Ringkasan dokumen tersebut adalah tentang standar profesi bidan dalam aspek hukum praktek bidan. Dokumen tersebut membahas tentang pengertian bidan, standar asuhan kebidanan, registrasi praktek bidan, kewenangan bidan di komunitas, dan aspek hukum perdata terkait tanggung jawab hukum bidan."
1. STARNDAR PROFESI BIDAN DI DALAM ASPEK HUKUM
PRAKTEK BIDAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
Kelompok IV
Ketua : Fitrisinta Tampubolon
Wakil Ketua : Liskemei Romauli
Anggota :
- Novia Adelina - Sariahma Sinaga
- Lesrika Mutiara - Pitria Tilopa
- Helmia Lubis - Jheny Tarigan
- Sara Dewi - Novrita
- Anastasya - Revina
- Susi - Lina Simbolon
- Nintan - Silvia Debora
AKADEMI KEBIDANAN DARMO MEDAN
T.A 2012/2013
2. KATA PENGANTAR
Puji serta syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga Tugas Kelompok berupa makalah ini
sebagai tugas mata kuliah dengan judul “STANDART PROFESI DIDALAM
ASPEK HUKUM PRAKTEK BIDAN” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun terutama dari dosen mata kuliah serta pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Penulis berharap semoga hasil dari penulisan makalah ini kelak dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Medan, Oktober 2012
Penulis
3. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di
dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita
terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan
posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang
sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, mendampingi, serta
menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
Sejak zaman pra sejarah, dalam naskah kuno sudah tercatat bidan dari
Mesir yang berani ambil resiko membela keselamatan bayi-bayi laki-laki bangsa
Yahudi yang diperintahkan oleh Firaun untuk di bunuh. Mereka sudah
menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam
membela orang-orang yang berada dalam posisi yang lemah, yang pada zaman
modern ini, kita sebut peran advokasi. Bidan sebagai pekerja profesional dalam
menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang
dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan serta kode etik yang
dimilikinya
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan
oleh pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang
membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di
bekali pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan
yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes
No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi
bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara
di wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan
kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan
efektif.
4. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan
Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia,
khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat
masyarakat.
Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa
kepercayaan yang lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan
lebih efektif apabila dapat diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan
dibutuhkan. Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional yang menjadi
bagian integral dari pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan
dapat pula digunakan untuk menentukan
1.2 Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup pembahasan yang akan dibahas yaitu mengenai Spek
hukum dalam praktek kebidanan
1.3 Tujuan dan Maksud Penulisan
1. Mahasiswa mampu mempelajari dan melaksanakan asuhan kebidanan pada
bayi lahir dengan trauma lahir.
2. Untuk mengingatkan kita kembali, untuk semaksimal mungkin melakukan
penatalaksanaan perioperatif pada obstuksi usus untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak
1.4 Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan merupakan cara untuk memperoleh kebenaran ilmu
pengetahuan atau pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya menggunakan
metode ilmiah, dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode studi
pustaka melalui referensi-referensi yang ada di perpustakaan kampus maupun
internet.
5. 1.5 Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Ruang Lingkup Masalah
1.3 Tujuan dan Maksud Penulisan
1.4 Metodologi Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bidan
2.2 Standar Asuhan Kebidanan
2.3 Registrasi Praktik Bidan
2.4 Kewenangan Bidan di Komunitas
2.5 Aspek Hukum Perdata memiliki 2 bentuk pertanggung jawaban hokum
Sanksi dari timbulnya gugatan adanya Wanprestasi maupun adanya
PMH, secara hukum perdata, dapat kita teliti pasal –pasal
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
6. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bidan
Dalam bahasa inggris, kata Midwife (Bidan) berarti “with
woman”(bersama wanita, mid = together, wife = a woman. Dalam bahasa
Perancis, sage femme (Bidan) berarti “ wanita bijaksana”,sedangkan dalam bahasa
latin, cum-mater (Bidan) bearti ”berkaitan dengan wanita”.
Menurut churchill, bidan adalah ” a health worker who may or may not formally
trained and is a physician, that delivers babies and provides associated maternal
care” (seorang petugas kesehatan yang terlatih secara formal ataupun tidak dan
bukan seorang dokter, yang membantu pelahiran bayi serta memberi perawatan
maternal terkait).
Definisi Bidan (ICM) : bidan adalah seorang yang telah menjalani
program pendidikan bidan yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah
berhasil menyelesaikan studi terkait serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar
dan atau memiliki izin formal untuk praktek bidan. Bidan merupakan salah satu
profesi tertua didunia sejak adanya peradaban umat manusia.
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan, yang
terakreditasi, memenuhi kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah
mendapat lisensi untuk praktek kebidanan. Yang diakui sebagai seorang
profesional yang bertanggungjawab, bermitra dengan perempuan dalam
memberikan dukungan, asuhan dan nasehat yang diperlukan selama kehamilan,
persalinan dan nifas, memfasilitasi kelahiran atas tanggung jawabnya sendiri serta
memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan anak.
KEPMENKES NOMOR 900/ MENKES/SK/ VII/2002 bab I pasal 1:
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan
bidan dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku
Menurut WHO bidan adalah seseorang yang telah diakui secara regular
dalam program pendidikan kebidanan sebagaimana yang telah diakui skala
7. yuridis, dimana ia ditempatkan dan telah menyelesaikan pendidikan kebidanan
dan memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan.
INTERNATIONAL CONFEDERATION of MIDWIFE bidan adalah
seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan bidan yang diakui oleh negara
serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk melaksanakan praktek
kebidanan di negara itu.
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan
oleh pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang
membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di
bekali pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan
yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes
No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi
bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di
wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan
kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan
efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan
Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia,
khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di
tingkatmasyarakat.
Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa
kepercayaan yang lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan
lebih efektif apabila dapat diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan
dibutuhkan. Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional yang menjadi
bagian integral dari pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan
dapat pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam
menjalankan praktek sehari-hari. Standar ini dapat juga digunakan sebagai dasar
untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan
kurikulum pendidikan serta dapat membantu dalam penentuan kebutuhan
operasional untuk penerapannya, misalnya kebutuhan pengorganisasian,
mekanisme, peralatan dan obat yang diperlukan serta ketrampilan bidan.
8. Kode etik merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal
dan eksternal dari suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif
suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan
pengabdian kepada profesinya baik yang berhubungan dengan klien, keluarga,
masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri.
Secara umum tujuan menciptakan suatu kode etik adalah untuk
menjunjung tinggi martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara
kesejahteraan para anggota, serta meningkatkan mutu profesi. Kode etik bidan
Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 yang disahkan dalam Kongres
Nasional Ikatan Bidan Indonesia X, petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan
disahkan dalam Kongres Nasional IBI XII pada tahun 1998.
Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab yang dapat dibedakan
menjadi tujuh bagian, yaitu :
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
a. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi
harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada
peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga
dan masyarakat.
d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan
klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
e. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
a. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien,
keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang
dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
9. b. Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan
kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan
konsultasi dan/atau rujukan.
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat
dan/atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan
atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.
3. Kewajiban bidan terhadap rekan sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
(2 butir)
a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk
menciptakan suasana kerja yang serasi.
b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati
baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
a. Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra
profesi dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan
memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
b. Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan
kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan
kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
a. Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan
tugas profesinya dengan baik
b. Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai
dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
c. Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2
butir)
a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya
10. dalam pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan
Kesehatan Keluarga
b. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan
pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan
pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan
keluarga.
7. Penutup (1 butir).
Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi
bidan, kode etik merupakan pedoman dalam tata cara keselarasan dalam
pelaksanaan pelayanan kebidanan profesional.
2.2 Standar Asuhan Kebidanan
Standar asuhan kebidanan sangat penting di dalam menentukan apakah
seorang bidan telah melanggar kewajibannya dalam menjalankan tugas
profesinya. Adapun standar asuhan kebidanan terdiri dari :
Standar I : Metode Asuhan
Merupakan asuhan kebidanan yang dilaksanakan dengan metode
manajemen kebidanan dengan tujuh langkah, yaitu : pengumpulan data, analisa
data, penentuan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Standar II : Pengkajian
Pengumpulan data mengenai status kesehatan klien yang dilakukan
secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat
dan dianalisis.
Standar III : Diagnosa Kebidanan
Diagnosa Kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas dan sistematis
mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien sesuai
dengan wewenang bidan berdasarkan analisa data yang telah
dikumpulkan.
Standar IV : Rencana Asuhan
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
11. Standar V : Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan
perkembangan keadaan klien dan dilanjutkan dengan evaluasi
keadaan klien.
Standar VI : Partisipasi klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/pertisipasi klien dan
keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan
kesehatan.
Standar VII : Pengawasan
Monitoring atau pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus
menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
Standar VIII : Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan secara terus menerus seiring
dengan tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari
rencana yang telah dirumuskan.
Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar
dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan.
2.3 Registrasi Praktik Bidan
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun intenasional
oleh International Confederation of Midwives (ICM). Dalam menjalankan
tugasnya, seorang bidan harus memiliki kualifiksi agar mendapatkan lisensi untuk
praktek .
Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia
layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan
pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya
masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang
bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan
secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti
perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi
semuanya harus sesuai dengan standar
12. Setelah bidan melaksanakan pelayanan dilapangan, untuk menjaga kualitas
dan keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai
dengan kewenangannya1. Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk
pengawasan dan pembinaan kepada bidan yang melaksanakan praktek perlu
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan Praktek
pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan,
yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya
dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna
jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan
bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan
sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat,
ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai
dengan standar1.
Dalam hal ini pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai registrasi
dan praktik bidan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 (Revisi dari Permenkes
No.572/MENKES/PER/VI/1996).
Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan
terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau
standar tampilan minimal yang ditetapkan. Bukti tertulis seorang bidan telah
mendapatkan kewenangan untuk menjalankan pelayanan asuhan kebidanan di
seluruh wilayah Indonesia disebut dengan Surat Izin Bidan (SIB), setelah bidan
dinyatakan memenuhi kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang
ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental bidan mampu melaksanakan praktek
profesinya.
Bidan yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh
SIB dengan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi dimana institusi pendidikan berada selambat-lambatnya satu bulan
setelah menerima ijazah bidan. Kelengkapan registrasi meliputi :
- Fotokopi ijazah bidan.
13. - Fotokopi transkrip nilai akademik.
- Surat keterangan sehat dari dokter.
- Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar.
Bidan yang menjalankan praktek pada sarana kesehatan atau dan
perorangan harus memiliki SIPB dengan mengajukan permohonan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, dengan melampirkan persyaratan
yang meliputi :
- Fotokopi SIB yang masih berlaku.
- Fotokopi ijazah bidan.
Surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai
pegawai negeri atau pegawai pada sarana kesehatan.
- Surat keterangan sehat dari dokter.
- Rekomendasi dari organisasi profesi.
- Pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar.
- SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat
diperbaharui kembali.
2.4 Kewenangan Bidan Di Komunitas
Bidan dalam menjalankan praktiknya di komunitas berwenang untuk
memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi 8 yaitu bidan memberikan
asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan
masyarakat sesuai dengan budaya setempat, yang meliputi :
1. Pengetahuan dasar
- Konsep dasar dan sasaran kebidanan komunitas.
- Masalah kebidanan komunitas.
- Pendekatan asuhan kebidanan komunitas pada keluarga, kelompok dan
masyarakat.
- Strategi pelayanan kebidanan komunitas.
- Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam
keluarga dan masyarakat.
- Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.
- Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak.
14. 2. Pengetahuan tambahan
- Kepemimpinan untuk semua (Kesuma)
- Pemasaran social
- Peran serta masyarakat
- Audit maternal perinatal
- Perilaku kesehatan masyarakat
- Program – program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan
anak (Safe Mother Hood dan Gerakan Sa g. Paradigma sehat tahun
2010.
3. Keterampilan dasar
- Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas laktasi, bayi, balita
dan KB di masyarakat.
- Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak.
- Melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes.
- Melaksanakan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat
untuk mendukung upaya kesehatan ibu dan anak.
- Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan.
- Melakukan pencatatan dan pelaporan
4. Keterampilan tambahan
- Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.
- Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.
- Mengelola dan memberikan obat – obatan sesuai dengan
kewenangannya.
- Menggunakan tehnologi tepat guna.
- Pengertian Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi
profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang
profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran,
keuangan, militer, dan teknik.
15. Bidan Sebagai Profesi
Sebagai anggota profesi, bidan mempunyai ciri khas yang khusus.
Sebagaii pelayan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan. Bidan mempunyai tugas yang sangat unik, yaitu:
- Selalu mengedepankan fungsi ibu sebagai pendidik bagi anak-anaknya.
- Memiliki kode etik dengan serangkaian pengetahuan ilmiah yang didapat
melalui proses pendidikan dan jenjang tertentu
- Keberadaan bidan diakui memiliki organisasi profesi yang bertugas
meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat,
- Anggotanya menerima jasa atas pelayanan yang dilakukan dengan tetap
memegang teguh kode etik profesi.
Perilaku Profesional Bidan
1. Bertindak sesuai keahliannya
2. Mempunyai moral yang tinggi
3. Bersifat jujur
4. Tidak melakukan coba-coba
5. Tidak memberikan janji yang berlebihan
6. Mengembangkan kemitraan
7. Terampil berkomunikasi
8. Mengenal batas kemampuan
9. Mengadvokasi pilihan ibu
2.5 Aspek Hukum Perdata memiliki 2 bentuk pertanggung jawaban hukum
yaitu :
1. Wanprestasi, yaitu pertanggungjawaban hukum atas kerugian yang
disebabkannya,hasil tidak sesuai
2. Perbuatan Melawan Hukum (PMH), yaitu pertanggungjawaban atas
kerugian yang disebabkan perbuatanya, sehingga menimbulkan
kerugian.baik moril atau materil bagi keluarga ps/ps;
Prinsip pertanggungjawaban dalam hukum perdata/BW :
1. Setiap tindakan yg menimbulkan kerugian atas diri orang lain berarti orang
yg melakukanya harus membayar kompensasi kerugian(pasal 1365 BW ).
16. 2. Seseorang harus bertanggungjawab tidak hanya karena kerugian yg
dilakukanya dengan sengaja , tetapi juga karena kelalaian atau kurang
berhati-hati(pasal 366BW) 3. Seseorang harus memberikan
pertanggungjawabaan tidak hanya karena kerugian atas tindakan
pelayanannya akan tetapi juga bertanggung jawab atas kelalaian orang lain
dibawah pengawasanya.(pasal 1367 KUHPerdata).
3. Tuntutan perdata pada dasarnya bertujuan utuk memperoleh kompensasi
atas kerugian yg diderita , oleh karena itu sebagai dasar dalam menuntut
seorang tenaga kesehatan termasuk bidan dalam menjalankan profesinya
adalah adanya wanprestasi atau adanya perbuatan melawan hukum, seperti
terurai diatas.
4. Dalam aspek hukum, wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seseorang
tidak memenuhi kewajibanya yang didasarkan adanya perikatan atau
perjannjian/kontrak kerja,
Secara Aspek hukum, contoh pekerjaan wanprestasi adalah :
1. tidak melakukan yang disanggupi akan dilakukan’
2. terlambat melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukan,
3. melaksanakan apa yang dilakukan , tetapi tidak sesuai dengan yang
dijanjikan,
4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Tehnik Gugatan Wanprestasi :
1. Pasien/keluarga pasien harus mempunyai bukti-bukti kerugian sebagai
akibat tidak dipenuhinya kewajiban seorang tenaga kesehatan terhadap
dirinya, sebagaimana yang telah dijanjikan.
2. Pasien/keluarga melaporkan ke lembaga/ organisasi tenaga kesehatan,
biasanya sampai disitu karena hakekatnya gugatan adalah ganti rugi
materi.
Perbuatan Melawan Hukum ( orechtmatige daad):
• Berbeda dengan tututan ganti rugi wanprestasi, tututan ganti rugi PMH
berdasarkan Tanggungjawab Perdata dapat diajukan berdasarkan pasal 1365
KUHPerdata, karena dalam PMH tidak harus ditemui adanya
17. perikatan/perjanjian, akan tetapi ada prinsip dasar yang dapat dijadikan
tuntutan adanya PMH tersebut yaitu :
– Ada perbuatan melawan hukum
– Ada kerugian
– Ada hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan kerugian
– Ada kesalahan
– Melanggar hak orang lain
– Bertentangan dengan kewajiban hukum diri sendiri
– Menyalahi pandangan etika yg umumnya diaanut (adat istiadat)
– Berlawanan dg sikap hati-hati yg seharusnya diindahkan.
– Jelas bertentangan dgn standar profesi bidan.
2.6 Sanksi dari timbulnya gugatan adanya Wanprestasi maupun adanya
PMH, secara hukum perdata, dapat kita teliti pasal –pasal berikut ini :
1. Pasal 1354 KUH Perdata:
“Jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu,
mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia
secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan
tersebut, hingga orang yang diwakili kepentinganya dapat mengerjakan sendiri
urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia
kuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas “
Contoh kasus seorang tenaga kesehatan memberikan pertolongan
pernafasan/Resusitasi pada ps, hrs dilakukan sp selesai jangan ditinggal begitu
saja. Atau sampai ps mampu untuk meneruskan atau keluarganya. Jika terjadi
“penanganan “ resusitasi ditinggalkan ,maka ia akan dituntut sesuai pasal 1354
KUHPerdata, kepengadilan.
2. Dalam UU No.8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Sebagai konsumen dalam pelayanan kesehatan, pasien dapat dikatagorikan
sebagai konsumen akhir, karena ps bukan produksi. Keadaan ini telah merubah
paradigma, yang mengatakan pelayanan kesehatan adlah sosial , sekarang beralih
kekomersial, dimana setiap tempat pelayanan kesehatan Rumah Sakit, Klinik, RB,
18. akhirnya pasien harus mengeluarkan biaya cukup tinggi dalam hak dan kewajiban
sebagai seorang pasien.
• Analog ini tertuang dalam UU Konsumen No.8/1999:
• Pasal 19 ayat (1): Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi
atas kerusakan, pencemaran, akibat mengkonsumsi barang atau/ jasa/
barang/obat yang diperdagangkan.
• Ganti rugi yg dimaksud dalam ayat (1) adalah dapat berupa pengembalian
uang/barang yang setara nilainya/perawatan kesehatan yang sesuai dg
ketentuan perundang-undangan.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi.
Pemberian ganti rugi kepada pasien , tetap dapat memberi peluang jika
pasien tidak puas dengan yang digantikannya, bahkan dapat meningkat dari
tuntutan perdata menjadi tuntutan pidana, seperti tercantum dalam pasal 19
ayat (4).
Hal-hal yang dapat merubah tuntutan:
Jika terbukti dalam pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur
kesalahan.
Atau tuntutan menjadi tidak berlaku, apabila pelaku usaha kesehatan dapat
membuktikan bahwa kesalahan ada pada konsumen atau ps.
PERUNDANG_UNDANGAN KESEHATAN
1. Ilmu Hukum, mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan
dengan hukum. Demikian luasnya masalah –masalah yang dicakup oleh ilmu
hukum, sehingga banyak pendapat yang mengatakan bahwa hukum batas-
batasnya tidak jelas, yang salah bisa benar, yang benar bisa salah. Seorang
Pakar hukum menyebut ilmu hukum adalah “ Jurisprudence”.
2. Karena luasnya Ilmu hukum, maka kita batasi dengan bidang kesehatan, apa-
apa yang menjadi daftar masalah/isu yang berkembang, sehingga ilmu hukum
masuk kedalam bidang kesehatan yang kita pelajari sekarang tentang Hukum
Kesehatan/Perundang-undangan kesehatan.
19. Daftar Masalah Aspek hukum kesehatan :
1. Mempelajari asas-asas hukum pokok
2. Mempelajari arti dan fungsi hukum dalam masyarakat
3. Mempelajari kepentingan apa yang dapat dilindungi untuk masyarakat oleh
peraturan hukum
4. Mempelajari apakah keadilan dimata hukum umum, bidang sosial, bidang
kesehatan
5. Mempelajari bagaimana sesungguhnya hukum kedudukan hukum itu dalam
masyarakat, bagaimana hubungan atas perikatan/perjanjian yang berkaitan
dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
6. Kepastian hukum, melalui perundang-undangan yang berlaku, menjadi tujuan
dari resiko pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Tatanan dalam konsep hukum
1. Kalau kita mendengar kata Tatanan , yang ada dalam pemahaman kita adalah
suatu keadaan dalam masyarakat , yang dapat menciptakan suasana,
hubungan, yang tetap, teratur, antara anggota masyarakat pada umumnya.
2. Termasuk dalam tatanan masyarakat adalah :
Kebiasaan, hukum, dan kesusilaan.
Kebiasaan adalah tatanan yang terdiri dari norma-norma yang dekat sekali
dengan kenyataan, yang normal/normatif. Normatif terkandung arti apa yang
harus kita lakukan.
Hukum; adalah peraturan-peraturan tertulis dan tidak tertulis, yang dibuat oleh
lembaga tertentu, dengan tujuan tercipta ketertiban, keadilan dalam masyarakat.
Menurut Fuller ada prinsip legal dari hukum yaitu :
1. suatu sistim hukum harus mengandung peraturan-peraturan.
2. Peraturan-peraturan yang di buat harus diumumkan
3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karena apabila yg
demikian itu tidak bisa dipakai dgn untuk menjadi pedoman tingkah laku.
4. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang harus mudah
dimengerti
5. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung peraturan yang bertentangan
satu sama lain
20. 6. Tidak boleh ada kebiasaan yang sering ingin mengubah peraturan-peraturan
yang berlaku
7. Harus ada kecoccokan dariperaturan dg pelaksanaan sehari2.
Kehadiran Hukum, dalam masyarakat dan tenaga kesehatan, dapat
melindungi keApeAntingan denAgan cara mengalokasikan suatu kekuasaan
kepadanya untuk bertindak dlm rangka kepentingan itu. Kekuasaan mengandung
arti hak seseorang, penguasaan adalah hubungan yang nyata antara seseorang
dengan sesuatu yang berada dalam kekeuasaanya, pada keadaan ini ia tidak perlu
legitimasi, karena sesuatu ada pada kekeuasaanya.
Ini berkaitan dengan tingkat kemampuan/kompetensi seorang tenaga
kesehatan, apabila dalam keadaan tertentu seorang bidan meninggalkan saat
pertolongan persalinan kepada asistenya, jika terjadi sesuatu atas tindakan yang
dilakukan asistenya maka, tanggungjawab resiko terdapat pada bidan tersebut,
karena ia meninggalkan waktu pertolongan persalinan padahal secara legitimasi
bahwa kewenangan untuk menolong persalinan tersebut ada pada nya.
Penguasaan kebijikan melekat pada bidan tersebut, sehingga apapun
alasanya tidak menutup kemungkinan bidan akan kena sanksi hukum, yaitu
dengan sengaja melalaikan pekerjaanya.
Hukum Tertulis dan Hukum Tidak Tertulis.
a. Hukum tertulis lebih dikenal dengan sebutan Perundang-undangan
b. Hukum tertulis lebih menjadi ciri dari hukum modern, lebih dapat diterima
dalam kehidupan modern masa kini, dimana kehidupan semakin kompleks,
serta masyarakat yang lebih tersusun secara organisatori, dan hubungan antar
manusia yang dinamis dan kompleks ini sudah tidak bisa lagi mengatur
dengan tradisi, kebiasaan, kepercayaan, tahayul, atau budaya semata.
c. Kelebihan hukum tertulis dibanding tidak tertulis adalah apa yang diatur
dengan mudah dapat diketahui orang/masyarakat
d. Pengetahuan tentang hukum mulai meningkat di masyarakat, dengan adanya
tulisan/cetakan perundang-undangan mulai UU Kesehatan, UU konsumen,
UU Praktik Kedokteran, UU Politik dsb.
e. Memungkinkan untuk merevisi UU yang sdh ada dgn yang baru.
21. f. Hukum sebagai pijakan keadilan dalam masyarakatMembicarakan hukum
adalah membicarakan antar hidup manusia, membicarakan antar hidup
manusia adalah membicarakan keadilan.
g. Sehingga kalau berbicara hukum kita akan berbicara keadilan
h. Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam masyarakat, dalam
pembukaan UUD 45 jelas tertuang bahwa keadilan adalah hak setiap warga
negara.
i. Agar keadilan dapat seiring dengan keteraturan dan ketaatan dalam dinamika
kehidupan dan seluruh bidang termasuk bidang kesehatan, maka perlu
kelengkapan dari beberapa step berikut yaitu :stabilitas, maka kehadiran
hukum sangat dituntut untuk dapat tercipta keadilan dan stabilitas kehidupan.
Tahap terbentuknya hukum tertulis: Pembuatan hukum atau pembuatan
Perundang-undangan dilakukan oleh lembaga yang membidangi dan juga
pendapat para ahli serta publik atau masyarakat dapat memberikan saran atau
masukan melalui instansi yang berwenang.
Bahan Hukum :
Bahan pembuatan hukum dimulai dari gagasan atau ide yang kemudian
diproses lebih lanjut sehingga pada akhirnya benar-benar menjadi bahan yang siap
dipakai untuk dijadikan sanksi hukum.
contoh: gagasan ini muncul dari masyarakat dalam bentuk ada
permasalahan pelayanan kesehatan yang harus diatur oleh hukum, misal
masyarakat menganggap belakangan ini telah ada tindakan-tindakan tenaga
kesehatan yang berakibat merugikan masyarakat.
Ciri-ciri Hukum Modern.
1. Mempunyai bentuk tertulis dalam bentuk Perundang-undangan
2. Hukum itu berlaku untuk seluruh wilayah negara, meskipun sampai kini
masih ada diskriminasi antar penduduk, antar kekuasaan dan antar bangsa
3. Hukum adalah sebagai instrumen yang dapat dipakai secara sadar untuk
mewujudkan keputusan-keputusan masyarakatnya.
Fungsi Hadirnya Hukum Kebidanan :
a. Adanya kebutuhan tenagakesehatan akan perlindungan hukum
b. Adanya kebutuhan pasien akan perlindungan hukum
22. c. Adanya pihak ketiga akan perlindungan hukum
d. Adanya kebutuhan dan kebebasan warga masyarakat untuk menentukan
kepentinganya serta identifikasi kewajiban dari pemerintah
e. Adanya kebutuhan akan keterarahan
f. Adanya kebutuhan tingkat kwalitas pelayanan kesehatan
g. Adanya kebutuhan akan pengendalian biaya kesehatan
h. Adanya kebutuhan pengaturan biaya jasa pelayanan kesehatan dan keahlian
Tujuan adanya Hukum Kebidanan
a. Dapat menyelesaikan sengketa yang timbul antara tenaga kesehatan terhadap
pasien atau keluarga pasien sebagai pihak ketiga, sebagaimana kita ketahui
akhir-akhir ini banyak tuduhan terhadap para tenakes dalam melaksanakan
profesinya, kadang hanya masalah sepele dapat diangkat kemeja hijau.
b. Dalam situasi seperti ini Hukum Kesehatan sangat diperlukan, sebagai acuan
bagi penyelesaian sengketa yang terjadi, lebih-lebih kita Negara Indonesia
mengaut asas Legalitas, karena sebagai Negara Hukum
c. Dapat menjaga ketertiban dalam masyarakat
d. Dapat membantu merekayasa masyarakat, dalam hal pandangan bahwa
sebenarnya tenakes juga adalah manusia biasa dan meluruskan pandangan
serta sikap bagi para tenakes yang kerap merasa kebal hukum, dan tidak dapat
disentuh pengadilan. Jaman ini tidak ada lagi.
PERUNDANG_UNDANGAN YANG MELANDASI BIDANG KEBIDANAN
a. Dalam upaya melaksanakan pelayanan kesehatan/kebidanan, perlu peran dari
masyarakat itu sendiri untuk dapat membantu terciptanya suatu masyarakat
yang memiliki kesadaran akan hukum, berkemauan untuk hidup sehat dan
kemampuan untuk dapat membantu agar terciptanya kondisi masyarakat yang
memiliki derajat kesehatan yang optimal, sejahtera.
b. Pemerintah dalam hal ini lebih berperan untuk memusatkan perhatian ,
pengawasan, , upaya pembinaan, , serta pengaturan, agar tercipta pemerataan
pelayanan kesehatan serta tercipta suatu kondisi yang serasi, seimbang , adil,
harmonis antara sesama pelayan kesehatan, sehingga tidak ragu dalam
melaksanakan profesi karena akan terlindung dari sanksi hukum.
23. AZAS-AZAS UU KEBIDANAN NOMOR.23 TAHUN 1992
Azaz perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
dimana dalam melaksanakan kegiatan kita tidak membeda-bedakan golongan,
kepentingan, agama dan bangsa
1. Azas manfaat, harus dapat memberikan manfaat yang sebenarnya sesuai
dengan tujuan kita menolong adalah ikhtiar, tidak untuk menipu atau
menggandakan tujuan bagi masyarakat
2. Azaz usaha bersama dan kekeluargaan
3. Azas adil dan merata
4. Azas perikemenusiaan dalam keseimbangan
5. Azas kepercayaan dan kemempuan diri sendiri, menguatkan potensi diri
maupun potensi nasional.
Syarat syah Pelayanan Kesehatan, sesuai UU. No 23 Tentang Kesehatan :
Setiap orang yang meminta pertolongan pada umunya berada dalam posisi
ketergantungan, artinya ada tujuan tertentu.
- Misal jika sakit datang ke tenakes
- Melakukan tuntutan hukum datang ke Advokat
- Membuat wasiat/surat tanah datang kenotaris
- Setiap orang yang meminta pertolongan pada seorang profesi kesehatan,
bersifat rahasia, termasuk hubungan antara pasien dengan tenakesnya
- Setiap orang yg menjalani profesi kesehatan bersifat rahasia,, bebas, dan
otonomi profesi.
- Sifat pekerjaan kesehatan bukan harga mati, tapi berupa ikhtiar, harus
melalukan yang terbaik, sesuai kompetensi, dapat dipertanggungjawabkan
baik secara hukum kesehatan.
LANDASAN HUKUM KEBIDANAN
a. Dari sudut pandang hukum perdata, hubungan antara health care provider dan
health care receiver , merupakan hubungan perikatan /kontraktual, diantara
kedua belah pihak, sehingga dari masing-masing pihak akan muncul antara
hak dan kewajiban.
b. Health care provider, wajib memberikan prestasinya dalam bentuk layanan
medik yang layak berdasarkan keilmuan yang telah teruji.Dalam rangka
24. memberikan pelayanan kesehatan wajib memperhatikan hak-hak lain dari
pasien, baik yang timbul dari perundang-undangan yang berlaku maupun dari
kebiasaan dan kepatutan.
Pasal 1 ayat (3) UU Kesehatan No.23/92, tenaga kesehatan adalah setiap
orang yang mengabdikan dirinya dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan atau ketrampilan melalui pendidikan yang untuk
Bidang tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan.
Yang termasuk Tenakes sesuai UU 23/92 dan PP 32/96 adalah :
a. Tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan
masyarakat, tenaga gizi, tenaga terapi fisik, tenaga teknis medis.
b. Pasal 53 UU 23/92, tentang hak-hak pasien, diantaranya adalah hak atas
informasi dan hak untuk mendapatkan persetujuan tindakan medik yang akan
dilakukan terhadapnya, persetujuan selanjutnya di sebut Informent concern.
c. Jika tindakan medik tanpa persetujuan, termasuk pelanggaran hukum,
berikutnya dapat digugat bahkan sampai pengadilan.
d. Pasal 1239 KUHPerdata, jika seseorang tidak dapat melakukan dan tidak
dapat memenuhi kewajibanya yang didasari adanya perjanjian (perikatan
antara tenakes dengan pasien, dan perikatan ini terikat dengan asas iktiar ),
jika tidak terpenuhi ini dianggap tindakan wanprestasi( ingkar janji) dan ini
termasuk perbuatan melawan hukum (PMH), apabila kemudian menimbulkan
kerugian baik materl maupun moril selanjutnya dapat digugat sebagai
tindakan malpraktek.
e. Pasal 1365 ayat (1) KUHP tiap perbuatan melawan hukum yang membawa
kerugian, maka wajib bertanggung jawab mengganti kerugian/timbulnya
gugutan.
f. Ayat (3), begitu pula jika kerugian pasien yang dilakukan oleh tenakes
dibawah pengawasanya, perawat, asisten bidan , bidan, dalam hal ini tenakes
yang memiliki kewenangan kompetensi yang bertanggung jawab.
Syarat syah suatu Kesepakatan/Perjanjian hukum :
Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah jika
terpenuhi hal –hal berikut ini :
- Adanya kesepakatan
25. - Adanya kecakapan, dewasa, tidak gila, tdk dalam pengampuan(anak-
anak), wanita dalam keadaan inpartu.
Legal, artinya yang tidak bertentangan dengan UU dan hukum, dengan
ketertiban umum, dengan publik/masyarakat, dan tidak bertentangan dengan
norma kesusilaan yag berlaku di masyarakat.
Jika tidak sesuai dengan kreteria di atas apalagi dengan norma-norma,
maka akan mengarah kepada penyimpangan prilaku, ada perbuatan yang tidak
sesuai, tidak menyenangkan, Undang-undang Nomor 13.Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan,
Pasal 81 ayat(1) , masa haid bagi wanita tidak wajib bekerja pada hari pertama
dan kedua.
ayat (2), pelaksanaan diatur dengan perjanjian
Pasal 82 ayat(1). Buruh wanita berhak dapat cuti 1,5 bulan sebelum melahirkan
dan 1,5 bulan sesudah melahirkan.
ayat (2) , yang mengalami keguguran berhak mendapat cuti 1,5 bulan
atau sesuai dengan surat sakit dari dokter.
Pasal 84 , setiap pekerja berhak mendapatkan upah/gaji yang sesuai atau dengan
kesepakatan,
KESEHATAN ( HEALTH )
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ), dulu batasan tentang keadaan
sehat hanya mencakup kondisi tidak sakit, tetapi sekarang telah mencakup
beberapa aspek.
b. Menurut UU Nomor 23/1992, ada 4 aspek yang termasuk kedalam kesehatan
yaitu :
- Fisik
- Mental
- Sosial * Ekonomi.
c. Kesehatan Menurut Teori BLUM ( 1974 ), bahwa kesehatan sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
- Lingkungan, lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi
- Perilaku, Pelayanan kesehatan dan keturunan/genetik.
26. HAK DAN KEWAJIBAN PROFESI
a. Setiap undang-undang selalu mengatur hak dan ewajiban, baik pemerintah
maupun warga masyarakatnya, demikian dalam UU 23/92 tentang kesehatan.
b. Hak dan kewajiban berdasarkan pasal 4 dan 5 UU kesehatan mengatakan
bahwa: setiap orang mempunyai hak yg sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yg optimal, setiap orang berkewajiban ikut serta dalam
pemeliharaan kes perorang, keluarga juga masyarakat.
ASPEK HUKUM DAN KETERKAITANNYA DG PRAKTEK BIDAN
a. Praktek bidan selain bertujuan menjalani profesi sebagai bidan, namun
senantiasa wajib merahasiakan keadaan penyakit klien yang ditangani, bukan
saja sebagai kewajiban moral akan tetapi melekat sebagai kewajiban hukum.
b. Perlu diketahui dan diingat bahwa klien yang datang ke praktek bidan , itu
karena ia sangat membutuhkan pertolongan, siapapun keadaan klien kita tidak
boleh meremehkan dan lupa akan norma kesusilaan yang berlaku pada saat
tersebut di masyarakat, atas dasar tersebut norma susila yang telah ada lebih
dikuatkan dengan undang-undang, yang mana apabila apa yang telah
dilakukan bidan diduga ada kesalahan atau mengakibatkan cacat , maka
terkena sanksi hukum baik perdata maupun pidana.
c. Di Indonesia telah dikeluarkan mengenai Peraturan Pemerintah, dan Undang-
undang Kesehatan.
d. Pasal 53 UU Kesehatan 1992, beserta penjelasanya menyatakan dengan tegas
bahwa rahasia pasien merupakan hak yang perlu dihormati, selain sanksi
moral tentunya ada sanksi hukum yang dapat diterapkan jika bidan melanggar
ketentuan yang berlaku.
e. Sanksi pidana pada pasal 322 KUHP, berbunyi :
f. “Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang ia wajib menyimpanya
oleh karena jabatan atau pekerjaanya, baik sekarang maupun dulu, dihukum
dg hukuman penjara selama-selamanya 6 bulan atau denda 600 jt rupiah”
SELAIN BIDAN , TENAKES LAIN YG HARUS MERAHASIAKAN PS :
1. Semua tenaga kesehatan
2. Semua mahasiswa pendidikan kesehatan
27. 3. Orang-orang yang ditetapkan oleh peraturan Menteri Kesehatan, misalnya
tata usaha pegawai laboratorium yang mengurus/pegawai rekam medik.
Bidan tidak terkena sanksi hukum dalam pembocoran kerahasiaan , jika
pasien telah memberi ijin kepada bidan , apabila suatu keadaan ada yang bertanya
tentang keadaanya.
Bukan merupakan informed concern, manakala bidan diluar ruang praktek
sedang membicarakan akibat pemerkosaan,abortus.
HAK- HAK KLIEN, PERSETUJUAN UNTUK BIDAN BERTINDAK
a. Perlu diketehui bahwa pasien/klien mempunyai hak untuk menyampaikan
persetujuan/ informed concern , terhadap setiap tindakan yang akan dilakukan
oleh bidan.
b. Secara hukum hak persetujuan tersebut, tertuang pada penjabaran dari hak
asasi manusia, dan dijamin oleh undang-undang kesehatan no. 23/92.
c. Akan tetapi dalam keadaan gawat darurat atau kritis, seorang yang berpacu
dengan nyawa, seorang tenaga kesehatan tidak ada waktu untuk menjelaskan
kepada keluarga klien, maka dibenarkan untuk melakukan sesuatu demi
keselaman yang mendasar dari klien tersebut.
KONTRASEPSI
a. Setiap tindakan medik, termasuk kontrasepsi, memerlukan persetujuan dalam
pelasanaanya.
b. Sebaiknya sebelum bidan menawarkan kontrasepsi kepada klien, dimintakan
dulu persetujuan dari suami klien , kecuali untuk kontrasepsi yang tidak
menetap/reversible seperti :
c. Pil, suntik, tissue, kondom, implant/susuk kontraseosi ini diperbolehkan tidak
ada persetujuan dari suami.
d. Sedangkan kontrasepsi yang tetap/irreversible, seperti IUD, Steril, MOP, harus
ada persetujuan kedua belah pihak.
e. Ingat selain persetujuan pasien, juga informasi yang benar, termasuk informasi
lain yang memungkinkan harus menjadi bagian wajib bidan kepada klien.
28. TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT BIDAN DALAM
PRAKTEK
a. Kurang kehati-hatian atau kesalahan dalam melaksanakan tindakan medik yang
terjadi, menunjukan adanya perilaku tenaga kesahatan yang tidak sesuai
dengan standar profesi yang telah di atur dalam perundang-undangan.
b. Kesalahan tersebut diatas dapat dianggap sebagai PMH( perbuatan melawan
hukum ), dan ini yang dapat dijadikan bahan gugatan oleh keluarga klien atau
pihak lain.
c. Syarat adanya dugaan kesalahan tindakan apabila :
- Ada kerugian
- Ada sebab akibat dari apa yang dilaksanakan
- Masih dalam hubungan perikatan antara bidan dan klien tsb.
TANGGUNG GUGAT
a. Dalam pasal 1367 ayat(3) KUHPerdata, seorang tenaga kesehatan harus
memberikan pertanggung jawaban tidak hanya atas kerugian ang ditimbulkan
dari tindakan diri sendiri , akan tetapi juga apabila terjadi kesalahan yang
dilakukan oleh bawahannya, atau perawat, bidan yang diberi delegasi,
melakukanya, sementara ia masih dibawah pengawasanya, dan apabila
keadaan tersebut dijadikan suatu gugatan maka selain bidan/tenaga kesehatan
yang pertama melakukan tindakan, kemudian ada perawat yang juga
melakukan perawatan, ini akan terkena sanksi hukum tangung renteng,
tanggung gugat.
b. Begitu juga apabila bidan mempunyai Klinik Bersalin, dimana sebagai
penanggung jawab adalah seorang dokter kandungan, akan tetapi ia tidak
sebagai dokter tetap,
STANDAR PRAKTEK BIDAN
a. Pengertian profesi memiliki arti sebagai ukuran, dan untuk profesi medik ,
bidan, dan profesi lain diluar medik misal, advokat, guru, jurnalis, hakim dan
jaksa juga memiliki status profesi, akan tetapi dalam hal profesi medik,
didalam pekerjaanya senantiasa bersinggungan dengan nyawa/jiwa manusia,
sehingga diperlukan kehati-hatian yang tinggi , dan bersifat mandiri,
meskipun memiliki kemandiririan tetap , teliti, penuh kehati-hatian dan harus
29. ingat perundang-undangan, yang kini sebagai payung hukum tenaga kesehatan
adalah hukum kesehatan.
b. Pasal 53 ayat(2) UU No.23/92 Tentang Kesehatan, menjelaskan bahwa
standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk
dalam menjalankan profesinya dengan baik dan benar.
PERATURAN PERUNDANG_UNDANGAN YG MELANDASI PRAKTIK
BIDAN
a. Peraturan perundang-undangan yang melandasi bidan , berupa hubungan
“keterikatan” antara klien dan bidan, secara hukum kesehatan keterikatan
adalah mengabdung pengertian hak dan kewajiban.
b. Tindakan bidan adalah sebagai subjek hukum, jika dilakukan berkaitan
dengan profesi bidan, apabila bukan menyandang profesi bidan maka tidak
termasuk perikatan secara hukum.
c. Perundang-undangan sbg landasan praktik bidan :
Kep. MenKes No.43/MenKes/SK/X/1983 tentang KODEKI, memuat
segala sesuatu tanggung jawab terhadap ketentuan profesi. UU.No.23 /1992
Tentang Kesehatan dan UUPK No.29/2004 Tentang Praktik Kedokteran, memuat
ketentuan perdata dan pidana.
PERMENKES TENTANG REGISTRASI
a. Seperti tercantum dalam UU. No 23/92 Tentang Kesehatan dan adanya
UUPK No29/2004 Tentang Praktik Kedokteran, ini menjadi bagian tanggung
jawab tenaga kesehatan, dan adalah kewajiban Bidan untuk melaksanakan
nya antara lain:
1. Mengikuti pendidikan dan pelatihan, ini tercantum dalam pasal 28 ayat (1)
dan pasal 52 e, yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga
lain yang terakreditasi.
2. Kewajiban mengurus STR dan SIB ( Surat izin Bidan ), dengan mengisi
formulir permohonan , diajukan ke kepala dinas kesehatan kesehatan
provinsi untuk diterbitkannya SIB.
SYARAT-SYARAT REGISTRASI
a. Memiliki ijasah
b. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
30. c. Memiliki surat keterangan fisik sehat dan mental sehat
d. Memiliki sertifikat kompetensi ( surat ini dikeluarkan oleh kolegium yang
bersangkutan )
e. Membuat pernyataan akan memenuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi
Masa berlaku surat tanda Registrasi adalah maksimal 5 tahun dan
kemudian di ulanh tiap 5 tahun berikut, pada saat membuat registrasi ulang ,
seorang bidan harus menyertakan surat sehat jasmani dan mental ( surat
keterangan tsb harus ditandatangi oleh dokter yang memiliki SIP ).
SURAT IZIN PRAKTIK BIDAN
a. Merupakan bukti tertulis yang wajib dimiliki oleh setiap tenaga kesehatan
yang berprofesi
b. yang berhak mengeluarkan adalah pejabat yang berwenang di Provinsi
dimana seseai tempat praktik bidan (SIPB )
c. Praktik bidan juga telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
No.900/MenKes/SK/VII/2002, yang merupakan revisi dari Permenkes
No.572/MenKes/per/VI/1996.
Dan dapat dikaji dalam melaksanakan praktik bidan sesuai :
- KepMenkes 900/MenKes/SK/VII/2002 tentang registrasi praktik bidan
standar pelayanan kebidanan
- UU Kesehatan 23/92
- PP 32/1996 Tentang otonomi Daerah, UU 13/2003 Ketenagakerjaan
- UU Aborsi, Adopsi, bayi tabung dan transplantasi.
MASA BAKTI DAN PERIZINAN
a. Masa bakti bidan dilaksanakan ssuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Perizinan Bidan :
- Harus memiliki SIB
- SIB berlaku selama 5 tahun dan harus diperbarui sesuai uji kompetensi,
- Apabila bidan menjadi pegawai tidak tetap dalam rangka menjalankan
masa bakti, maka tidak memerlukan SIB.
31. Sebaliknya bagi bidan lulus pendidikan dan merencanakan menjadi
pegawai tetap baik negeri atau swasta, wajib mengurus STR, SIPB dan
berkewajiban meningkatkan keilmuan dan/atau ketrampilanya melalui pendidikan
formal dan pelatihan.
BENTUK PELAYANAN PRAKTIK BIDAN
1. Pelayanan kebidanan , terhadap ibu dan anak
Pelayanan ibu: pada masa pranikah, prahamil,masa kehamilan, masa nifas,
masa menyusui dapat eksklusif sampai 6 bulan.
2. Untuk anak, masa baru lahir, masa bayi, masa balita dan masa prasekolah.
Pasal 17, dalam praktik bidan, perlu diwaspai apabila dalam keadaan
pelayanan kadang klien ingin langsung dengan pengobatan, akan tetapi
sebagai tenaga kesehatan profesional, sebaiknya pemberian obat-obatan dapat
diberikan oleh yang memiliki kewenangan ( dalam hal penulisan resep,
maupun pemberian obat, ada tenaga medis/dokter/dokter spesialis, ) kecuali
diwilayah tersebut tidak ada dokter.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
a. Organisasi profesi bidan, menetapkan kepada seluruh anggotanya untuk
mengumpulkan angka kredit selama pelayanan kebidanan, yang dikumpulkan
melalui pendidikan , kegiatan ilmiah, pengabdian kepada masyarakat.
b. Organisasi profesi berkewajiban membibing dan mendorong para anggotanya
untuk dapat mencapai jumlah anggka kredit yang telah ditentukan.( selama
praktek bidan wajib mentaati aturan perundang-undangan yg berlaku ).
c. Pimpinan sarana kesehatan wajib elaporkan bidan yang praktek maupun
sudah tidak praktek kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dengan surat
tembusan kepada ketua organisasi profesi setempat.
SANKSI HUKUM BAGI BIDAN
a. Sanksi Hukum Perdata :
- Berupa Wanprestasi ( pasal 1239 KUHP ), jika melakukan :
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan
- Terlambat melakukan apa yang dijanjikan
- Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sesuai hasil yang
dijanjikan, melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak boleh dilakukan oleh
32. bidan misal melakukan tindakan curretge pada kasus abortus (
kewenangan mutlak ada pada dokter spesialis ).
b. Contoh kasus atas gugatan wanprestasi :
Pada papan nama bidan, mencantumkan praktik dari jam 17 wib-19 wib, akan
tetapi setiap datang bidan tersebut jam 18 wib, ini pelanggaran krn tidak sesuai
dg apa yg dijanjikan.
Sanksi hukum Pidana atas PMH
1. Bentuk Perbuatan Melawan Hukum oleh bidan adalah :
Akibat asuhan kebidanan yang dilakukan menimbulkan cacat tubuh, luka
berat, adanya kerugian materi yang berlebih, timbul rasa sakit yang terus
menerus, sampai tidak dapat melakukan aktfitas klien sebagai ibu rt atau tidak
dapat bekerja, merusak kepercayaan dan keagamaan , bahkan sampai klien
meninggal dunia.
2. Dalam buku KUHPidana , pasal 183,184, hakim harus memiliki alat bukti
yang syah dari gugatan pidana dengan syarat bahwa alat bukti tersebut
terpenuhi : adanya keterangan saksi, keterangan ahli, surat yg dibuat menurut
ketentuan perundang-undangan oleh pejabat, untuk pembuktian dari suatu
keadaan, adanya petunjuk sesuai kebijakan hakim, keterangan terdakwa dapat
menerangkan akan Rekam medik ( sebagai alat bukti di persidangan ).
KETENTUAN PERALIHAN
1. Dengan telah terbitnya ketentuan Registrasi dan Surat izin Bidan , diatur
melalui Keputusan MenKes Nomor.900/MenKes/SK/VII/2002, maka
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 572/MenKes/VI/1996, tentang registrasi
dan praktek bidan sudah tidak berlaku lagi.
2. Surat Izin Bidan dan Surat Izin Praktik Bidan berlaku selama 5 tahun dan apabila
telah habis masa berlakunya dapat diperbaharui sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Pengambilan tindakan atas sanksi hukum terhadap bidan yang diduga telah
melakukan kesalahan ,baik suatu wanprestasi, maupun perbuatan melawan hukum,
dapat teguran lisan, tertulis, denda, maupun penjara sesuai ketentuan
perundangan yg berlaku.
33. KOMITE PENGAWASAN,PIMBINAAN KODE ETIK MEDIK
a. SULITNYA MEMBUKTIKAN ADANYA DUGAAN MALPRAKTIK:
Didalamnya melaksanakan pelayanan kesehatan, mulai diagnostik,
anamnestik,analitik sampai melakukan tindakan tertentu kepada klien, harus
melakukannya secara “LEGE ARTIS”.
Tindakan harus mengacu kepada prosedur operasional, yang telah ditetapkan
oleh ikatan profesinya. Niat seorang medik menolong klien ,adalah dengan
itikad baik, namun hasilnya terkadang tidak sesuai dengan persetujuan,
bahkan bisa terjadi cacat, sampai meningal dunia. Oleh pihak lain ini serin
dianggap adanya dugaan malpraktik,
padahal tenakes juga manusia. Dugaan dpt dibuktikan dg pengaduan keaparat
hukum.
ADA DUA TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP DUGAAN
MALPRAKTIK
1. Tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan profesional yaitu : KODEKI,
pengawasan dan pembinaan dilakukan oleh MPKETM (Majelis Pengawasan
Kode Etik Tenaga Medik )
2. Tanggung jawab hukum terhadap ketentuan-ketentuan hukum yg berlaku di
Indonesia, melalui bidang hukum Administrasi, Perdata,Pidana. Termasuk
tanggung jawab lain diluar hukum.
KUHP,pasal 359 .360, mengatakan unsur yg menyebabkan cacat,mati:
a. Adanya kelalaian
b. Adanya wujud perbuatan
c. Adanya luka berat,cacat
d. Adanya hubungan kausal antara kelalaian dg wujud perbt sp terjadi kematian
orang/klien.
TIGA PRINSIP UMUM DLM MELAKUKAN PROFESI TENAKES:
a. Kewenangan, ( Registrasi, SIB.SIPB)
b. Kemampuan Rata-rata (Bidan yang baru lulus beda dengan senior)
c. Ketelitian yang umum ( berkaitan dg knowledge, skill,profesional
attitude/prilaku baik).
34. Dalam rangka terselenggaranya praktik medik yang sesuai dg peraturan,
maka perlu pengawasan dilakukan oleh organisasi profesi keehatan,pembinaan
dilakukan oleh Konsil pusat bekerja sama dengan organisasi profesi di tempat
bertugas.
MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN PROFESI
a. Merupakan lembaga otonom dari KKI ( Konsil Kedokteran Indonesia).
b. Bersifat independen
c. Majelis kehormatan tingkat kab/kota dibentuk oleh KKI pusat &Prov
d. Keanggotaan majelis kehormatan tdd: satu orang ketua, satu orang wakil
ketua, satu orang sekretaris, keanggotaan harus ada dokter, dokter gigi, profesi
kesehatan lain, dan sarjana hukum kesehatan, sarjana hukum (diusakan 3
orang tiap disiplin)
e. Syarat menjadi anggota MKDP: warga negara ina,sehat,berkelakuan baik,usia
minimal 40 tahun maksimal 65 thn, pengalaman dibidangnya 10 tahun,
memiliki STR, tidak cacat hukum, dedikasi tinggi, jujur, dan baik.
f. Masa bakti 5 thn dan dapat diangkat 1 kali pemilihan MKDP.
KETUA MKDP dapat menerima Aduan:
a. Syarat pengaduan dugaan malpraktik harus memuat :
Identitas pengadu/penggugat, nama dan alamat praktik tergugat,dan waktu
kejadian,alasan pengaduan, Gugatan dapat juga dikirimkan ke polisi, untuk
menempuh jalur pengadilan dan ada proses hukum baik perdata, pidana.
b. Pengaduan ke MKDP dapat dilanjutkan kepada organisasi profesi, untuk
menjatuhkan keputusan :
Dapat dinyatakan tidak bersalah atau ada kesalahn etik sehingga terkena
sanksi Disiplin: peringatan tertulis, pencabutan SIPB, wajib mengikuti
pendidikan .
FUNGSI MKDP :
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
Melindungi masyarakat atas tindakan medik
Memberikan kepastian hu
35. BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Bidan adalah seorang yang telah menjalani program pendidikan bidan
yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi
terkait serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal
untuk praktek bidan.Sebagai anggota profesi, bidan mempunyai ciri khas
yangkhusus. Sebagai pelayan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan.
Kebidanan sebagai profesi merupakan komponen yang paling penting
dalam meningkatkan kesehatan perempuan.
3.2.Saran
Agar pemerintah terus berupaya mendukung profesi bidan dengan cara
meningkatkan kwalitas SDM bidan melalui penyediaan fasilitas pendidikan bagi
bidan.
Bagi organisasi diharapkan agar terus berupaya mengembangkan
pelayanan dan pengetahuan bagi semua bidan secara adil dan merata.
Bidan sebagai tenaga profesional diharapkan dapat berpartisipasi secara
aktif dalam organisasi dan mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai
dengan etika profesi
Dari ciri-ciri tsb dapat disimpulkan pelayanan kesehatan memberikan
pelayanan, dengan sifat ikhtiar, pasien/klien dengan penuh kepercayaan dan
keyakinan, pasrah akan penderitaanya. Dan itu adalah syarat mutlak untuk
memperoleh hasil yang terbaik. Jujur profesi medis penuh dengan resiko, dalam
berikhtiar dapat timbul kelalaian/kesalahan menimbulkan cacat, kerugian, bahkan
kematian. Resiko ini oleh orang-orang/pihak-pihak lain diartikan sebagai
kesalahan profesi dan tudingan adl: MALPRAKTIK.
36. DAFTAR PUSTAKA
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan
Pengembangan Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat. Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina
Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan
Anak (PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan
Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta