Qiyas merupakan salah satu metode penggalian hukum Islam yang digunakan untuk menetapkan hukum bagi peristiwa-peristiwa yang tidak terdapat nashnya dalam Alquran dan Hadis. Qiyas dilakukan dengan membandingkan kasus yang belum diatur dengan kasus yang sudah diatur berdasarkan kesamaan alasan hukum (illat). Metode ini diterima oleh kebanyakan mazhab, sedangkan mazhab Zahiri dan Syi'ah Imam
1. Ushul Fiqh : Kedudukan Qiyas
Disusun Oleh :
1. Miftahuddin (2013002009)
2. Tri Hadi Susanto (2013002005)
STIE Muhammadiyah Pekalongan
2013/2014
2. A. Pengertian Qiyas
Qiyas menurut Ulama‟ Ushul fiqh ialah
menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada
nashnya dalam Alqur‟an dan Hadits dengan cara
membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan
hukumnya berdasarkan nash.
Mereka juga membuat definisi lain : Qiyas ialah
menyamakan sesuatu yang tidak ada nash
hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya
karena adanya persamaan „illat hukum.
3. Definisi Lain :
• Al-Ghazali dalam Al-Mustashfa
Menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada
sesuatu yang diketahui dalam hal menetapkan
hukum pada keduanya, dalam penetapan hukum
atau peniadaan hukum.
• Abu Hasan al-Bashri
Menghasilkan (menetapkan) hukum ashal pada
“furu‟” karena keduanya sama dalam „illat hukum
menurut mujtahid.
4. Lanjutan….
• Al-Baidhawi
Menetapkan semisal hukum yang diketahui pada sesuatu
lain yang diketahui karena keduanya berserikat dalam
„illat hukum menurut pandangan ulama yang menetapkan.
• Shaadru al-Syari’ah
Merentangkan (menjangkaukan) hukum dari ashal kepada
furu‟ karena ada kesatuan „illat yang tidak mungkin
dikenal dengan pemahaman lughowi semata.
5. Qiyas itu berarti para mujtahid telah
mengembalikan ketentuan hukum sesuatu kepada
sumbernya Alqur‟an dan Hadits. Sebab hukum
islam, kadang tersurat jelas dalam nash Alqur‟an
atau Hadits, kadang juga bersifat implisit-analogik
terkandung dalam nash tersebut.
Mengenai Qiyas ini Imam Syafi‟i mengatakan:
“Setiap peristiwa pasti ada kepastian hukum dan
umat islam wajib melaksanakannya. Akan tetapi jika
tidak ada ketentuan hukumnya yang pasti, maka
harus dicari pendekatan yang sah, yaitu dengan
ijtihad. Dan ijtihad itu adalah Qiyas.”
6. B. Kedudukan dan Kehujjahan Qiyas
Sebagian para ulama‟ fiqh dan para pengikut madzab yang
empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu
dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum ajaran
islam. Mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada
kejadian atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun
yang dapat dijadikan dasar.
Hanya sebagian kecil para ulama‟ yang tidak
membolehkan pemakaian qiyas sebagai dasar hujjah,
diantaranya ialah salah satu cabang Madzab Dzahiri dan
Madzab Syi‟ah.
7. Lanjutan….
Ulama‟ Zahiriyah berpendapat bahwa secara logika
qiyas memang boleh tetapi tidak ada satu nashpun
dalam ayat Alqur‟an yang menyatakan wajib
memakai qiyas.
Ulama‟ Syi‟ah Imamiyah dan An-Nazzam dari
Mu‟tazilah menyatakan bahwa qiyas tidak bisa
dijadikan landasan hukum dan tidak wajib
diamalkan karena mengamalkan qiyas sebagai
sesuatu yang bersifat mustahil menurut akal.
Mereka mengambil dalil QS. Al Hujurat: 1
8. “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mendahului Allah
dan Rasulnya dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui“
9. Mengenai dasar hukum qiyas bagi yang
membolehkannya sebagai dasar hujjah, ialah al-
Qur‟an dan Al-Hadits serta perbuatan sahabat
yaitu :
a. Dalil Alqur‟an
• Allah SWT memberi petunjuk bagi
penggunaan qiyas dengan cara menyamakan
dua hal sebagaimana dalam surat Yasin (36),
ayat 78-79:
10. 78. Dan ia membuat perumpamaan bagi kami dan dia lupa
kepada kejadiannya, ia berkata : “ siapakah yang dapat
menghidupkan Tulang belulang yang telah hancur luluh?”
79. Katakanlah : “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang
menciptakannya kali yang pertama dan Dia maha mengetahui
tentang segala makhluk.
11. Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyamakan
kemampuan-Nya menghidupkan tulang belulang
yang telah berserakan dikemudian hari dengan
kemampuan-Nya dalam menciptakan tulang
belulang pertama kali. Hal ini berarti bahwa
Allah menyamakan menghidupkan tulang
tersebut kepada penciptaan pertama kali.
•Allah menyuruh menggunakan qiyas
sebagaimana dipahami dari beberapa ayat
Alqur‟an, seperti dalam surat Al-Hasyr (59), ayat
2 :
12.
13. “Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara
ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat
pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa
mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa
benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka
dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada
mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-
sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati
mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka
dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang
mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi
pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan.”
14. Pada ayat di atas terdapat perkataan fa‟ tabiru ya ulil
abshar (maka ambillah tamsil dan ibarat dari
kejadian itu hai orang-orang yang mempunyai
pandangan tajam). Maksudnya ialah: Allah SWT
memerintahkan kepada manusia agar
membandingkan kejadian yang terjadi pada diri
sendiri kepada kejadian yang terjadi pada orang-
orang kafir itu. Jika orang-orang beriman
melakukan perbuatan seperti perbuatan orang-orang
kafir itu, niscaya mereka akan memperoleh azab
yang serupa. Dari penjelmaan ayat di atas dapat
dipahamkan bahwa orang boleh menetapkan suatu
hukum syara‟ dengan cara melakukan perbandingan,
persamaan atau qiyas.
15. b. Dalil Sunnah
• Hadits mengenai percakapan Nabi dengan Muaz ibn Jabal,
saat ia diutus ke Yaman untuk menjadi penguasa di sana.
Nabi bertanya, “dengan cara apa engkau menetapkan
hukum seandainya kepadamu diajukan sebuah perkara?
“Muaz menjawab, “Saya menetapkan hukum berdasarkan
kitab Allah”. Nabi bertanya lagi, “Bila engkau tidak
menemukan hukumnya dalam kitab Allah?” Jawab Muaz,
“Dengan sunnah Rasul.” Nabi bertanya lagi, “ kalau dalm
Sunah juga engkau tidak menemukannya?” Muaz
menjawab, “Saya akan menggunakan ijtihad denga nalar
(ra‟yu) saya.” Nabi bersabda, “segala puji bagi Allah yang
telah memberi Taufiq kepada utusan Rasul Allah dengan
apa yang diridhoi Rasul Allah.”
Hadits tersebut merupakan dalil sunnah yang kuat, menurut
jumhur Ulama‟, tentang kekuatan qiyas sebagai dalil Syara‟
16. • Nabi memberi petunjuk kepada sahabatnya
tentang penggunaan qiyas dengan
membandingkan antara dua hal, kemudian
mengambil keputusan atas perbandingan tersebut.
Dalam Hadits dari Ibnu „Abbas menurut riwayat
An-Nasa‟i Nabi bersabda: “Bagaimana
pendapatmu bila bapakmu berutang, apakah
engkau akan membayarnya?” Dijawab oleh si
penanya (al-Khatasamiyah), “ya, memang.” Nabi
Berkata, “Utang terhadap Allah lebih patut untuk
dibayar.”
17. Hadits di atas adalah tanggapan atas persoalan si
penanya yang bapaknya bernazar untuk haji tetapi
meninggal dunia sebelum sempat mengerjakan
haji. Ditanyakannya kepada Nabi dengan
ucapannya, “Bagaimana kalau saya yang
menghajikan bapak saya itu?” Keluarlah jawaban
Nabi seperti tersebut di atas.
Dalam hadits itu, Nabi memberikan taqrir
(pengakuan) kepada sahabatnya yang
menyamakan utang kepada Allah, yaitu haji lebih
patut untuk dibayar. Dalil ini menurut jumhur
ulama‟ cukup kuat sebagai alasan penggunaan
qiyas.
18. c. Atsar Sahabat
Adapun argumentasi jumhur ulama’ berdasarkan
atsar sahabat dalam penggunaan qiyas, adalah :
• Surat Umar Ibn Khattab kepada Abu Musa Al-
Asy’ari sewaktu diutus menjadi qodhi di Yaman.
Umar berkata :
Putuskanlah Hukum berdasarkan kitab Allah. Bila
kamu tidak menemukannya, maka putuskan
berdasarkan sunnah Rasul. Jika juga kamu
peroleh di dalam sunnah, berijtihadlah dengan
menggunakan ra’yu.
19. Pesan Umar dilanjutkan dengan :
Ketahuilah kesamaan dan keserupaan: Qiyas-
kanlah segala urusan waktu itu.
Bagian pertama atsar ini menjelaskan suruhan
menggunakan ra‟yu pada waktu tidak
menemukan jawaban dalam Alqur‟am maupun
Sunnah, sedangkan bagian akhir atsar shahabi
itu secara jelas menyuruh titik perbandingan
dan kesamaan di antara dua hal dan
menggunakan qiyas bila menemukan
kesamaan.
20. • Para Sahabat Nabi banyak menetapkan pendapatnya
berdasarkan qiyas. Contoh yang popular adalah
kesepakatan sahabat mengangkat Abu bakar menjadi
khalifah pengganti Nabi. Mereka menetapkannya
dengan dasar qiyas, yaitu karena Abu bakar pernah
ditunjuk Nabi menggantikan beliau menjadi imam
shalat jamaah sewaktu beliau sakit. Hal ini dijadikan
alasan untuk mengangkat abu bakar menjadi khalifah.
Para sahabat berkata: “Nabi telah menunjukkannya
menjadi pemimpin urusan agama kita, kenapa kita tidak
memilihnya untuk memimpin urusan dunia kita.”
Kedudukan abu bakar sebagai khalifah diqiyas-kan
kepada kedudukannya sebagai imam shalat jamaah.
Ternyata argumen ini dipahami semua sahabat (yang
hadir dalam pertemuan itu), sehingga mereka sepakat
untuk mengangkat abu bakar dengan cara tersebut.
21. C. Penolak dan Penerima Qiyas
1. Kelompok Jumhur, yang mempergunakan
qiyas sebagai dasar hukum pada hal-hal yang
tidak jelas nash baik dalam Alqur‟an, Sunnah,
Pendapat sahabat maupun ijma‟ ulama. Hal
itu dilakukan dengan tidak berlebihan dan
melampaui batas.
mereka menggunakan dalil qur‟an surat yasin
ayat 78-79
22. 78. Dan ia membuat perumpamaan bagi kami dan dia lupa
kepada kejadiannya, ia berkata : “ siapakah yang dapat
menghidupkan Tulang belulang yang telah hancur luluh?”
79. Katakanlah : “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang
menciptakannya kali yang pertama dan Dia maha
mengetahui tentang segala makhluk.
23. 2. Madzab Zhahiriyah dan Syi’ah Imamiyah, yang
sama sekali tidak mempergunakan qiyas. Madzab
zhahiriyah tidak mengakui adanya „illat nash dan tidak
berusaha mengetahui sasaran dan tujuan nash,
termasuk menyingkap alasan-alasannya guna
menetapkan suatu kepastian hukum yang sesuai
dengan „illat. Mereka membuang semua itu jauh-jauh
dan sebaliknya, mereka menetapkan suatu hukum
hanya dari teks nash semata. Dengan demikian mereka
mempersempit kandungan lafadz, tidak mau
memperluas wawasan untuk mengenali tujuan
legislasi Islam. Mereka terpaku pada bagian “luar”
dari teks semata.
mereka menggunakan dalil qur‟an surat alhujurat ayat
1
24. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui“
25. D. Rukun Qiyas
1. Ashl (Pokok), yaitu suatu peristiwa yang sudah ada Nashnya yang
dijadikan tempat mengqiyaskan, sedangkan menurut hukum teolog adalah
suatu Nash syara‟ yang menunjukkan ketentuan hukum, dengan kata lain
suatu Nash yang menjadi Dasar Hukum. Ashl disebut Maqis „Alaih (yang
dijadika tempat mengqiyaskan), Mahmul „Alaih (tempat
membandingkan) atau Musyabbah bih (tempat menyerupakan).
2. Far‟u (Cabang), yaitu peristiwa yang tidak ada nashnya. Far‟u itulah yang
dikehendaki untuk disamakan hukumnya dengan ashl. Ia disebut juga
maqis (yang dianalogikan) dan musyabbah (yang diserupakan).
3. Hukum Ashl, yaitu hukum syara‟ yang ditetapkan oleh suatu Nash.
4. „Illat, yaitu suatu sifat yang terdapat pada ashl. Dengan adanya sifat itulah
ashl mempuyai suatu hukum. Dan dengan sifat itu pula terdapat cabang
sehingga hukum cabang itu disamakanlah dengan hukum ashl.
26. E. Macam-Macam Qiyas
1. Qiyas Aulawy
Yaitu qiyas yang apabila „illatnya mewajibkan adanya hukum. Dan
antara hukum asal dan hukum yang disamakan (furu‟) dan hukum
cabang memiliki hukum yang lebih utama daripada hukum yang
ada pada al-asal. Misalnya: berkata kepada kedua orang tua dengan
mengatakan “uh”, “eh”, “busyet” atau kata-kata lain yang semakna
dan menyakitakan itu hukumnya haram, sesuai dengan firman
allah SWT QS. Al-Isra‟ (17) : 23.
2. Qiyas Musawy
Yaitu qiyas yang apabila „illatnya mewajibkan adanya hukum dan
sama antara hukum yang ada pada al-ashl maupun hukum yang
ada pada al-far‟u (cabang). Contohnya, keharaman memakan harta
anak yatim berdasarkan firman Allah Surat An-Nisa‟ (4):10.
27. 3.Qiyas Adna
Qiyas adna yaitu adanya hukum far‟u lebih
lemah bila dirujuk dengan hukum al-ashlu.
Sebagai contoh, mengqiyaskan hukum apel
kepada gandum dalam hal riba fadl (riba yang
terjadi karena adanya kelebihan dalam tukar
menukar antara dua bahan kebutuhan pokok
atau makanan). Dalam masalah kasus ini „illat
hukumnya adalah baik apel maupun gandum
merupakan jenis makanan yang bisa dimakan
dan ditakar.