SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  8
TUGAS
 PSIKOLOGI SOSIAL II




Nama          : Cakra Rus Madwa

Nim.          : 0824090450

JadwalKuliah : Rabu, 17.20 – 21.20wib

Dosen         : Bpk. Bonar Hutapea




YAYASAN ADMINISTRASI INDONESIA
UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA
        FAKULTAS PSIKOLOGI
        JAKARTA, JULY 2012
Sesungguhnya, di manapun dan dalam keadaan apapun kegiatan anak yang utama adalah
bermain. Bahkan kegiatan lain yang dipelajarinya pun berawal dari suasana bermain.
Demikianlah bermain menjadi kegiatan yang sangat penting bagi seorang anak, karena dengan
bermain itulah ia menguak isi dunianya. Dalam bermain yang menjadi tujuan anak bukanlah
keberhasilan, tetapi kegembiraan.

Ketika anak bermain peranan orang tua dalam mengawasi dan membimbing anak sangat
dibutuhkan. Menurut Linton, hal ini dikarenakan keluarga merupakan lingkungan pendidikan
yang primer dan bersifat fundamental.

Untuk bermain, anak-anak memerlukan mainan. Dengan mainan itu mereka dapat menyelidiki,
mengadakan percobaan, mencaritahu, melatih ketangkasan dan menciptakan sesuatu yang
merupakan bagian terpenting dalam perkembangan hidup mereka.Mainan dapat digunakan
sebagai alat untuk mendidik anak.Mainan dapat juga merupakan sumber kesedihan dan
kesulitan.Oleh sebab itu orang tua harus dapat memilih mainan yang tidak merusak, melainkan
yang memberikan pendidikan.

Di Amerika Serikat Dinas Kesehatan Masyarakat menaksir bahwa setiap tahun 700.000 anak
mendapat kecelakaan karena mainan, satu juta anak karena bersepeda, 500.000 anak karena
ayunan, 200.000 anak karena meluncur, 100.000 anak karena main sepeda, dan 58.000 anak
karena bermain jungkat-jungkit. Empat puluh persen dari kecelakaan karena mainan mengenai
kepala dan muka, 25% mengenai lengan dan tungkai, 17% mengenai tangan dan 4% mengenai
mata kaki. Berdasarkan data tersebut permainan digolongkan sebagai penyebab kecelakaan
yang kelima di antara penyebab kecelakaan pada anak-anak..

Tentu saja orang tua tidak sengaja memberikan mainan yang berbahaya kepada anak-anak
mereka. Meskipun demikian, mainan yang tampaknya tidak membahayakan yang menggoda
anak-anak di toko mainan mungkin menjadi berbahaya di tangan seorang anak.

Berbicara tentang macam-macam mainan dan usaha menemukan mainan yang sesuai dengan
anak, sekarang ini telah ada permainan yang bersifat otomatis dan menggunakan tombol-
tombol saja, seperti komputer, video games, play station, dan alat permainan elektronik
lainnya. Di antara permainan otomatis tersebut yang paling populer adalah permainan play
station atau yang lebih dikenal dengan nama singkatannya “PS”.

Permainan play station ini merupakan permainan berbasis program komputer yang
memberikan jenis permainan baru yang sangat disukai anak-anak. Permainan ini disukai karena
banyak menawarkan beraneka ragam tema, gambar serta efek suara yang menarik. Anak dapat
memainkan permainan bola kaki, balap mobil, balap motor, permainan detektif, penelusuran
hutan rimba, dan beragam tema lainnya. Selain itu anak juga dapat memilih tokoh dalam cerita
tersebut yang diimajinasikannya sebagai dirinya, misalnya anak memilih dirinya sebagai
“Rambo” yang mempunyai senjata yang canggih untuk menumpas penjahat, atau anak dapat
memilih jenis mobil yang paling cepat agar dapat memenangkan permainan balap mobil dalam
permainan play station balap, dan lain-lain. Selain itu, play station juga mempunyai keunggulan
mudah dioperasikan.

Adanya pilihan-pilihan yang menarik dan kemudahan mengoperasikan permainan play station
menyebabkan hampir seluruh anak yang pernah mencoba bermain play station akan
menyukainya dan banyak diantaranya yang ketagihan. Dalam hal ini yang ketagihan bukan saja
anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Hal ini dapat dilihat dari fenomena banyak pula orang
dewasa yang memenuhi tempat persewaan permainan play station yang tersedia di mana-
mana.

Pada umumnya setiap pengalaman baru bagi anak termasuk dalam hal alat permainannya akan
memberikan efek pada anak tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Carl I.
Hofland dan Defleur secara terpisah menyebutkan bahwa efek pada umumnya dapat dibedakan
dalam efek kognitif (berhubungan dengan pengetahuan dan opini), efek afeksi (berhubungan
dengan sikap dan perasaan), dan efek behavior (berhubungan dengan perilaku).

Efek permainan play station terhadap anak-anak akan membawa pengaruh kepada anak-anak
secara kognitif berupa bertambahnya pengetahuan baru yang dipelajarinya dari permainan play
station. Kemudian pengetahuan baru tersebut mempengaruhi perasaannya (efek afektif) dan
akhirnya akan diterapkannya dalam kehidupan sosialnya (efek behavior).

Berdasarkan pendapat Carl I. Hofland dan Defleur tentang efek pengalaman baru pada anak-
anak, maka Oppenhein mengemukakan pendapatnya tentang efek permainan play station
terhadap anak-anak. Menurutnya secara kognitif permainan play station bisa meningkatkan
rentang perhatian dan konsentrasi anak serta mengembangkan koordinasi tangan dan mata,
karena pemain dirangsang untuk melihat dan langsung bereaksi dengan menekan tombol-
tombol yang tepat. Secara afektif permainan play station membuat anak-anak ingin memainkan
peran yang ada dalam permainannya, yaitu dengan berpura-pura menjadi tokoh dalam
permainannya (efek afektif). Lebih lanjut keinginan tersebut diterapkan anak pada saat
berinteraksi dengan teman-temannya berupa melakukan permainan sesuai dengan
imajinasinya (efek behavior). Menurut Oppenheim, mengingat sifatnya yang kompetitif; alat
permainan playstation juga bisa menjadi ajang untuk kompetisi-diri, melihat seberapa jauh
kemampuannya sendiri.

Di dalam permainan play station itu sendiri jenis permainan yang ditawarkan kebanyakan
bersifat agresif (menyerang). Hal ini dapat dilihat dari jenis permainan yang ditawarkan antara
lain permainan perang-perangan, permainan menumpas kejahatan dengan tokoh-tokoh seperti
Ksatria Baja Hitam, Power Rangers, dan banyak lagi permainan-permainan yang bersifat agresif
lainnya. Dari permainan yang dimainkannya itu anak akan cenderung meniru. Perbuatan
meniru cerita permainan ini dapat berupa bermain perang-perangan atau bermain “berantem-
beranteman” dengan menghayalkan dirinya sebagai salah satu tokoh jagoannya dalam
permainan play station.
Bermain perang-perangan menimbulkan reaksi yang cukup keras dari orang-orang di sekitar
anak. Berdasarkan beberapa penelitian di Jerman (1989) dan Amerika Serikat (1992) diketahui
bahwa orang tua mengungkapkan reaksi yang bermacam-macam terhadap anaknya bila
bermain perang-perangan dimana reaksi tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori,
yaitu :

1. Tidak memperbolehkan anak bermain perang-perangan sama sekali dengan alasan bisa
membuat anak menjadi agresif dan membuat suasana rumah menjadi ramai dan ribut.

2. Memperbolehkan anak bermain perang-perangan dalam batas-batas tertentu, misalnya
diizinkan bermain bila tidak terlalu sering, bila tidak terlalu ribut dan agresif.

3. Mengizinkan anak bermain tanpa batas karena menganggap dengan permainan ini anak
dapat menyalurkan rasa frustrasinya, menganggap permainan ini tidak berbahaya dan
merupakan fakta kehidupan bahwa ada perang di dunia ini, atau orang tua ikut terlibat dalam
permainan ini dengan anak.

Untuk sampai pada suatu kesimpulan tentang dampak dari suatu permainan yang sifatnya bisa
menimbulkan agresivitas, diperlukan suatu penelitian yang mendalam. Berdasarkan suatu
survei diketahui bahwa kebanyakan anak bermain perang-perangan seminggu sekali atau
kurang. Apakah frekuensi ini cukup banyak menimbulkan dampak nyata di kemudian hari?
Barangkali sedikit bermain perang-perangan justru baik efeknya untuk perkembangan anak. Ini
yang masih harus diteliti lagi.

Selain itu perlu diperhatikan pula adanya perbedaan individual. Bermain perang-perangan bisa
mempengaruhi tiap anak secara berbeda, tergantung temperamen anak, adanya rasa aman
secara psikologis pada anak, keterampilan sosial dan hubungannya dengan teman sebaya.

Anak yang tidak memiliki hubungan yang baik dengan orang lain akan terpengaruh secara
negatif dengan permainan ini. Memang untuk anak yang mempunyai kecenderungan agresif
tidak dianjurkan untuk bermain permainan ini, karena dapat lebih meningkatkan tingkah laku
antisosialnya. Tetapi untuk kebanyakan anak bermain perang-perangan tidak berbahaya.
Bahkan mungkin anak membutuhkan permainan agresif agar dapat mengembangkan
keterampilan sosial untuk menghadapi kekerasan, berhadapan dengan anak lain yang
memanipulasi dan mendominasi dirinya.

Dalam hal ini perlu dibedakan antara permainan agresif dengan perilaku agresif (agresi).
Perilaku agresif (agresi) adalah usaha untuk melukai/menyakiti orang lain. Sedangkan
permainan agresif, perang-perangan, rough & tumble play mencakup penggunaan agresif
secara pura-pura atau imajinatif, tidak ada usaha untuk melukai.

Menurut fakta, anak-anak yang agresif biasanya malah jarang ikut serta dalam permainan
agresif, mungkin karena anak yang agresif tidak dapat mengikuti aturan permainan yaitu tidak
melukai anak lain.
Anak yang sering bermain play station akan meniru adegan dalam permainan agresif yang
dimainkannya sehingga anak cenderung agresif. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa ada
hubungan antara permainan agresif yang dimainkan anak dalam permainan play station dengan
agresivitas anak.

Adanya pengaruh play station terhadap agresivitas anak belum pernah diteliti oleh pihak
akademisi. Padahal kebutuhan untuk mengetahui pengaruh permainan tersebut sudah sangat
mendesak, mengingat sekarang ini tempat-tempat persewaan play station semakin banyak dan
bahkan berada di sekitar tempat sekolah anak. Dalam hal ini akan diteliti penyebab timbulnya
agresivitas pada anak setelah sering bermain play station, yaitu seringnya anak memainkan play
station dengan tema kekerasan ataukah lingkungan dan emosional anak.

Faktor Penyebab Perilaku Agresif

Amarah

Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi
dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan,
yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga tidak (Davidoff, Psikologi suatu pengantar
1991). Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau
melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal tersebut disalurkan
maka terjadilah perilaku agresi.

Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya agresi adalah suatu respon terhadap
marah. Kekecewaan, sakit fisik, penghinaan, atau ancaman sering memancing amarah dan
akhirnya memancing agresi. Ejekan, hinaan dan ancaman merupakan pancingan yang jitu
terhadap amarah yang akan mengarah pada agresi. Anak-anak di kota seringkali saling
mengejek pada saat bermain, begitu juga dengan remaja biasanya mereka mulai saling
mengejek dengan ringan sebagai bahan tertawaan, kemudian yang diejek ikut membalas ejekan
tersebut, lama kelamaan ejekan yang dilakukan semakin panjang dan terus-menerus dengan
intensitas ketegangan yang semakin tinggi bahkan seringkali disertai kata-kata kotor dan cabul.
Ejekan ini semakin lama-semakin seru karena rekan-rekan yang menjadi penonton juga ikut-
ikutan memanasi situasi. Pada akhirnya bila salah satu tidak dapat menahan amarahnya maka ia
mulai berupaya menyerang lawannya. Dia berusaha meraih apa saja untuk melukai lawannya.
Dengan demikian berarti isyarat tindak kekerasan mulai terjadi. Bahkan pada akhirnya
penontonpun tidak jarang ikut-ikutan terlibat dalam perkelahian.

Faktor Biologis

Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi (Davidoff, 1991):

   1. Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur
      perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit
      sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, faktor keturunan tampaknya
membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah
      dibandingkan betinanya.
   2. Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau
      menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Pada hewan sederhana marah
      dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang
      menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul hubungan timbal balik
      antara kenikmatan dan kekejaman. Prescott (Davidoff, 1991) menyatakan bahwa orang
      yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang yang
      tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk
      melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan yang
      kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu
      hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi.
   3. Kimia darah. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor
      keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Dalam suatu eksperimen ilmuwan
      menyuntikan hormon testosteron pada tikus dan beberapa hewan lain (testosteron
      merupakan hormon androgen utama yang memberikan ciri kelamin jantan) maka tikus-
      tikus tersebut berkelahi semakin sering dan lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi
      hewan tersebut menjadi lembut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak banteng jantan
      yang sudah dikebiri (dipotong alat kelaminnya) akan menjadi jinak. Sedangkan pada
      wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen
      dan progresteron menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa
      perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain itu
      banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresi) pada
      saat berlangsungnya siklus haid ini.

Kesenjangan Generasi

Adanya perbedaan atau jurang pemisah (Gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat
terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak
nyambung. Kegagalan komunikasi orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab
timbulnya perilaku agresi pada anak. permasalahan generation gap ini harus diatasi dengan
segera, mengingat bahwa selain agresi, masih banyak permasalahan lain yang dapat muncul
seperti masalah ketergantungan narkotik, kehamilan diluar nikah, seks bebas, dll.

Lingkungan

1. Kemiskinan

Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara
alami mengalami penguatan (Byod McCandless dalam Davidoff, 1991). Hal ini dapat kita lihat
dan alami dalam kehidupan sehari-hari di ibukota Jakarta, di perempatan jalan dalam antrian
lampu merah (Traffic Light) anda biasa didatangi pengamen cilik yang jumlahnya lebih dari satu
orang yang berdatangan silih berganti. Bila anda memberi salah satu dari mereka uang maka
anda siap-siap di serbu anak yang lain untuk meminta pada anda dan resikonya anda mungkin
dicaci maki bahkan ada yang berani memukul pintu mobil anda jika anda tidak memberi uang,
terlebih bila mereka tahu jumlah uang yang diberikan pada temannya cukup besar. Mereka juga
bahkan tidak segan-segan menyerang temannya yang telah diberi uang dan berusaha
merebutnya. Hal ini sudah menjadi pemandangan yang seolah-olah biasa saja.

Bila terjadi perkelahian dipemukiman kumuh, misalnya ada pemabuk yang memukuli istrinya
karena tidak memberi uang untuk beli minuman, maka pada saat itu anak-anak dengan mudah
dapat melihat model agresi secara langsung. Model agresi ini seringkali diadopsi anak-anak
sebagai model pertahanan diri dalam mempertahankan hidup. Dalam situasi-situasi yang
dirasakan sangat kritis bagi pertahanan hidupnya dan ditambah dengan nalar yang belum
berkembang optimal, anak-anak seringkali dengan gampang bertindak agresi misalnya dengan
cara memukul, berteriak, dan mendorong orang lain sehingga terjatuh dan tersingkir dalam
kompetisi sementara ia akan berhasil mencapai tujuannya. Hal yang sangat menyedihkan
adalah dengan berlarut-larut terjadinya krisis ekonomi & moneter menyebabkan
pembengkakan kemiskinan yang semakin tidak terkendali. Hal ini berarti potensi meledaknya
tingkat agresi semakin besar dan kesulitan mengatasinya lebih kompleks.

2. Anonimitas

Kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota besar lainnya menyajikan berbagai
suara, cahaya dan bermacam informasi yang besarnya sangat luar biasa. Orang secara otomatis
cenderung berusaha untuk beradaptasi dengan melakukan penyesuaian diri terhadap
rangsangan yang berlebihan tersebut.

Terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal,
artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal atau mengetahui secara
baik. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas
diri). Bila seseorang merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia
merasa tidak lagi terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain.



Dampak Video games danAgresiSosial

Dampaknegatiflainnyaadalahmenjadikan video games sebagaiacuan,
ataureferensidanpenggunabisamenggunakanreferensitersebutdalamlingkungan yang
sebenarnya.Wajarjikaanak-anak, misalnya, menganggapapa yang adadalam video games
sebagaisebuahrealitas. Dancukupsukarbagimerekamembedakanantara yang realitasdengan
yang semurealitasmengingatprosesberpikirmerekatidakseperti orang dewasa.

langsungpenggunaan video games memangtidakterjadi. Justruefek yang tidaklangsunglah yang
berbahaya.Jikadalam video games itumenampilkanhal-hal yang bersifatkekerasan,
merekamembukakesempatanuntukbalasdendamterhadaplawan,
untukmempraktekkancaraagresifuntukmeresponkonflikdanmelakukanagresi.
Dalamtermapraktis, iniberartibahwaketikadilecehkan di sekolahmisalnya,
anakmelihatitusebagaiperilakupermusuhandanberaksilebihagresifuntukmenanggapinya.

Miller dan Dollard (1941) memerincikerangkateoritentang instrumental conditioning
danmengemukakan :

   a. Same behaviour

, yakniduaindividumemberiresponsmasing-masingsecaraindependent, tapidalamcara yang
sama, terhadap stimuli lingkungan yang sama.
Sebagaihasilnyasekalipuntindakanmerekaitusepenuhnyaterpisahsatusama lain tetapibias
tampakseakan-akan yang satumeniru yang lainnya. Contoh : orang yang sama-samanaik bus,
duduk di tempat yang sama, membayarongkos yang sama, danmungkinjugaturun di tempat
yang sama.

   b. Copying

, yakniseorangindividuberusahamencocokanprilakunyasedekatmungkindenganperilaku orang
lain. Jadiiaharuslahmampuuntukmemberiresponsterhadapsyaratatautanda-tanda

Berkatteori-teoritersebutterdapatlahtitikterangbahwa video game yang bersifatviolentdan
sexual explicit di masa modern
inibagipecandunyamautidakmaumenjadisumberpeniruansekaligussumberinspirasiuntukmelaku
kantindakan-tindakan yang bersifatpenyerangan,melukaiataukekerasandalamlingkupsosial
(agresisosial).

Contenu connexe

Similaire à Tugas sosial 2

Modul 2 kb 4 bermain pada anak
Modul 2 kb 4 bermain pada anakModul 2 kb 4 bermain pada anak
Modul 2 kb 4 bermain pada anakpjj_kemenkes
 
Fungsi Bermain Pada Perkembangan Sosio Emosional Anak
Fungsi Bermain Pada Perkembangan Sosio Emosional AnakFungsi Bermain Pada Perkembangan Sosio Emosional Anak
Fungsi Bermain Pada Perkembangan Sosio Emosional AnakFauziatul Halim
 
Bermain sambil belajar
Bermain sambil belajarBermain sambil belajar
Bermain sambil belajarMASTER Group
 
Bermain dalam dunia anak anak adalah salah satu aktifitas yang paling menyena...
Bermain dalam dunia anak anak adalah salah satu aktifitas yang paling menyena...Bermain dalam dunia anak anak adalah salah satu aktifitas yang paling menyena...
Bermain dalam dunia anak anak adalah salah satu aktifitas yang paling menyena...ade fikri
 
Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"
Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"
Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"Nur_halimah_tusyadyah
 
Modul 4 bermain anak usia 4-6tahun
Modul 4  bermain anak usia 4-6tahunModul 4  bermain anak usia 4-6tahun
Modul 4 bermain anak usia 4-6tahunRizka Supriyanti
 
Pentingnya bermain bagi anak
Pentingnya bermain bagi anakPentingnya bermain bagi anak
Pentingnya bermain bagi anakSeta Wicaksana
 
Pertemuan 2 konsep bermain , tujuan, fungsi dan manfaat
Pertemuan 2 konsep bermain , tujuan, fungsi dan manfaatPertemuan 2 konsep bermain , tujuan, fungsi dan manfaat
Pertemuan 2 konsep bermain , tujuan, fungsi dan manfaatSriKatoningsih2
 
PROPOSAL BERMAIN.doc
PROPOSAL BERMAIN.docPROPOSAL BERMAIN.doc
PROPOSAL BERMAIN.docTomiSuranta
 
PERTEMUAN 7. KONSEP BERMAIN PADA ANAK.ppt
PERTEMUAN 7. KONSEP BERMAIN PADA ANAK.pptPERTEMUAN 7. KONSEP BERMAIN PADA ANAK.ppt
PERTEMUAN 7. KONSEP BERMAIN PADA ANAK.pptAuliaIfnuAkbar
 
Bermain & arti pentingnya bagi anak usia
Bermain & arti pentingnya bagi anak usiaBermain & arti pentingnya bagi anak usia
Bermain & arti pentingnya bagi anak usiaAfrils
 
child free day
child free daychild free day
child free dayjuni apri
 
01 out door activity
01 out door activity01 out door activity
01 out door activityDuma Rachmat
 
Bermain atau Dimainkan Gadget? Oleh Edy Suhardono. Diunggah oleh Arfan La Angka
Bermain atau Dimainkan Gadget? Oleh Edy Suhardono. Diunggah oleh Arfan La AngkaBermain atau Dimainkan Gadget? Oleh Edy Suhardono. Diunggah oleh Arfan La Angka
Bermain atau Dimainkan Gadget? Oleh Edy Suhardono. Diunggah oleh Arfan La AngkaArfan La Angka
 
Terapi permainan
Terapi permainanTerapi permainan
Terapi permainanzaiwiyah
 
Jenis & ciri2 main
Jenis & ciri2 mainJenis & ciri2 main
Jenis & ciri2 mainfardzli71
 

Similaire à Tugas sosial 2 (20)

Modul 2 kb 4 bermain pada anak
Modul 2 kb 4 bermain pada anakModul 2 kb 4 bermain pada anak
Modul 2 kb 4 bermain pada anak
 
Fungsi Bermain Pada Perkembangan Sosio Emosional Anak
Fungsi Bermain Pada Perkembangan Sosio Emosional AnakFungsi Bermain Pada Perkembangan Sosio Emosional Anak
Fungsi Bermain Pada Perkembangan Sosio Emosional Anak
 
Bermain sambil belajar
Bermain sambil belajarBermain sambil belajar
Bermain sambil belajar
 
Bermain dalam dunia anak anak adalah salah satu aktifitas yang paling menyena...
Bermain dalam dunia anak anak adalah salah satu aktifitas yang paling menyena...Bermain dalam dunia anak anak adalah salah satu aktifitas yang paling menyena...
Bermain dalam dunia anak anak adalah salah satu aktifitas yang paling menyena...
 
Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"
Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"
Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"
 
Modul 4 bermain anak usia 4-6tahun
Modul 4  bermain anak usia 4-6tahunModul 4  bermain anak usia 4-6tahun
Modul 4 bermain anak usia 4-6tahun
 
Pentingnya bermain bagi anak
Pentingnya bermain bagi anakPentingnya bermain bagi anak
Pentingnya bermain bagi anak
 
Pertemuan 2 konsep bermain , tujuan, fungsi dan manfaat
Pertemuan 2 konsep bermain , tujuan, fungsi dan manfaatPertemuan 2 konsep bermain , tujuan, fungsi dan manfaat
Pertemuan 2 konsep bermain , tujuan, fungsi dan manfaat
 
Konsep dasar bermain 1
Konsep dasar bermain 1Konsep dasar bermain 1
Konsep dasar bermain 1
 
PROPOSAL BERMAIN.doc
PROPOSAL BERMAIN.docPROPOSAL BERMAIN.doc
PROPOSAL BERMAIN.doc
 
Gaming
GamingGaming
Gaming
 
PERTEMUAN 7. KONSEP BERMAIN PADA ANAK.ppt
PERTEMUAN 7. KONSEP BERMAIN PADA ANAK.pptPERTEMUAN 7. KONSEP BERMAIN PADA ANAK.ppt
PERTEMUAN 7. KONSEP BERMAIN PADA ANAK.ppt
 
Bermain & arti pentingnya bagi anak usia
Bermain & arti pentingnya bagi anak usiaBermain & arti pentingnya bagi anak usia
Bermain & arti pentingnya bagi anak usia
 
child free day
child free daychild free day
child free day
 
01 out door activity
01 out door activity01 out door activity
01 out door activity
 
Materi kep anak
Materi kep anakMateri kep anak
Materi kep anak
 
Teori bermain
Teori bermainTeori bermain
Teori bermain
 
Bermain atau Dimainkan Gadget? Oleh Edy Suhardono. Diunggah oleh Arfan La Angka
Bermain atau Dimainkan Gadget? Oleh Edy Suhardono. Diunggah oleh Arfan La AngkaBermain atau Dimainkan Gadget? Oleh Edy Suhardono. Diunggah oleh Arfan La Angka
Bermain atau Dimainkan Gadget? Oleh Edy Suhardono. Diunggah oleh Arfan La Angka
 
Terapi permainan
Terapi permainanTerapi permainan
Terapi permainan
 
Jenis & ciri2 main
Jenis & ciri2 mainJenis & ciri2 main
Jenis & ciri2 main
 

Tugas sosial 2

  • 1. TUGAS PSIKOLOGI SOSIAL II Nama : Cakra Rus Madwa Nim. : 0824090450 JadwalKuliah : Rabu, 17.20 – 21.20wib Dosen : Bpk. Bonar Hutapea YAYASAN ADMINISTRASI INDONESIA UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA FAKULTAS PSIKOLOGI JAKARTA, JULY 2012
  • 2. Sesungguhnya, di manapun dan dalam keadaan apapun kegiatan anak yang utama adalah bermain. Bahkan kegiatan lain yang dipelajarinya pun berawal dari suasana bermain. Demikianlah bermain menjadi kegiatan yang sangat penting bagi seorang anak, karena dengan bermain itulah ia menguak isi dunianya. Dalam bermain yang menjadi tujuan anak bukanlah keberhasilan, tetapi kegembiraan. Ketika anak bermain peranan orang tua dalam mengawasi dan membimbing anak sangat dibutuhkan. Menurut Linton, hal ini dikarenakan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang primer dan bersifat fundamental. Untuk bermain, anak-anak memerlukan mainan. Dengan mainan itu mereka dapat menyelidiki, mengadakan percobaan, mencaritahu, melatih ketangkasan dan menciptakan sesuatu yang merupakan bagian terpenting dalam perkembangan hidup mereka.Mainan dapat digunakan sebagai alat untuk mendidik anak.Mainan dapat juga merupakan sumber kesedihan dan kesulitan.Oleh sebab itu orang tua harus dapat memilih mainan yang tidak merusak, melainkan yang memberikan pendidikan. Di Amerika Serikat Dinas Kesehatan Masyarakat menaksir bahwa setiap tahun 700.000 anak mendapat kecelakaan karena mainan, satu juta anak karena bersepeda, 500.000 anak karena ayunan, 200.000 anak karena meluncur, 100.000 anak karena main sepeda, dan 58.000 anak karena bermain jungkat-jungkit. Empat puluh persen dari kecelakaan karena mainan mengenai kepala dan muka, 25% mengenai lengan dan tungkai, 17% mengenai tangan dan 4% mengenai mata kaki. Berdasarkan data tersebut permainan digolongkan sebagai penyebab kecelakaan yang kelima di antara penyebab kecelakaan pada anak-anak.. Tentu saja orang tua tidak sengaja memberikan mainan yang berbahaya kepada anak-anak mereka. Meskipun demikian, mainan yang tampaknya tidak membahayakan yang menggoda anak-anak di toko mainan mungkin menjadi berbahaya di tangan seorang anak. Berbicara tentang macam-macam mainan dan usaha menemukan mainan yang sesuai dengan anak, sekarang ini telah ada permainan yang bersifat otomatis dan menggunakan tombol- tombol saja, seperti komputer, video games, play station, dan alat permainan elektronik lainnya. Di antara permainan otomatis tersebut yang paling populer adalah permainan play station atau yang lebih dikenal dengan nama singkatannya “PS”. Permainan play station ini merupakan permainan berbasis program komputer yang memberikan jenis permainan baru yang sangat disukai anak-anak. Permainan ini disukai karena banyak menawarkan beraneka ragam tema, gambar serta efek suara yang menarik. Anak dapat memainkan permainan bola kaki, balap mobil, balap motor, permainan detektif, penelusuran hutan rimba, dan beragam tema lainnya. Selain itu anak juga dapat memilih tokoh dalam cerita tersebut yang diimajinasikannya sebagai dirinya, misalnya anak memilih dirinya sebagai “Rambo” yang mempunyai senjata yang canggih untuk menumpas penjahat, atau anak dapat
  • 3. memilih jenis mobil yang paling cepat agar dapat memenangkan permainan balap mobil dalam permainan play station balap, dan lain-lain. Selain itu, play station juga mempunyai keunggulan mudah dioperasikan. Adanya pilihan-pilihan yang menarik dan kemudahan mengoperasikan permainan play station menyebabkan hampir seluruh anak yang pernah mencoba bermain play station akan menyukainya dan banyak diantaranya yang ketagihan. Dalam hal ini yang ketagihan bukan saja anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Hal ini dapat dilihat dari fenomena banyak pula orang dewasa yang memenuhi tempat persewaan permainan play station yang tersedia di mana- mana. Pada umumnya setiap pengalaman baru bagi anak termasuk dalam hal alat permainannya akan memberikan efek pada anak tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Carl I. Hofland dan Defleur secara terpisah menyebutkan bahwa efek pada umumnya dapat dibedakan dalam efek kognitif (berhubungan dengan pengetahuan dan opini), efek afeksi (berhubungan dengan sikap dan perasaan), dan efek behavior (berhubungan dengan perilaku). Efek permainan play station terhadap anak-anak akan membawa pengaruh kepada anak-anak secara kognitif berupa bertambahnya pengetahuan baru yang dipelajarinya dari permainan play station. Kemudian pengetahuan baru tersebut mempengaruhi perasaannya (efek afektif) dan akhirnya akan diterapkannya dalam kehidupan sosialnya (efek behavior). Berdasarkan pendapat Carl I. Hofland dan Defleur tentang efek pengalaman baru pada anak- anak, maka Oppenhein mengemukakan pendapatnya tentang efek permainan play station terhadap anak-anak. Menurutnya secara kognitif permainan play station bisa meningkatkan rentang perhatian dan konsentrasi anak serta mengembangkan koordinasi tangan dan mata, karena pemain dirangsang untuk melihat dan langsung bereaksi dengan menekan tombol- tombol yang tepat. Secara afektif permainan play station membuat anak-anak ingin memainkan peran yang ada dalam permainannya, yaitu dengan berpura-pura menjadi tokoh dalam permainannya (efek afektif). Lebih lanjut keinginan tersebut diterapkan anak pada saat berinteraksi dengan teman-temannya berupa melakukan permainan sesuai dengan imajinasinya (efek behavior). Menurut Oppenheim, mengingat sifatnya yang kompetitif; alat permainan playstation juga bisa menjadi ajang untuk kompetisi-diri, melihat seberapa jauh kemampuannya sendiri. Di dalam permainan play station itu sendiri jenis permainan yang ditawarkan kebanyakan bersifat agresif (menyerang). Hal ini dapat dilihat dari jenis permainan yang ditawarkan antara lain permainan perang-perangan, permainan menumpas kejahatan dengan tokoh-tokoh seperti Ksatria Baja Hitam, Power Rangers, dan banyak lagi permainan-permainan yang bersifat agresif lainnya. Dari permainan yang dimainkannya itu anak akan cenderung meniru. Perbuatan meniru cerita permainan ini dapat berupa bermain perang-perangan atau bermain “berantem- beranteman” dengan menghayalkan dirinya sebagai salah satu tokoh jagoannya dalam permainan play station.
  • 4. Bermain perang-perangan menimbulkan reaksi yang cukup keras dari orang-orang di sekitar anak. Berdasarkan beberapa penelitian di Jerman (1989) dan Amerika Serikat (1992) diketahui bahwa orang tua mengungkapkan reaksi yang bermacam-macam terhadap anaknya bila bermain perang-perangan dimana reaksi tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu : 1. Tidak memperbolehkan anak bermain perang-perangan sama sekali dengan alasan bisa membuat anak menjadi agresif dan membuat suasana rumah menjadi ramai dan ribut. 2. Memperbolehkan anak bermain perang-perangan dalam batas-batas tertentu, misalnya diizinkan bermain bila tidak terlalu sering, bila tidak terlalu ribut dan agresif. 3. Mengizinkan anak bermain tanpa batas karena menganggap dengan permainan ini anak dapat menyalurkan rasa frustrasinya, menganggap permainan ini tidak berbahaya dan merupakan fakta kehidupan bahwa ada perang di dunia ini, atau orang tua ikut terlibat dalam permainan ini dengan anak. Untuk sampai pada suatu kesimpulan tentang dampak dari suatu permainan yang sifatnya bisa menimbulkan agresivitas, diperlukan suatu penelitian yang mendalam. Berdasarkan suatu survei diketahui bahwa kebanyakan anak bermain perang-perangan seminggu sekali atau kurang. Apakah frekuensi ini cukup banyak menimbulkan dampak nyata di kemudian hari? Barangkali sedikit bermain perang-perangan justru baik efeknya untuk perkembangan anak. Ini yang masih harus diteliti lagi. Selain itu perlu diperhatikan pula adanya perbedaan individual. Bermain perang-perangan bisa mempengaruhi tiap anak secara berbeda, tergantung temperamen anak, adanya rasa aman secara psikologis pada anak, keterampilan sosial dan hubungannya dengan teman sebaya. Anak yang tidak memiliki hubungan yang baik dengan orang lain akan terpengaruh secara negatif dengan permainan ini. Memang untuk anak yang mempunyai kecenderungan agresif tidak dianjurkan untuk bermain permainan ini, karena dapat lebih meningkatkan tingkah laku antisosialnya. Tetapi untuk kebanyakan anak bermain perang-perangan tidak berbahaya. Bahkan mungkin anak membutuhkan permainan agresif agar dapat mengembangkan keterampilan sosial untuk menghadapi kekerasan, berhadapan dengan anak lain yang memanipulasi dan mendominasi dirinya. Dalam hal ini perlu dibedakan antara permainan agresif dengan perilaku agresif (agresi). Perilaku agresif (agresi) adalah usaha untuk melukai/menyakiti orang lain. Sedangkan permainan agresif, perang-perangan, rough & tumble play mencakup penggunaan agresif secara pura-pura atau imajinatif, tidak ada usaha untuk melukai. Menurut fakta, anak-anak yang agresif biasanya malah jarang ikut serta dalam permainan agresif, mungkin karena anak yang agresif tidak dapat mengikuti aturan permainan yaitu tidak melukai anak lain.
  • 5. Anak yang sering bermain play station akan meniru adegan dalam permainan agresif yang dimainkannya sehingga anak cenderung agresif. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa ada hubungan antara permainan agresif yang dimainkan anak dalam permainan play station dengan agresivitas anak. Adanya pengaruh play station terhadap agresivitas anak belum pernah diteliti oleh pihak akademisi. Padahal kebutuhan untuk mengetahui pengaruh permainan tersebut sudah sangat mendesak, mengingat sekarang ini tempat-tempat persewaan play station semakin banyak dan bahkan berada di sekitar tempat sekolah anak. Dalam hal ini akan diteliti penyebab timbulnya agresivitas pada anak setelah sering bermain play station, yaitu seringnya anak memainkan play station dengan tema kekerasan ataukah lingkungan dan emosional anak. Faktor Penyebab Perilaku Agresif Amarah Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga tidak (Davidoff, Psikologi suatu pengantar 1991). Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresi. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya agresi adalah suatu respon terhadap marah. Kekecewaan, sakit fisik, penghinaan, atau ancaman sering memancing amarah dan akhirnya memancing agresi. Ejekan, hinaan dan ancaman merupakan pancingan yang jitu terhadap amarah yang akan mengarah pada agresi. Anak-anak di kota seringkali saling mengejek pada saat bermain, begitu juga dengan remaja biasanya mereka mulai saling mengejek dengan ringan sebagai bahan tertawaan, kemudian yang diejek ikut membalas ejekan tersebut, lama kelamaan ejekan yang dilakukan semakin panjang dan terus-menerus dengan intensitas ketegangan yang semakin tinggi bahkan seringkali disertai kata-kata kotor dan cabul. Ejekan ini semakin lama-semakin seru karena rekan-rekan yang menjadi penonton juga ikut- ikutan memanasi situasi. Pada akhirnya bila salah satu tidak dapat menahan amarahnya maka ia mulai berupaya menyerang lawannya. Dia berusaha meraih apa saja untuk melukai lawannya. Dengan demikian berarti isyarat tindak kekerasan mulai terjadi. Bahkan pada akhirnya penontonpun tidak jarang ikut-ikutan terlibat dalam perkelahian. Faktor Biologis Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi (Davidoff, 1991): 1. Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, faktor keturunan tampaknya
  • 6. membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya. 2. Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Pada hewan sederhana marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman. Prescott (Davidoff, 1991) menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi. 3. Kimia darah. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Dalam suatu eksperimen ilmuwan menyuntikan hormon testosteron pada tikus dan beberapa hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen utama yang memberikan ciri kelamin jantan) maka tikus- tikus tersebut berkelahi semakin sering dan lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi hewan tersebut menjadi lembut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak banteng jantan yang sudah dikebiri (dipotong alat kelaminnya) akan menjadi jinak. Sedangkan pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresi) pada saat berlangsungnya siklus haid ini. Kesenjangan Generasi Adanya perbedaan atau jurang pemisah (Gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak. permasalahan generation gap ini harus diatasi dengan segera, mengingat bahwa selain agresi, masih banyak permasalahan lain yang dapat muncul seperti masalah ketergantungan narkotik, kehamilan diluar nikah, seks bebas, dll. Lingkungan 1. Kemiskinan Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan (Byod McCandless dalam Davidoff, 1991). Hal ini dapat kita lihat dan alami dalam kehidupan sehari-hari di ibukota Jakarta, di perempatan jalan dalam antrian lampu merah (Traffic Light) anda biasa didatangi pengamen cilik yang jumlahnya lebih dari satu orang yang berdatangan silih berganti. Bila anda memberi salah satu dari mereka uang maka anda siap-siap di serbu anak yang lain untuk meminta pada anda dan resikonya anda mungkin
  • 7. dicaci maki bahkan ada yang berani memukul pintu mobil anda jika anda tidak memberi uang, terlebih bila mereka tahu jumlah uang yang diberikan pada temannya cukup besar. Mereka juga bahkan tidak segan-segan menyerang temannya yang telah diberi uang dan berusaha merebutnya. Hal ini sudah menjadi pemandangan yang seolah-olah biasa saja. Bila terjadi perkelahian dipemukiman kumuh, misalnya ada pemabuk yang memukuli istrinya karena tidak memberi uang untuk beli minuman, maka pada saat itu anak-anak dengan mudah dapat melihat model agresi secara langsung. Model agresi ini seringkali diadopsi anak-anak sebagai model pertahanan diri dalam mempertahankan hidup. Dalam situasi-situasi yang dirasakan sangat kritis bagi pertahanan hidupnya dan ditambah dengan nalar yang belum berkembang optimal, anak-anak seringkali dengan gampang bertindak agresi misalnya dengan cara memukul, berteriak, dan mendorong orang lain sehingga terjatuh dan tersingkir dalam kompetisi sementara ia akan berhasil mencapai tujuannya. Hal yang sangat menyedihkan adalah dengan berlarut-larut terjadinya krisis ekonomi & moneter menyebabkan pembengkakan kemiskinan yang semakin tidak terkendali. Hal ini berarti potensi meledaknya tingkat agresi semakin besar dan kesulitan mengatasinya lebih kompleks. 2. Anonimitas Kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota besar lainnya menyajikan berbagai suara, cahaya dan bermacam informasi yang besarnya sangat luar biasa. Orang secara otomatis cenderung berusaha untuk beradaptasi dengan melakukan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang berlebihan tersebut. Terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal atau mengetahui secara baik. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri). Bila seseorang merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak lagi terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain. Dampak Video games danAgresiSosial Dampaknegatiflainnyaadalahmenjadikan video games sebagaiacuan, ataureferensidanpenggunabisamenggunakanreferensitersebutdalamlingkungan yang sebenarnya.Wajarjikaanak-anak, misalnya, menganggapapa yang adadalam video games sebagaisebuahrealitas. Dancukupsukarbagimerekamembedakanantara yang realitasdengan yang semurealitasmengingatprosesberpikirmerekatidakseperti orang dewasa. langsungpenggunaan video games memangtidakterjadi. Justruefek yang tidaklangsunglah yang berbahaya.Jikadalam video games itumenampilkanhal-hal yang bersifatkekerasan, merekamembukakesempatanuntukbalasdendamterhadaplawan,
  • 8. untukmempraktekkancaraagresifuntukmeresponkonflikdanmelakukanagresi. Dalamtermapraktis, iniberartibahwaketikadilecehkan di sekolahmisalnya, anakmelihatitusebagaiperilakupermusuhandanberaksilebihagresifuntukmenanggapinya. Miller dan Dollard (1941) memerincikerangkateoritentang instrumental conditioning danmengemukakan : a. Same behaviour , yakniduaindividumemberiresponsmasing-masingsecaraindependent, tapidalamcara yang sama, terhadap stimuli lingkungan yang sama. Sebagaihasilnyasekalipuntindakanmerekaitusepenuhnyaterpisahsatusama lain tetapibias tampakseakan-akan yang satumeniru yang lainnya. Contoh : orang yang sama-samanaik bus, duduk di tempat yang sama, membayarongkos yang sama, danmungkinjugaturun di tempat yang sama. b. Copying , yakniseorangindividuberusahamencocokanprilakunyasedekatmungkindenganperilaku orang lain. Jadiiaharuslahmampuuntukmemberiresponsterhadapsyaratatautanda-tanda Berkatteori-teoritersebutterdapatlahtitikterangbahwa video game yang bersifatviolentdan sexual explicit di masa modern inibagipecandunyamautidakmaumenjadisumberpeniruansekaligussumberinspirasiuntukmelaku kantindakan-tindakan yang bersifatpenyerangan,melukaiataukekerasandalamlingkupsosial (agresisosial).