Kemampuan adalah penerapan menggunakan atau menafsirkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi yang kongkrit seperti menerapkan suatu dalil
Dokumen tersebut membahas tentang penerapan metode bercerita dalam pengembangan kemampuan bahasa ekspresif anak di Taman Kanak-kanak. Metode bercerita dapat meningkatkan daya serap, pikir, imajinasi, dan kemampuan berbahasa anak secara ekspresif.
01.01.2-T4-7 Aksi Nyata - Pancasila bagi Saya_compressed.pdf
Similaire à Kemampuan adalah penerapan menggunakan atau menafsirkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi yang kongkrit seperti menerapkan suatu dalil
Similaire à Kemampuan adalah penerapan menggunakan atau menafsirkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi yang kongkrit seperti menerapkan suatu dalil (20)
Kemampuan adalah penerapan menggunakan atau menafsirkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi yang kongkrit seperti menerapkan suatu dalil
1. 1. kemampuanadalah penerapan menggunakanatau menafsirkan
suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi
yang kongkritseperti menerapkan suatu dalil,metode, konsep,
prinsip, atau teori.
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain
dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi
atau hanya sebuah dongeng, yang dikemas dalam bentuk cerita yang dapat didengarkan dengan
rasa menyenangkan.
Di Taman Kanak-kanak bercerita adalah salah satu metode pengembangan bahasa yang
dapat mengembangkan beberapa aspek fisik maupun psikis anak TK sesuai dengan tahap
perkembangannya. Sedangkan metode bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi
pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak.
Perkembangan bahasa pada dasarnya dimulai sejak tangis pertama bayi, sebab tangis
bayi dapat dianggap sebagai bahasa anak. Menangis bagi anak merupakan sarana
mengekspresikan kehendak jiwanya. Dan inilah yang disebut dengan bahasa eksperif dimana
tangisan bayi adalah merupakan bahasa dalam mengekpresikan keinginannya dan perasaannya
melalui tangisan tersebut.
Jadi bahasa ekspresif adalah merupakan cara seorang anak dalam mengungkapkan
perasaan, keinginan serta kata-katanya kepada orang lain yang berada di sekitarnya yang berupa
secara langsung atau secara lisan.
Dalam pembelajaran pendidikan di Taman Kanak-kanak, seorang guru harus
memahami bagaimana peran dan fungsi metode bercerita dalam mengembangkan kemampuan
berbahasa anak, seperti kemampuan berbahasa secara reseptif (understanding) yang bersifat
pengertian, dan kemampuan berbahasa secara ekspresif (producing) yang bersifat
pernyataan. Anak usia Taman Kanak-kanak berada dalam fase perkembangan bahasa secara
ekspresif. Hal ini berarti anak telah dapat mengungkapkan keinginannya, penolakannya, maupun
pendapatnya dengan menggunakan bahasa lisan.
Bahasa merupakan alat komunikasi sebagai wujud dari kontak social dalam menyatakan
gagasan atau ide-ide dan perasaan-perasaan oleh setiap individu sehingga dalam
mengembangkan bahasa yang bersifat ekspresif, seorang anak memerlukan cara yang sesuai
dengan tingkat perkembangan usia taman kanak-kanak dengan memperhatikan factor-faktor
yang mempengaruhi pribadi anak tersebut. Melalui bercerita, dapat membantu mereka dalam
mengembangkan dan melatih kemampuan bahasa yang anak-anak miliki dan dengan melalui
cerita anak lebih dituntut aktif dalam mengembangkan bahasanya khususnya bahasa ekspresif
dibantu oleh arahan dan bimbingan guru.
Metode bercerita memang sesuatu yang sangat menarik, Karena metode tersebut sangat
digemari anak-anak, apalagi jika metode yang digunakan ditunjang dengan penggunaan bahasa
yang sederhana dan mudah dipahami anak-anak, sehingga anak lebih berpotensi dalam
mengembangkan bahasa yang sifatnya ekspresif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka muncul
rumusan masalah yaitu: Bagaimana penerapan metode bercerita dalam pengembangan
kemampuan bahasa ekspresif anak di Taman Kanak-kanak.
C. Tujuan Penulisan
3. Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka yang
menjadi tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui penerapan metode bercerita
dalam pengembangan kemampuan bahasa ekspresif anak di Taman Kanak-kanak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian tentang Penerapan Metode Bercerita dan Bahasa Ekspresif Anak
1. Pengertian Penerapan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia penerapan mempunyai dua arti yaitu:
a. Pemasangan, Contoh: Penerapan mesin pembangkit tenaga listrik dilaksanakan oleh teknisi
Indonesia.
b. Pengenalan, perihal mempraktekkan. Contoh: Penerapan metode bercerita dalam pengembangan
bahasa ekspresif anak.
Sedang dalam pengertian yang lain, penerapan adalah kemampuan menggunakan atau
menafsirkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi yang kongkrit
seperti menerapkan suatu dalil, metode, konsep, prinsip, atau teori.
2. Metode Bercerita
a. Pengertian Metode Bercerita
Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu
kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan
kepada orang lain (Bachri :2005:10).
Dengan kata lain bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang
perbuatan atau suatu kejadian secara lisan dalam upaya untuk mengembangkan potensi
kemampuan berbahasa.
Metode bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara
lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak didik. Dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran di TK, metode bercerita dilaksanakan dalam upaya memperkenalkan, memberikan
keterangan, atau penjelasan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang
dapat mengembangkan berbagai kompetensi dasar usia anak TK. Oleh karena itu materi yang
disampaikan berbentuk cerita yang awal dan akhirnya berhubungan erat dalam kesatuan yang
utuh, maka cerita tersebut harus dipersiapkan terlebih dahulu. Biasanya kegiatan bercerita
dilaksanakan pada kegiatan penutup, sehingga kalau anak pulang, anak menjadi tenang dan
senang setelah mengikuti pembelajaran, Namun demikian pada prakteknya tidak selalu pada saat
kegiatan penutup, bercerita dapat dilakukan pada saat kegiatan pembukaan, kegiatan inti,
maupun pada waktu-waktu senggang di sekolah, misalnya pada saat waktu istirahat, karena
mendengarkan cerita adalah sesuatu yang mengasyikkan bagi anak usia TK.
Menurut Tampubolon (1991:50), “Bercerita kepada anak memainkan peranan penting
bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam
mengembangkan bahasa dan pikiran anak”.
Fungsi kegiatan bercerita bagi anak usia 4-6 tahun adalah membantu perkembangan
bahasa anak dan dengan bercerita pendengaran anak dapat difungsikan dengan baik, untuk
kemampuan berbicara dengan menambah perbendaharaan kosa kata, kemampuan mengucapkan
kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangannya, selanjutnya anak
dapat mengekpresikannya melalui bernyanyi, menulis, ataupun menggambar sehingga pada
akhirnya anak mampu membaca situasi , gambar, tulisan atau bahasa isyarat.
4. Bercerita merupakan salah satu metode dan teknik bermain yang banyak dipergunakan
di TK. Bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak TK dengan
membawakan cerita kepada anak secara lisan. Jadi, bercerita adalah cara bertutur dan
menyampaikan cerita atau memberikan penjelasan secara lisan. Bercerita juga merupakan cara
untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Seorang guru TK hendaklah
mampu menjadi seorang pendongeng yang baik yang akan menjadikan cerita sebagai kegiatan
bermain yang menarik dan dapat menjadikan pengalaman yang unik bagi anak. Isi cerita pun
diupayakan berkaitan dengan cara berikut ini :
1) Dunia kehidupan anak yang penuh suka cita, yang menuntut isi cerita memiliki unsur yang dapat
memberikan perasaan gembira, lucu, menarik dan mengasyikkan bagi anak. Dunia kehidupan
anak berkaitan dengan cerita seputar lingkungan terdekat anak, seperti lingkungan keluarga,
sekolah dan lingkungan bermain anak.
2) Minat anak pada umumnya anak TK sangat berminat pada cerita-cerita tentang : binatang,
tanaman, kendaraan, boneka, robot, planet, dan lain-lain.
3) Tingkat usia, kebutuhan dan kemampuan mencerna isi cerita. Ceritanya harus cukup pendek
dalam rentang perhatian anak. Cerita tersebut bersifat meningkatkan daya pikir anak seperti
cerita-cerita tentang makanan dan minuman sehat, kebersihan diri melayani diri sendiri.
4) Membuka kesempatan bagi anak untuk bertanya dan menanggapi setelah guru selesai bercerita.
b. Manfaat Metode Bercerita
Menurut Tadkiroatun Musfiroh, (2005:95) ditinjau dari beberapa aspek, manfaat metode
bercerita sebagai berikut:
1) Membantu pembentukan pribadi dan moral anak, 2) Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan
fantasi, 3) Memacu kemampuan verbal anak, 4) Merangsang minat menulis anak, 5) Merangsang
minat baca anak, 6) Membuka cakrawala pengetahuan anak
Sedangkan menurut Bachri (2005: 11), manfaat bercerita adalah “dapat memperluas
wawasan dan cara berfikir anak, sebab dalam bercerita anak mendapat tambahan pengalaman
yang bisa jadi merupakan hal baru baginya”.
Manfaat bercerita dengan kata lain adalah menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi
sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak. Misalnya melalui media
dongeng/bercerita dapat berfungsi sebagai penggugah kreativitas anak-anak. Melalui
dongeng/cerita, guru bisa menyampaikan pesan-pesan, hikmah-hikmah dan pengalaman-
pengalaman kepada murid-muridnya. Disamping memperkaya imajinasi anak, dongeng/bercerita
pun menjadikan anak-anak merasa belajar sesuatu, tetapi tak merasa digurui. Bahkan, dengan
melalui dongeng/cerita diketahui adalah merupakan salah satu cara yang efektif mengembangkan
aspek-aspek kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan), social dan aspek konatif (penghayatan)
anak-anak. Dongeng/cerita mampu membawa anak-anak pada pengalaman-pengalaman baru
yang belum pernah dialaminya. Karena itu guru perlu memiliki kreativitas, penghayatan, dan
kepekaan pada saat bercerita agar pesan dapat sampai kepada murid-muridnya.
Beberapa manfaat metode bercerita bagi anak TK (Moeslichatoen 2004:45) di antaranya
adalah :
1) Melatih daya serap atau daya tangkap anak TK, artinya anak usia TK dapat dirangsang untuk
mampu memahami isi atau ide-ide pokok dalam cerita secara keseluruhan, 2) Melatih daya pikir
anak TK, untuk terlatih memahami proses cerita, mempelajari hubungan bagian-bagian dalam
cerita termasuk hubungan-hubungan sebab akibatnya, 3)Melatih daya konsentrasi anak TK untuk
memusatkan perhatiannya kepada keseluruhan cerita, 4) Mengembangkan daya imajinasi anak,
artinya dengan bercerita anak dengan daya fantasinya dapat membayangkan atau
5. menggambarkan sesuatu situasi yang berada di luar jangkauan inderany, 5) Menciptakan situasi
yang menggembirakan serta mengembangkan suasana hubungan yang akrab sesuai dengan tahap
perkembangannya, 6) Membantu perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi secra efektif
dan efisien sehingga proses percakapan menjadi komunikatif.
Adapun fungsi dari pada metode bercerita (Moeslichatoen 2004:45) yaitu :
1) Melatih daya konsentrasi, 2) Melatih mengungkapkan daya pikir, 3) Menambah pengetahuan
dan keterampilan anak dalam mengkomunikasikan isi gambar, 4) Melatih menghubungkan isi
gambar sesuai dengan imajinasi anak, 5) Melatih mengungkapkan imajinasi anak, 6) Melatih
anak berkomunikasi secara lisan, 7) Menambah kosa kata dalam berbahasa
Anak membutuhkan dongeng atau cerita karena beberapa hal:
1) Anak membangun gambaran-gambaran mental pada saat guru memperdengarkan kata-kata yang
melukiskan kejadian.
2) Anak memperoleh gambaran yang beragam sesuai dengan latar belakang pengetahun dan
pengalaman masing-masing.
3) Anak memperoleh kebebasan untuk melakukan pilihan secara mental.
4) Anak memperoleh kesempatan menangkap imajinasi dan citraan-citraan cerita: citraan gerak,
citraan visual, dan auditif.
Cerita mendorong anak bukan saja senang menyimak cerita, tetapi juga senang bercerita
atau berbicara. Anak belajar tentang tata cara berdialog dan bernarasi dan terangsang untuk
menirukannya. Kemampuan untuk mempraktekkan terdorong karena dalam cerita ada negosiasi,
pola tindak-tutur yang baik seperti menyuruh, melarang, berjanji, mematuhi larangan dan
memuji.
Memacu kemampuan bercerita anak merupakan sesuatu yang penting, karena beberapa
alasan, yaitu :
Pertama anak memiliki kosa kata cenderung berhasil dalam meraih prestasi akademik.
Kedua, anak yang pandai berbicara memperoleh perhatian dari orang lain. Hal ini penting
karena pada hakikatnya anak senang menjadi pusat perhatian dari orang lain.
Ketiga, anak yang pandai berbicara mampu membina hubungan dengan orang lain dan
dapat memerankan kepemimpinannya dari pada anak yang tidak dapat berbicara. Berbicara baik
mengisyaratkan latar belakang yang baik pula.
Keempat, anak yang pandai berbicara akan memiliki kepercayaan diri dan penilaian diri
yang positif, terutama setelah mendengar komentar orang tentang dirinya.
Dalam berbicara terkadang individu dapat menyesuaikam dengan keinginannya sendiri.
Pada dasarnya berbicara sama halnya dengan menuangkan segala perasaan kita yang tersimpan.
Kita dalam berbicara dapat mengungkapkan, serta mengekspresikan apa keinginan kita
c. Tujuan, Kelebihan, dan kekurangan Metode Bercerita
Tujuan bercerita bagi anak usia 4-6 tahu adalah agar anak mampu mendengarkan
dengan seksama terhadap apa yang disampaikan orang lain, anak dapat bertanya apabila tidak
memahaminya, anak dapat menjawab pertanyaan, selanjutnya anak dapat menceritakan dan
mengekpresikan terhadap apa yang didengarkan dan diceritakannya, sehingga hikmah dari isi
cerita dapat dipahami dan lambat laun dapat didengarkan, diperhatikan, dilaksanakan, dan
diceritakan pada orang lain. Karena menurut Jerome S. Brunner (Tampubolon, 1991 : 10)
”Bahasa berpengaruh besar pada perkembangan pikiran anak”
Adapun kelebihan dan kekurangan daripada metode bercerita(Dhieni, 2006 : 6.9) antara
lain :
6. 1) Dapat menjangkau jumlah anak yang relatif banyak, 2) Waktu yang tersedia dapat
dimanfaatkan dengan efektif dan efisien, 3) Pengaturan kelas menjadi lebih sederhana, 4) Guru
dapat menguasai kelas dengan mudah, 5) Secara relatif tidak banyak memerlukan biaya, 6) Anak
didik menjadi pasif, karena lebih banyak mendengarkan atau menerima penjelasan dari guru, 7)
Kurang merangsang perkembangan kreativitas dan kemampuan siswa untuk mengutarakan
pendapatnya, 8) Daya serap atau daya tangkap anak didik berbeda dan masih lemah sehingga
sukar dipahami tujuan pokok isi cerita, 9) Cepat menumbuhkan rasa bosan terutama apabila
penyajiannya tidak menarik.
d. Kegiatan Bercerita di Sekolah
Untuk menyajikan secara menarik, diperlukan beberapa persiapan, mulai
dari memilih jenis cerita, menyiapkan tempat, panyiapan alat peraga dan sebagainya hingga
penyajian cerita. Menurut Tampubolon, (1991 : 11) persiapan kegiatan bercerita yaitu: ”1)
Memilih dan memilah materi cerita, 2) Pengelolaan kelas untuk bercerita, 3) Pengelolaan tempat
untuk bercerita, 4) Strategi penyampaian”.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1) Memilah dan memilih materi cerita
Diantara berbagai jenis cerita, cerita tentang pengalaman seseorang dan faktor tradisional
merupakan sumber cerita terbaik bagi anak-anak.
2) Jenis cerita
Dalam program pembelajaran di TK, cerita dapat digolongkan menjadi tiga, yakni cerita untuk
program inti, cerita untuk program pembuka, dan cerita untuk tujuan rekreasi pada akhir
program. Cerita untuk program inti, digunakan dalam kegiatan inti cerita ini disampaikan oleh
guru sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin di capai. Misalnya cerita tentang Bebek si
buruk rupa. Cerita ini menggambarkan seekor bebek yang buruk rupanya, tetapi hatinya baik,
suka menolong dan sebagainya. Tujuan pembelajaran ini, guru ingin menanamkan rasa saling
tolong menolong, tidak membeda-bedakan teman. Cerita untuk program pembuka dan penutup,
disampaikan pada kegiatan inti dan penutup yang menyampaikan adalah anak, seorang guru
hanya memberikan stimulasi, misalnya dalam kegiatan berbagi cerita tentang pengalaman naik
sepeda dan sebagainya. Sedangkan cerita untuk tujuan rekreasi pada akhir program, cerita ini
disampaikan oleh anak setelah liburan sekolah. Untuk jenis cerita anak yang banyak disukai
adalah cerita fable karena anak sedang senang dengan binatang-binatang peliharaan.
3) Pengelolaan kelas untuk bercerita
Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas pengelolaan kelas
dengan baik seorang guru perlu memperhatikan aspek-aspek pengelolaan kelas Tampubolon,
(1991 : 29) yang terdiri: “Pengorganisasian siswa, penugasan kelas, disiplin kelas dan
pembimbingan siswa”.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a) Pengorganisasian siswa
Bentuk pengelompokan anak-anak yang akan dilibatkan atau diajak berinteraksi dalam
penceritaan terlebih dahulu guna mengetahui hubungan sosial antar anak dalam kelas.
b) Penugasan kelas
Dalam kegiatan bercerita, penugasan kelas dapat dilakukan dengan meminta anak-anak untuk
mencari tokoh utama dalam cerita mengingatnya dan menyebutkan kembali sifat-sifatnya.
Tentunya tugastersebut dikomunikasikan terlebih dahulu sebelum penceritaan berlangsung.
c) Disiplin kelas
7. Dalam kegiatan bercerita di TK, bentuk-bentuk disiplin kelas tentu harus disesuaikan dengan
karakteristik anak usia dini. Dalam melakukan peceritaannya seorang guru tetap perlu
menenangkan muridnya untuk mendengarkan pesan melalui ceritanya. Proses menenangkan
murid perlu dilakukan dengan cara mendidik, tidak disertai dengan ancaman dilakuan dengan
mengikat perhatian mereka melalui cerita yang disajikan dengan menarik sehingga tidak
membuat anak sibuk sendiri.
d) Pembimbingan siswa
Dalam kegiatan bercerita, bimbingan yang diperlukan dapat berbentuk pemberian informasi
sejelas-jelasnya tentang proses dan tujuan cerita yang akan disampaikan serta kemungkinan
permasalahan yang muncul dalam memahami pembelajaran yang akan diikutinya.
2) Pengelolaan tempat untuk bercerita
Banyak cara pengelolaan tempat untuk bercerita menurut Tampubolon, (1991 : 17) yang terdiri
dari: “penataan tempat untuk bercerita, posisi media, penataan ruang cerita dan strategi
penyampaian cerita untuk anak”.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a) Penataan tempat untuk bercerita
Tempat duduk sisa dalam kegiatan bercerita perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sebab
tempat duduk berkaitan dengan banyak hal. Keterkaitan itu adalah interaksi guru dan siswa,
karakteristik materi penceritaan, media pembelajaran yang digunakan dalam penceritaan.Oleh
karena, itu tempat duduk siswa sangat berpengaruh dalam keberhasilan kegiatan bercerita.
Aktifitas bercerita tidak harus dilakukan didalam kelas, kegiatan bercerita dapat dilakukan
dimanapun asal memenuhi kriteria kebersihan, keamanan dan kenyamanan. Jika jumlah anak
sedikit, bercerita dapat dilakukan diberbagai tempat seperti di teras, di bawah pohon, dan lain
sebagainya. Pada prinsipnya yang penting tempat tersebut dapat menampung semua anak, teduh,
bersih dan aman. Apabila jumlah anak relatif banyak sebaiknya dipilih tempat yang lebih luas.
Ruang kelas merupakan tempat yang paling representative (memenuhi persyaratan) yang lebih
baik lagi apabila cerita yang disampaikan ditempat yang berkaitan.
b) Posisi media
Penempatan dalam ruangan perlu memperhatikan beberapa aspek. Keterjangkauan menjadi
prioritas bahwa semua media yang akan dipakai mudah dijangkau oleh guru sehingga tidak
mengganggu proses penceritaan. Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah keselamatan media
terhadap kemungkinan gangguan yang muncul berasal dari murid-murid sendiri. Untuk itu yang
perlu dilakukan adalah peraturan akan murid, guru dan media dengan baik.
c) Penataan Ruang Cerita
Kegiatan bercerita di TK dapat dilakukan dimana saja. Pelaksanaanya dapat dilakukan didalam
maupun diluar kelas. Jika penceritaan dilakukan di dalam kelas, maka kelas perlu dtata untuk
memberikan dukungan penceritaan. Penataan tersebut meliputi ventilasi, tata cahaya dan tata
warna. Sedangkan penataan yang dilakukan di luar kelas membutuhkan beberapa hal yang perlu
diperhatikan seperti kesesuaian tuntutan cerita, keamanan dan kenyamanan.
4) Strategi Penyampain cerita untuk anak
Kegiatan bercerita di sekolah dapat dilakukan dengan baik, apabila sebelumnya dipersiapkan
terlebih dahulu, tidak hanya itu saja peran seorang guru disini juga sangat berperan penting,
untuk memberikan suasana yang menyenangkan agar anak dalam mendengarkan cerita atau
bercerita dengan hati yang senang. Karena pada prinsipnya belajar di TK itu belajar sambil
bermain. Oleh karena itu seorang guru harus mempunyai metode yang tepat dalam
8. menyampaikan kegiatan bercerita, strategi tersebut Tampubolon, (1991 : 18) yang terdiri dari:
”strategistorytelling, strategi reproduksi cerita dan strategi simulasi kreatif.”
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a) Strategi Storytelling
Straregi Storytelling merupakan penceritaan cerita yang dilakukan secara terencana dengan
menggunakan boneka, atau benda-benda visual, metode ini bertujuan untuk menghasilkan
kemampuan berbahasa anak. Penggunaan metode ini dibutuhkan untuk melatih dan membentuk
ketrampilan berbicara, pengembangkan daya nalar, dan pengembanangkan imajinasi anak.
Metode ini contohnya seperti metode sandiwara boneka, metode bermain peran, metode
bercakap-cakap dan metode tanya jawab.
b) Strategi Reproduksi Cerita
Strategi reproduksi cerita adalah kegiatan belajar mengajar bercerita kembali cerita yang
didengar. Tujuan kegiatan ini sama dengan tujuan straregi Storytelling. Strategi ini dimulai
setelah guru bercerita,kemudian anak diminta menceritakan cerita itu sesuai dengan daya
tangkap anak.
c) Strategi Simulasi Kreatif
Strategi simulasi kreatif dilaksanakan untuk memanipulasi kegiatan belajar sambil bermain dari
penggalan dialog cerita atau bermain peran membawakan tokoh-tokoh dalam cerita.
1. Bahasa Ekspresif Anak
a. Pengertian Bahasa Ekspresif Anak
Menurut Hulit & Howard (1997) “sesungguhnya bahasa adalah ekspresi kemampuan
manusia yang bersifat innate atau bawaan”.
“Bahasa” dan “pengekpresian bahasa” adalah dua hal yang berbeda. Bahasa berada di
dalam otak kita, dan ia akan tetap ada walaupun diekpresikan atau tidak Seseorang yang tidak
bisa bicara (bisu) bukan berarti ia tidak memiliki bahasa. Ia tetap dapat mengetahui tentang kosa
kata bahasa dan dapat menyimpan pengetahuannya dalam bentuk bahasa.
Bahasa dapat diekspresikan dalam berbagai bentuk, yaitu bicara, tulisan, dan gerakan.
Bicara adalah ekspresi oral dari bahasa. Organ manusia yang berperan adalah mulut dan
tenggorokan. Terkadang penggunaan istilah ”bahasa” dan ”bicara” ini tertukar atau disamakan
arti. Pada kenyataannya kedua istilah ini berbeda walaupun memiliki kaitan yang erat dalam
komunikasi. Bicara bisa saja hadir tanpa adanya bahasa, begitupun sebaliknya.
Bahasa juga dapat hadir tanpa bicara, contohnya dalah orang bisu-tuli karena ia tidak
dapat mendengar ekpresi oral dari bahasa maka ia tidak dapat bicara. Bagi orang bisu-tuli bukan
berarti ia tidak memiliki bahasa, jika ia menerima stimulasi yang tepat dan kesempatan
pendidikan yang sesuai maka ia akan dapat mengembangkan kemampuan bahasa yang sama
dengan orang yang dapat mendengar dan dapat berbicara atau orang yang normal seperti
manusia biasa. Dengan kata lain, ekspresi bahasa pada orang-orang tersebut bukan dengan oral
melainkan dengan gerakan atau tulisan.
Menurut Hilderbrand, (1986 : 297) pada buku Metode Pengajaran di TK karang Dra.
Moesliahtoen R, M.Pd (1999 : 26), ”bercakap-cakap berarti saling mengkomunikasikan pikiran
dan perasaan secara verbal atau mewujudkan kemampuan bahasa reseptif dan ekpresif”. Lain
pula menurut Gordon dan Brown ( 1985 : 314) pada buku yang sama dikatakan bahwa
”bercakap-cakap dapat pula diartikan sebagai dialog atau sebagai perwujudan bahasa reseptif dan
ekpresif dalam suatu situasi”.
9. Penguasaan bahasa reseptif adalah semakin banyaknya kata-kata yang baru dikuasai
oleh anak yang diperoleh dari kegiatan bercakap-cakap itu. Dan penguasaan berbahasa ekpresif
adalah semakin seringnya anak menyatakan keinginan, kebutuhan, pikiran, dan perasaan pada
orang lain secara lisan.
Jadi bercakap-cakap adalah merupakan suatu cara penyampaian bahan pengembangan
bahasa yang dilaksanakan melalui bercakap-cakap salam bentuk tanya-jawab antara anak dengan
guru atau anak dengan anak, yang dikomunikasikan secara lisan dan merupakan salah satu
bentuk komunikasi antar pribadi, dimana satu dengan yang lainnya saling mengkomunikasikan
pikiran dan perasaan secara verbal atau kemampuan mewujudkan bahasa yang reseptif dan
ekspresif dalam suatu dialog yang terjadi dalam suatu situasi.
Menurut Widodo (2008 : 4) berpendapat bahwa “ Bahasa ekspresif adalah kemampuan
anak untuk mengeluarkan kata-kata yang berarti”.
Sedangkan menurut Fizal (2008 :3) berpendapat bahwa “Bahasa ekspresif adalah bahasa
lisan dimana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk
mendukung komunikasi yang dilakukan”
Menurut Nanda Santoso (Fajar Mulya, 1996), berpendapat bahwa
“Berbicara merupakan sarana komunikasi untuk menyampaikan perasaan, berkata apa yang
dikatakan dalam berbahasa. “
Dari beberapa pengertian diatas yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian bahasa ekspresif adalah merupakan cara seorang anak dalam
mengungkapkan perasaan serta kata-katanya kepada orang lain yang berada di sekitarnya yang
mempunyai arti dan kadang dicampur dengan gerakan tubuh.
Anak menerima dan mengekspresikan bahasa dengan berbagai cara. Berbicara dan
menulis merupakan keterampilan bahasa ekspresif yang melibatkan pemindahan arti melalui
symbol visual dan verbal yang diproses dan diekspresikan anak. Ketika anak berbicara dan
menulis, mereka menyusun bahasa dan mengkonsep arti.
Pengertian bahasa ekpresif adalah merupakan cara seorang anak dalam mengungkapkan
perasaan serta kata-katanya kepada orang yang berada di sekitarnya, terutama orang tuanya yang
berupa pengucapan secara langsung atau secara lisan.
Memacu kecerdasan linguistik merupakan kegiatan yang sangat penting. Pernyataan ini
didukung oleh pendapat sejumlah ahli, bahwa diantara komponen kecerdasan yang lain,
kecerdasan linguistiklah yang mungkin merupakan kecerdasan yang paling universal.
Menurut Nurbiana (2007 : 3.7), ada dua tipe perkembangan berbicara yaitu :
1) Egosentric Speech
Terjadi ketika anak berusia 2 sampai 3 tahun, dimana anak mulai berbicara pada dirinya
sendiri. Perkembangan berbicara anak dalam hal ini sangat berperan dalam mengembangkan
kemampuan berpikirnya.
2) Socialized Speech
Terjadi ketika anak berinteraksi dengan temannya ataupun dengan lingkungannya. Hal ini
berfungsi untuk mengembangkan kemampuan adaptasi sosial anak. Berkenaan dengan hal
tersebut terdapat 5 bentuk sosialized speech yaitu saling tukar informasi untuk tujuan bersama,
penilaian terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain, perintah, pertanyaan, dan jawaban
Perkembangan kemampuan berbahasa pada anak Taman Kanak-kanak adalah
perubahan yang terjadi pada anak yang ditandai dengan perkembangan bahasa anak menurut
10. Mustakim Nur, (2001 : 24) bahwa perkembangan bahasa yang dimaksud adalah :”
perkembangan bunyi, perkembangan kata, perkembangan kalimat dan perkembangan makna”.
Adapun penjelasannya sebagi berikut:
1) Perkembangan bunyi (Fonologi)
Bunyi yang dihasilkan organ artikulasi mengalami perubahan dan penyempurnaan. Pada
tahap permulaan anak mengeluarkan bunyi konsonan/vocal, kemudian berkembang menjadi
fonem ketika anak mengucapkan rangkap seperti Fonem ”Str” pada kata ”Strika” atau fonem ”r”
pada kata ramai dan rusak.
2) Perkembangan kata (Morfologi)
Perkembangan morfologi pada anak dari satu kata menjadi kata, kadang-kadang anak
mengucapkan dua kata menjadi kalimat, kadang-kadang kita mendengar anak ”mama, Ali
mencubit saya”, ”Koko memukul saya”. Perkembangan morfologi anak semakin bertambah
seiring dengan pertambahan usianya atau dengan kata lain semakin bertambah usia semakin
bertambah pula jumlah kata yang diperoleh anak berkaitan dengan nama-nama benda permainan
atau kata-kata yang berhubungan dengan kebutuhan anak sehari-hari.
3) Perkembangan kalimat (Sintaksis)
Anak menyusun kalimat dari kata yang diketahui dan dikenalnya. Perkembangan kalimat
pada anak diperoleh ketika anak berada dalam lingkungan keluarga. Anak mulai menyusun
kalimat dengan kata-kata pertama berupa kata benda (subjek) kemudian kata kerja (predikat),
misalnya ”mama pergi”, ”kakak makan nasi”.
4) Perkembangan makna (Semantik)
Perkembangan semantik pada anak sudah nampak sejak anak itu menggunakan kalimat
yang terdiri dari dua kata. Perkembangan semantik anak semakin lama semakin cepat. Anak
mengucapkan kata-kata selalu mengaitkan dengan maknanya sehingga kata-kata yang diucapkan
dapat dipahami oleh teman bicaranya. Peran orang tua atau orang yang dekat dengan anak itu
akan menentukan perkembangam semantik anak dengan mengarahkan dan memberi perbaikan
ucapan kata akan memberi kesadaran makna kata dan pertumbuhan semantik anak.
Seorang anak kecil belajar berbicara mula-mula adalah dengan cara menunjukkan berbagai
benda-benda yang dilihatnya atau kata yang dapat menunjukkan pada pengertian tempat ”di sini”
atau ”sekarang”. Daftar kata-kata ini akan segera meningkat tanpa batas. Namun bisa
diperkirakan bahwa seorang anak pada usia dua tahun setidaknya memerlukan 270 kata.
b. Tahap Perkembangan Bahasa Ekspresif Anak
Beberapa aspek yang berkaitan dengan perkembangan bahasa lisan anak (Dhieni,
2006:3.4) adalah sebagai berikut :” kosakata, sintaks/tata bahasa, semantika dan fonem atau
bunyi”.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1) Kosa kata, seiring dengan perkembangan anak dan pengalamannya berinteraksi dengan
lingkungannya, kosa kata anak berkembang dengan pesatnya.
2) Sintaks (tata bahasa), walaupun anak belum mempelajari tata bahasa, akan tetapi melalui
contoh-contoh berbahasa yang didengar dan dilihat anak di lingkungannya, anak telah dapat
menggunakan bahasa lisan dengan susunan kalimat yang baik.
3) Semantika adalah penggunaan kata yang sesuai dengan tujuannya, anak TK sudah dapat
mengekspresikan keinginannya, penolakannya, pendapatnya dengan menggunakan kata-kata dan
kalimat yang tepat.
11. 4) Fonem (bunyi), anak TK sudah memiliki kemampuan untuk merangkaikan bunyi yang
didengarnya menjadi satu kata yang mengandung arti. Perkembangan bahasa yang terjadi pada
anak usia TK yang pembelajarannya melalui metode bercerita dimana anak dapat berkomentar
antara apa yang ia dengar ketika guru menyelesaikan ceritanya.
Perkembangan kemampuan bahasa anak Taman Kanak-kanak ditandai oleh usia dan
karakteristik anak dalam bertindak, perkembangan bahasa tersebut melalui beberapa tahapan.
Tahapan perkembangan bahasa tersebut (Mustakim, 2001:34)adalah sebagai berikut :
1) Tahap Random dengan karakteristik bunyi lisan, 2) Tahap Unitary dengan karakteristik
menggunakan kata sebagai kalimat, 3) Tahap Perluasan ditandai dengan karakteristik kata-kata
pivot, 4) Tahap Struktural ditandai dengan karakteristik penguasaan kosa kata yang berkembang
sesuai dengan pembentukan lingkungan kesehariannya, 5) Tahap Otomatik ditandai dengan
karakteristik anak sudah mampu menggunakan dua kalimat untuk mengemukakan maksud
tertentu secara otomatis, 6) Tahap Kreatif ditandai dengan karakteristik anak mampu
menggunakan kata-kata yang pengertiannya abstrak.
c. Indikator Perkembangan Bahasa Ekspresif Anak
Di dalam kehidupan kita sehari-hari dapat dilihat langsung perkembangan berbicara
pada anak, kita dapat membedakan kemampuan anak dalam berbicara terhadap orang yang
dikenalinya. Perkembangan berbicara pada anak berbeda-beda sehingga ada anak yang dapat
cepat berbicara dan ada pula anak yang berbicaranya lamban, mungkin karena ada beberapa
factor yang mendasari hal tersebut, yang dapat kita ketahui dengan memperhatikan langsung
sekitar kita.
Di dalam dunia anak ada aspek yang perlu diperhatikan orang tua dalam rangka
mengamati perkembangan bicara anak, bila seorang anak akan mengatakan atau memahami
sesuatu, ia harus mempunyai daftar kata-kata atau vocabulary yang cukup memadai, yang
dengan kata lain kita bisa mengatakan bahwa si anak mempunyai cukup kata-kata agar bisa
memproduksi dan memahami bahasa aktif dan pasif, menemukan kata-kata yang tepat,
memahami apa yang diucapkan (pengertian kalimat).
Seorang anak kecil belajar berbicara, mula-mula adalah dengan cara menunjukkan
berbagai benda-benda yang dilihatnya (kursi, meja makan, boneka, dsb), atau kata yang dapat
menunjukkan pada pengertian tempat “di sini” atau “sekarang”. Daftar kata-kata ini akan segera
meningkat tanpa batas. Namun bisa diperkirakan bahwa seorang anak pada usia dua tahun
setidaknya memerlukan 270 kata. Pada usia 4 tahun kemampuan bahasa anak akan berkembang.
Anak pada usia ini sudah mampu mengucapkan sebagian besar kata dalam bahasa Indonesia,
kosa kata yang dikuasainyapun telah berkembang mencapai 1.500 kata.
Di dalam mengajarkan anak usia taman Kanak-kanak seorang guru harus
mempersiapkan indikator-indikator apa yang akan digunakan dalam mengajarkan anak didiknya
khususnya pada pengembangan bahasa ekspresif anak yang akan menunjang pembelajaran apada
anak didiknya. Di mana dalam pengembangan bahasa ekspresif anak terdapat berbagai macam
indikator-indikator (Dhieni, 2006 :9.7) antara lain :
1)Menyebutkan nama diri, nama orang tua, jenis kelamin, alamat rumah dengan lengkap, 2)
Anak diharapkan agar dapat berkomunikasi/berbicara lancar secara lisan dengan lafal yang
benar, 3) Bercerita menggunakan kata ganti saya, dan aku
Pendapat lain tentang perkembangan bahasa, Lerner, (Ali Nugraha, 2007:10.26),
menyatakan bahwa :
12. ”Dasar utama perkembangan bahasa adalah pengalaman-pengalaman berbahasa yang kaya.
Pengalaman-pengalaman yang kaya itu akan menunjang faktor-faktor bahasa yang lain, yaitu :
(1) mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) penulisan. Mendengar dan membaca
termasuk keterampilan berbahasa yang menerima atau reseptif. Sedang berbicara dan penulisan
atau mengarang termasuk keterampilan bahasa ekspresif.
Usia Kemampuan bahasa anak menurut Iga Partiwi, (Artikel Dunia Anak, 2008)
mengatakan bahwa ada beberapa tahapan dalam usia kemampuan anak yaitu :
1) 0-1bulan Respons bayi saat mendengar suara dengan melebarkan mata atau perubahan irama
pernafasan atau kecepatan menghisap susu, 2) 2-3 bulan Respons bayi dengan memperhatikan
dan mendengar orang yang sedang bicara, 3) 4 bulan Menoleh atau mencari suara orang yang
namanya dipanggil, 4) 6-9 bulan , mengerti bila namanya disebut, 5) 9 bulan Mengerti arti kata
"jangan", 6) 10-12 bulan Imitasi suara, mengucapkan mama/papa dari tidak berarti sampai
berarti kadang meniru 2-3 kata Mengerti perintah sederhana seperti "Ayo berikan pada saya", 7)
13-15 bulan Perbendaharaan 4-7 kata, 20% bicara mulai dimengerti orang lain, 8) 16-18 bulan
Perbendaharan 10 kata, beberapa ekolalia (meniru kata yang diucapkan orang lain), 25% dapat
dimengerti orang lain, 9) 22-24 bulan Perbendaharan 50 kata, kalimat 2 kata, 75% dapat
dimengerti orang lain, 10) 2-2,5 tahun Perbendaharan > 400 kata, termasuk nama, kalimat 2-3
kata, 11) mengerti 2 perintah sederhana sekaligus, 12) 3-4 tahun Kalimat dengan 3-6 kata ;
bertanya, bercerita, berhubungan dengan pengalaman, hampir semua dimengerti orang lain 4-5
tahun Kalimat degan 6-8 kata, menyebut 4 warna, menghitung sampai 10 .
2. Penerapan Metode Bercerita dalam Mengembangkan Kemampuan Bahasa Ekspresif
Anak Usia TK
Menikmati sebuah cerita mulai tumbuh pada seorang anak semenjak anak mengerti
akan peristiwa yang terjadi di sekitarnya dan setelah memorinya mampu merekam beberapa
kabar berita, masa tersebut terjadi pada usia 4-6 tahun yang ditandai oleh berbagai kemampuan,
Depdiknas (Dhieni, 2006:6.4), yaitu sebagai berikut :
a. mampu menggunakan kata ganti saya dalam berkomunikas, b) memiliki berbagai
perbendaharaan kata kerja, kata sifat, keadaan, kata tanya dan kata sambung, c) menunjukkan
pengertian dan pemahaman tentang sesuatu, d) mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan
tindakan dengan menggunakan kalimat sederhana, e) mampu membaca dan mengungkapkan
sesuatu melalui gambar.
Menurut Dhieni (2006 : 6.35) bahwa ada 8 langkah-langkah penerapan metode
bercerita dengan menggunakan alat peraga yaitu berupa buku cerita adalah sebagai berikut :
1) Anak mengatur posisi duduknya, 2) Anak memperhatikan guru menyiapkan alat peraga, 3)
Anak termotivasi untuk mendengarkan cerita, 4) Anak diberi kesempatan untuk memberi judul
cerita, 5) Mendengarkan judul cerita, 6) Anak mendengarkan cerita guru sambil memperhatikan
gambar yang guru perlihatkan, 7) Setelah selesai bercerita anak memberikan kesimpulan isi
cerita, 8) Guru melengkapi kesimpulan tentang isi cerita dari anak
Dengan demikian seorang anak dengan usianya yang masih balita dapat memperhatikan
penyampaian cerita sederhana yang sesuai dengan karakternya, ia akan mendengarkan cerita itu
dan menikmatinya dengan seksama terhadap apa yang disampaikan orang lain sehingga anak
dapat bertanya apabila tidak memahaminya dan anak dapat menjawab pertanyaan selanjutnya,
bercerita serta mengekspresikan terhadap apa yang ia dengar sehingga hikmah dari isi cerita
13. dapat dipahami. Maka dalam mengembangkan kemampuan berbahasanya anak memiliki cara-
cara tersendiri sesuai dengan tahapan perkembangannya, dalam menanggapi suatu pokok
bahasan yang diceritakan. Sehingga anak secara bertahap dapat berpikir abstrak dan konstruktif.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat dipaparkan bahwa penerapan metode bercerita
dapat mengembangkan bahasa ekspresif anak. Hal ini dapat dilihat dengan langkah-langkah
penerapan metode bercerita sebagai berikut :1) Anak mengatur posisi duduknya, 2) Anak
memperhatikan guru menyiapkan alat peraga, 3) Anak termotivasi untuk mendengarkan cerita,
4) Anak diberi kesempatan untuk memberi judul cerita, 5) Mendengarkan judul cerita, 6) Anak
mendengarkan cerita guru sambil memperhatikan gambar yang guru perlihatkan, 7) Setelah
selesai bercerita anak memberikan kesimpulan isi cerita, 8) Guru melengkapi kesimpulan tentang
isi cerita dari anak.
B. Saran
Bagi guru TK khususnya, diharapkan mampu menerapkan metode yang tepat dalam
proses pembelajaran, utamanya dalam kegiatan metode bercerita. Hal ini disebabkan karena
tidak semuanya anak normal, kadang kala ada anak yang mempunyai kepribadian yang lain,
misalnya autis, dan ini tentunyan membutuhkan keterampilan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Soli, Dan Sulaiman Samad. 2003. Pedoman Penulisan Skripsi. Makassar, FIP :
Universitas Negeri Makassar
Bachri, S Bachtiar. 2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita, Teknik dan Prosedurnya. Jakarta:
Depdikbud
Dhieni, Nurbiana dkk. 2006. Metode Pengembanga Bahasa.. Jakarta : Universitas Terbuka
Fisal Rizaldi. 2008. Pengertian Bahasa Lisan : Defenisi-Pengertian Bahasa Ekspresif. (on line).
Vol 1 No. 2, (http/organisasi. Orang/Defenisi-Pengertian Bahasa Lisan. com/Diakses 24
April 2009)
Masitoh, dkk. 2006. Strategi Pembelajaran TK. Jakarta : Universitas Terbuka
Moeslichatoen.2004. Metode Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Montolalu, dkk. 2007. Bermain dan Permainan Anak. Jakarta : Universitas Terbuka
Musfiroh, Tadkiroatun. 2005. Bercerita Untuk Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.
Mustakim Nur dkk. 2001. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta : Universitas Terbuka
Nugraha, Ali. 2007. Kurikulum dan Bahan Belajar TK. Jakarta : Universitas Terbuka
Sitti Aisyah, dkk. 2007. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini.
Jakarta : Universitas Terbuka.
Tampubolon. 1991. Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca pada Anak. Bandung :
Angkasa
Tim Penyusun. 2003. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Belajar mengajar Penilaian Pembuatan dan
Penggunaan Sarana (Alat Peraga) di Taman Kanak-kanak. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional
Tim Penyusun. 2007. Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Berbahasa di Taman
Kanak-kanak. Jakarta : Depdikbud
14. Widodo Judarwanto. 2008. Perkembangan bicara dan Bahasa : Perkembangan Bahasa Anak Pra
Sekolah.. (on line) Vol.1 No. 3 (http/www.children clinic.com/: Diakses 22 April 2009.
Wijayana, Widiarmi, dkk. 2006. Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak
Usia Dini. Jakarta : Universitas Terbuka