Outline:
1. Perubahan istilah
2. Skala perumahan
3. Hunian berimbang
4. Dana konversi
5. PPJB
6. Sanksi administratif & pidana
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No. 1/2011”) Pasca UU Cipta Kerja
Pada awalnya, pengaturan mengenai Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No.1/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No.1/2011 mengalami beberapa perubahan.
1. Rusun umum & alas hak rusun
2. Pemisahan & pertelaan
3. SHM & SKBG sarusun
4. P3SRS
5. Sanksi administratif & pidana
6. Perbandingan PP rusun
Perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun(”UU No. 20/2011”) Pasca UU Cipta Kerja
Pada awalnya, pengaturan mengenai Rumah Susun dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU No.20/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No.20/2011 mengalami beberapa perubahan.
4. Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan
Permukiman
(“UU No. 1/2011”)
Pasca UU Cipta Kerja
5. Pendahuluan
Pada awalnya, pengaturan mengenai Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat
ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman (“UU No.1/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No. 1/2011 mengalami
beberapa perubahan.
6. Perencanaan dan Perancangan Rumah
UU No.1/2011
Perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi persyaratan teknis, administratif,
tata ruang, dan ekologis.
UU No.11/2020
Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi standar.
Berdasarkan Pasal 14 PP No. 12/2021, Standar tersebut adalah :
Ketentuan Umum
a. aspek keselamatan
bangunan;
b. kebutuhan minimum
ruang; dan
c. aspek kesehatan
bangunan.
Standar Teknis
a. pemilihan lokasi
Rumah;
b. ketentuan luas dan
dimensi kaveling; dan
c. perancangan Rumah.
7. Perencanaan dan Perancangan PSU
UU No.1/2011
Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi persyaratan
administratif, teknis, dan ekologis.
UU No.11/2020
Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi standar.
Berdasarkan Pasal PP No. 12/2021, Standar tersebut adalah :
Ketentuan Umum
a. kebutuhan daya tampung Perumahan;
b. kemudahan pengelolaan dan
penggunaan sumber daya setempat;
c. mitigasi tingkat risiko bencana dan
keselamatan; dan
d. terhubung dengan jaringan perkotaan
existing.
Standar Teknis
a. standar Prasarana;
b. standar Sarana; dan
c. standar Utilitas Umum.
8. Hunian Berimbang
UU No. 11/2020
Dalam hal rumah sederhana tidak dapat
dibangun dalam bentuk rumah tunggal
atau rumah deret, dapat dikonversi
dalam:
a. bentuk rumah susun umum yang
dibangun dalam satu hamparan yang
sama; atau
b. bentuk dana untuk pembangunan
rumah umum.
UU No. 1/2011
Tidak diatur mengenai konversi Hunian
Berimbang (kecuali untuk rusun umum).
9. Persetujuan Bangunan Gedung
UU No. 1/2011
Perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
memenuhi persyaratan kepastian atas:
a. status pemilikan tanah;
b. hal yang diperjanjikan;
c. kepemilikan izin mendirikan bangunan induk;
d. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan
e. keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen).
UU No. 11/2020
Perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
memenuhi persyaratan kepastian atas:
a. status pemilikan tanah;
b. hal yang diperjanjikan;
c. Persetujuan Bangunan Gedung;
d. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan
e. keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen).
10. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
UU No. 1/2011
Tanah yang langsung dikuasai oleh negara digunakan untuk pembangunan rumah,
perumahan, dan/atau kawasan permukiman diserahkan melalui pemberian hak atas tanah
kepada setiap orang yang melakukan pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan
permukiman.
Pemberian hak atas tanah tersebut didasarkan pada keputusan gubernur atau
bupati/walikota tentang penetapan lokasi atau izin lokasi.
UU No. 11/2020
Tanah yang langsung dikuasai oleh negara yang digunakan untuk pembangunan rumah,
perumahan, dan/atau kawasan permukiman diserahkan melalui pemberian hak atas tanah
kepada setiap orang yang melakukan pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan
permukiman.
Pemberian hak atas tanah tersebut didasarkan pada penetapan lokasi atau persetujuan
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.
11. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (Cont’d)
UU No. 1/2011
Peralihan atau pelepasan hak atas
tanah dilakukan setelah badan
hukum memperoleh izin lokasi.
UU No. 11/2020
Peralihan atau pelepasan hak atas
tanah dilakukan setelah badan
hukum memperoleh Persetujuan
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang.
12. Penambahan Unsur pada Sanksi Pidana Eksisting
UU No. 11/2020
Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan yang membangun
perumahan tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan
utilitas umum yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 yang
mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan,
dan/atau lingkungan dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
UU No. 1/2011
Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun
perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas
umum yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134, dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
13. Perubahan Sanksi
UU No. 11/2020
Setiap orang yang menyelenggaraan lingkungan hunian atau Kasiba yang tidak
memisahkan lingkungan hunian atau Kasiba menjadi satuan lingkungan perumahan atau
Lisiba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 dikenai sanksi administratif.
UU No. 1/2011
Setiap orang yang menyelenggaraan lingkungan hunian atau Kasiba yang tidak
memisahkan lingkungan hunian atau Kasiba menjadi satuan lingkungan perumahan atau
Lisiba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136, dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
14. Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 2016
tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan
Permukiman sebagaimana
diubah dengan PP Nomor
12 Tahun 2021
(“PP No 12/2021”)
15. Pendahuluan
Pengaturan lebih lanjut mengenai Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat ditemukan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan
dan Kawasan Permukiman (”PP No. 14/2016”). Namun, setelah diundangkannya UU No.
11/2011, PP No.14/2016 diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 (“PP
No. 12/2021”).
16. Secara Umum
PP No. 14/2016
• Izin Mendirikan Bangunan
• Persyaratan
• Tidak terdapat Penyederhanaan
penataan kewenangan
berdasarkan Norma Standar
Prosedur dan Kriteria
• Tidak mengatur perihal
Konversi rumah umum ke
rumah susun atau dana
• Tidak terdapat pengaturan
mengenai penguatan PPJB untuk
melindungi konsumen
PP No. 12/2021
• Persetujuan Bangunan Gedung
• Standar
• Penyederhanaan penataan
kewenangan berdasarkan Norma
Standar Prosedur dan Kriteria
• Mengatur perihal Konversi
rumah umum ke rumah susun
atau dana
• Terdapat penguatan PPJB untuk
melindungi konsumen
• Sanksi Pidana sebagai Ultimum
Remedium (Restorative Justice)
17. Standar
PP No. 12/2021
Hasil Perencanaan dan Perumahan harus
memenuhi standar. Standar tersebut
meliputi :
A. Ketentuan Umum
a. aspek keselamatan bangunan;
b. kebutuhan minimum ruang; dan
c. aspek kesehatan bangunan.
B. Standar Teknis
a. pemilihan lokasi Rumah;
b. ketentuan luas dan dimensi
kaveling; dan
c. perancangan Rumah.
PP No. 14/2016
Hasil perencanaan dan perancangan
Rumah harus memenuhi persyaratan:
a. teknis.
b. administratif;
c. tata ruang; dan
d. ekologis.
18. Standar (Con’t)
PP No. 12/2021
Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas
Umum Perumahan harus memenuhi standar.
Standar tersebut meliputi :
A. Ketentuan Umum
a. kebutuhan daya tampung Perumahan;
b. kemudahan pengelolaan dan
penggunaan sumber daya setempat;
c. mitigasi tingkat risiko bencana dan
keselamatan; dan
d. terhubung dengan jaringan perkotaan
existing.
B. Standar Teknis
a. standar Prasarana;
b. standar Sarana; dan
c. standar Utilitas Umum.
PP No. 14/2016
Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas
Umum harus memenuhi persyaratan:
a. administratif;
b. teknis; dan
c. ekologis.
19. Peran Pemerintah Daerah
PP No. 12/2021
Pemerintah Daerah wajib melaksanakan pengawasan standar Prasarana, Sarana, dan
Utilitas Umum sesuai kewenangannya.
PP No. 14/2016
Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang telah memenuhi persyaratan
waiib mendapat pengesahan dari Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya.
20. Penambahan Aturan dalam PP No.12/2021
PP No.12/2021
Pasal 21A
Pembangunan Perumahan dengan
Hunian Berimbang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2l ayat (1)
dilakukan oleh Badan Hukum
yang sama yang dapat bekerja
sama dengan Badan Hukum lain.
Badan Hukum yang melakukan
pembangunan Perumahan dengan
Hunian Berimbang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui penyusunan
dokumen rencana tapak.
Permen PUPR No. 07/2013
Pasal 13
1) Setiap orang yang membangun perumahan dan
kawasan permukiman wajib mewujudkan hunian
berimbang sesuai dengan perencanaan.
2) Pembangunan perumahan, permukiman, lingkungan
hunian, dan kawasan permukiman dengan hunian
berimbang hanya dilakukan oleh badan hukum
bidang perumahan dan kawasan permukiman
dan/atau badan hukum yang memiliki bidang usaha
pembangunan
3) Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat berupa badan hukum yang berdiri sendiri atau
kumpulan badan hukum dalam bentuk kerjasama.
4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
berbentuk:
a. konsorsium;
b. Kerjasama operasional;atau
c. bentuk kerjasama lain sesuai dengan peraturan
perundang- undangan.
Kerja Sama Pembangunan Hunian Berimbang
21. Penambahan Aturan dalam PP No.12/2021 (Cont’d)
PP No. 12/2021
Pasal 21B
Perumahan dengan Hunian Berimbang
meliputi:
a. Perumahan skala besar : merupakan
kumpulan Rumah yang terdiri paling
sedikit 3.000 (tiga ribu) unit Rumah.
b. Perumahan selain skala besar :
merupakan kumpulan Rumah yang
terdiri atas 100 (seratus) unit Rumah
sampai dengan 3.000 (tiga ribu) unit
Rumah.
Permen PUPR No. 07/2013
Pasal 6 ayat (3)
Perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan
kawasan permukiman dengan skala sebagai
berikut:
a. perumahan dengan jumlah rumah sekurang-
kurangnya 15 (lima belas) sampai dengan 1.000
(seribu) rumah;
b. permukiman dengan jumlah rumah sekurang-
kurangnya 1.000 (seribu) sampai dengan 3.000
(tiga ribu) rumah;
c. lingkungan hunian dengan jumlah rumah
sekurang-kurangnya 3.000 (tiga ribu) sampai
dengan 10.000 (sepuluh ribu) rumah; dan
d. kawasan permukiman dengan jumlah rumah
lebih dari 10.000 (sepuluh ribu) rumah.
Jenis Perumahan dengan Hunian Berimbang
22. Penambahan Aturan dalam PP No.12/2021 (Cont’d)
PP No. 12/2021
Pasal 21D
Lokasi pada:
a. pembangunan Perumahan skala besar
dengan Hunian Berimbang harus
dilakukan dalam 1 (satu) hamparan;
atau
b. pembangunan Perumahan selain skala
besar dengan Hunian Berimbang
dilakukan dalam 1 (satu) hamparan
atau tidak dalam 1 (satu) hamparan.
Pembangunan perumahan ini harus
dilaksanakan dalam 1 (satu) daerah
kabupaten/kota.
Permen PUPR No. 07/2013
Pasal 7
Persyaratan lokasi hunian berimbang
dilaksanakan dalam satu kabupaten/kota pada:
a. satu hamparan: wajib dilaksanakan pada
permukiman, lingkungan hunian, Kawasan
permukiman dan sekurang-kurangnya
menampung 1.000 (seribu) rumah.
b. tidak dalam satu hamparan; dapat
dilaksanakan pada perumahan yang
sekurang-kurangnya menampung 50 (lima
puluh) rumah.
Lokasi Rumah Umum
23. Penambahan Aturan dalam PP No.12/2021 (Cont’d)
PP No. 12/2021
Pasal 21E
Klasifikasi Rumah terdiri atas:
a. Rumah mewah : Rumah yang harga jualnya
di atas 15 (lima belas) kali harga Rumah
umum yang ditetapkan Pemerintah Pusat.
b. Rumah menengah : Rumah yang harga
jualnya paling sedikit 3 (tiga) kali sampai
dengan 15 (lima belas) kali harga jual
Rumah umum yang ditetapkan Pemerintah
Pusat.
c. Rumah sederhana : Rumah yang dibangun
di atas tanah dengan luas lantai dan harga
jual sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Permen PUPR No. 07/2013
Pasal 1
a. Rumah mewah : Rumah
komersial dengan harga jual
lebih besar dari 6 (enam) kali
harga jual rumah sederhana.
b. Rumah menengah : Rumah
komersial dengan harga jual
lebih besar dari 1 (satu)
sampai dengan 6 (enam) kali
harga jual rumah sederhana.
c. Rumah sederhana : Rumah
umum yang dibangun di atas
tanah dengan luas lantai dan
harga jual sesuai ketentuan
pemerintah.
Klasifikasi Rumah
24. Penambahan Aturan dalam PP No.12/2021 (Cont’d)
PP No. 12/2021
Pasal 21F
Komposisi Perumahan dengan Hunian
Berimbang :
a. pembangunan Perumahan skala besar
yaitu 1 (satu) Rumah mewah berbanding
paling sedikit 2 (dua) Rumah menengah
dan berbanding paling sedikit 3 (tiga)
Rumah sederhana; dan
b. pembangunan Perumahan selain skala
besar terdiri atas:
1. 1 (satu) Rumah mewah berbanding
paling sedikit 2 (dua) Rumah
menengah dan berbanding paling
sedikit 3 (tiga) Rumah sederhana;
2. 1 (satu) Rumah mewah berbanding
paling sedikit 3 (tiga) Rumah
sederhana; atau
3. 2 (dua) Rumah menengah
berbanding paling sedikit 3 (tiga)
Rumah sederhana.
Permen PUPR No. 07/2013
Pasal 9
a. Dalam hal hanya membangun rumah mewah, setiap
orang wajib membangun sekurang-kurangnya rumah
menengah 2 (dua) kali dan rumah sederhana 3 (tiga)
kali jumlah rumah mewah yang akan dibangun.
b. Dalam hal hanya membangun rumah menengah,
setiap orang wajib membangun rumah sederhana
sekurang-kurangnya 1 ½ (satu setengah) kali jumlah
rumah menengah yang akan dibangun.
c. Dalam hal Pelaku pembangunan perumahan tidak
dapat membangun rumah sederhana, Pelaku
pembangunan perumahan dapat membangun Rumah
Susun Umum yang jumlahnya senilai dengan harga
kewajiban membangun Rumah Sederhana.
Perbandingan jumlah rumah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sekurang-kurangnya 3:2:1 (tiga berbanding dua
berbanding satu), yaitu 3 (tiga) atau lebih rumah
sederhana berbanding 2 (dua) rumah menengah
berbanding 1 (satu) rumah mewah.
Komposisi
25. Penambahan Aturan dalam PP No.12/2021 (Cont’d)
Rumah sederhana subsidi dan Rumah sederhana nonsubsidi
Pasal 21F
Paling sedikit 3 (tiga) Rumah sederhana terdiri atas Rumah sederhana subsidi dan
Rumah sederhana nonsubsidi dengan perbandingan untuk
a. kawasan perkotaan besar, 1 (satu) Rumah sederhana subsidi berbanding 3 (tiga)
Rumah sederhana nonsubsidi dengan perhitungan komposisi persentase 25% (dua
puluh lima persen) Rumah sederhana subsidi berbanding 75% (tujuh puluh lima
persen) Rumah sederhana nonsubsidi. Contoh kawasan perkotaan besar adalah Kota
Jakarta Timur, Kota Surabaya, dan Kota Medan.
b. kawasan perkotaan sedang, 2 (dua) Rumah sederhana subsidi berbanding 2 (dua)
Rumah sederhana nonsubsidi dengan perhitungan komposisi persentase 50% (lima
puluh persen) Rumah sederhana subsidi berbanding 50% (lima puluh persen) Rumah
sederhana nonsubsidi. Contoh Kawasan perkotaan sedang adalah Kota Palu, Kota
Madiun dan Kota Kendari.
c. kawasan perkotaan kecil, 3 (tiga) Rumah sederhana subsidi berbanding 1 (satu)
Rumah sederhana nonsubsidi dengan perhitungan komposisi persentase 75% (tujuh
puluh lima persen) Rumah sederhana subsidi berbanding 25% (dua puluh lima
persen) Rumah sederhana nonsubsidi. Contoh Kawasan perkotaan kecil adalah Kota
Sabang.
26. Penambahan Aturan dalam PP No.12/2021 (Cont’d)
Konversi
Pasal 21G
Dalam hal Rumah sederhana tidak dapat dibangun dalam bentuk Rumah tunggal atau
Rumah deret, Rumah sederhana dapat dikonversi dalam:
a. bentuk Rumah susun umum yang dibangun dalam 1 (satu) hamparan yang sama;
dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. perbandingan komposisi persentase Rumah sederhana subsidi dengan Rumah
sederhana nonsubsidi;
b. jumlah kewajiban Rumah sederhana; dan
c. harga jual Rumah sederhana bersubsidi yang ditetapkan Pemerintah Pusat;
b. bentuk dana untuk pembangunan Rumah umum.
Penghitungan konversi bentuk dana dihitung dengan mempertimbangkan:
a. jumlah kewajiban Rumah sederhana;
b. harga jual Rumah sederhana bersubsidi yang ditetapkan Pemerintah Pusat;
c. persentase harga pokok produksi terhadap harga jual;
d. faktor pengali dengan memperhitungkan nilai uang atas waktu (time value of
money); dan
e. dana imbal jasa pengelolaan.
27. Penambahan Aturan dalam PP No.12/2021 (Cont’d)
Konversi (Cont’d)
Pasal 21G
Penghitungan konversi dalam bentuk Rumah Susun Umum dan bentuk dana untuk
pembangunan rumah umum dilakukan berdasarkan rumus perhitungan konversi yang
ditetapkan oleh Menteri.
Namun, sampai saat ini belum diterbitkan Peraturan Menteri yang mengatur perihal
rumus perhitungan konversi.
28. Penambahan Aturan dalam PP No.12/2021 (Cont’d)
Mekanisme Permohonan dan Penyerahan Dana Konversi
Pasal 21H dan Pasal 21I
Penghitungan
konversi bentuk
dana wajib
diajukan oleh
pelaku
pembangunan
kepada BP3
Dana yang
diperoleh, wajib
diserahkan
kepada BP3 dan
dikelola oleh
BP3
Dana yang
diperoleh
ditetapkan
sebelum
diterbitkannya
PBG
Penyerahan
paling lambat
sejak PBG
diterbitkan
sampai dengan
diterbitkannya
SLF
Pengembalian
Dana Konversi
berbentuk dana
kelola
dilaksanakan
paling lama 5
tahun sejak
pemenuhan
kewajiban
kepada BP3
29. Penambahan Aturan dalam PP No.12/2021 (Cont’d)
Tugas BP3
Pasal 21I
Badan percepatan penyelenggaraan perumahan bertugas:
a. melakukan upaya percepatan pembangunan Perumahan;
b. melaksanakan pengelolaan Dana Konversi dan pembangunan Rumah
sederhana serta Rumah susun umum;
c. melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan pemastian kelayakan hunian;
d. melaksanakan penyediaan tanah bagi Perumahan;
e. melaksanakan pengelolaan Rumah susun umum dan Rumah susun khusus serta
memfasilitasi penghunian, pengalihan, dan pemanfaatan;
f. melaksanakan pengalihan kepemilikan Rumah umum dengan kemudahan yang
diberikan oleh pemerintah;
g. menyelenggarakan koordinasi operasional lintas sektor, termasuk dalam
penyediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; dan
h. melakukan pengembangan hubungan kerja sama di bidang Rumah susun dengan
berbagai instansi di dalam dan di luar negeri.
30. PPJB - Pembatalan Pembelian (Cont’d)
Penambahan Aturan dalam PP No.12/2021 (Cont’d)
Pasal 22H ayat (3)
Dalam hal pembatalan pembelian Rumah tunggal, Rumah deret, atau Rumah susun pada
saat Pemasaran oleh calon pembeli yang bukan disebabkan oleh kelalaian pelaku
pembangunan, pelaku pembangunan mengembalikan pembayaran yang telah diterima
kepada calon pembeli dengan dapat memotong paling rendah 20% (dua puluh persen) dari
pembayaran yang telah diterima oleh pelaku pembangunan ditambah dengan biaya pajak
yang telah diperhitungkan.
Catatan : Dalam Permen PUPR No. 11/PRT/M/2019, diatur bahwa pemotongan
pembayaran maksimal 10% bukan minimal 20%.
31. Penambahan Aturan dalam PP No.12/2021 (Cont’d)
PPJB – Pembatalan Pembelian (Cont’d)
Pasal 22H ayat (4)
Dalam hal kredit pemilikan Rumah yang diajukan oleh calon pembeli tidak disetujui oleh
bank atau perusahaan pembiayaan, pelaku pembangunan mengembalikan pembayaran
yang telah diterima kepada calon pembeli dapat memotong 10% (sepuluh persen) dari
pembayaran yang telah diterima oleh pelaku pembangunan ditambah dengan biaya pajak
yang telah diperhitungkan.
32. Sanksi Administratif
PP No. 12/2021
Setiap orang perseorangan atau badan hukum yang
melakukan :
a. perencanaan dan perancangan Rumah tidak memiliki
keahlian di bidang perencanaan dan perancangan
Rumah
b. perencanaan dan perancangan Rumah yang hasilnya
tidak memenuhi standar
c. perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
Perumahan yang tidak memenuhi standar
d. perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
tidak memiliki sertifikat keahlian di bidang
perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
e. melakukan pembangunan Rumah dan Perumahan
tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
f. pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
Perumahan tidak sesuai dengan rencana, rancangan,
dan perizinan atau tidak memenuhi persyaratan atau
tidak menyerahkan Prasarana, Sarana, dan Utilitas
Umum yang telah selesai dibangun kepada
pemerintah kabupaten/kota
g. pemanfaatan Rumah selain digunakan untuk fungsi
hunian yang tidak memastikan terpeliharanya
Perumahan dan Lingkungan Hunian
Dikenakan sanksi administratif.
PP No. 14/2016
Setiap orang yang melakukan :
a. perencanaan dan perancangan Rumah tidak memiliki
keahlian di bidang perencanaan dan perancangan
Rumah
b. perencanaan dan perancangan Rumah yang hasilnya
tidak memenuhi persyaratan teknis, administratif,
tata ruang, dan ekologis
c. perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
yang tidak memenuhi persyaratan administratif,
teknis, dan ekologis
d. perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
tidak memiliki keahlian di bidang perencanaan
Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
e. melakukan pembangunan Rumah dan Perumahan
tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
f. pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
Perumahan tidak sesuai dengan rencana, rancangan
dan perizinan atau tidak memenuhi persyaratan atau
tidak menyerahkan Prasarana, Sarana, dan Utilitas
Umum yang telah selesai dibangun kepada
Pemerintah kabupaten/kota
g. pemanfaatan Rumah selain digunakan untuk fungsi
hunian yang tidak memastikan terpeliharanya
Perumahan dan Lingkungan Hunian
Dikenakan sanksi administratif.
33. Sanksi Administratif (Cont’d)
PP No. 14/2016
a. Badan Hukum yang melakukan pembangunan
perumahan dengan Hunian Berimbang tidak
dalam satu hamparan, pembangunan Rumah
umum tidak dilaksanakan dalam satu daerah
kabupaten / kota, khusus untuk DKI Jakarta
dalam satu provinsi atau Badan Hukum yang
melakukan pembangunan Perumahan dengan
Hunian Berimbang tidak dalam satu hamparan
tidak menyediakan akses dari Rumah umum
yang dibangun menuju pusat pelayanan atau
tempat kerja
b. Setiap orang yang melakukan penyelenggaraan
kawasan Permukiman yang tidak melalui
tahapan
c. Setiap orang yang melakukan pembangunan
kawasan Permukiman tidak mematuhi rencana
dan izin pembangunan Lingkungan Hunian dan
kegiatan pendukung.
Dikenakan sanksi administratif
PP No. 12/2021
a. Badan Hukum yang melakukan pembangunan
Perumahan dengan Hunian Berimbang tidak dalam 1
(satu) hamparan, pembangunan Rumah umum tidak
dilaksanakan dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota
atau tidak menyediakan akses dari Rumah umum
yang dibangun menuju pusat pelayanan atau tempat
kerja
b. Badan Hukum yang tidak melaksanakan
penghitungan konversi dan tidak melaksanakan
penyerahan dana hasil konversi
c. Badan Hukum yang melakukan penyelenggaraan
Kawasan Permukiman yang tidak melalui tahapan
d. Badan Hukum yang melakukan penyelenggaraan
Lingkungan Hunian atau Kasiba yang tidak
memisahkan Lingkungan Hunian atau Kasiba
menjadi satuan lingkungan Perumahan atau Lisiba
e. Badan Hukum yang melakukan pembangunan
Kawasan Permukiman tidak mematuhi rencana dan
izin pembangunan Lingkungan Hunian dan kegiatan
pendukung.
Dikenakan sanksi administratif
34. PP No. 12/2021
Badan Hukum yang melakukan pembangunan
Perumahan yang tidak mewujudkan Perumahan
dengan Hunian Berimbang atau Badan Hukum
yang melakukan pembangunan Perumahan
skala besar tidak mewujudkan Hunian
Berimbang dalam 1 (satu) hamparan dikenai
sanksi administratif berupa:
1. peringatan tertulis;
2. pembatasan kegiatan pembangunan;
3. pembekuan PBG;
4. pembekuan Perizinan Berusaha; dan
5. pencabutan Perizinan Berusaha. Catatan:
meski hanya disebut “pencabutan
perizinan berusaha” tapi yang diatur juga
meliputi “denda administratif” antara 1M
dan 10M.
PP No. 14/2016
Badan Hukum yang melakukan
pembangunan Perumahan yang tidak
mewujudkan Perumahan dengan Hunian
Berimbang atau Badan Hukum yang
melakukan pembangunan Perumahan Skala
besar tidak mewujudkan Hunian Berimbang
dalam satu hamparan dikenai sanksi berupa:
1. peringatan tertulis;
2. penghentian sementara atau tetap pada
pekerjaan pelaksanaan pembangunan,
dan/atau
3. denda administratif.
35. Sanksi Pidana
• Penjelasan PP: Penerapan sanksi pidana bersifat ultimum
remedium yang bermakna bahwa sanksi pidana merupakan
sanksi terakhir yang digunakan dalam penegakan hukum
36. Pencabutan Peraturan
Aturan yang dicabut:
• Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 tentang
Penghunian Rumah oleh Bukan Pemilik;
• Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang
Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun Yang
Berdiri Sendiri;
• Peraturan Menteri PUPR Nomor 11/PRT/M/2019 tentang
Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli.
40. Pendahuluan
Pada awalnya, pengaturan mengenai Rumah Susun dapat ditemukan dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU No.20/2011”). Namun, sejak
diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No.
11/2020”), UU No.20/2011 mengalami beberapa perubahan.
41. Konversi
UU No. 11/2020
Terdapat pengaturan tentang
konversi atas kewajiban
pembangunan rumah susun
(rusun) umum oleh pelaku
pembangunan yang
mengembangkan rusun
komersial.
UU No. 20/2011
Tidak terdapat pengaturan
tentang konversi atas kewajiban
pembangunan rumah susun
(rusun) umum oleh pelaku
pembangunan yang
mengembangkan rusun
komersial.
42. Perluasan Sanksi Administratif
UU No. 20/2011
• Pelaku pembangunan yang membuat
PPJB:
a. yang tidak sesuai dengan yang
dipasarkan; atau
b. sebelum memenuhi persyaratan
kepastian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 ayat (2);
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98,
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun atau denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah).
• Setiap orang yang membangun rumah
susun di luar lokasi yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun atau denda paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
UU No. 11/2020
• Setiap orang yang menyelenggarakan
rumah susun tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (2), Pasal 22 ayat (3), Pasal 25 ayat
(1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 39 ayat (1),
Pasal 40 ayat (1), Pasal 51 ayat (3), Pasal
52, Pasal 59 ayat (1), Pasal 6l ayat (1),
Pasal 66, Pasal 74 ayat (1), Pasal 98, Pasal
100, atau Pasal 101 dikenai sanksi
administratif.
• Catatan: Meski sanksi pidana terkait
PPJB dihapuskan dalam UU Cipta Kerja,
pengembang tetap perlu memperhatikan
ketentuan sanksi pidana di dalam UU
Perlindungan Konsumen karena
mempunyai pengaturan yang serupa.
43. Penghapusan Sanksi Pidana
UU No. 20/2011
• Pasal 110
Pelaku pembangunan yang membuat PPJB:
a. yang tidak sesuai dengan yang dipasarkan;
atau
b. sebelum memenuhi persyaratan kepastian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
ayat (2);
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98,
dipidana dengan pidana penjara paling lama
4 (empat) tahun atau denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
• Pasal 112
Setiap orang yang membangun rumah susun di
luar lokasi yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 100 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
UU No. 11/2020
• Pasal 110 dihapus.
• Pasal 112 dihapus.
44. Penambahan Unsur dalam Sanksi Pidana
UU No. 20/2011
• Pasal 113
1) Setiap orang yang:
a. mengubah peruntukan lokasi rumah
susun yang sudah ditetapkan; atau
b. mengubah fungsi dan pemanfaatan
rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).
2) Dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
bahaya bagi nyawa orang atau barang,
pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah).
UU No. 11/2020
• Pasal 113
Setiap orang yang:
a. mengubah peruntukan lokasi rumah susun
yang sudah ditetapkan; atau
b. mengubah fungsi dan pemanfaatan rumah
susun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101
menimbulkan korban terhadap manusia atau
kerusakan barang, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah).
45. Pemberatan Pidana
• Beberapa ketentuan berkaitan pemberatan pidana untuk badan hukum
dihilangkan.
• Jika pidana dilakukan oleh badan hukum, selain pidana penjara dan denda
terhadap pengurusnya, pidana denda dapat dijatuhkan terhadap badan hukum
dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda terhadap orang.
• Sebelumnya, ketentuan Pasal 110, 112, dan 113 masuk sebagai ketentuan
yang dapat memperberat pidana untuk badan hukum. Namun, melalui revisi
UU Cipta Kerja, ketentuan pasal 110 dan 112 dihapuskan.
• Sedangkan, meski pasal 113 tetap hidup, ada penambahan unsur dan
ketentuan tersebut tidak lagi masuk dalam kategori pemberatan pidana untuk
badan hukum.
• Sayang tidak ada uraian mengenai ultimum remedium seperti pada PP
Perumahan
47. Pendahuluan
Pengaturan lebih lanjut mengenai Rumah Susun dapat ditemukan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (”PP No. 4/1988”). Namun,
setelah diundangkannya UU No. 11/2020, PP No. 4/1988 dicabut dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 (“PP No. 12/2021”).
48. PP No. 13/2021 Asas pemisahan horizontal digunakan untuk kepemilikan satuan Rumah Susun
dan bukti kepemilikan dengan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung. Di sisi lain, bukti
kepemilikan atas Sarusun dalam bentuk SHM Sarusun memberikan kepastian akan
kepemilikan individu dan kepemilikan bersama yang terdiri atas Bagian Bersama, Benda
Bersama, dan Tanah Bersama
PP No.18/2021 Konsep pendaftaran atas pemilikan Satuan Rumah Susun menganut asas
pemisahan horizontal yakni hak kepemilikan atas Satuan Rumah Susun merupakan
hak milik atas Satuan Rumah Susun yang bersifat perseorangan yang terpisah
dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Asas Pemisahan Horizontal (Konflik 1)
PP No. 4/1988 [TIDAK ADA PENEGASAN ASAS PEMISAHAN HORIZONTAL]
Yang memberikan landasan bagi sistem pemilikan, ditunjukkan bahwa hak milik atas
satuan rumah susun, dalam kedudukannya sebagai hak kebendaan, meliputi hak milik
atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah, termasuk juga hak atas bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang kesemuanya merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
49. Rumah Susun Umum dapat berada dalam satu kawasan atau tidak dalam satu
Kawasan
Tidak berada dalam satu kawasan
Harus dalam satu kabupaten/kota, atau
provinsi untuk Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
Berada dalam satu kawasan
Dapat berupa :
a. satu bangunan Rumah Susun dalam
satu Tanah Bersama;
b. berbeda bangunan Rumah Susun
dalam satu Tanah Bersama; atau
c. berbeda bangunan Rumah Susun
tidak dalam satu Tanah Bersama.
Kawasan Rumah Susun Umum
50. Mekanisme Penyedia Rumah Susun Umum
Pelaku Pembangunan membuat surat pernyataan kesanggupan untuk
melaksanakan pembangunan rusun umum
Surat pernyataan diajukan bersamaan dengan permohonan PBG.
Kewajiban melaksanakan pembangunan rusun umum dapat dikonversi
dalam bentuk dana untuk pembangunan rusun umum
Dalam hal pelaksanaan pembangunan rusun umum dikonversi dalam bentuk
dana Pelaku Pembangunan wajib mengajukan perhitungan konversi kepada
BP3.
(1)Dana hasil konversi wajib diserahkan kepada BP3 dan dikelola oleh BP3.
51. Mekanisme Penyedia Rumah Susun Umum (Cont’d)
Dana hasil konversi ditetapkan sebelum diterbitkannya PBG
Kewajiban penyerahan dana hasil konversi paling lambat
dilakukan sejak PBG diterbitkan sampai dengan diterbitkannya
sertifikat laik fungsi.
(1)Pengembalian Dana Konversi berbentuk dana kelola
dilaksanakan paling lama 5 (lima) tahun sejak pemenuhan
kewajiban diberikan kepada BP3.
Pengelolaan dana hasil konversi dimanfaatkan untuk pembangunan
rusun umum pada kabupaten/kota yang sama, khusus untuk Daerah
Khusus Ibukota Jakarta pada provinsi yang sama.
52. • Perhitungan Dana Konversi sebagai kewajiban Pelaku Pembangunan untuk
membangun 20% (dua puluh persen) Rumah Susun Umum dilakukan dengan
mempertimbangkan:
a. jumlah kewajiban 20% (dua puluh persen) dari luas lantai Rumah Susun
Komersial yang dibangun;
b. harga m2 (meter persegi) dari harga jual Rumah Susun Umum yang
ditetapkan Pemerintah Pusat;
c. persentase harga pokok produksi terhadap harga jual;
d. faktor pengali dengan memperhitungkan nilai uang atas waktu (time value of
money); dan
e. dana imbal jasa pengelolaan.
• Penghitungan Dana Konversi dilakukan berdasarkan rumus perhitungan konversi
yang ditetapkan oleh Menteri.
• Ketentuan mengenai mekanisme penyerahan dana hasil konversi kepada BP3
diatur dalam Peraturan Presiden. Catatan: belum ditemukan adanya mekanisme di
Perpres yang telah terbit.
Mekanisme Penyedia Rumah Susun Umum (Cont’d)
53. Kerja sama Pelaku Pembangunan
PP No. 13/2021
Pasal 12
Pembangunan Rumah Susun Umum
yang menjadi kewajiban Pelaku
Pembangunan Rumah Susun Komersial
dapat dikerjasamakan dengan Pelaku
Pembangunan lain tanpa mengalihkan
tanggungjawab Pelaku Pembangunan
Rumah Susun Komersial.
Permen PUPR No. 07/2013
Pasal 13
1) Setiap orang yang membangun perumahan dan kawasan
permukiman wajib mewujudkan hunian berimbang sesuai
dengan perencanaan.
2) Pembangunan perumahan, permukiman, lingkungan hunian,
dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang hanya
dilakukan oleh badan hukum bidang perumahan dan
kawasan permukiman dan/atau badan hukum yang memiliki
bidang usaha pembangunan
3) Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
berupa badan hukum yang berdiri sendiri atau kumpulan
badan hukum dalam bentuk kerjasama.
4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
berbentuk:
a. konsorsium;
b. Kerjasama operasional;atau
c. bentuk kerjasama lain sesuai dengan peraturan
perundang- undangan.
Permen PUPR No. 23/2018
Pasal 36
Dalam hal terdapat tahap pembangunan
Rumah Susun yang belum selesai
dibangun, Pelaku Pembangunan wajib
bekerja sama dengan PPPSRS yang
telah dibentuk.
54. Pembangunan Rumah Susun Bertahap
Permen PUPR No. 23/2018
• Pembangunan Rumah Susun yang direncanakan dalam satu kesatuan sistem
pembangunan pada satu bidang tanah dapat dilaksanakan secara bertahap.
Pelaksanaan secara bertahap mulai perencanaan sampai pada penyelesaian paling lama
3 (tiga) tahun pada masing-masing tahap pembangunan Rumah Susun.
PP No. 13/2021
• Pembangunan Rumah Susun Umum dan Rumah Susun Komersial yang direncanakan dalam satu
kesatuan sistem pembangunan pada satu bidang tanah dapat dilaksanakan secara bertahap.
Dengan jangka waktu mulai dari perencanaan sampai pada penyelesaian pembangunan paling
lama 3 (tiga) tahun
• Dalam hal pembangunan Rumah Susun yang dilaksanakan secara bertahap penerbitan sertifikat
kepemilikan Sarusun dilakukan secara bertahap.
• Perhitungan NPP terhadap pembangunan Rumah Susun secara bertahap dihitung untuk
keseluruhan unit Sarusun berdasarkan dokumen rencana teknis yang sudah ditetapkan.
• Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun secara bertahap bekerja sama dengan
PPPSRS yang telah dibentuk. Catatan: “kerja sama” berarti memperhatikan keselamatan,
keamanan, dan kenyamanan pemilik dan penghuni yang sudah di lokasi
55. Pembangunan Rumah Susun Umum dan Rumah Susun
Komersial (Konflik 2)
UU No. 11/2020
Rumah susun dapat dibangun di atas Tanah:
a. hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah negara; atau
b. hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan.
Catatan: Di dalam UU Cipta Kerja, “hak milik” sebagai alas hak rusun hilang.
PP No.13/2021
Pembangunan Rumah Susun Umum dan Rumah Susun Komersial dapat dibangun di atas
tanah:
a. hak milik;
b. hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan
c. hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan
UU No.20/2011
Rumah susun dapat dibangun di atas tanah:
a. hak milik;
b. hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan
c. hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan.
56. Izin Rencana Fungsi dan Perubahannya
PP No. 12/2021
• Pelaku Pembangunan harus membangun Rumah Susun dan lingkungannya sesuai
dengan izin rencana fungsi dan pemanfaatannya.
• Izin rencana fungsi dan pemanfaatan tersebut dilengkapi dengan Pertelaan.
• Izin rencana fungsi dan pemanfaatan menjadi bagian dalam proses PBG yang
diterbitkan bupati/wali kota, khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
harus mendapatkan izin gubernur.
• Pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan dapat mengakibatkan pengubahan NPP.
• Dalam hal terjadi pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan pada saat proses
pembangunan atau telah terbangun Rumah Susun, harus dilakukan permohonan
kembali PBG.
PP No. 4/1988
Dalam hal terjadi rencana perubahan fisik rumah susun yang mengakibatkan perubahan
nilai perbandingan proporsional harus mendapat persetujuan dari perhimpunan
penghuni.
Persetujuan perhimpunan penghuni dipergunakan sebagai dasar di dalam membuat akta
perubahan pemisahan.
57. Pemisahan Rumah Susun
• Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum milik dan
Rumah Susun Komersial milik wajib memisahkan Rumah Susun atas
Sarusun, Benda Bersama, Bagian Bersama, dan Tanah Bersama.
• Pelaku Pembangunan membuat pemisahan Rumah Susun yang wajib
dituangkan dalam bentuk gambar dan uraian menjadi dasar untuk
menetapkan NPP, SHM Sarusun atau SKBG Sarusun, dan perjanjian
pengikatan jual beli. Gambar dan uraian tersebut merupakan Pertelaan yang
dibuat sebelum pelaksanaan pembangunan Rumah Susun dan wajib
diserahkan kepada Pemerintah Daerah.
58. Pertelaan (Konflik 3)
PP No. 12/2021
Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pelaku pembangunan sekurang-kurangnya harus memiliki:
a. kepastian peruntukan ruang;
b. kepastian hak atas tanah;
c. kepastian status penguasaan rumah susun;
d. perizinan pembangunan rumah susun; dan
e. jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin.
Kepastian status kepemilikan antara SHM sarusun atau SKBG sarusun harus dijelaskan kepada
calon pembeli yang ditunjukkan berdasarkan pertelaan yang disahkan oleh pemerintah daerah.
PP No. 13/2021
• Gambar dan uraian yang dibuat untuk Pemisahan Rumah Susun merupakan Pertelaan yang
dibuat sebelum pelaksanaan pembangunan Rumah Susun dan wajib diserahkan kepada
Pemerintah Daerah.
• Pertelaan disahkan oleh bupati/wali kota atau gubernur untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
• Permohonan pengesahan Pertelaan dilakukan setelah Rumah Susun selesai dibangun.
59. Permohonan Sertifikat Laik Fungsi
• Pelaku Pembangunan wajib memiliki permohonan sertifikat laik fungsi kepada
bupati/wali kota, khusus Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta kepada gubernur
setelah menyelesaikan seluruh atau sebagian pembangunan Rumah Susun sepanjang
tidak bertentangan dengan PBG.
• Pemerintah Daerah menerbitkan sertifikat laik fungsi setelah melakukan pemeriksaan
kelaikan fungsi bangunan Rumah Susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
60. Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum
• Pelaku Pembangunan wajib melengkapi lingkungan Rumah Susun dengan prasarana,
sarana, dan utilitas umum.
• Prasarana, sarana, dan utilitas umum harus mempertimbangkan:
• kemudahan dan keserasian hubungan dalam kegiatan sehari-hari;
• pengamanan jika terjadi hal yang membahayakan; dan
• struktur, ukuran, dan kekuatan sesuai dengan fungsi dan penggunaannya.
• Prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana harus memenuhi standar pelayanan
minimal. Standar pelayanan minimal merupakan target standar pelayanan minimal
yang meliputi:
• jenis pelayanan dasar;
• indikator kinerja;
• nilai standar pelayanan minimal; dan
• batas waktu pencapaian.
61. Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (Con’t)
Jenis pelayanan dasar paling sedikit:
• jaringan jalan, saluran pembuangan air limbah, saluran pembuangan air hujan
(drainage), dan tempat pembuangan sampah;
• sarana perniagaan/perbelanjaan, sarana pelayanan umum dan pemerintahan,
sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, sarana rekreasi dan
olahraga, sarana pemakaman, sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau, dan
sarana parkir; dan
• jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan
transportasi, pemadam kebakaran, dan sarana penerangan jasa umum.
62. SHM Sarusun (Typo?)
SHM Sarusun merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang terdiri atas:
a. salinan buku tanah dan surat ukur atas hak Tanah Bersama dan Bagian Bersama
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. gambar denah lantai pada tingkat Rumah Susun bersangkutan yang menunjukan
Sarusun yang dimiliki; dan
c. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas Bagian Bersama, Benda Bersama, dan
Tanah Bersama bagi yang bersangkutan.
Bentuk SHM Sarusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Catatan: ada tambahan “bagian bersama”. Tampaknya ini kesalahan karena huruf a
hanya merujuk ke tanah dan tambahan ini juga bertentangan dengan UU Rusun
63. Sertipikat hak atas tanah yang di atasnya telah terbit SHM Sarusun atas nama Pemilik
disimpan di instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertanahan sebagai warkah
(1)Dalam hal Sarusun telah terjual, Pelaku Pembangunan mengajukan pencatatan peralihan
SHM Sarusun menjadi atas nama Pemilik kepada instansi pemerintah yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan.
(1)SHM Sarusun diterbitkan terlebih dahulu atas nama Pelaku Pembangunan.
(1)Pelaku Pembangunan mengajukan permohonan penerbitan SHM Sarusun kepada instansi
pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan.
Penerbitan SHM Sarusun
64. SHM Sarusun
• SHM Sarusun diterbitkan oleh instansi pemerintah yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pertanahan.
• Peralihan dan pembebanan hak dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan
dicatat kembali pada buku SHM Sarusun yang disimpan di instansi
pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertanahan.
• Hak kepemilikan atas Sarusun merupakan hak milik atas Sarusun yang
terpisah dengan hak bersama atas Bagian Bersama, Benda Bersama, dan
Tanah Bersama.
• Hak kepemilikan atas Sarusun berlaku sejak terjadinya peralihan hak di
hadapan pejabat yang berwenang.
• Dalam hal sertipikat hak atas Tanah Bersama menjadi jaminan utang,
penerbitan SHM Sarusun diberikan catatan pembebanan.
65. Peralihan Hak SHM Sarusun
• SHM Sarusun dapat dialihkan dengan cara jual beli, pewarisan, atau cara lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
• Peralihan SHM Sarusun dengan cara jual beli dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat
Akta Tanah.
Jual beli
Permohonan peralihan hak dengan cara
jual beli ditujukan kepada instansi
pemerintah yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pertanahan
paling sedikit harus melampirkan
dokumen:
a. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah atau
berita acara lelang; dan
b. SHM Sarusun.
Pewarisan
Peralihan SHM Sarusun dengan cara
pewarisan paling sedikit harus
melampirkan:
a. SHM Sarusun;
b. surat keterangan kematian pewaris;
c. surat wasiat atau surat keterangan
waris; dan
d. bukti kewarganegaraan ahli waris.
66. Peralihan Hak SHM Sarusun – Cont’d
Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan 85/PUU-XIII/2015 hlm
192
“…Untuk itu apabila seseorang sudah melakukan perbuatan hukum jual
beli yang sah, dalam hal ini pembayaran telah dilakukan di hadapan
pejabat yang berwenang dan lebih-lebih dalam hal ini objek jual beli telah
diserahkan kepada pembeli, maka orang atau pihak tersebut sudah dapat
dikatakan sebagai pemilik atas tanah atau bangunan, meskipun belum
diterbitkan sertifikat kepemilikan hak yang bersangkutan, sebab sertifikat
bukan sebagai syarat sahnya jual beli, sehingga penyerahan objek jual
beli tidak boleh dihalangi oleh persyaratan belum diterbitkannya
sertifikat.”
Catatan: setahun kemudian MA menerbitkan SEMA yang mengatur bahwa
PPJB atas tanah terjadi jika harga sudah dibayar lunas dan tanah telah
dikuasai dengan iktikad baik. [tidak ada pengaturan tentang pejabat yang
berwenang]
67. Pembebanan Hak SHM Sarusun
• SHM Sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Pembebanan tersebut dilakukan berdasarkan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.
• Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah didaftarkan pada instansi pemerintah yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan.
• Pendaftaran hak tanggungan atas SHM Sarusun paling sedikit harus melampirkan
dokumen:
a. identitas pemohon;
b. salinan SHM Sarusun; dan
c. akta pembebanan hak tanggungan.
Penggantian dan Perubahan SHM Sarusun
Permohonan penggantian dan perubahan SHM Sarusun dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hapusnya HMSRS
Dalam PP No. 13/2021 tidak terdapat pengaturan mengenai hapusnya HMSRS.
Pengaturan mengenai hapusnya HMSRS dapat ditemukan dalam PP No. 4/1988
68. Perpanjangan atau Pembaharuan Hak Atas Tanah Bersama
• Dalam hal hak atas Tanah Bersama yang di atasnya dibangun Rumah Susun akan
berakhir jangka waktunya atau telah berakhir jangka waktunya, seluruh Pemilik
melalui PPPSRS mengajukan perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Perpanjangan atau pembaharuan hak dicatat atas nama seluruh Pemilik.
• Penerbitan perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah dicatat pada instansi
pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan.
69. SKBG Sarusun
• SKBG Sarusun merupakan surat tanda bukti kepemilikan atas Sarusun di atas barang
milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa. terdiri atas:
• salinan buku bangunan gedung;
• salinan surat perjanjian sewa atas tanah;
• gambar denah lantai pada tingkat Rumah Susun yang bersangkutan yang
menunjukkan Sarusun yang dimiliki; dan
• Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas Bagian Bersama dan Benda
Bersama yang bersangkutan.
Tata Cara Penerbitan SKBG Sarusun
Penerbitan SKBG Sarusun meliputi:
a. penerbitan pertama kali;
b. peralihan hak;
c. pembebanan hak;
d. penggantian;
e. perubahan dan penghapusan;
f. pembatalan; dan
g. pembaharuan.
70. Peralihan Hak SKBG Sarusun (Konflik 4?)
• Peralihan hak SKBG Sarusun dapat dilakukan dengan cara jual beli, pewarisan, atau
cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Peralihan hak SKBG Sarusun dengan cara jual beli dilakukan di hadapan notaris
Catatan: bukankah SKBG hanya untuk rusun umum? Jika untuk rusun umum, bukankah
sarusun umum tersebut harus dialihkan kepada BP3?
Jual beli
Permohonan peralihan hak dengan cara
jual beli ditujukan kepada instansi yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang bangunan gedung pada
kabupaten/kota, atau provinsi untuk
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
paling sedikit harus melampirkan
dokumen:
a. akta notaris; dan
b. SKBG Sarusun.
Pewarisan
Peralihan hak SKBG Sarusun dengan
cara pewarisan paling sedikit harus
melampirkan dokumen:
a. SKBG Sarusun;
b. surat keterangan kematian pewaris;
c. surat wasiat atau surat keterangan
waris; dan
d. bukti kewarganegaraan ahli waris.
71. Pembebanan Hak SKBG Sarusun
• Pembebanan hak SKBG Sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani
fidusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Pembebanan hak berdasarkan akta notaris yang didaftarkan pada instansi kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
• Akta notaris dilakukan pencatatan oleh instansi teknis yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota atau provinsi untuk
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
• Pencatatan paling sedikit harus melampirkan dokumen:
a. identitas pemohon;
b. salinan SKBG Sarusun; dan
c. akta fidusia.
Penggantian SKBG Sarusun
Penggantian SKBG Sarusun dilakukan dalam hal:
a. SKBG Sarusun dinyatakan hilang; atau
b. SKBG Sarusun rusak.
72. Perubahan SKBG Sarusun
• Perubahan SKBG Sarusun dilakukan terhadap bangunan Rumah Susun yang berubah
bentuk dan mengakibatkan perubahan NPP.
• Dalam hal perubahan NPP, PPPSRS wajib melakukan perhitungan kembali NPP.
• Hasil perhitungan kembali dipergunakan sebagai dasar dalam membuat perubahan
akta pemisahan.
• Perubahan akta pemisahan harus disahkan kembali Oleh bupati/wali kota atau
gubernur untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
• Pengesahan perubahan akta pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dicatatkan kembali pada instansi teknis yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota atau provinsi untuk Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
Penghapusan SKBG Sarusun
Penghapusan SKBG Sarusun dilakukan karena:
a. tanah dan/atau bangunannya musnah;
b. perjanjian sewa atas tanah berakhir dan tidak dilakukan perpanjangan atau
pembaharuan; atau
c. pelepasan hak secara sukarela.
Catatan: hapusnya SKBG diatur tapi hapusnya SHMSRS malahan tidak diatur.
73. Pembatalan SKBG Sarusun
• Pembatalan SKBG Sarusun dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
• Pembatalan dilakukan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota atau provinsi untuk Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembaharuan SKBG Sarusun
• Pembaharuan SKBG Sarusun dilakukan oleh pemilik SKBG Sarusun melalui
PPPSRS.
• Pembaharuan SKBG Sarusun dilakukan setelah terlebih dahulu mengajukan
permohonan baru perjanjian sewa atas tanah.
• Dalam hal permohonan baru perjanjian sewa atas tanah untuk tanah barang milik
negara/daerah dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah.
• Permohonan baru perjanjian sewa atas tanah dilakukan dengan mempertimbangkan
keandalan bangunan Rumah Susun.
• Permohonan baru perjanjian sewa barang milik negara/daerah berupa tanah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pengelolaan barang milik negara/daerah.
74. Pengelolaan Rumah Susun
• Pengelolaan Rumah Susun meliputi kegiatan operasional,
pemeliharaan, dan perawatan Bagian Bersama, Benda Bersama,
dan Tanah Bersama.
• PPPSRS berkewajiban mengurus kepentingan para Pemilik dan
Penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan kepemilikan Benda
Bersama, Bagian Bersama, Tanah Bersama, dan penghunian.
• PPPSRS dalam melakukan pengelolaan dapat membentuk atau
menunjuk pengelola.
• Pengelola yang dibentuk atau ditunjuk oleh PPPSRS harus
berbadan hukum, terdaftar, dan memiliki izin usaha dari
bupati/wali kota, khusus Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
dari gubernur.
75. • Pengelola yang dibentuk atau ditunjuk oleh PPPSRS dan
Pengelola yang dibentuk atau ditunjuk oleh
kementerian/lembaga/Pemerintah Daerah/institusi dalam
melaksanakan pengelolaan Rumah Susun dapat bekerja sama
dengan orang perseorangan dan Badan Hukum.
• Pengelola melakukan pengelolaan berhak menerima sejumlah
biaya pengelolaan. Biaya pengelolaan tersebut dibebankan
kepada Pemilik atau Penghuni dengan mempertimbangkan
biaya operasional, pemeliharaan, dan perawatan.
• Biaya pengelolaan wajib dikelola secara tertib, efektif, efisien,
transparan, dan bertanggung jawab.
Badan Pengelola
76. Masa Transisi
• Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum
milik dan Rumah Susun Komersial milik dalam masa transisi
sebelum terbentuknya PPPSRS wajib mengelola Rumah Susun.
• Masa transisi tersebut paling lama 1 (satu) tahun sejak
penyerahan pertama kali Sarusun kepada Pemilik.
• Jika pemilik belum memiliki bukti kepemilikan [AJB dan
SHM Sarusun/SKBG Sarusun] biaya pengelolaan ditanggung
oleh pelaku pembangunan.
77. Masa Transisi – Cont’d
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XIII/2015
• Menyatakan Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011
tentang Rumah Susun sepanjang frasa “Pasal 59 ayat (2)” bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sepanjang tidak dimaknai bahwa yang dimaksud dengan “masa
transisi” dalam Penjelasan Pasal 59 ayat (1) tidak diartikan 1 (satu)
tahun tanpa dikaitkan dengan belum terjualnya seluruh satuan rumah
susun;
• Menyatakan Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011
tentang Rumah Susun sepanjang frasa “Pasal 59 ayat (2)” tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa
yang dimaksud dengan “masa transisi” dalam Penjelasan Pasal 59 ayat
(1) tidak diartikan 1 (satu) tahun tanpa dikaitkan dengan belum
terjualnya seluruh satuan rumah susun;
78. Pelaku Pembangunan
a. menjadi Pengelola sementara;
b. menyampaikan salinan Pertelaan dan NPP kepada Pemilik;
c. menyiapkan dokumen untuk diserahkan kepada panitia musyawarah pembentukan
PPPSRS meliputi:
1. salinan gambar terbangun (as built drawing);
2. salinan PBG dan/atau perubahan PBG;
3. salinan sertifikat laik fungsi;
4. salinan akta jual beli;
5. dokumen Pertelaan meliputi Bagian Bersama, Benda Bersama dan Tanah
Bersama;
6. akta pemisahan yang telah disahkan;
7. salinan sertipikat Tanah Bersama atau salinan surat perjanjian sewa atas tanah.
8. daftar Pemilik; dan
9. tata tertib sementara penghunian.
d. memfasilitasi terbentuknya PPPSRS bekerja sama dengan panitia musyawarah.
Kewajiban Selama Masa Transisi
79. 1. Putusan No. 597/Pdt.G/2013/PN.Medan jo. 391/PDT/2014/PT-MDN
“..Pihak yang berhak membentuk P3SRS ialah hanya panitia musyarawah, bukan
pengembang (tergugat), dalam hal ini tergugat hanya dibatasi sebagai fasilitator dalam
rapat pembentukan P3SRS, bukan penyelenggara rapat.”
2. Putusan No. 330/Pdt.G/2019/PN Dps
“..Menimbang, bahwa dalam Pasal 74 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011
(pengganti Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun), telah
disebutkan bahwa pemilik sarusun wajib membentuk PPPSRS yang beranggotakan
pemilik atau penghuni yang mendapat kuasa dari pemilik sarusun, dimana pelaku
pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS”
Yurisprudensi perihal Kewajiban Pelaku Pembangunan untuk Memfasilitasi
terbentuknya PPPSRS
80. Pemilik
a. membentuk panitia musyawarah;
b. berpartisipasi aktif dalam pembentukan PPPSRS; dan
c. taat pada tata tertib sementara penghunian.
Kewajiban selama masa Transisi (Cont’d)
81. • Penyerahan pertama kali Sarusun oleh Pelaku Pembangunan dilakukan dengan
menyerahkan kunci setelah sertifikat laik fungsi diterbitkan.
• Penyerahan pertama kali Sarusun dilengkapi dengan penyerahan dokumen
sebagai berikut:
a. berita acara serah terima kunci;
b. akta jual beli; dan
c. SHM Sarusun atau SKBG Sarusun.
Pertimbangan MK dalam Putusan No. 85/PUU-XIII/2015:
• “…penyerahan objek jual beli tidak boleh dihalangi oleh persyaratan belum
diterbitkannya sertifikat.”
• MK menimbang “penyerahan secara yuridis” tidak terdapat tolok ukur yang
jelas “…dalil para Pemohon yang mempersoalkan konstitusionalitas frasa
‘penyerahan pertama kali’ dalam Pasal 59 ayat (2) dan dalam Pasal 60 UU
20/2011 tidak beralasan menurut hukum.”
Tata Cara Penyerahan Sarusun Pertama Kali
82. PP No. 13/2021
• Pendataan Pemilik dan/atau Penghuni wajib dilakukan oleh Pelaku
Pembangunan sesuai dengan prinsip kepemilikan atau kepenghunian yang sah.
• Kepemilikan atau kepenghunian yang sah dibuktikan dengan tanda bukti
kepemilikan atau tanda bukti kepenghunian Sarusun.
• Dalam hal belum terdapat bukti kepemilikan yang sah perjanjian pengikatan
jual beli lunas dijadikan dasar untuk pendataan kepemilikan.
Tanda Pemilik dan/atau Penghuni
Permen PUPR No. 23/PRT/M/2018
• Pendataan Pemilik dan/atau Penghuni wajib dilakukan oleh Pelaku
Pembangunan sesuai dengan prinsip kepemilikan atau kepenghunian yang sah.
• Kepemilikan atau kepenghunian yang sah dibuktikan dengan tanda bukti
kepemilikan atau tanda bukti kepenghunian Sarusun.
83. PP No. 13/2021
Tidak diatur bahwa salah satu tugas panitia musyawarah adalah untuk menyusun
rancangan tata tertib, rancangan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, dan
rancangan program kerja pengurus.
Namun, berdasarkan Pasal 148, peraturan pelaksanaan dari UU No.20/2011 tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan PP ini. Dengan demikian, seluruh
tugas Panitia Musyawarah yang diatur dalam Permen PUPR No. 23/PRT/M/2018
tetap berlaku.
Tugas Panitia Musyawarah
Permen PUPR No. 23/PRT/M/2018
Menyusun rancangan tata tertib, rancangan anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga, dan rancangan program kerja pengurus.
84. Pembentukan P3SRS
• Musyawarah pembentukan P3SRS dilakukan untuk
• Pembentukan struktur organisasi;
• Penyusunan AD dan ART;
• Pemilihan pengurus; dan
• Pemilihan pengawas.
• Mekanisme pengambilan keputusan untuk struktur
organisasi dan AD dan ART adalah musyawarah atau suara
terbanyak berdasarkan jumlah kepemilikan sarusun
• Mekanisme pengambilan keputusan untuk pengurus dan
pengawas dilakukan dengan suara terbanyak dimana satu
pemilik hanya punya satu (1) suara meski memiliki lebih
dari satu (1) sarusun
85. PP No. 13/2021
Penghuni yang bukan Pemilik dilarang menduduki jabatan dalam struktur
kepengurusan PPPSRS.
Larangan bagi Penghuni yang bukan Pemilik
Permen PUPR No. 23/PRT/M/2018
Pemilik yang bukan Penghuni tidak dapat menduduki jabatan dalam struktur
kepengurusan PPPSRS
Pergub DKI Jakarta No. 132/2018
Pemilik yang bukan Penghuni tidak dapat menduduki jabatan dalam struktur
kepengurusan PPPSRS.
86. Sanksi Administratif dikenakan kepada :
• Pelaku Pembangunan yang tidak melengkapi lingkungan Rumah Susun dengan
prasarana, sarana, dan utilitas umum
• Pelaku Pembangunan Rumah Susun Komersial yang tidak menyediakan Rumah Susun
Umum paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari total luas lantai Rumah Susun
Komersial yang dibangun
• Pelaku Pembangunan yang tidak menyelesaikan pembangunan Rumah Susun secara
bertahap dari mulai perencanaan sampai pada penyelesaian pembangunan Rumah Susun
paling lama 3 (tiga)
• Pelaku Pembangunan yang tidak menyelesaikan status hak guna bangunan atau hak
pakai di atas hak pengelolaan dalam hal pembangunan Rumah Susun Umum atau
Rumah Susun Komersial
• Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum milik dan Rumah Susun
Komersial milik yang tidak memisahkan Rumah Susun atas Sarusun, Bagian Bersama,
Benda Bersama, dan Tanah Bersama dan Pelaku Pembangunan yang membangun
Rumah Susun Umum milik di atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah
wakaf dengan cara disewa, yang tidak memisahkan Rumah Susun atas Sarusun, Bagian
Bersama, dan Benda Bersama
Sanksi Administratif
87. Sanksi Administratif (Cont’d)
Sanksi Administratif dikenakan kepada :
• Pelaku Pembangunan yang tidak menuangkan dalam bentuk gambar dan uraian pada
saat membuat pemisahan Rumah Susun
• Pelaku Pembangunan yang tidak memiliki permohonan sertifikat laik fungsi kepada
bupati/wali kota, khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta kepada gubernur
setelah menyelesaikan seluruh atau sebagian pembangunan Rumah Susun sepanjang
tidak bertentangan dengan PBG
• Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum milik dan Rumah Susun
Komersial milik yang tidak mengelola Rumah Susun dalam masa transisi sebelum
terbentuknya PPPSRS
• Siapa yang mengenakan sanksi administratif? Dalam PP Rusun: Pemda. Dalam PP
Peruamahan: tidak diatur
88. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3372) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
PP No. 4/1988
89. Keberadaan Sarusun
PP No. 13/2021
Tidak diatur mengenai keberadaan
Satuan Rumah Susun.
Perbandingan Pengaturan PP No. 4/1988 dan PP No.13/2021
PP No. 4/1988
Satuan rumah susun dapat berada
pada permukaan tanah, di atas
atau di bawah permukaan tanah,
atau sebagian di bawah dan
sebagian di atas permukaan
tanah, merupakan dimensi dan
volume ruang tertentu sesuai
dengan yang telah direncanakan.
90. Bagian Bersama
PP No. 13/2021
Tidak diatur mengenai standar
bagian bersama.
Perbandingan Pengaturan PP No. 4/1988 dan PP No.13/2021 (Cont’d)
PP No. 4/1988
Bagian bersama yang berupa ruang
untuk umum, ruang tangga, lift,
selasar, harus mempunyai ukuran
yang memenuhi persyaratan dan
diatur serta dikoordinasikan untuk
dapat memberikan kemudahan bagi
penghuni dalam melakukan
kegiatan sehari-hari baik dalam
hubungan sesama penghuni,
maupun dengan pihak-pihak lain,
dengan memperhatikan keserasian,
keseimbangan, dan keterpaduan.
PP No. 12/2021
Tidak diatur mengenai standar
bagian bersama.
91. Benda Bersama
PP No. 13/2021
Tidak diatur mengenai standar benda
bersama
Perbandingan Pengaturan PP No. 4/1988 dan PP No.13/2021 (Cont’d)
PP No. 4/1988
Benda bersama harus mempunyai
dimensi, lokasi, kualitas,
kapasitas yang memenuhi
persyaratan dan diatur serta
dikoordinasikan untuk dapat
memberikan keserasian lingkungan
guna menjamin keamanan dan
kenikmatan para penghuni maupun
pihak-pihak lain, dengan
memperhatikan keselarasan,
keseimbangan, dan keterpaduan.
PP No. 12/2021
Tidak diatur mengenai standar benda
bersama.
92. Terjadinya HMSRS
PP No. 13/2021
Tidak diatur mengenai terjadinya
HMSRS
Perbandingan Pengaturan PP No. 4/1988 dan PP No.13/2021 (Cont’d)
PP No. 4/1988
Hak milik atas satuan rumah susun
terjadi sejak didaftarkannya akta
pemisahan dengan dibuatnya
Buku Tanah untuk setiap satuan
rumah susun yang bersangkutan.
PP No. 18/2021
Tidak diatur mengenai terjadinya
HMSRS
93. PP No. 13/2021
Tidak diatur mengenai perubahan
NPP yang harus mendapatkan
persetujuan PPPSRS.
Namun, diatur apabila terdapat
Pembaharuan SKBG Sarusun,
dilakukan oleh pemilik SKBG
Sarusun melalui PPPSRS.
Perbandingan Pengaturan PP No. 4/1988 dan PP No.13/2021 (Cont’d)
PP No. 4/1988
Dalam hal terjadi rencana
perubahan fisik rumah susun yang
mengakibatkan perubahan nilai
perbandingan proporsional harus
mendapat persetujuan dari
perhimpunan penghuni.
Persetujuan perhimpunan penghuni
dipergunakan sebagai dasar di
dalam membuat akta perubahan
pemisahan.
Perubahan NPP
94. PP No. 13/2021
Tidak diatur mengenai penyerahan
Sarusun kepada Pihak lain.
Perbandingan Pengaturan PP No. 4/1988 dan PP No.13/2021 (Cont’d)
PP No. 4/1988
• Dalam hal pemilik
menyerahkan penggunaan
satuan rumah susun baik
sebagian maupun seluruhnya
pada pihak lain berdasarkan
suatu hubungan hukum tertentu,
harus dituangkan dalam akta
yang secara tegas
mencantumkan beralihnya
sebagian atau seluruh hak dan
kewajiban penghuni beserta
kewajiban lainnya.
• Akta tersebut harus didaftarkan
pada perhimpunan penghuni.
Penyerahan Sarusun kepada Pihak Lain
95. PP No. 13/2021
Tidak diatur mengenai hapusnya
HMSRS.
Perbandingan Pengaturan PP No. 4/1988 dan PP No.13/2021 (Cont’d)
PP No. 4/1988
Hak milik atas satuan rumah susun
hapus karena
a. hak atas tanahnya hapus
menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
b. tanah dan bangunannya
musnah;
c. terpenuhinya syarat batal;
d. pelepasan hak secara sukarela.
Hapusnya HMSRS
96. Hapusnya HMSRS
PP No. 4/1988
Hak milik atas satuan rumah susun hapus, apabila salah satu unsur tidak
dipenuhi, yaitu adanya unsur-unsur satuan yang bersifat perseorangan dan
terpisah, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Hapus dalam
pengertian pasal ini tidak menghapuskan subyek hukum (pemilik) dan obyek
hukumnya (benda), sehingga yang hapus hanyalah hubungan hukum atau atas
haknya dan pemilik satuan rumah susun tetap mempunyai hak secara de facto
bendanya.
Misalnya :
1. Seluruh satuan rumah susun beralih haknya kepada satu orang (badan
hukum), sehingga bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama tidak
ada lagi karena dimiliki oleh satu orang (badan hukum).
2. Hak Guna Bangunan atas tanah berakhir, apabila tidak dimintakan
perpanjangan/pembaharuan sehingga menyebabkan adanya syarat batal.
97. PP No. 13/2021
Tidak diatur mengenai tugas pokok
PPPSRS
Perbandingan Tugas Pokok PPPSRS
PP No. 4/1988
Perhimpunan penghuni mempunyai tugas pokok :
a. mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang disusun oleh pengurus dalam
rapat umum perhimpunan penghuni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2);
b. membina para penghuni ke arah kesadaran hidup bersama yang serasi, selaras, dan seimbang
dalam rumah susun dan lingkungannya;
c. mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga;
d. menyelenggarakan tugas tugas administratif penghunian;
e. menunjuk atau membentuk dan mengawasi badan pengelola dalam pengelolaan rumah susun
dan lingkungannya;
f. menyelenggarakan pembukuan dan administratif keuangan secara terpisah sebagai kekayaan
perhimpunan penghuni;
g. rnenetapkan sanksi terhadap pelanggaran yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga.
Permen PUPR No 23/PRT/M/2018
Tidak diatur mengenai tugas pokok
PPPSRS
98. PP No. 13/2021
Tidak diatur mengenai tugas badan pengelola.
PP No. 4/1988
Badan pengelola mempunyai tugas :
a. melaksanakan pemeriksaan,
pemeliharaan, kebersihan dan
perbaikan rumah susun dan
lingkungannya pada bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama;
b. mengawasi ketertiban dan keamanan
penghuni serta penggunaan bagian
bersama, benda bersama, dan tanah
bersama sesuai dengan peruntukannya;
c. secara berkala memberikan laporan
kepada perhimpunan penghuni disertai
permasalahan dan usulan
pemecahannya.
Tugas Badan Pengelola
Perbandingan Pengaturan PP No. 4/1988 dan PP No.13/2021 (Cont’d)
99. PP No. 13/2021
Tidak diatur mengenai kewajiban
PPPSRS.
Perbandingan Pengaturan PP No. 4/1988 dan PP No.13/2021 (Cont’d)
PP No. 4/1988
Perhimpunan Penghuni harus
mengasuransikan rumah susun
terhadap kebakaran.
Kewajiban PPPSRS
100. Perbandingan Pengaturan PP No. 4/1988 dan PP No.13/2021 (Cont’d)
Konsep Kepemilikan Sarusun
PP No. 4/1988
• Hak bersama atas bagian-bagian dan struktur rumah susun beserta perlengkapannya termasuk
pula perlengkapan-perlengkapan lain yang diperlukan untuk dapat berfungsinya dengan baik
rumah susun sesuai dengan penggunaannya, antara lain alat-alat pelayanan sentral dan khusus
lainnya seperti instalasi tenaga listrik, lampu-lampu, gas, air panas dan dingin, instalasi air
condition, pompa air, motor tenaga listrik (generator), kipas angin, kompressor, saluran-saluran
penghantar ("ducting") air condition,
• secara umum semua peralatan dan instalasi yang ada, yang dipergunakan untuk kepentingan
bersama. Bagian-bagian rumah susun yang berupa struktur bangunan, antara lain pondasi, kolom,
sloof, balok-balok luar, penunjang, dinding- dinding struktur utama, atap, ruang masuk, koridor,
selasar, tangga, dan bagian-bagian bangunan lain yang menjadi milik bersama, antara lain pintu-
pintu dan tangga darurat, jalan masuk, jalan ke luar dari rumah susun. Hak bersama atas benda
yang meliputi semua perlengkapan dan bangunan pertamanan yang berada di atas tanah bersama,
dan hak bersama atas tanah yang berstatus sebagai tanah bersama. Kesemuanya merupakan satu
kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan.
PP No. 13/2021
Tidak diatur mengenai konsep kepemilikan HMSRS.
101. Perbandingan Pengaturan PP No. 4/1988 dan PP No.13/2021 (Cont’d)
Perubahan Rencana Peruntukan dan Pemanfaatan Rumah Susun
PP No. 4/1988
Apabila semula suatu rumah susun dipergunakan untuk hunian, kemudian atas
kesepakatan para pemilik, rumah susun tersebut sebagian atau keseluruhannya
direncanakan untuk diubah peruntukannya menjadi pertokoan atau sebaliknya semula
pertokoan menjadi untuk hunian, perubahan rencana peruntukan tersebut harus mendapat
izin terlebih dahulu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan sesuai dengan persyaratan
yang berlaku dan dimintakan pengesahannya atas perubahan dimaksud beserta
pertelaannya yang berupa nilai perbandingan proporsional.
PP No. 13/2021
Pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan dapat mengakibatkan pengubahan NPP.
Dalam hal terjadi pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan pada saat proses
pembangunan atau telah terbangun Rumah Susun, harus dilakukan permohonan kembali
PBG.
102. Perbandingan Pengaturan PP No. 4/1988 dan PP No.13/2021 (Cont’d)
PP No. 4/1988
Untuk dapat berfungsinya dengan baik
saluran-saluran pembuangan dalam
lingkungan ke saluran
pembuangan/drainase dan saluran air
limbah kota, maka saluran-saluran
dimaksud dimungkinkan untuk melalui
tanah milik orang lain jika tidak ada pilihan
lain. Untuk itu diperlukan petunjuk serta
izin dari Instansi Pemerintah yang
berwenang dan memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan, serta harus mendapat
persetujuan dari pemilik tanah yang akan
dilewati. Dalam hal khusus ini, pemilik
tanah yang bersangkutan wajib memberikan
persetujuannya sepanjang hal tersebut tidak
merugikan yang bersangkutan.
PP No. 13/2021
Prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi standar
pelayanan minimal yang merupakan target standar pelayanan
minimal yang meliputi:
a. jenis pelayanan dasar;
a) jaringan jalan, saluran pembuangan air limbah, saluran
pembuangan air hujan (drainage), dan tempat
pembuangan sampah;
b) sarana perniagaan/perbelanjaan, sarana pelayanan umum
dan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana kesehatan,
sarana peribadatan, sarana rekreasi dan olahraga, sarana
pemakaman, sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau,
dan sarana parkir; dan
c) jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon,
jaringan gas, jaringan transportasi, pemadam kebakaran,
dan sarana penerangan jasa umum.
b. indikator kinerja;
c. nilai standar pelayanan minimal; dan
d. batas waktu pencapaian.
Lokasi Rumah Susun
103. Terima Kasih
Menara Palma 10th Floor Suite 10-03
JL. H.R. Rasuna Said Blok X-2 Kav.6
Jakarta Selatan 12950, Indonesia
Ph: +62 21 5795 7550
F: +62 215795 7551