SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  12
Pergumulan Tiga Jaringan Intelektual dalam Islam 
(Telaah artikel “Mempertautkan ‘Ulum ad-Din, al-Fikr al-Islami, dan Dirasat al- 
Islamiyah: Sumbangan Keilmuan Islam untuk Peradaban Global.” Oleh: M. Amin 
Abdullah.) 
Abstrak 
Dalam tradisi jaringan intelektual Islam menurut Amin Abdullah 
yang terbagi menjadi tiga, yakni Ulum ad-Din, Fikr al-Islami, dan 
Dirasat al-Islamiyah merupakan tiga poros yang tidak bisa 
dijalankan secara parsial dan sendiri-sendiri dalam perkembangan 
agama Islam, namun dikombinasikan antara satu dengan yang lain 
untuk menghasilkan kesimpulan yang utuh sekaligus mengakomodir 
semua pihak yang terkait. Ketika ketiga jaringan tersebut masih 
berjalan secara individual, sekaligus tanpa menyentuh aspek disiplin 
ilmu yang lain, maka akan terjadi lagi pengkotak-kotakan tradisi 
keilmuan yang sampai hari ini semakin kronis-akut. 
Keywods: Ulum ad-Din, Fikr al-Islami, dan Dirasat al-Islamiyah 
Iftitah 
“act locally, and think globally”1 (bertindaklah sesuai dengan norma tradisi lokal, 
dan berpikirlah sesuai dengan standar etika global). Ungkapan tersebut yang 
penulis temukan dalam tulisan berjudul Mempertautkan ‘Ulum ad-Din, al-Fikr al- 
Islami, dan Dirasat al-Islamiyah: Sumbangan Keilmuan Islam untuk Peradaban 
Global oleh Amin Abdullah. Sepertinya ungkapan tersebut pada hari ini hanya 
sebatas menjadi slogan saja ketika kita berkaca pada fakta-fakta sekarang yang 
selalu menghiasi media-media informasi, baik televisi, internet, maupun media 
cetak. Hanya sebatas memberikan contoh seperti tragedi umat Syi’ah di Sampang, 
Ahmadiyah di Cikeusik, pembubaran tempat beribadah, dan semacamnya 
1Amin Abdullah, Mempertautkan ‘Ulum ad-Din, al-Fikr al-Islami, dan Dirasat al- 
Islamiyah: Sumbangan Keilmuan Islam untuk Peradaban Global, diunduh dari 
http://aminabd.wordpress.com/author/ridwanpau tertanggal 20 Juni 2010, h. 1 
1
dimungkinkan ada sesuatu yang salah dalam cara pandang masyarakat Indonesia 
pada umumnya. Bahkan memunculkan buku-buku yang bercorak sinis dengan 
aliran Syi’ah sampai menjustifikasi sesat, kafir dan semacamnya.2 Sehingga 
ungkapan act locally akan berhenti dan tidak sampai pada think globally, atau 
malah jumbuh menjadi act and think locally. 
Dari tragedi-tragedi yang bermula dari agama tersebut, menunjukkan 
bahwa semangat golongan mayoritas di sebuah masyarakat merasa tidak 
menerima/menolak semua ajaran-ajaran yang berlainan dengan ide-ide yang 
dianggap sudah mapan bagi golongan mayoritas tersebut. Sedangkan masing-masing 
dari semua golongan sama-sama mencoba untuk mempertahankan 
identitas-identitasnya, seperti etnis, kultur, politis, dan semacamnya. Hal demikian 
tidak sepenuhnya salah memang, namun persoalannya adalah ketika dari semua 
golongan saling bertemu dan berdialog, kenapa masih mementingkan kepentingan 
pribadi masing-masing golongan, dan melupakan kemaslahatan bersama untuk 
hidup dan fastabiqu al-khairat secara sportif dalam membangun dan 
mempertahankan stabilitas masyarakat yang aman, damai, dan sejahtera?. 
Untuk mendamaikan dan menyelaraskan pola pikir secara universal 
memang tidak semudah membalik telapak tangan, namun dari artikel yang 
menjadi sumber primer catatan ini, bagi penulis cukup untuk membuka wacana 
sekaligus solusi keberagamaan dan membentuk world view kita untuk memahami 
pelbagai konflik yang terjadi di tengah-tengah kancah lokal, nasional maupun 
internasional. Dalam catatan ini, penulis akan mencoba untuk mendeskripsikan 
beberapa hasil pembacaan dari artikel berjudul Mempertautkan ulum ad-Din, al- 
Fikr al-Islami, dan Dirasat al-Islamiyah: sumbangan keilmuan Islam untuk 
peradaban global. 
2Adanya fatwa MUI yang secara tegas menerbitkan buku berjudul Mengenal dan 
Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia, juga buku yang ditulis oleh para santri Sidogiri 
dengan judul “Mungkinkah Sunnah dan Syi’ah dalam Ukhuwah?” sebagai respon buku Quraish 
Shihab berjudul Sunnah dan Syi’ah dan Sunni Bergandengan Tangan! Mungkinkah!. Kesesatan 
Syi’ah ini bertentangan dengan fatwa ulama al-Azhar yang menyatakan bahwa Syi’ah merupakan 
salah satu madzhab yang sah dalam Islam. Lihat Amin Abdullah, Agama, Ilmu dan Budaya: 
Paradigman Integrasi, Interkoneksi Keilmuan. Pidato yang disampaikan sebagai anggota AIPI 
(Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) tertanggal 17 Agustus 2013. 
2
Pendidikan Sebagai Gerbang Utama 
Dari pengantar di atas, rasanya kurang efektif apabila hanya sebatas wacana yang 
harus diketahui oleh kalangan terpelajar. Oleh karenanya untuk 
mengimplementasikan usaha mendamaikan pertentangan-pertentangan yang ada 
pada tubuh islam dan antara Islam dan di luar Islam, maka dibutuhkan gerbang 
awal yang harus dilakukan untuk melendingkan act locally and think globally 
tersebut. Amin Abdullah berpendapat: 
“…pendidikan menurut hemat penulis, merupakan alat yang dapat 
mencerahkan peradaban. Pendidikan yang terstruktur dan terestimasi 
secara utuh, yang diharapkan dapat memberi peta yang utuh, lengkap 
dan komprehensif tentang keislaman amat diperlukan oleh warga 
masyarakat luas, termasuk para alumni perguruan tinggi umum. … 
diperlukan konsep-konsep baru yang dapat mencerahkan, yang dapat 
mengolah dan meramu kembali silabi, kurikulum, metode, pendekatan, 
filosofi pendidikan Islam yang dapat mengantarkan para peserta didik 
dan masyarakat luas untuk tetap berpikir jernih, santun, etis, penuh 
pertimbangan yang rasional dan logis…”3 
Ini merupakan proyek besar yang memerlukan proses yang panjang. 
Mengingat tradisi kependidikan di Indonesia tidak hanya di bangku-bangku 
sekolah dan perkuliahan, tetapi juga pesantren-pesantren yang didasarkan pada 
otoritas individu guru sekaligus masih kuat dengan kultur tradisionalnya.4 Di sisi 
lain (perguruan tinggi) fokus pada pembaharuan-pembaharuan Islam (wa al-akhdzu 
bi jadidi al-aslah), dan di sisi lain pula (pesantren) sangat memegang 
teguh warisan-warisan turats yang disebut sebagai ulama salaf (al-muhafadhah 
‘ala qadim as-shalih). Sedangkan untuk mengkolaborasikan orientasi keduanya 
(al-muhafadha ‘ala qadim as-shalih wa al-akhdzu bi jadidi al-aslah) juga tidak 
3Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 2-3 
4 Tradisi keilmuan pesantren yang berporos pada paradigma Kalam, Fiqih dan 
Tashawwuf dengan berbagai variasi aksentuasi pembidangan yang menjadi ciri khas masing-masing 
pesantren merupakan wilayah sekaligus media pelestarian dan pengamalan ajaran dalam 
tradisi Islam. Jika tidak ada lembaga seperti pesantren, kita belum tentu dapat membayangkan 
lembaga apa yang dapat menjaga dan meneruskan tradisi keilmuan Islam yang mempunyai ciri 
spesifik seperti itu sekaligus mampu bertahan dalam arus perubahan sosial yang macam apapun. 
Lebih lanjut Amin Abdullah membagi sekaligus mengkritisi keilmuan islam tentang tradisi 
menjadi dua trend pemikiran, yang pertama pemikiran Islam yang mengokohkan tradisi yang 
dianggap sebagai final tanpa kritik, sedangkan yang kedua adalah tradisi pemikiran Islam yang 
bersifat kritis. Baca: Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Paradigma Integratif- 
Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), cet. III, h. 289-304 
3
mudah. Amin Abdullah dalam menyikapi hal ini, akan penulis deskripsikan dalam 
pembahasan selanjutnya yang terangkum pada empat fase dalam studi agama. 
Empat Fase Studi Agama 
Untuk merealisasikan pendidikan yang berbasis intelektual, maka dibutuhkan 
jenjang studi agama yang terbagi menjadi empat fase. Penulis memahami empat 
fase studi agama di sini sebagai empat fase yang secara bertahap dilalui oleh 
masyarakat beragama, terutama kaum terpelajar. Pertama, adalah tahapan Local. 
Menurut Amin Abdullah, semua agama pada era prasejarah (prehistorical period) 
dapat dikategorikan local. Semua praktik tradisi, kultur, adat istiadat, norma, 
bahkan agama adalah fenomena lokal.5 Praktik-praktik lokal itu kemudian 
menjadi identitas yang melekat pada manusia sebagai individu maupun kelompok 
secara lokal. Namun, identitas lokal tersebut, akan mendapat ujian ketika pada 
suatu saat ia harus berhadapan dengan adat istiadat, budaya, norma, dan aturan-aturan, 
sistem ritual yang “lain” yang datang dari wilayah lain. Dalam perjumpaan 
itulah, meminjam bahasa Amin Abdullah yakni munculnya keraguan (doubt). 
Penulis tertarik dengan ilustrasi yang disampaikan, yakni bagi orang purba 
dahulu, kehadiran orang atau kelompok lain selalu dianggap sebagai ancaman 
yang akan memusnahkan keberadaannya atau mengganggu kepentingannya 
(Threat of Extinction). Perasaan terancam ini kemudian diselesaikan dengan cara 
anarkhis, seperti menghina, bertindak kejam, menyerang dan menundukkan 
kelompok lain yang dianggap sebagai ancaman.6 Pada fase ini belum terlintas 
perlunya partisipasi penuh dan aktif dari semua pihak yang berbeda golongan 
untuk secara bersama-sama mengelola pemerintahan dengan baik dan mengelola 
konflik yang mengelilingi mereka dengan cerdas agar masing-masing kelompok 
bisa hidup dengan damai dan saling menghormati. Barangkali, kejadian-kejadian 
akhir-akhir ini yang diselesaikan secara kekerasan, kesimpulan penulis dengan 
memakai optic Amin Abdullah, merupakan tindakan orang purba terdahulu. 
5Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 3 
6Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 3-4 
4
Fase kedua adalah canonical atau propositional. Era agama-agama besar 
di dunia masuk dalam kategori ini. Munculnya agama Ibrahimi, dan agama-agama 
timur yang mayoritas menggunakan teks kitab suci merupakan babak baru 
tahapan sejarah perkembangan agama-agama dunis pasca prehistoric religions di 
atas. Budaya oral (lesan) yang dahulu digunakan, pada fase ini berubah menjadi 
budaya written (tulis). Menurut Amin Abdullah, ketika norma-norma, aturan-aturan, 
kesepakatan-kesepakatan tradisi lokal berhasil ditulis dan dibukukan maka 
sejarah manusia memasuki babakan baru yakni canonical.7 
Fase ketiga adalah Critical. Babak critical ini terjadi pada abad ke 16 dan 
17, ketika kesadaran beragama di Eropa mengalami perubahan yang radikal, yang 
disebut sebagai abad pencerahan (enlightenment) yang bermula dari temuan-temuan 
sains yang berbeda dengan pihak otoritas gereja.8 Meskipun ini bagian 
dari gejolak Eropa, namun pada faktanya merambah ke berbagai tradisi agama-agama 
dunia. Agama-agama tradisional mengalami goncangan yang berat 
sehingga memaksa para penganutnya untuk memikirkan kembali secara 
menyeluruh asumsi-asumsi dasar yang telah menjadi kepercayaan yang dianggap 
final.9 Selain itu, pada fase critical ini, banyak para penganut agama yang 
mempelajari agama-agama lain untuk mengetahui hakikat agama, asal-usul, 
sejarah perkembangannya, tradisi inilah yang berkembang secara kontinyu dan 
menjadi budaya dalam dunia akademis, yang bertujuan untuk menghilangkan 
doubt dalam diri pribadi dan dalam kehidupan sosial dengan cara melakukan 
pengamatan dan riset. 
7Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 4 
8Puncaknya pada hukuman yang dijatuhkan Gereja kepada Galileo Galilei (1564-1642 
M) yang mengembangkan teori Copernicus (1473-1543), disebabkan penyempurnaan teori 
Heliosentris dengan teleskop yang mengatakan bahwa Bumi mengelilingi matahari, teori ini 
bertentangan dengan pandangan bible yang berpandangan bahwa matahari yang mengelilingi bumi 
(Geosentris). Ini termasuk ke empat isu klasik yang dijelaskan oleh Richard J.Blackwell. Keempat 
isu klasik tersebut adalah (1) Teori Heliosentris Nicholas Copernicus (2) standarisasi penafsiran 
digunakan untuk memahami makna dan kebenaran Alkitab; (3) peristiwa sejarah pada tahun 1616, 
pihak gereja mengeluarkan fatwa Copernicanism sebagai suatu kesalahan; dan (4) Putusan sidang 
Galileo pada tahun 1633. Lihat: Richard J.Blackwell dalam The History of Science and religion in 
western tradition an encyclopedia, (ed. Garry Ferngren.), hlm. 98 
9Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 5 
5
Keempat adalah fase Global. Fase global mempunyai arti bahwa tradisi-tradisi 
yang bersifat lokal –hanya sebatas contoh, fenomena penganut fiqih 
mayoritas– ketika para muslim imigrant ke negara lain yang secara fiqih tidak 
menganut paham madzhab fiqih yang mereka anut, apakah mereka memegang 
teguh fiqih sebagai produk siap konsumsi yang selama ini mereka anut, ataukah 
terlebih dahulu menimbang-nimbang, dan menyesyuaikan tradisi, norma-norma, 
dan nilai etika negara yang baru mereka tempati. Walhasil, tradisi lokal 
keberagamaan muslim ketika masuk ke wilayah “lain” atau dunia yang global, 
akan mengalami pembaharuan-pembaharuan yang menyesuaikan tempat di mana 
mereka berada. 
Menurut penulis, fase global ini dalam kaca mata fiqh (karena di atas 
sebagai contoh, penulis menggunakan kasus fiqih sebagai sarana contoh pula), 
sebagian telah terjawab oleh kaidah-kaidah fiqh yang telah dicapai oleh ulama 
fuqaha terdahulu. Seperti kasus zakat yang pada zaman nabi adalah kurma dan 
gandum, maka ketika masuk ke konteks Indoesia, terutama Jawa, maka menjadi 
beras, tentu berbeda dengan zakat di wilayah Eropa, Amerika, dan lain-lain. 
Kaidah-kaidah fiqih seperti al-Masyaqqatu tajlibu at-taysir,10 adl-dlaruratu tubihu 
al-mahdhurat11 dan semacamnya merupakan nilai-nilai global. Artinya kaidah 
tersebut tidak pandang bulu dan tempat di mana ia berada, ketika muslim (apapun 
etnisnya) berada dalam keadaan darurat (di manapun ia berada), maka ia boleh 
melalukan hal-hal yang dilarang (haram). Jadi semangat Islam yang rahmatan 
lil’alamin bisa terwujud bagi peradaban muslim di dunia. Namun, yang menjadi 
persoalan adalah masyarakat pada umumnya mempelajari fiqih sampai mentog 
saja, tanpa melihat aspek ushul dan kaidah yang lebih universal, lebih-lebih 
sampai pada disiplin ilmu yang lain. 
Pergumulan Tiga Kluster Intelektual dalam Islam 
10 “Jika kebaratan melakukan suatu hal, maka ambillah sesuatu yang ringan/mudah saja.” 
Misalnya, tidak bisa berdiri dalam melaksanakan shalat diperbolehkan dengan duduk, masih tidak 
kuasa dengan tidur miring, dst. Lihat: Abdul Hamid Hakim, Mabadi’ Awwaliyah fi Ushuli al-fiqh 
wa Qawa’idu Fiqhiyah, (Jakarta: Maktabah Sa’idah Putra, tth.), h. 29 
11 “Dalam keadaan darurat, memperbolehkan sesuatu yang diharamkan.” Misalnya, 
diperbolehkan makan bangkai ketika dalam keadaan tidak ada makanan dan mengakibatkan 
kematian bila tidak segera makan. Lihat: Abdul Hamid Hakim, Mabadi’ Awwaliyah…, h. 32 
6
Amin Abdullah memetakan ketiga kluster jaringan Intelektual dalam Islam, yakni 
ilmu agama (ulum ad-din; religious knowledge), pemikiran islam (al-fikr al-islami 
; Islamic thougt), dan Dirasat islamiyah/Islamic studies. Ketiga kluster tersebut 
mempunyai hubungan sangat erat dan selalu bersentuhan satu dengan yang 
lainnya. Agar catatan selanjutnya bisa runtut, maka perlu untuk memberikan 
definisi satu persatu dari masing-masing kluster tersebut. Ulum ad-Din di sini 
mempunyai arti bahwa pengetahuan-pengetahuan agama Islam yang secara 
langsung bersinggungan dengan nilai-nilai dan materi-materi seperti fiqih, 
syari’ah, kalam, tasawuf, dengan menggunakan pendekatan filologis seperti ilmu 
nahw, sharaf, balaghah, mantiq, dan semacamnya untuk mengetahui teks-teks 
agama seperti al-Qur’an, hadits, dan turats-turats.12 Dalam bahasa Imam Ghazali, 
ilmu syariah agama disebut sebagai ilmu yang bersifat fardlu ‘ain.13 Sedangkan 
yang non syariah agama disebut sebagai ilmu yang bersifat fardlu kifayah yang 
berarti bahwa dalam satu komunitas tidak semua orang harus mengetahui ilmu 
tersebut, seperti halnya ilmu kedokteran, dan apabila salah satu dari suatu 
komunitas tertentu sudah mempelajarinya, maka sebagian yang lain tidak 
mempunyai kewajiban lagi (wa idza qama biha wahidun kafa, wa saqatha al-fardhu 
‘an al-akhirin)14 
Lebih dari pada itu, dalam perkembangannya ketika bahan dasar pokok-pokok 
ulum ad-Din ini terkumpul dan disusun secara sistematis dan terstruktur 
secara akademis dengan melibatkan metodologi, pendekatan dan segala 
macamnya, maka secara akademik ulum ad-din berkembang menjadi subjek yang 
secara luas dikenal oleh lingkungan perguruan tinggi sebagai pemikiran islam (al- 
12 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 8 
13Fardhu ‘ain diartikan sebagai kewajiban bagi umat muslim untuk mempelajari ilmu 
tertentu, meskipun relatif mempunyai perbedaan-perbedaan dari berbagai persepsi ulama. Seperti 
mutakallimun mengatakan bahwa ilmu yang terlebih dahulu dipelajari adalah ilmu kalam, 
sedangkan bagi fuqaha adalah ilmu fiqih, sedangkan bagi sufi adalah ilmu tashawuf, bagi mufassir 
adalah ilmu al-Qur’an dan hadits, dst. Secara global, ilmu fardhu ain adalah ilmu syariah agama 
islam yang sesuai dengan kebutuhan hajjiyah dan dlaruriyah, dan ilmu fardhu kifayah adalah ilmu 
yang non syariah agama Islam yang terbagi juga menjadi dua yakni Mahmud misalnya kedokteran 
untuk mengobati orang sakit, dan madzmum seperti ilmu sihir. Penjelasan lebih lanjut Lihat: al- 
Ghazali, ihya’ ulum ad-din, (Beirut: Dar al-Fikr, tth), juz. I, h. 13-16 
14 al-Ghazali, ihya’ ulum…, h. 16 
7
Fikr al-Islami; Islamic thought).15 Dari sini kemudian muncul pertanyaan, lantas 
apa perbedaan antara Ulum ad-Din dan fikr al-Islam?. 
Perbedaan antara keduanya terletak pada aspek metodologi. Pada kluster 
Fikr al-Islam cenderung lebih mempunyai struktur ilmu yang kokoh dalam 
menganalisis tema-tema agama, sedangkan pada kluster ulum ad-din cenderung 
parsial dengan menenakankan atau memilih bagian tertentu saja dari struktur 
pengetahuan tersebut.16 Misalnya, pembelajaran agama yang hanya 
menenakankan pada aspek kalam dan aqidah dengan meninggalkan aspek 
filosofisnya, selain itu menekankan pada aspek fiqih saja tanpa memahami 
tasawuf, dan sebaliknya.17 Hal demikian menurut Amin Abdullah antara ulum ad- 
Din dan Fikr al-Islam secara hubungan interaktif belum selesai dan belum 
duduk.18 
Ketika hubungan antara ulumu ad-Din dan Fikr al-Islam dinyatakan belum 
duduk dan belum selesai, maka lebih lanjut Amin Abdullah menjelaskan: 
“…dunia akademis keilmuan Islam terus berkembang mengikuti 
perkembangan ilmu-ilmu dan metode-metode penelitian yang umum ada 
di dunia akademis pada umumnya. Publikasi hasil penelitian lapangan, 
hadirnya journal keilmuan keislaman, symposium, seminar-seminar 
keilmuan, encyclopedia, terbitnya buku-buku baru dari manapun 
datangnya, baik dari insider maupun outsider, mulai merangsek masuk ke 
pusat-pusat studi keislaman baik di Barat maupun Timur. Dengan 
munculnya berbagai metode dan pendekatan baru yang muncul mulai abad 
ke 18-19, baik yang disebut filologis-historis dan lebih-lebih social 
15 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 8 
16 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 8 
17 Hal ini telah diantisipasi oleh Ibnu ‘Atha’ullah dalam bukunya tajul ‘arus al-hawi 
litadzhibi an-nufus yang mengatakan bahwa: 
من استرسل بإطلق  التوحيد ولم يتقيد بظواهر الشريعة فقد قذف به في بحر الزندقه... وكان بين ذالك قواما 
Bila disadur kira-kira menjadi “Barang siapa yang mendedikasikan dirinya pada ilmu 
tauhid tanpa mengikatnya dengan aspek syari’at, maka ia akan tenggelam ke samudera 
kezindikan… baiknya, mempelajari keduanya secara seimbang-proposional” Lihat: Ibnu 
‘Atha’ullah, Taju al-‘Arus al-Hawi Litahdzibi an-Nufus, (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2008), 
h. 34 
18 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 9 
8
sciences, maka muncullah cluster baru keilmuan Islam yang disebut 
dengan Dirasat Islamiyah atau Islamic Studies.”19 
Dari kutipan di atas, penulis memahaminya bahwa kemunculan Dirasat 
Islamiyah didasari atas hasil dari pergumulan antara Fikr al-Islam dan Ulum ad- 
Din sekaligus dibarengi dengan ilmu-ilmu yang sedang berkembang pada saat ini, 
misalnya dengan ilmu sosiologi, psikologi, humanities, historis, dsb. Jadi, hasil-hasil 
dari penelitian lapangan yang tentunya masih ditopang dengan Ulum ad-Din 
dan Fikr al-Islam dengan tidak meninggalkan aspek historis-empiris yang objektif 
tentang dinamika sosial, ketersambungan, perubahan, pola, dan trends pergumulan 
sosial-politik, dsb, maka itulah yang disebut sebagai Dirasat Islamiyah yang 
secara fungsional melihat persoalan-persoalan agama secara lebih komprehensif 
dan tidak meninggalkan nilai universal Islam yang masyhur dengan slogan 
rahmatan lil ‘alamin. 
Selain itu, pendekatan kritis dan perbandingan (comparative) sangat 
diutamakan dalam tradisi keilmuan Dirasat Islamiyah,20 hal ini untuk 
mendapatkan hasil yang mempunyai cakupan lebih luas dari berbagai persfektif 
yang kemudian mempunyai hasil kesimpulan yang utuh pula. 
Dengan demikian, disversifikasi (penganekaragaman) corak kajian 
keislaman sangat diperlukan dan niscaya untuk membantu masyarakat pada 
umumnya dalam melihat dan menilai persoalan dari berbagai sudut pandang, hal 
ini untuk meminimalisir, kalau tidak disebut menghilangkan konflik, antar sekte, 
ideologi bahkan antar agama. Seperti halnya yang dijelaskan oleh Machasin 
bahwa Islam sebagai produk budaya berpotensi untuk dipahami dan diekspresikan 
dalam berbagai corak sesuai dengan keberagaman manusia.21 
Kembali pada ketiga kluster intelektual Islam, ketika melihatnya dengan 
empat fase studi agama yang sudah penulis senggol di atas, bahwa Ulum ad-Din 
masih berada pada tahapan canonical, bahkan sebagian merosot pada fase local. 
19 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 9 
20 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 9-10 
21 Machasin, Islam Dinamis Islam Harmonis: Lokalitas, Pluralitas, Terorisme, 
(Yogyakarta: LKiS, 2012), h. 130 
9
Sedangkan fikr al-Islam berada pada masa transisi menuju Dirasat al-Islamiyah 
yang bercorak dan menempati fase critical.22 
Dari ketiga kluster tersebut, ternyata masing-masing mempunyai 
penggemar sendiri yang, penggemar satu dengan yang lain tidak bisa saling 
terbuka untuk bisa memahami dan berdialog tentang keberagaman mereka yang 
sesuai dengan perkembangan zaman. Namun lebih lanjut Amin Abdullah 
menjelaskan bahwa: 
“Hubungan antara ketiganya pun, menurut hemat penulis, bukannya 
bersifat Hirarkis, di mana Ulum ad-Din atau Fikr al-Islami atau Dirasat 
al-Islamiyah diandaikan paling tinggi, paling utama atau penting 
dibanding yang lain. Hubungan antara ketiganya bersifat Dialogis dan 
Negoisatif. …Bagaimana cara penyampaiannya kepada anak didik secara 
lebih akademik sekaligus pedagogis?. Salah satu yang penulis usulkan 
adalah lewat pengenalan bagian-bagian tertentu dari ilmu-ilmu sosial kritis 
humanities kontemporer yang dikawinkan dengan budaya lokal yang 
mendarah mendaging dalam payung Ulum ad-Din dalam konteks budaya 
Islam.”23 
Dari penyataan di atas, bahwa ketiga kluster bukanlah bersifat hirarkis, 
tetapi dialogis dan negoisatif, setidak-tidaknya pandangan ini bisa membuka 
semua penggemar ketiga kluster tersebut untuk saling membuka pikiran dan kritik 
dari masing-masing kluster, meminjam bahasa Amin Abdullah yakni integrated 
entities (ketiga kluster saling terpaut dan terhubung).24 
Dengan demikian, tidak hanya “tradisi” (al-Muhafadhah ‘ala qadimi as-shalih) 
yang ditonjol-tonjolkan, tetapi juga aspek “translation” (al-akhdzu bi al-jadidi 
al-ashlah), yakni dengan cara menerjemahkan kembali dan menafsirkan 
ulang konsep-konsep dan khazanah intelektual lama ke konteks intelektual baru 
yang lebih menjanjikan untuk menjawab tantangan zaman.25 
Menurut penulis, yang mempunyai potensi menggabungkan ketiga kluster 
tersebut adalah di perguruan tinggi, sebenarnya di pesantren-pesantren bisa 
22 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 10 
23 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 16-17 
24 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 22 
25 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 22-23 
10
menggapai ketiga kluster tersebut apabila bisa menerima dan mempelajari aspek-aspek 
humanitis-sosiologis kontemporer, mengingat di pesantren-pesantren masih 
sangat kuat dengan tradisi Ulum ad-Din dan sedikit sekali menimbang-nimbang 
lewat aspek Fikr al-Islami dan Dirasat Islamiyah yang menekankan metode 
kritik, lebih-lebih perbandingan pemikiran dalam Islam. 
Takhtim 
Dari pemaparan di atas, menurut penulis yang sangat penting 
digarisbawahi dalam catatan ini, pertama adalah, ungkapan act locally and think 
globally merupakan pondasi awal bagi intelektual muslim hari ini, dengan sikap 
tersebut diharapkan bisa menyikapi perbedaan dan mengelola berbagai 
pertentangan dan konflik dengan cerdas dan bijak antar golongan yang berbeda 
dalam segi apapun. 
Kedua, fase-fase studi yang telah penulis paparkan di atas merupakan 
sebuah proses untuk memahami persoalan-persoalan agama, terutama Islam, agar 
pemaknaan Islam bisa berkembang sesuai dengan tempat, budaya, tradisi dan 
segala macam yang bersifat lokal-temporal. 
Ketiga, dari ketiga kluster antara Ulum ad-Din, Fikr al-Islami, dan Dirasat 
al-Islamiyah, bukan berbentuk hirarkis, di mana yang satu dengan yang lain saling 
mendominasi bahkan lebih utama, akan tetapi ketiga kluster tersebut berjalan 
dengan dialogis-negoisatif dan terbuka dengan ilmu-ilmu yang berkembang pada 
era kontemporer saat ini. Wallahu a’lam bi as-shawab. 
11
Daftar Pustaka 
Abdul Hamid Hakim, Mabadi’ Awwaliyah fi Ushuli al-fiqh wa Qawa’idu 
Fiqhiyah, Jakarta: Maktabah Sa’idah Putra, tth. 
Abdullah, Amin, Agama, Ilmu dan Budaya: Paradigman Integrasi, Interkoneksi 
Keilmuan. Pidato yang disampaikan sebagai anggota AIPI 
(akademi ilmu Pengetahuan Indonesia) tertanggal 17 Agustus 
2013. 
_____________, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Paradigma Integratif- 
Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), cet. III 
_____________, Mempertautkan ‘Ulum ad-Din, al-Fikr al-Islami, dan Dirasat 
al-Islamiyah: Sumbangan Keilmuan Islam untuk Peradaban 
Global, diunduh dari 
http://aminabd.wordpress.com/author/ridwanpau tertanggal 20 
Juni 2010 
al-Ghazali, Abu Hamid, Ihya’ Ulum ad-Din, (Beirut: Dar al-Fikr, tth), juz. I 
Ibnu ‘Atha’illah, Taju al-‘Arus al-Hawi Litahdzibi an-Nufus, (Beirut: Dar al- 
Kotob al-Ilmiyah, 2008) 
Machasin, Islam Dinamis Islam Harmonis: Lokalitas, Pluralitas, Terorisme, 
(Yogyakarta: LKiS, 2012) 
Richard J. Blackwell dalam The History of Science and religion in western 
tradition an encyclopedia, (ed. Garry Ferngren.) 
12

Contenu connexe

Tendances

Pancasila sebagai ideologi terbuka
Pancasila sebagai ideologi terbukaPancasila sebagai ideologi terbuka
Pancasila sebagai ideologi terbukaFarid Rohman
 
Pembudayaan Budaya Ilmu
Pembudayaan Budaya IlmuPembudayaan Budaya Ilmu
Pembudayaan Budaya Ilmuzana liyaa
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etika
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem EtikaMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etika
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etikanorma 28
 
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunia
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di DuniaSejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunia
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunianorma 28
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etika
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem EtikaMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etika
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etikanorma 28
 
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunia
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di DuniaSejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunia
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunianorma 28
 
Sekularisme, pluralisme, liberalisme & ajaran2 sesat
Sekularisme, pluralisme, liberalisme & ajaran2 sesatSekularisme, pluralisme, liberalisme & ajaran2 sesat
Sekularisme, pluralisme, liberalisme & ajaran2 sesatHidayat Shafie
 
PANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSA
PANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSAPANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSA
PANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSANur Afiana
 
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunia
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di DuniaSejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunia
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunianorma 28
 
Socrates on pychology
Socrates on pychologySocrates on pychology
Socrates on pychologyAzman Amanb
 
Menimbang kembali peran dan tanggung jawab ulama
Menimbang kembali peran dan tanggung jawab ulamaMenimbang kembali peran dan tanggung jawab ulama
Menimbang kembali peran dan tanggung jawab ulamaMuhsin Hariyanto
 
Pendidikan karakter berbasis wahyu
Pendidikan karakter berbasis wahyuPendidikan karakter berbasis wahyu
Pendidikan karakter berbasis wahyuahmansur
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1bahruel
 
Pancasila sebagai ideologi
Pancasila sebagai ideologiPancasila sebagai ideologi
Pancasila sebagai ideologidea merisa
 
Sekularisme aliran pemikiran barat
Sekularisme aliran pemikiran baratSekularisme aliran pemikiran barat
Sekularisme aliran pemikiran baratKesuma Wahida
 

Tendances (20)

Pancasila sebagai ideologi terbuka
Pancasila sebagai ideologi terbukaPancasila sebagai ideologi terbuka
Pancasila sebagai ideologi terbuka
 
Pembudayaan Budaya Ilmu
Pembudayaan Budaya IlmuPembudayaan Budaya Ilmu
Pembudayaan Budaya Ilmu
 
Pembaharuan kepercayaan agama
Pembaharuan kepercayaan agamaPembaharuan kepercayaan agama
Pembaharuan kepercayaan agama
 
Filsafat
FilsafatFilsafat
Filsafat
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etika
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem EtikaMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etika
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etika
 
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunia
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di DuniaSejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunia
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunia
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etika
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem EtikaMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etika
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Sistem Etika
 
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunia
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di DuniaSejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunia
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunia
 
Sekularisme, pluralisme, liberalisme & ajaran2 sesat
Sekularisme, pluralisme, liberalisme & ajaran2 sesatSekularisme, pluralisme, liberalisme & ajaran2 sesat
Sekularisme, pluralisme, liberalisme & ajaran2 sesat
 
PANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSA
PANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSAPANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSA
PANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSA
 
IDEOLOGI
IDEOLOGIIDEOLOGI
IDEOLOGI
 
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunia
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di DuniaSejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunia
Sejarah Perumusan Macam-macam Ideologi di Dunia
 
Kampus islami
Kampus islamiKampus islami
Kampus islami
 
Socrates on pychology
Socrates on pychologySocrates on pychology
Socrates on pychology
 
Menimbang kembali peran dan tanggung jawab ulama
Menimbang kembali peran dan tanggung jawab ulamaMenimbang kembali peran dan tanggung jawab ulama
Menimbang kembali peran dan tanggung jawab ulama
 
definisi Ilmu budaya
definisi Ilmu budayadefinisi Ilmu budaya
definisi Ilmu budaya
 
Pendidikan karakter berbasis wahyu
Pendidikan karakter berbasis wahyuPendidikan karakter berbasis wahyu
Pendidikan karakter berbasis wahyu
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Pancasila sebagai ideologi
Pancasila sebagai ideologiPancasila sebagai ideologi
Pancasila sebagai ideologi
 
Sekularisme aliran pemikiran barat
Sekularisme aliran pemikiran baratSekularisme aliran pemikiran barat
Sekularisme aliran pemikiran barat
 

Similaire à Pergumulan jaringan intelektual keislaman

MAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdf
MAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdfMAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdf
MAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdfDMI
 
Corak penafsiran al qur
Corak penafsiran al qurCorak penafsiran al qur
Corak penafsiran al qurAna Laku
 
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docx
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docxPrinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docx
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docxZukét Printing
 
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdf
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdfPrinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdf
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdfZukét Printing
 
MuhammadQuthbdanSistemPendidikanNonDikotomik.pdf
MuhammadQuthbdanSistemPendidikanNonDikotomik.pdfMuhammadQuthbdanSistemPendidikanNonDikotomik.pdf
MuhammadQuthbdanSistemPendidikanNonDikotomik.pdfAdi2022
 
Kebudayaan islam
Kebudayaan islamKebudayaan islam
Kebudayaan islammuhfachrul3
 
Makalah integrasi ilmu
Makalah integrasi ilmuMakalah integrasi ilmu
Makalah integrasi ilmuAbuy Thea
 
Takari konsep-kebudayaan-dalam-islam-211210080136
Takari konsep-kebudayaan-dalam-islam-211210080136Takari konsep-kebudayaan-dalam-islam-211210080136
Takari konsep-kebudayaan-dalam-islam-211210080136subairD1
 
Takari konsep-kebudayaan-dalam-islam
Takari konsep-kebudayaan-dalam-islamTakari konsep-kebudayaan-dalam-islam
Takari konsep-kebudayaan-dalam-islamsubairD1
 
Salah satu referensi Filsafat Muhammadiyah.Menjelaskan beberapa prinsip atau ...
Salah satu referensi Filsafat Muhammadiyah.Menjelaskan beberapa prinsip atau ...Salah satu referensi Filsafat Muhammadiyah.Menjelaskan beberapa prinsip atau ...
Salah satu referensi Filsafat Muhammadiyah.Menjelaskan beberapa prinsip atau ...TriPrayitno8
 
Hamid Worldview Sebagai Asas Islamisasi
Hamid  Worldview Sebagai  Asas IslamisasiHamid  Worldview Sebagai  Asas Islamisasi
Hamid Worldview Sebagai Asas IslamisasiSuardi Al-Bukhari
 
Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafat
Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara FilsafatPengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafat
Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafatnorma 28
 
Materi muslimah intektual.pptx
Materi muslimah intektual.pptxMateri muslimah intektual.pptx
Materi muslimah intektual.pptxssuser45a5bb
 
FKI tugas mandiri EKO SRI SULASTRI 2205056044.docx
FKI tugas mandiri EKO SRI SULASTRI 2205056044.docxFKI tugas mandiri EKO SRI SULASTRI 2205056044.docx
FKI tugas mandiri EKO SRI SULASTRI 2205056044.docxEkoSulastri
 
Isu isu sentral dalam pemikiran islam liberal; kes indonesia dan malaysia
Isu isu sentral dalam pemikiran islam liberal; kes indonesia dan malaysiaIsu isu sentral dalam pemikiran islam liberal; kes indonesia dan malaysia
Isu isu sentral dalam pemikiran islam liberal; kes indonesia dan malaysiaR&R Darulkautsar
 

Similaire à Pergumulan jaringan intelektual keislaman (20)

MAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdf
MAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdfMAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdf
MAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdf
 
ISLAM LIBERAL
ISLAM LIBERALISLAM LIBERAL
ISLAM LIBERAL
 
Corak penafsiran al qur
Corak penafsiran al qurCorak penafsiran al qur
Corak penafsiran al qur
 
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docx
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docxPrinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docx
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docx
 
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdf
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdfPrinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdf
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdf
 
MuhammadQuthbdanSistemPendidikanNonDikotomik.pdf
MuhammadQuthbdanSistemPendidikanNonDikotomik.pdfMuhammadQuthbdanSistemPendidikanNonDikotomik.pdf
MuhammadQuthbdanSistemPendidikanNonDikotomik.pdf
 
Kebudayaan islam
Kebudayaan islamKebudayaan islam
Kebudayaan islam
 
Makalah integrasi ilmu
Makalah integrasi ilmuMakalah integrasi ilmu
Makalah integrasi ilmu
 
Takari konsep-kebudayaan-dalam-islam-211210080136
Takari konsep-kebudayaan-dalam-islam-211210080136Takari konsep-kebudayaan-dalam-islam-211210080136
Takari konsep-kebudayaan-dalam-islam-211210080136
 
Takari konsep-kebudayaan-dalam-islam
Takari konsep-kebudayaan-dalam-islamTakari konsep-kebudayaan-dalam-islam
Takari konsep-kebudayaan-dalam-islam
 
Salah satu referensi Filsafat Muhammadiyah.Menjelaskan beberapa prinsip atau ...
Salah satu referensi Filsafat Muhammadiyah.Menjelaskan beberapa prinsip atau ...Salah satu referensi Filsafat Muhammadiyah.Menjelaskan beberapa prinsip atau ...
Salah satu referensi Filsafat Muhammadiyah.Menjelaskan beberapa prinsip atau ...
 
Hamid Worldview Sebagai Asas Islamisasi
Hamid  Worldview Sebagai  Asas IslamisasiHamid  Worldview Sebagai  Asas Islamisasi
Hamid Worldview Sebagai Asas Islamisasi
 
Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafat
Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara FilsafatPengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafat
Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafat
 
Materi muslimah intektual.pptx
Materi muslimah intektual.pptxMateri muslimah intektual.pptx
Materi muslimah intektual.pptx
 
FKI tugas mandiri EKO SRI SULASTRI 2205056044.docx
FKI tugas mandiri EKO SRI SULASTRI 2205056044.docxFKI tugas mandiri EKO SRI SULASTRI 2205056044.docx
FKI tugas mandiri EKO SRI SULASTRI 2205056044.docx
 
Barat l iberal-insists
Barat l iberal-insistsBarat l iberal-insists
Barat l iberal-insists
 
4-Masyarakat-.pptx
4-Masyarakat-.pptx4-Masyarakat-.pptx
4-Masyarakat-.pptx
 
4-Madani(1).pptx
4-Madani(1).pptx4-Madani(1).pptx
4-Madani(1).pptx
 
4-Masyarakat-Madani(1).pptx
4-Masyarakat-Madani(1).pptx4-Masyarakat-Madani(1).pptx
4-Masyarakat-Madani(1).pptx
 
Isu isu sentral dalam pemikiran islam liberal; kes indonesia dan malaysia
Isu isu sentral dalam pemikiran islam liberal; kes indonesia dan malaysiaIsu isu sentral dalam pemikiran islam liberal; kes indonesia dan malaysia
Isu isu sentral dalam pemikiran islam liberal; kes indonesia dan malaysia
 

Dernier

MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxrofikpriyanto2
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuHANHAN164733
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaSABDA
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptAcemediadotkoM1
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfcicovendra
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxssuser0239c1
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.aechacha366
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 

Dernier (20)

MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 

Pergumulan jaringan intelektual keislaman

  • 1. Pergumulan Tiga Jaringan Intelektual dalam Islam (Telaah artikel “Mempertautkan ‘Ulum ad-Din, al-Fikr al-Islami, dan Dirasat al- Islamiyah: Sumbangan Keilmuan Islam untuk Peradaban Global.” Oleh: M. Amin Abdullah.) Abstrak Dalam tradisi jaringan intelektual Islam menurut Amin Abdullah yang terbagi menjadi tiga, yakni Ulum ad-Din, Fikr al-Islami, dan Dirasat al-Islamiyah merupakan tiga poros yang tidak bisa dijalankan secara parsial dan sendiri-sendiri dalam perkembangan agama Islam, namun dikombinasikan antara satu dengan yang lain untuk menghasilkan kesimpulan yang utuh sekaligus mengakomodir semua pihak yang terkait. Ketika ketiga jaringan tersebut masih berjalan secara individual, sekaligus tanpa menyentuh aspek disiplin ilmu yang lain, maka akan terjadi lagi pengkotak-kotakan tradisi keilmuan yang sampai hari ini semakin kronis-akut. Keywods: Ulum ad-Din, Fikr al-Islami, dan Dirasat al-Islamiyah Iftitah “act locally, and think globally”1 (bertindaklah sesuai dengan norma tradisi lokal, dan berpikirlah sesuai dengan standar etika global). Ungkapan tersebut yang penulis temukan dalam tulisan berjudul Mempertautkan ‘Ulum ad-Din, al-Fikr al- Islami, dan Dirasat al-Islamiyah: Sumbangan Keilmuan Islam untuk Peradaban Global oleh Amin Abdullah. Sepertinya ungkapan tersebut pada hari ini hanya sebatas menjadi slogan saja ketika kita berkaca pada fakta-fakta sekarang yang selalu menghiasi media-media informasi, baik televisi, internet, maupun media cetak. Hanya sebatas memberikan contoh seperti tragedi umat Syi’ah di Sampang, Ahmadiyah di Cikeusik, pembubaran tempat beribadah, dan semacamnya 1Amin Abdullah, Mempertautkan ‘Ulum ad-Din, al-Fikr al-Islami, dan Dirasat al- Islamiyah: Sumbangan Keilmuan Islam untuk Peradaban Global, diunduh dari http://aminabd.wordpress.com/author/ridwanpau tertanggal 20 Juni 2010, h. 1 1
  • 2. dimungkinkan ada sesuatu yang salah dalam cara pandang masyarakat Indonesia pada umumnya. Bahkan memunculkan buku-buku yang bercorak sinis dengan aliran Syi’ah sampai menjustifikasi sesat, kafir dan semacamnya.2 Sehingga ungkapan act locally akan berhenti dan tidak sampai pada think globally, atau malah jumbuh menjadi act and think locally. Dari tragedi-tragedi yang bermula dari agama tersebut, menunjukkan bahwa semangat golongan mayoritas di sebuah masyarakat merasa tidak menerima/menolak semua ajaran-ajaran yang berlainan dengan ide-ide yang dianggap sudah mapan bagi golongan mayoritas tersebut. Sedangkan masing-masing dari semua golongan sama-sama mencoba untuk mempertahankan identitas-identitasnya, seperti etnis, kultur, politis, dan semacamnya. Hal demikian tidak sepenuhnya salah memang, namun persoalannya adalah ketika dari semua golongan saling bertemu dan berdialog, kenapa masih mementingkan kepentingan pribadi masing-masing golongan, dan melupakan kemaslahatan bersama untuk hidup dan fastabiqu al-khairat secara sportif dalam membangun dan mempertahankan stabilitas masyarakat yang aman, damai, dan sejahtera?. Untuk mendamaikan dan menyelaraskan pola pikir secara universal memang tidak semudah membalik telapak tangan, namun dari artikel yang menjadi sumber primer catatan ini, bagi penulis cukup untuk membuka wacana sekaligus solusi keberagamaan dan membentuk world view kita untuk memahami pelbagai konflik yang terjadi di tengah-tengah kancah lokal, nasional maupun internasional. Dalam catatan ini, penulis akan mencoba untuk mendeskripsikan beberapa hasil pembacaan dari artikel berjudul Mempertautkan ulum ad-Din, al- Fikr al-Islami, dan Dirasat al-Islamiyah: sumbangan keilmuan Islam untuk peradaban global. 2Adanya fatwa MUI yang secara tegas menerbitkan buku berjudul Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia, juga buku yang ditulis oleh para santri Sidogiri dengan judul “Mungkinkah Sunnah dan Syi’ah dalam Ukhuwah?” sebagai respon buku Quraish Shihab berjudul Sunnah dan Syi’ah dan Sunni Bergandengan Tangan! Mungkinkah!. Kesesatan Syi’ah ini bertentangan dengan fatwa ulama al-Azhar yang menyatakan bahwa Syi’ah merupakan salah satu madzhab yang sah dalam Islam. Lihat Amin Abdullah, Agama, Ilmu dan Budaya: Paradigman Integrasi, Interkoneksi Keilmuan. Pidato yang disampaikan sebagai anggota AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) tertanggal 17 Agustus 2013. 2
  • 3. Pendidikan Sebagai Gerbang Utama Dari pengantar di atas, rasanya kurang efektif apabila hanya sebatas wacana yang harus diketahui oleh kalangan terpelajar. Oleh karenanya untuk mengimplementasikan usaha mendamaikan pertentangan-pertentangan yang ada pada tubuh islam dan antara Islam dan di luar Islam, maka dibutuhkan gerbang awal yang harus dilakukan untuk melendingkan act locally and think globally tersebut. Amin Abdullah berpendapat: “…pendidikan menurut hemat penulis, merupakan alat yang dapat mencerahkan peradaban. Pendidikan yang terstruktur dan terestimasi secara utuh, yang diharapkan dapat memberi peta yang utuh, lengkap dan komprehensif tentang keislaman amat diperlukan oleh warga masyarakat luas, termasuk para alumni perguruan tinggi umum. … diperlukan konsep-konsep baru yang dapat mencerahkan, yang dapat mengolah dan meramu kembali silabi, kurikulum, metode, pendekatan, filosofi pendidikan Islam yang dapat mengantarkan para peserta didik dan masyarakat luas untuk tetap berpikir jernih, santun, etis, penuh pertimbangan yang rasional dan logis…”3 Ini merupakan proyek besar yang memerlukan proses yang panjang. Mengingat tradisi kependidikan di Indonesia tidak hanya di bangku-bangku sekolah dan perkuliahan, tetapi juga pesantren-pesantren yang didasarkan pada otoritas individu guru sekaligus masih kuat dengan kultur tradisionalnya.4 Di sisi lain (perguruan tinggi) fokus pada pembaharuan-pembaharuan Islam (wa al-akhdzu bi jadidi al-aslah), dan di sisi lain pula (pesantren) sangat memegang teguh warisan-warisan turats yang disebut sebagai ulama salaf (al-muhafadhah ‘ala qadim as-shalih). Sedangkan untuk mengkolaborasikan orientasi keduanya (al-muhafadha ‘ala qadim as-shalih wa al-akhdzu bi jadidi al-aslah) juga tidak 3Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 2-3 4 Tradisi keilmuan pesantren yang berporos pada paradigma Kalam, Fiqih dan Tashawwuf dengan berbagai variasi aksentuasi pembidangan yang menjadi ciri khas masing-masing pesantren merupakan wilayah sekaligus media pelestarian dan pengamalan ajaran dalam tradisi Islam. Jika tidak ada lembaga seperti pesantren, kita belum tentu dapat membayangkan lembaga apa yang dapat menjaga dan meneruskan tradisi keilmuan Islam yang mempunyai ciri spesifik seperti itu sekaligus mampu bertahan dalam arus perubahan sosial yang macam apapun. Lebih lanjut Amin Abdullah membagi sekaligus mengkritisi keilmuan islam tentang tradisi menjadi dua trend pemikiran, yang pertama pemikiran Islam yang mengokohkan tradisi yang dianggap sebagai final tanpa kritik, sedangkan yang kedua adalah tradisi pemikiran Islam yang bersifat kritis. Baca: Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Paradigma Integratif- Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), cet. III, h. 289-304 3
  • 4. mudah. Amin Abdullah dalam menyikapi hal ini, akan penulis deskripsikan dalam pembahasan selanjutnya yang terangkum pada empat fase dalam studi agama. Empat Fase Studi Agama Untuk merealisasikan pendidikan yang berbasis intelektual, maka dibutuhkan jenjang studi agama yang terbagi menjadi empat fase. Penulis memahami empat fase studi agama di sini sebagai empat fase yang secara bertahap dilalui oleh masyarakat beragama, terutama kaum terpelajar. Pertama, adalah tahapan Local. Menurut Amin Abdullah, semua agama pada era prasejarah (prehistorical period) dapat dikategorikan local. Semua praktik tradisi, kultur, adat istiadat, norma, bahkan agama adalah fenomena lokal.5 Praktik-praktik lokal itu kemudian menjadi identitas yang melekat pada manusia sebagai individu maupun kelompok secara lokal. Namun, identitas lokal tersebut, akan mendapat ujian ketika pada suatu saat ia harus berhadapan dengan adat istiadat, budaya, norma, dan aturan-aturan, sistem ritual yang “lain” yang datang dari wilayah lain. Dalam perjumpaan itulah, meminjam bahasa Amin Abdullah yakni munculnya keraguan (doubt). Penulis tertarik dengan ilustrasi yang disampaikan, yakni bagi orang purba dahulu, kehadiran orang atau kelompok lain selalu dianggap sebagai ancaman yang akan memusnahkan keberadaannya atau mengganggu kepentingannya (Threat of Extinction). Perasaan terancam ini kemudian diselesaikan dengan cara anarkhis, seperti menghina, bertindak kejam, menyerang dan menundukkan kelompok lain yang dianggap sebagai ancaman.6 Pada fase ini belum terlintas perlunya partisipasi penuh dan aktif dari semua pihak yang berbeda golongan untuk secara bersama-sama mengelola pemerintahan dengan baik dan mengelola konflik yang mengelilingi mereka dengan cerdas agar masing-masing kelompok bisa hidup dengan damai dan saling menghormati. Barangkali, kejadian-kejadian akhir-akhir ini yang diselesaikan secara kekerasan, kesimpulan penulis dengan memakai optic Amin Abdullah, merupakan tindakan orang purba terdahulu. 5Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 3 6Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 3-4 4
  • 5. Fase kedua adalah canonical atau propositional. Era agama-agama besar di dunia masuk dalam kategori ini. Munculnya agama Ibrahimi, dan agama-agama timur yang mayoritas menggunakan teks kitab suci merupakan babak baru tahapan sejarah perkembangan agama-agama dunis pasca prehistoric religions di atas. Budaya oral (lesan) yang dahulu digunakan, pada fase ini berubah menjadi budaya written (tulis). Menurut Amin Abdullah, ketika norma-norma, aturan-aturan, kesepakatan-kesepakatan tradisi lokal berhasil ditulis dan dibukukan maka sejarah manusia memasuki babakan baru yakni canonical.7 Fase ketiga adalah Critical. Babak critical ini terjadi pada abad ke 16 dan 17, ketika kesadaran beragama di Eropa mengalami perubahan yang radikal, yang disebut sebagai abad pencerahan (enlightenment) yang bermula dari temuan-temuan sains yang berbeda dengan pihak otoritas gereja.8 Meskipun ini bagian dari gejolak Eropa, namun pada faktanya merambah ke berbagai tradisi agama-agama dunia. Agama-agama tradisional mengalami goncangan yang berat sehingga memaksa para penganutnya untuk memikirkan kembali secara menyeluruh asumsi-asumsi dasar yang telah menjadi kepercayaan yang dianggap final.9 Selain itu, pada fase critical ini, banyak para penganut agama yang mempelajari agama-agama lain untuk mengetahui hakikat agama, asal-usul, sejarah perkembangannya, tradisi inilah yang berkembang secara kontinyu dan menjadi budaya dalam dunia akademis, yang bertujuan untuk menghilangkan doubt dalam diri pribadi dan dalam kehidupan sosial dengan cara melakukan pengamatan dan riset. 7Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 4 8Puncaknya pada hukuman yang dijatuhkan Gereja kepada Galileo Galilei (1564-1642 M) yang mengembangkan teori Copernicus (1473-1543), disebabkan penyempurnaan teori Heliosentris dengan teleskop yang mengatakan bahwa Bumi mengelilingi matahari, teori ini bertentangan dengan pandangan bible yang berpandangan bahwa matahari yang mengelilingi bumi (Geosentris). Ini termasuk ke empat isu klasik yang dijelaskan oleh Richard J.Blackwell. Keempat isu klasik tersebut adalah (1) Teori Heliosentris Nicholas Copernicus (2) standarisasi penafsiran digunakan untuk memahami makna dan kebenaran Alkitab; (3) peristiwa sejarah pada tahun 1616, pihak gereja mengeluarkan fatwa Copernicanism sebagai suatu kesalahan; dan (4) Putusan sidang Galileo pada tahun 1633. Lihat: Richard J.Blackwell dalam The History of Science and religion in western tradition an encyclopedia, (ed. Garry Ferngren.), hlm. 98 9Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 5 5
  • 6. Keempat adalah fase Global. Fase global mempunyai arti bahwa tradisi-tradisi yang bersifat lokal –hanya sebatas contoh, fenomena penganut fiqih mayoritas– ketika para muslim imigrant ke negara lain yang secara fiqih tidak menganut paham madzhab fiqih yang mereka anut, apakah mereka memegang teguh fiqih sebagai produk siap konsumsi yang selama ini mereka anut, ataukah terlebih dahulu menimbang-nimbang, dan menyesyuaikan tradisi, norma-norma, dan nilai etika negara yang baru mereka tempati. Walhasil, tradisi lokal keberagamaan muslim ketika masuk ke wilayah “lain” atau dunia yang global, akan mengalami pembaharuan-pembaharuan yang menyesuaikan tempat di mana mereka berada. Menurut penulis, fase global ini dalam kaca mata fiqh (karena di atas sebagai contoh, penulis menggunakan kasus fiqih sebagai sarana contoh pula), sebagian telah terjawab oleh kaidah-kaidah fiqh yang telah dicapai oleh ulama fuqaha terdahulu. Seperti kasus zakat yang pada zaman nabi adalah kurma dan gandum, maka ketika masuk ke konteks Indoesia, terutama Jawa, maka menjadi beras, tentu berbeda dengan zakat di wilayah Eropa, Amerika, dan lain-lain. Kaidah-kaidah fiqih seperti al-Masyaqqatu tajlibu at-taysir,10 adl-dlaruratu tubihu al-mahdhurat11 dan semacamnya merupakan nilai-nilai global. Artinya kaidah tersebut tidak pandang bulu dan tempat di mana ia berada, ketika muslim (apapun etnisnya) berada dalam keadaan darurat (di manapun ia berada), maka ia boleh melalukan hal-hal yang dilarang (haram). Jadi semangat Islam yang rahmatan lil’alamin bisa terwujud bagi peradaban muslim di dunia. Namun, yang menjadi persoalan adalah masyarakat pada umumnya mempelajari fiqih sampai mentog saja, tanpa melihat aspek ushul dan kaidah yang lebih universal, lebih-lebih sampai pada disiplin ilmu yang lain. Pergumulan Tiga Kluster Intelektual dalam Islam 10 “Jika kebaratan melakukan suatu hal, maka ambillah sesuatu yang ringan/mudah saja.” Misalnya, tidak bisa berdiri dalam melaksanakan shalat diperbolehkan dengan duduk, masih tidak kuasa dengan tidur miring, dst. Lihat: Abdul Hamid Hakim, Mabadi’ Awwaliyah fi Ushuli al-fiqh wa Qawa’idu Fiqhiyah, (Jakarta: Maktabah Sa’idah Putra, tth.), h. 29 11 “Dalam keadaan darurat, memperbolehkan sesuatu yang diharamkan.” Misalnya, diperbolehkan makan bangkai ketika dalam keadaan tidak ada makanan dan mengakibatkan kematian bila tidak segera makan. Lihat: Abdul Hamid Hakim, Mabadi’ Awwaliyah…, h. 32 6
  • 7. Amin Abdullah memetakan ketiga kluster jaringan Intelektual dalam Islam, yakni ilmu agama (ulum ad-din; religious knowledge), pemikiran islam (al-fikr al-islami ; Islamic thougt), dan Dirasat islamiyah/Islamic studies. Ketiga kluster tersebut mempunyai hubungan sangat erat dan selalu bersentuhan satu dengan yang lainnya. Agar catatan selanjutnya bisa runtut, maka perlu untuk memberikan definisi satu persatu dari masing-masing kluster tersebut. Ulum ad-Din di sini mempunyai arti bahwa pengetahuan-pengetahuan agama Islam yang secara langsung bersinggungan dengan nilai-nilai dan materi-materi seperti fiqih, syari’ah, kalam, tasawuf, dengan menggunakan pendekatan filologis seperti ilmu nahw, sharaf, balaghah, mantiq, dan semacamnya untuk mengetahui teks-teks agama seperti al-Qur’an, hadits, dan turats-turats.12 Dalam bahasa Imam Ghazali, ilmu syariah agama disebut sebagai ilmu yang bersifat fardlu ‘ain.13 Sedangkan yang non syariah agama disebut sebagai ilmu yang bersifat fardlu kifayah yang berarti bahwa dalam satu komunitas tidak semua orang harus mengetahui ilmu tersebut, seperti halnya ilmu kedokteran, dan apabila salah satu dari suatu komunitas tertentu sudah mempelajarinya, maka sebagian yang lain tidak mempunyai kewajiban lagi (wa idza qama biha wahidun kafa, wa saqatha al-fardhu ‘an al-akhirin)14 Lebih dari pada itu, dalam perkembangannya ketika bahan dasar pokok-pokok ulum ad-Din ini terkumpul dan disusun secara sistematis dan terstruktur secara akademis dengan melibatkan metodologi, pendekatan dan segala macamnya, maka secara akademik ulum ad-din berkembang menjadi subjek yang secara luas dikenal oleh lingkungan perguruan tinggi sebagai pemikiran islam (al- 12 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 8 13Fardhu ‘ain diartikan sebagai kewajiban bagi umat muslim untuk mempelajari ilmu tertentu, meskipun relatif mempunyai perbedaan-perbedaan dari berbagai persepsi ulama. Seperti mutakallimun mengatakan bahwa ilmu yang terlebih dahulu dipelajari adalah ilmu kalam, sedangkan bagi fuqaha adalah ilmu fiqih, sedangkan bagi sufi adalah ilmu tashawuf, bagi mufassir adalah ilmu al-Qur’an dan hadits, dst. Secara global, ilmu fardhu ain adalah ilmu syariah agama islam yang sesuai dengan kebutuhan hajjiyah dan dlaruriyah, dan ilmu fardhu kifayah adalah ilmu yang non syariah agama Islam yang terbagi juga menjadi dua yakni Mahmud misalnya kedokteran untuk mengobati orang sakit, dan madzmum seperti ilmu sihir. Penjelasan lebih lanjut Lihat: al- Ghazali, ihya’ ulum ad-din, (Beirut: Dar al-Fikr, tth), juz. I, h. 13-16 14 al-Ghazali, ihya’ ulum…, h. 16 7
  • 8. Fikr al-Islami; Islamic thought).15 Dari sini kemudian muncul pertanyaan, lantas apa perbedaan antara Ulum ad-Din dan fikr al-Islam?. Perbedaan antara keduanya terletak pada aspek metodologi. Pada kluster Fikr al-Islam cenderung lebih mempunyai struktur ilmu yang kokoh dalam menganalisis tema-tema agama, sedangkan pada kluster ulum ad-din cenderung parsial dengan menenakankan atau memilih bagian tertentu saja dari struktur pengetahuan tersebut.16 Misalnya, pembelajaran agama yang hanya menenakankan pada aspek kalam dan aqidah dengan meninggalkan aspek filosofisnya, selain itu menekankan pada aspek fiqih saja tanpa memahami tasawuf, dan sebaliknya.17 Hal demikian menurut Amin Abdullah antara ulum ad- Din dan Fikr al-Islam secara hubungan interaktif belum selesai dan belum duduk.18 Ketika hubungan antara ulumu ad-Din dan Fikr al-Islam dinyatakan belum duduk dan belum selesai, maka lebih lanjut Amin Abdullah menjelaskan: “…dunia akademis keilmuan Islam terus berkembang mengikuti perkembangan ilmu-ilmu dan metode-metode penelitian yang umum ada di dunia akademis pada umumnya. Publikasi hasil penelitian lapangan, hadirnya journal keilmuan keislaman, symposium, seminar-seminar keilmuan, encyclopedia, terbitnya buku-buku baru dari manapun datangnya, baik dari insider maupun outsider, mulai merangsek masuk ke pusat-pusat studi keislaman baik di Barat maupun Timur. Dengan munculnya berbagai metode dan pendekatan baru yang muncul mulai abad ke 18-19, baik yang disebut filologis-historis dan lebih-lebih social 15 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 8 16 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 8 17 Hal ini telah diantisipasi oleh Ibnu ‘Atha’ullah dalam bukunya tajul ‘arus al-hawi litadzhibi an-nufus yang mengatakan bahwa: من استرسل بإطلق التوحيد ولم يتقيد بظواهر الشريعة فقد قذف به في بحر الزندقه... وكان بين ذالك قواما Bila disadur kira-kira menjadi “Barang siapa yang mendedikasikan dirinya pada ilmu tauhid tanpa mengikatnya dengan aspek syari’at, maka ia akan tenggelam ke samudera kezindikan… baiknya, mempelajari keduanya secara seimbang-proposional” Lihat: Ibnu ‘Atha’ullah, Taju al-‘Arus al-Hawi Litahdzibi an-Nufus, (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2008), h. 34 18 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 9 8
  • 9. sciences, maka muncullah cluster baru keilmuan Islam yang disebut dengan Dirasat Islamiyah atau Islamic Studies.”19 Dari kutipan di atas, penulis memahaminya bahwa kemunculan Dirasat Islamiyah didasari atas hasil dari pergumulan antara Fikr al-Islam dan Ulum ad- Din sekaligus dibarengi dengan ilmu-ilmu yang sedang berkembang pada saat ini, misalnya dengan ilmu sosiologi, psikologi, humanities, historis, dsb. Jadi, hasil-hasil dari penelitian lapangan yang tentunya masih ditopang dengan Ulum ad-Din dan Fikr al-Islam dengan tidak meninggalkan aspek historis-empiris yang objektif tentang dinamika sosial, ketersambungan, perubahan, pola, dan trends pergumulan sosial-politik, dsb, maka itulah yang disebut sebagai Dirasat Islamiyah yang secara fungsional melihat persoalan-persoalan agama secara lebih komprehensif dan tidak meninggalkan nilai universal Islam yang masyhur dengan slogan rahmatan lil ‘alamin. Selain itu, pendekatan kritis dan perbandingan (comparative) sangat diutamakan dalam tradisi keilmuan Dirasat Islamiyah,20 hal ini untuk mendapatkan hasil yang mempunyai cakupan lebih luas dari berbagai persfektif yang kemudian mempunyai hasil kesimpulan yang utuh pula. Dengan demikian, disversifikasi (penganekaragaman) corak kajian keislaman sangat diperlukan dan niscaya untuk membantu masyarakat pada umumnya dalam melihat dan menilai persoalan dari berbagai sudut pandang, hal ini untuk meminimalisir, kalau tidak disebut menghilangkan konflik, antar sekte, ideologi bahkan antar agama. Seperti halnya yang dijelaskan oleh Machasin bahwa Islam sebagai produk budaya berpotensi untuk dipahami dan diekspresikan dalam berbagai corak sesuai dengan keberagaman manusia.21 Kembali pada ketiga kluster intelektual Islam, ketika melihatnya dengan empat fase studi agama yang sudah penulis senggol di atas, bahwa Ulum ad-Din masih berada pada tahapan canonical, bahkan sebagian merosot pada fase local. 19 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 9 20 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 9-10 21 Machasin, Islam Dinamis Islam Harmonis: Lokalitas, Pluralitas, Terorisme, (Yogyakarta: LKiS, 2012), h. 130 9
  • 10. Sedangkan fikr al-Islam berada pada masa transisi menuju Dirasat al-Islamiyah yang bercorak dan menempati fase critical.22 Dari ketiga kluster tersebut, ternyata masing-masing mempunyai penggemar sendiri yang, penggemar satu dengan yang lain tidak bisa saling terbuka untuk bisa memahami dan berdialog tentang keberagaman mereka yang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun lebih lanjut Amin Abdullah menjelaskan bahwa: “Hubungan antara ketiganya pun, menurut hemat penulis, bukannya bersifat Hirarkis, di mana Ulum ad-Din atau Fikr al-Islami atau Dirasat al-Islamiyah diandaikan paling tinggi, paling utama atau penting dibanding yang lain. Hubungan antara ketiganya bersifat Dialogis dan Negoisatif. …Bagaimana cara penyampaiannya kepada anak didik secara lebih akademik sekaligus pedagogis?. Salah satu yang penulis usulkan adalah lewat pengenalan bagian-bagian tertentu dari ilmu-ilmu sosial kritis humanities kontemporer yang dikawinkan dengan budaya lokal yang mendarah mendaging dalam payung Ulum ad-Din dalam konteks budaya Islam.”23 Dari penyataan di atas, bahwa ketiga kluster bukanlah bersifat hirarkis, tetapi dialogis dan negoisatif, setidak-tidaknya pandangan ini bisa membuka semua penggemar ketiga kluster tersebut untuk saling membuka pikiran dan kritik dari masing-masing kluster, meminjam bahasa Amin Abdullah yakni integrated entities (ketiga kluster saling terpaut dan terhubung).24 Dengan demikian, tidak hanya “tradisi” (al-Muhafadhah ‘ala qadimi as-shalih) yang ditonjol-tonjolkan, tetapi juga aspek “translation” (al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah), yakni dengan cara menerjemahkan kembali dan menafsirkan ulang konsep-konsep dan khazanah intelektual lama ke konteks intelektual baru yang lebih menjanjikan untuk menjawab tantangan zaman.25 Menurut penulis, yang mempunyai potensi menggabungkan ketiga kluster tersebut adalah di perguruan tinggi, sebenarnya di pesantren-pesantren bisa 22 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 10 23 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 16-17 24 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 22 25 Amin Abdullah, Mempertautkan…, h. 22-23 10
  • 11. menggapai ketiga kluster tersebut apabila bisa menerima dan mempelajari aspek-aspek humanitis-sosiologis kontemporer, mengingat di pesantren-pesantren masih sangat kuat dengan tradisi Ulum ad-Din dan sedikit sekali menimbang-nimbang lewat aspek Fikr al-Islami dan Dirasat Islamiyah yang menekankan metode kritik, lebih-lebih perbandingan pemikiran dalam Islam. Takhtim Dari pemaparan di atas, menurut penulis yang sangat penting digarisbawahi dalam catatan ini, pertama adalah, ungkapan act locally and think globally merupakan pondasi awal bagi intelektual muslim hari ini, dengan sikap tersebut diharapkan bisa menyikapi perbedaan dan mengelola berbagai pertentangan dan konflik dengan cerdas dan bijak antar golongan yang berbeda dalam segi apapun. Kedua, fase-fase studi yang telah penulis paparkan di atas merupakan sebuah proses untuk memahami persoalan-persoalan agama, terutama Islam, agar pemaknaan Islam bisa berkembang sesuai dengan tempat, budaya, tradisi dan segala macam yang bersifat lokal-temporal. Ketiga, dari ketiga kluster antara Ulum ad-Din, Fikr al-Islami, dan Dirasat al-Islamiyah, bukan berbentuk hirarkis, di mana yang satu dengan yang lain saling mendominasi bahkan lebih utama, akan tetapi ketiga kluster tersebut berjalan dengan dialogis-negoisatif dan terbuka dengan ilmu-ilmu yang berkembang pada era kontemporer saat ini. Wallahu a’lam bi as-shawab. 11
  • 12. Daftar Pustaka Abdul Hamid Hakim, Mabadi’ Awwaliyah fi Ushuli al-fiqh wa Qawa’idu Fiqhiyah, Jakarta: Maktabah Sa’idah Putra, tth. Abdullah, Amin, Agama, Ilmu dan Budaya: Paradigman Integrasi, Interkoneksi Keilmuan. Pidato yang disampaikan sebagai anggota AIPI (akademi ilmu Pengetahuan Indonesia) tertanggal 17 Agustus 2013. _____________, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Paradigma Integratif- Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), cet. III _____________, Mempertautkan ‘Ulum ad-Din, al-Fikr al-Islami, dan Dirasat al-Islamiyah: Sumbangan Keilmuan Islam untuk Peradaban Global, diunduh dari http://aminabd.wordpress.com/author/ridwanpau tertanggal 20 Juni 2010 al-Ghazali, Abu Hamid, Ihya’ Ulum ad-Din, (Beirut: Dar al-Fikr, tth), juz. I Ibnu ‘Atha’illah, Taju al-‘Arus al-Hawi Litahdzibi an-Nufus, (Beirut: Dar al- Kotob al-Ilmiyah, 2008) Machasin, Islam Dinamis Islam Harmonis: Lokalitas, Pluralitas, Terorisme, (Yogyakarta: LKiS, 2012) Richard J. Blackwell dalam The History of Science and religion in western tradition an encyclopedia, (ed. Garry Ferngren.) 12