Konflik di Indonesia telah menjadi bagian dari sejarah bangsa sejak sebelum hingga sesudah kemerdekaan. Terdapat berbagai jenis konflik seperti ideologi, politik, ekonomi, komunal, dan sosial yang dipicu oleh persaingan, ketidakadilan, dan kepentingan berbagai kelompok. Konflik tersebut berlangsung di berbagai era dengan intensitas dan skala yang berbeda-beda.
Musni Umar: Tugas Pemimpin dan Pentingnya Membangun Masyarakat Madani
Musni Umar: Konflik di Indonesia dalam Perspektif Perjalanan Sejarah Bangsa
1. Konflik di Indonesia dalam Perspektif
Perjalanan Sejarah Bangsa
Oleh Musni Umar, Ph.D
Sociologist and Researcher
2. Pengantar
Konflik di Indonesia telah menjadi bagian dari perjalanan
sejarah bangsa sebelum dan sesudah Indonesia merdeka.
Konflik berasal dari kata kerja dalam bahasa latin "configere"
yang berarti saling memukul. Konflik secara sosiologis dapat
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (dapat juga kelompok) di mana salah satu berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya.
Konflik mempunyai makna yang sama dengan tawuran, friksi,
perselisihan, bentrokan, pertengkaran, dan kericuhan.
Bahkan dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa
sinonim konflik ialah berkelahi yaitu pergelutan,
pertempuran, peperangan, bertegang-tegangan, dan
tawuran.
3. Jauh sebelum Indonesia lahir, pada tahun 1911 telah terjadi konflik Kong Sing Cina
dengan Kong Sing Jawa, isu yang memicu konflik tersebut ialah persaingan dagang
dan ras.
Begitu juga konflik pada tahun 1918-1923 terjadi sehubungan munculnya gerakan
radikal di Jawa yang menentang feodalisme dan kapitalisme. Isu yang memicu
konflik ialah penolakan terhadap Gubernemen yang membatasi luas tanah yang
ditanami tebu.
Bahkan jauh sebelum itu Sultan Hasanuddin (1631-1670), Pangeran Diponegoro
(1827-1830), Teuku Umar (1854-1899), dan lain-lain telah melakukan pertempuran
melawan penjajahan Belanda, yang kemudian mereka dilantik oleh pemerintah
Indonesia menjadi pahlawan nasional.
Pada tahun 1926, PKI memimpin peperangan melawan Belanda di Jawa Barat dan
Sumatera Barat.
Sesudah Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, konflik terus terjadi seperti
pergolakan anti swapraja pada tahun 1946-1950. Isu yang memicu konflik ialah pro
kontra feodalisme.
Selain itu terjadi konflik bersenjata seperti Permesta, Andi Aziz, Darul Islam/TII
Kartosuwiryo yang diproklamirkan 12 Syawal 1368 (7 Agustus 1949) di Jawa Barat,
DI/TII Kahar Muzakkar di Sulsel, DI/TII Daud Beureuh di Aceh, Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) di Aceh, Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua, dan berbagai
konflik lainnya.
4. Pemetaan Konflik
Sebelum dan sesudah Indonesia merdeka, sama ada di
era Orde Lama, Orde Baru maupun Orde Reformasi,
konflik yang merebak di berbagai daerah di seluruh
Indonesia, dapat dipetakan dalam dua macam yaitu:
1. Konflik Vertikal
2. Konflik Horizontal.
Dari dua macam konflik tersebut dapat diperinci
menjadi lima jenis konflik yaitu:
1) Konflik Ideologi
2) Konflik Politik
3) Konflik ekonomi
4) Konflik komunal
5) Konflik sosial
5. 1.1 Konflik Ideologi
Sesudah Indonesia merdeka merebak konflik ideologi yaitu konflik antara
kelompok yang menghendaki Islam sebagai dasar negara Indonesia, dan
kelompok yang menghendaki Indonesia berdasar sekuler dan komunis.
Konflik ideologi dipicu dari beberapa kelompok dalam Islam, yang tidak
puas kemudian melakukan pemberontakan dengan menggunakan Islam
sebagai alat perjuangan untuk mendapat dukungan masyarakat seperti DI
/TII tahun 1949 di Jawa Barat oleh Kartosuwiryo, di Aceh oleh Daud
Beureueh, di Kalimantan Selatan oleh Ibnu Hajar, di Jawa Tengah oleh Amir
Fatah, di Sulawesi Selatan oleh Kahar Muzakkar.
Konflik ideologi yang berbentuk pemberontakan bersenjata, akhirnya
dipatahkan oleh pemerintah melalui pengerahan kekuatan angkatan
bersenjata.
Akan tetapi, tidak berarti konflik ideologi berakhir, karena tetap tumbuh
dan bersemi keinginan sebagian masyarakat untuk mewujudkan Islam
sebagai dasar negara Indonesia, yang diwujudkan dengan berbagai konflik
dan teror. Di masa Orde Baru, mereka di cap sebagai eksterim kanan, dan
di era Orde Reformasi, dicap sebagai teroris.
6. Selain itu terdapat pula konflik ideologi yang didalangi partai
komunis Indonesia, yang diwujudkan dalam pemberontakan
Madiun Affairs tahun 1948. Peristiwa ini diawali dengan
diproklamasikannya Negara Republik Soviet Indonesia pada 18
September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai
Komunis Indonesia dengan didukung oleh seorang Menteri
Pertahanan saat itu, Amir Sjarifoeddin.
Kemudian pada tahun 1965 PKI melancarkan pemberontakan G
30 S PKI dan berhasil membunuh para Jenderal TNI Angkatan
Darat. Setelah pemberontakan Gestapu PKI, Presiden Soehato
membubarkan PKI dan seluruh elemen partai komunis Indonesia.
Untuk mengakhiri secara permanen gerakan PKI, setelah terjadi
pemberontakan G 30 S, para pentolan PKI banyak yang ditembak
mati, di hukum penjara, dan diberi cap eksterim kiri. Walaupun
begitu, tidak benar-benar kelompok ini hilang. Di era Orde
Reformasi, mereka mencoba bangkit dengan dugaan
bermetamorfosis dalam berbagai gerakan sosial dan HAM dan
terus beroperasi di bawah tanah sampai sekarang.
7. 1.2 Konflik Politik
Konflik di Indonesia tidak ada habis-habisnya sampai saat ini. Salah satu
jenis Konflik ialah konflik politik.
Tahun 1950 terjadi konflik di Makassar yang dilakukan Andi Aziz, seorang
bekas perwira KNIL yang memproklamirkan dan mempertahankan
keberadaan Negara Indonesia Timur, dan enggan kembali kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pemberontakan politik ini berhasil diakhiri oleh pemerintah setelah
mengirim pasukan ke Makassar dibawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang,
dan berhasil menangkap Andi Aziz dan membawanya ke Jakarta dan
kemudian menyerah.
Disamping itu pernah pula terjadi konflik politik yang dilancarkan Permesta
(Perjuangan Rakyat Semesta) pada tahun 1957. Gerakan ini dideklarasikan
oleh pemimpin sipil dan militer Indonesia Timur yang dipimpin Letkol
Ventje Sumual. Pusat Pemberontakan ini di Makassar yang pada waktu itu
merupakan ibukota Sulawesi.
8. Awalnya masyarakat Makassar mendukung perjuangan ini, perlahan-lahan
masyarakat mulai memusuhinya dan sampai akhirnya pada 1958, markas
permesta dipindahkan ke Manado. Pemberontakan ini dipicu
ketidakpuasan dengan keadaan pembangunan di daerah Manado, sehingga
menuntut hak menentukan diri sendiri (self determination) sesuai dengan
sejumlah dekolonisasi, diantaranya perjanjian Linggarjati, Perjanjian
Renville, dan Konferensi Meja Bundar.
Disamping itu, terjadi pula konflik politik dengan dengan berdirinya
Republik Maluku Selatan (RMS) pada tahun 1950, di mana banyak anggota
KNIL yang tidak mau dimasukkan ke dalam APRIS. Keresahan itu
dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh pro Belanda, seperti Manusama, yang
menggagas supaya Maluku terpisah dari RIS dan menjadi negara merdeka
yang diberi nama Republik Maluku Selatan (RMS).
Juga muncul konflik sehubungan lahirnya Gerakan Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI), yang disebabkan ketidakpuasan beberapa
daerah di Sumatera dan Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan dari
pemerintah pusat, dan rasa tidak puas tersebut didukung oleh beberapa
panglima besar TNI. Beberapa panglima militer membantu dewan-dewan
daerah seperti:
9. 1. Dewan Banteng di Sumatera Barat yang dibentuk oleh Letkol Ahmad Husein
2. Dewan Gajah di Medan yang dibentuk Kolonel Simbolon,
3. Dewan Garuda di Sumatera Selatan
4. Dewan Manguni di Manado yang dibentuk oleh Letkol Ventje Sumual.
Dari gerakan tersebut akhirnya berkembang menjadi suatu gerakan terbuka yang
dikenal PRRI/Permesta.
• Pada 12 Februasi 1958, A.H Nasution mengeluarkan perintah untuk membekukan
Komando Daerah Militer.
• Selain itu, terjadi pula Konflik politik yang berskala besar dan tergolong lama,
yang menimbulkan banyak korban nyawa dan kehilangan harta, ialah
pemberontakan di Aceh yang dikobarkan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang
berjuang untuk merdeka diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka
berjuang untuk merdeka sejak tahun 1976. Pemicu konflik ialah ketidakadilan
dalam bidang ekonomi.
Begitu pula konflik Papua, yaitu konflik di Papua Barat dan Papua, karena daerah
ini menjadi bagian dari Indonesia pada tahun 1963. Konflik ini dilancarkan oleh
Organisasi Papua Merdeka (OPM) dengan melakukan pemberontakan bersenjata
dalam upaya mewujudkan kemerdakaan politik. Pemicu konflik yang tidak ada
akhirnya ialah ketidakadilan ekonomi, dimana kekayaan alam Papua yang luar
biasa, tetapi masyarakatnya masih miskin dan tertinggal.
10. Di era Orde Baru, berbagai konflik di daerah berhasil diredam dengan pendekatan
keamanan ( security approach). Hanya konflik di Aceh, Papua dan Timor Timur
(Timor Leste) sebelum merdeka melalui referendum tahun 1999 yang tidak bisa
dihentikan dengan berbagai operasi militer yang dilakukan oleh TNI.
Di akhir pemerintahan Orde Baru, terjadi konflik yang disertai penjarahan dan
kerusuhan sosial sehingga mendorong eskalasi politik, dan memberi andil besar
yang memaksa Presiden Soeharto lengser dari tahta kekuasaannya setelah
berkuasa selama 32 tahun lamanya.
Pada era Orde Reformasi, terjadi konflik ketika KH. Abdurrahman Wahid terpilih
menjadi Presiden RI karena pendukung Megawati Sukarno Puteri tidak bisa
menerima kekalahan dalam pemilihan Presiden RI di Sidang Umum Istimewa MPR
tahun 1999. Begitu juga ketika KH. Abdurrahman Wahid dilengserkan oleh MPR RI.
Selain itu, konflik politik yang dipicu oleh ketidakpuasan dari hasil pemilukada
menjadi marak. Persaingan politik para calon Bupati/Wakil Bupati, calon
Walikota/Wakil Walikota, calon. Gubernur/calon Wakil Gubernur, banyak
menimbulkan konflik.
Bahkan hasil Sidang Umum Istimewa MPR 1999 yang berhasil memilih KH
Abdurrahman Wahid menjadi Presiden RI, telah memicu konflik dibeberapa
daerah di Indoensia, karena para pendukung Megawati Sukarno Putri tidak mau
menerima kekalahan dalam pemilihan Presiden yang dilaksanakan MPR RI hasil
pemilu tahun 1999.
11. Begitu pula hasil pemilukada di era Orde Reformasi banyak menimbulkan
konflik seperti hasil pemilukada di Kabupaten Tolikara, Papua, tahun 2012
telah menimbulkan konflik yang berlangsung dari 14-18 Fabruari 2012 yang
mengakibatkan 11 orang tewas.
Konflik pemilukada, ada yang menimbulkan bentrokan fisik antara
pendukung dari calon yang kalah dan pendukung dari calon yang menang.
Akan tetapi, pada umumnya konflik hasil pemilukada disampaikan kepada
Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diadili perkara konflik tersebut.
Dalam masalah ini, Georg Sorensen (2003) seorang pemikir politik telah
mengingatkan bahwa dalam sebuah demokrasi tidak ada satu kelompok
pun yang semestinya yakin bahwa kelompoknya yang akan menang. Bahkan
kelompok yang paling kuat sekalipun, harus siap menghadapi kemungkinan
bahwa mereka bisa saja kalah dalam kompetisi dengan pihak lainnya.
Dalam kompetisi harus siap menang dan siap kalah. Namanya saja
kompetisi, pasti ada yang menang dan kalah. Jadi dalam pemilukada serba
kemungkinan bisa terjadi, menang atau kalah harus siap mental.
12. 1.3 Konflik Ekonomi
Sesudah Indonesia merdeka, terutama di era Orde Reformasi, konflik
paling banyak terjadi ialah konflik ekonomi. Jusuf Kalla menyebut sekitar 75
persen konflik di Indonesia adalah disebabkan persoalan ekonomi. Disebut
konflik ekonomi karena pemicu konflik dilatar-belakangi oleh kepentingan
ekonomi.
Penyebab konflik ekonomi merebak di Indonesia karena sistem ekonomi
Indonesia tidak memihak kepada rakyat. Sistem ekonomi Indonesia yang
diamalkan sangat "ramah" kepada para pemodal, perusahaan-perusahaan
besar multinasional dan kepentingan asing, dan tidak mengakomodir
kepentingan rakyat yang hidup diakar rumput (grass roots).
Akibatnya konflik ekonomi menjadi marak dengan berbagai pemicu yang
tidak jarang “sepele” seperti konflik yang terjadi di Bima, dimana massa
mengobarkan konflik yang menuntut kepada Bupati Bima untuk mencabut
izin pertambangan yang diberikan kepada pengusaha. Konflik semacam itu,
sangat banyak terjadi di berbagai daerah, hanya tidak mencuat
kepermukaan dalam pemberitaan karena cepat dilokalisir oleh investor
yang bekerjasama dengan aparat keamanan dan pemerintah daerah.
13. Sebenarnya hampir semua konflik yang digambarkan diatas,
banyak terkait dengan konflik ekonomi, karena sumber daya
alamnya dikuras, sementara rakyat di daerah itu tidak
mendapat manfaat ekonomi, sehingga memicu
pemberontakan untuk mendapat keadilan. Itu terjadi di
berbagai daerah seperti di Aceh, Papua dan lain-lain.
Oleh karena itu, konflik diberbagai daerah dapat juga disebut
“konflik ekonomi-politik” karena akhirnya bermuara pada
perjuangan politik untuk mewujudkan kemerdekaan. Dalam
kasus di Aceh, akhirnya dicapai solusi damai melalui
perundingan di Helsinki dengan win-win solution setelah
terjadi stunami di Aceh tahun 2004.
Begitu pula konflik di Papua, pada hakikat adalah “konflik
ekonomi-politik” yang disebabkan kekayaan alam Papua
dikuras, sementara masyarakat Papua, masih banyak yang
hidup miskin, kurang pendidikan, dan masyarakatnya
sebagian masih berada dalam keterbelakangan.
14. 1.4 Konflik Komunal
Konflik komunal ialah konflik yang dipicu oleh persoalan SARA (suku,
agama, dan ras).
Konflik ini mudah meledak jika isu SARA dijadikan alat untuk membakar
emosi masyarakat.
Sebagai contoh konflik bernuansa “SARA” yang pernah meledak di Ambon
pada awal Orde Reformasi. Konflik ini sering disebut “konflik agama”
karena yang konflik ialah kaum Muslim dan kaum Nasrani.
Akan tetapi kalau digali akar masalahnya bukanlah persoalan agama, tetapi
sumbernya dari persoalan ekonomi. Sebagaimana diketahui bahwa pada
masa penjajahan Belanda, masa Orde Lama dan Orde Baru, yang
menguasai ekonomi dan pemerintahan di daerah itu adalah kaum Nasrani.
Mereka memiliki kebun cengkeh yang luas dan harganya cukup bagus.
Mereka juga memegang pemerintahan di Maluku.
15. Pada masa Orde Baru, banyak suku Bugis dan suku Buton
datang ke Maluku (Ambon). Sebagai perantau, mereka
memiliki semangat yang tinggi, rajin bekerja dan pada
umumnya bergerak di bidang perdagangan dan ekonomi.
Pembangunan yang dilaksanakan di masa Orde Baru, mereka
banyak mendapat manfaat ekonomi sehingga terjadi
mobilitas vertikal dari kalangan mereka. Secara populasi
terus bertambah jumlah mereka, pendidikan anak-anak
mereka juga mengalami peningakatan.
Dampaknya, setelah anak-anak mereka menamatkan
pendidikan di berbagai universitas, mereka memasuki
pemerintahan sebagai PNS dan dunia politik. Kemudian
posisi kaum Nasrani tersisih di berbagai bidang. Momentum
reformasi, dimanfaatkan untuk melakukan perlawanan guna
mengembalikan posisi semua sehingga timbul konflik
komunal yang melibatkan kaum Nasrani dan kaum Muslim,
dimana para perantau dari suku Bugis dan suku Buton yang
digambarkan diatas, pada umumnya adalah kaum Muslim.
16. 1.5 Konflik Sosial
Konflik sosial ialah konflik yang terjadi antara satu kelompok
dengan kelompok yang lain. Ia sering juga disebut konflik
kelompok yaitu pertentangan yang terjadi antara satu kelompok
atau beberapa kelompok sosial yang mengatasnamakan suku, ras,
jenis kelamin, organisasi tertentu, status ekonomi, status sosial,
agama, bahasa, dan keyakinan politik, dalam sebuah interaksi
sosial yang bersifat dinamis.
Konflik sosial dapat terjadi dalam masyarakat homogen, maupun
masyarakat heterogen. Konflik sosial adalah bagian dari
kehidupan umat manusia. Tidak bisa dihilangkan sama sekali,
karena sudah merupakan sunnatullah (natural law), manusia
memiliki perbedaan.
Dengan demikian, istilah konflik sosial bisa terjadi yang
diakibatkan oleh konflik ideologi, konflik politik, konflik ekonomi,
konflik komunal, dan sebagainya.
17. Konflik Vertikal dan Horizontal
Dari lima jenis konflik yang dikemukakan diatas dapat
dipetakan kepada dua macam:
1. Konflik Vertikal ialah konflik antara kelompok
masyarakat dengan pemerintah seperti
konflik ideologi, dan konflik politik seperti konflik
antara GAM dan pemerintah, konflik OPM
dengan pemerintah, Andi Aziz, Permesta, PRRI,
dan konflik ekonomi.
2. Konflik Horizontal ialah konflik antara
sekelompok masyarakat dengan kelompok
lainnya seperti konflik sosial, dan konflik komunal.
18. Kesimpulan
Sudah merupakan tabiat manusia suka berbeda (konflik). Oleh karena konflik
membahayakan mereka yang berkonflik dan lingkungannya, maka konflik harus
dicegah, dilokalisir jika terjadi, konflik, dan dimediasi supaya tidak meluas dan
menimbulkan kerugian bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Pertama, mencegah supaya konflik tidak meledak, dengan sering melakukan
silaturrahim ke masyarakat bawah untuk mengetahui permasalahan mereka dan
segera memecahkannya.
Kedua, melokalisir konflik jika terjadi dengan pendekatan dan dialog.
Ketiga, meredam konflik dengan membuka dialog yang mengedepankan sikap
sabar, tenang dan akal sehat.
Keempat, menunjuk mediator (juru damai) untuk melakukan negosiasi dalam
rangka mencari dan menemukan solusi damai bagi pihak-pihak yang berkonflik.
Kelima, menyelesaikan akar masalah dan penyebab utama terjadinya konflik.
19. Di era Orde Reformasi, hampir tidak ada hari tanpa konflik. Bahkan dalam satu
hari, bisa terjadi banyak konflik di seluruh Indonesia.
Sebelum Indonesia merdeka, konflik politik sering terjadi, tujuannya untuk
melawan penjajah. Setelah Indonesia merdeka, konflik politik merebak di berbagai
daerah seperti pemberontakan Andi Aziz, PRRI, Permesta, RMS, dan lain-lain..
Disamping itu, marak pula terjadi konflik ideologi, seperti yang dilakukan DI/TII
oleh Kartosuwiryo, di Jawa Barat, Kahar Muzzakar di Sulawesi Selatan, Daud
Beureueh di Aceh, dan lain-lain. Selain itu, pemberontakan PKI di Madiun Affairs
tahun 1949, dan G 30 S PKI tahun 1965. Konflik Ideologi sampai saat ini masih
berlanjut dalam bentuk perang melawan teroris.
Di era Orde Reformasi, konflik yang banyak muncul di masyarakat ialah konflik
ekonomi yaitu konflik yang terjadi di masyarakat karena dipicu oleh kepentingan
ekonomi seperti konflik Bima, konflik Mesuji, dan lain sebagainya.
Maraknya konflik ekonomi karena pembangunan ekonomi sejak Orde Baru sampai
Orde Reformasi, pemerintah lebih pro pemodal, perusahaan-perusahaan
multinasional, para konglomerat, dan pro asing, sehingga keadilan sosial nyaris
tidak wujud di Indonesia.
20. Daftar Rujukan
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2012. www.kamus.sabda.kamus/konflik, <
8 Desember >
Musni Umar. 2011. Demokrasi dan Islam di Kalangan Orang-Orang Miskin,
Jakarta, INSED.
----------------2012. Bahaya Konflik Mengancam Indonesia, Wawancara TV
ONE, Upload di You Tube, 30 Oktober.
----------------- 2012. Konflik di Berbagai Daerah di Indonesia Kesalahan Para
Pemimpin. Wawancara TV ONE, Upload di You Tube, 30 Oktober.
----------------- 2012. Atasi Konflik di Daerah dengan Special Treatment,
Wawancara TV ONE, Upload di You Tube, 30 Oktober.
---------------- 2012. Konflik Antar Geng Akarnya Pertarungan Ekonomi.
Wawancara ANTV, Upload di You Tube, 31 Agustus.
---------------- 2012. Impelemntasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan
Konflik Sosial, Upload Slide share, 22 November.
--------------- 2012. Manajemen Konflik: Cara Mengatasi Konflik di DKI
Jakarta, Musni Umar Website, 31 Juli.
21. Musni Umar. 2012. Ketidakadilan Ekonomi Penyebab Konflik di berbagai
Daerah di Indonesia, Wawancara RRI Pro 3, Upload di You Tube, 01
November.
--------------- 2012. Kepemimpinan ala Jokowi Bisa Cegah Budaya Amok,
Wawancara Trans TV, Upload di You Tube, 20 November.
--------------- 2012. Tawuran Pelajar dan Solusinya, Wawancara Kompas TV,
Upload di You Tube, 30 November.
--------------- 2012. Manajemen Konflik: Cara mengatasi Konflik di
Masyarakat DKI Jakarta, Ceramah di Dinas Sosial DKI, Upload di Slide share,
30 Juli.
--------------- 2012. Tawuran Antar Warga dan Upaya Pemecahannya,
Ceramah di Kesbangpol Jakarta Utara, Upload di Slide share, 3 September.
--------------- 2012. Partisipasi Masyarakat terhadap Keamanan Lingkungan,
Ceramah di Kesbangpol Jaksel, Upload di Slide share, 26 November.
--------------- 2012. Pemberdayaan Masyarakat di Daerah Rawan Konflik:
Studi Kasus Johar Baru, bahan ceramah di Kantor PMP Jakarta Pusat,
Upload di Slide share, 8 Desember.
Wikipedia Eksiklopedia Bebas, Konflik,
www.id.wikipedia.org/wiki/konflik < 9 Desember >