SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  18
Télécharger pour lire hors ligne
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 208
IMPELEMENTASI PENDIDIKAN SUFISME
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Oleh: Muis Sad Iman
(Staf Pengajar FAI Universitas Muhammadiyah Magelang)
email: muis_sad_iman@yahoo.com
ABSTRACT: Problems of modern society are including the disintegration
of science, split personality, misuse of science and technology, silting faith,
materialistic relationship patterns, justifying any means, stress and
frustration. One way to overcome these problems is to develop a moral life
and Sufism. Moral is self ornaments that bring benefit to those who do. He
would like God and preferably human beings and other creatures. In it
turned out to provide optimal guidance inwardly can integrate the human
soul. And Mysticism or Sufism is a dimension of depth and confidentiality
(esoteric) in Islam as law rooted in the Quran and al-Sunnah. It became
the soul of the Islamic message as that of the body's heart hidden away
from the outside view. However it remains as most source of life, which
regulates the whole religious organism in Islam. Islamic education is a
means in the formation of character and Sufism.
Keywords: Islamic Education, the Human Soul, Sufism.
PENDAHULUAN
Tujuan pendidikan Islam menurut Rahman adalah untuk
kebahagian hidup di dunia dan di akhirat sesuai dengan ajaran al-Qur‟an.
Sikap umat Islam terhadap ilmu pengetahuan harus bersifat positif karena
ilmu pengetahuan itu tidak ada yang salah. Seandainya terjadi kesalahan
berarti yang salah itu adalah penggunanya. (Sutrisno, 2008 : 3). Dari sini
tampak bahwa yang membahagiakan dan yang dibahagiakan adalah
manusia. Namun tidak semua manusia mampu melakukan hal tersebut.
Hanya manusia yang menggunakan ilmu pengetahuannya dengan benar
saja yang dapat membahagiakan manusia lain dan memperolah
kebahagiaan dari manusia lain. Diantara unsur manusia adalah jiwa. Jiwa
manusia meliputi hati, ruh dan akal (Langgulung, 1992 : 270-273), maka
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 209
pendidikan Islam adalah membimbing jiwa manusia, dan
mengembangkannya sesuai petunjuk al-Qur‟an, agar jiwa tersebut
memperoleh kebahagiaan (Tafsir, 2004: 46).
Di abad pertengahan teologi pernah disebut the queen of the
science ilmu pengetahuan paling tinggi dan otoritatif. Semua hasil
penelitian rasional harus sesuai dengan teologi. Saat itu pandangan
keagamaan mendominasi pemikiran manusia. Jika ada perselisihan
pandangan maka pandangan keagamaan harus dimenangkan (Abdullah,
1996 : 43). Supermasi dan dominasi teologi di abad pertengahan lambat
laun surut, bersamaan dengan mekarnya empirisme. Studi empiris
terhadap agama mulai dikenalkan dalam studi comparative religions abad
19 (Abdullah, 1996: 44). Tumbuhnya studi-studi agama seperti
Comparative Religion, Religionwissenschaft, History of Religions,
Religious Studies, the Science of Religion, Phenomenology of Religions,
the Study of Religion, menyebabkan filsafat dan teologi dikesampingkan
(subordinate). Munculnya perbedaan antara studi agama kontemporer
dengan teologi dan filsafat adalah karena pengaruh empirisme dalam
filsafat dan teologi, yang berakibat kedua ilmu tersebut berubah menjadi
ilmu-ilmu kemanusiaan (Amin Abdullah, 1996 : 43). Dari situ muncul
disiplin-disiplin baru yang lebih empiris seperti sosiologi agama,
antropologi agama, sejarah agama, psikologi agama, fenomenologi
agama dan lain-lain (Azra, 2000: 14-15). Studi fenomenologi agama
misalnya, yang menggunakan pendekatan ilmu-ilmu kemanusiaan
menemukan “keimanan” universal pada penganut agama-agama baik
yang primitive maupun modern. Pencarian esensi keberagamaan menjadi
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 210
kajian para ilmuan agama. Rudolf Otto misalnya, menemukan sensus
nominous, Ninian Smart transcendental focu, Mercia Eliade essence of
religion, Class J. Bleeker eidos dan Joachim Wach ultimate reality.
Bersamaan munculnya pendekatan non-tradisional itu, teologi
punya asumsi dasar bahwa hanya agama tertentu saja yang benar.
Agama-agama lain dianggap tak benar. Tuntutan eksklusif-partikularis ini
oleh para pemerhati studi agama disebut truth claim. Sementara itu studi
empiris fenomena keberagamaan menemukan kenyataan yang sulit
dielakkan. Yakni adanya pluralitas keyakinan dan pedoman hidup
manusia. Akibatnya timbul hubungan tak serasi antara pendukung kedua
pendekatan tersebut dan itu berlangsung hingga sekarang. Itulah
hubungan antara teologi dan studi agama kontemporer. Begitupula
hubungan antara filsafat dengan teologi. Dalam Islam trauma polemic
(metafisika) antara al-Ghazali (1058-1111) dan Ibnu Sina (980-1037)
masih mencekam hingga kini. Padahal perkembangan filsafat pasca Ibnu
Rusyd (1126-1198) telah demikian pesat dan luas, tak lagi terbatas pada
filsafat Yunani yang jadi basis konstruksi filsafat Islam abad pertengahan
(Hoesin, 19961: 226; Al-Jabiri, 2000: 155). Akibat trauma sejarah tersebut
timbul kesan bahwa studi filsafat di perguruan tinggi Islam hanya
bertujuan mempelajari secara sekilas “sejarah filsafat”, bukan metodologi,
sistematika, dan substansi pemikirannya. Bahkan akhirnya filsafat
dipinggirkan dari percaturan wawasan akademik, karena filsafat dianggap
kurang kondusif terhadap teologi ortodoks. Dengan begitu substansi
filsafat yang kritis, analitis, dan dialektis menghilang dari Islam. Dunia
Islam hampir-hampir tak mengenal perbedaan antara tradisi pemikiran
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 211
filsafat tradisional, analitik, atau eksistensial. Fazlur Rahman menganggap
hilangnya tradisi filsafat baik secara akademik maupun popular dalam
Islam sebagai bunuh diri intelektual. Jika dalam dunia Kristen masih
dikenal natural theology (teology kodrati) yang berhubungan erat dengan
filsafat, maka dalam dunia Islam sulit mendapatkan khazanah intelektual
yang serupa dengan natural theology (teologi kodrati) (Abdullah, 1996: 44-
45).
Dalam merespon perkembangan ilmu dan teknologi modern, Ian
G Barbour mencatat bahwa biasanya para ilmuan (scientist) dan teolog
mencoba menghubungkan ilmu pengetahuan dan agama secara
langsung, sehingga terasa kurang matang dan tak mendalam. Baik saintis
maupun teolog, keduanya melupakan sumbangan filsafat dalam
menjelaskan duduk persoalan yang dibincangkan. Namun Barbaour
mencatat pula bahwa para filosof profesional seringkali tak punya
hubungan erat, baik dengan masyarakat beragama maupun ilmuan.
Sumbangan pemikiran mereka yang abstrak hanya sedikit menyinggung
apa yang dikerjakan para ilmuan dan teolog (Abdullah, 1996: 45).
Dari uraian di atas terdapat kesulitan-kesulitan instrinsict pada
ketiga jenis pendekatan agama, jika pendekatan ini berdiri sendiri,
terpisah antara satu dan lainnya. Perlu ada usaha rekonstruksi hubungan
dan kerjasama antara filsafat, teologi dan studi agama. Kerjasama antara
ketiga pendekatan tersebut, teologi, filsafat dan studi agama, merupakan
program riset yang potensial memberikan sumbangan berharga untuk
mengatasi tantangan kemanusiaan universal (Abdullah, 1996 : 53).
Globalisasi budaya berkaitan erat dengan masalah pluralisme keyakinan
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 212
dan pandangan hidup manusia sebagai warga bumi yang satu yang tak
dapat dipisahkan dalam enclave-enclave teologi yang saling menutup diri;
sementara itu globalisasi ilmu pengetahuan berkaitan erat dengan
masalah ekologi, pembangunan berkelanjutan, spiritualitas dan moralitas,
yang kini dibutuhkan manusia modern (Abdullah, 1996: 45).
PEMBAHASAN
1. Pendidikan Islam
Dalam pendidikan Islam dikenalkan konsep fitrah manusia.
Manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan, lahir di dunia dengan
membawa fitrah. Segala sifat karakter dan watak yang baik dan jiwa
tauhid yang ada dalam diri manusia, itulah fitrah manusia. Ketentuan Allah
Swt tentang manusia ini selamanya tetap, tidak akan berubah. Kemudian
satu anugrah lagi yang besar dari Allah Swt yang diberikan kepada
manusia yaitu akal fikiran. Karena akal fikiran inilah fitrah manusia dapat
terjaga namun juga dapat tercemar. Keselamatan hidup manusia
tergantung dari akal fikirannya. Hal ini karena akal fikiran itulah yang
menggerakkan perbuatan manusia. Dengan demikian pendidikan Islam
adalah mengembangkan akal fikiran manusia agar selalu berfikiran yang
baik sesuai dengan fitrahnya. Pendidikan Islam membantu manusia dalam
menjangkau kebaikan-kebaikan yang lebih banyak. Dengan menjaga
fikirannya, manusia telah menyelamatkan fitrahnya. Fikiran yang baik akan
menumbuhkan jiwa kemanusiaan dalam dirinya. Dengan demikian
pendidikan Islam berfungsi juga untuk mengembangkan jiwa kemanusiaan
yang ada dalam diri manusia. Jika dalam diri manusia telah terbentuk jiwa
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 213
kemanusiaan, maka dia akan selamat dan bahagia hidupnya serta akan
menyelamatkan dan membahagiakan manusia lain.
Salah satu upaya pendidikan Islam dalam mengembangkan akal
fikiran manusia dan membentuk jiwa kemanusiaan yang ada dalam diri
manusia adalah dengan mengembangkan ilmu tasawuf. Beberapa ajaran
tasawuf tersebut di atas dapat dikembangkan dalam pendidikan Islam. Hal
ini karena manusia sering kehilangan akal fikirannya dan jiwa
kemanusiaannya tatkala manusia terbuai oleh kehidupan dunia. Disinilah
pendidikan Islam berfungsi untuk membimbing kehidupan manusia. Islam
merupakan agama yang sesuai dengan akal fikiran manusia. Hanya Islam,
agama yang membentuk jiwa kemanusiaan. Islam adalah agama yang
sejalan dengan fitrah manusia. Segala sesuatu yang tidak sejalan dengan
akal fikiran manusia, dan segala sesuatu yang menjauhkan dari
pembentukan jiwa kemanusiaan, itu tidak sejalan dengan fitrah manusia
dan itu bukan dari Islam.
Pendidikan Islam membimbing manusia agar tidak berbuat dzalim
(terhadap diri sendiri dan orang lain), dan agar tidak didzalimi serta agar
tidak menjadi orang yang jahil. Gejala-gejala kejiwaan yang tampak
dalam tingkah laku manusia, dipelajari dalam ilmu jiwa. Melalui ilmu jiwa
dapat diketahui sifat-sifat psikologis yang dimiliki seseorang. Jiwa yang
bersih dari dosa dan maksiat serta dekat dengan Tuhan misalnya, akan
melahirkan perbuatan dan sikap yang tenang pula, sebaliknya jiwa yang
kotor dan jauh dari Tuhan akan melahirkan perbuatan yang jahat, sesat
dan menyesatkan orang lain (Nata, 2000: 33).
2. Tasawuf Falsafi
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 214
Perenungan ketuhanan kelompok studi agama dapat dikatakan
sebagai reaksi terhadap corak pemikiran teologis pada masa itu. Apabila
konsep-konsep teologis-rasionalis menyebabkan posisi Tuhan sebagai
sesuatu keniskalaan yang logis tetapi kosong tanpa isi maka mutakallimin
tradisional menjadikan Tuhan sebagai penguasa yang absolute yang
berbuat “sewenang-wenang”. Di pihak lain para filosof dengan tujuan
menjembatani agama dengan filsafat, terpaksa mempreteli sebagian dari
sifat-sifat Tuhan sehingga Tuhan tidak punya kreativitas lagi, maka kaum
sufi tampil dengan konsepsinya pula. Dengan memperhatikan
perkembangan tasawuf serta tipologinya, secara global dapat
diformasikan adanya tiga konsepsi tentang Tuhan, yaitu : konsepsi etikal,
konsepsi estetikal dan konsepsi union mistikal. Konsep etikal tentang
Tuhan berkembang di kalangan zuhhad atau asketik sebagai embrio
sufisme. Pandangan mereka tentang Tuhan tidak hanya terbatas seperti
pendapat mutakallimin, tetapi lebih dari itu. Menurut mereka zat Tuhan
adalah sumber dari segala keindahan dan kesempurnaan, juga diyakini
bahwa Tuhan adalah sumber kekuatan, daya-iradat yang mutlak. Tuhan
adalah pencipta tertinggi, pengatur segala kejadian dan asal segala yang
ada. Oleh karena keyakinan yang demikian, maka perasaan takut kepada
Tuhan lebih mempengaruhi mereka dibandingkan rasa pengharapan.
Disebabkan kuatnya rasa takut kepada murka Tuhan, maka seluruh
pengabdian yang mereka lakukan bertujuan demi keselamatan diri dari
siksaanNya. Dorongan-dorongan yang demikian mempengaruhi sikap
hidup mereka terhadap hal-hal yang profane dan hubungan mereka
dengan Tuhan. Timbulnya doktrin estetikal tentang Tuhan bersumber dari
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 215
keyakinan bahwa Tuhan adalah asal segala yang ada, sehingga antara
manusia dengan Tuhan ada jalur komunikasi timbale balik. Tuhan sebagai
Dzat Yang Maha Agung dan Mulia, juga adalah Dzat Yang Maha Cantik,
indah, dan sumber dari segala keindahan. Sesuai dengan salah satu sifat
dasar manusia yang menyukai keindahan dan kecantikan, maka hasrat
mencintai Tuhan adalah manusiawi, karena Tuhan adalah puncak dari
segala keindahan. Hasrat yang ada hanyalah keinginan untuk
memperoleh cinta dan keindahan Dzat Tuhan yang abadi. Doktrin ini
kemudian berlanjut kepada keyakinan bahwa penciptaan alam semesta
bermotifkan cinta kasih Tuhan. Penciptaan alam semesta adalah
pernyataan cinta kasih Tuhan yang direfleksikan dalam bentuk empiric
atau sebagai mazhohir dari asma Allah.
Berkembangnya tasawuf sebagai jalan dan latihan untuk
merealisir kesucian batin dalam perjalanan menuju kedekatan dengan
Allah, juga menarik perhatian para pemikir muslim yang berlatar belakang
teologi dan filsafat. Dari kelompok inilah tampil sejumlah sufi yang filosofis
atau filosof yang Sufis. Konsep-konsep tasawaf mereka disebut tasawuf
falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.
Ajaran filsafat yang paling banyak dipergunakan dalam analisis tasawuf
adalah paham emanasi Neo_Platonisme dalam semua variasinya. Selain
Abu Yazid Al-Bustami tokoh-tokoh teosofi yang popular dalam kelompok
ini dapat ditunjuk Ibnu Masarrah (w.381 H). dari Andalusi dan sekaligus
sebagai perintis. Berdasarkan pemahamannya tentang teori emanasi ia
berpendapat bahwa melalui jalan tasawuf manusia dapat membebaskan
jiwanya dari cengkeraman badani (materi) dan memperoleh sinar Ilahi
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 216
secara langsung (ma‟rifat sejati). Orang kedua yang mengkombinasikan
teori filsafat dengan tasawuf dapat disebut Suhrawardi Al-Maqtul (w.587
H) yang berkebangsaan Persia atau Iran. Berangkat dari teori emanasi, ia
berpendapat bahwa dengan melalui usaha keras dan sungguh-sungguh
seperti apa yang dilakukan oleh para sufi, seseorang dapat membebaskan
jiwanya dari perangkap ragawi untuk kemudian dapat kembali ke
pangkalan pertama yakni alam malakut atau alam Ilahiyat. Konsepsi
lengkap teori ini kemudian dikenal dengan nama al-Isyraqiyah yang ia
tuangkan dalam karya tulisannya al_Hikmatul Isyraqiyyah. Bersumber dari
prinsip yang sama al-Hallaj (w. 308 H) memformulasikan teorinya dalam
doktrin al-Hulul, yakni perpaduan insan dengan Tuhan secara rohaniyah
atau antara makhluq dengan al-Khaliq. Manusia (sufi) yang mampu
mencapai hakekat jati dirinya melalui ma‟rifat, oleh al-Jilli (w.832 H)
disebut al-Insan al-kamil. Perkembangan puncak dari tasawuf falsafi,
sebenarnya telah dicapai pada konsepsi al-wahdatul wujud sebagai karya
piker mistis dari Ibnu „Arabi (w.638 H). Sementara itu sebelum Ibnu Arabi
menyusun teorinya, seorang sufi penyair dari Mesir Ibnu al-Farid (w.633
H) mengembangkan teori yang hampir sama dan dikenal dengan al-
wahdat al-syuhud. Diterimanya konsep-konsep atau pola pikir tasawuf
falsafi dikawasan Persia dimungkinkan mengingat kawasan itu jauh
sebelum Islam sudah mengenal filsafat. Semenjak masa Abu Yazid al-
Busthami pendapat sufi condong kepada konsepsi kesatuan wujud atau
union mistik. Inti dari ajaran ini adalah bahwa dunia fenomena ini hanyalah
bayangan dari realitas yang sesungguhnya, yaitu Tuhan. Satu-satunya
wujud yang hakiki hanyalah wujud Tuhan yang merupakan dasar dan
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 217
sumber kejadian dari segala sesuatu. Dunia adalah bayangan yang
keberadaannya tergantung kepada wujud Tuhan, sehingga realitas wujud
ini hakekatnya tunggal. Sedangkan antara hakekat dengan yang nampak
aneka terlihat ada perbedaan, hanyalah sekedar pembedaan relative
sedangkan pembedaan yang hakiki yang dilakukan terhadapnya, adalah
akibat yang timbul dari keterbatasan akal budi. Jelasnya, bahwa adanya
keanekaragaman hal yang ada, tidak lain hanyalah hasil indra-indra
lahiriyah serta penalaran akal budi yang terbatas, yang tidak mampu
memahami ketunggalan dzat segala sesuatu. Atas dasar pemikiran
tentang Tuhan yang demikian itu mereka berpendapat, bahwa alam ini
(termasuk manusia) merupakan radiasi dari hakikat Ilahi. Dalam diri
manusia terdapat unsure-unsur ke-Tuhanan, karena ia merupakan
pancaran dari Nur Ilahi, seperti pancaran cahaya matahari. Oleh karena
itu jiwa manusia selalu bergerak untuk bersatu kembali dengan sumber
asalnya. Kalau bagi sementara sufi mengartikan ma‟rifat sebagai
pengenalan Allah melalui qalbun dan merupakan stasion tertinggi yang
dapat dicapai manusia, maka bagi sementara sufi kelompok terakhir ini,
manusia masih dapat melewati maqom ma‟rifat yaitu bersatu dengan
Allah, yang kemudian dikenal dengan istilah ittihad. (Siregar, 1999 141-
146).
Menurut Abdul Hakim Hasan dalam kitabnya Al-Tashawwuf fi al-
Syi’ri al-‘Arabi yang dikutib oleh Simuh, menerangkan bahwa Tasawuf
adalah proses pemikiran dan perasaan yang menurut tabiatnya sulit
didefinisikan. Tashawuf tampak merupakan upaya akal manusia untuk
memahami hakekat sesuatu dan untuk menikmati hubungan intim dengan
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 218
Allah Swt. Adapun aspek pertama dari upaya ini adalah segi falsafi dari
pada tasawuf, sedang aspek kedua adalah segi agamis. Kegiatan
pertama bersifat pemikiran dan renungan, sedang kegiatan kedua amali.
Dan segi amali dari tasawuf muncul terlebih dahulu dari pada segi
falsafinya. Para sufi itu memulai kegiatannya selamanya dari mujahadah
dan riyadhah, bukan dengan merenung dan berpikir. Oleh karena itu „hati‟
adalah lebih penting dari pada akal bagi para sufi, bahkan hati itu bagi
para sufi adalah segalanya, karenanya hati mereka pandang sebagai
“singgasana” bagi Allah Swt. Kegiatan di atas menunjukkan bahwa
tashawuf bermula dari amalan-amalan praktis. Yakni laku mujahadah yang
utama. Dari kepercayaan masyarakat tentang yang gaib, atau dari ajaran
agama tentang adanya Tuhan, merangsang keinginan sebagian tokoh
agama untuk mencoba bermeditasi, mencari jalan agar dapat bertemu
muka dan mendapat wangsit secara langsung dari Tuhan atau Zat yang
gaib. Baru sesudah diantara mereka berhasil makrifat kepada Tuhan dan
mendapat wangsit, ada yang mencoba menyusun ajaran atau falsafah
ketasawufannya dengan konsep-konsep hasil pemikirannya atau
meminjam dan menggubah konsep-konsep ajaran orang lain. Dalam
perkembangan tasawuf misalnya, yang mula-mula timbul adalah gerakan
zuhud yang meningkat ke laku tapa-brata atau mujahadah dan riyadhah
dirintis oleh Ibrahim Bin Adham (w.777 M/162 H), dan Rabi‟ah al-
Adawiyah (w.801 M/185 H), dan lain-lainnya. Baru kemudian muncul
pemikir-pemikir tasawuf yang besar seperti Husain Bin Mansur al-Hallaj,
Imam al-Ghazali, Ibnu „Arabi, dan lain-lainnya. Pemikiran falsafi dalam
tasawuf muncul sesudah diantara para sufi ahli piker mencapai puncak
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 219
penghayatan makrifat mereka. Kemudian berusaha menyoroti aspek-
aspek ajaran Islam dari sudut paham kemistikan mereka. Maka muncullah
konsep-konsep ittihad, wahdat al-wujud, wushul dan sebagainya. Istilah-
istilah ini menggambarkan penilaian atau paham mereka tentang puncak
penghayatan fana‟ dan makrifat mereka. Dalam hal ini R.A.Nicholson
mengatakan, dengan istilah apapun yang mungkin dipergunakan untuk
melukiskannya, penghayatan manunggal (dengan Tuhan) adalah puncak
penghayatan dengan mana pengalaman kejiwaan meningkat
keterasingannya dengan segala yang bukan dirinya, dari apa yang bukan
Tuhan. Berbeda dengan konsep Nirwana, yang semata kebebasan dari
nafsu kediriannya, fana‟nya para sufi dari alam phenomena, berarti baka,
di dalam keberadaannya yang sejati. Barangsiapa mati nafsu kediriannya
hidup di dalam Tuhan; dan fana‟ adalah perwujudan kematian ini, ditandai
tercapainya kekekalan, atau hidup di dalam kesatuan dengan Tuhan.
Dalam tasawuf penghayatan manunggaling kawulo-Gusti ini bisa
mereka capai melalui memuncaknya penghayatan fana‟ hingga fana‟ al-
fana‟ dalam zikir, dan bisa pula dari pendalaman rasa cinta rindu yang
memuncak pada mabuk cinta (sakar) di dalam Tuhan, atau dari kedua-
duanya dari mendalamnya cinta dalam zikir dan fana’ al-fana’.
Penghayatan manunggal dengan Tuhan yang berasal dari gelora rasa
cinta bisa dipahami dari evolusi dalam mengalami sepuluh tangga ahwal,
yaitu dari cinta mendalam hingga mencapai syauq (rindu-dendam), dan
kemudian meningkat jadi pengalaman uns (al-uns), yakni kegilaan dalam
“asyik-maksyuk” (intim) dengan Tuhannya. Dalam Risalah al-Qusyairiyah
dinukil ungkapan para sufi sebagai berikut : ‫سكرات‬ ‫تلحقه‬ ‫أن‬ ‫شرطه‬ ‫المحب‬
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 220
‫حقيقة‬ ‫فيه‬ ‫حبه‬ ‫يكن‬ ‫لم‬ ‫ذلك‬ ‫يكن‬ ‫لم‬ ‫فإذا‬ ‫المحبة‬ Pecinta itu syaratnya sangat mabuk
(gila) cinta, bila belum sampai seperti itu cintanya belum benar-benar
(belum sempurna). Juga dalam risalah di atas dinukil kata Sari al-Saqti :
‫لألخر‬ ‫الواحد‬ ‫يقول‬ ‫حتى‬ ‫اثنين‬ ‫بين‬ ‫المحبة‬ ‫التصلح‬ Tidak sempurna percintaan
antara dua orang sehingga keduanya saling mendaku. Jelasnya,
mendalamnya cinta rindu terhadap Tuhan menurut ajaran tasawuf para
sufi sampai mabuk cinta.sehingga meningkat menjadi wahdat al-syuhud.
Yakni segala yang mereka pandang tampak wajah Tuhan. Kemudian dari
wahdat al-syuhud memuncak jadi wahdat al-wujud atau monisme, segala
yang ada ini adalah Allah.
Dalam tasawuf kecenderungan kearah paham kesatuan antara
manusia dan Tuhan ini mulai tampak dalam penghayatan ittihad (the
unitive state) yang diungkap oleh Abu Yazid al-Bisthomi (w. 261 H/875 M).
Margaret Smith dalam Readings from the Mystics of Islam mengatakan :
Dia banyak diterangkan para penulis belakangan dan pengaruhnya amat
jauh bagi perkembangan ajaran tasawuf ke arah paham pantheistis.
Dalam perkembangan pemikiran sufisme, Abu Yazid al-Busthomi
dipandang sebagai tokoh yang memperkenalkan paham ittihad atau
kesatuan antara manusia dan Tuhan, atau dalam konsep kejawen
dinyatakan dengan konsep manunggaling kawulo Gusti. Mengapa Abu
Yazid dinilai mencapai penghayatan manunggal dengan Tuhan?, Hal ini
lantaran beliau mengungkapkan syathahat (exaggerations) yang
menunjuk bahwa beliau mengalami atau menghayati unitive state
(penyatuan). Ungkapan-ungkapan yang ganjil apabila ditinjau dari ajaran
Islam yang lurus (benar) ini menurut istilah sufisme dinamakan syathhu,
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 221
dan jamaknya syathahat. Itu semua kata Abu Yazid diketika mabuk cinta
atau sebab fana’, dan karena diwaktu sadar tidak mendakunya, beliau
tidak mendapat reaksi dari para pendukung ajaran tauhid yang Islami.
Ajaran manunggaling kawulo Gusti ini kemudian meningkat jadi falsafah
hulul di tangan Husain bin Mansur al-Hallaj (w.309 H/ 922 M). Margaret
Smith mengatakan : “Al-Hallaj adalah kelahiran Persia. Karena (dikatakan)
bisa membaca pikiran-pikiran manusia yang rahasia, maka terkenal Hallaj
al-Asrar, penenun ilmu gaib. Dia pergi ke Bagdad dan di sana, sesudah
mengalami dipenjara yang cukup lama lantaran dipersalahkan
mengajarkan ajaran-ajaran yang sesat dia dihukum mati dengan hukuman
yang sadis.” Dari sebutan al-Hallaj yang berarti ahli membaca yang gaib-
gaib, mulai menonjol ilmu tasawuf mengarah pada occultis atau ilmu gaib.
Yang dalam kalangan para sufi‟ dinamakan secara mentereng sebagai
ilmu laduni (langsung dari sisi Allah) dan keramat, yang mereka kataka
setaraf dengan mukjizat para nabi yang diterimakan kepada para wali
Allah. Bahkan dalam ungkapan Abu Yazid merasa dapat mencapai jadi
orang yang berkuasa dan agung seperti Tuhan sendiri. Kemudian di
tangan al-Hallaj ajaran ini menjelma jadi filsafat serba Tuhan secara
terang-terangan. Filsafat lantaran pengalaman mistiknya lalu dijadikan titik
tolak untuk membangun konsep-konsep ajaran yang sesuai dengan dasar
pemikiran sufisme. Dasar pikiran sufisme pada dasarnya adalah
mengarah ke paham pantheis. Artinya tasawuf yang murni pasti
memuncak ke arah pantheis dengan penghayatan fana‟ al-fana‟ sebagai
puncaknya. Adapun sufisme yang masih mempertahankan konsep
dualisme yang membedakan secara fundamental antara Tuhan dan
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 222
manusia, berarti masih membatasi diri. Tidak murni dan belum sampai ke
tingkat puncak penghayatan makrifatnya. Jadi ajaran cinta rindunya belum
sampai ke tingkat sakar (majnun, uns), belum meningkat ke wahdat al-
syuhud dan wahdat al-wujud. Hanya dengan dasar pikiran yang mengarah
ke pantheis ini semua aktivitas sufisme bisa dipahami dengan terang
benderang. Oleh karena itu R.A.Nicholson dalam pendahuluan bukunya
The Mystics of Islam mengatakan : “…hakekat (intisari) sufisme lebih
terwakili oleh aliran yang ekstrim, yaitu pantheis dan spekulatif daripada
hanya zuhud atau „abid saja.”. Jadi tasawuf itu kalau matang penghayatan
mistiknya atau bila mencapai titik puncak penghayatannya, pasti menuju
ke paham yang pantheis. Sang sufi menghayati sama dan satu dengan
Tuhan mereka. Mengapa? Karena di dalam tasawuf ataupun mistik,
kegiatannya adalah mengaca diri. Yakni mengenal diri dengan ungkapan
“barang siapa kenal akan dirinya, pasti kenal akan Tuhannya”. Kata al-
Ghazali dalam Ihya‟ juz III halaman pertama: Man ‘arafa nafsahu, faqad
‘arafa rabbahu. Bahwa penghayatan makrifat itu memuncak pada paham
kesamaan dan kesatuan antara manusia dengan Tuhan, misalnya
digambarkan oleh Fariduddin al-„Atthar dalam cerita simboliknya. Yaitu
adalah ribuan kawanan burung yang bersama-sama terbang jauh dalam
upaya ingin bertemu dengan raja Burung yang bernama Simurag.
Ternyata yang bisa sampai hanyalah tiga puluh ekor burung. Ketiga puluh
ekor burung itu pada puncak penghayatan mereka melihat bayangan atau
Simurag yang tidak lain sama dengan diri mereka sendiri. Dalam bahasa
Persi Simurag artinya tiga puluh. Penghayatan al-Hallaj yang mendasari
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 223
dasar pikiran falsafinya diungkap dalam risalah kecilnya Thawasin.
Diantara ungkapan-ungkapannya ialah :
Tercampur Ruh-Mu di dalam Ruh-Ku seperti tercampurnya
khamer dengan air jernih, maka apabila; menyentuh pada-Mu
sesuatu menyentuh aku pula. Maka sebenarnya Kamu adalah
aku dalam segala keadaan.
Syair atau ungkapan di atas menggambarkan dasar pikiran Al-Hallaj
akan immanasi Tuhan dalam diri manusia dan jagat raya ini. Jadi ungkapan di
atas membalikkan ajaran theology Islam yang berpaham dualism ke arah
paham baru, yaitu monisme atau pantheisme. Dualisme membedakan secara
fundamental antara Allah transenden, mengatasi alam semesta dan unik,
dengan manusia dan semua makhluk termasuk alam semesta yang
merupakan ciptaan Tuhan dan bersifat baru. Jadi dalam Tauhid Islami Tuhan
adalah Zat yang unik, mengatasi segala makhluk, sedang dalam tauhidnya
para sufi yang berpaham manunggaling kawulo Gusti adalah menyatunya
kembali antara manusia dengan Tuhannya (Simuh, 2002 : 131-138).
Dengan konsep hulul, yaitu immanensi Roh Tuhan dalam diri
manusia timbul masalah bagaimana Roh Tuhan tadi menempat dalam diri
manusia dan alam semesta. Hulul dari kata halla-yahullu-huluulan yang
berarti menempat, nitis berinkarnasi. (Simuh, 2002 : 139). Dengan teori falsafi
ini berarti alam semesta bersifat kadim. Ada tanpa didahului Adam. Maka
ajaran Al-Hallaj bertolak belakang dengan teologi Islam. Teologi Islam
menganut ketauhidan yang transcendent dan dualistis antara manusia dan
Allah. Al-Hallaj menganut immanensi pantheisme. Teologi Islam menganut
asas penciptaan dari Adam, sehingga alam bersifat baru. Sedangkan Al-
Hallaj mengajarkan penciptaan secara emanasi, sehingga alam bersifat
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 224
kadim. Teologi Islam menganut asas Allah sebagai kuasa tunggal yang
langsung mewaseso alam semesta; sedangkan Al-Hallaj mengajarkan
adanya figure perantara antara Tuhan dengan hambaNya dengan
memperkenalkan figure Nur Muhammad sebagai gurujati, laksana logos
dalam filsafat Yunani Purba. (Simuh, 2002 : 141; Hamka, 1994: 111-112).
KESIMPULAN
Diantara kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan terdahulu
adalah:
1. Tidak semua ajaran tasawuf menyimpang tetapi juga tidak semua
ajaran tasawuf dapat diterima.
2. Pendidikan Islam perlu mengembangkan metode dan proses
pencapaian tingkatan dalam tasawuf sebagaimana pemahaman Al-
Ghazali dengan ma‟rifatnya, Abu Yazid al-Bustami dengan Ittihadnya,
Al-Hallaj dengan Hululnya, dan Ibnu Arabi dengan wahdatul wujudnya,
secara kritis. Dengan kata lain pendidikan Islam perlu mengajarkan
bertasawuf secara kritis.
3. Pendidikan Islam hendaknya mampu mengarahkan kehidupan
manusia mencapai derajat Taqwa. Karena dengan ketaqwaannya itu
akan tampak jiwa kemanusiaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam
M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 225
Abdullah, Amin. Studi Agama, Normativitas atau Historisitas ? (Yogyakarta
: Pustaka Pelajar, 1996)
Al Jabiri. Muhammad Abed. Post Tradisionalisme Islam (Yogyakarta :
LKiS, 2000)
Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2000)
Hamka. Tasauf, Perkembangan Dan Pemurniannya (Jakarta : Pustaka
Panjimas, 1994)
Hoesin, Oemar Amin, Filsafat Islam (Djakarta : Bulan Bintang, 1961)
Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta : Pustaka Al-
Husna, 1992)
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000)
Rahman, Fazlur. Islam (Bandung : Pustaka, 2000), terj : Ahsin Mohammad
Simuh. Tasawuf Dan Perkembangannya Dalam Islam (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2002)
Siregar, Rivay. Tasawuf, Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme (Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 1999)
Sutrisno. Pendidikan Islam Yang Menghidupkan (Yogyakarta : Kota
Kembang, 2008)
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004)

Contenu connexe

Tendances

Kebijakan pendidikan diindonesia
Kebijakan pendidikan diindonesiaKebijakan pendidikan diindonesia
Kebijakan pendidikan diindonesia
HaubibBro
 
Modul 3108 prekembangan kerohanian dan moral
Modul 3108 prekembangan kerohanian dan moralModul 3108 prekembangan kerohanian dan moral
Modul 3108 prekembangan kerohanian dan moral
Hon Shan Shan
 
Islam dalam pandangan epistimologi
Islam dalam pandangan epistimologiIslam dalam pandangan epistimologi
Islam dalam pandangan epistimologi
M fazrul
 
Hamid Worldview Sebagai Asas Islamisasi
Hamid  Worldview Sebagai  Asas IslamisasiHamid  Worldview Sebagai  Asas Islamisasi
Hamid Worldview Sebagai Asas Islamisasi
Suardi Al-Bukhari
 
teori asal usul agama
teori asal usul agamateori asal usul agama
teori asal usul agama
mkazree
 

Tendances (20)

Pemikiran Tokoh Teologi (Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho)
Pemikiran Tokoh Teologi (Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho)Pemikiran Tokoh Teologi (Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho)
Pemikiran Tokoh Teologi (Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho)
 
Kebijakan pendidikan diindonesia
Kebijakan pendidikan diindonesiaKebijakan pendidikan diindonesia
Kebijakan pendidikan diindonesia
 
Metodologi studiislam2010
Metodologi studiislam2010Metodologi studiislam2010
Metodologi studiislam2010
 
Pemikiran ali ahmad madkur tentang ilmu pengetahuan dalam islam
Pemikiran ali ahmad madkur tentang ilmu pengetahuan dalam islamPemikiran ali ahmad madkur tentang ilmu pengetahuan dalam islam
Pemikiran ali ahmad madkur tentang ilmu pengetahuan dalam islam
 
Slide pemikiran islam semasa
Slide pemikiran islam semasaSlide pemikiran islam semasa
Slide pemikiran islam semasa
 
Memahami islam sbg worldview
Memahami islam sbg worldviewMemahami islam sbg worldview
Memahami islam sbg worldview
 
Modul 3108 prekembangan kerohanian dan moral
Modul 3108 prekembangan kerohanian dan moralModul 3108 prekembangan kerohanian dan moral
Modul 3108 prekembangan kerohanian dan moral
 
Pendekatan sosiologis-studi-islam
Pendekatan sosiologis-studi-islamPendekatan sosiologis-studi-islam
Pendekatan sosiologis-studi-islam
 
Islam dalam Bingkai Normatif & Historis
Islam dalam Bingkai Normatif & HistorisIslam dalam Bingkai Normatif & Historis
Islam dalam Bingkai Normatif & Historis
 
Kepribadian dalam psikologi islami
Kepribadian dalam psikologi islamiKepribadian dalam psikologi islami
Kepribadian dalam psikologi islami
 
Pemikiran Islam Dalam Pendidikan
Pemikiran Islam Dalam PendidikanPemikiran Islam Dalam Pendidikan
Pemikiran Islam Dalam Pendidikan
 
Islam dalam pandangan epistimologi
Islam dalam pandangan epistimologiIslam dalam pandangan epistimologi
Islam dalam pandangan epistimologi
 
Konsep ilmu
Konsep ilmuKonsep ilmu
Konsep ilmu
 
Hamid Worldview Sebagai Asas Islamisasi
Hamid  Worldview Sebagai  Asas IslamisasiHamid  Worldview Sebagai  Asas Islamisasi
Hamid Worldview Sebagai Asas Islamisasi
 
Makalah agama hindu etika moral putu nagita
Makalah agama hindu etika moral putu nagitaMakalah agama hindu etika moral putu nagita
Makalah agama hindu etika moral putu nagita
 
Makalah filsafat
Makalah  filsafatMakalah  filsafat
Makalah filsafat
 
Konsep Pendidikan dari Perspektif Islam
Konsep Pendidikan dari Perspektif IslamKonsep Pendidikan dari Perspektif Islam
Konsep Pendidikan dari Perspektif Islam
 
teori asal usul agama
teori asal usul agamateori asal usul agama
teori asal usul agama
 
Etika dan Moral Agama Hindu
Etika dan Moral Agama HinduEtika dan Moral Agama Hindu
Etika dan Moral Agama Hindu
 
islamic worldview 15 feb upload slideshare
islamic worldview 15 feb upload slideshareislamic worldview 15 feb upload slideshare
islamic worldview 15 feb upload slideshare
 

En vedette

En vedette (15)

Membangun masyarakat hukum yang beradab
Membangun masyarakat hukum yang beradabMembangun masyarakat hukum yang beradab
Membangun masyarakat hukum yang beradab
 
Alternate Care Facility: Developing Medical Surge Capability in King County
Alternate Care Facility:  Developing Medical Surge Capability in King County Alternate Care Facility:  Developing Medical Surge Capability in King County
Alternate Care Facility: Developing Medical Surge Capability in King County
 
07.4.2013, PRESENTATION, The Revised Securities Market Law, Anthony Woolley
07.4.2013, PRESENTATION, The Revised Securities Market Law, Anthony Woolley07.4.2013, PRESENTATION, The Revised Securities Market Law, Anthony Woolley
07.4.2013, PRESENTATION, The Revised Securities Market Law, Anthony Woolley
 
La sociedadred manuel_castellsi
La sociedadred manuel_castellsiLa sociedadred manuel_castellsi
La sociedadred manuel_castellsi
 
Presentation_NEW.PPTX
Presentation_NEW.PPTXPresentation_NEW.PPTX
Presentation_NEW.PPTX
 
Методичні заходи на жовтень 2016 року
Методичні заходи на жовтень 2016 рокуМетодичні заходи на жовтень 2016 року
Методичні заходи на жовтень 2016 року
 
Грудень 2016
Грудень 2016Грудень 2016
Грудень 2016
 
Studi implementasi tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan di pondok pe...
Studi implementasi tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan   di pondok pe...Studi implementasi tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan   di pondok pe...
Studi implementasi tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan di pondok pe...
 
Sistema Endocrino
Sistema Endocrino   Sistema Endocrino
Sistema Endocrino
 
Detect and Fix Performance Problems Faster
Detect and Fix Performance Problems FasterDetect and Fix Performance Problems Faster
Detect and Fix Performance Problems Faster
 
анализ уроку
анализ урокуанализ уроку
анализ уроку
 
Залузький ДНЗ
Залузький ДНЗЗалузький ДНЗ
Залузький ДНЗ
 
Лютинський ДНЗ
Лютинський ДНЗЛютинський ДНЗ
Лютинський ДНЗ
 
самоаналіз
самоаналізсамоаналіз
самоаналіз
 
改裝車噪音擾人,環警監強力掃蕩
改裝車噪音擾人,環警監強力掃蕩改裝車噪音擾人,環警監強力掃蕩
改裝車噪音擾人,環警監強力掃蕩
 

Similaire à Impelementasi pendidikan sufisme

Makalah integrasi ilmu
Makalah integrasi ilmuMakalah integrasi ilmu
Makalah integrasi ilmu
Abuy Thea
 
5822-Article Text-16968-3-10-20200531.pdf
5822-Article Text-16968-3-10-20200531.pdf5822-Article Text-16968-3-10-20200531.pdf
5822-Article Text-16968-3-10-20200531.pdf
TaufikRahman392594
 
Kelompok 1 Islam dan ilmu pengetahuan.pptx
Kelompok 1 Islam dan ilmu pengetahuan.pptxKelompok 1 Islam dan ilmu pengetahuan.pptx
Kelompok 1 Islam dan ilmu pengetahuan.pptx
rismarei36
 
Perkembangan pemikiran teologis dalam muhammaduyah
Perkembangan pemikiran teologis dalam muhammaduyahPerkembangan pemikiran teologis dalam muhammaduyah
Perkembangan pemikiran teologis dalam muhammaduyah
Muhsin Hariyanto
 
PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM MODERN.docx
PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM MODERN.docxPEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM MODERN.docx
PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM MODERN.docx
adammaulana49
 

Similaire à Impelementasi pendidikan sufisme (20)

JURNAL SONIA SEMBIRING_ISLAMIC WORLDVIEW.docx
JURNAL SONIA SEMBIRING_ISLAMIC WORLDVIEW.docxJURNAL SONIA SEMBIRING_ISLAMIC WORLDVIEW.docx
JURNAL SONIA SEMBIRING_ISLAMIC WORLDVIEW.docx
 
UTS Pemikiran Imam Al-Ghazali.docx
UTS Pemikiran Imam Al-Ghazali.docxUTS Pemikiran Imam Al-Ghazali.docx
UTS Pemikiran Imam Al-Ghazali.docx
 
1111111111
11111111111111111111
1111111111
 
Makalah integrasi ilmu
Makalah integrasi ilmuMakalah integrasi ilmu
Makalah integrasi ilmu
 
Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)
Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)
Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)
 
Sejarah Filsafat Islam 22B_027_Dwiki Darmawan.pptx
Sejarah Filsafat Islam 22B_027_Dwiki Darmawan.pptxSejarah Filsafat Islam 22B_027_Dwiki Darmawan.pptx
Sejarah Filsafat Islam 22B_027_Dwiki Darmawan.pptx
 
UTS_PENDIDIKAN AGAMA_HENDRO GUNAWAN_200401072103_IT-301.pdf
UTS_PENDIDIKAN AGAMA_HENDRO GUNAWAN_200401072103_IT-301.pdfUTS_PENDIDIKAN AGAMA_HENDRO GUNAWAN_200401072103_IT-301.pdf
UTS_PENDIDIKAN AGAMA_HENDRO GUNAWAN_200401072103_IT-301.pdf
 
FKI tugas mandiri EKO SRI SULASTRI 2205056044.docx
FKI tugas mandiri EKO SRI SULASTRI 2205056044.docxFKI tugas mandiri EKO SRI SULASTRI 2205056044.docx
FKI tugas mandiri EKO SRI SULASTRI 2205056044.docx
 
5822-Article Text-16968-3-10-20200531.pdf
5822-Article Text-16968-3-10-20200531.pdf5822-Article Text-16968-3-10-20200531.pdf
5822-Article Text-16968-3-10-20200531.pdf
 
studi islam.docx
studi islam.docxstudi islam.docx
studi islam.docx
 
Kelompok 1 Islam dan ilmu pengetahuan.pptx
Kelompok 1 Islam dan ilmu pengetahuan.pptxKelompok 1 Islam dan ilmu pengetahuan.pptx
Kelompok 1 Islam dan ilmu pengetahuan.pptx
 
Perkembangan pemikiran teologis dalam muhammaduyah
Perkembangan pemikiran teologis dalam muhammaduyahPerkembangan pemikiran teologis dalam muhammaduyah
Perkembangan pemikiran teologis dalam muhammaduyah
 
Worldview Slide Lengkap
Worldview Slide LengkapWorldview Slide Lengkap
Worldview Slide Lengkap
 
Ppt aika 3
Ppt aika 3Ppt aika 3
Ppt aika 3
 
Makalah berbagai pendekatan studi islam
Makalah berbagai pendekatan studi islamMakalah berbagai pendekatan studi islam
Makalah berbagai pendekatan studi islam
 
FALSAFAH KESATUAN ISLAM .pdf
FALSAFAH KESATUAN ISLAM .pdfFALSAFAH KESATUAN ISLAM .pdf
FALSAFAH KESATUAN ISLAM .pdf
 
PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM MODERN.docx
PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM MODERN.docxPEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM MODERN.docx
PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM MODERN.docx
 
TAUHID SEBAGAI FONDASI UTAMA EKONOMI ISLAM.pptx
TAUHID SEBAGAI FONDASI UTAMA EKONOMI ISLAM.pptxTAUHID SEBAGAI FONDASI UTAMA EKONOMI ISLAM.pptx
TAUHID SEBAGAI FONDASI UTAMA EKONOMI ISLAM.pptx
 
Posisi dan peran agama di Zaman Now
Posisi dan peran agama di Zaman NowPosisi dan peran agama di Zaman Now
Posisi dan peran agama di Zaman Now
 
Berbagai pendekatan konteks studi islam
Berbagai pendekatan konteks studi islamBerbagai pendekatan konteks studi islam
Berbagai pendekatan konteks studi islam
 

Plus de FAI Unmuh Ponorogo

Plus de FAI Unmuh Ponorogo (10)

Standar 6
Standar 6 Standar 6
Standar 6
 
Urgensi pendidikan karakter bangsa di sekolah
Urgensi pendidikan karakter bangsa di sekolahUrgensi pendidikan karakter bangsa di sekolah
Urgensi pendidikan karakter bangsa di sekolah
 
Reka jenis kelamin anak dalam perspektif sains
Reka jenis kelamin anak dalam perspektif sainsReka jenis kelamin anak dalam perspektif sains
Reka jenis kelamin anak dalam perspektif sains
 
Pengelolaan madrasah dalam perspektif
Pengelolaan madrasah dalam perspektifPengelolaan madrasah dalam perspektif
Pengelolaan madrasah dalam perspektif
 
Kewajiban berbusana dan pembentukan jiwa keagamaan peserta didik
Kewajiban berbusana dan pembentukan jiwa keagamaan peserta didikKewajiban berbusana dan pembentukan jiwa keagamaan peserta didik
Kewajiban berbusana dan pembentukan jiwa keagamaan peserta didik
 
Strategi pendidikan kemandirian anak
Strategi pendidikan kemandirian anakStrategi pendidikan kemandirian anak
Strategi pendidikan kemandirian anak
 
Problematika hisab rukyah dalam penentuan awal ramadhan dan solusinya di indo...
Problematika hisab rukyah dalam penentuan awal ramadhan dan solusinya di indo...Problematika hisab rukyah dalam penentuan awal ramadhan dan solusinya di indo...
Problematika hisab rukyah dalam penentuan awal ramadhan dan solusinya di indo...
 
Maqhasid as syariah dan qishas pemikiran
Maqhasid as syariah dan qishas pemikiranMaqhasid as syariah dan qishas pemikiran
Maqhasid as syariah dan qishas pemikiran
 
Kritik wayang kemplo terhadap dunia pendidikan di ponorogo
Kritik wayang kemplo terhadap dunia pendidikan di ponorogoKritik wayang kemplo terhadap dunia pendidikan di ponorogo
Kritik wayang kemplo terhadap dunia pendidikan di ponorogo
 
Aplikasi komik sebagai media pembelajaran
Aplikasi komik sebagai media pembelajaranAplikasi komik sebagai media pembelajaran
Aplikasi komik sebagai media pembelajaran
 

Dernier

PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
MaskuratulMunawaroh
 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
DessyArliani
 

Dernier (20)

668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
 
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxAKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
 
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanTopik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
 

Impelementasi pendidikan sufisme

  • 1. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 208 IMPELEMENTASI PENDIDIKAN SUFISME DALAM PENDIDIKAN ISLAM Oleh: Muis Sad Iman (Staf Pengajar FAI Universitas Muhammadiyah Magelang) email: muis_sad_iman@yahoo.com ABSTRACT: Problems of modern society are including the disintegration of science, split personality, misuse of science and technology, silting faith, materialistic relationship patterns, justifying any means, stress and frustration. One way to overcome these problems is to develop a moral life and Sufism. Moral is self ornaments that bring benefit to those who do. He would like God and preferably human beings and other creatures. In it turned out to provide optimal guidance inwardly can integrate the human soul. And Mysticism or Sufism is a dimension of depth and confidentiality (esoteric) in Islam as law rooted in the Quran and al-Sunnah. It became the soul of the Islamic message as that of the body's heart hidden away from the outside view. However it remains as most source of life, which regulates the whole religious organism in Islam. Islamic education is a means in the formation of character and Sufism. Keywords: Islamic Education, the Human Soul, Sufism. PENDAHULUAN Tujuan pendidikan Islam menurut Rahman adalah untuk kebahagian hidup di dunia dan di akhirat sesuai dengan ajaran al-Qur‟an. Sikap umat Islam terhadap ilmu pengetahuan harus bersifat positif karena ilmu pengetahuan itu tidak ada yang salah. Seandainya terjadi kesalahan berarti yang salah itu adalah penggunanya. (Sutrisno, 2008 : 3). Dari sini tampak bahwa yang membahagiakan dan yang dibahagiakan adalah manusia. Namun tidak semua manusia mampu melakukan hal tersebut. Hanya manusia yang menggunakan ilmu pengetahuannya dengan benar saja yang dapat membahagiakan manusia lain dan memperolah kebahagiaan dari manusia lain. Diantara unsur manusia adalah jiwa. Jiwa manusia meliputi hati, ruh dan akal (Langgulung, 1992 : 270-273), maka
  • 2. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 209 pendidikan Islam adalah membimbing jiwa manusia, dan mengembangkannya sesuai petunjuk al-Qur‟an, agar jiwa tersebut memperoleh kebahagiaan (Tafsir, 2004: 46). Di abad pertengahan teologi pernah disebut the queen of the science ilmu pengetahuan paling tinggi dan otoritatif. Semua hasil penelitian rasional harus sesuai dengan teologi. Saat itu pandangan keagamaan mendominasi pemikiran manusia. Jika ada perselisihan pandangan maka pandangan keagamaan harus dimenangkan (Abdullah, 1996 : 43). Supermasi dan dominasi teologi di abad pertengahan lambat laun surut, bersamaan dengan mekarnya empirisme. Studi empiris terhadap agama mulai dikenalkan dalam studi comparative religions abad 19 (Abdullah, 1996: 44). Tumbuhnya studi-studi agama seperti Comparative Religion, Religionwissenschaft, History of Religions, Religious Studies, the Science of Religion, Phenomenology of Religions, the Study of Religion, menyebabkan filsafat dan teologi dikesampingkan (subordinate). Munculnya perbedaan antara studi agama kontemporer dengan teologi dan filsafat adalah karena pengaruh empirisme dalam filsafat dan teologi, yang berakibat kedua ilmu tersebut berubah menjadi ilmu-ilmu kemanusiaan (Amin Abdullah, 1996 : 43). Dari situ muncul disiplin-disiplin baru yang lebih empiris seperti sosiologi agama, antropologi agama, sejarah agama, psikologi agama, fenomenologi agama dan lain-lain (Azra, 2000: 14-15). Studi fenomenologi agama misalnya, yang menggunakan pendekatan ilmu-ilmu kemanusiaan menemukan “keimanan” universal pada penganut agama-agama baik yang primitive maupun modern. Pencarian esensi keberagamaan menjadi
  • 3. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 210 kajian para ilmuan agama. Rudolf Otto misalnya, menemukan sensus nominous, Ninian Smart transcendental focu, Mercia Eliade essence of religion, Class J. Bleeker eidos dan Joachim Wach ultimate reality. Bersamaan munculnya pendekatan non-tradisional itu, teologi punya asumsi dasar bahwa hanya agama tertentu saja yang benar. Agama-agama lain dianggap tak benar. Tuntutan eksklusif-partikularis ini oleh para pemerhati studi agama disebut truth claim. Sementara itu studi empiris fenomena keberagamaan menemukan kenyataan yang sulit dielakkan. Yakni adanya pluralitas keyakinan dan pedoman hidup manusia. Akibatnya timbul hubungan tak serasi antara pendukung kedua pendekatan tersebut dan itu berlangsung hingga sekarang. Itulah hubungan antara teologi dan studi agama kontemporer. Begitupula hubungan antara filsafat dengan teologi. Dalam Islam trauma polemic (metafisika) antara al-Ghazali (1058-1111) dan Ibnu Sina (980-1037) masih mencekam hingga kini. Padahal perkembangan filsafat pasca Ibnu Rusyd (1126-1198) telah demikian pesat dan luas, tak lagi terbatas pada filsafat Yunani yang jadi basis konstruksi filsafat Islam abad pertengahan (Hoesin, 19961: 226; Al-Jabiri, 2000: 155). Akibat trauma sejarah tersebut timbul kesan bahwa studi filsafat di perguruan tinggi Islam hanya bertujuan mempelajari secara sekilas “sejarah filsafat”, bukan metodologi, sistematika, dan substansi pemikirannya. Bahkan akhirnya filsafat dipinggirkan dari percaturan wawasan akademik, karena filsafat dianggap kurang kondusif terhadap teologi ortodoks. Dengan begitu substansi filsafat yang kritis, analitis, dan dialektis menghilang dari Islam. Dunia Islam hampir-hampir tak mengenal perbedaan antara tradisi pemikiran
  • 4. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 211 filsafat tradisional, analitik, atau eksistensial. Fazlur Rahman menganggap hilangnya tradisi filsafat baik secara akademik maupun popular dalam Islam sebagai bunuh diri intelektual. Jika dalam dunia Kristen masih dikenal natural theology (teology kodrati) yang berhubungan erat dengan filsafat, maka dalam dunia Islam sulit mendapatkan khazanah intelektual yang serupa dengan natural theology (teologi kodrati) (Abdullah, 1996: 44- 45). Dalam merespon perkembangan ilmu dan teknologi modern, Ian G Barbour mencatat bahwa biasanya para ilmuan (scientist) dan teolog mencoba menghubungkan ilmu pengetahuan dan agama secara langsung, sehingga terasa kurang matang dan tak mendalam. Baik saintis maupun teolog, keduanya melupakan sumbangan filsafat dalam menjelaskan duduk persoalan yang dibincangkan. Namun Barbaour mencatat pula bahwa para filosof profesional seringkali tak punya hubungan erat, baik dengan masyarakat beragama maupun ilmuan. Sumbangan pemikiran mereka yang abstrak hanya sedikit menyinggung apa yang dikerjakan para ilmuan dan teolog (Abdullah, 1996: 45). Dari uraian di atas terdapat kesulitan-kesulitan instrinsict pada ketiga jenis pendekatan agama, jika pendekatan ini berdiri sendiri, terpisah antara satu dan lainnya. Perlu ada usaha rekonstruksi hubungan dan kerjasama antara filsafat, teologi dan studi agama. Kerjasama antara ketiga pendekatan tersebut, teologi, filsafat dan studi agama, merupakan program riset yang potensial memberikan sumbangan berharga untuk mengatasi tantangan kemanusiaan universal (Abdullah, 1996 : 53). Globalisasi budaya berkaitan erat dengan masalah pluralisme keyakinan
  • 5. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 212 dan pandangan hidup manusia sebagai warga bumi yang satu yang tak dapat dipisahkan dalam enclave-enclave teologi yang saling menutup diri; sementara itu globalisasi ilmu pengetahuan berkaitan erat dengan masalah ekologi, pembangunan berkelanjutan, spiritualitas dan moralitas, yang kini dibutuhkan manusia modern (Abdullah, 1996: 45). PEMBAHASAN 1. Pendidikan Islam Dalam pendidikan Islam dikenalkan konsep fitrah manusia. Manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan, lahir di dunia dengan membawa fitrah. Segala sifat karakter dan watak yang baik dan jiwa tauhid yang ada dalam diri manusia, itulah fitrah manusia. Ketentuan Allah Swt tentang manusia ini selamanya tetap, tidak akan berubah. Kemudian satu anugrah lagi yang besar dari Allah Swt yang diberikan kepada manusia yaitu akal fikiran. Karena akal fikiran inilah fitrah manusia dapat terjaga namun juga dapat tercemar. Keselamatan hidup manusia tergantung dari akal fikirannya. Hal ini karena akal fikiran itulah yang menggerakkan perbuatan manusia. Dengan demikian pendidikan Islam adalah mengembangkan akal fikiran manusia agar selalu berfikiran yang baik sesuai dengan fitrahnya. Pendidikan Islam membantu manusia dalam menjangkau kebaikan-kebaikan yang lebih banyak. Dengan menjaga fikirannya, manusia telah menyelamatkan fitrahnya. Fikiran yang baik akan menumbuhkan jiwa kemanusiaan dalam dirinya. Dengan demikian pendidikan Islam berfungsi juga untuk mengembangkan jiwa kemanusiaan yang ada dalam diri manusia. Jika dalam diri manusia telah terbentuk jiwa
  • 6. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 213 kemanusiaan, maka dia akan selamat dan bahagia hidupnya serta akan menyelamatkan dan membahagiakan manusia lain. Salah satu upaya pendidikan Islam dalam mengembangkan akal fikiran manusia dan membentuk jiwa kemanusiaan yang ada dalam diri manusia adalah dengan mengembangkan ilmu tasawuf. Beberapa ajaran tasawuf tersebut di atas dapat dikembangkan dalam pendidikan Islam. Hal ini karena manusia sering kehilangan akal fikirannya dan jiwa kemanusiaannya tatkala manusia terbuai oleh kehidupan dunia. Disinilah pendidikan Islam berfungsi untuk membimbing kehidupan manusia. Islam merupakan agama yang sesuai dengan akal fikiran manusia. Hanya Islam, agama yang membentuk jiwa kemanusiaan. Islam adalah agama yang sejalan dengan fitrah manusia. Segala sesuatu yang tidak sejalan dengan akal fikiran manusia, dan segala sesuatu yang menjauhkan dari pembentukan jiwa kemanusiaan, itu tidak sejalan dengan fitrah manusia dan itu bukan dari Islam. Pendidikan Islam membimbing manusia agar tidak berbuat dzalim (terhadap diri sendiri dan orang lain), dan agar tidak didzalimi serta agar tidak menjadi orang yang jahil. Gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku manusia, dipelajari dalam ilmu jiwa. Melalui ilmu jiwa dapat diketahui sifat-sifat psikologis yang dimiliki seseorang. Jiwa yang bersih dari dosa dan maksiat serta dekat dengan Tuhan misalnya, akan melahirkan perbuatan dan sikap yang tenang pula, sebaliknya jiwa yang kotor dan jauh dari Tuhan akan melahirkan perbuatan yang jahat, sesat dan menyesatkan orang lain (Nata, 2000: 33). 2. Tasawuf Falsafi
  • 7. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 214 Perenungan ketuhanan kelompok studi agama dapat dikatakan sebagai reaksi terhadap corak pemikiran teologis pada masa itu. Apabila konsep-konsep teologis-rasionalis menyebabkan posisi Tuhan sebagai sesuatu keniskalaan yang logis tetapi kosong tanpa isi maka mutakallimin tradisional menjadikan Tuhan sebagai penguasa yang absolute yang berbuat “sewenang-wenang”. Di pihak lain para filosof dengan tujuan menjembatani agama dengan filsafat, terpaksa mempreteli sebagian dari sifat-sifat Tuhan sehingga Tuhan tidak punya kreativitas lagi, maka kaum sufi tampil dengan konsepsinya pula. Dengan memperhatikan perkembangan tasawuf serta tipologinya, secara global dapat diformasikan adanya tiga konsepsi tentang Tuhan, yaitu : konsepsi etikal, konsepsi estetikal dan konsepsi union mistikal. Konsep etikal tentang Tuhan berkembang di kalangan zuhhad atau asketik sebagai embrio sufisme. Pandangan mereka tentang Tuhan tidak hanya terbatas seperti pendapat mutakallimin, tetapi lebih dari itu. Menurut mereka zat Tuhan adalah sumber dari segala keindahan dan kesempurnaan, juga diyakini bahwa Tuhan adalah sumber kekuatan, daya-iradat yang mutlak. Tuhan adalah pencipta tertinggi, pengatur segala kejadian dan asal segala yang ada. Oleh karena keyakinan yang demikian, maka perasaan takut kepada Tuhan lebih mempengaruhi mereka dibandingkan rasa pengharapan. Disebabkan kuatnya rasa takut kepada murka Tuhan, maka seluruh pengabdian yang mereka lakukan bertujuan demi keselamatan diri dari siksaanNya. Dorongan-dorongan yang demikian mempengaruhi sikap hidup mereka terhadap hal-hal yang profane dan hubungan mereka dengan Tuhan. Timbulnya doktrin estetikal tentang Tuhan bersumber dari
  • 8. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 215 keyakinan bahwa Tuhan adalah asal segala yang ada, sehingga antara manusia dengan Tuhan ada jalur komunikasi timbale balik. Tuhan sebagai Dzat Yang Maha Agung dan Mulia, juga adalah Dzat Yang Maha Cantik, indah, dan sumber dari segala keindahan. Sesuai dengan salah satu sifat dasar manusia yang menyukai keindahan dan kecantikan, maka hasrat mencintai Tuhan adalah manusiawi, karena Tuhan adalah puncak dari segala keindahan. Hasrat yang ada hanyalah keinginan untuk memperoleh cinta dan keindahan Dzat Tuhan yang abadi. Doktrin ini kemudian berlanjut kepada keyakinan bahwa penciptaan alam semesta bermotifkan cinta kasih Tuhan. Penciptaan alam semesta adalah pernyataan cinta kasih Tuhan yang direfleksikan dalam bentuk empiric atau sebagai mazhohir dari asma Allah. Berkembangnya tasawuf sebagai jalan dan latihan untuk merealisir kesucian batin dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Allah, juga menarik perhatian para pemikir muslim yang berlatar belakang teologi dan filsafat. Dari kelompok inilah tampil sejumlah sufi yang filosofis atau filosof yang Sufis. Konsep-konsep tasawaf mereka disebut tasawuf falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Ajaran filsafat yang paling banyak dipergunakan dalam analisis tasawuf adalah paham emanasi Neo_Platonisme dalam semua variasinya. Selain Abu Yazid Al-Bustami tokoh-tokoh teosofi yang popular dalam kelompok ini dapat ditunjuk Ibnu Masarrah (w.381 H). dari Andalusi dan sekaligus sebagai perintis. Berdasarkan pemahamannya tentang teori emanasi ia berpendapat bahwa melalui jalan tasawuf manusia dapat membebaskan jiwanya dari cengkeraman badani (materi) dan memperoleh sinar Ilahi
  • 9. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 216 secara langsung (ma‟rifat sejati). Orang kedua yang mengkombinasikan teori filsafat dengan tasawuf dapat disebut Suhrawardi Al-Maqtul (w.587 H) yang berkebangsaan Persia atau Iran. Berangkat dari teori emanasi, ia berpendapat bahwa dengan melalui usaha keras dan sungguh-sungguh seperti apa yang dilakukan oleh para sufi, seseorang dapat membebaskan jiwanya dari perangkap ragawi untuk kemudian dapat kembali ke pangkalan pertama yakni alam malakut atau alam Ilahiyat. Konsepsi lengkap teori ini kemudian dikenal dengan nama al-Isyraqiyah yang ia tuangkan dalam karya tulisannya al_Hikmatul Isyraqiyyah. Bersumber dari prinsip yang sama al-Hallaj (w. 308 H) memformulasikan teorinya dalam doktrin al-Hulul, yakni perpaduan insan dengan Tuhan secara rohaniyah atau antara makhluq dengan al-Khaliq. Manusia (sufi) yang mampu mencapai hakekat jati dirinya melalui ma‟rifat, oleh al-Jilli (w.832 H) disebut al-Insan al-kamil. Perkembangan puncak dari tasawuf falsafi, sebenarnya telah dicapai pada konsepsi al-wahdatul wujud sebagai karya piker mistis dari Ibnu „Arabi (w.638 H). Sementara itu sebelum Ibnu Arabi menyusun teorinya, seorang sufi penyair dari Mesir Ibnu al-Farid (w.633 H) mengembangkan teori yang hampir sama dan dikenal dengan al- wahdat al-syuhud. Diterimanya konsep-konsep atau pola pikir tasawuf falsafi dikawasan Persia dimungkinkan mengingat kawasan itu jauh sebelum Islam sudah mengenal filsafat. Semenjak masa Abu Yazid al- Busthami pendapat sufi condong kepada konsepsi kesatuan wujud atau union mistik. Inti dari ajaran ini adalah bahwa dunia fenomena ini hanyalah bayangan dari realitas yang sesungguhnya, yaitu Tuhan. Satu-satunya wujud yang hakiki hanyalah wujud Tuhan yang merupakan dasar dan
  • 10. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 217 sumber kejadian dari segala sesuatu. Dunia adalah bayangan yang keberadaannya tergantung kepada wujud Tuhan, sehingga realitas wujud ini hakekatnya tunggal. Sedangkan antara hakekat dengan yang nampak aneka terlihat ada perbedaan, hanyalah sekedar pembedaan relative sedangkan pembedaan yang hakiki yang dilakukan terhadapnya, adalah akibat yang timbul dari keterbatasan akal budi. Jelasnya, bahwa adanya keanekaragaman hal yang ada, tidak lain hanyalah hasil indra-indra lahiriyah serta penalaran akal budi yang terbatas, yang tidak mampu memahami ketunggalan dzat segala sesuatu. Atas dasar pemikiran tentang Tuhan yang demikian itu mereka berpendapat, bahwa alam ini (termasuk manusia) merupakan radiasi dari hakikat Ilahi. Dalam diri manusia terdapat unsure-unsur ke-Tuhanan, karena ia merupakan pancaran dari Nur Ilahi, seperti pancaran cahaya matahari. Oleh karena itu jiwa manusia selalu bergerak untuk bersatu kembali dengan sumber asalnya. Kalau bagi sementara sufi mengartikan ma‟rifat sebagai pengenalan Allah melalui qalbun dan merupakan stasion tertinggi yang dapat dicapai manusia, maka bagi sementara sufi kelompok terakhir ini, manusia masih dapat melewati maqom ma‟rifat yaitu bersatu dengan Allah, yang kemudian dikenal dengan istilah ittihad. (Siregar, 1999 141- 146). Menurut Abdul Hakim Hasan dalam kitabnya Al-Tashawwuf fi al- Syi’ri al-‘Arabi yang dikutib oleh Simuh, menerangkan bahwa Tasawuf adalah proses pemikiran dan perasaan yang menurut tabiatnya sulit didefinisikan. Tashawuf tampak merupakan upaya akal manusia untuk memahami hakekat sesuatu dan untuk menikmati hubungan intim dengan
  • 11. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 218 Allah Swt. Adapun aspek pertama dari upaya ini adalah segi falsafi dari pada tasawuf, sedang aspek kedua adalah segi agamis. Kegiatan pertama bersifat pemikiran dan renungan, sedang kegiatan kedua amali. Dan segi amali dari tasawuf muncul terlebih dahulu dari pada segi falsafinya. Para sufi itu memulai kegiatannya selamanya dari mujahadah dan riyadhah, bukan dengan merenung dan berpikir. Oleh karena itu „hati‟ adalah lebih penting dari pada akal bagi para sufi, bahkan hati itu bagi para sufi adalah segalanya, karenanya hati mereka pandang sebagai “singgasana” bagi Allah Swt. Kegiatan di atas menunjukkan bahwa tashawuf bermula dari amalan-amalan praktis. Yakni laku mujahadah yang utama. Dari kepercayaan masyarakat tentang yang gaib, atau dari ajaran agama tentang adanya Tuhan, merangsang keinginan sebagian tokoh agama untuk mencoba bermeditasi, mencari jalan agar dapat bertemu muka dan mendapat wangsit secara langsung dari Tuhan atau Zat yang gaib. Baru sesudah diantara mereka berhasil makrifat kepada Tuhan dan mendapat wangsit, ada yang mencoba menyusun ajaran atau falsafah ketasawufannya dengan konsep-konsep hasil pemikirannya atau meminjam dan menggubah konsep-konsep ajaran orang lain. Dalam perkembangan tasawuf misalnya, yang mula-mula timbul adalah gerakan zuhud yang meningkat ke laku tapa-brata atau mujahadah dan riyadhah dirintis oleh Ibrahim Bin Adham (w.777 M/162 H), dan Rabi‟ah al- Adawiyah (w.801 M/185 H), dan lain-lainnya. Baru kemudian muncul pemikir-pemikir tasawuf yang besar seperti Husain Bin Mansur al-Hallaj, Imam al-Ghazali, Ibnu „Arabi, dan lain-lainnya. Pemikiran falsafi dalam tasawuf muncul sesudah diantara para sufi ahli piker mencapai puncak
  • 12. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 219 penghayatan makrifat mereka. Kemudian berusaha menyoroti aspek- aspek ajaran Islam dari sudut paham kemistikan mereka. Maka muncullah konsep-konsep ittihad, wahdat al-wujud, wushul dan sebagainya. Istilah- istilah ini menggambarkan penilaian atau paham mereka tentang puncak penghayatan fana‟ dan makrifat mereka. Dalam hal ini R.A.Nicholson mengatakan, dengan istilah apapun yang mungkin dipergunakan untuk melukiskannya, penghayatan manunggal (dengan Tuhan) adalah puncak penghayatan dengan mana pengalaman kejiwaan meningkat keterasingannya dengan segala yang bukan dirinya, dari apa yang bukan Tuhan. Berbeda dengan konsep Nirwana, yang semata kebebasan dari nafsu kediriannya, fana‟nya para sufi dari alam phenomena, berarti baka, di dalam keberadaannya yang sejati. Barangsiapa mati nafsu kediriannya hidup di dalam Tuhan; dan fana‟ adalah perwujudan kematian ini, ditandai tercapainya kekekalan, atau hidup di dalam kesatuan dengan Tuhan. Dalam tasawuf penghayatan manunggaling kawulo-Gusti ini bisa mereka capai melalui memuncaknya penghayatan fana‟ hingga fana‟ al- fana‟ dalam zikir, dan bisa pula dari pendalaman rasa cinta rindu yang memuncak pada mabuk cinta (sakar) di dalam Tuhan, atau dari kedua- duanya dari mendalamnya cinta dalam zikir dan fana’ al-fana’. Penghayatan manunggal dengan Tuhan yang berasal dari gelora rasa cinta bisa dipahami dari evolusi dalam mengalami sepuluh tangga ahwal, yaitu dari cinta mendalam hingga mencapai syauq (rindu-dendam), dan kemudian meningkat jadi pengalaman uns (al-uns), yakni kegilaan dalam “asyik-maksyuk” (intim) dengan Tuhannya. Dalam Risalah al-Qusyairiyah dinukil ungkapan para sufi sebagai berikut : ‫سكرات‬ ‫تلحقه‬ ‫أن‬ ‫شرطه‬ ‫المحب‬
  • 13. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 220 ‫حقيقة‬ ‫فيه‬ ‫حبه‬ ‫يكن‬ ‫لم‬ ‫ذلك‬ ‫يكن‬ ‫لم‬ ‫فإذا‬ ‫المحبة‬ Pecinta itu syaratnya sangat mabuk (gila) cinta, bila belum sampai seperti itu cintanya belum benar-benar (belum sempurna). Juga dalam risalah di atas dinukil kata Sari al-Saqti : ‫لألخر‬ ‫الواحد‬ ‫يقول‬ ‫حتى‬ ‫اثنين‬ ‫بين‬ ‫المحبة‬ ‫التصلح‬ Tidak sempurna percintaan antara dua orang sehingga keduanya saling mendaku. Jelasnya, mendalamnya cinta rindu terhadap Tuhan menurut ajaran tasawuf para sufi sampai mabuk cinta.sehingga meningkat menjadi wahdat al-syuhud. Yakni segala yang mereka pandang tampak wajah Tuhan. Kemudian dari wahdat al-syuhud memuncak jadi wahdat al-wujud atau monisme, segala yang ada ini adalah Allah. Dalam tasawuf kecenderungan kearah paham kesatuan antara manusia dan Tuhan ini mulai tampak dalam penghayatan ittihad (the unitive state) yang diungkap oleh Abu Yazid al-Bisthomi (w. 261 H/875 M). Margaret Smith dalam Readings from the Mystics of Islam mengatakan : Dia banyak diterangkan para penulis belakangan dan pengaruhnya amat jauh bagi perkembangan ajaran tasawuf ke arah paham pantheistis. Dalam perkembangan pemikiran sufisme, Abu Yazid al-Busthomi dipandang sebagai tokoh yang memperkenalkan paham ittihad atau kesatuan antara manusia dan Tuhan, atau dalam konsep kejawen dinyatakan dengan konsep manunggaling kawulo Gusti. Mengapa Abu Yazid dinilai mencapai penghayatan manunggal dengan Tuhan?, Hal ini lantaran beliau mengungkapkan syathahat (exaggerations) yang menunjuk bahwa beliau mengalami atau menghayati unitive state (penyatuan). Ungkapan-ungkapan yang ganjil apabila ditinjau dari ajaran Islam yang lurus (benar) ini menurut istilah sufisme dinamakan syathhu,
  • 14. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 221 dan jamaknya syathahat. Itu semua kata Abu Yazid diketika mabuk cinta atau sebab fana’, dan karena diwaktu sadar tidak mendakunya, beliau tidak mendapat reaksi dari para pendukung ajaran tauhid yang Islami. Ajaran manunggaling kawulo Gusti ini kemudian meningkat jadi falsafah hulul di tangan Husain bin Mansur al-Hallaj (w.309 H/ 922 M). Margaret Smith mengatakan : “Al-Hallaj adalah kelahiran Persia. Karena (dikatakan) bisa membaca pikiran-pikiran manusia yang rahasia, maka terkenal Hallaj al-Asrar, penenun ilmu gaib. Dia pergi ke Bagdad dan di sana, sesudah mengalami dipenjara yang cukup lama lantaran dipersalahkan mengajarkan ajaran-ajaran yang sesat dia dihukum mati dengan hukuman yang sadis.” Dari sebutan al-Hallaj yang berarti ahli membaca yang gaib- gaib, mulai menonjol ilmu tasawuf mengarah pada occultis atau ilmu gaib. Yang dalam kalangan para sufi‟ dinamakan secara mentereng sebagai ilmu laduni (langsung dari sisi Allah) dan keramat, yang mereka kataka setaraf dengan mukjizat para nabi yang diterimakan kepada para wali Allah. Bahkan dalam ungkapan Abu Yazid merasa dapat mencapai jadi orang yang berkuasa dan agung seperti Tuhan sendiri. Kemudian di tangan al-Hallaj ajaran ini menjelma jadi filsafat serba Tuhan secara terang-terangan. Filsafat lantaran pengalaman mistiknya lalu dijadikan titik tolak untuk membangun konsep-konsep ajaran yang sesuai dengan dasar pemikiran sufisme. Dasar pikiran sufisme pada dasarnya adalah mengarah ke paham pantheis. Artinya tasawuf yang murni pasti memuncak ke arah pantheis dengan penghayatan fana‟ al-fana‟ sebagai puncaknya. Adapun sufisme yang masih mempertahankan konsep dualisme yang membedakan secara fundamental antara Tuhan dan
  • 15. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 222 manusia, berarti masih membatasi diri. Tidak murni dan belum sampai ke tingkat puncak penghayatan makrifatnya. Jadi ajaran cinta rindunya belum sampai ke tingkat sakar (majnun, uns), belum meningkat ke wahdat al- syuhud dan wahdat al-wujud. Hanya dengan dasar pikiran yang mengarah ke pantheis ini semua aktivitas sufisme bisa dipahami dengan terang benderang. Oleh karena itu R.A.Nicholson dalam pendahuluan bukunya The Mystics of Islam mengatakan : “…hakekat (intisari) sufisme lebih terwakili oleh aliran yang ekstrim, yaitu pantheis dan spekulatif daripada hanya zuhud atau „abid saja.”. Jadi tasawuf itu kalau matang penghayatan mistiknya atau bila mencapai titik puncak penghayatannya, pasti menuju ke paham yang pantheis. Sang sufi menghayati sama dan satu dengan Tuhan mereka. Mengapa? Karena di dalam tasawuf ataupun mistik, kegiatannya adalah mengaca diri. Yakni mengenal diri dengan ungkapan “barang siapa kenal akan dirinya, pasti kenal akan Tuhannya”. Kata al- Ghazali dalam Ihya‟ juz III halaman pertama: Man ‘arafa nafsahu, faqad ‘arafa rabbahu. Bahwa penghayatan makrifat itu memuncak pada paham kesamaan dan kesatuan antara manusia dengan Tuhan, misalnya digambarkan oleh Fariduddin al-„Atthar dalam cerita simboliknya. Yaitu adalah ribuan kawanan burung yang bersama-sama terbang jauh dalam upaya ingin bertemu dengan raja Burung yang bernama Simurag. Ternyata yang bisa sampai hanyalah tiga puluh ekor burung. Ketiga puluh ekor burung itu pada puncak penghayatan mereka melihat bayangan atau Simurag yang tidak lain sama dengan diri mereka sendiri. Dalam bahasa Persi Simurag artinya tiga puluh. Penghayatan al-Hallaj yang mendasari
  • 16. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 223 dasar pikiran falsafinya diungkap dalam risalah kecilnya Thawasin. Diantara ungkapan-ungkapannya ialah : Tercampur Ruh-Mu di dalam Ruh-Ku seperti tercampurnya khamer dengan air jernih, maka apabila; menyentuh pada-Mu sesuatu menyentuh aku pula. Maka sebenarnya Kamu adalah aku dalam segala keadaan. Syair atau ungkapan di atas menggambarkan dasar pikiran Al-Hallaj akan immanasi Tuhan dalam diri manusia dan jagat raya ini. Jadi ungkapan di atas membalikkan ajaran theology Islam yang berpaham dualism ke arah paham baru, yaitu monisme atau pantheisme. Dualisme membedakan secara fundamental antara Allah transenden, mengatasi alam semesta dan unik, dengan manusia dan semua makhluk termasuk alam semesta yang merupakan ciptaan Tuhan dan bersifat baru. Jadi dalam Tauhid Islami Tuhan adalah Zat yang unik, mengatasi segala makhluk, sedang dalam tauhidnya para sufi yang berpaham manunggaling kawulo Gusti adalah menyatunya kembali antara manusia dengan Tuhannya (Simuh, 2002 : 131-138). Dengan konsep hulul, yaitu immanensi Roh Tuhan dalam diri manusia timbul masalah bagaimana Roh Tuhan tadi menempat dalam diri manusia dan alam semesta. Hulul dari kata halla-yahullu-huluulan yang berarti menempat, nitis berinkarnasi. (Simuh, 2002 : 139). Dengan teori falsafi ini berarti alam semesta bersifat kadim. Ada tanpa didahului Adam. Maka ajaran Al-Hallaj bertolak belakang dengan teologi Islam. Teologi Islam menganut ketauhidan yang transcendent dan dualistis antara manusia dan Allah. Al-Hallaj menganut immanensi pantheisme. Teologi Islam menganut asas penciptaan dari Adam, sehingga alam bersifat baru. Sedangkan Al- Hallaj mengajarkan penciptaan secara emanasi, sehingga alam bersifat
  • 17. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 224 kadim. Teologi Islam menganut asas Allah sebagai kuasa tunggal yang langsung mewaseso alam semesta; sedangkan Al-Hallaj mengajarkan adanya figure perantara antara Tuhan dengan hambaNya dengan memperkenalkan figure Nur Muhammad sebagai gurujati, laksana logos dalam filsafat Yunani Purba. (Simuh, 2002 : 141; Hamka, 1994: 111-112). KESIMPULAN Diantara kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan terdahulu adalah: 1. Tidak semua ajaran tasawuf menyimpang tetapi juga tidak semua ajaran tasawuf dapat diterima. 2. Pendidikan Islam perlu mengembangkan metode dan proses pencapaian tingkatan dalam tasawuf sebagaimana pemahaman Al- Ghazali dengan ma‟rifatnya, Abu Yazid al-Bustami dengan Ittihadnya, Al-Hallaj dengan Hululnya, dan Ibnu Arabi dengan wahdatul wujudnya, secara kritis. Dengan kata lain pendidikan Islam perlu mengajarkan bertasawuf secara kritis. 3. Pendidikan Islam hendaknya mampu mengarahkan kehidupan manusia mencapai derajat Taqwa. Karena dengan ketaqwaannya itu akan tampak jiwa kemanusiaannya. DAFTAR PUSTAKA
  • 18. Muis Sad Iman, Implementasi Pendidikan Sufisme dalam Pendidikan Islam M U A D D I B Vol.05 No.02 Juli-Desember 2015 ISSN 2088-3390 225 Abdullah, Amin. Studi Agama, Normativitas atau Historisitas ? (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996) Al Jabiri. Muhammad Abed. Post Tradisionalisme Islam (Yogyakarta : LKiS, 2000) Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2000) Hamka. Tasauf, Perkembangan Dan Pemurniannya (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1994) Hoesin, Oemar Amin, Filsafat Islam (Djakarta : Bulan Bintang, 1961) Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta : Pustaka Al- Husna, 1992) Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000) Rahman, Fazlur. Islam (Bandung : Pustaka, 2000), terj : Ahsin Mohammad Simuh. Tasawuf Dan Perkembangannya Dalam Islam (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002) Siregar, Rivay. Tasawuf, Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999) Sutrisno. Pendidikan Islam Yang Menghidupkan (Yogyakarta : Kota Kembang, 2008) Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004)