1. 2009
Edisi : 05 /Mei 2009
Lembaga Penelitian, Pendidikan dan
Penerbitan Yogya
3/2/2009
2. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Pengantar
PEREMPUAN PRT
DAN KEBIJAKAN NEGARA
enjelang pergantian pemimpin dan di luar negeri mampu menyumbang devisa bagi
M kabinet negeri ini, apa yang
diharapkan mengalami perubahan
lebih baik di tengah pertarungan politik
Indonesia.
Di lain hal, diakui memang PRT sangat
memperebutkan kursi kepresidenan? Isu yang dibutuhkan oleh para keluarga. Lihatlah jika
berkaitan dengan perempuan seperti, menjelang Hari Raya Idul Fitri, banyak orang
kesehatan reproduksi, masalah kematian ibu kesulitan melakukan pekerjaan rumahtangga
melahirkan, kekerasan dalam rumahtangga dan tanpa bantuan PRT.
masih banyak lagi yang perlu mendapat
perhatian. Namun, yang perlu menjadi perhatian,
seberapa besar perlindungan mereka? Siapa
Apakah agak berlebihan jika harapan untuk isu yang peduli ketika terjadi sejumlah kekerasan,
perempuan mendapat perhatian selain penindasan yang menimpa mereka. Mengingat
pertumbuhan ekonomi diharapkan lebih baik. hal tersebut, berkaitan dengan hari buruh
Memang “ikutan” dari perekonomian baik juga sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Mei lalu,
terbawa dengan lebih baik nasib perempuan. beberpa aktivis menggunakan momentum
Sehingga jika perekonomian lebih baik tersebut untuk terus memperjuangkan nasib
diharapkan perempuan juga dapat menikmati mereka.
hasil dari kelebihbaikan tadi. Apakah demikian?
Hal ini dilakukan mengingat perlindungan
Berkaitan dengan aspek perekonomian tadi, negara terhadap PRT ini masih rendah. Apalagi
bagaimana halnya dengan pekerja rumahtangga Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
(PRT) yang mayoritas perempuan. Sekilas, orang ketenagakerjaan juga mengecualikan pekerja
tidak terlalu peduli jika bicara PRT dan nilai rumahtangga dalam perlindungan hukum
ekonomi. Tapi, jika dirunut lebih jauh, peran karena mereka belum dikategorikan sebagai
PRT sangat besar terhadap keberlangsungan pekerja.
suatu keluarga bahkan suatu negara. Tidak
dapat dipungkiri, keberadaan PRT yang bekerja
Edisi: 05/Mei 2009
3. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Padahal di Indonesia PRT yang ada jumlahnya sekitar 2,5-3 juta orang. Mereka rentan mengalami kerja
paksa karena situasi kerja terisolasi di rumah. Mengapa kerja paksa? Koordinator Nasional Proyek
Pekerja Migran Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Albert Y Bonasahat menunjukkan laporan
tentang kerja paksa ini. (Koran Tempo, 20/05/09). ILO mendefinisikan kerja paksa sebagai segala
pekerjaan atau jasa yang diperas dari seseorang dengan ancaman akan suatu hukuman tertentu dan
orang tersebut tidak menawarkan dirinya untuk melakukan secara sukarela.
Dari studi yang dilakukan LSM Rumpun Gema Perempuan terhadap PRT atau pramuwisma, terdapat
indikasi situasi kerja paksa atas 81% responden. Dalam arti, mereka harus bekerja 11 jam atau lebih
dalam satu hari. Penelitian yang dilakukan tahun lalu ini juga ditemukan 93% dari responden diindikasi
mengalami kekerasan psikis, 42% mengalami kekerasan dan pelecehan seksual dan 68% mengalami
pelecehan mental. (Media Indonesia, 25/5/09)
Masih banyak lagi fakta yang dialami PRT, selain tidak mendapatkan gaji yang semestinya serta liburan,
PRT juga mengalami penyiksaan yang berujung pada kematian. Seperti kasus yang terjadi baru-baru,
Kartini, perempuan PRT asal Kendal Jawa Tengah ditemukan tewas di rumah majikannya di kawasan
Petaling Jaya, Selangor, Malaysia dengan sejumlah luka lebam di tubuhnya. (Kedaulatan Rakyat,
26/5/09)
Peristiwa kekerasan yang menimpa para PRT tersebut tidak hanya terjadi di luar negeri, Malaysia atau
Arab Saudi yang kerap diekspos media. Peristiwa atau kasus-kasus yang menimpa PRT juga banyak
terjadi di dalam negeri.
Mengapa para PRT sering mendapat perlakuan yang tidak manusiawi oleh para pengguna jasanya.
Banyak faktor yang melatarbelakangi persoalan itu. Dari pihak PRT-nya dapat disebabkan karena
keterbatasan keterampilan dalam mengatur pekerjaannya atau karena tidak ada bargaining position
dalam hubungan antara pekerja dan pengguna jasa/majikan.
Faktor terakhirlah yang kerap menimbulkan terjadinya kesewenangan terhadap PRT. Untuk itu, salah
satu lembaga yang peduli terhadap persoalan ini Rumpun Tjoet Nyak Dien terus melakukan
pemberdayaan bagi PRT serta juga usaha dalam mencari celah agar keberadaan PRT dapat diatur dalam
undang-undang, meski dalam Undang-undang ketenagakerjaan ini PRT mendapat pengecualian.
Dengan pengecualian inilah sebenarnya PRT ditolak hak-hak buruhnya. Dalam Amnesty International
Pebruari 2007, dijelaskan bahwa dengan meratifikasi ICESCR (International Covenant On Economic,
Social and Cultural Right) Indonesia berarti stuju diikat secara hokum oleh ketentuan-ketentuannya. Hal
ini membentuk bagian dari undang-undang domestik dan juga menyertakan kewajiban negara dalan
Edisi: 05/Mei 2009
4. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
kaitannya untuk menjamin kondisi kerja yang adanya ketidakadilan yang dialami perempuan.
layak. Seperti yang diabadikan dalam pasal 7 salah satu contoh Konvensi CEDAW (The
ICESCR dan standar-standar lainnya. Negara Convention on the Elimination of Discrimination
yang meratifikasi ICESCR harus menjamin, Against Women) atau Penghapusan Segala
khususnya; upah yang adil tanpa ada Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dan
perbedaan, terutama perempuan mendapatkan sejak tahun 1984 Indonesia telah meratifikasi
jaminan kondisi kerja yang paling tidak sama konvensi ini.
dialami kaum laki-laki, dengan pembayaran
yang sama untuk pekerjaan yang sama. Kondisi Berkaitan dengan itulah para aktivis yang peduli
kerja yang aman dan sehat. Istirahat dan terhadap persoalan ini seperti yang dimotori
pembatasan jam kerja yang masuk akal dan oleh Rumpun Tjoet Nyak Dien melakukan
liburan periodic. kegiatan semiloka dengan tema “Mau Kemana
(http://www.asiapacific.amnesty.org/) Gerakan PRT”? Sejumlah pemikiran yang
berupa poin-poin hasil lokakarya menjadi
PRT yang mayoritas berjenis kelamin rekomendasi. Salah satu rekomendasi dalam
perempuan ini memang sepatutnya masih terus komisi Advokasi yakni mendesakkan adanya
diperjuangkan. Isu atau peristiwa yang Undang-Undang PRT secara nasional.
menyakut mereka akan mencuat ke permukaan
apabila telah jatuh korban. Padahal pada masa Begitulah kira-kira analisis singkat yang perlu
Presiden RI pertama Soekarno, telah ada direnungkan. Hal lain yang perlu mendapat
Undang-Undang (UU) yang bernuasa keadilan perhatian lebih lanjut adalah isu kebencanaan.
gender. Undang-undang tersebut yaitu UU Dalam rubrik Media dan Kebencanaan, analisis
80/1958 yang menentukan prinsip pembayaran terhadap bencana jebolnya tanggul Situ Gintung
yang sama untuk pekerjaan yang sama. menjadi bagian laporan kali ini. Analisis tulisan
Perempuan dan laki-laki tidak dibedakan dalam tersebut mengupas bagaimana media melihat
sistem penggajian. Keluarnya UU ini merupakan persoalan itu dalam hal kesinambungan
salah satu contoh dari keberhasilan perjuangan pemberitaan.
kaum perempuan ketika itu. (Negara dan
Perempuan: 2005) Masih ada analisis lainnya yang menarik untuk
disimak, diantaranya analisis tentang kasus
Namun, perjuangan memang tidak hanya Antasari dalan rubrik Media dan Jurnalisme.
sampai disitu, berbagai konvensi dilakukan di Selamat membaca. (ismay)
tingkat internasional berharap menghapus
Edisi: 05/Mei 2009
5. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Sekilas Info
MENGHADIRI SEMILOKA PERLINDUNGAN PRT
B
ertepatan dengan hari buruh yang jatuh pada tanggal 1 Mei lalu, lembaga yang peduli terhadap
persoalan Pekerja Rumah Tangga (PRT), Rumpun Tjoet Njak Dien menggelar acara seminar
dan lokakarya (semiloka) di Hotel Matahari Yogyakarta, dengan tema “Mau kemana (Quo Vadis)
Gerakan PRT?
Acara berlangsung satu hari, setengah hari untuk seminar dan berikutnya lokakarya. Pada acara seminar
menghadirkan beberapa narasumber diantaranya, Juli E. Nugroho (Sekretaris Eksekutif Perhimpunan
Solidaritas Buruh), Budi Wahyuni (Aktivis perempuan dan Ketua PHD), Lusi Margiyani, dan Sri Martini.
Acara yang dihadiri anggota Lembaga Swadaya Masyarakat, perwakilan pemerintah, aktivis perempuan,
para buruh, PRT dan media tersebut mendiskusikan sejumlah persoalan yang berkaitan dengan gerakan
PRT ini.
Salah satu narasumber yang menyinggung persoalan ini adalah Budi Wahyuni yang mengatakan bahwa
Perda tentang PRT ini sangat penting agar ada hukum untuk melindungi keberadaan PRT di tengah
menjalankan pekerjaannya.
Hal senada juga dihasilkan dalam sesi lokakarya ini. Selain membahas masalah yang dihadapi PRT seperti
gaji rendah, tidak ada Tunjangan Hari Raya (THR), belum ada hari libur, belum ada jaminan kesehatan dan
sebagainya, juga terdapat rekomendasi strategis advokasi dengan mendesakkan adanya Undang-Undang
PRT. (ismay)
Edisi: 05/Mei 2009
6. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
SEMILOKA PERDAGANGAN ANAK
Tema yang diusung oleh anak ini memang tidak menjadi prioritas diangkat oleh media.
Yayasan SAMIN Jogjakarta Melihat definisi dari perdagangan anak yang memang sangat sulit
pada acara Semiloka, 5 Mei menguak permasalahan tersebut. Sehingga Yogyakarta bukannya
lalu yakni Standar tidak ada perdagangan anak, tapi jaringan yang dimiliki para agen
Perlindungan Anak Korban tersebut sangat rapi dan tertutup.
Perdagangan Anak berbasis
Perlu diketahui definisi dari perdagangan anak adalah rekruitmen,
Hak Asasi Manusia.
transportasi, pemindahan, menampung (menyembunyikan) atau
menerima anak untuk tujuan eksploitasi di dalam atau antar negara,
Acara yang berlangsung di yang mencakup tetapi tidak terbatas pada prostitusi anak,
aula KPID DIY tersebut pornografi anak dan bentuk lain dari eksploitasi seksual, pekerja
menghadirkan narasumber, anak, kerja paksa atau pelayanan perbudakan atau praktek lain yang
yang berasal dari Badan menyerupai perbudakan, penghambaan atau penjualan organ tubuh,
Pemberdayaan Perempuan penggunaan aktivitas terlarang/tidak sah dan keikutsertaan dalam
dan Masyarakat (BPPM) konflik bersenjata.
Prop. DIY, AJI Yogyakarta
dan Yayasan SAMIN. Mengingat definisi tersebut anak-anak yang berada di jalan, seperti
Semiloka ini dihadiri pengemis, anak-anak yang berjualan, yang menjadi pengamen tidak
termasuk dalam kategori ini.
sekitar 40 peserta seminar
yang terdiri dari kalangan
Namun tidak ada salahnya sosialisasi tentang perlindungan bagi
LSM/NGO, media massa, anak korban perdagangan anak ini perlu dilakukan, mengingat tidak
PSW, Dinas Sosial serta banyak masyarakat ataupun aparat yang tahu ataupun jeli untuk
lembaga pemerintah serta melihat persoalan ini.
masyarakat mitra Yayasan
SAMIN. Acara seminar yang dilanjutkan dengan lokakarya dengan peserta
lokakarya yang berjumlah 18 orang menghasilkan beberapa point
Hal yang menarik dari rencana tindak lanjut dalam menangani persoalan ini baik dalam
diskusi yang dilakukan upaya preventif maupun tindakan ketika terjadinya kasus
sangat singkat ini, ketika perdagangan. (ismay)
persoalan perdagangan
Edisi: 05/Mei 2009
7. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
SEJARAH DAN KEBIJAKAN PARIWISATA INDONESIA
ejarah pariwisata Indonesia selama ini adalah mendidik orang untuk melayani atau sebagai
S pelayan bukan dididik menjadi wisatawan. Sehingga kita tahu karakater masing-masing
wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia, tetapi kita tidak tahu karakter masing-
masing wisatawan yang berasal entah itu dari Padang, Madura atau wisatawan lokal khususnya,
karena kita tidak pernah didik menjadi wisatawan.
Itulah salah satu poin yang tercatat dalam seminar atau diskusi bulanan yang diselenggarakan
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta yang jatuh pada
tanggal 28 mei lalu. Diskusi kali ini bertema Pariwisata untuk Kesejahteraan: Meninjau Ulang
Kebijakan Pembangunan.
Sebagai Pembicara tunggal, Hendrie Adji Kusworo, Dosen Jurusan Ilmu Sosiatri, FISIP UGM dan
Ketua Dewan Peneliti pada Pusat Studi Pariwisata, Dosen pada Program Studi Kajian Pariwisata
Sekolah Pasca Sarjana, UGM banyak mengupas persoalan dunia pariwisata yang perlu mendapat
perhatian.
Selama ini menurut Adji, begitu biasa disapa, kebijakan pariwisata kita lebih menitikberatkan
pada aspek ekonomi, dengan indikator berapa jumlah tamu yang datang, berapa lama tinggal,
jumlah belanja total dan sebagainya. Aspek lain seperti sosial, kultural, psikologis dan bahkan
religius, seringkali diabaikan. Padahal aspek tersebut juga sangat penting sebagai tujuan akhir
dalam perolehan kemanfaatan dalam dunia pariwisata.
Hal yang menarik lainnya yang diungkap oleh pembicara kala itu yakni kalimat setiap orang
adalah insan pariwisata. Setiap orang pernah berwisata, tidak terkecuali orang yang tinggal di
kolong jembatan. Yang membedakan orang yang beruntung (kaya) dan tidak beruntung (miskin)
berwisata adalah modus dan cara mereka pergi dan tempat yang diminati.
Adji juga menyoroti tentang Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang pariwisata yang masih
perlu dilengkapi. Padahal Undang-Undang (UU) tersebut menggantikan UU tahun 1990 yang
dianggap perlu perbaikan mengingat banyak perkembangan di dunia pariwisata. (ismay)
Edisi: 05/Mei 2009
8. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
DISKUSI AIDS UP DATE DI LP3Y
J
umlah temuan kasus HIV/AIDS di Kota Yogyakarta dan
Provinsi DIY sampai dengan tahun 2009, ternyata tidak
sama. Menurut Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS
(KPA) Kota Yogyakarta, Sebastian Lumowah, sampai dengan
April 2009 jumlah orang yang terinfeksi HIV sebanyak 700 kasus
dan AIDS 244 kasus. Sementara itu, data di tingkat provinsi,
angkanya lebih kecil, yakni sampai dengan Maret 2009, DIY
diurutan ke 11 dengan angka kumulatif, AIDS 246 kasus dan Menurut Slamet Riyadi,
AIDS/IDU 120 kasus. persoalan data ini selalu
menjadi pertanyaan bersama.
Demikian persoalan tersebut mengemuka dalam diskusi bulanan Mengapa angkanya tidak
LP3Y pada Jumat 29 Mei 2009 dengan tema “AIDS Up Date, pernah sama. Jumlah untuk
menjelang ICAAP (International Congress on AIDS in Asia and the tingkat kota bisa lebih banyak
Pacific) IX”. Diskusi yang dihadiri aktivis peduli AIDS dan para dibanding dengan jumlah di
jurnalis itu, bertempat di aula LP3Y, berlangsung kurang lebih tingkat provinsi, yang
selama dua jam. mencakup lima daerah
tingkat dua.
Diskusi ini diselenggarakan untuk memperoleh gambaran penting Kongres Internasional AIDS
peran konvensi AIDS se-Asia Pasific terhadap epidemik HIV dan di Asia Pasifik, itu rencananya
AIDS di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Selain itu, juga akan diselenggarakan di Bali
mempertegas peran jurnalis sebagai salah satu stakeholders International Convention
penanggulangan epidemik HIV dan AIDS di Yogyakarta. Centre. Nusa Dua pada
tanggal 9-13 Agustus 2009
Bertindak sebagai pembicara pada diskusi itu adalah Slamet Riyadi mendatang. Kongres
Sabrawi, Penanggungjawab Media Center ICAAP9 dan Sebastian kesembilan kali ini bertema
Lumowah, Sekretaris KPA Kota DIY. “Pemberdayaan Masyarakat,
Penguatan Jaringan” (ismay)
Edisi: 05/Mei 2009
9. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Media dan Jurnalisme
BUKAN BERITA ISTIMEWA
PADA KASUS ANTASARI
Memasuki bulan Mei 2009, ada sebuah peristiwa yang banyak menyita perhatian masyarakat, dan
kemudian menjadi berita utama di berbagai media. Peristiwa itu menyentak di tengah hiruk pikuk
peristiwa politik. Berita tentang itu adalah ditetapkannya Antasari Azhar, sang Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia. Dengan penetapan dirinya sebagai tersangka oleh aparat
kepolisian, tentu saja konsekuensinya Antasari harus ditahan. Ia dimasukkan ke dalam sel tahanan polisi.
Apakah ini sebuah ironi karena seorang ketua KPK ditahan? Bergantung dari mana memandang fakta
tersebut. Sebab, dalam kasus ini, Antasari ditahan karena persoalan yang dialaminya tidak bersangkut
paut dalam kapasitas dirinya sebagai ketua KPK. Artinya, dia ditahan karena perbuatan dirinya sebagai
pribadi, tanpa atribut seseorang yang memegang kendali Komisi Pemberantasan Korupsi itu.
Dalam keterangannya kepada publik melalui pers, polisi mengatakan, Antasari ditahan karena terlibat
dalam kasus terbunuhnya seseorang bernama Nasrudin Zulkarnaen. Korban adalah direktur sebuah
perusahaan milik negara, PT. Putra Rajawali Banjaran.
Peristiwa terbunuhnya Nasrudin, terjadi pertengahan Maret lalu. Berita tentang hal itu, menempati
posisi utama di media sebagai berita peristiwa kriminal. Memang berdasarkan fakta bahwa telah terjadi
aksi kriminalitas yakni pembunuhan terhadap seseorang. Kebetulan orang yang dibunuh itu menduduki
posisi penting di sebuah badan usaha milik negara.
Dalam perkembangannya, seiring penyelidikan polisi, diketahui kemudian bahwa salah satu orang yang
diduga terlibat dalam peristiwa pembunuhan itu adalah Antasari. Maka, meledaklah berita tentang
ditangkap dan kemudian ditahannya Antasari yang selama ini memang sudah memiliki nilai
ketermukaan (prominence) di tengah kehidupan masyarakat. Sebagai seorang pemimpin lembaga yang
diberi mandat oleh negara untuk memberantas korupsi, peran dan tentu saja sosoknya cukup menonjol
Edisi: 05/Mei 2009
10. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
dalam realitas so-sial kehidupan masyarakat. Terlebih dengan ekspose media selama ini yang kadang
menempatkan dirinya sebagai seorang bak selebriti. Apalagi, memang, pada kenyataan-nya, kiprah
lembaga KPK selama dipimpin Antasari, nyata Maka, berlombalah suratkabar
menunjukkan kinerjanya. Beberapa anggota memberitakannya di halaman muka. Dengan
dewan yang kemudian diketahui telah ciri dan gaya (style) masing-masing, suratkabar
melakukan korupsi, harus ma-suk sel karena mewartakan peristiwa itu sebagai “jualan”.
perburuan KPK. Itu hanya sedikit contoh
tentang faktor ketermukaan sang ketua KPK Pada edisi Selasa, 5 Mei 2009, bisa dilihat
tadi di tengah kehidupan masyarakat. beberapa suratkabar yang menempatkan fakta
itu menjadi berita utama. (lihat Tabel I). Semua
Pertanyaannya adalah, seberapa penting dan hanya menonjolkan tentang ditahannya
seberapa bernilainya berita tentang ditahannya seorang bernama Antasari. Substansi persoalan,
Antasari itu? Apakah pemberitaan dilandasi misalnya mengapa dia ditahan, hanya
dengan penilaian bahwa peris-tiwa itu disinggung sedikit mengutip keterangan sumber
merupakan hal penting? Atau hanya sebagai otoritatif kepolisian yang antara lain
sebuah peristiwa menarik belaka karena mengemukakan, bahwa berdasarkan saksi-saksi
kebetulan person yang berada dalam peristiwa yang telah diperiksa polisi, terbukti Antasari
itu memiliki posisi populis di teng-ah diduga terlibat dalam pembunuhan Nasrudin.
masyarakat? Uraian di bawah ini akan mencoba Untuk itu, Antasari ditahan.
melihat persoalan tersebut.
Dengan menyebut pasal-pasal tertentu dalam
Produk media KUHP, yang sesuai dengan keterlibatan dan
peran dirinya, polisi bahkan menyatakan,
Antasari terancam hukuman mati. Semua itu
Menyikapi fakta dalam peristiwa tersebut,
dikutip oleh media. Maka, semua itu kemudian
media cetak dalam hal ini suratkabar, kemudian
muncul menjadi beberapa judul yang atraktif
menempatkannya menjadi headline, berita
dan menarik perhatian pembaca. Hampir semua
utama, di halaman muka. Tidak bisa tidak,
suratkabar yang dia-mati, memberi ruang untuk
memang. Sebab, dilihat dari sisi kelayakan
karya grafis guna menjelaskan kronologi
beritanya, peristiwa itu memang sudah
peristiwa yang me-nyeret keterlibatan Antasari
menduduki posisi di atas yang layak untuk
itu. Bahkan Koran Tempo menyajikan berita itu
diberitakan. Hampir semua unsur terpenuhi.
satu halam-an muka penuh, dengan visualisasi
Gabungan sifat fakta yang timbul pada
menggunakan blok warna hitam dan teks putih.
peristiwa itu adalah ketermukaan sekaligus ter-
Ilustrasi yang digunakan adalah karya grafis
jadinya pertentangan (conflict), kedekatan
yang mirip poster film The Godfather karya
(proximity), dan tentu saja aktual.
Francis Ford Coppola, dengan gambar Antasari
hanya berupa siluet, mengenakan jas lengkap.
Edisi: 05/Mei 2009
11. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Apakah dengan demikian tugas dan fungsi pers sudah selesai? Tentu saja belum. Sebab, setelah diamati, pada
kasus ini, masih terdapat beberapa hal yang memang tidak secara jelas diberikan kepada khalayak.
Pertama, sebagai produk jurnalisme, media tidak berhasil menjelaskan seberapa besar dampak sekaligus apa
makna yang terkandung dengan ditahannya Antasari itu bagi kehidupan publik. Sebab, berdasar hasil pengamatan
sekilas atas beberapa media, diperoleh kesimpulan bahwa pers masih terjebak pada upaya penonjolan sensasi
semata. Artinya, posisi Antasari dalam pemberitaan itu dipilih karena pers melihat kedudukannya, juga atributnya
sebagai seorang pejabat negara. Tidak pada substansi bagaimana sebenar-nya duduk persoalan peristiwa itu
terjadi. Seperti dituturkan polisi, Antasari ditahan ber-dasarkan keterangan tersangka lain yang sudah lebih dulu
ditangkap. Tapi, gugatan pertanyaan awam khalayak, misalnya sejauh mana keterlibatannya, seperti apa ,
bagaimana latar belakang, siapa saja mereka yang terlibat, seperti apa peran masing-masing pihak yang terlibat,
adakah sesuatu yang tersembunyi di balik keterangan aparat, tidak pernah muncul di media.
Kedua, dalam pemberitaannya, pers kemudian terkesan lebih menempatkan kasus ini menjadi sebuah sensasi yang
kental dengan sifat fakta yang menarik, tanpa memberi bobot makna apapun bagi publik, khalayak pembaca, pada
umumnya. Sifat fakta yang demikian ini hanya akan memenuhi nilai guna psikis dan tidak memiliki nilai guna sosial
sebagaimana sifat fakta yang penting. Mengapa? Karena, secara umum publik, atau khalayak luas tidak terlibat (dan
atau dilibatkan) di dalamnya. Masyarakat hanya berdiri di luar peristiwa itu sebagai penikmat realitas melalui
pemberitaan media. Mereka hanya sebagai penonton. Mereka tidak bersinggungan sama sekali dan tidak bakal kena
dampaknya, langsung maupun tidak langsung. Media, sebagai produk jurnalisme tidak memperlihatkan keterkaitan
fakta itu (jika ada) dengan kehidupan publik. Padahal, harus diakui, sampai saat ini media masih menjadi salah satu
acuan masyarakat untuk membantu mereka dalam memaknai realitas.
NO Media Judul Keterangan
1 KOMPAS KPK Tunggu Surat Polisi Foto + Grafis Kronologi
2 REPUBLIKA Antasari Ditahan Foto + Grafis
3 MEDIA INDONESIA Tersangka, Antasari Ditahan Foto – HL kedua
4 KORAN TEMPO Antasari Terancam Hukuman Mati HL – Satu halaman penuh
5 SOLOPOS Antasari Ditahan Foto + Grafis
6 SUARA MERDEKA Antasari Masul Sel Polda Foto + Grafis
KEDAULATAN RAKYAT Antasari Terancam Hukuman Mati Foto
Edisi: 05/Mei 2009
12. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Tidak sederhana
Lantas, realitas macam apa yang mesti disuguhkan kepada publik, jika bertumpu pada peristiwa
ditahannya Antasari Azhar itu? Jawabnya tentu tidak sesederhana menampilkan fakta itu secara telanjang.
Artinya, tidak sesederhana sebagaimana media hanya memberitakan bahwa ada seseorang bernama
Antasari, beratribut sebagai pejabat publik, kini ditahan polisi karena diduga dirinya terlibat dalam sebuah
pembunuhan.
Memang, pada perkembangan selanjutnya, media juga menampilkan follow up news atas fakta itu.
Misalnya mengungkap siapa saja yang berada di lingkaran bersama bersama Antasari, yang kemudian
oleh aparat disebut sebagai perancang peristiwa pem-bunuhan itu. Disebut juga tentang beberapa orang
yang ditetapkan sebagai tersangka, disebut sebagai operator lapangan. Namun, sejauh ini, laporan media
tentang hal itu seolah hanya lebih menekankan unsur dramatisasinya, bukan pada substansinya, pokok
persoalannya.
Jika demikian, bukankah peristiwa ini memang cukup saja dihargai sebagai sebuah peristiwa biasa,
sebagaimana kemudian muncul pada berita-berita kriminal lain yang bertebaran di media? Mengapa
sampai menyita perhatian media sehingga mesti ditempatkan menjadi head line? Memang, tak bisa
dimungkiri, peristiwa-peristiwa tentang sex, roman and crime, masih tetap menarik dan berada dalam
rangking yang tinggi untuk pemberitaan di media.
Pertanyaan demi pertanyaan muncul seiring dengan pencermatan atas produk media yang mewartakan
peristiwa itu. Tersebutlah tiga orang yang berperan dalam aksi pembunuhan. Ada seorang anggota polisi,
seorang pengusaha dan satu lagi adalah Antasari Azhar. Bahkan, dengan serta merta media memberi
predikat lain kepada Antasari yakni sebagai intelectual dadder, atau aktor intelektual dalam peristiwa itu.
Penyebutan itu mengutip mentah-mentah begitu saja keterangan pihak aparat kepolisian. Ada kesan pers
telah menghakimi atau paling tidak menggiring publik untuk mengha-kimi secara sepihak pada orang yang
masih dinyatakan sebagai tersangka.
Lebih jelas lagi bagaimana rangkaian peristiwa ini dimunculkam melalui pem-beritaan yang sarat dengan
unsur drama, adalah hadirnya nama seorang perempuan, yang dikaitkan dalam peristiwa ini. Kemudian
muncullah penjelasan tentang motivasi, bahwa pembunuhan itu terjadi karena dilatarbelakangi unsur
asmara.
Edisi: 05/Mei 2009
13. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Di sinilah masyarakat bisa sebuah fakta tentu bisa berada pada posisi yang penting.
melihat, betapa alur cerita – Di manakah membidiknya, jika kasus itu adalah peristiwa
menurut keterangan aparat dengan sifat fakta yang penting dan oleh karenanya
yang kemudian dikutip
bermanfaat bagi publik? Media bisa melakukannya dengan
media- dalam peristiwa ini
melakukan investigasi. Banyak kesempatan dan ruang yang
tidak lebih dari kisah fiksi
bak drama pada kisah
timbul pasca pemberitaan itu yang perlu digali melalui
sinetron. Itu artinya, sejauh investigasi.
ini media terjebak hanya
pada pemaparan sensasi Pembunuhan terhadap seseorang, sampai saat ini masih
ketika mewartakan terus terjadi dan diberitakan media bahkan nyaris setiap hari.
peristiwa itu. Lalu, apa bedanya peristiwa yang melibatkan Antasari ini
dengan peristiwa lain? Dipandang dari sisi kriminalnya, tentu
Dengan kegelisahan yang tidak berbeda. Berita ini adalah tentang peristiwa kriminal
terus dipelihara, mestinya
biasa. Hanya saja, kebetulan orang yang terlibat di sana
media bisa lebih jeli dalam
adalah sosok yang sudah dikenal luas oleh publik.
menyikapi dan menilai hal
ini. Bahwa betapa “murah-
nya” sebuah realitas dalam Sampai akhir bulan Mei 2009, polisi belum juga mampu
pemberitaan jika hanya menguak tabir peristiwa itu, bahkan terkesan kebingungan
meneropong tentang menanganinya.
drama perselingkuhan atau
cinta segitiga dan Maka seiring dengan semangat kebebasan pers sekarang,
semacamnya. Atau bisa semestinya peran pers dalam peristiwa ini mampu
saja khalayak menilai, memberikan bukti, bahwa kemerdekaan pers tidak saja bagi
mentang-mentang yang insan pers, tetapi juga ditujukan bagi masyarakat luas. Itu
terlibat di dalamnya adalah
berarti, tugas pers akan lebih berdampak dalam menyikapi
seorang pejabat publik
peristiwa ini jika menerapkan praktek jurnalisme investigatif.
yang punya peran besar
dalam upaya agar sistem Selama ini kecenderungan pers lebih pada melakukan
penyelenggaraan negara indepth reporting, pelaporan mendalam yang tidak
berjalan tertib, bersih dan mengorientasikan pers menjadi kegiatan membongkar
jujur, maka peristiwa itu kesalahan, aib. Arah kemendalaman reportase dialirkan
menduduki posisi sebagai kepada pencarian kelengkapan data dan keterangan yang
sajian berita utama. memberikan keluasan perspektif khalayak ketika mengenali
pelbagai kasus, skandal atau kejahatan (khususnya politik).
Semestinya, pers mampu Bukan ditujukan untuk langsung memformat penyidikan dari
mengupas lebih dalam dari
berbagai kemendalaman pelaporannya, kepada semacam
itu. Jika tidak sekadar kesimpulan gipotesis yang menyatakan “ siapa yang terlibat
dipan-dang sebagai sebuah
dan bertanggung jawab, dengan rangkaian bukti-bukti
peristiwa yang menarik,
faktanya” (Jurnalisme Investigasi: 2002)
Edisi: 05/Mei 2009
14. Jika mengorek lebih jauh dengan menerapkan investigasi, maka diharapkan publik bisa
mendapatkan manfaat lebih dibanding sekadar berhenti pada berita kriminal. Kaitan antara
aktor satu dengan aktor lain yang terlibat dalan peristiwa ini, peran masing-masing, latar
belakang, posisi di tengah publik, apa kepentingan mereka dan sebagainya, adalah sedikit dari
banyak hal yang bisa digali lebih dalam oleh media pers.
Dengan demikian yang dilakukan, pers diharapkan bisa memberitakan peristiwa ini lebih
lengkap, lebih jelas sekaligus bisa mengajak khalayak untuk terlibat di dalamnya. Dengan
mengembangkan jurnalisme investigatif, media dan juga khalayak tidak hanya bisa mengetahui
motivasi yang menggerakkan para pelaku dalam peristiwa itu, tapi lebih jauh lagi dari sana
adalah seberapa besar peristiwa itu mempengaruhi kehidupan orang banyak. Kesempatan
seperti inilah yang semestinya dilakukan pers dalam menguak fakta agar khalayak
mendapatkan informasi lengkap, dan tidak semata melaporkan keterangan berdasar kutipan
dari sumber-sumber apakah itu pengacara, polisi atau yang lain.
Dalam kasus ini, lubang-lubang yang menganga itu belum mampu ditambal oleh gugatan pers,
baik melalui pertanyaan yang berdaya atau penyelidikan yang jeli dan tentu saja cerdas, sampai
ke akar-akarnya. Sehingga, dengan demikian, khalayak akan mendapatkan sebuah laporan
lengkap, menyeluruh, bermakna dan tidak sepotong-sepotong berdasarkan penggalian para
awak media itu sendiri. (agoes widhartono)
Media dan Kebencanaan
15. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
MENYOAL KESINAMBUNGAN PEMBERITAAN BENCANA :
KASUS PEMBERITAAN BENCANA SITU GINTUNG
A
da semacam pola kecenderungan dalam pemberitaan bencana, yakni pemberitaan bencana
mirip dengan situasi bencana yang diberitakan. Seperti halnya bencana yang tiba-tiba
menyergap dan memicu histeria dan kesibukan masal, begitu pula pemberitaan tentang
bencana tersebut: media sibuk meliput dan memberitakannya; newsroom sibuk membuat penugasan,
membuat perencanaan liputan dan pengalokasian topik berita, menentukan angle tulisan, dan
sebagainya. Ketika pihak-pihak pemberi bantuan sibuk mengumpulkan dan menyalurkan bantuan,
begitu pula media: sibuk mengumpulkan fakta lalu menyalurkannya dalam bentuk berita.
Seiring waktu, histeria dan kesibukan terus berkurang hingga akhirnya yang tinggal adalah kenangan
dibarengi upaya untuk kembali ke situasi “normal”. Pemberitaan media juga tak jauh berbeda. Itu
terlihat dari intensitas dan kuantitas pemberitaan. Intensitas ditunjukkan dari kerapatan pemberitaan
berdasarkan waktu, sedangkan kuantitas diperlihatkan dengan jumlah item dan space (durasi untuk
media elektronik) yang disediakan. Jika pada beberapa hari sejak bencana terjadi intensitas
pemberitaan begitu tinggi yang ditandai dengan kemunculan berita dari hari ke hari tanpa jeda,
berangsur-angsur jarak kemunculan berita pun makin renggang (satuan waktu bisa berbeda antara
satu bencana dengan lainnya: pemberitaan bencana gempa Bantul 27 Mei 2006 berlangsung hingga
lebih dari setahun). Dari sisi kuantitas, terlihat penurunan jumlah item berita: dari semula bisa 3-5
berita dengan beragam format penyajian (straight news, news features, indepth reporting) terus
berkurang hingga satu dan akhirnya berita bencana itu hilang; kalaupun ada, berupa berita terselip
sebagai kronik.
Pola seperti itu terlihat pula pada pemberitaan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung di Cireundeu,
Tangerang, Banten, 27 Maret 2009. Bencana ini menewaskan sekitar 100 warga, sekitar 100 lagi
dinyatakan hilang, sekitar 300 keluarga kehilangan tempat tinggal hingga kemudian menjadi
pengungsi.
Untuk melihat pemberitaan media tentang bencana Situ Gintung dan akibatnya bagi pembaca
dilakukan pengamatan terhadap tujuh suratkabar, empat terbitan Jakarta dengan sirkulasi nasional,
tiga terbitan Jateng-DIY yang sirkulasinya lokal-regional. Ketujuh suratkabar tersebut yaitu Kompas,
Koran Tempo, Republika, Media Indonesia, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat dan Solopos.
Edisi: 05/Mei 2009
16. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Pengamatan dilakukan terhadap terbitan edisi mulai 28 Maret (sehari sejak bencana terjadi) hingga
30 April 2009. Total waktu sebulan empat hari atau 34 hari. Rentang waktu satu bulan dianggap relatif
memadai untuk bisa melihat dinamika pemberitaan bencana, setidak-tidaknya mencakup
pemberitaan tentang masa tanggap darurat (saat bencana) dan pascabencana pada tahap awal.
Dengan mengamati pemberitaan dari waktu ke waktu sepanjang kurun waktu ini diharapkan bisa
diperoleh jawaban apakah ada kesinambungan dalam eksposing masalah di seputar peristiwa
tersebut. Kesinambungan ini sedikitnya menyangkut penanganan korban dan persoalan di luar
penanganan korban bencana. Bagi khalayak pembaca kesinambungan pemberitaan penting artinya,
sebab mereka berharap mendapatkan informasi utuh yang bisa menjawab keingintahuan mereka
akan sebuah persoalan. Lebih lanjut, dengan informasi yang utuh publik atau khalayak pembaca bisa
terbantu dalam memahami sebuah realitas yang kelak bisa berguna bagi mereka sebagai
pembelajaran.
Tiba-tiba Nyaris Lenyap
Hasil pengamatan terhadap tujuh suratkabar menunjukkan terjadinya penurunan drastis dalam
intensitas dan kuantitas pemberitaan bencana Situ Gintung (lihat grafik). Bahkan, sejak pertengahan
minggu kedua (hari kesepuluh) berita bencana Situ Gintung tak terlihat lagi di tiga suratkabar terbitan
Jateng-DIY (Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka, Solopos).
Pada minggu pertama (28/3/09 – 3/4/09) ketujuh suratkabar menurunkan berita Situ Gintung dengan
total item 104 berita (straight news dan news features). Jumlah item di masing-masing suratkabar
bervariasi: Kompas (28 item), Koran Tempo (23), Media Indonesia (16), republika (12), Solopos (10),
Suara Merdeka (8), Kedaulatan Rakyat (7).
Pada minggu kedua (4/4/09-10/4/09) total berita langsung merosot menjadi hanya 27 item. Jumlah
terbanyak masih pada Kompas (10). Di urutan berikut Koran Tempo (6), Republika (4). Kedaulatan
Rakyat, Solopos, Media Indonesia masing-masing hanya 2 item dan Suara Merdeka 1 item. Suara
Merdeka, Kedaulatan Rakyat dan Solopos, sudah tidak menyajikan berita Situ Gintung lagi mulai hari
kesepuluh.
Jumlah item berita dari seluruh suratkabar hanya ada 5 item, di minggu keempat 6 item,
yang diamati terus merosot: di minggu ketiga dan di minggu kelima tinggal 2 item. Di minggu
Edisi: 05/Mei 2009
17. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
ketiga dan keempat hanya empat suratkabar media (jurnalis) dan space banyak
yang memberitakan (Kompas, republika, Koran dialokasikan untuk liputan Pemilu dengan
Tempo dan Media Indonesia). Dan di minggu berbagai aspeknya. Bagaimana pun juga tidak
kelima hanya satu suratkabar (Kompas) yang bisa dipungkiri peristiwa ini, terlebih lagi
memberitakan. Pemilu Legislatif (rakyat memilih langsung
calon anggota legislatif) merupakan kali
Adanya penurunan drastis pemberitaan pertama, memiliki daya tarik lebih kuat bagi
bencana Situ Gintung mulai pertengahan pembaca sehingga bagi media memiliki daya
minggu kedua kemungkinan besar karena dan nilai jual jauh lebih tinggi dari berita sosial
koinsidensi dengan peristiwa politik nasional, seperti halnya bencana Situ Gintung.
yaitu Pemilu Legislatif pada 9 April. Untuk
event ini bisa dikatakan alokasi sumberdaya
Grafik Pemberitaan Bencana Situ Gintung di 7 Suratkabar (Maret – April 2009)
minggu1 minggu2 minggu3 minggu4 minggu5
(28/3-3/4) (4/4-10/4) (11/4-17/4) (18/4-24/4) (25/4-30/4)
Minggu 1 = tujuh suratkabar memberitakan
Minggu 2 = tujuh suratkabar memberitakan
Minggu 3 = empat suratkabar memberitakan
Minggu 4 = empat suratkabar memberitakan
Minggu 5 = satu suratkabar memberitakan
Mulai tanggal 7 April (pertengahan minggu 2) SM, KR dan Solopos tidak memberitakan lagi
Masalah Ketaksinambungan
Edisi: 05/Mei 2009
18. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Adanya ketaksinambungan pemberitaan, terlebih lagi pada ketiga suratkabar Jateng-DIY,
menyebabkan khalayak pembaca mengalami keterputusan informasi, sedikitnya tentang tiga hal.
Pertama, menyangkut sejumlah persoalan di seputar bencana Situ Gintung yang di awal-awal sempat
mengemuka melalui pemberitaan. Kedua, penanganan dan nasib korban, khususnya yang menjadi
pengungsi karena mereka kehilangan tempat tinggal. Ketiga, rencana penanganan kawasan untuk
mengantisipasi kemungkinan bencana serupa di tempat sama maupun tempat lain.
Persoalan siapa yang seharusnya bertanggungjawab terhadap bencana jebolnya tanggul Situ Gintung
sempat mengemuka di semua suratkabar di minggu pertama. Saling lempar tanggungjawab antara
pemerintah pusat – pemerintah Tangerang – pemerintah Banten mewarnai pemberitaan suratkabar
yang saat itu juga masih mengabarkan kondisi pengungsi.
Akan tetapi, sampai akhir April publik tak mendapatkan jawaban tentang siapa yang seharusnya
bertanggungjawab atas bencana tersebut dan mengapa pihak tertentu yang harus bertanggungjawab.
Persoalan ini pun tak muncul di suratkabar yang masih memberi ruang bagi berita Situ Gintung hingga
akhir April. Apalagi di tiga suratkabar yang sejak pertengahan minggu kedua sudah tak lagi
memberitakan Situ Gintung.
Memang, secara implisit upaya mencari siapa pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas bencana
muncul melalui pemberitaan tentang diperiksanya pejabat Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Tangerang (bukan berarti dengan sendirinya instansi ini yang bisa dikatakan bertanggung jawab).
Berita ini diangkat Koran Tempo (4/4/09), Kedaulatan Rakyat (4/4/09), Suara Merdeka (4/4/09).
Sebelumnya, Solopos melaporkan Mabes Polri mengusut dana perawatan Situ Gintung (3/4/09), Polisi
menyelidiki jebolnya Situ Gintung (Koran Tempo, 2/4/09), menteri PU Djoko Kirmanto dilaporkan ke
polisi (Koran Tempo, 8/4/09). Namun, hasil dari pemeriksaan tersebut tak diketahui publik, sebab
ketujuh suratkabar tidak memberitakan perkembangan pemeriksaan maupun hasilnya. Dan belum
lagi hasil perkembangan pemeriksaan itu diketahui publik, tiba-tiba kepolisian menyatakan
menghentikan pengusutan dengan alasan tidak ada unsur kelalaian, padahal sejak awal media sudah
mengungkapkan bahwa kelalaian pengawasan menjadi faktor utama. Ini hanya diberitakan Media
Indonesia (15/4).
Ketaksinambungan pemberitaan tentang masalah tersebut yang sebelumnya sudah diangkat media,
tentu saja bisa dinilai menyimpangi amanah yang diberikan publik kepada media. Sebab sebagai
kepanjangan mata dan telinga publik, media atau jurnalis, diharapkan untuk bisa menjawab
pertanyaan-pertanyaan publik, tidak setengah-setengah: melemparkan sepotong fakta, kemudian
membiarkan publik atau khalayak pembaca menebak-tebak apa ujung dari fakta itu.
Edisi: 05/Mei 2009
19. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Publik juga tidak bisa mengikuti perkembangan penanganan korban bencana yang dilakukan
pemerintah. Benar, bahwa menurut laporan ketujuh suratkabar warga yang kehilangan rumah telah
diungsikan dan mendapat rumah semi permanen sebagai penampungan sementara. Artinya,
pengungsi tidak lagi tidur di barak, apalagi di tenda berbulan-bulan seperti korban gempa di Bantul-
DIY. Akan tetapi publik tidak mendapat informasi, apakah para pengungsi mendapatkan fasilitas yang
dibutuhkan (makanan, air bersih, sanitasi, pelayanan kesehatan, keamanan, pendampingan, trauma
healing) selama berada di penampungan sebagaimana diamanatkan Pasal 53 UU 24/2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Kalau mereka mendapatkan, bagaimana kualitas dari pelayanan tersebut
apakah memadai, tepat bentuk dan sasaran, dan sebagainya. Dari sana publik kemudian bisa melihat
dan menilai apakah pemerintah telah menjalankan kewajibannya memenuhi hak-hak warga,
khususnya korban bencana.
Publik atau khalayak pembaca yang paling tidak beruntung, karena tidak mendapatkan informasi
tentang perkembangan ini, tentu saja khalayak pembaca Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat dan
Solopos. Sebab, sejak pertengahan minggu kedua ketiga suratkabar itu tak lagi memberitakan Situ
Gintung. Karena umumnya pembaca hanya membaca satu suratkabar, maka begitu suratkabar yang
biasa dibaca atau dilangganinya tidak memberitakan, maka ia pun praktis kehilangan informasi.
Ada kemungkinan ketiga suratkabar Jateng-DIY ini tidak memberitakan Situ Gintung sejak
pertengahan minggu kedua, karena menganggap momentum peristiwanya sudah lewat (tidak lagi
aktual), kemudian melihatnya dari aspek kedekatan (proximity) yang kurang dengan khalayak
pembacanya. Kalau ini yang dijadikan dasar pertimbangan tentu saja yang dirugikan adalah, lagi-lagi
pembaca. Sebab, aktualitas masih tetap bisa dijaga melalui eksposing persoalan pascabencana.
Kemudian, dari aspek kedekatan tidak selalu harus secara fisik. Persoalan bencana dan pascabencana
bisa selalu dekat dengan kehidupan publik di Indonesia yang memang rawan bencana, apalagi bagi
sebagian warga Jateng (Klaten) dan Yogya-Bantul yang pernah mengalami bencana dan dinamika
pascabencana pada gempa 27 Mei 2006.
Berkaitan dengan upaya rehabilitasi dan pemulihan pascabencana Situ Gintung, pembaca pun tidak
mendapat gambaran utuh dari empat suratkabar yang masih memberitakan Situ Gintung hingga akhir
April. Pernah dilontarkan gagasan relokasi, namun kelanjutannya media tidak memberitakan. Salah
satu suratkabar memberitakan bahwa pemerintah telah membangun rusunawa (rumah susun sewa)
untuk 96 keluarga. Tidak ada penjelasan bagaimana dengan keluarga yang lain, mengingat yang
kehilangan tempat tinggal sekitar 300 keluarga. Kemudian, menyangkut rencana pemerintah
mengantisipasi risiko bencana di tempat yang sama dengan menata ulang kawasan situ, hanya satu dua
suratkabar yang memberitakan (Republika, 23/4/09 dan Koran Tempo 22/4/09). Ini berarti hanya
Edisi: 05/Mei 2009
20. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
pembaca kedua suratkabar itu yang mendapat informasi tentang rencana tersebut. Selain itu, publik pun
sesungguhnya tidak mendapat gambaran jelas seperti apa penataan ulang itu berikut berbagai
implikasinya.
Liputan Kebencanaan
Melihat pola dan kesinambungan pemberitaan dan akibatnya terhadap hak mendapat informasi
bagi publik terkait kebencanaan, sudah saatnya media tidak lagi melihat bencana hanya pada
satu fase, yaitu ketika bencana terjadi apalagi melihat fase itu dengan mengikuti logika
komersial (commodified).
Harus dipahami bahwa bencana selalu tidak pernah berdiri sendiri hanya pada saat bencana
terjadi. Fase kejadian selalu bertautan dengan situasi sebelum dan sesudah fase kejadian
berlangsung. Jika memakai terminologi penanggulangan bencana, ada tiga fase yang perlu
dicermati: pra bencana, tanggap darurat, pascabencana. Ketiga fase ini sesungguhnya
menyediakan bahan berlimpah dan berkesinambungan untuk liputan media, khususnya liputan
kebencanaan.
Dalam konteks Situ Gintung, agenda liputan pascabencana menjadi penting untuk dipikirkan.
Apa yang bisa dilakukan media? Setidak-tidaknya ada dua hal besar terkait kegiatan yang
harus dilakukan pada fase pascabencana dan ini bisa dipantau media, yaitu rehabilitasi dan
rekonstruksi.
Rehabilitasi kawasan bencana dilakukan melalui kegiatan: perbaikan lingkungan daerah
bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah
masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, pemulihan sosial ekonomi
budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan dan pemulihan
fungsi pelayanan publik. (Pasal 58 ayat 1 UU Penanggulangan Bencana). Adapun rekonstruksi
dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik meliputi: pembangunan kembali
prasarana dan sarana, pembangunan kembali sarana sosial masyarakat, pembangkitan
kembali kehidupan sosial budaya masyarakat, penerapan rancang bangun yang tepat dan
pengunaan peralatan yang lebih baik, partisipasi dan peran serta lembaga dan rganisasi
kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat; peningkatan konidisi sosial ekonomi dan
budaya, peningkatan fungsi pelayanan publik dan peningkatan pelayanan utama dalam
masyarakat. (Pasal 59).
Dengan agenda itu, media sekaligus bisa menjalankan fungsi kontrolnya pula. Apakah langkah-
langkah itu dijalankan dan negara menjalankan amanat undang-undang. Di sisi lain, media,
khususnya suratkabar, tak perlu khawatir akan kekurangan bahan dan isu liputan/berita
kebencanaan. (dedi h purwadi)
Edisi: 05/Mei 2009
21. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Spesial Info:
RADIO SADEWO 107,7 FM
RADIO KOMUNITAS WONOLELO
B
agi pelaksana harian siaran radio komunitas, kapan masa berlaku pulsa ponsel
akan habis, atau justru memperkirakan kapan pulsa habis, adalah tugas penting
yang harus diingat. Kalau tugas itu dilupakan, akan timbul masalah. Pendengar
tidak bisa melakukan kontak.
Itulah yang dialami para pelaksana harian siaran Radio Sadewo 107.7 FM, sebuah
radio komunitas Desa Wonolelo, Plered, Kabupaten
Bantul. Suatu saat, masa berlaku pulsa ponsel yang
nomornya sudah diketahui pendengar, habis. Itu
berarti, walau persediaan pulsa masih ada, tetap saja
nomor itu tidak bisa dihubungi. Begitu pula kalau
malah pulsa itu habis. Artinya, pendengar tidak bisa
mengirimkan sms untuk permintaan lagu,
menyampaikan komentar, atau bertanya.
Meskipun di antara penyiar yang bertugas saat itu ada yang memiliki ponsel dan bersedia
apabila nomor ponselnya dipakai sementara sehingga pendengar bisa melakukan kontak,
namun upaya darurat itu dipandang bukan cara penyelesaian yang tepat. Pasalnya, pendengar
harus mengingat nomor baru, lalu kembali lagi ke nomor lama kalau pulsa sudah ditambah.
Jalan keluar yang ditempuh adalah meminta pendengar bersabar, seraya segera menambah
pulsa.
Modal semangat
Radio Sadewo 107.7 FM, sebagai radio komunitas yang ditujukan bagi penduduk Kelurahan
Wonolelo yang tersebar di 8 desa, boleh dibilang lahir bermodalkan semangat. Ketika digagas
pertama kali, tidak ada warga yang mempunyai keahlian sebagai teknisi stasion radio, atau
berpengalaman sebagai penyiar radio. Belum ada peralatan, tempat, atau dana.
Edisi: 05/Mei 2009
22. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Selanjutnya, proposal ini diajukan ke
Bermodalkan semangat, apa yang belum berbagai pihak, lembaga swasta atau
ada akan diupayakan menjadi ada
instansi pemerintah, untuk memperoleh
manakala radio komunitas yang dicita-
dukungan dana. Bersamaan dengan itu,
citakan sudah berdiri. Posisi pengelola radio
komunitas sebagai suatu lembaga, begitu
pendirian radio komunitas ini dicatatkan
pula penyelenggara siaran, akan diisi oleh melalui Akta Notaris no. 2 tanggal 14-
warga sendiri. Peralatan, dana, serta 04-2008 di sebuah kantor notaris di
tempat stasion radio, akan diperoleh melalui Yogyakarta.
partisipasi warga.
Dukungan akhirnya diperoleh dari Plan
Setidaknya, semangat seperti itulah yang Indonesia, perwakilan sebuah lembaga
bisa dibaca dalam proposal pendirian radio swasta internasional yang
komunitas ini. Dalam proposal yang sama, berkecimpung di bidang pengembangan
tercantum pula latar belakang yang anak dan saat itu mempunyai wilayah
mengilhami pendiriannya.
kerja di Plered. Dari lembaga ini, Radio
Warga Desa Wonolelo bertempat tinggal di Sadewo menerima bantuan peralatan
lokasi yang berjauhan letaknya, sehingga elektronik yang cukup untuk
menyulitkan komunikasi antar warga. menyelenggarakan siaran radio dengan
Kenyataan tersebut menumbuhkan jangkauan sekitar 3 km, termasuk satu
gagasan sejumlah warga untuk mendirikan komputer.
radio komunitas. Melalui radio komunitas,
terbuka peluang bagi warga untuk Uji coba siaran segera dilakukan. Warga
berinteraksi tanpa terkendala oleh jarak. menyambut dengan antusias, terbukti
Selain itu, melalui radio komunitas, dari banyaknya saran atau kritik yang
informasi yang penting dan mendesak disampaikan baik melalui telepon
dapat cepat disampaikan. Warga juga bisa maupun sms. Dan setelah beberapa
memperoleh informasi untuk menambah
bulan uji coba, keberadaan Radio
pengetahuan, memperoleh hiburan, serta
Sadewo 107,7 FM diresmikan melalui
berpeluang berkreasi untuk menyalurkan
bakat melalui program acara radio
suatu perhelatan yang dihadiri pejabat
komunitas. pemerintah setempat, tokoh
masyarakat, serta warga.
Gagasan terus dikembangkan, lalu
dirumuskan dalam bentuk proposal,
yang dilengkapi dengan susunan
pengelola, rencana program mingguan,
serta dilampiri tanda tangan 228 warga.
Edisi: 05/Mei 2009
23. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Menara Bambu
Selama enam bulan lebih, siaran Radio Sadewo dipancarkan melalui menara pemancar
yang terbuat dari bambu. Menara pemancar setinggi sekitar 10 m ini, didirikan hanya
sekitar satu meter sebelah kiri di depan bangunan yang menjadi studio siaran Radio
Sadewo. Menara bambu tersebut diganti bulan Desember 2008, dengan menara
pemacar permanen yang terbuat dari kerangka besi setinggi 15 m.
Bangunan yang menjadi studio siaran berdinding bambu, gedhek, berukuran sekitar 8 x
4 m, menghadap ke selatan. Oleh pemiliknya, warga setempat, bangunan tersebut
diijinkan untuk digunakan sebagai studio siaran. Bangunan itu berdiri di sebidang tanah
persisi di pojok sebuah perempatan di Dusun Ploso, Desa Wonolelo. Dusun Ploso
sendiri terletak di daerah pebukitan, sekitar 1 km jaraknya dari pusat Desa Wonolelo
yang terletak di dataran yang lebih rendah.
Di seberang jalan, dipojok perempatan persisi dihadapan bangunan studio tersebut,
terletak rumah tinggal warga pemilik bangunan. Di pojok sebelah kanan perempatan,
terdapat sebuah masjid.
Bangunan studio tersebut terdiri atas dua ruangan. Ruang paling depan menjadi ruang
tamu dan sekaligus ruang perpustakaan. Memasuki ruangan ini, disebelah kiri terdapat
etalase kaca dengan kerangka aluminium berukuran sekitar 60 x 80 x 120 cm,
bertingkap tiga. Di dinding sebelah kiri, digantungkan sebuah rak kayu, juga memuat
buku bacaan untuk anak-anak. Lantai ruangan terbuat dari semen, dilapisi karpet tiruan
berwarna hijau. Di atas karpet itulah setiap pengunjung duduk, termasuk anak-anak
saat membaca buku.
Ruang depan dan ruang belakang yang menjadi kamar siaran dipisahkan sebidang
dinding bambu. Pada dinding ini dipasang sebidang kaca berukuran sekitar 90 x 90 cm.
Melalui kaca tersebut, seseorang bisa melihat ke dalam kamar siaran. Pintu masuk ke
kamar siaran berada di sebelah kanan, selalu tertutup rapat.
Edisi: 05/Mei 2009
24. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Kamar siaran berukuran 3 x 4 m. Sebagian dindingnya sudah dilapisi panel kedap
suara, demikian pula plafon ruangan itu. Sebagian lagi masih dibiarkan seperti semula,
dinding gedhek tanpa dilapisi apapun. Menurut salah satu pemuda yang sedang
bertugas menyelenggarakan siaran, suara mesin sepeda motor yang kebetulan
melintas tetap bisa mengganggu kualitas siaran.
Di sebelah kiri ruangan, terdapat dua meja, merapat ke
dinding. Di atas satu meja ditempatkan sebuah monitor
komputer, dengan CPU yang di letakkan di bawah
meja. Di samping komputer, terletak dua ponsel.
Nomor ponsel tersebut tertulis pada selembar kertas
yang ditempelkan pada dinding. Melalui ponsel
tersebut, pendengar bisa menyampaikan sms untuk
permintaan lagu, termasuk saran atau kritik.
Perangkat elektronik siaran radio, seperti mixer,
transmitter, ditempatkan pada meja lainnya. Dua corong
suara diletakkan di rak sebelah bawah meja.
Memasuki ruang tersebut, hawa panas langsung menyergap. Ada sebuah kipas kecil
yang terus berputar di samping mixer. Tetapi, kipas peninggalan seorang mahasiswa
KKN itu, hanya untuk mendinginkan mixer.
Di Warung Angkringan
Radio Sadewo mengudara setiap hari mulai pukul 15.30 hingga pukul 23.00. Ini berlaku
dari hari Senin hingga Sabtu. Sedang hari Minggu, siaran dimulai sejak pukul 08.00
pagi.
Kebanyakan pendengar adalah pemuda. Sebagian mereka mendengar siaran di rumah
masing-masing. Namun tidak sedikit yang mendengarkan siaran di warung angkringan
terdekat.
Edisi: 05/Mei 2009
25. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Warung angkringan menjadi pilihan, selain karena warung ini buka hingga siaran usai,
suasana di warung angkringan juga mendukung. Siaran bisa didengarkan sambil
menikmati sebungkus nasi kucing, atau sepotong gorengan, atau sambil meminum teh.
Dari warung angkringan itu pula mereka memilih
lagu lewat sms sambil mengirimkan pesan
kepada seseorang.
Program yang disukai adalah program lagu
pilihan pendengar. Program lagu populer
menempati urutan pertama, diikuti program lagu
nostalgia, program lagu campur sari,
dan program lagu mancanegara. Belakangan, program lagu nostalgia matisuri, karena
pengasuhnya pindah ke Lampung.
Orang dewasa lebih menyukai program siraman rohani yang diselenggarakan setiap
malam Selasa, mulai pukul 20.00 WIB selama satu jam. Siraman rohani ini berupa
siaran langsung ceramah seorang narasumber, dilanjutkan dengan tanya jawab.
Pertanyaan dikirimkan pendengar lewat sms.
Khusus untuk hari Minggu, diselenggarakan program siaran untuk anak-anak, yang
terus berlangsung hingga sekarang. Program siaran ini dimulai sekitar pukul 08.00 pagi.
Kehadiran anak-anak menyebabkan studio penuh sesak. Maklum, anak-anak datang
didampingi oleh ibu masing-masing. Anak-anak itu yang ikut siaran, masuk ke ruang
siaran. Didampingi petugas, ada yang menyanyi, membaca puisi, atau mengirim salam
kepada seseorang. Ibu anak tersebut menonton dari balik kaca. Sedang anak-anak
yang tidak ikut siaran, asyik membaca buku di ruang depan yang berfungsi ganda,
sebagai ruang tamu dan sekaligus ruang baca. Setiap kali acara anak-anak selesai,
buku-buku yang baru dibaca ditumpuk begitu saja, karena harus ditata ulang kembali.
Edisi: 05/Mei 2009
26. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Program siaran untuk anak-anak dengan permintaan ada program siaran
merupakan program yang khusus untuk anak-anak dengan fokus
diselenggarakan sesuai permintaan Pendidikan Anak Usia Dini, sesuai
Plan Indonesia. Lembaga ini bersedia dengan bidang kegiatan lembaga
membantu pendirian Radio Sadewo tersebut selama ini.
pemancar ternyata sangat menentukan,
Posisi Kurang Pas hal yang baru diketahui belakangan.
Mendirikan radio komunitas, apalagi Menara pemancar yang sekarang,
terus mengelolanya agar tetap berdiri permanen di halaman masjid
mengudara, ternyata tidak cukup yang berada di sebelah kanan studio.
mengandalkan semangat. Kenyataan Menara pemancar itu sebelumnya milik
itulah yang hendak disampaikan oleh Plan Indonesia digunakan sebagai
Misbah, salah satu pelaksana siaran, menara penerima sinyal internet,
melalui pengalaman tentang habisnya kemudian dihibahkan kepada Radio
masa berlaku pulsa ponsel Sadewo. Menara dibongkar dari tempat
sebagaimana dikemukakan pada awal semula, di bawa ke Ploso, lalu dipasang
tulisan ini. kembali di halaman masjid sebagai
menara pemancar siaran radio.
Banyak kejadian serupa menimbulkan
Untuk pembongkaran, pengangkutan,
persoalan, semata-mata karena
dan pemasangan kembali, biayanya
ketidaktahuan. Ambil contoh tentang
yang digunakan merupakan bantuan
menara pemancar. Ketika menara
dana dari LP3Y, yang saat itu bersama
pemancar masih menggunakan bambu,
11 LSM tergabung dalam konsorsium
siaran bisa ditangkap pendengar lebih
yang menangani program pemulihan
jelas. Berbeda dengan sekarang.
sosial-ekonomi daerah bencana gempa
Setelah menggunakan menara
di 5 Dusun yang salah satunya adalah
pemancar permanen, tidak semua
Wonolelo. Di studio radio milik LP3Y
pendengadapat menangkap siaran
tersebut, beberapa pemuda Wonolelo
sebaik sebelumnya. Posisi menara
pernah beberapa kali paktek siaran
radio.
Edisi: 05/Mei 2009
27. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Karena itu, walaupun posisi menara yang sekarang dinilai kurang pas, belum ada
rencana untuk memindahkannya ke tempat yang lebih pas. Meski dengan posisi
menara yang kurang pas itu menyebabkan pendengar tidak bisa menangkap siaran
dengan cukup baik, hal itu dilihat sebagai kenyataan yang harus diterima apa adanya.
Yang penting siaran bisa tetap berlangsung. Untuk memindahkan menara,
diperlukan.biaya. Dari mana dana untuk itu diperoleh, menjadi tanda tanya.
Dengan kata lain, kecuali keterbatasan keahlian dan pengalaman, masalah dana juga
menjadi persoalan.
Terkumpul Rp 7.000
Sejak semula, salah satu gagasan yang disepakati sebagai cara menghimpun dana
untuk biaya operasional adalah melalui iuran dari warga sebagai anggota radio
komunitas. Namun pada prakteknya, iuran ini belum bisa diandalkan.
Jumlah terbesar iuran yang pernah terkumpul saat berlangsung pertemuan antara
pengurus dan anggota, hanya Rp 7.000. Padahal, pertemuan semacam itu belum
dilenggarakan secara rutin. Dengan iuran yang terkumpul sebesar jumlah tersebut,
biaya operasional tak pelak lagi menjadi salah satu masalah yang dihadapi Radio
Sadewo
Menurut Misbah, biaya operasional per bulan sekitar Rp 100 ribu. Untuk membayar
rekening listrik rata-rata Rp 60 ribu, selebihnya untuk membeli pulsa ponsel (IM3 dan
fleksi) dan keperluan lain.
Selama ini, biaya operasional tertutupi berkat dukungan dana seorang warga yang
menjadi donatur tetap. Yang menjadi donatur tetap adalah Pak Untoro, pengusaha
meubel. Sebagai balas jasa, ditempuh kebijaksanaan menyiarkan iklan perusahaan
meubel donatur tersebut.
Upaya memperoleh dukungan dana untuk biaya operasional dari sumber lain bukan
tidak dilakukan. Sebagai contoh, perintaan bantuan dana sudah diajukan ke kelurahan.
Namun permintaan tersebut belum mendapat tanggapan. Hingga sekarang, belum
Edisi: 05/Mei 2009
28. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
terpikirkan jalan keluar mengatasi kendala dana tersebut, terutama jika suatu saat
dukungan dana dari donatur tetap itu berhenti.
Tinggal Tujuh
Peningkatan animo warga Wonolelo untuk mendengarkan siaran Radio Sadewo tidak
terlepas dari peran sekelompok mahasiswa yang saat itu menjalankan tugas KKN di
wilayah tersebut. Pasalnya, sewaktu para mahasiswa tersebut datang mengunjungi
warga, mereka sekaligus mensosialiasikan program siaran Radio Sadewo.
Bersama pemuda, mahasiswa KKN itu bahu-membahu menyelenggarakan siaran. Saat
itu menjelang bulan Ramadhan. Selama bulan ramadhan, mike (corong suara) di mesjid
disambungkan dengan studio, sehingga Radio Sadewo bisa siaran langsung, selama
acara taraweh berlangsung di masjid. Selama itu, respon pendengar termasuk tinggi.
Selain itu, mahasiswa KKN itu juga mengiming-imingi door prize berupa pulsa seharga
Rp 5000 agar warga mendengarkan program siaran tertentu. Yang mendapat hadiah
adalah pendengar yang memberi tanggapan terbaik, atau yang dapat menjawab
pertanyaan.
Setelah mahasiswa KKN pergi, pengelolaan siaran menjadi tanggung jawab warga,
terutama pemuda. Pada mulanya, cukup banyak pemuda yang aktif berperanserta
dalam penyelenggaraan siaran. Apalagi ada kesepakatan dari setiap desa ada satu
atau dua pemuda yang mewakili dusun masing-masing. Mereka cukup aktif ketika itu.
Belakangan satu demi satu tidak pernah muncul lagi.
Sekarang, menurut Misbah, tinggal 7 orang pelaksana siaran yang menjadi motor
penggerak sehingga radio ini tetap mengudara. Mereka bergantian menyelenggarakan
siaran, kadang-kadang harus bertugas hingga siaran usai. Pasalnya, pelaksana siaran
yang seharusnya bertugas, tidak kunjung datang. Kekosongan tenaga juga bisa terjadi
saat hujan datang pada sore atau malam hari.
Edisi: 05/Mei 2009
29. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
Akibat keterbatasan tenaga, pernah terjadi siaran sama sekali tidak berlangsung. Oleh
kesibukan masing-masing yang tidak dapat ditinggalkan, ada karena harus mengikuti
kuliah sedang yang lain harus menyelesaikan
pekerjaan, tidak ada satu pun yang bisa bertugas menyelenggarakan siaran. Namun
kejadian seperti itu tidak sering terjadi.
Jalan Masih Panjang
Dihitung sejak diresmikan, Radio Sadewo telah mengudara selama sembilan bulan.
Hingga kini, siaran tetap berlangsung walau ijin dari KPID (komite penyiaran daerah)
belum turun. Radio ini sudah menjadi anggota jaringan radio komunitas DIY (dengan
anggota 57 radio komunitas).
Dalam perjalanan selama sembilan bulan itu, masalah dana untuk biaya operasional,
keterbatasan tenaga dan sekaligus keterbatasan keahlian untuk penyelenggaraan
teknis siaran dan pengembangan program, memang disadari sebagai kendala.
Apalagi kendala yang muncul tidak hanya menyangkut hal yang disebutkan di atas,
walau ada hubungannya secara tidak langsung. Sebagai misal, suatu saat komputer
terserang virus. Komputer tidak bisa dioperasikan, sehingga siaran tidak berjalan.
Kendala ini baru bisa diatasi setelah meminta bantuan salah satu pemuda yang bukan
pelaksana siaran, tapi memiliki keahlian komputer. Sesudah itu komputer bisa
dioperasikan kembali, tapi sebagian besar koleksi lagu hilang, karena itu permintaan
pendengar tidak dapat dipenuhi. Lagu-lagu harus diinstal lagi. Contoh lain, dalam
pertemuan antara pengurus dan pengelola, diputuskan bahwa pengurus akan
merancang program baru. Program baru tersebut direncanakan akan
disiarkan pada tanggal yang disepakati. Pelaksana siaran menunggu rincian program
tersebut. Sampai hari yang ditentukan, rancangan program itu ternyata belum jadi juga.
Mau tak mau pelaksana siaran pada hari itu melakukan improvisasi, kembali ke
program semula.
Meski demikian, berbagai kendala tersebut tidak menyurutkan semangat para
pelaksana harian siaran Radio Sadewo. Ada hal yang membuat mereka tetap bertahan,
yakni kehadiran radio komunitas ini sudah mendapat tempat di hati masyarakat
setempat.
Edisi: 05/Mei 2009
30. LEMBAGA PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERBITAN YOGYA
sekitar perempatan jalan yang menjadi
Sampai sejauh ini, program siaran lagu halaman studio itu. Mereka tekun
pilihan pendengar, atau program siaran mendengarkan siaran itu hingga usai,
siraman rohani, masih mendapat sebab pelaksana siaran sudah
tanggapan baik dari warga. Itu mempersiapkan salon yang dipinjam
diketahui melalui sms yang diterima, dari salah satu warga.
suatu kali pernah mencapai angka 30
sms dalam satu hari. Tak hanya itu. Meski belum mempunyai
program siaran informasi, Radio
Begitu pula gairah anak-anak untuk Sadewo sudah dijadikan warga sebagai
hadir setiap hari Minggu pagi baik untuk tempat bertanya. Saat pemilu legislatif
ikut siaran langsung program anak-anak lalu, banyak warga mengirimkan
atau sekedar membaca buku. pertanyaan lewat sms untuk mengetahui
apakah nama mereka tercantum
Seperti anak-anak tersebut, warga juga
sebagai pemilih tetap. Agar dapat
sudah memandang stasion siaran Radio
menjawab pertanyaan itu, salinan Daftar
Sadewo sebagai salah satu pusat
Pemilih Tetap (DPT) diminta dari KPUD
kegiatan yang layak dikunjungi. Pada
Bantul. Nama warga yang tercantum
hari biasa, para pemuda datang hanya
dalam DPT tersebut kemudian
sekedar untuk bertemu. Pada hari lain,
disiarkan.
tidak hanya pemuda, juga sebagian
orang dewasa, datang beramai-ramai, Semua itu menjadi ukuran bagi
saat diselenggarakan siaran langsung pelaksana harian siaran Radio Sadewo,
dalam suatu program yang bahwa dengan segala keterbatasan,
menghadirkan pembicara untuk kehadiran Radio Sadewo masih penting
menyampaikan ceramah. Walau tidak dilanjutkan. Itu yang menjadi nafas bagi
bisa masuk ke ruang studio, mereka semangat mereka untuk tetap bertahan.
cukup puas berdiri berdesak-desak di
banyak hal bisa dibicarakan. Bertukar
Dan kalau pun mereka memberanikan pikiran, bertukar pengalaman, berbagi
diri menjadi tuan rumah bagi pertemuan informasi. Dari pertemuan semacam itu
57 anggota jaringan radio komunitas mungkin lahir gagasan apa saja
DIY pada akhir bulan Mei ini, peluang pengembangan masing-
keberanian itu lebih dilandasi kesadaran masing, sendiri atau bersama, suatu
bahwa lewat pertemuan dengan saat kelak. Mereka sadar, jalan masih
sesama pengelola radio komunitas, panjang.(rondang pasaribu)
Edisi: 05/Mei 2009
31. Penanggung Jawab :
Ashadi Siregar
Pemimpin Redaksi :
Slamet Riyadi Sabrawi
Redaksi :
Ismay Prihastuti, Dedi H. Purwadi, Agoes Widhartono, Rondang Pasaribu.
Sekretaris Redaksi :
W. Nurcahyo