3. As-Shidqu ialah kesesuaian pembicaraan
dengan kenyataan menurut keyakinan
orang yang berbicara, As-Sidqhu ini
kebalikan dari Al-Kadzibu (bohong).
Ada yang mengatakan As-Shidqu ialah
kesesuaian ucapan hati dengan sesuatu
yang dikabarkan (dhahirnya) secara
bersamaan, jika salah satu syarat tersebut
hilang maka tidak dinamakan jujur secara
sempurna.
4. KEUTAMAAN ASH-SIDQU
1) Menjadi pendamping para Nabi alaihim us salaam
Firman Alloh; Artinya: "Dan barang siapa yang m e ntaati Allo h dan
Ro sul(Nya), m e re ka itu akan be rsam a-sam a de ng an o rang -o rang yang
dianug e rahi nikm at o le h Allo h, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiq iin, o rang -
o rang yang m ati syahid, dan o rang -o rang sho le h, m e re ka Itulah te m an
yang se baik-baiknya". (QS. An-Nisaa' [4]: 69)
Memasukkannya ke Surga.
Rosululloh sho lallo hu alaihi wassalam bersabda:
(( قُ صقدَقد يُ لُ جُ رَّ ل الُ زاَقد يَقد م اَقد وَقد ، ةِ، و نَّجَقد ل ى الَقدإِ، و يْ إ قدِ، وهْ إ يَقد رَّ بِ، ون الَّ إِ، ووَقد ، رِّ، بِ، ول ى الَقدإِ، و يْ إ قدِ، وهْ إ يَقد قَقد قدْ إ صِّ، ن الَّ إِ، وفَقد ، قِ، و قدْ إ صِّ، ب الِ، و مْ إ كُ يْ إلَقدعَقد
(( ق اً ايْ إقدِّ،صِ، و هللِ، و قد اَقدنْ إعِ، و بَقد تَقدكْ إ يُ ت ىَّحَقد قَقد قدْ إ صِّ، ر ى الَقد حَّ تَقديَقدوَقد
He ndaklah kalian (be rbuat) jujur!. Se sung g uhnya jujur m e nunjukkan
ke pada ke baikan, dan ke baikan m e nunjukkannya ke Surg a. Dan
se nantiasa se o rang (be rbuat) jujur dan m e njag a ke jujurannya hing g a ditulis
disisi Allo h se bag ai Ash-Shiddiq (o rang yang jujur).
(HR. Muslim: 4721)
5. KEUTAMAAN ASH-SIDQU
Menenangkan hati.
Hasan Bin Ali rodhiallohu anhuma berkata:
)) :قَ دْ صّ ال نّ إِ فَ ،كَ بُ يْ رِ يَ لَ ماَ لىَ إِ كَ بُ يْ رِ يَ ماَ عْ دَ مَ لّ سَ وَ هِ يْ لَ عَ اُ لىّ صَ اِ لِ وْ سُ رَ نْ مِ تُ ظْ فِ حَ
(( ةٌ بَ يْ رِ بُ ذْ كَ ال وَ ،ةٌ نَ يْ نِ أْ مَ طُ
Aku hafal dari Rosululloh sholallohu alaihi wassalam: Tinggalkanlah perkara yang
meragukanmu kepada perkara yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran adalah
ketenangan, dan bohong adalah kecemasan. (lihat Shohih Jami': 3377)
Membuat niat lebih besar.
Rosululloh sholallohu alaihi wassalam bersabda:
(((( ءِ داَ هَ شّ ال لَ زِ ناَ مَ اُ هُ غَ لّ بَ ،قٍ دْ صِ بِ ةَ دَ هاَ شّ ال اَ لَ أَ سَ نْ مَ
Barangsiapa meminta kepada Alloh mati syahid dengan jujur, Alloh angkat dia
ketingkatan orang-orang yang syahid. (HR. Muslim: 1773)
Mendapatkan berkah.
((باَ ذّ كَ وَ ماَ تَ كَ نْ إِ وَ ،ماَ هِ عِ يْ بَ يْ فِ ماَ هُ لَ كَ رِ وْ بُ ناَ يّ بَ وَ قاَ دَ صَ نْ إِ فَ ،قاَ رّ فَ تَ يَ مْ لَ ماَ رِ ياَ خِ بالِ نِ عاَ يْ بَ ال
(( ماَ هِ عِ يْ بَ ةُ كَ رَ بَ تْ قَ حِ مُ
Penjual dan pembeli (memiliki) pilihan sebelum mereka berdua berpisah, jika berdua
berkata jujur dan menjelaskan (kekurangannya) maka diberkahi jual beli mereka. Dan jika
berdua menyembunyikan (kekurangan) dan berbohong maka dihapus keberkahan jual beli
mereka berdua. (HR. Bukhori: 1937)
6. Ibnu Qoyyim rohimahulloh berkata: Jujur
tiga (macam): perkataan, perbuatan dan
keadaan.
Jujur dalam perkataan: lurusnya lisan pada
perkataan seperti lurusnya tangkai diatas
pangkalnya.
jujur dalam perbuatan: lurusnya perbuatan-
perbuatan di atas perintah dan Ittiba'
seperti lurusnya kepada diatas badan.
Jujur dalam keadaan: lurusnya perbuatan
hati dan anggota badan diatas keikhlasan.
7. TERCELANYA AL-KADZIB (DUSTA)
Dusta merupakan akhlak tercela yang paling buruk. Dalam dusta terhimpun
segala keburukan dan kebusukan. Beragam penyakit seperti namimah (memfitnah),
ghibah (menggunjing), dengki, hasud, takabur, permusuhan, pengkhianatan,
perselingkuhan, dan lain-lain, termasuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),
semuanya berasal dari dusta.
Jika jujur (shidq) adalah pangkal segala kebaikan, maka pangkal segala keburukan
adalah dusta, sebab dusta melahirkan kejelekan demi kejelekan yang berujung pada
kesengsaraan dan kebinasaan. Rumah tangga Samara (sakinah, mawaddah wa
rahmah) pun mustahil dapat dibangun dengan dusta. Selama ada pendusta, baik itu
suami atau istri, keharmonisan rumah tangga hanya menjadi mimpi atau utopia
belaka. Membiarkan anak terbiasa berdusta berarti menghancurkan masa
depannya. Menumbuhsuburkan pendusta, atau cuek terhadap gejala-gejala dusta,
dalam sebuah organisasi, instansi, partai atau negara, berarti kita sedang
menenggelamkan institusi tersebut ke dalam jurang kehancuran.
Rasulullah saw bersabda, Hendaknya kalian selalu jujur. Sebab, kejujuran itu
menghantarkan kepada kebajikan dan kebajikan itu menghantarkan kepada surga.
Seseorang akan senantiasa jujur dan berusaha keras untuk jujur sampai dicatat di
sisi Allah sebagai shiddiq (orang yang sangat jujur). Dan waspadalah terhadap
dusta. Sebab, dusta itu menghantarkan kepada keburukan/kejahatan dan
keburukan itu menghantarkan kepada neraka. Dan seseorang akan selalu dusta dan
berusaha keras untuk dusta sampai dicatat di sisi Allah sebagai kadzdzaab
(pendusta) (HR Muslim no. 4721)
8. ANCAMAN DAN SIKSAAN
BAGI PENDUSTA
• 1.Tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit
• Dalam kajian Imam Ibnu Katsir, maksudnya adalah amal shaleh dan doanya tidak diangkat
(ke langit) alias tidak diterima oleh Allah swt., karena Allah swt hanya menerima dengan baik
orang-orang yang bertakwa, menerima amal shaleh dan kepada-Nyalah naik ucapan-ucapan
yang baik sebagaimana firman-Nya, … kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik
dan amal yang shalih dinaikkan-Nya [1250] (QS Faathir [35]: 10).
• 2.Tidak akan masuk surga hingga unta masuk ke lubang jarum
• Dosa dusta itu menyebabkan mereka tidak akan masuk surga selama-lamanya, sebab mereka
telah tertolak dari rahmat Allah. Penggunaan redaksi hingga unta masuk ke lubang jarum
menunjukkan bahwa mereka mustahil masuk surga sebagaimana kemustahilan masuknya
unta ke lubang jarum. Ibnu Abbas ra berkata, Sesungguhnya Allah sangat bagus sekali dalam
membuat tasybih (penyamaan) dengan unta. Bahwa benang cocok untuk dimasukkan ke
dalam lubang jarum, sementara unta tidak tepat. (At Tafsir Al Munir, Dr Wahbah Az Zuhaili,
VIII/25).
• 3.Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut
(api neraka)
• Begitu bahayanya dusta, balasannya pun dahsyat, yaitu neraka. Keadaan mereka di neraka
pun sungguh sangat mengenaskan. Mereka mempunyai tikar tidur, tapi bukan terbuat dari
bahan polyester misalnya, melainkan terbuat dari api neraka, ditambah lagi di atas mereka
ada selimut (penutup) dari neraka. Maksudnya, mereka terkepung dalam api neraka sehingga
tidak pernah akan bisa lolos sebagaimana firman Allah, Sesungguhnya api itu ditutup rapat
atas mereka (QS Al-Humazah [108]: 8) dan firman-Nya, Dan Sesungguhnya Jahannam itu
benar-benar meliputi orang-orang yang kafir (QS At-Taubah [9]: 49). Lalu firman-Nya yang
lain, Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah mereka pun lapisan-
lapisan (dari api) (QS Az-Zumar [39]: 16).
9. Pertama: Dusta kepada Allah dan Rasul-Nya. Inilah dusta yang paling besar yang
dapat menjadikan kufur pelakunya sehingga berhak mendapatkan laknat dan
jauh dari rahmat Allah. Termasuk dalam jenis dusta ini adalah menghalalkan apa
yang diharamkan oleh Allah, mendustakan ayat-ayat Allah (seperti dalam ayat
di atas), mendustakan para rasul dan menuduh mereka bohong, dan
mendustakan hari kebangkitan dan hari pembalasan serta hal-hal yang gaib
yang sudah diterangkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah.
Kedua: Dusta kepada manusia. Dusta jenis ini termasuk dalam kategori dosa
besar dan termasuk sifat dan karakter orang munafik, sebab kejujuran keimanan
seseorang akan menjauhkan dari sifat tercela ini. Termasuk dalam jenis dusta ini
adalah memberikan kesaksian palsu, sumpah palsu, dusta dalam jual beli, dusta
dalam canda, dusta untuk merusak hubungan orang lain, termasuk hubungan
suami istri, menyebar informasi dusta seperti isu, gosip, dan lain-lain. Termasuk
dalam kategori ini dusta kepada anak kecil, sesuatu yang bagi sebagian orang
(juga orangtua terhadap anak) menjadi kebiasaan, bahkan melakukannya
tanpa beban. Padahal Nabi saw pernah mewanti-wanti dalam sabdanya,
Barangsiapa mengatakan kepada anak kecil: Kemarilah, ini saya kasih (sesuatu),
kemudian ternayata ia tidak memberinya sesuatu, maka hal ini merupakan
dusta (HR Ahmad dan dihasankan oleh Al-Albaani).
10. Ibnu Syihab az Zuhri, seorang tabi’in, berkata,
“Aku belum pernah mendengar adanya
dusta yang diperbolehkan kecuali
dalam tiga hal yaitu ketika perang,
untuk mendamaikan orang yang
berselisih dan ucapan suami untuk
menyenangkan istrinya atau
sebaliknya.”
(HR Muslim no : 6799).