Makalah ini membahas pengaruh aspek budaya Karo dalam proses pernikahan, kehamilan, persalinan dan nifas. Proses pernikahan pada suku Karo meliputi lima tahap yaitu melamar, memberitahukan tanggal pesta pernikahan, pendidikan calon suami istri, upacara adat pernikahan, dan masa penyesuaian. Aspek budaya juga mempengaruhi proses kehamilan dan persalinan seperti pelarangan makanan dan aktivitas tertentu bagi i
1. MAKALAH ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
PENGARUH ASPEK BUDAYA KARO DALAM PROSES
PERNIKAHAN, KEHAMILAN DAN NIFAS
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
1. Lestari Adelina Sembiring
2. Lusia Lianta Br. Karo
3. Nova Pehulisa Munthe
AKADEMI KEBIDANAN DARMO MEDAN
T.A 2012/2013
2. KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh
karena kasih dan karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Aspek Budaya dalam Proses Perkawinan, Kehmilan, Persalinan dan Nifas
berdasarkan Suku ”.
Tentu kita semua tahu bahwa proses perkawinan, kehamilan, persalinan
dan nifas berdasarkan suku dan adat sangat penting bagi bidan. Oleh karena itu
makalah ini akan membahas mengenai aspek budaya yang berpengaruh terhadap
kehamilan, persalinan dan nifas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Ibu Candra
Juit Pasaribu, SST, yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis,
sehinga makalah ini dapat selesai. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua kalangan yang telah ikut serta dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa teknik pembuatan dan materi yang penulis
sajikan ini masih jauh dari kesempurnaam, masih banyak kekurangan dan perlu
perbaikan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih.
Medan, Desember 2012
Penulis
3. Daftar isi
Kata pengantar
Daftar isi
Bab I Pendahuluan
Bab II Permasalahan
3.1.Proses pernikahan pada Suku Karo
3.2.Pengaruh Aspek Budaya Terhadap Proses kehamilan
3.3.Pengaruh Aspek Budaya Terhadap Proses Persalinan
Bab IV Penutup
Saran
Daftar Pustaka
4. BAB I
PENDAHULUAN
Proses perkwinan, persalinan dan nifas merupakan masalah penting yang
dipelajari dalam ilmu kebidanan dan dipengaruhi oleh budaya. Kita ketahui bahwa
Indonesia memiliki banyak suku – suku dan budaya, diamana setiap suku ini
memiliki kebiasaan – kebiasaan tersendiri yang diterapkan dalam kehidupan
mereka sehari – hari. Khususnya dalam proses perkawinan, kehamilan, persalinan
dan nifas.
Pada prakteknya nantinya, bidan akan menemui klien – klien dengan
barbagai suku. Untuk itu, mehasiswi kebidanan perlu mengetahui keibasaan –
kebiasaan tersebut agar nantinya bidan dapat beradaptasi dengan lingkungannya
dan bekerja progfesional. Dalam hal ini, diumpamakan bidan bekerja di
lingkungan karo.
Tujuan penulisna makalah ini adalah untuk memberikan informasi dan
atau gambaran pengaruh kebudayaan terhadap proses perkwinan, kehamilan,
persalinan dan nifas disuku karo.
5. BAB II
PERMASALAHAN
Aspek budaya sangat berpengaruh terhadap proses perkawinan, kehamilan,
persalinan dan nifas. Pengaruhnya dapat bersifat positif atau negative untuk itu
permasalahan dalam masalah ini adalah bagaimana aspek budaya karo dalam
proses perkawinan, kehamilan, persalinan dan nifas pada suku karo.
6. BAB III
PERMASALAHAN
3.1. Proses Pernikahan Pada Suku Karo
“Kronologis Proses Pernikahan pada Suku Karo dan Pesta Adatnya”
Kita terlebih dahulu diajak kembali kira – kira 100 tahun yang lalu.
Kondisi kehidupan masyarakat Karo pada saat itu masih cukup sederhana dalam
segala aspek. Populasi penduduk belum ramai, perkampungan masih kecil, ada
dua atau tiga rumah adat waluh jabu ditambah beberapa rumah sederhana satu
dua. Kalau sudah ada sepuluh rumah adat baru dapat dikatakan perkampungan
tersebut ramai.
Sarana dan prasarana jalan belum ada, hanya jalan setapak yang
menghubungkan satu kampong dengan kampong yang lain. Kegiatan ekonomi
dan perputaran uang hanya baru sebagian kecil saja. Hanya pedagang yang
disebut dengan “Perlanja Sira” yang sekali datang untuk berdagagan secara barter
(barang tukar barang).
Pekerjaan yang dilakukan hanyalah kesawah dan keladang (kujuma
kerumah), ditambah mengembalakan ternak bagi pira dan mengayam tikar bagi
wanita. Pemerintahan yang ada hanya sebaatas pemerintahan desa. Kepercayaan
yang ada animisme, dinamisme yang disebut “Perbegu”. Alat dapur yang dipakai
sangat sederhana, periuk tanah sebagai alat memasak nasi dan lauk pauknya,
walau ada juga yang telah memasak dengan periuk gelang – gelang atau periuk
tembaga/besi, tempat air kuran.
7. Namun demikian kehidupan berjalan terusn menerus generasi
dilaksanakan dengan orang yang sudah dianggap dewasa berkeluarga, dikatakan
dewasa bagi seorang pria adalah ketika dia telah dapat membuat ukat, kuran atau
membuka lading, bagi wanita telah dapat menganyam tikar dan memasak nasi dan
lauk pauk.
Proses Pernikahan
Proses ataupun tahapan yang akan dilaksanakan bila ingin berkeluarga
pada pria dewasa dinamai “anak perana” dan wanita dewasa dinamai “singuda -
nguda”. Ada lima tahapan yang harus dijalankan yaitu :
Ngembah Belo Selambar (melamar si cewek)
Setelah dilakukan pembicaraan dengan yang baik antara kedua belah
pihgak, selanjutnya pihak pria mendatangi pihak keluarga si wanita bersama
sembuyak, senina dan anak berunya, demikian pula pihak wanita bersama
sembuyak, senina dan anak berunya telah bersiap menyambut kedatangan pihak
pria. Yang datang terbatas, cukup membawea satu atau dua ekor ayam untuk
dugulai dan beras secukupnya. Biasanya malam setelah selesai makan
dilaksanakan pembicaraan ataupun musyawarah (runggu) isinya hanya satu yaitu
meminta kesediaan dengan senang hati dari orang tua sI wanita dalam keinginan
anaknya menikah, tentunya ikut juga dukungan dari anak beru, bila sudah bersedia
dan dengan senang hari orang tua si wanita (kalimbubu) acara tersebut telah
selesai. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, keesokan harinya pihak si pria
beserta kedua calon pengantin dapat langsung pulang.
8. Nganting Manuk (memberitahukan kepada keluarga siwanita berapa
sinamot atau kapan pestanya)
Biasanya acara ini dilaksanakan pada saat pekerjaan tidak begitu sibuk,
padi telah di panen sekali. Pembicaraan ini harus dihadiri lebih lengkap dan lebih
penting. Singalo bere – bere harus dipanggil, lengkap sangkep ngeluh. Makanan
lebih banyak dibawa (boleh kambing atau babi), tidak lagi hanya ayam. Melihat
bentuk pertemuan dan kesanggupan dan kehormatan pihak yang datang.
Waktunya boleh malam hari atau pagi menjelang siang hari. Banyaknya yang
hadir kira – kira memenuhi rumah adat ataupun sekitar 2 – 3 kaleng beras untuk
dimasak. Dalam acara ini yang dibicarakan adalah mengenai pelaksanaan pesta
adat, kapan waktunya, berapa yang harus ditanggung
Proses Pendidikan
Proses ataupun tahapan yang akan dilaksanakan bila ingin berkeluarga
pada pria dewasa dinamai “Anak Perana” dan wanita dewasa dinamai (Singuda -
nguda). Ada lima tahapan yang harus dijalankan yaiut: