Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Makalah Agama Dinasti Abbasiyah
1. MAKALAH AGAMA
Kerajaan Abbasiyah
Disusun oleh:
Kelompok 2
Ardian Cahyo P.
Arham Febrian
Evvy Azdyanty K.
Halim Sinung N.
Hizrian R D.
Mira Ismiyanti P.
M. Luvian
Nabilah Irdati P.
Zhafran Al-Hafizh
XI MIA 3
2014/2015
Jalan LMU. Suparmin 1A Bandung
2. 2
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan kekuatan dan
keteguhan hati kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga
senantiasa tercurah limpahan kepada nabi Muhammad saw. yang menjadi tauladan para umat
manusia yang merindukan keindahan syurga.
Kami menulis makalah ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui ilmu tentang Sejarah
Peradaban Islam. Selain bertujuan untuk memenuhi tugas, tujuan kami selanjutnya adalah untuk
mengetahui proses pendirian bani Abbasiyah dan pola pemerintahan Abbasiyah.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan
kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat kerjasama yang solid dan kesungguhan dalam
menyelesaikan makalah ini, akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.
Kami menyadari, sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya tidak seberapa yang masih
perlu belajar dalam penulisan makalah, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif demi terciptanya makalah yang
lebih baik lagi, serta berdayaguna di masa yang akan datang.
Besar harapan, mudah-mudahan makalah yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat dan
maslahat bagi semua orang.
Wasalamualaikum Wr.Wb
Bandung, 16 November 2014
Kelompok 2
3. 3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………………………..…2
Daftar Isi………………………………………………………………………………………………....3
I. Pendahuluan…………………………………………………………………………………..…4
II. Pembahasan
A. Awal Berdirinya Bani Abbasiyah…………………………………………….......................5
B. Wilayah Bani Abbasiyah………………………………………………………………….....6
C. Pemerintahan Bani Abbasiyah……………………………………………………………....6
D. Masa Kejayaan Abbasiyah…………………………………………………………...…...…8
E. Berakhirnya Bani Abbasiyah……………………………………………………………......9
III. Penutup
Kesimpulan…………………………………………………………………………………………...…13
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………………...14
4. 4
I. PENDAHULUAN
Bani Abbasiyah mewarisi imperium besar dari Bani Umayyah. Mereka dapat memungkinkan untuk
mencapai hasil lebih banyak karena landasannya telah dipersiapkan oleh Bani Umayyah yang besar
dan Abasiyyah yang pertama memanfaatkannya. Penggantian Umayyah oleh Abasiyyah ini bukan
sekedar penggantian dinasti, tetapi merupakan suatu revolusi dalam sejarah Islam, suatu titik balik
yang sama pentingnya dengan Revolusi Perancis dan Revolusi Rusia di dalam Sejarah Barat.
Bani Abbasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia, sehingga banyak dipengaruhi oleh
peradaban bangsa Persia. Jika bani Umayyah dengan Damaskus sebagai Ibu Kotanya
mementingkan kebudayaan Arab, maka bani Abbasiyah dengan memindahkan Ibu kotanya ke
Baghdad telah agak jauh dari pengaruh Arab. Baghdad terletak di daerah yang banyak dipengaruhi
oleh kebudayaan Persia. Di samping itu, tangan kanan yang membawa Bani Abbasiyah kepada
kekuasaan adalah orang-orang Persia. Dan setelah berkuasa, cendekiawan Persialah yang mereka
jadikan sebagai pembesar-pembesar di istana.
Dengan naiknya kedudukan orang-orang Persia dan kemudian orang-orang Turki dalam
pemerintahan bani Abbasiyah, kedudukan orang-orang Arab menurun. Masa ini bukanlah masa
ekspansi daerah kekuasaan seperti pada masa Umayyah tetapi masa pembentukan kebudayaan dan
peradaban Islam. Berbagai macam disiplin keilmuan meningkat pesat. Perguruan Tinggi yang
didirikan pada zaman ini antara lain Baitul Hikmah di Baghdad dan Al-Azhar di Kairo yang hingga
kini masih harum namanya sebagai universitas Islam yang termasyhur di seluruh dunia.
Periode ini adalah periode peradaban Islam yang tertinggi dan memiliki pengaruh walaupun tidak
secara langsung pada tercapainya peradaban modern di Barat sekarang. Periode kemajuan Islam ini
menurut Christoper Dawson, bersamaan masanya dengan abad kegelapan di Eropa. Pada abad ke-
11 Eropa mulai sadar akan adanya peradaban Islam yang tinggi di Timur dan melalui Spanyol,
Sicilia , peradaban itu sedikit demi sedikit ditransfer ke Eropa. Dari Islam-lah Eropa mempelajari
semua ilmu pengetahuan. Maka tidak mengherankan jika Gustave Lebon mengatakan bahwa “orang
Arab-lah yang menyebabkan kita mempunyai peradaban, karena mereka adalah imam kita selama
enam abad”.
Karena besarnya peranan dan pengaruh Dinasti Abbasiyah terhadap perkembangan kebudayaan dan
kemajuan agama Islam maka dalam makalah ini akan dibahas tentang:
1. Bagaimana Sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah
2. Wilayah apa saja yang termasuk kekuasaan Dinasti Abbasiyah
3. Bagaimana Pola pemerintahan Dinasti Abbasiyah
4. Siapa saja yang pernah menjadi khalifah Dinasti Abbasiyah
5. Apa saja penyebab runtuhnya dinasti Abbasiyah.
5. 5
II. PEMBAHASAN
A. Awal Berdirinya Bani Abbasiyah
Dinamakan Bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas,
paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffahbin Muhammad
ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik
menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H (750 M), sekaligus berdirinya Kekhalifahan
Abbasiyah. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M
Kekhalifahan Abbasiyah atau Bani Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di
Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam
sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan
Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua
wilayahnya kecuali Andalusia. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke
Baghdad. Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi saat ini banyak bertempat tinggal
di timur laut Tikrit, Iraq sekarang.
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan di seluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan
merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan
pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan
Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama
dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah.
Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti akan
tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial dan ideologi. Sehingga dapat dikatakan
kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi. Sebelum daulah Bani Abbasiyah
berdiri, terdapat 3 tempat yang menjadi pusat kegiatan kelompok Bani Abbas. Tiga tempat itu adalah
Humaimah, Kufah dan Khurasan.
Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim bermukim, baik dari kalangan
pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah terletak berdekatan dengan Damsyik.
Kufah merupakan kota yang penduduknya menganut aliran Syi‘ah pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia
bermusuhan secara terang-terangan dengan golongan Bani Umayyah. Demikian pula dengan
Khurasan, kota yang penduduknya mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang
bertemperamen pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi, teguh pendirian tidak mudah terpengaruh nafsu
dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan yang menyimpang. Disinilah diharapkan dakwah kaum
Abbassiyah mendapatkan dukungan.
6. 6
B. Wilayah Bani Abbasiyah
Peta daerah yang telah dikuasai oleh umat Islam (bani Abbasiyah) sangat luas, namun terbagi menjadi
dua bagian yaitu :
1. Daerah yang dikuasai langsung oleh Bani Abbasiyah yaitu :
a. Wilayah Timur (Asia Tengah, Hindia dan perbatasan China (masa al Mahdi 158-169 H).
b. Wilayah Bizantium (Selat Bosporus pada zaman al Mahdi 165 H)
c. Wilayah-wilayah yang dulunya dikuasai oleh Bani Umayah (Saudi Arabia, Yaman Utara, Yaman
Selatan, Oman, Uni Emirat Arab, Kuwait, Irak, Iran, Yordania, Palestina, Lebanon, Mesir,
Afghanistan, Pakistan, Libia, Tunisia, Aljazair, Maroko.
d. Wilayah Eropa misalnya Turki, Armnenia dan laut Kaspia (Uni Sovyet/Rusia).
e. Daerah yang tidak dikuasai langsung oleh Bani Abbasiyah yaitu daerah yang menjadi basis Bani
Umaiyah seperti Andalusia (Kordova, Granada dan Toledo).
2. Daerah taklukan baru terbagi dalam tiga kelompok yaitu :
a. Kerajaan Bizantium – Raja Bizantium pada tahun 138 H menyerang wilayah Islam, namun Khalifah
Al Mansur dapat menangkisnya. Setelah al Mansur berhasil menstabilkan keamanan dalam negeri,
maka mulailah ia menyerang kerajaan Bizantium – akhirnya mereka minta damai dan membayar
pajak tahunan.
b. Negeri Andalusia – karena letaknya yang jauh dari pusat pemerintahan di Bagdad, maka al Mansur
hanya mengikat persaudaraan dengan raja-raja Eropa supaya memerangi kerajaan Bani Umayah di
Andalusia.
c. Negeri Afrika – negera-negara di Afrika dipimpin oleh para Amir yang kerap kali terjadi peperangan
diantara mereka, maka pada tahun 155 H. barulah negeri itu dikuasai oleh Bani Abbasiyah.
C. Pemerintahan Bani Abbasiyah
Pemerintahan Dauluh Abbasiyah dapat dibagi menjadi 5 periode berdasarkan perubahan pola
pemerintahan dan politik, yaitu :
1. Periode Pertama (132 H - 232 H / 750 M - 847 M), periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
2. Periode Kedua (232 H - 334 H / 847 M - 945 M), periode pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H - 447 H / 945 M - 1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode Keempat (447 H - 590 H / 1055 M - l194 M), masa kekuasaan Daulah Bani Seljuk dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah; disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah
kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra / Seljuk agung).
5. Periode Kelima (590 H - 656 H / 1194 M - 1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti
lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari
bangsa Mongol.
7. 7
Dibawah ini merupakan khalifah yang pernah menduduki dinasti Abbasiyah dari awal sampai akhir
pemerintahannnya.
a. Khalifah I: Abu al-Abbas al-Saffah (132-136
H)
b. Khalifah II: Abu Ja’far al-Mansur (136-148 H)
c. Khalifah III: Al-Mahdi (158-169 H)
d. Khalifah IV: Al-Hadi (169-170 H)
e. Khalifah V: Harun al-Rasyid (170-193 H)
f. Khalifah VI: Al-Amin (191-198 H)
g. Khalifah VII: Al-Ma’mun (198-218 H)
h. Khalifah VIII: Al-Mu’tashim (218-227 H)
i. Khalifah IX: Al-Watsiq (227-232 H)
2.Masa Dinasti Abbasiyah Periode II (232-334
H/847-946 M)
a. Khalifah I: Al-Mutawakkil ‘Ala Allah (232-
247 H)
b. Khalifah II: Al-Muntashir Billah Muhammad,
Abu Ja’far (247-248 H)
c. Khalifah III:Al-Musta’in Billah, Abu al-Abbas
(248-251 H)
d. Khalifah IV: Al-Mu’taz Billah, Muhammad
(252-255 H)
e. Khalifah V: Al-Muhtadi Billah (255-256 H)
f. Khalifah VI: Al-Mu’tamid Billah (256-279 H)
g. Khalifah VII: Al-Mu’tadhid Billah, Ahmad
(279-289 H)
h. Khalifah VIII: Al-Muktafi Billah, Abu
Muhammad (289-295 H)
i. Khalifah IX: Al-Muqtadir Billah, Abu Al-
Fadhal (295-320 H)
j. Khalifah X: Al-Qahir Billah, Abu Manshur
(320-322 H)
k. Khalifah XI: Al-Radhi Billah, Abu Al-Abbas
(322-329 H)
l. Khalifah XII: Al-Muttaqi Lillah, Abu Ishaq
(329-333 H)
m. Khalifah XIII: Al-Mustakfi Billah, Abu al-
Qasim (333-334 H)
3.Masa Dinansti Abbasiyah Periode III (334-
467 H/946-1075 M)
a. Khalifah I: Al-Muthi’ Lillah, Abu al-Qasim
(334-363 H)
b. Khalifah II: Al-Thai’ Lillah, Abu Bakar (363-
381 H)
c. Khalifah III: Al-Qadir Billah, Abu al-Abbas
(381-422 H)
d. Khalifah IV: Al-Qaim Biamrillah Abu Ja’far
(422-467 H)
4. Masa Dinansti Abbasiyah Periode IV
(467-656 H/1075-1261 M)
a. Khalifah I: Muqtadi Biamrillah (467-487 H)
b. Khalifah II:Al-Mustazhir Abu al-Abbas (487-
512 H)
c. Khalifah III: Al-Mustarsyid Billah (512-529
H)
8. 8
D. Masa Kejayaan Abbasiyah
Harun Ar-Rasyid (786-809 M) adalah khalifah kelima Daulah Abbasiyah. Ia dilahirkan pada Februari
763 M. Ayahnya bernama Al-Mahdi, khalifah ketiga Bani Abbasiyah, dan ibunya bernama Khaizuran.
Masa kanak-kanaknya dilewati dengan mempelajari ilmu-ilmu agama dan ilmu pemerintahan. Guru
agamanya yang terkenal pada masa itu adalah Yahya bin Khalid Al-Barmaki.
Harun Ar-Rasyid diangkat menjadi khalifah pada September 786 M, pada usianya yang sangat muda,
23 tahun. Jabatan khalifah itu dipegangnya setelah saudaranya yang menjabat khalifah, Musa Al-Hadi
wafat. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Harun Ar-Rasyid didampingi Yahya bin Khalid dan
empat putranya.
Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid, seorang
khalifah yang taat beragama, shalih, dermawan, hampir bisa disamakan dengan Khalifah Umar bin
Abdul Azis dari Bani Umayyah. Jabatan khalifah tidak membuatnya terhalang untuk turun ke jalan-
jalan pada malam hari, tujuannya untuk melihat keadaan rakyat yang sebenarnya. Ia ingin melihat apa
yang terjadi dan menimpa kaum lemah dengan mata kepalanya sendiri untuk kemudian memberikan
bantuan.
Pada masa itu, Baghdad menjadi mercusuar kota impian 1.001 malam yang tidak ada tandingannya di
dunia pada abad pertengahan. Daulah Abbasiyah pada masa itu, mempunyai wilayah kekuasaan yang
luas, membentang dari Afrika Utara sampai ke Hindukush, India. Kekuatan militer yang dimilikinya
juga sangat luar biasa.
Khalifah Harun Ar-Rasyid mempunyai perhatian yang sangat baik terhadap ilmuwan dan budayawan.
Ia mengumpulkan mereka semua dan melibatkannya dalam setiap kebijakan yang akan diambil
pemerintah. Perdana menterinya adalah seorang ulama besar di zamannya, Yahya Al-Barmaki juga
merupakan guru Khalifah Harun Ar-Rasyid, sehingga banyak nasihat dan anjuran kebaikan mengalir
dari Yahya. Hal ini semua membentengi Khalifah Harun Ar- Rasyid dari perbuatan-perbuatan yang
menyimpang dari ajaran-ajaran Islam.
Pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid, hidup juga seorang cerdik pandai yang sering memberikan
nasihat-nasihat kebaikan pada Khalifah, yaitu Abu Nawas. Nasihat-nasihat kebaikan dari Abu Nawas
disertai dengan gayanya yang lucu, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Khalifah Harun Ar-
Rasyid.
Suasana negara yang aman dan damai membuat rakyat menjadi tenteram. Bahkan pada masa
pemerintahan Harun Ar-Rasyid sangat sulit mencari orang yang akan diberikan zakat, infak dan
sedekah, karena tingkat kemakmuran penduduknya merata. Di samping itu, banyak pedagang dan
saudagar yang menanamkan investasinya pada berbagai bidang usaha di wilayah Bani Abbasiyah pada
masa itu. Setiap orang merasa aman untuk keluar pada malam hari, karena tingkat kejahatan yang
minim. Kaum terpelajar dan masyarakat umum dapat melakukan perjalanan dan penjelajahan di negeri
yang luas itu dengan aman. Masjid-masjid, perguruan tinggi, madrasah-madrasah, rumah sakit, dan
sarana kepentingan umum lainnya banyak dibangun pada masa itu.
Khalifah Harun Ar-Rasyid juga sangat giat dalam penerjemahan berbagai buku berbahasa asing ke
dalam bahasa Arab. Dewan penerjemah juga dibentuk untuk keperluan penerjemahan dan penggalian
informasi yang termuat dalam buku asing. Dewan penerjemah itu diketuai oleh seorang pakar bernama
Yuhana bin Musawih. Bahasa Arab ketika itu merupakan bahasa resmi negara dan bahasa pengantar di
sekolah-sekolah, perguruan tinggi, dan bahkan menjadi alat komunikasi umum. Karena itu, dianggap
9. 9
tepat bila semua pengetahuan yang termuat dalam bahasa asing itu segera diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab.
Khalifah Harun Ar-Rasyid meninggal dunia di Khurasan pada 3 atau 4 Jumadil Tsani 193 H/809 M
setelah menjadi khalifah selama lebih kurang 23 tahun 6 bulan. Seperti ditulis Imam As-Suyuthi, ia
meninggal saat memimpin Perang Thus, sebuah wilayah di Khurasan. Saat meninggal usianya 45
tahun, bertindak sebagai imam shalat jenazahnya adalah anaknya sendiri yang bernama Shalih. Daulah
Abbasiyah dan dunia Islam saat itu benar- benar kehilangan sosok pemimpin yang shalih dan adil,
sehingga tak seorang pun yang teraniaya tanpa diketahui oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid dan
mendapatkan perlindungan hukum yang sesuai.
E. Berakhirnya Bani Abbasiyah
Kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah yang menjadi awal kemunduran dunia Islam terjadi
dengan proses kausalitas sebagaimana yang dialami oleh dinasti sebelumnya. Konflik internal,
ketidakmampuan khalifah dalam mengkonsolidasi wilayah kekuasaannya, budaya hedonis yang
melanda keluarga istana dan sebagainya, di samping itu juga terdapat ancaman dari luar seperti
serbuan tentara salib ke wilayah-wilayah Islam dan serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh
Hulagu Khan. Tak ada gading yang tak retak. Mungkin pepatah inilah yang sangat pas untuk dijadikan
cermin atas kejayaan yang digapai bani Abbasiah. Meskipun Daulah Abbasiyah begitu bercahaya
dalam mendulang kesuksesan dalam hampir segala bidang, namun akhirnya iapun mulai menurun dan
akhirnya runtuh. Menurut beberapa literatur, ada beberapa sebab keruntuhan daulah Abbasyiah, yaitu:
Faktor Internal
1. Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan
Orang-orang Persia menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia. Sementara itu
bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa
dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam) di dunia Islam.
Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para
khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan
pegawai dan tentara. Khalifah Al-Mu’tashim (218-227 H) yang memberi peluang besar kepada bangsa
Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka diangkat menjadi orang-orang penting di
pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam kota. Merekapun menjadi dominan dan menguasai
tempat yang mereka diami.
Setelah al-Mutawakkil (232-247 H), seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki
semakin kuat, mereka dapat menentukan siapa yang diangkat jadi Khalifah. Sejak itu kekuasaan Bani
Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian
direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga (334-447), dan selanjutnya beralih
kepada Dinasti Seljuk, bangsa Turki pada periode keempat (447-590H).
10. 10
2. Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri
Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi
berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Walaupun
dalam kenyataannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh Khalifah secara riil, daerah-daerah itu
berada di bawah kekuasaaan gubernur-gubernur bersangkutan. Hubungan dengan Khalifah hanya
ditandai dengan pembayaran upeti.
Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah cukup puas dengan pengakuan nominal, dengan
pembayaran upeti. Alasannya, karena Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk,
tingkat saling percaya di kalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para
penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik
dan ekspansi. Selain itu, penyebab utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah
terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa
Persia dan Turki. Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman
penguasa Bani Abbas. Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa
khilafah Abbasiyah, di antaranya adalah:
1. Yang berkebangsaan Persia: Thahiriyyah di Khurasan (205-259 H), Shafariyah di Fars (254-290 H),
Samaniyah di Transoxania (261-389 H), Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H), Buwaihiyyah, bahkan
menguasai Baghdad (320-447).
2. Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah di Turkistan (320-560 H),
Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya
3. Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H), Ayubiyah (564-648 H).
4. Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko (172-375 h), Aghlabiyyah di Tunisia (18-289 H),
Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah di Tabaristan (250-316 H), Hamdaniyah di Aleppo
dan Maushil (317-394 H), Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489 H),
Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).
5. Yang Mengaku sebagai Khalifah : Umawiyah di Spanyol dan Fatimiyah di Mesir.
3. Kemerosotan Perekonomian
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang
masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Perekonomian
masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri. Tetapi setelah
memasuki masa kemunduran politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang drastis.
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara menurun sementara
pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin
menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian
rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak
lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan
para khalifah dan pejabat semakin mewah. Jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat
melakukan korupsi.
11. 11
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Kondisi ekonomi
yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah, faktor ini saling berkaitan dan tak
terpisahkan.
4. Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa, maka kekecewaan itu
mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme.
Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah.
Khalifah Al-Manshur yang berusaha keras memberantasnya, beliau juga memerangi Khawarij yang
mendirikan Negara Shafariyah di Sajalmasah pada tahun 140 H. Setelah al Manshur wafat digantikan
oleh putranya Al-Mahdi yang lebih keras dalam memerangi orang-orang Zindiq bahkan beliau
mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan mereka serta melakukan mihnah dengan tujuan
memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum
beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik
tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak.
Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran Syi'ah, sehingga
banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh
penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang
berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang
juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn
Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan
orang syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah
Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan
khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari Baghdad
yang Sunni.
Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam lainnya seperti perselisihan antara Ahlusunnah
dengan Mu'tazilah, yang dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M),
dengan menjadikan mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masaal-
Mutawakkil (847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan ahlusunnah
kembali naik daun. Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada
masa dinasti Seljuk yang menganut paham Asy'ariyyah penyingkiran golongan Mu'tazilahmulai
dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa, aliran Asy'ariyah tumbuh subur dan berjaya.
12. 12
B. Faktor Eksternal
1. Perang Salib
Kekalahan tentara Romawi telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen
terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis
menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin
berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat
kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Salib.
Perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang atau periode telah banyak menelan korban
dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan peperangan antara tahun 1097-1124 M
mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre.
2. Serangan Mongolia ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh di
China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan (603-624 H).
Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai negeri-
negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil. Pada bulan September 1257,
Hulagu mengirimkan ultimatum kepada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota
sebelah luar diruntuhkan. Tetapi Khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Maka pada Januari
1258, Hulagu khan menghancurkan tembok ibukota. Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung
menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar,
sepuluh hari kemudian mereka semua dieksekusi. Dan Hulagu beserta pasukannya menghancurkan
kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban
sekitar dua juta orang. Dengan terbunuhnya Khalifah al-Mu’tashim telah menandai babak akhir dari
Dinasti Abbasiyah.
13. 13
KESIMPULAN
1. Dinamakan Bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah keturunan Al Abbas paman
Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Abdullah
ibn Abbas.
2. Bani Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota
Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan
dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini
berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah.
3. Kejayaan Bani Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid dan anaknya Al-Makmun.
Pada masanya berkembang Ilmu Pengetahuan, baik ilmu pengetahuan umum maupun ilmu
pengetahuan agama. Disamping itu berkembang pula ilmu astronomi, kedokteran, kimia, geografi,
politik dan ekonomi.
4. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran, dengan
terbunuhnya Khalifah al- Mu’tashim oleh pasukan Mongolia menandai berakhirnya Dinasti
Abbasiyah.