangkah baiknya pemerintah mengambil langkah yang tepat
untuk berdiskusi secara terbuka dan bersosialisasi terhadap pro dan kontra UU
yang mengatur tentang kebebasan berpendapat ini.
b. Orang Tua, Guru, dan Lembaga Pendidikan
Daya tarik teknologi dan media yang sangat kuat, mempengaruhi para
pengguna untuk ikut menikmati fasilitas-fasilitas yang tersedia. Dari sini,
konsumen, termasuk didalamnya anak-anak harus diawasi dan diajarkan
dalam memilah konsumsi media, informasi, dan teknologi. Anak-anak di usia
dini tengah tumbuh pesat secara biologis maupun psikis. Mereka cenderung
suka meniru tanpa mengkritisinya terlebih dahulu.
Orang tua berperan dalam mengawasi konsumsi media dan teknologi
anak-anak. Misalnya, membatasi jam nonton anak-anak, pengawasan dalam
menggunakan media sosial dan internet. Program “Parental Control” juga
merupakan pilihan yang tepat saat orang tua tidak dapat mendampingi anak-
anak karena alasan tertentu. Program ini membantu orang tua dalam
mengontrol kegiatan berinternet anak-anak seperti mencegahnya masuk ke
situs-situs yang tidak seharusnya. Yang terpenting, berikanlah perhatian dan
pengertian lebih kepada mereka tanpa mengesampingkan ketegasan.
Lembaga pendidikan disini mendidik dan menyediakan guru yang
kompeten dan memiliki kemampuan literasi. Pemegang kunci disini adalah
guru, sebagai pendidik. Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk
mengajarkan literasi pada anak. Salah satunya dengan menyelipkan materi
tentang literasi yang dikemas dalam bentuk yang menarik. Misalnya
penayangan film kartun dalam pembelajaran, kemudian berdialog perlahan-
lahan mengenai manfaatnya. Memberikan tayangan edukasi yang mudah
18. 18
dicerna saat pembelajaran, dan lain sebagainya. Dapat pula lembaga
pendidikan mengajarkan murid-muridnya untuk belajar menulis surat
pembaca online dan memanfaatkan dialog interaktif di media.
c. Diri sendiri
Literasi kembali lagi pada diri sendiri. Manusia sepatutnya
menanamkan pola pikir bahwa ia haus akan informasi. Namun dalam upaya
mendapatkan informasi ini, harus didasarkan pada sikap kritis dalam memilah
dan mengolahnya. Teknologi yang dimiliki dimanfaatkan sebaik dan sepintar
mungkin dalam mengakses informasi dari media-media yang ada.
Yang menjadi konsentasi penting, invidu sebagai pengguna jejaring
sosial yang pintar sepatutnya berhati-hati dalam mengekspos data diri,
keberadaan, dan foto-foto. Hal ini guna meminimalkan tingkat kejahatan di
dunia maya yang kian marak terjadi di Indonesia.
Tumbuhkan rasa menghargai sebuah karya cipta. Informasi, musik,
film, dan sebagainya adalah hasil kreativitas orang lain yang butuh usaha lebih
untuk mendapatkannya. Mendapatkannya secara ilegal bukanlah cermin orang
yang berpendidikan dan beretika.
Perlu diingat, mengakses dan men-download file apapun, terlebih lagi
ilegal dan sumber yang tidak terjamin kredibilitasnya, akan menjerumuskan
perangkat anda dalam ancaman virus.
Yang terakhir, sumbangkanlah keterampilan, pengetahuan, pendapat
dan pengalaman kepada masyarakat yang lain dengan bertanggung jawab.
Produksilah informasi dan konten media yang dapat mendidik dan
menginspirasi orang lain. Tidak lupa harus didasari dengan etika dan
menjunjung tinggi hukum yang berlaku di Indonesia. Masyarakat yang
berliterasi adalah cermin bangsa yang berpendidikan.
19. 19
BAB 4
KESIMPULAN
Seperti yang telah di jelaskan diatas, perkembangan teknologi yang membawa
media dan teknologi ke dunia konvergensi telah seutuhnya berpengaruh pada
perubahan aspek kehidupan manusia. Hal ini memaksa manusia untuk dapat berperan
sebagai produsen sekaligus konsumen (prosumer) seiring dengan perkembangan
teknologi. Maka dari itu, manusia dituntut memiliki kemampuan untuk memahami,
menyaring dan memilah informasi yang di salurkan oleh media melalui teknologi.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk keempat terbanyak di dunia harus
berupaya dalam menghadapi tantangan besar dalam menciptakan masyarakat yang
berpendidikan. Tantangan tersebut bukan hanya pemerataan akses Internet di tanah
air, namun juga pengadaan sosialisasi kepada seluruh jajaran masyarakat tentang
penggunaan internet dengan infrastruktur yang ada secara tepat.
Pengaksesan internet yang tersentral di kota-kota besar di Indonesia, tidak
menjadi jaminan bagi orang-orang yang hidup di daerah perkotaan untuk punya
“kemelekan” terhadap teknologi, media, dan informasi yang ada. Kemampuan untuk
mengakses, mendapatkan, memilah, mengkritisi, mengevaluasi dan kemudian
dikomunikasikan lagi secara tepat adalah apa yang disebut sebagai e-literasi. Literasi
satu dengan yang lainnya saling berintegrasi.
Sederhana saja, kita menggunakan sebuah perangkat teknologi untuk
mendapatkan informasi. Informasi ini disediakan oleh bermacam-macam media yang
kemudian kita pilah dan saring. Setelah itu dikritisi dan dibuat menjadi sebuah
informasi baru yang komprehensif. Informasi baru ini yang sekali lagi
dikomunikasikan melalui media dengan bantuan perangkat teknologi.
Kondisi e-literasi di Indonesia dari hasil survei penulis, didukung dengan
data-data sekunder yang penulis dapatkan dari sumber-sumber yang kredibel, secara
garis besar menunjukkan tingkat literasi di Indonesia masih berada di tahap
menengah.
20. 20
Hal ini tercerminkan mulai dari penyebaran akses internet yang tidak merata,
sehingga tidak memungkinkan bagi masyarakat di daerah pinggiran seperti Banten,
Kalimantan Barat, Papua Barat dengan tingkat penyebaran terendah di Indonesia
(APJII:2012) untuk menggunakan internet apalagi mengkritisi informasi yang beredar
di internet itu sendiri.
Terlepas dari kemudahan pengaksesan internet, tingkat kesadaran akan literasi
masyarakat di Indonesia dalam hal mengapresiasi kepemilikan suatu karya juga
memperlihatkan data yang cukup memprihatinkan. Lebih dari setengah responden
tahu bahwa men-download file, lagu, video dan bentuk apapun adalah tindakan ilegal
yang melanggar UU Hak Cipta. Sejalan dengan itu, masih ada saja masyarakat
Indonesia yang menerapkan budaya “copy-paste” karya tulis tanpa meminta ijin
ataupun mencantumkan sumbernya.
Hal yang mungkin mendapatkan perhatian paling besar adalah tingkat
cybercrime yang tinggi di Indonesia. Rendahnya kesadaran pengguna sosial media
dalam mengekspos data diri, keberadaan dan foto-foto bahkan video. Kecerobohan ini
membuka peluang bagi oknum-oknum dalam melancarkan rencana jahatnya.
E-literasi bukan hanya mencakup kemampuan dalam mendapat, memilih,
menganalisa dan mengevaluasi data. E-literasi suatu individu dikatakan berada pada
tingkat yang tinggi jikalau ia mampu membuat sebuah konten informasi/media dari
hasil analisa daya pikirnya, kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut
menggunakan media dan teknologi yang tepat.
E-literasi di Indonesia belum sampai pada tahap tersebut. Sebagian
masyarakat Indonesia masih pada tahap menengah dimana mereka sudah mampu
dalam menentukan, menganalisa dan mengevaluasi data, namun masih sedikit
diantara mereka yang mempublikasikan hasil karya kekreatifan dan pikirannya ke
media.
Untuk meminimalisir semua kemungkinan yang terjadi diatas, tentulah tingkat
e-literasi di Indonesia harus mendapatkan perhatian khusus. Bukan hanya dari
21. 21
pemerintah, namun media, orang tua, lembaga pendidikan, bahkan kita sendiri harus
ikut berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang punya tingkat literasi tinggi.
Tantangan paling mendasar bagi pemerintah cukup sederhana, namun
kompleks dalam pelaksanaannya. Yakni dalam hal pemerataan akses internet. Hal ini
perlu diupayakan sebisa mungkin agar seluruh jajaran masyarakat di Indonesia dapat
mengakses internet di era yang sudah modern. Tidak lupa dibarengi dengan
sosialisasi untuk menciptakan pengguna yang punya kemampuan literasi.
Pengawasan ketat oleh pemerintah terhadap konten media dan internet juga
sangat diperlukan. Perbanyak sosialisasi dan menayangkan lebih banyak konten yang
edukatif dan inspiratif. Alangkah baiknya bila pemerintah mempertegas UU yang
mengatur tentang ilegal downloading dan menindak para pelaku agar ada efek jera.
Selain pemerintah, orang tua mengambil peran penting dalam mendidik anak.
Terlebih pada saat masa pertumbuhan, dimana anak cenderung rentan menirukan
sesuatu yang ia konsumsi. Pengawasan dan kontrol kedisiplinan sepertinya
merupakan salah satu cara yang tepat.
Peran lembaga pendidikan dan guru tidak kalah penting dalam menciptakan
anak didik yang mempunyai kemampuan literasi. Menyisipkan sedikit materi tentang
literasi, menampilkan tayangan edukatif yang dikemas dalam bentuk yang menarik,
kemudian mengajak anak murid untuk berdialog adalah cara yang efektif. Serta
mengajarkan murid untuk menulis surat pembaca online dan memanfaatkan dialog
interaktif di media untuk menyampaikan isi pikiran adalah cara yang terbilang tepat
dalam mendidik murid memanfaatkan teknologi dan media dengan benar.
Peran yang paling krusial adalah peran diri sendiri. Tanamkan pola pikir
manusia yang haus akan informasi. Berikan dorongan kepada diri sendiri untuk sadar
dan belajar kritis dalam memanfaatkan teknologi canggih, media dan informasi yang
beragam. Kemudian komunikasikanlah hasil pikiran yang dapat memberi manfaat,
pengetahuan, dan inspirasi kepada masyarakat lainnya dengan memperhatikan etika
yang berlaku. Masyarakat yang berliterasi adalah cermin bangsa yang berpendidikan.
22. 22
Daftar Pustaka
APJII. 15 Januari 2014. Press Release – Profil Terkini Internet Industri Indonesia.
http://www.apjii.or.id/v2/read/content/info-terkini/213/press-release-profil-
terkini-internet-industri-ind.html. Diakses pada 3 Februari 2015.
Arif, Moch. Choirul. 2013. Tingkat Literasi Media Berbasis Kompetensi Individual
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya.
http://eprints.uinsby.ac.id/200/1/executive%20summary%20Moch.%20Choir
ul%20Arif,%20M.Fil.pdf. Diakses pada 3 Februari 2015.
Azis, Lely. 11 Oktober 2012. Literasi Komunikasi 2.0.
http://www.scribd.com/doc/109689398/LITERASI-KOMUNIKASI-2-0#scribd.
Diakses pada 5 Februari 2015.
Djafar, Wahyudi. September 2014. Masalah Terkini dalam Kebebasan Berinternet di
Indonesia.
http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/09/Masalah-terkini-
dalam-kebebasan-berinternet-di-indonesia.pdf. Diakses pada 5 Februari
2015.
Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Bogor. Pelayanan. Mobile Community
Access Point.
http://diskominfo.bogorkab.go.id/index.php/multisite/layanan_detail/60.
Diakses pada 5 Februari 2015.
HarianTI. (11 November 2013). Kemenkominfo: 95 Persen Akses Internet Orang
Indonesia untuk Jejaring Sosial.
http://harianti.com/kemenkominfo-95-persen-akses-internet-orang-indonesia-
untuk-jejaring-sosial/. Diakses pada 3 Februari 2015.
Havoscope. (28 April 2013). Number of Illegal Music Downloads in Indonesia.
http://www.havocscope.com/number-of-illegal-music-downloads-in-
indonesia/. Diakses pada 4 Februari 2015.
Iriantara, Yosal. Media, Gender dan Melek-Media.
https://www.academia.edu/4250130/MEDIA_GENDER_MELEK-MEDIA.
Diakses pada 5 Februari 2015.
Kemkominfo. 2013. Rencana Strategis Kementrian Komunikasi dan Informatika
2010-2014.
23. 23
https://ppidkemkominfo.files.wordpress.com/2011/03/renstra-2010-2014.pdf.
Diakses pada 5 Februari 2015.
Kompas. (24 November 2014). Pengguna Internet Indonesia Nomor Enam Dunia.
http://tekno.kompas.com/read/2014/11/24/07430087/Pengguna.Internet.Indo
nesia.Nomor.Enam.Dunia. Diakses pada 4 Februari 2015.
Open Society Foundations. 13 Januari 2014. Mapping Digital Media: Indonesia.
http://www.opensocietyfoundations.org/sites/default/files/mapping-digital-
media-indonesia-20140326.pdf. Diakses pada 3 Februari 2015.
Paramita, Rahadian P.. 3 Oktober 2012. Gerakan Sosial dan Literasi Dijital.
http://melekmedia.org/kajian/media-2-0/gerakan-sosial-dan-literasi-dijital/.
Diakses pada 4 Februari 2015.
Republika. (18 Februari 2014). Riset: 30 Juta Anak Indonesia Pengguna Internet.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/02/18/n174jc-riset-30-
juta-anak-indonesia-pengguna-internet. Diakses pada 3 Februari 2015.
Republika. (31 Oktober 2014). Kecepatan dan Pemerataan Internet Jadi PR Besar.
http://www.republika.co.id/berita/koran/trentek/14/10/31/neau8a8-
kecepatan-dan-pemerataan-internet-jadi-pr-besar. Diakses pada 5 Februari
2015.
Vivanews. (20 Agustus 2014). APJII: Penetrasi Internet Masih Didominasi Kota
Besar.
http://sosmedtoday.com/2014/08/apjii-penetrasi-internet-masih-didominasi-
kota-besar/. Diakses pada 3 Februari 2015.
Wahyuni, S.F. Lussy Dwiutami dan Evita. 29 April 2008. Survei Tingkat Literasi
Mahasiswa terhadap Media dan Informasi.
http://www.literasimedia.org/survei-tingkat-literasi-mahasiswa-terhadap-
media-dan-informasi/. Diakses pada 3 Februari 2015.
Wikipedia. 4 Januari 2015. 9 Teori Dampak Media.
http://id.wikipedia.org/wiki/9_Teori_Dampak_Media. Diakses pada 3
Februari 2015.
Winarto. 11 April 2012. Meneropong Media Sosial di Indonesia.
http://winarto.in/2012/04/meneropong-media-sosial-di-indonesia/. Diakses
pada 5 Februari 2015.
24. 24
Wulan, R. Teja. (17 Oktober 2014). Mengkhawatirkan, Tingkat Cyber Crime di
Indonesia.
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/10/mengkhawatirkan-tingkat-
cyber-crime-di-indonesia. Diakses pada 4 Februari 2015.
Yushar, Nur Inayah. Strategi Meningkatkan e-Literacy Masyarakat.
https://www.academia.edu/10372259/Strategi_Meningkatkan_e-
Literacy_asyarakat. Diakses pada 5 Februari 2015.