Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them well
Perspektif kristen mengenai waktu dan aplikasinya
1. Perspektif Kristen Mengenai Waktu dan Aplikasinya
MASA LALU, MASA KINI, DAN MASA DEPAN
TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN
adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?
(Mazmur 27:1)
Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.
(Ibrani 13:8)
PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG
Kita hidup di dunia di dalam ruang dan waktu. Di dalam waktu, kita mengenal adanya tiga jenis
masa, yaitu masa lalu, masa kini, dan masa depan/akan datang. Di dalam bahasa Inggris, ada
bentuk: past (masa lalu), present (masa kini), dan future (masa depan/akan datang). Masa lalu
adalah masa yang SUDAH terjadi di waktu lalu (dan tidak akan terulang), masa kini adalah masa
yang SEDANG terjadi di masa sekarang, dan masa depan adalah masa yang AKAN terjadi
setelah masa kini. Permasalahan selanjutnya yang timbul adalah manusia yang sudah mengenal 3
masa itu ternyata kurang atau bahkan tidak memahami seutuhnya makna ketiga masa itu.
Problematika apa saja yang dipegang manusia dunia dan bagaimana pengajaran Alkitab tentang
ketiga masa itu dalam kaitannya dengan kedaulatan Allah?
KONSEP TIGA MASA DALAM PANDANGAN MANUSIA DUNIA
Dunia berdosa pasti menawarkan konsep dunia yang memengaruhi manusia (tidak terkecuali
orang Kristen di dalamnya). Konsep itu meliputi ketidakseimbangan mengerti totalitas 3 masa
dalam kaitannya dengan kedaulatan Allah. Karena dosa, maka manusia tidak akan pernah bisa
mengerti kesinambungan 3 masa itu. Ketidakseimbangan itu ditandai dengan tiga tanda, yaitu:
1. Terlalu Mementingkan Masa Lalu, Mengabaikan Masa Kini dan Masa Depan
Konsep pertama dari ketidakseimbangan 3 masa adalah terlalu mementingkan masa lalu dan
mengabaikan masa kini dan masa depan. Hal ini nampak pada pengajaran orangtua pada anak-
anaknya. Orangtua selalu mengajarkan kepada anak-anaknya atau berkata kepada orang lain
bahwa zaman kuno itu adalah zaman yang paling benar, baik, dll ketimbang masa kini dan masa
depan. Sepintas pandangan ini ada benarnya. Karena di zaman kuno (masa lalu) tidak ada free-
sex, VCD porno, homo, lesbian, dll, sedangkan di masa kini, semuanya itu ada dan semakin
parah di masa depan. Bukan hanya mengajar dan berkata kepada orang lain, beberapa orangtua
ada yang ekstrim sampai-sampai tidak mengerti (atau tidak mau mengerti) teknologi zaman
sekarang, karena kecintaan yang berlebihan terhadap zaman kuno.
2. Terlalu Mementingkan Masa Kini, Mengabaikan Masa Lalu dan Masa Depan
Konsep kedua ketidakseimbangan tersebut adalah terlalu mementingkan masa kini, masa bodoh
terhadap masa lalu dan masa depan. Konsep ini menjadi tren pemuda/i dan orang dunia yang
hidup di zaman postmodern ini. Bagi mereka, yang penting adalah menikmati hidup. Bahkan
slogan hedonis mereka yang terkenal, “Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk „surga‟.”
2. Slogan ini menginsyaratkan akan ketidakmengertian mereka akan makna hidup karena mereka
terlalu berfokus pada kesenangan sesaat. Bagaimana menikmati hidup? Menurut mereka adalah
dengan melampiaskan semua kesenangan/hasrat mereka. Mereka meneriakkan, “kebebasan.”
Bebas dari tradisi, bebas dari liturgi, dll. Tidak heran, di zaman sekarang, free-sex menjadi life-
style banyak pemuda/i dunia (tidak terkecuali pemuda/i “Kristen”). Bukan hanya itu saja, musik
rock, house music, dll berkembang dengan pesat dengan ide dasarnya adalah pemberontakan.
Bukan hanya di dunia, di dalam banyak gereja kontemporer, semua musik dan lagu himne
dibuang dan diganti dengan lagu/musik kontemporer yang mengenakkan telinga. Tidak heran,
jika belakangan ini, muncul satu jenis musik: Christian House Music dari sebuah gereja Bethel di
Surabaya. Mereka mengganti aliran musik dari jenis musik di masa lalu menjadi aliran musik
kontemporer dengan memberikan dalih “Alkitabiah” yaitu kita harus menyanyikan nyanyian
baru. Nyanyian baru ditafsirkan sebagai nyanyian yang benar-benar baru.
Bukan hanya mengabaikan masa lalu, para hedonis di abad postmodern juga mengabaikan masa
depan. Mereka tidak lagi memikirkan apa akibatnya jika mereka melakukan free-sex, minum
narkoba, dll. Di dalam pacaran, banyak pemuda/i (termasuk “Kristen”) juga kurang/tidak
memerhatikan masa depan. Yang penting, mereka sudah memiliki pasangan hidup tanpa
memerhatikan apakah pacarnya seorang Kristen yang sungguh-sungguh atau tidak, berkarakter
baik, bertanggung jawab, dll. Jangan heran, di salah satu surat kabar, seorang pemuda “Kristen”
yang bergabung dengan grup band “rohani”: GMB (Giving My Best) dan barusan putus dengan
pacarnya, Nia Ramadhani mengatakan bahwa kekasih hidupnya kelak jika tidak seiman juga
tidak apa-apa. Mereka tidak memikirkan akibat dari pasangan yang tidak seiman. Selain itu, ada
juga pemuda/i yang memilih kriteria pasangan hidup yang cantik/tampan, tetapi jahat, matre, dll.
Mungkin ada yang tidak memerhatikan wajah, ada juga pemuda/i yang memilih pasangan hidup
yang menurutnya berkarakter “baik,” padahal jika ditelusuri lebih dalam, “baik” dalam
konsepnya adalah tidak sesuai dengan kriteria baik sejati. “Baik” menurut seorang cewek
(khususnya) dalam memilih pasangan hidupnya adalah yang memerhatikan, yang suka memberi,
dll. Saya memiliki contoh nyata dari seorang rekan kerja saya yang cewek dan usianya lebih
muda dari saya. Dia memiliki kekasih yang katanya wajahnya tidak seberapa tampan, tetapi
katanya, cowoknya ini “baik.” Dia suka bercerita kepada saya tentang cowoknya, tetapi setelah
saya mendengarkan semua ceritanya, saya mengambil kesimpulan bahwa cowoknya itu
sebenarnya tidak baik. “Baik” menurutnya adalah karena cowoknya suka memberi banyak
camilan/makanan kepadanya, bahkan rekan saya ini mengatakan bahwa cowoknya
menginginkan rekan saya ini gemuk seperti Pretty Asmara, biar tidak ada cowok yang suka lagi
dengan rekan saya ini. Saya sampai geleng-geleng kepala mendengar cerita rekan kerja saya ini.
Itu bukannya baik, tetapi sangat tidak baik dari segi: motivasi, cara, dan tujuan. Dan lebih konyol
lagi, rekan kerja ini mengatakan bahwa cowoknya ini “dewasa.” Saya pikir-pikir, “dewasa” dari
sudut pandang mana? He...he...he... Ya, itulah ciri pemudi “Kristen” dalam memilih pasangan
hidupnya.
3. Terlalu Mementingkan Masa Depan, Mengabaikan Masa Lalu dan Masa Kini
Konsep ketiga tentang ketidakseimbangan ini adalah mementingkan masa depan, sengaja
mengabaikan masa lalu dan masa kini. Ada beberapa orangtua yang cukup bijaksana mengajari
anak-anaknya untuk berpikir panjang, bukan berpikir untuk saat ini saja. Orangtua ini mengajari
anak-anaknya untuk memilih pasangan hidup dan pekerjaan yang memiliki masa depan. Tetapi
sayangnya karena terlalu mementingkan masa depan, beberapa orangtua mulai mengabaikan
masa lalu dan masa kini. Beberapa orangtua ini mengabaikan masa lalu dengan cara tidak
3. mengizinkan anaknya (apalagi anak tunggalnya) untuk menderita seperti orangtuanya yang dulu
hidup menderita. Dari kecil, anak-anak mereka sudah menikmati hidup mewah melalui: rumah
mewah, mobil mewah, dll. Mereka dari kecil tidak diajar tentang bagaimana menyangkal diri,
bertanggung jawab, dll. Akibatnya, waktu mereka beranjak dewasa, mereka tetap adalah manusia
yang egois, seenaknya sendiri, tidak bertanggung jawab, dll, tetapi menganggap diri “dewasa.”
Dunia mengajar konsep “dewasa” adalah bisa segalanya. Bagi saya, itu hanya salah satu aspek
dari sekian banyak aspek kedewasaan. Kedewasaan TIDAK pernah dinilai dari usia atau jenjang
pendidikan, tetapi kualitas hidup dan kerohanian yang beres. Orang bisa saja usianya 50 tahun,
bisa mengurus segala macam masalah, tetapi sayangnya orang ini tidak mau ditegur (merasa diri
“sudah banyak makan asam garam”), tidak bisa menyangkal diri, dll. Apa itu tanda orang
dewasa? TIDAK! Orang itu meskipun sudah 50 tahun, tetapi masih kekanak-kanakan (childish).
Sedangkan mungkin ada anak yang baru berusia 10-20 tahun, tetapi anak itu bisa menyangkal
diri, rela ditegur (dan bertobat), beriman sungguh-sungguh kepada Tuhan, dll, maka anak ini
meskipun secara usia belum dewasa, tetapi dia sungguh-sungguh dewasa (meskipun kurang
sempurna). Ingatlah, kedewasaan adalah suatu proses, bukan suatu hal instan.
Karena terlalu mementingkan masa depan, beberapa orangtua juga mengabaikan masa kini. Ada
orangtua (salah satu orangtua) “Kristen” mengatakan kepada anaknya yang belum punya pacar
untuk mencari pasangan hidup kelak yang tidak seumur (alasannya sangat amat pragmatis dan
tidak logis: berkenaan dengan hubungan seksual), hidungnya “harus” mancung, tinggi (kalau
pendek, katanya sudah melahirkan–alasan yang terlalu digeneralisasikan), langsing, dll.
Orangtua ini katanya “memikirkan masa depan” buat anaknya, tetapi sayangnya, motivasi “baik”
dari orangtua ini TIDAK melihat masa kini dari anaknya yang mungkin saja sudah berusia 25
tahun ke atas. Akibatnya, jangan heran, karena desakan/paksaan (meskipun ada yang tidak mau
mengakuinya secara terus terang), anak mereka baru menikah di usia 40 tahun ke atas, karena
kriteria orangtua ini yang terlalu sempurna. Lucu juga model orangtua seperti ini, yang menikah
itu anaknya, yang ribut dan bawel adalah orangtuanya. Kalau ada orangtua seperti ini, biar
orangtua ini saja yang menikah, jangan anaknya. Biarkan anaknya jadi bujang lapuk sampai tua
gara-gara kriteria tidak logis dari orangtua yang katanya “memikirkan masa depan” untuk
anaknya. Itulah ciri orangtua (bahkan “Kristen”) berdosa.
KONSEP TIGA MASA DALAM KAITANNYA DENGAN KEDAULATAN ALLAH
Ketika dunia mengajarkan konsep tiga masa yang tidak seimbang dan tidak utuh dengan ide
humanisme atheis yang terselubung, maka sudah saatnya orang Kristen yang telah dilahirbarukan
keluar dari ide manusia berdosa tersebut dan kembali kepada Alkitab. Apa yang Alkitab ajarkan
tentang relasi konsep tiga masa itu dengan kedaulatan Allah? Alkitab mengajarkan satu prinsip
penting, yaitu: Allah adalah Sumber dari 3 Masa tersebut. Dari satu konsep ini, kita akan belajar
beberapa prinsip:
1. Allah adalah Pencipta 3 Masa
Poin pertama yang perlu kita pelajari adalah Allah adalah Pencipta dari 3 masa. Allah adalah
Pencipta waktu, meskipun Ia eksis di luar/melampaui waktu. Allah menciptakan waktu bukan
tanpa tujuan, tetapi dengan satu tujuan khusus bagi umat-Nya, yaitu supaya umat-Nya menebus
waktu mereka untuk memuliakan Tuhan. Ketika umat-Nya menebus waktu mereka untuk
memuliakan Tuhan, di saat yang sama, umat-Nya menghargai dan menyembah Allah sebagai
Pencipta 3 masa. Bagaimana menebus 3 masa itu untuk memuliakan Tuhan? Dengan
mempergunakan masing-masing masa itu secara utuh untuk memuliakan Tuhan (bdk. bagian
pertama dari artikel saya yang membahas: Waktu dan Kedaulatan Allah).
4. 2. Allah adalah Pemelihara 3 Masa
Selain sebagai Pencipta 3 masa, Allah juga sebagai Pemelihara 3 masa yang telah diciptakan-
Nya itu. Alkitab berkata bahwa setelah 6 hari lamanya Ia menciptakan langit dan bumi beserta
isinya, di hari ketujuh, Ia memberkati ciptaan-Nya dan secara otomatis memelihara ciptaan-Nya.
Di sini, kita belajar bahwa Allah yang menciptakan waktu tentu secara otomatis Ia yang
memelihara waktu yang telah diciptakan-Nya. Artinya, Ia tidak mungkin membiarkan satu masa
tanpa ada kontrol-Nya yang berdaulat. Dari sini, kita belajar satu prinsip: HISTORY (sejarah)
adalah His story (kisah-Nya). Setiap sejarah dan masa yang kita pelajari adalah kisah Allah yang
berkesinambungan menuju kepada kesempurnaan. Ketika kita belajar bahwa sejarah adalah
kisah-Nya, di sini, kita perlu mengerti bahwa apa yang terjadi di zaman sekarang adalah sebuah
pengulangan dari zaman dahulu (bdk. Pkh. 1:9b). Jadi, jangan pernah terkaget-kaget dengan
beragam pengajaran duniawi yang menyesatkan, karena itu bukan hal yang baru. Belajarlah
memiliki mata iman yang awas.
Selain itu, kita juga belajar bahwa Allah yang adalah Pemelihara 3 masa adalah Allah yang
memelihara umat-Nya yang hidup di dalam masa-masa tersebut. Hal ini ditunjukkan pemazmur
di dalam Mazmur 27:1 yang mengatakan bahwa hanya di dalam Tuhan saja, Daud tidak perlu
takut dan gemetar, walaupun harus menghadapi penderitaan (baca ay. 2-3, 10, 12). Bukan hanya
tidak takut dan gemetar, Daud pun berani menghadapi musuhnya karena Tuhan (ay. 5b). Di
dalam 2 Timotius 1:12, Paulus mengatakan hal yang serupa, “Itulah sebabnya aku menderita
semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin
bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada
hari Tuhan.” Meskipun harus menderita, Paulus memiliki kekuatan iman akan pemeliharaan
Allah. Hal ini ditunjukkan dengan dua pernyataan di dalam ayat ini, yaitu, “aku tahu kepada
siapa aku percaya” dan “aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah
dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.” Pernyataan “aku tahu kepada siapa aku
percaya” di dalam terjemahan King James Version (KJV), English Standard Version (ESV),
New King James Version (NKJV), “I know whom I have believed.” (=aku tahu kepada siapa aku
TELAH percaya) Di dalam terjemahan Inggris, kita melihat perbedaan waktu yang jelas, yaitu I
know (present tense) dan I have believed (present perfect). Jadi, Paulus mengetahui apa yang
TELAH dia imani dahulu. Di sini, iman mengakibatkan pengertian/pengetahuan. Iman inilah
yang mengakibatkan Paulus mengerti bahwa Allah memeliharakan tugas pelayanan yang
diberikan-Nya kepada dirinya sampai akhir. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita memiliki
iman yang berpusat pada pemeliharaan Allah? Sudahkah kita tidak lagi kuatir akan hidup kita
karena kita percaya kepada Allah yang memelihara? Hidup Kristen bukan hidup yang terus
kuatir, tetapi hidup yang terus beriman dan berharap kepada Allah yang memelihara hidup umat-
Nya (bdk. Mat. 6:25-34). Biarlah ini bukan menjadi studi yang mengisi rasio kita, tetapi benar-
benar kita alami di dalam hidup kita sehari-hari.
3. Allah adalah Penyempurna 3 Masa
Bukan hanya sebagai Pencipta dan Pemelihara 3 Masa, Ia juga adalah Penyempurna 3 Masa.
Ketika berbicara mengenai Penyempurna, di sini, kita belajar bahwa Allah adalah yang
menyempurnakan dan menyelesaikan semua masa di dalam kedaulatan-Nya yang kekal. Kalau
kita membaca Ibrani 13:8 tentang kekekalan Tuhan Yesus, kita belajar juga bahwa Tuhan Yesus
sebagai Pribadi Kedua Trinitas adalah Allah Penyempurna 3 masa. Tuhan Yesus eksis pada masa
Penciptaan, Ia eksis juga di dalam karya penebusan, dan terakhir Ia akan menjadi Hakim semua
manusia di masa depan/akan datang. Kalau kita membaca Kitab Wahyu, kita lebih tajam lagi
5. mempelajari tentang Allah sebagai Penyempurna 3 masa di mana Kristus pasti mengalahkan
semua musuh-Nya ketika Ia datang kedua kalinya. Ketika semua musuh-Nya dikalahkan, secara
otomatis, tidak mungkin ada iblis lagi yang berkuasa. Di sini letak kegagalan penganut
Dispensasionalisme yang masih memercayai adanya kekuatan iblis yang masih bisa mengganggu
manusia setelah Kristus datang kedua kalinya. Jika iblis masih bisa mengganggu setelah
kedatangan Kristus kedua kalinya, bukankah berarti Kristus TIDAK membasmi semua musuh-
Nya (iblis)? Bukankah itu juga berarti Kristus masih kurang berkuasa mengalahkan iblis?
Ketika kita belajar tentang kemenangan Kristus melawan semua musuh-Nya sebagai bukti Allah
adalah Penyempurna 3 Masa, kita belajar tentang kepastian kemenangan umat Tuhan di dalam
penderitaan. Alkitab TIDAK pernah mengajar bahwa menjadi anak Tuhan pasti terlepas dari
penderitaan. Ajaran “theologi” kemakmuran adalah ajaran yang tidak bertanggung jawab dan
tidak sesuai dengan Alkitab! Alkitab mengajarkan bahwa semua orang yang mau mengikut
Kristus, ia harus menyangkal diri dan memikul salib (bdk. Mat. 10:38; 16:24). Dengan kata lain,
anak Tuhan PASTI menderita, tetapi yang menjadi berita sukacitanya adalah anak-anak Tuhan
yang mengalami menderita pasti mengalami kemenangan atas penderitaan, karena Kristus telah
mengalahkan setan bagi umat-Nya. Itulah kemuliaan anak-anak Tuhan (bdk. Rm. 8:18-24).
Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita mengalami kemenangan Kristus di dalam hidup kita
bahkan di dalam penderitaan yang kita alami? Fokuslah pada kemenangan Kristus atas setan
ketika kita berada di dalam penderitaan dan percayalah akan janji-janji Tuhan yang pasti
memberi kita kemenangan atas penderitaan karena kemenangan Kristus.
APLIKASI KONSEP TIGA MASA DALAM KAITANNYA DENGAN KEDAULATAN
ALLAH
Setelah kita mempelajari 3 konsep relasi konsep tiga masa dengan kedaulatan Allah, saat ini kita
akan mempelajari aplikasinya di dalam pembagian 3 masa itu secara masing-masing.
1. Masa Lalu dan Kedaulatan Allah
Ketika kita berbicara mengenai masa lalu, kita selalu berpikir negatif, misalnya: masa/zaman
yang tidak modern, kaku, kolot, dll. Banyak pemuda/i (termasuk “Kristen”) yang berpikir seperti
demikian, lalu membuang semua hal dari masa lalu, kemudian mereka menggantikannya dengan
masa kini/sekarang yang canggih, modern, dll. Benarkah pandangan demikian? Tidak juga.
Memang, masa lalu adalah masa yang kuno, tetapi sejarah membuktikan masa yang kuno banyak
menghasilkan filsuf, theolog, dan banyak karya yang agung yang tidak pernah dihasilkan masa-
masa sesudahnya. Filsuf Yunani, seperti Socrates, Plato, Aristoteles menghasilkan banyak karya
yang agung yang memengaruhi zaman sesudahnya bahkan zaman sekarang. Theolog Kristen
seperti Bapa Gereja Augustinus mampu memengaruhi theolog Kristen di zaman ini melalui
buku-bukunya: Confession, City of God, dll. Begitu juga dengan Dr. John Calvin yang hidup di
abad 16 M telah memengaruhi para tokoh dan theolog Kristen di abad ini melalui bukunya yang
tersohor: Institutes of the Christian Religion. Lagu-lagu klasik dari G. F. Handel (seperti oratorio
Messiah), J. S. Bach, Wolfgang A. Mozart, Ludwig van Beethoven (Symphony No. 9), dll telah
memengaruhi zaman sesudahnya bahkan zaman sekarang. Bandingkan lagu-lagu rohani himne
dari abad lalu dan banyak lagu/musik klasik dengan banyak lagu rohani (maupun sekuler) di
abad postmodern yang kacau. Para penggubah himne di abad lalu ketika menuliskan himne,
mereka menggumulkannya terlebih dahulu sambil belajar Alkitab, sehingga di dalam banyak
himne yang mereka tulis berdasarkan Alkitab, sedangkan banyak para penggubah lagu “rohani”
kontemporer sekarang asal-asalan menggubah lagu tanpa mengerti konsep Alkitab yang utuh dan
beres. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa lagu Suci, Suci, Suci ditulis dengan
6. pengertian Alkitab bahwa Allah Tritunggal adalah Tiga Pribadi Allah yang masing-masing
Pribadi suci (Allah Bapa itu suci, Allah Anak itu suci, Allah Roh Kudus itu suci), sehingga suci
harus dinyanyikan tiga kali, tetapi lagu “rohani” kontemporer saat ini menyanyikan suci ada
yang empat kali, dua kali, dll dengan nada yang tidak karuan. Begitu juga dengan lukisan-lukisan
di Abad Pertengahan lebih agung ketimbang lukisan-lukisan di abad postmodern yang kacau
(Jawa: amburadul).
2. Masa Kini dan Kedaulatan Allah
Bukan hanya masa lalu, Allah yang berdaulat adalah Allah yang juga memakai masa kini untuk
memuliakan-Nya. Oleh karena itu, kita tetap perlu menghargai karya Allah di masa kini.
Meskipun tidak seperti masa kuno/lalu, masa kini tetap bisa menghasilkan karya yang cukup
bermutu khususnya sumbangsih dari Kekristenan. Misalnya, beberapa lagu rohani kontemporer
ada yang cukup bagus dan agung, seperti: Majesty, Hari Ini Kurasa Bahagia, Dengar Dia Panggil
Nama Saya, dll. Hal ini tetap menunjukkan bahwa Allah masih tetap memakai zaman ini dengan
lagu-lagu yang cukup bermutu. Hal ini mengakibatkan kita semakin bersemangat
mengembangkan talenta yang Tuhan percayakan kepada kita untuk memperkembangkan hasil-
hasil yang bermutu untuk memuliakan Tuhan. Kembangkanlah talenta yang Tuhan sudah
anugerahkan kepada kita dengan mempelajari firman-Nya secara bertanggung jawab, sehingga
kita semakin memuliakan Tuhan. Di sini, saya mengaitkan mengembangkan talenta kita dengan
menundukkan talenta kita yang dikembangkan itu di bawah otoritas Alkitab yang
mengoreksinya. Kreativitas umat Tuhan perlu dikembangkan, tetapi tidak boleh melebihi batas
firman-Nya. Kreativitas itu kita implikasikan di dalam aspek kehidupan kita melalui panggilan
Tuhan. Ketika Tuhan memanggil kita di dalam bidang politik, kembangkan kreativitas kita di
dalam politik, tebuslah politik untuk kemuliaan Tuhan dengan menundukkan semua prinsip
politik di bawah otoritas Alkitab. Begitu juga dengan seni (musik, tari, gerak, dll), ekonomi,
hukum, kebudayaan, sosial, dll harus ditebus untuk memuliakan Tuhan dengan kembali kepada
prinsip-prinsip Alkitab. Kekristenan bukan hanya berfokus kepada masa depan, tetapi juga pada
masa kini melalui panggilan Tuhan. Biarlah kita disadarkan akan pentingnya mandat budaya
(menebus budaya dengan menundukkan dan mengembalikan budaya di bawah kaki dan kepada
Kristus) selain mandat untuk memberitakan Injil.
3. Masa Depan dan Kedaulatan Allah
Kita mungkin bisa melihat masa lalu dan masa kini, tetapi bagaimana dengan masa depan? Kita
bukan dukun atau cenayang dan Alkitab juga melarang kita untuk meminta petunjuk masa depan
kepada dukun/peramal/cenayang (Im. 19:31). Mengapa? Karena masa depan ada di dalam
kedaulatan Allah. Lalu, bagaimana kita bisa mengaitkan masa depan yang tidak kita ketahui
dengan kedaulatan Allah? Jawabannya yaitu: IMAN. Iman bukan berpikir positif, iman bukan
percaya diri, iman bukan nekat, tetapi iman adalah percaya pada Tuhan. Amsal 3:5 mengajar kita
untuk percaya kepada Tuhan (Trust in the Lord) dengan segenap hati kita, disambung pengajaran
agar kita tidak mengandalkan kemampuan kita sendiri. Berarti di dalam beriman, ada dua sisi,
yaitu mempercayakan diri di dalam dan kepada Tuhan, lalu tidak sekali-kali mengandalkan
kemampuan diri. Di sini, Tuhan mau kita beriman secara total kepada-Nya, bukan setengah-
tengah. Di dalam iman, kita percaya bahwa Allah kita melakukan segala sesuatu yang baik
menurut-Nya bagi kita. Kepercayaan kita bukan kepercayaan yang nekat atau membabi buta,
tetapi kepercayaan yang pasti, karena kita percaya di dalam dan kepada Allah yang patut dan
layak dipercayai sebagai satu-satunya standar kebenaran. Dari hal ini, kita belajar bahwa tidak
7. ada hal yang perlu kita kuatirkan dalam hidup. Berkat adalah anugerah Tuhan yang disediakan
bagi umat-Nya, sehingga Ia tahu porsi yang tepat bagi anak-anak-Nya, tetapi hal ini tidak boleh
dijadikan alasan agar kita malas bekerja. Kita dituntut untuk bekerja keras seperti untuk Tuhan
(Kol. 3:23), tetapi di sisi lain, kita dituntut untuk beriman dan tidak perlu kuatir (Mat. 6:25-34).
Artinya, segala sesuatu yang telah kita kerjakan dengan maksimal hendaklah kita serahkan
kepada Tuhan dan biarkan Tuhan memelihara hidup kita sebagai umat-Nya.
Kemudian, setelah kita beriman, bagaimana kita bisa mempergunakan masa depan yang tidak
kita tahui untuk memuliakan Allah? Jawabannya sederhana namun kompleks, yaitu: VISI.
Dengan visi, kita bisa melihat masa depan dan mempergunakannya untuk memuliakan Allah.
Apa itu visi? Pdt. Dr. Stephen Tong mendefinisikan visi sebagai sharing dari kehendak Allah
yang kekal kepada umat-Nya. Pdt. Billy Kristanto mengajarkan bahwa visi selalu berkaitan
dengan orang. Dari dua konsep ini, kita belajar bahwa melalui visi, kita menatap ke masa depan
dengan penuh iman tentu sambil menggarap pekerjaan Tuhan. Ketika Tuhan memberikan visi,
percayalah, Ia pasti memelihara dan menyempurnakan visi tersebut sampai kesudahannya. Tugas
kita adalah mengerjakannya dan menyerahkan selanjutnya kepada Allah yang akan
menyempurnakannya (bdk. 2 Tim. 1:12b di atas).
Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita mempergunakan 3 masa yang Tuhan berikan itu untuk
memuliakan Tuhan? Semua masa adalah anugerah Tuhan dan kita yang hidup di zaman
postmodern ini pun mendapat mandat dari Tuhan untuk menggarap zaman kita yang semakin
rusak ini dengan menebus budaya kita. Menebus budaya itu kita lakukan dengan mengembalikan
budaya dunia kita kepada Sumbernya, yaitu Allah. Mari kita menggarap dan menebus budaya
demi kemuliaan Allah Trinitas. Soli Deo Gloria.
moesmulya82@gmail.com