SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  8
ANALISIS STILISTIKA CERPEN CELOTEH
SEPATU KARYA ALPANSYAH
Posted on 27 Mei 2012 by bocahsastra • Posted in Analisis Cerpen, artikel • Tinggalkan Komentar
Pengarang : Muhammad Irsan
Tahun : 2010
Abstrak
cerpen Celoteh Sepatu
2) memahami gaya bahasa cerpen Celoteh SepatuSebagai sebuah karya imajiner, fiksi
mengungkapkan berbagai macam persoalan tentang manusia dan kehidupan. Pengarang
menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian
diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya. Oleh karena itu, fiksi,
menurut Altenberd dalam Nurgiyantoro (2000:2), dapat diartikan sebagai “prosa naratif yang bersifat
imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan
hubungan- hubungan antar manusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman
dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk
sesuai dengan tujuannya sekaligus memasukkan unsur hiburan dan penerangan terhadap
pengalaman kehidupan manusia”. Penyeleksian pengalaman kehidupan yang akan diceritakan
tersebut, tentu saja, bersifat subjektif.
Fiksi juga menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan
lingkungan, dengan diri sendiri, dan dengan Tuhan. Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan
reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Oleh karena itu, fiksi merupakan sebuah
cerita yang tidak hanya bertujuan estetik, tetapi juga memberikan hiburan kepada pembaca. Melalui
sarana cerita itu pembaca secara tak langsung dapat belajar, merasakan, dan menghayati berbagai
permasalahan kehidupan yang sengaja ditawarkan oleh pengarang. Hal itu disebabkan cerita fiksi
tersebut akan mendorong pembaca ikut merenungkan masalah hidup dan kehidupan.
Salah satu bentuk karya sastra yang berupa fiksi itu adalah cerpen. Cerpen, sesuai dengan
namanya, adalah cerita yang pendek. Jassin dalam Nurgiyantoro (2000:10) mengatakan bahwa
cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk. Karena bentuknya yang
pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detil-detil khusus yang
lebih bersifat memperpanjang cerita.
Cerpen merupakan jenis karya sastra yang paling banyak dibaca orang dengan pemahaman yang
cukup memadai. Cerpen banyak menggunakan bahasa yang lugas dan mengacu pada makna
denotatif sehingga lebih bersifat transparan. Namun adapula cerpen yang tidak transparan, bersifat
prismatis dan penuh dengan perlambangan. Menurut Hendy (1989:184) cerpen memiliki beberapa
ciri, yaitu: panjang kisahannya lebih singkat daripada novel, alur ceritanya rapat, berfokus pada satu
klimaks, memusatkan cerita pada tokoh tertentu, waktu tertentu, dan situasi tertentu, sifat tikaiannya
dramatik, yaitu berintikan pada perbenturan yang berlawanan, dan tokoh-tokoh di dalamnya
ditampilkan pada suatu latar atau latar belakang melalui lakuan dalam satu situasi.
Tulisan ini akan menelaah sebuah cerpen karya penulis Palembang yang berjudul Celoteh
Sepatu karya Alpansyah dengan tinjauan stilistika. Penulis tertarik untuk meneliti cerpen ini berawal
dari keinginan untuk mengangkat dan menggali karya seni yang dihasilkan oleh penulis Sumatra
Selatan khususnya di Palembang yang menunjukkan hidupnya nuansa kesusastraan dan kesenian
di kalangan seniman sastra di bumi Sriwijaya. Selain itu, cerpen ini kaya akan unsur stilistik dan gaya
bercerita yang humoris yang menunjukkan kepiawaian penulisnya dalam menceritakan kondisi
kehidupan yang dialami oleh tokoh utama dalam cerpen ini.
2. Masalah
Berdasarkan paparan yang dikemukakan dalam pendahuluan, masalah yang menjadi pokok
perhatian penulis adalah:
1) Bagaimanakah diksi cerpen Celoteh Sepatu?
2) Bagaimanakah gaya bahasa cerpen Celoteh Sepatu?
3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan terdahulu. Adapun tujuan
penelitian ini adalah untuk
1) memaparkan bentuk diksi cerp
4. Kerangka Teori
Kerangka teori penelitian ini berawal dari pernyataan Wellek dan Warren (1993:229) yang
menyebutkan bahwa analisis stilistik akan membawa keuntungan besar bagi studi sastra yang dapat
menentukan suatu prinsip yang mendasari kesatuan karya sastra dan dapat juga menemukan suatu
tujuan estetika umum yang menonjol dalam sebuah karya sastra dari keseluruhan unsurnya.
Stilistika (stylistics) adalah (1) ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra;
ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan; (2) penerapan linguistik pada penelitian gaya
bahasa (Kridalaksana, 1982:157). Beberapa pengertian itu dapat diringkas demikian: stilistika adalah
ilmu tentang gaya (bahasa). Stilistika sesungguhnya tidak hanya merupakan studi gaya bahasa
dalam kesusastraan, tetapi juga dalam bahasa pada umumnya. Turner dalam Junus (1989:xvii)
mengatakan bahwa bagaimanapun stilistika adalah bagian dari linguistik yang memusatkan
perhatian pada variasi penggunaan bahasa, terutama bahasa dalam kesusastraan.
Gaya bahasa adalah (1) pemanfaatan kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau
menulis; (2) pemakaian ragam tertentu utnuk memperoleh efek tertentu; (3) keseluruhan ciri bahasa
sekelompok penulis sastra (Kridalaksana, 1982:49-50). Dalam buku On Defining Style, Enkvist
dalam Junus (1989:4) menyatakan bahwa gaya adalah (1) bungkus yang membungkus inti
pemikiran yang telah ada sebelumnya; (2) pilihan antara berbagai-bagai pernyataan yang mungkin;
(3) sekumpulan ciri pribadi; (4) penyimpangan norma atau kaidah; (5) sekumpulan ciri kolektif; dan
(6) hubungan antarsatuan bahasa yang dinyatakan dalam teks yang lebih luas dari kalimat.
Seperti diketahui bahwa stilistika menjadi “jembatan” yang menghubungkan antara kritik sastra di
satu pihak dan linguistik di pihak lain. Hubungan itu tercipta karena stilistika mengkaji wacana sastra
dengan orientasi linguistik. Stilistika mengkaji cara sastrawan dalam menggunakan unsur dan kaidah
bahasa serta efek yang ditimbulkan oleh penggunaannya itu. Stilistika meneliti ciri khas penggunaan
bahasa dalam wacana sastra, ciri yang membedakannya dengan nonsastra, dan meneliti deviasi
terhadap tata bahasa sebagai sarana literer. Atau dengan kata lain, stilistika meneliti fungsi puitik
bahasa (Sudjiman, 1993:3).
Secara umum, ruang lingkup telaah stilistika mencakupi diksi atau pilihan kata (pilihan leksikal),
struktur kalimat, majas, pencitraan, pola rima, dan matra yang digunakan seorang sastrawan atau
yang terdapat dalam karya sastra (Sudjiman, 1993:13-14). Atau dengan kata lain, aspek-aspek
bahasa yang ditelaah dalam studi stilistika meliputi intonasi, bunyi, kata, dan kalimat, sehingga
lahirlah gaya intonasi, gaya bunyi, gaya kata, dan gaya kalimat (Pradopo, 1993:10).
Diksi atau pilihan leksikal sangat menentukan dalam penyampaian makna suatu karya sastra. Kata,
rangkaian kata, dan pasangan kata yang dipilih dengan seksama dapat menimbulkan pada diri
pembaca suatu efek yang dikehendaki pengarang, misalnya menonjolkan bagian tertentu suatu
karya, menggugah simpati atau empati pembaca, atau pun menghilangkan monotoni. Untuk
mencapai efek tertentu dapat digunakan sarana fonologis, gramatikal, atau leksikal (Sudjiman,
1993:22). Oleh karena itu, sangatlah penting diketahui kata dan ungkapan atau butir leksikal mana
yang sebaiknya digunakan dalam konteks tertentu agar informasi yang hendak disampaikan atau
kesan yang hendak ditimbulkan terwujud.
Dalam telaah stilistika, kemungkinan pendekatan yang dapat digunakan ada dua macam, yaitu (1)
pendekatan yang menekankan perhatiannya pada analisis sistem linguistik karya sastra yang
dilanjutkan dengan interpretasi ciri-cirinya dilihat dari tujuan estetis karya sastra sebagai makna total;
dan (2) pendekatan yang menekankan perhatiannya pada pengamatan deviasi dan distorsi terhadap
pemakaian bahasa yang normal dan berusaha menemukan tujuan estetisnya (Wellek dan Warren,
1993:226).
5. Sumber Data
Sumber data yang menjadi objek analisis dalam penelitian ini adalah cerpen Celoteh Sepatu karya
Alpansyah. Cerpen ini diterbitkan di surat kabar Sriwijaya Post dalam halaman Budaya pada
tanggal 1 Agustus 2004.
6. Metode Penelitian
6.1 Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Surachmad
(1985:131-139), metode deskriptif adalah metode penelitian yang dilakukan seobjektif mungkin,
semata-mata berdasarkan kepada data yang ada. Metode ini berbentuk pengamatan yang
menitikberatkan pada analisis isi. Metode deskriptif yang berjenis analisis bertujuan untuk
mengungkapkan isi sebuah karya sastra dalam hal ini cerpen Celoteh Sepatu karya Alpansyah.
6.2. Teknik
Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik-teknik tertentu. Teknik yang dipergunakan adalah
teknik catat atau pengamatan yang lebih menekankan pada aspek nilai rasa dan proses berpikir.
Dengan teknik catat ini, peneliti sebagai instrumen kunci melakukan pengamatan secara cermat,
terarah dan teliti terhadap sumber data sehingga terjadi penyeleksian ketika memilih data dari
sumber data. Dalam teknik catat atau pengamatan ini digunakan instrumen penelitian untuk
membantu kelancaran proses kerja. Namun, instrumen yang digunakan sangat sederhana berupa
kartu catatan yang dijadikan tempat mencatat hal-hal yang penting dan menarik perhatian dari objek
yang diteliti. Misalnya, jika ditemukan dalam kalimat-kalimat cerpen Celoteh Sepatu unsur stilistik
yang dinyatakan dalam subbagian masalah, dicatat dalam kartu tersebut.
7. Pembahasan
7.1. Diksi
7.1.1 Pemanfaatan Sinonim
Sejumlah kata dalam bahasa dapat digunakan secara lugas, misalnya pada bidang keilmuwan
makna denotatifnya dominan. Akan tetapi lebih banyak kata yang dalam penggunaannya harus
diperhatikan benar makna konotatifnya. Dalam cerpen Celoteh Sepatu, ditemukan adanya
pemanfaatan sinonim seperti pada contoh berikut.
“… syarat-syarat di lambungku mulai bergejolak. Penghuni “kampung tengah itu” mulai
berdemonstarasi menuntut hak-haknya segera diperhatikan yaitu waktu makan siang yang hampir
lewat.”
Kata lambung dan kampung tengah itu bersinonim. Pengarang menggunakan
frasa kampung tengahsebagai pengganti kata lambung untuk memberi kesan bahwa tokoh si aku
memang sangat lapar sehabis pulang mengajar.
Pemanfaatan sinonim bisa juga ditemukan dalam kutipan berikut.
“ Mereka membalas dengan mencium tanganku sebagai tanda hormat melepas kepergian sang
pencari nafkah.”
Frasa sang pencari nafkah digunakan sebagai pengganti aku. Pencari nafkah di sini memberikan
kesan bahwa si tokoh aku masih memiliki kebanggaan pada dirinya meskipun dia hanya seorang
guru yang berpenghasilan pas-pasan. Ini juga menunjukkan rasa tanggung jawab si aku terhadap
istri dan anak-anaknya.
Selain itu, pemanfaatan sinonim yang lain ditemukan juga dalam kalimat:
“Tidak lama kemudian bus pun bergerak meninggalkan bocah-bocah penjual jajanan. Anak-anak
kurang beruntung itu kini menggantikan aku duduk di bangku reot …”
Frasa bocah-bocah penjual jajanan mengacu kepada anak-anak kurang beruntung. Si pengarang
sengaja menggantikannya dengan frasa anak-anak kurang beruntung untuk menunjukkan
bagaimana sulitnya kehidupan yang dihadapi oleh anak-anak tersebut. Frasa ini juga memberikan
kesan bahwa anak-anak itu hidup dari keluarga yang tak mampu sehingga dampak dari kondisi
kehidupan itu memaksa mereka untuk melakukan sesuatu (dengan berjualan) membantu mencari
penghasilan untuk orang tua mereka tanpa memperdulikan masa depan.
7.1.2 Pemanfaatan Kata Daerah
Kata-kata dari bahasa daerah sering digunakan dalam karya sastra yang berlatar tempat daerah
yang bersangkutan atau tokohnya berasal dari daerah tertentu. Dengan demikian, penggunaan kata-
kata daerah menjadi sarana pelataran atau sarana penokohan.
Dalam cerpen Celoteh Sepatu ini, pengarang menggunakan kata-kata daerah yang bervariasi. Ini
menunjukkan luasnya wawasan si pengarang yang tertuang dalam dialog antara tokoh aku dengan
sepatu bututnya. Adapun contoh pemanfaatan kata daerah tersebut dapat kita lihat pada kutipan
berikut.
“…. Apa yang bisa digugu dan ditiru dari seorang guru kere!”
Kata gugu berasal dari bahasa jawa yang berarti dapat diikut. Ini memberikan kesan kesederhanaan
si aku dan tokoh sepatu serta keakraban hubungan kedua tokoh tersebut.
Pemakaian kata daerah terdapat juga dalam kalimat berikut
“…. Yuk Ara sudah nagih!”
“…. Salim Nak, Bapak mau berangkat kerja.”
Kata Yuk berasal dari bahasa Palembang. Kata Yuk lengkapnya Ayuk berarti kakak perempuan
sedangkan salim berasal dari bahasa Jawa yang juga dipakai dalam bahasa Palembang sehari-hari.
Katasalim dalam konteks dialog di atas bermakna bersalaman
Pemanfaatan kata-kata daerah seperti yang terdapat pada contoh di atas menunjukkan luasnya
pengetahuan dan pengalaman si pengarang terhadap pemakaian kosa kata daerah. Dalam cerpen
ini bahasa Palembang dan bahasa Jawa sangat dominan dipakai oleh pengarang. Ini menunjukkan
keakraban si pengarang terhadap kedua daerah tersebut.
7.1.3 Pemanfaatan Kata Asing
Penggunaan kata asing dalam percakapan dapat menimbulkan kesan atau sekurang-kurangnya
dimaksudkan untuk menimbulkan kesan tertentu, misalnya “intelektual”, “sok intelektual”, atau kesan
“wah!” Dalam cerpen Celoteh Sepatu ini terdapat beberapa kalimat yang memanfatkan kata-kata
asing, seperti:
“ Sorry, Bung ! …..”
“ Opps, just kidding !”
Kedua ungkapan itu diucapkan oleh si tokoh sepatu. Ini memberikan kesan watak dari tokoh si
sepatu yang sok intelek menutupi keadaan sebenarnya.
Tokoh si aku juga memanfaatkan kata asing ini seperti yang terdapat pada kalimat berikut.
“ Tetapi pintaku lakukakanlah tugasmu dengan baik walau sering dipandang sebelah mata dan jauh
dari prestise.”
Kata prestise berasal dari bahasa Inggris “prestige” yang berarti wibawa. Pemakaian kata ini
menunjukkan luasnya pengetahuan si aku yang seorang guru. Bahkan pemanfaatan kata ini
diungkapnya dengan kalimat yang santun sehingga memberikan kesan kebersahajaan dan
kerendahan hatinya. Penggunaan kata asing yang diucapkan si aku tidak terasa adanya kesan “sok
intelek” seperti pada tokoh sepatu.
7.2 Gaya Bahasa
7.2.1 Metafor dan Anomali
“Metafor atau kiasan adalah majas yang mengandung perbandingan yang tersirat sebagai pengganti
kata atau ungkapan lain untuk melukiskan kesamaan atau kesejajaran makna diantaranya”
(Sudjiman, 1986:41). Di dalam perbandingan yang tersirat itulah sering terdapat anomali, yaitu
“penyimpangan atau kelainan dipandang dari sudut konvensi gramatikal atau semantik suatu
bahasa” (Kridalaksana, 1982:12). Perhatikan contoh berikut.
“… keletihan sehabis mengajar di hari itu tumpah pada sebuah bangku yang reot di depan warung
nasi dekat jalan itu.”
Keletihan merupakan benda abstrak sedangkan tumpah dapat terjadi pada benda kongkret.
Walaupun bersifat anomali maknanya dapat dipahami. Ini memberikan gambaran yang kongkret
tentang perasaan letih yang tak tertahankan (abstrak) yang melanda tokoh aku.
7.2.2 Personifikasi
Dalam majas ini sesuatu yang bukan manusia dibandingkan atau diandaikan sebagai insan. Sifat-
sifat insan diproyeksikan pada suatu barang tak bernyawa. Contoh personifikasi tampak jelas pada
judul cerpen ini Celoteh Sepatu. Sepatu sebagai benda mati tentu tidak dapat berceloteh. Lazimnya
celoteh itu dipadankan dengan kata anak menjadi celoteh anak. Ini sebuah insanan yang merupakan
penyimpangan semantis.
Personifikasi juga terdapat dalam kalimat berikut.
“Sol sepatuku menganga seolah siap mengejekku”.
7.2.3 Repetisi
Majas repetisi menegaskan sesuatu dengan mengulangi bagian yang dianggap penting sehingga
menimbulkan rasa semangat/dorongan. Majas repetisi ini terdapat dalam cerpen Celoteh
Sepatuseperti yang tampak dalam kalimat berikut:
“Dengung suara kendaraan dari
kejauhan semakin lama semakin jelas, semakin kencang, semakindekat, lalu mendesing”.
Majas repetisi pada kalimat di atas ditunjukkan dengan pemakaian kata semakin yang berulang. Ini
memberi kesan adanya daya semangat dan dorongan pada tokoh aku dalam penantiannya
menunggu tumpangan bis.
Selain itu pemakaian repetisi juga terdapat dalam kalimat berikut.
“Percuma- percuma …. Semua idealisme yang kau katakan di depan kelas, semua prinsip yang kau
tanamkan kepada anak didikmu tidak akan berarti apa-apa bila melihat keadaanmu sekarang”.
Pemanfaatan majas repetisi pada kalimat itu ternyata mengandung makna pesimis. Majas repetisi
pada contoh di atas ditnjukkan dengan pengulangan pemakaian kata percuma dan semua. Makna
pesimis ini bisa terjadi karena konteks kalimatnya berbeda dengan kalimat sebelumnya.
Dari kedua contoh itu kita bisa memahami bahwa selain menimbulkan rasa semangat, ternyata
repetisi bisa juga menimbulkan makna pesimis. Hal ini tergantung kepada konteks kalimatnya.
7.2.4 Majas Pertautan Pars Pro Toto
Majas pertautan pro toto menyebutkan nama bagian sebagai pengganti keseluruhannya (Sudjiman,
1986:56). Penyimpangan semantis yang terdapt padanya ternyata tidak membingungkan, bahkan
menimbulka citra visual yang jelas seperti dalam kalimat:
“Wajah mereka mengantar kepergianku sambil berharap agar aku lekas kembali …”
Kata wajah menunjukkan majas pertautan pars pro toto. Ini memberikan kesan kedekatan hubungan
tokoh aku dengan keluargnya.
8. Penutup
Kejelian pengarang dalam memanfaatkan diksi dan beberapa bentuk gaya bahasa membuat cerita
pendek ini wajar dan hidup. Ketepatan pilihan itu juga menimbulkan rasa akrab antara pembaca
dengan tokoh, seolah-olah pembaca berada di tengah-tengah mereka dan mengalami semua
peristiwa yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam cerita.
Selain itu, dalam cerita pendek ini penyair membangun kisahnya sebagian besar dalam bentuk
dialog yang terkesan humoris sehingga pembaca hanyut menikmati aliran-aliran dialog yang terasa
segar mengungkapkan kesederhanaan kehidupan seorang guru yang berpenghasilan pas-pasan
tetapi bersyukur dan masih dapat menikmati kehidupannya dengan bersahaja dan selalu optimis
terhadap perubahan kondisi kehidupannya di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Alpansyah. 2000. Celoteh Sepatu. Dalam Sriwijaya Post, 1 Agustus 2004. Palembang.
Hendy, Zaidan. 1989. Pelajaran Sastra. Jakarta : Gram

Contenu connexe

Tendances

KAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADU
KAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADUKAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADU
KAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADU
Momee Rain
 
Prosa, Puisi, dan Drama
Prosa, Puisi, dan DramaProsa, Puisi, dan Drama
Prosa, Puisi, dan Drama
Ifwhar Yuhono
 
Apresiasi puisi kontemporer jurnal
Apresiasi puisi kontemporer jurnalApresiasi puisi kontemporer jurnal
Apresiasi puisi kontemporer jurnal
buwarnisutopo
 
Perbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan moden
Perbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan modenPerbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan moden
Perbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan moden
Pensil Dan Pemadam
 
Teknik Pgjrn Cerpen
 Teknik Pgjrn Cerpen Teknik Pgjrn Cerpen
Teknik Pgjrn Cerpen
Awang Kelabu
 
Pengertian karya sastra
Pengertian karya sastraPengertian karya sastra
Pengertian karya sastra
Nanda Ananda
 
Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)
Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)
Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)
Vivi Silvia
 
Kesusasteraan,kebudayaan dan kesenian melayu
Kesusasteraan,kebudayaan dan kesenian melayuKesusasteraan,kebudayaan dan kesenian melayu
Kesusasteraan,kebudayaan dan kesenian melayu
Jessyca Ungat
 

Tendances (20)

9224 esei contoh (kesus. melayu) stpm 2018
9224 esei contoh  (kesus. melayu)  stpm 20189224 esei contoh  (kesus. melayu)  stpm 2018
9224 esei contoh (kesus. melayu) stpm 2018
 
NOTA GRAFIK GENRE KESUSATERAAN MELAYU
NOTA GRAFIK GENRE KESUSATERAAN MELAYUNOTA GRAFIK GENRE KESUSATERAAN MELAYU
NOTA GRAFIK GENRE KESUSATERAAN MELAYU
 
KESUSATERAAN MELAYU
KESUSATERAAN MELAYUKESUSATERAAN MELAYU
KESUSATERAAN MELAYU
 
Hbml4203
Hbml4203Hbml4203
Hbml4203
 
KAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADU
KAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADUKAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADU
KAJIAN NOVEL TANGISAN BULAN MADU
 
Prosa, Puisi, dan Drama
Prosa, Puisi, dan DramaProsa, Puisi, dan Drama
Prosa, Puisi, dan Drama
 
Pengertian prosa dan jenis prosa
Pengertian prosa dan jenis prosaPengertian prosa dan jenis prosa
Pengertian prosa dan jenis prosa
 
GENRE KESUSATERAAN MELAYU
GENRE KESUSATERAAN MELAYUGENRE KESUSATERAAN MELAYU
GENRE KESUSATERAAN MELAYU
 
Apresiasi karya sastra
Apresiasi karya sastraApresiasi karya sastra
Apresiasi karya sastra
 
Apresiasi puisi kontemporer jurnal
Apresiasi puisi kontemporer jurnalApresiasi puisi kontemporer jurnal
Apresiasi puisi kontemporer jurnal
 
Pengertian karya sastra
Pengertian karya sastraPengertian karya sastra
Pengertian karya sastra
 
Sastera
SasteraSastera
Sastera
 
Perbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan moden
Perbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan modenPerbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan moden
Perbezaan antara kesusasteraan klasik dan kesusasteraan moden
 
Teknik Pgjrn Cerpen
 Teknik Pgjrn Cerpen Teknik Pgjrn Cerpen
Teknik Pgjrn Cerpen
 
Pengertian karya sastra
Pengertian karya sastraPengertian karya sastra
Pengertian karya sastra
 
Cerpen (Cerita Pendek)
Cerpen (Cerita Pendek)Cerpen (Cerita Pendek)
Cerpen (Cerita Pendek)
 
Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)
Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)
Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)
 
Presentasi karya sastra
Presentasi karya sastraPresentasi karya sastra
Presentasi karya sastra
 
Kesusasteraan,kebudayaan dan kesenian melayu
Kesusasteraan,kebudayaan dan kesenian melayuKesusasteraan,kebudayaan dan kesenian melayu
Kesusasteraan,kebudayaan dan kesenian melayu
 
Materi Teks Cerpen Bahasa Indonesia Kelas XI
Materi Teks Cerpen Bahasa Indonesia Kelas XIMateri Teks Cerpen Bahasa Indonesia Kelas XI
Materi Teks Cerpen Bahasa Indonesia Kelas XI
 

Similaire à Analisis stilistika cerpen celoteh sepatu karya

Bahan presentasi mata kuliah teori sastra
Bahan presentasi mata kuliah teori sastraBahan presentasi mata kuliah teori sastra
Bahan presentasi mata kuliah teori sastra
Nisha Komik
 
Variasi stilistik linguistik
Variasi stilistik linguistikVariasi stilistik linguistik
Variasi stilistik linguistik
Watak Bulat
 
1. sastra dalam pembelajaran sejarah
1. sastra dalam pembelajaran sejarah1. sastra dalam pembelajaran sejarah
1. sastra dalam pembelajaran sejarah
Wildan Insan Fauzi
 
Laras bahasa sastera
Laras bahasa sasteraLaras bahasa sastera
Laras bahasa sastera
ung sii mee
 
Diksi dan gaya bahasa
Diksi dan gaya bahasaDiksi dan gaya bahasa
Diksi dan gaya bahasa
BaihakiPLS
 
Kajian maut dan cinta new
Kajian maut dan cinta newKajian maut dan cinta new
Kajian maut dan cinta new
Nancy Rothstein
 
Pengertian sastra dan jenis jenis sastra
Pengertian sastra dan jenis jenis sastraPengertian sastra dan jenis jenis sastra
Pengertian sastra dan jenis jenis sastra
Abu Ja'far
 
Makalah kritik sastra
Makalah kritik sastraMakalah kritik sastra
Makalah kritik sastra
Mila Wati
 

Similaire à Analisis stilistika cerpen celoteh sepatu karya (20)

Materi teori sastra
Materi teori sastraMateri teori sastra
Materi teori sastra
 
Bahan presentasi mata kuliah teori sastra
Bahan presentasi mata kuliah teori sastraBahan presentasi mata kuliah teori sastra
Bahan presentasi mata kuliah teori sastra
 
Variasi stilistik linguistik
Variasi stilistik linguistikVariasi stilistik linguistik
Variasi stilistik linguistik
 
seminar proposal.pptx
seminar proposal.pptxseminar proposal.pptx
seminar proposal.pptx
 
Salindia Genre Sastra, Puisi Modern dan Konotasi - TASI.pdf
Salindia Genre Sastra, Puisi Modern dan Konotasi - TASI.pdfSalindia Genre Sastra, Puisi Modern dan Konotasi - TASI.pdf
Salindia Genre Sastra, Puisi Modern dan Konotasi - TASI.pdf
 
1. sastra dalam pembelajaran sejarah
1. sastra dalam pembelajaran sejarah1. sastra dalam pembelajaran sejarah
1. sastra dalam pembelajaran sejarah
 
Laras bahasa sastera
Laras bahasa sasteraLaras bahasa sastera
Laras bahasa sastera
 
Rpp membaca puisi
Rpp membaca puisiRpp membaca puisi
Rpp membaca puisi
 
Diksi dan gaya bahasa
Diksi dan gaya bahasaDiksi dan gaya bahasa
Diksi dan gaya bahasa
 
Kritik sastra prosa(rev 01)
Kritik sastra prosa(rev 01)Kritik sastra prosa(rev 01)
Kritik sastra prosa(rev 01)
 
Kritik satra
Kritik satraKritik satra
Kritik satra
 
Stalistik
StalistikStalistik
Stalistik
 
Kajian maut dan cinta new
Kajian maut dan cinta newKajian maut dan cinta new
Kajian maut dan cinta new
 
STILISTIKA_RETORIKA_SEMIOTIKA_.pdf
STILISTIKA_RETORIKA_SEMIOTIKA_.pdfSTILISTIKA_RETORIKA_SEMIOTIKA_.pdf
STILISTIKA_RETORIKA_SEMIOTIKA_.pdf
 
Makalah Penulisan Karangan
Makalah Penulisan KaranganMakalah Penulisan Karangan
Makalah Penulisan Karangan
 
Modul sejarah sastra Indonesia
Modul sejarah sastra IndonesiaModul sejarah sastra Indonesia
Modul sejarah sastra Indonesia
 
Pengertian sastra dan jenis jenis sastra
Pengertian sastra dan jenis jenis sastraPengertian sastra dan jenis jenis sastra
Pengertian sastra dan jenis jenis sastra
 
1. sastra dalam pembelajaran sejarah
1. sastra dalam pembelajaran sejarah1. sastra dalam pembelajaran sejarah
1. sastra dalam pembelajaran sejarah
 
ppt teori Stilistika dalam puisi pengertian.pptx
ppt teori Stilistika dalam puisi pengertian.pptxppt teori Stilistika dalam puisi pengertian.pptx
ppt teori Stilistika dalam puisi pengertian.pptx
 
Makalah kritik sastra
Makalah kritik sastraMakalah kritik sastra
Makalah kritik sastra
 

Analisis stilistika cerpen celoteh sepatu karya

  • 1. ANALISIS STILISTIKA CERPEN CELOTEH SEPATU KARYA ALPANSYAH Posted on 27 Mei 2012 by bocahsastra • Posted in Analisis Cerpen, artikel • Tinggalkan Komentar Pengarang : Muhammad Irsan Tahun : 2010 Abstrak cerpen Celoteh Sepatu 2) memahami gaya bahasa cerpen Celoteh SepatuSebagai sebuah karya imajiner, fiksi mengungkapkan berbagai macam persoalan tentang manusia dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya. Oleh karena itu, fiksi, menurut Altenberd dalam Nurgiyantoro (2000:2), dapat diartikan sebagai “prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan- hubungan antar manusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya sekaligus memasukkan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia”. Penyeleksian pengalaman kehidupan yang akan diceritakan tersebut, tentu saja, bersifat subjektif. Fiksi juga menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan, dengan diri sendiri, dan dengan Tuhan. Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Oleh karena itu, fiksi merupakan sebuah cerita yang tidak hanya bertujuan estetik, tetapi juga memberikan hiburan kepada pembaca. Melalui sarana cerita itu pembaca secara tak langsung dapat belajar, merasakan, dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang sengaja ditawarkan oleh pengarang. Hal itu disebabkan cerita fiksi tersebut akan mendorong pembaca ikut merenungkan masalah hidup dan kehidupan. Salah satu bentuk karya sastra yang berupa fiksi itu adalah cerpen. Cerpen, sesuai dengan namanya, adalah cerita yang pendek. Jassin dalam Nurgiyantoro (2000:10) mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk. Karena bentuknya yang pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detil-detil khusus yang lebih bersifat memperpanjang cerita. Cerpen merupakan jenis karya sastra yang paling banyak dibaca orang dengan pemahaman yang cukup memadai. Cerpen banyak menggunakan bahasa yang lugas dan mengacu pada makna denotatif sehingga lebih bersifat transparan. Namun adapula cerpen yang tidak transparan, bersifat prismatis dan penuh dengan perlambangan. Menurut Hendy (1989:184) cerpen memiliki beberapa ciri, yaitu: panjang kisahannya lebih singkat daripada novel, alur ceritanya rapat, berfokus pada satu klimaks, memusatkan cerita pada tokoh tertentu, waktu tertentu, dan situasi tertentu, sifat tikaiannya dramatik, yaitu berintikan pada perbenturan yang berlawanan, dan tokoh-tokoh di dalamnya ditampilkan pada suatu latar atau latar belakang melalui lakuan dalam satu situasi. Tulisan ini akan menelaah sebuah cerpen karya penulis Palembang yang berjudul Celoteh Sepatu karya Alpansyah dengan tinjauan stilistika. Penulis tertarik untuk meneliti cerpen ini berawal dari keinginan untuk mengangkat dan menggali karya seni yang dihasilkan oleh penulis Sumatra Selatan khususnya di Palembang yang menunjukkan hidupnya nuansa kesusastraan dan kesenian
  • 2. di kalangan seniman sastra di bumi Sriwijaya. Selain itu, cerpen ini kaya akan unsur stilistik dan gaya bercerita yang humoris yang menunjukkan kepiawaian penulisnya dalam menceritakan kondisi kehidupan yang dialami oleh tokoh utama dalam cerpen ini. 2. Masalah Berdasarkan paparan yang dikemukakan dalam pendahuluan, masalah yang menjadi pokok perhatian penulis adalah: 1) Bagaimanakah diksi cerpen Celoteh Sepatu? 2) Bagaimanakah gaya bahasa cerpen Celoteh Sepatu? 3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan terdahulu. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk 1) memaparkan bentuk diksi cerp 4. Kerangka Teori Kerangka teori penelitian ini berawal dari pernyataan Wellek dan Warren (1993:229) yang menyebutkan bahwa analisis stilistik akan membawa keuntungan besar bagi studi sastra yang dapat menentukan suatu prinsip yang mendasari kesatuan karya sastra dan dapat juga menemukan suatu tujuan estetika umum yang menonjol dalam sebuah karya sastra dari keseluruhan unsurnya. Stilistika (stylistics) adalah (1) ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan; (2) penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa (Kridalaksana, 1982:157). Beberapa pengertian itu dapat diringkas demikian: stilistika adalah ilmu tentang gaya (bahasa). Stilistika sesungguhnya tidak hanya merupakan studi gaya bahasa dalam kesusastraan, tetapi juga dalam bahasa pada umumnya. Turner dalam Junus (1989:xvii) mengatakan bahwa bagaimanapun stilistika adalah bagian dari linguistik yang memusatkan perhatian pada variasi penggunaan bahasa, terutama bahasa dalam kesusastraan. Gaya bahasa adalah (1) pemanfaatan kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; (2) pemakaian ragam tertentu utnuk memperoleh efek tertentu; (3) keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra (Kridalaksana, 1982:49-50). Dalam buku On Defining Style, Enkvist dalam Junus (1989:4) menyatakan bahwa gaya adalah (1) bungkus yang membungkus inti pemikiran yang telah ada sebelumnya; (2) pilihan antara berbagai-bagai pernyataan yang mungkin; (3) sekumpulan ciri pribadi; (4) penyimpangan norma atau kaidah; (5) sekumpulan ciri kolektif; dan (6) hubungan antarsatuan bahasa yang dinyatakan dalam teks yang lebih luas dari kalimat. Seperti diketahui bahwa stilistika menjadi “jembatan” yang menghubungkan antara kritik sastra di satu pihak dan linguistik di pihak lain. Hubungan itu tercipta karena stilistika mengkaji wacana sastra dengan orientasi linguistik. Stilistika mengkaji cara sastrawan dalam menggunakan unsur dan kaidah bahasa serta efek yang ditimbulkan oleh penggunaannya itu. Stilistika meneliti ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra, ciri yang membedakannya dengan nonsastra, dan meneliti deviasi
  • 3. terhadap tata bahasa sebagai sarana literer. Atau dengan kata lain, stilistika meneliti fungsi puitik bahasa (Sudjiman, 1993:3). Secara umum, ruang lingkup telaah stilistika mencakupi diksi atau pilihan kata (pilihan leksikal), struktur kalimat, majas, pencitraan, pola rima, dan matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam karya sastra (Sudjiman, 1993:13-14). Atau dengan kata lain, aspek-aspek bahasa yang ditelaah dalam studi stilistika meliputi intonasi, bunyi, kata, dan kalimat, sehingga lahirlah gaya intonasi, gaya bunyi, gaya kata, dan gaya kalimat (Pradopo, 1993:10). Diksi atau pilihan leksikal sangat menentukan dalam penyampaian makna suatu karya sastra. Kata, rangkaian kata, dan pasangan kata yang dipilih dengan seksama dapat menimbulkan pada diri pembaca suatu efek yang dikehendaki pengarang, misalnya menonjolkan bagian tertentu suatu karya, menggugah simpati atau empati pembaca, atau pun menghilangkan monotoni. Untuk mencapai efek tertentu dapat digunakan sarana fonologis, gramatikal, atau leksikal (Sudjiman, 1993:22). Oleh karena itu, sangatlah penting diketahui kata dan ungkapan atau butir leksikal mana yang sebaiknya digunakan dalam konteks tertentu agar informasi yang hendak disampaikan atau kesan yang hendak ditimbulkan terwujud. Dalam telaah stilistika, kemungkinan pendekatan yang dapat digunakan ada dua macam, yaitu (1) pendekatan yang menekankan perhatiannya pada analisis sistem linguistik karya sastra yang dilanjutkan dengan interpretasi ciri-cirinya dilihat dari tujuan estetis karya sastra sebagai makna total; dan (2) pendekatan yang menekankan perhatiannya pada pengamatan deviasi dan distorsi terhadap pemakaian bahasa yang normal dan berusaha menemukan tujuan estetisnya (Wellek dan Warren, 1993:226). 5. Sumber Data Sumber data yang menjadi objek analisis dalam penelitian ini adalah cerpen Celoteh Sepatu karya Alpansyah. Cerpen ini diterbitkan di surat kabar Sriwijaya Post dalam halaman Budaya pada tanggal 1 Agustus 2004. 6. Metode Penelitian 6.1 Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Surachmad (1985:131-139), metode deskriptif adalah metode penelitian yang dilakukan seobjektif mungkin, semata-mata berdasarkan kepada data yang ada. Metode ini berbentuk pengamatan yang menitikberatkan pada analisis isi. Metode deskriptif yang berjenis analisis bertujuan untuk mengungkapkan isi sebuah karya sastra dalam hal ini cerpen Celoteh Sepatu karya Alpansyah. 6.2. Teknik Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik-teknik tertentu. Teknik yang dipergunakan adalah teknik catat atau pengamatan yang lebih menekankan pada aspek nilai rasa dan proses berpikir. Dengan teknik catat ini, peneliti sebagai instrumen kunci melakukan pengamatan secara cermat, terarah dan teliti terhadap sumber data sehingga terjadi penyeleksian ketika memilih data dari sumber data. Dalam teknik catat atau pengamatan ini digunakan instrumen penelitian untuk membantu kelancaran proses kerja. Namun, instrumen yang digunakan sangat sederhana berupa kartu catatan yang dijadikan tempat mencatat hal-hal yang penting dan menarik perhatian dari objek yang diteliti. Misalnya, jika ditemukan dalam kalimat-kalimat cerpen Celoteh Sepatu unsur stilistik yang dinyatakan dalam subbagian masalah, dicatat dalam kartu tersebut.
  • 4. 7. Pembahasan 7.1. Diksi 7.1.1 Pemanfaatan Sinonim Sejumlah kata dalam bahasa dapat digunakan secara lugas, misalnya pada bidang keilmuwan makna denotatifnya dominan. Akan tetapi lebih banyak kata yang dalam penggunaannya harus diperhatikan benar makna konotatifnya. Dalam cerpen Celoteh Sepatu, ditemukan adanya pemanfaatan sinonim seperti pada contoh berikut. “… syarat-syarat di lambungku mulai bergejolak. Penghuni “kampung tengah itu” mulai berdemonstarasi menuntut hak-haknya segera diperhatikan yaitu waktu makan siang yang hampir lewat.” Kata lambung dan kampung tengah itu bersinonim. Pengarang menggunakan frasa kampung tengahsebagai pengganti kata lambung untuk memberi kesan bahwa tokoh si aku memang sangat lapar sehabis pulang mengajar. Pemanfaatan sinonim bisa juga ditemukan dalam kutipan berikut. “ Mereka membalas dengan mencium tanganku sebagai tanda hormat melepas kepergian sang pencari nafkah.” Frasa sang pencari nafkah digunakan sebagai pengganti aku. Pencari nafkah di sini memberikan kesan bahwa si tokoh aku masih memiliki kebanggaan pada dirinya meskipun dia hanya seorang guru yang berpenghasilan pas-pasan. Ini juga menunjukkan rasa tanggung jawab si aku terhadap istri dan anak-anaknya. Selain itu, pemanfaatan sinonim yang lain ditemukan juga dalam kalimat: “Tidak lama kemudian bus pun bergerak meninggalkan bocah-bocah penjual jajanan. Anak-anak kurang beruntung itu kini menggantikan aku duduk di bangku reot …” Frasa bocah-bocah penjual jajanan mengacu kepada anak-anak kurang beruntung. Si pengarang sengaja menggantikannya dengan frasa anak-anak kurang beruntung untuk menunjukkan bagaimana sulitnya kehidupan yang dihadapi oleh anak-anak tersebut. Frasa ini juga memberikan kesan bahwa anak-anak itu hidup dari keluarga yang tak mampu sehingga dampak dari kondisi kehidupan itu memaksa mereka untuk melakukan sesuatu (dengan berjualan) membantu mencari penghasilan untuk orang tua mereka tanpa memperdulikan masa depan. 7.1.2 Pemanfaatan Kata Daerah Kata-kata dari bahasa daerah sering digunakan dalam karya sastra yang berlatar tempat daerah yang bersangkutan atau tokohnya berasal dari daerah tertentu. Dengan demikian, penggunaan kata- kata daerah menjadi sarana pelataran atau sarana penokohan. Dalam cerpen Celoteh Sepatu ini, pengarang menggunakan kata-kata daerah yang bervariasi. Ini menunjukkan luasnya wawasan si pengarang yang tertuang dalam dialog antara tokoh aku dengan sepatu bututnya. Adapun contoh pemanfaatan kata daerah tersebut dapat kita lihat pada kutipan
  • 5. berikut. “…. Apa yang bisa digugu dan ditiru dari seorang guru kere!” Kata gugu berasal dari bahasa jawa yang berarti dapat diikut. Ini memberikan kesan kesederhanaan si aku dan tokoh sepatu serta keakraban hubungan kedua tokoh tersebut. Pemakaian kata daerah terdapat juga dalam kalimat berikut “…. Yuk Ara sudah nagih!” “…. Salim Nak, Bapak mau berangkat kerja.” Kata Yuk berasal dari bahasa Palembang. Kata Yuk lengkapnya Ayuk berarti kakak perempuan sedangkan salim berasal dari bahasa Jawa yang juga dipakai dalam bahasa Palembang sehari-hari. Katasalim dalam konteks dialog di atas bermakna bersalaman Pemanfaatan kata-kata daerah seperti yang terdapat pada contoh di atas menunjukkan luasnya pengetahuan dan pengalaman si pengarang terhadap pemakaian kosa kata daerah. Dalam cerpen ini bahasa Palembang dan bahasa Jawa sangat dominan dipakai oleh pengarang. Ini menunjukkan keakraban si pengarang terhadap kedua daerah tersebut. 7.1.3 Pemanfaatan Kata Asing Penggunaan kata asing dalam percakapan dapat menimbulkan kesan atau sekurang-kurangnya dimaksudkan untuk menimbulkan kesan tertentu, misalnya “intelektual”, “sok intelektual”, atau kesan “wah!” Dalam cerpen Celoteh Sepatu ini terdapat beberapa kalimat yang memanfatkan kata-kata asing, seperti: “ Sorry, Bung ! …..” “ Opps, just kidding !” Kedua ungkapan itu diucapkan oleh si tokoh sepatu. Ini memberikan kesan watak dari tokoh si sepatu yang sok intelek menutupi keadaan sebenarnya. Tokoh si aku juga memanfaatkan kata asing ini seperti yang terdapat pada kalimat berikut. “ Tetapi pintaku lakukakanlah tugasmu dengan baik walau sering dipandang sebelah mata dan jauh dari prestise.” Kata prestise berasal dari bahasa Inggris “prestige” yang berarti wibawa. Pemakaian kata ini menunjukkan luasnya pengetahuan si aku yang seorang guru. Bahkan pemanfaatan kata ini diungkapnya dengan kalimat yang santun sehingga memberikan kesan kebersahajaan dan kerendahan hatinya. Penggunaan kata asing yang diucapkan si aku tidak terasa adanya kesan “sok intelek” seperti pada tokoh sepatu.
  • 6. 7.2 Gaya Bahasa 7.2.1 Metafor dan Anomali “Metafor atau kiasan adalah majas yang mengandung perbandingan yang tersirat sebagai pengganti kata atau ungkapan lain untuk melukiskan kesamaan atau kesejajaran makna diantaranya” (Sudjiman, 1986:41). Di dalam perbandingan yang tersirat itulah sering terdapat anomali, yaitu “penyimpangan atau kelainan dipandang dari sudut konvensi gramatikal atau semantik suatu bahasa” (Kridalaksana, 1982:12). Perhatikan contoh berikut. “… keletihan sehabis mengajar di hari itu tumpah pada sebuah bangku yang reot di depan warung nasi dekat jalan itu.” Keletihan merupakan benda abstrak sedangkan tumpah dapat terjadi pada benda kongkret. Walaupun bersifat anomali maknanya dapat dipahami. Ini memberikan gambaran yang kongkret tentang perasaan letih yang tak tertahankan (abstrak) yang melanda tokoh aku. 7.2.2 Personifikasi Dalam majas ini sesuatu yang bukan manusia dibandingkan atau diandaikan sebagai insan. Sifat- sifat insan diproyeksikan pada suatu barang tak bernyawa. Contoh personifikasi tampak jelas pada judul cerpen ini Celoteh Sepatu. Sepatu sebagai benda mati tentu tidak dapat berceloteh. Lazimnya celoteh itu dipadankan dengan kata anak menjadi celoteh anak. Ini sebuah insanan yang merupakan penyimpangan semantis. Personifikasi juga terdapat dalam kalimat berikut. “Sol sepatuku menganga seolah siap mengejekku”. 7.2.3 Repetisi Majas repetisi menegaskan sesuatu dengan mengulangi bagian yang dianggap penting sehingga menimbulkan rasa semangat/dorongan. Majas repetisi ini terdapat dalam cerpen Celoteh Sepatuseperti yang tampak dalam kalimat berikut: “Dengung suara kendaraan dari kejauhan semakin lama semakin jelas, semakin kencang, semakindekat, lalu mendesing”. Majas repetisi pada kalimat di atas ditunjukkan dengan pemakaian kata semakin yang berulang. Ini memberi kesan adanya daya semangat dan dorongan pada tokoh aku dalam penantiannya menunggu tumpangan bis. Selain itu pemakaian repetisi juga terdapat dalam kalimat berikut. “Percuma- percuma …. Semua idealisme yang kau katakan di depan kelas, semua prinsip yang kau tanamkan kepada anak didikmu tidak akan berarti apa-apa bila melihat keadaanmu sekarang”. Pemanfaatan majas repetisi pada kalimat itu ternyata mengandung makna pesimis. Majas repetisi pada contoh di atas ditnjukkan dengan pengulangan pemakaian kata percuma dan semua. Makna pesimis ini bisa terjadi karena konteks kalimatnya berbeda dengan kalimat sebelumnya. Dari kedua contoh itu kita bisa memahami bahwa selain menimbulkan rasa semangat, ternyata repetisi bisa juga menimbulkan makna pesimis. Hal ini tergantung kepada konteks kalimatnya.
  • 7. 7.2.4 Majas Pertautan Pars Pro Toto Majas pertautan pro toto menyebutkan nama bagian sebagai pengganti keseluruhannya (Sudjiman, 1986:56). Penyimpangan semantis yang terdapt padanya ternyata tidak membingungkan, bahkan menimbulka citra visual yang jelas seperti dalam kalimat: “Wajah mereka mengantar kepergianku sambil berharap agar aku lekas kembali …” Kata wajah menunjukkan majas pertautan pars pro toto. Ini memberikan kesan kedekatan hubungan tokoh aku dengan keluargnya. 8. Penutup Kejelian pengarang dalam memanfaatkan diksi dan beberapa bentuk gaya bahasa membuat cerita pendek ini wajar dan hidup. Ketepatan pilihan itu juga menimbulkan rasa akrab antara pembaca dengan tokoh, seolah-olah pembaca berada di tengah-tengah mereka dan mengalami semua peristiwa yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam cerita. Selain itu, dalam cerita pendek ini penyair membangun kisahnya sebagian besar dalam bentuk dialog yang terkesan humoris sehingga pembaca hanyut menikmati aliran-aliran dialog yang terasa segar mengungkapkan kesederhanaan kehidupan seorang guru yang berpenghasilan pas-pasan tetapi bersyukur dan masih dapat menikmati kehidupannya dengan bersahaja dan selalu optimis terhadap perubahan kondisi kehidupannya di masa depan.
  • 8. DAFTAR PUSTAKA Alpansyah. 2000. Celoteh Sepatu. Dalam Sriwijaya Post, 1 Agustus 2004. Palembang. Hendy, Zaidan. 1989. Pelajaran Sastra. Jakarta : Gram