Dokumen tersebut membahas tentang pencarian pemimpin masa depan untuk Jakarta. Ada beberapa jalur yang dapat diikuti untuk menjadi pemimpin seperti menjadi pengusaha, birokrat, ilmuan, aktivis, atau mantan TNI. Calon pemimpin Jakarta periode berikutnya berasal dari berbagai latar belakang tersebut. Pemilukada digunakan untuk memilih pemimpin baru dengan harapan mampu melanjutkan pembangunan
2. Pengantar
Jakarta adalah miniatur Indonesia. Semua suku
bangsa dan budaya yang ada di seluruh
Indonesia, ada di Jakarta. Sesuai dengan jumlah
penduduk terbesar di Indonesia, yang ditempati
suku Jawa, maka di DKI Jakarta penduduk terbesar
pertama ditempati suku Jawa, kemudian suku
Sunda, dan berbagai etnis lainnya yang
berjumlahnya sekitar 300 suku bangsa, dengan
budaya yang berbeda dan bahasa yang beraneka
ragam dan tidak saling memahami maknanya.
4. Walaupun begitu, bangsa Indonesia dan lebih khusus lagi
penduduk DKI, patut bersyukur karena memiliki bahasa
nasional yaitu bahasa Indonesia, yang berhasil
mempersatukan seluruh suku bangsa Indonesia dan
penduduk DKI dengan bahasa yang satu yaitu bahasa
Indonesia.
Keunikan Indonesia khususnya DKI Jakarta,
sekalipun mayoritas penduduknya suku Jawa dan penduduk
asli adalah Betawi, tetapi yang dipergunakan bahasa resmi
adalah bahasa Indonesia yang diadopsi dari bahasa
Melayu. Melalui Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, para
pemuda tokoh pejuang membuat ikar, satu bangsa bangsa
Indonesia, satu tanah air tanah air Indonesia, satu bahasa
bahasa Indonesia.
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945, yang diucapkan di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, telah
mengukuhkan ikrar para pemuda tokoh pejuang, kemudian
dijadikan landasan bangsa Indonesia dalam membentuk,
membina, dan membangun Indonesia khususnya DKI Jakarta
sampai saat ini.
6. Budaya dan Agama Menentukan
Dalam pembangunan bangsa Indonesia termasuk dalam
pemilukada DKI sebagai pengamalan demokrasi, masalah budaya
dan agama sangat menentukan. Siapa yang menguasai budaya
dan agama akan berperan dan dominan dalam menentukan arah
pemilukada DKI dan pembangunan DKI selanjutnya.
Akan tetapi, di DKI Jakarta, walaupun mayoritas penduduknya
Muslim, tetapi budaya politiknya sangat beragam sehingga
perpolitikan di DKI sangat dinamis dan mudah berubah.
Oleh karena itu, kalau kita membicarakan tentang kepemimpinan
masa depan di Jakarta, maka tidak bisa mengesampingkan
peranan agama yang dianut mayoritas penduduk DKI
Jakarta. Akan tetapi, kelemahannya belum terinternalisasi ke
dalam budaya politik karena masih adanya pemilahan budaya
politik abangan dan santri
9. Sebagai perbandingan dan gambaran, dalam pemilukada
diberbagai daerah di Indonesia terutama di era Orde
Reformasi, sangat jelas dan menonjol peranan etnis dan
agama. Di Solo misalnya, walaupun penduduknya mayoritas
beragama Islam, tetapi karena budaya yang dominan di
daerah itu adalah budaya abangan, maka yang selalu tampil
memenangkan pemilukada di era Orde Reformasi
adalah Walikota Surakarta dari kalangan abangan.
Selain itu, karena dalam demokrasi yang berlaku adalah one
man one foot, maka walaupun mayoritas penduduknya
adalah Muslim, tetapi karena banyak pasangan calon dari
Muslim, maka yang memenangkan pemilukada
Surakarta adalah calon dari kalangan abangan yang
berpasangan dengan calon yang beragama katolik. Ini terjadi
karena walaupun mereka minoritas tetapi bersatu, sehingga
sukses memenangkan pemilukada di Surakarta yang calonnya
dari kalangan mereka hanya satu pasangan. Begitu juga di
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
10. Mempersiapkan Diri
Pemimpin dalam sistem demokrasi, bukan berdasarkan
keturunan. Setiap warga negara Indonesia, berhak memilih
dan dipilih. Konsekuensinya, setiap orang mempunyai
kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin.
Oleh karena itu, setiap WNI harus mempersiapkan
diri. Menurut saya, para bakal calon Gubernur/Wakil
Gubernur DKI secara sadar atau kebetulan telah
mempersiapkan diri menjadi pemimpin. Pertama, para bakal
calon Gubernur/Wakil Gubernur memiliki pendidikan yang
baik. Sejak kecil telah belajar serius mulai di tingkat sekolah
dasar atau sederat sampai Universitas. Bahkan terdapat calon
Gubernur/wakil Gubernur yang menyandang pendidikan Ph.D
(Doctor of Philosophy).
12. Ketiga, menjadi pemimpin atau anggota partai politilk. Para
bakal calon Gubernur/Wakil Gubernur, walaupun ada yang
tidak menggunakan kendaraan partai politik untuk berlaga
dalam pemilukada DKI, tetapi pernah bersinggungan dengan
dunia politik atau partai politik. Dalam demokrasi, partai
politilk merupakan instrumen demokrasi, sehingga dapat
dikatakan tidak ada pemilukada sebagai pengamalan
demokrasi tanpa partai politik. Di era Orde Reformasi, partai
politik belum ideal karena belum sepenuhnya menjalankan
fungsi kepartaian karena baru sebagai sarana rekrutmen
calon pemimpin bangsa dan belum melakukan pembinaan
masyarakat supaya mengetahui hak-hak politiknya dan
berbagai kewajiban yang harus diemban.
Walaupun begitu, partai-partai politik telah berperan
menyajikan bakal calon Gubernur/Wakil Gubernur DKI dari
kader partai yang terbaik. Mereka adalah para pemimpin
yang sudah dikenal luas oleh masyarakat. Ini harus disyukuri
atas peran dan jasa baik dari partai-partai politik dalam
pemilukada DKI Jakarta.
13. Jalan Menjadi Pemimpin
Jalan menjadi pemimpin di DKI bisa beragam. Pertama,
menjadi usahawan dan Walikota. Karir diawali dari kegiatan
usaha, kemudian di era Orde Reformasi terjun ke dunia politik
menjadi kader partai dan kemudian berlaga dalam
pemilukada dan terpilih menjadi Walikota. Pada masa Orde
Baru sebagai perbandingan, ada pemimpin usaha yang
menapaki jalan seperti itu, seperti Abdul Latief, pendiri dan
pemimpin Pasaraya, yang dianggap berhasil dalam
menjalankan bisnis kemudian dilantik menjadi menteri. Di
masa Orde Reformasi, banyak pengusaha yang tampil
menjadi pemimpin di daerah sebagai Bupati/Wakil Bupati,
Walikota/Wakil Walikota, Gubernur/Wakil Gubernur, Menteri,
sampai Wakil Presiden seperti Jusuf Kalla, Fahmi Idris, Fadel
Muhammad, dan lain-lain
15. Kedua, menjadi birokrat dan ilmuan. Diantara bakal calon Gubernur/Wakil
Gubernur DKI, terdapat bakal calon yang merintis karir yang memulai dari
birokrat kemudian melanjutkan studi Ph.D (ilmuan) dan kemudian menjadi
birokrat dan menapaki tangga menjadi Wakil Gubernur dan Gubernur. Juga
ada yang menjalani karir politik setelah menjadi birokrat lalu menjadi Bupati
dan terus menjadi Gubernur. Di era Orde Reformasi, cukup banyak tokoh
yang menjalani karir dari birokrat kemudian terjun ke dunia politik.
Sebaliknya, di era Orde Baru, banyak ilmuan yang menjadi menteri yang
pada umumnya ekonom seperti Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil
Salim, Subroto dan lain-lain. Di era Orde Reformasi, ilmuan yang direkrut
menjadi Menteri seperti Rokhmin Dahuri, Soleh Solahuddin dan lain-lain.
Dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid dua yang dipimpin Presiden SBY ada
menteri yang latar belakangnya dari ilmuan seperti Prof. Dr.
Muhammad Nuh, mantan Rektor ITS.
Ketiga, aktivis sosial, ilmuan dan politisi. Bakal calon Gubernur/Wakil
Gubernur DKI, terdapat bakal calon dari latar belakang seperti itu. Partai
politik yang mencalonkannya, melihat sosok kader yang dicalonkan bisa
meraih dukungan publik DKI untuk menduduki DKI 1. Bakal calon Wakil
Gubernurnya direkrut dari partai lain dengan harapan bisa meraih dukungan
publik karena memiliki kepakaran yang berbeda, sehingga dapat menjadi
dream team untuk membangun Jakarta yang maju, sejahtera dan makmur.
19. Keempat, mantan TNI yang terkenal disiplin tampil menjadi bakal
calon Gubernur dengan menggait tokoh mudah yang menjadi
pemimpin pemuda di DKI. Pasangan calon memilih jalan lain yaitu
jalur independen yang sama sekali tidak didukung partai politik.
Apakah calon ini bisa meraih dukungan publik DKI, pemilukada DKI
11 Juli 2012 bisa memberi jawaban.
Kelima, ilmuan dan tokoh masyarakat. Dalam pemilukada DKI
terdapat pula tokoh yang lebih dikenal sebagai ilmuan yang kritis,
yang menggait wakilnya dari tokoh masyarakat yang mantan
anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pasangan ini memilih
jalur independen untuk menjadi calon Gubernur/Wakil Gubernur
DKI. Akan tetapi sebagai gambaran, Sugeng Sarjadi Sindicate
pernah merilis hasil survei mereka yang menyebutkan bahwa
masyarakat DKI sekitar 48 persen akan memilih pasangan calon
Gubernur/Wakil Gubernur dari kalangan independen. Apakah
calon independen ini bisa meraih dukungan pemilih DKI secara
masif sesuai hasil survei tersebut, pemilukada DKI 11 Juli 2012
akan memberi jawaban
20. Mencari Pemimpin di DKI
Pemilukada adalah sarana demokrasi, di mana rakyat DKI setiap lima tahun
sekali diberi kesempatan seluas-luasnya untuk memilih Gubernur/Wakil
Gubernur DKI Jakarta untuk memimpin DKI lima tahun berikutnya.
Sebagai sosiolog dan warga DKI saya bersyukur karena para bakal calon
Gubernur/Wakil Gubernur DKI periode 2012-2017 adalah para kader bangsa
yang terbaik. Adanya enam bakal calon Gubernur/Wakil Gubernur DKI dari
kalangan independen sebanyak dua pasang calon, dan empat bakal calon
Gubernur/Wakil Gubernur DKI yang dicalonkan partai-partai politik, maka
masyarakat DKI mempunyai banyak pilihan, sehingga saya optimis tingkat
partisipasi pemilih pada pemilukada 11 Juli 2012 akan meningkat.
Untuk menyukseskan pemilukada DKI, maka strateginya, pertama, semua
peserta seminar harus berpartisipasi secara aktif untuk memberi
penyadaran supaya warga DKI yang menjadi pemilih supaya menggunakan
hak pilihnya dengan baik.
Kedua, semua harus mengkampanyekan dan menyadarkan masyarakat yang
menjadi pemilih supaya tidak terlibat dalam politik uang dengan menerima
sogok untuk memilih salah satu pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur
DKI.
22. Ketiga, para pemilih harus dipandu supaya tidak salah memilih. Oleh
karena para peserta seminar adalah para kader dan tokoh, maka
sebaiknya turut ambil bahagian yang konstruktif untuk menjaga
keamanan pemilukada DKI, sehingga berlangsung aman dan damai.
Masa kepemimpinan Gubernur DKI selama lima tahun masih terasa
sangat singkat jika dilihat tingginya dinamika politik masyarakat
Jakarta, banyaknya permasalahan di DKI dan nasional yang
berhimpitan, dan tidak mudahnya menjalankan pemerintahan di era
Orde Reformasi, karena semua kebijakan pembangunan yang sudah
diputuskan dan harus dijalankan, terlebih dahulu
harus dimusyawarahkan dengan masyarakat yang terkena langsung
atau tidak langsung dampak dari pembangunan.
Maka logika sehat dapat dipahami jika pembangunan tidak secepat
yang diharapkan oleh masyarakat Jakarta untuk menuntaskan
masalah besar yang dihadapi seperti macet, banjir dan masalah sosial
lainnya. Oleh karena itu, sebagai sosiolog saya bisa faham dan
mengerti jika masih banyak masyarakat DKI yang menginginkan Fauzi
Bowo untuk melanjutkan kepemimpinannya lima tahun mendatang
supaya bisa menuntaskan pembangunan di DKI Jakarta dengan
khusnul khatimah (akhir yang baik), yang menjadi tempat beliau
lahir, besar dan insya Allah mengakhiri hidupnya.
25. Kesimpulan
Untuk menjadi pemimpin di DKI "banyak jalan ke Roma.
"If there is a will there is a way," di mana ada kemauan
disitu ada jalan.
Oleh karena itu, kita semua harus menancapkan
harapan setinggi bintang dan berusaha
mewujudkannya supaya Gubernur/Wakil Gubernur
yang dipilih rakyat Jakarta adalah yang terbaik untuk
kelangsungan dan peningkatan pembangunan Jakarta
di masa depan.
Masa depan pembangunan di DKI Jakarta, sangat
ditentukan hasil pemilukada DKI 11 Juli 2012. Masa
depan itu adalah masa kini dan masa lalu. Oleh karena
itu, kita harus berpartisipasi supaya pemilukada DKI
berlangsung aman, damai, tertib dan tidak ada politik
uang.
27. Hasil pemilukada DKI akan memberi warna dan corak dalam pemilu
parlemen dan pemilu Presiden/wakil Presiden 2014. Oleh karena itu, para
calon Gubernur/Wakil Gubernur yang dicalonkan partai-partai politik akan
bekerja sekeras-kerasnya untuk merebut dukungan publik DKI supaya
memenangkan pemilukada DKI 11 Juli 2012.
Kepemimpinan Fauzi Bowo selama lima tahun di DKI, disamping
kelebihannya, masih banyak kekurangannya. Rakyat DKI yang menjadi
pemilih dalam pemilukada akan menjadi hakim untuk memutus, apakah
Fauzi Bowo yang mencalonkan kembali untuk periode kedua, masih diberi
kesempatan untuk melanjutkan kepemimpinannya di DKI sehingga berakhir
dua periode dengan khusnul khatimah (akhir yang baik) atau
sebaliknya. Masyarakat DKI yang sudah amat dewasa dan cerdas, bisa
menentukan yang terbaik untuk masa depan pembangunan di DKI.
_______________
* Drs. Musni Umar, SH, M.Si, menyelesaikan Ph.D pada Fakultas Sains
Sosial dan Kemanusiaan Univ. Kebangsaan Malaysia (UKM). Kini menjadi
peneliti, Direktur Eksekutif Institute for Social Empowerment and
democracy (INSED), pengajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Universitas Nasional (Unas) Jakarta.
* Makalah singkat ini dipersiapkan untuk dipresentasikan dalam seminar
yang bertajuk "Strategi Politik Mencari Kepemimpinan untuk Masa Depan
Jakarta," pada 8 Mei 2012 di Hotel Tjokro, Cisarua, Bogor, Jawa Barat.