SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  52
B. PROFIL INVESTASI BIOFUEL DARI KELAPA SAWIT


1. Teknik Budidaya Tanaman Kelapa Sawit
A. Nama lain dari tanaman kelapa sawit
        Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman
   penghasil minyak nabati yang sangat penting. Perkebunan kelapa sawit di
   Indonesia di pelopori oleh Adrien Hallet, berkebangsaan Belgia, yang telah
   mempunyai pengalaman menanam kelapa sawit di Afrika. Penanaman kelapa
   sawit yang pertama di Indonesia dilakukan oleh beberapa perusahaan
   perkebunan kelapa sawit seperti pembukaan kebun di Tanah Itam Ulu oleh
   Maskapai Oliepalmen Cultuur, di Pulau Raja oleh Maskapai Huilleries de
   Sumatra – RCMA, dan di sungai Liput oleh Palmbomen Cultuur Mij.

B. Gambaran Umum Kelapa Sawit
   Morfologi Kelapa Sawit
   a. Akar
          Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki
   akar tunggang. Radikula (bakar akar) pada bibit terus tumbuh memanjang ke
   arah bawah selama enam bulan terus-menerus dan panjang akarnya mencapai
   15 cm. Akar primer kelapa sawit terus berkembang.
          Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh
   vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Serabut primer ini akan
   bercabang manjadi akar sekunder ke atas dan ke bawah. Akhirnya, cabang-
   cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu seterusnya.
   Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa mencapai 8 meter dan 16
   meter secara horizontal.
   b. Batang
          Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak
   bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi
   pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia
   (ruas). Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di
   dalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis dan enak dimakan.




                                                                               82
Di batang tanaman kelapa sawit terdapat pangkal pelepah-pelepah
daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas walaupun daun telah kering dan
mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di
batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam
beruas.
c. Daun
          Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupai bulu
burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri
yang sangat tajam dan keras di kedua sisisnya. Anak-anak daun (foliage
leaflet) tersusun berbaris dua sampai ke ujung daun. Di tengah-tengah setiap
anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun
d. Bunga dan buah
          Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa
dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan
berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman
kelapa sawit mengadakan penyrbukan silang (cross pollination). Artinya,
bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang
lainnya dengan perantaraan angin dan atau serangga penyerbuk.
          Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras
(epicrap), daging buah (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan
mengandung minyak, kulit biji (endocrap) atau cangkang atau tempurung
yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih
dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo).
          Lembaga (embryo) yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua
arah.
1. Arah tegak lurus ke atas (fototropy), disebut dengan plumula yang
   selanjutnya akan menjadi batang dan daun
2. Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy) disebut dengan radicula yang
   selanjutnya akan menjadi akar.
          Plumula tidak keluar sebelum radikulanya tumbuh sekitar 1 cm. Akar-
akar adventif pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-
hipokotil dan seterusnya membentuk akar-akar sekunder sebelum daun




                                                                           83
pertama muncul. Bibit kelapa sawit memerlukan waktu 3 bulan untuk
memantapkan dirinya sebagai organisme yang mampu melakukan fotosintesis
dan menyerap makanan dari dalam tanah.
          Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya
berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan
setelah matang menjadi merah kuning (oranye). Jika sudah berwarna oranye,
buah mulai rontok dan berjatuhan (buah leles).
e. Biji
          Setiap jenis kelapa sawit memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda.
Biji dura afrika panjangnya 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4 gram,
sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13 gram
per biji, dan biji tenera afrika rata-rata memiliki bobot 2 gram per biji.
          Biji kelapa sawit umumnya memiliki periode dorman (masa non-
aktif). Perkecambahannya dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan
keberhasilan sekitar 50%. Agar perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat
dan tingkat keberhasilannya lebih tinggi, biji kelapa sawit memerlukan pre-
treatment.


Jenis Kelapa Sawit.
          Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit
dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut :
1. Dura memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah tipis, dan rendemen
    minyak 15-17%.
2. Tenera memiliki cangkang agak tipis (2-3 mm), daging buah tebal, dan
    rendemen minyak 21-23%.
3. Pisifera memiliki cangkang yang sangat tipis, tetapi daging buahnya tebal
    dan bijinya kecil. Rendemen minyaknya tinggi (lebih dari 23%). Tandan
    buahnyahampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak
    yang dihasilkan sedikit.




                                                                              84
C. Klasifikasi dan Morfologi
           Tanaman kelapa sawit (palm oil) dalam sistematika (taksonomi)
   tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
   Ordo              : Palmales
   Famili            : Palmae
   Sub – Famili      : Cocoidae
   Spesies           : 1. Elaeis guineensis Jacq (Kelapa sawit Afrika)
                       2. Elaeis melanococca atau Corozo oleifera (kelapasawit
                          Amerika Latin)
   Varietas/Tipe     : Digolongkan berdasarkan :
                      1. Tebal tipisnya cangkang (endocarp) : dikenal ada tiga
                          varietas/tipe, yaitu Dura, Pisifera, dan Tenera.
                      2. Warna buah : dikenal tiga tipe yaitu Nigrescens,
                          Virescens, dan Albescens
D. Syarat Tumbuh
           Kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan –
   hutan, lalu dibudidayakan. Tanaman kelapa sawit memerlukan kondisi
   lingkungan yang baik agar mampu tumbuh dan berproduksi secara optimal.
   Keadaan iklim dan tanah merupakan faktor utama bagi pertumbuhan kelapa
   sawit, di samping faktor – faktor lainnya seperti sifat genetika, perlakuan
   budidaya, dan penerapan teknologi lainnya.


   Iklim
           Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik antara
   garis lintang 130 Lintang Utara dan 120 Lintang Selatan, terutama di kawasan
   Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Keadaan iklim yang dikehendaki oleh kelapa
   sawit secara umum adalah sebagai berikut :
   1. Curah Hujan
        Tanaman Kelapa sawit menghendaki curah hujan 1.500 – 4.000 mm per
   tahun, tetapi curah hujan optimal 2.000 – 3.000 mm per tahun, dengan jumlah
   hari hujan tidak lebih dari 180 hari per tahun. Pembagian hujan yang merata
   dalam satu tahunnya berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan vegetatif
   lebih dominan daripada pertumbuhan generatif, sehingga bunga atau buah
   yang terbentuk relatif lebih sedikit. Namun curah hujan yang terlalu tinggi




                                                                             85
kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan kebun karena mengganggu
  kegiatan di kebun seperti pemeliharaan tanaman, kelancaran transportasi,
  pembakaran sisa-sisa tanaman pada pembukaan kebun, dan terjadinya erosi.
       Contoh Keadaan curah hujan yang baik adalah di kawasan Sumatera
  utara, yakni berkisar antara 2.000 – 4.000 mm per tahun, dengan musim
  kemarau jatuh pada bulan juni sampai september, tetapi masih ada hujan turun
  yang menyediakan kebutuhan air bagi tanaman. Keadaan iklim yang demikian
  mendorong kelapa sawit membentuk bunga dan buah secara terus menerus,
  sehingga diperoleh hasil buah yang tinggi.
       Di jawa, tanaman kelapa sawit berkembang di daerah Banten Selatan
  yang iklimnya relatif cukup basah. Sedangkan di Indonesia bagian timur,
  misalnya di Kalimantan Timur, yang musim kemaraunya tegas dan
  berlangsung selama 4-5 bulan seringkali menyebabkan kerusakan bahkan
  kematian pada tanaman kelapa sawit.
       Keadaan curah hujan yang kurang dari 2.000 mm per tahun tidak berarti
  kurang baik bagi pertumbuhan kelapa sawit, asal tidak terjadi defisit air yaitu
  tidak tercapainya jumlah curah hujan minimum yang
  2. Suhu dan Tinggi Tempat
  3. Kelembapan dan Penyinaran Matahari

  Sifat Kimia Tanah
         Tanaman Kelapa sawit membutuhkan unsur hara dalam jumlah besar
  untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Karena itu, untuk mendapatkan
  produksi yang tinggi dibutuhkan kandungan unsur hara yang tinggi juga.
  Selain itu, pH tanah sebaiknya bereaksi asam dengan kisaran nilai 4,0 – 6,0
  dan ber – pH optimum 5,0 – 5,5.

E. Teknologi perbanyakan Tanaman
         Teknologi perbanyakan tanaman yang dapat dilakukan pada tanaman
  kelapa sawit adalah dengan kultur jaringan dan pembibitan untuk perbanyakan
  secara konvensional.




                                                                               86
Pembiakan Secara Kultur Jaringan
       Pada pembiakan secara kultur jaringan, bahan tanaman kelapa sawit dapat
diperoleh dalam bentuk bibit atu klon hasil pembiakan secara kultur jaringan
(tissue culture). Pengembangan kelapa sawit sistem kultur jaringan dimaksudkan
untuk mengatasi kelemahan yang terdapat pada bahan tanaman kelapa sawit yang
berasal dari biji yang umumnya memiliki keragaman dalam produksi, kualitas
minyak, pertumbuhan vegatatif, dan ketahanan terhadap hama – penyakit. Bibit
kelapa sawit yang diperoleh dengan sistem kultur jaringan ini disebut dengan klon
kelapa sawit.
       Pembuatan bibit klon dengan sistem kultur jaringan menggunakan bahan
pembiakan yang berasal dari tanaman hasil persilangan antara Deli Dura dan
Pisifera yang memiliki sifat – sifat unggul, yakni produksinya tinggi,
pertumbuhan vegetatif seragam, kualitas minyak baik, dan toleran terhadap hama
dan penyakit.
       Keuntungan pembiakan kelapa sawit dengan sistem kultur jaringan di
antaranya adalah sebagai berikut :
                          Pembiakan suatu varietas unggul melalui sistem kultur
    jaringan berjalan dengan cepat, tidak terlalu tergantung pada musim dan dapat
    dilaksanakan dengan sistem produksi bibit yang terkendali.
                          Pengendalian sistem produk (bibit klon) secara
    menyeluruh sehingga produk (bibit) yang dihasilkan seragam.
                          Penyimpanan plasma nutfah untuk tujuan produksi dan
    bank gen dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
                          Perbanyakan pohon yang toleran terhadap beberapa
    penyakit yang bersifat genetis dapat dilakukan secara mudah, misalnya
    penyakit crown disease, genetic orange spotting, dsb.
                          Program pemuliaan dapat dipersingkat karena pohon
    terpilih dari hasil pemuliaan langsung dapat diperbanyak secara vegetatif.


       Proses atau langkah – langkah pembiakan kelapa sawit dengan sistem
kultur jaringan secara garis besarnya adalah sebagai berikut :




                                                                                 87
a. Bahan Kultur jaringan
       Bahan kultur jaringan menggunakan pohon induk yang dipilih dari hasil
persilangan pohon ibu dan pohon bapak tebaik dari varietas Deli Dura X Pisifera.
Kriteria pemilihan pohon induk yang akan digunakan sebagai sel-sel pembiakan
atau ortet adalah sebagai berikut :
1). Persilangan terpilih harus berproduksi 7 -9 ton minyak sawit/hektar/tahun dan
   pohon yang dipilih memiliki potensi produksi 9 – 11 ton minyak/hektar/tahun.
2). Kandungan asam lemak tidak jenuh di atas 54%
3). Bebas penyakit tajuk (crown disease).
4). Peninggian pohon berkisar antara 40 – 55 cm per tahun.
b. Media
       Media untuk tempat menumbuhkan sel – sel pembiak adalah komponen
yang tersusun dari senyawa kimia yang mampu mendukung perkembangan dan
pertumbuhan jaringan. Media tumbuh ini terdiri atas unsur – unsur hara makro,
mikro, protein, vitamin, mineral, dan hormon pada dosis tertentu sehingga
memberikan hasil optimum bagi perkembangan jaringan.
c. Metode
       Seperti telah dikemukakan di atas, perbanyakan bahan tanaman melalui
kultur jaringan dapat menggunakan teknologi Inggris (Unilever) atau teknologi
perancis (CIRAD – CP). Metode pembiakan kultur jaringan yang dilaksanakan
oleh PPKS Medan adalah metode CIRAD – CP yang dilaksanakan melalui lima
tahap kegiatan sebagai berikut.
1. Induksi Kalus
   Bahan biakan adalah daun kelapa sawit yang manis muda (daun ke – 4, ke – 5,
   ke – 6 atau ke – 7) dan masih aktif. Daun Kelapa sawit tersebut diiris
   melintang berukuran 1 cm. Dari satu pohon induk dapat diperoleh sebanyak
   1.200 bahan biakan atau eksplan.
2. Pembentukan Embrio
   Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan embrio dari kalus berbeda - beda,
   tergantung pada klon yang digunakan.
3. Pembiakan Embrio




                                                                               88
Embrio muda dipindahkan ke media baru untuk pematangan sekaligus
    perbanyakannnya. Embrio tersebut dipelihara di dalam ruang pembiakan
    dengan intensitas cahaya 1.000 gross lux suhu 27 0C dan kelembaban udara
    50% - 60%. Pematangan embrio membutuhkan waktu 2 – 4 bulan.
    Kemampuan pembiakan embrio dari setiap klon berbeda, tetapi tidak ada
    hubungannya dengan jenis persilangan. Pada embrio yang sudah matang
    (mature) dapat ditumbuhi – pupus, embrio juga didapat sebagai stock atau
    koleksi dalam tabung penyimpanan dengan teknik krioperservasi.
4. Penumbuhan Pupus
    Embrio yang terpilih untuk penumbuhan pupus dipindahkan ke dalam media
    baru, dikulturkan di dalam ruang pembiakan dengan intensitas cahaya 1.000
    gross lux, suhu 300C, dan kelembaban 50 - 60%. Penumbuhan pupus
    membutuhkan waktu 2 - 4 bulan.
5. Penumbuhan Akar
    Pupus yang tumbuh dalam satu kelompok diseleksi untuk penumbuhan akar.
    Pupus yang mempunyai ukuran lebih dari 6 cm disapih dari kelompoknya dan
    dimasukkan ke dalam media induksi akar. Pupus yang masih berukuran kecil
    dipelihara kembali dalam media penumbuhan pupus


Pembiakan Secara Pembibitan
        Pembibitan klon meliputi pembibitan awal (pre nursery) selama 3 bulan
dan pembibitan utama (main nursery) selama 9 bulan. Sebelum pembibitan awal
dilakukan, planlet (tanaman baru) perlu melewati fase aklimatisasi, yaitu proses
adaptasi planlet dari kondisi laboratorium menjadi kondisi lingkungan alami di
luar.




                     Gambar 23. Pembibitan Kelapa Sawit.



                                                                              89
F. Persemaian dan Pembibitan
   Pembibitan
          Benih kelapa sawit untuk calon bibit harus dihasilkan dan
   dikecambahkan oleh lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah. Proses
   pengecambahan umumnya dilakukan sebagai berikut.
   a. Tangkai tandan buah dilepaskan dari spikeletnya.
   b. Tandan buah diperam selama 3 hari dan sekali-kali disiram air. Pisahkan
      buah dari tandannya dan peram lagi selama 3 hari.
   c. Masukkan buah ke mesin pengaduk untuk memisahkan daging buah dari
      biji. Cuci biji dengan air, lalu rendam dalam air selama 6-7 hari. Ganti air
      rendaman setiap hari. Selanjutnya rendam biji tadi dalam Dithane M-45
      konsentrasi 0,2 % selama 2 menit, lalu keringanginkan.
   d. Masukkan biji kelapa sawit tersebut ke dalam kaleng pengecambahan dan
      simpan di dalam ruangan bertemperatur 39oC dengan kelembaban 60-70%
      selama 60 hari. Setiap 7 hari, benih dikeringanginkan selama 3 menit.
   e. Setelah 60 hari, rendam benih dalam air sampai kadar air 20-30% dan
      dikeringanginkan lagi. Masukkan benih ke dalam larutan Dithane M-45
      0,2% selama 1-2 menit. Simpan benih di ruangan bertemperatur 27 0 C.
      Setelah 10 hari, benih berkecambah pada hari ke-30 tidak digunakan lagi.


G. Persiapan Lahan
          Tanaman Kelapa sawit sering ditanam pada berbagai kondisi areal
   sesuai dengan ketersediaan lahan yang akan dibuka menjadi lahan kelapa
   sawit. Cara membuka untuk tanaman kelapa sawit disesuaikan dengan kondisi
   lahan yang tersedia.
      1. Bukaan baru (new planting) pada hutan primer, hutan sekunder, semak
          belukar atau areal yang ditumbuhi lalang.
      2. Konversi, yaitu penanaman pada areal yang sebelumnya ditanami
          dengan tanaman perkebunan seperti karet, kelapa atau komoditas
          tanaman perkebunan lainnya.
      3. Bukaan ulangan (replanting), yaitu areal yang sebelumnya juga
          ditanami kelapa sawit.




                                                                                90
Persiapan lahan merupakan kegiatan yang sangat penting dan harus
  dilaksanakan berdasarkan jadwal kegiatan yang sudah ditetapkan. Mengingat
  areal kebun kelapa sawit yang cukup luas, pembukaan lahan dapat dilakukan
  sekaligus atau secara bertahap. Namun, yang terpenting adalah keadaan kebun
  sudah siap dipanen dan dapat memasok buah yang akan diolah ketika pabrik
  sudah siap berproduksi.


  Pembukaan Lahan Secara Mekanis
  Pembukaan lahan secara mekanis dilakukan pada areal hutan dan konversi
  yang ditumbuhi oleh pohon – pohon besar. Pembukaan lahan secara mekanis
  ini terdiri dari beberapa pekerjaan sebagai berikut : Babad pendahuluan, yaitu
  membabad dan memotong pohon –kecil atau semak – semak yang tumbuh
  dibawah pohon besar, Menumbang, memotong pohon – pohon besar yang
  berdiameter di atas 10 cm dengan menggunakan gergaji mesin atau kapak,
  Merencek, memotong – motong cabang – cabang dan ranting – ranting kayu
  yang sudah tumbang untuk memudahkan perumpukan, Merumpuk yaitu
  mengumpulkan dan menumpuk hasil tebangan dan rencekan biasanya
  memanjang arah utara-selatan agar dapat sinar matahari secukupnya dan cepat
  kering, dan Membakar yaitu membakar rumpukan agar area bersih dari bahan
  – bahan yang tidak diperlukan.


H. Penanaman dan Penyulaman
  Jenis – jenis pekerjaan utama dalam proses penanaman adalah : (a) Pembuatan
  larikan tanaman atau penempatan pancang, atau ajir tanam, (b). Penanaman
  tanaman penutup tanah kacangan, dan (c). Penanaman Kelapa sawit.
  1. Pengajiran
             Pada tahap pertama dibuat rancangan larikan (barisan) tanaman
     serta pancang sebagai titik tanam, dimana bibit kelapa sawit akan ditanam.
     Pengajiran atau memancang adalah menentukan tempat – tempat yang
     akan ditanam bibit kelapa sawit. Letak ajir (pancang) harus tepat, sehingga
     terbentuk barisan ajir yang lurus dilihat dari segala arah, dan kelak setiap
     individu tanaman pun akan lurus teratur serta memperoleh tempat tumbuh




                                                                               91
yang sama luasnya. Dalam keadaan yang demikian, tanaman mempunyai
   peluang utnuk tumbuh dan berkembang dalam kondisi yang tidak berbeda.
          Sistem jarak tanaman yang digunakan umumnya adalah segitiga
   sama sisi dengan jarak 9 m X 9 m X 9 m. Dengan sisitem segitiga sama
   sisi ini, Jarak Utara-Selatan tanaman adalah 7,82 m dan jarak antara setiap
   tanaman adalah 9 m. Populasi (kerapatan) tanaman per hektar adalah 143
   pohon. Penanaman kelapa sawit dapat juga menggunakan jarak tanam 9,5
   m X 9,5 m X 9,5 m dengan jarak tegak lurusnya (U-S) 8,2 m dan populasi
   128 pohon per hektar. Untuk mencapai ketepatan pengajiran, pekerjaan
   pengajiran harus dilaksanakan oleh pekerja yang terlatih.
2. Pembuatan Lubang Tanam
          Lubang tanam harus dibuat beberapa minggu sebelum penanaman
   agar tanah yang digali dan lubang tanam mengalami pengaruh iklim
   sehingga terjadi perbaikan tanah secara fisika ataupun kimia dan dapat
   dilakukan pemeriksaan lubang baik ukurannya maupun jumlah per
   hektarnya. Pembuatan lubang yang dilakukan pada saat tanam atau hanya
   1-2 hari sebelum tanam tidak dianjurkan.
          Lubang tanam kelapa sawit biasanya dibuat dengan ukuran 60 cm
   x 60 cm x 60 cm, tetapi ada juga yang hanya berukuran 50 cm x 40 cm x
   40 cm. Pada saat menggali, tanah atas ditaruh di sebelah dan tanah bawah
   di sebelah selatan lubang. Ajir ditancapkan di samping lubang dan bila
   lubang telah selesai dibuat, ajir ditancapkan kembali di tengah – tengah
   lubang. Apabila tanaman akan ditanam menurut garis tinggi (kontur) atau
   dibuat teras melingkari bukit, letak lubang tanaman harus berada paling
   dekat 1,5 m dari sisi lereng. Untuk penanaman kelapa sawit yang
   melingkari bukit, biasanya dibuat teras – teras terlebih dahulu, baik teras
   individual maupun teras kolektif.
3. Menanam
          Kegiatan menanam terdiri dari kegiatan mempersiapkan bibit di
   Pembibitan utama, Pengangkutan bibit ke lapangan, Menaruh bibit di
   setiap lubang, persiapan lubang, menanam bibit pada lubang, dan
   pemeriksaan areal yang sudah ditanami.




                                                                            92
4. Tanaman Penutup Tanah
                 Penanaman tanaman penutup tanah biasa dilaksanakan pada
       perkebunan kelapa sawit. Tanaman penutup tanah adalah tanaman
       kacangan (Legume cover crops, LCC) yang ditanam untuk menutup tanah
       yang terbuka di antara kelapa sawit karena belum terbentuk tajuk yang
       dapat menutup permukaan tanah. Penanaman tanaman kacangan penutup
       tanah bertujuan untuk memperbaiki sifat – sifat fisika, kimia dan biologi
       tanah, mencegah terjadinya erosi, mempertahankan kelembaban tanah, dan
       menekan tumbuhan pengganggu (gulma). Penanaman kacangan penutup
       tanah sebaiknya dilaksanakan segera setelah pembukaan lahan selesai
       dilaksanakan.
                 Jenis – jenis tanaman kacangan penutup tanah yang umum ditanam
       di      perkebunan   kelapa   sawit   adalah    Calopogonium        caeruleum,
       Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, Pueraria phaseoloides,
       Centrocema       pubescens,   Psophocarphus     palustries,   dan     Mucuna
       cochinchinensis.


I. Penyiangan (pengendalian gulma)

            Upaya pengendalian gulma telah dilaksanakan dengan menanami tanah
   di antara tanaman kelapa sawit (gawangan) dengan tanaman kacang penutup
   tanah dan membuat piringan di sekeliling tiap individu tanaman. Bila
   pertumbuhan gulma tidak dikendalikan dengan baik, maka berbagai macam
   gulma       dapat   tumbuh   dengan   subur   dan   mengganggu      (menyaingi)
   pertumbuhan tanaman pokok, menyebabkan keadaan kebun menjadi kotor dan
   lembab. Pengendalian gulma pada tanaman menghasilkan dimaksudkan untuk
   mengurangi terjadinya saingan terhadap tanaman pokok, memudahkan
   pelaksanaan pemeliharaan, dan mencegah berkembangnya hama dan penyakit
   tertentu.
            Secara garis besar jenis – jenis gulma yang dijumpai pada perkebunan
   kelapa sawit dapat digolongkan menjadi :
       1. Gulma berbahaya, yaitu gulma yang memiliki daya saing tinggi
            terhadap tanaman pokok, misalanya lalang (Imperata cylindrica),



                                                                                   93
sembung rambat (Mikania cordata dan M. Micrantha), lempuyangan
         (Panicum repens), teki (Cyperus rotundus), serta beberapa tumbuhan
         berkayu diantaranya.putihani/krinyuh (Eupathorium odoratum syn.
         Chromolaena odorata), harendong (Melastoma malabtrichum), dan
         tembelekan (Lantana camara)
     2. Gulma lunak, yaitu gulma yang keberadaannya dalam budi daya
         tanaman kelapa sawit dapat di toleransi, sebab jenis gulma ini dapat
         menahan erosi tanah, kendati demikian pertumbuhannya harus
         dikendalikan.    Yang      termasuk     gulma     lunak      misalnya
         babadotan/wedusan (Ageratum conyzoides), rumput kipahit (Paspalum
         conjugatum), pakis (Nephrolepis biserata), dan sebagainya.
         Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain
  sebagai berikut :
     1. Pengendalian gulma secara manual, yaitu pengendalian gulma dengan
         menggunakan peralatan dan upaya pengendalian secara konvensional,
         misalnya dibabad, dibongkar dengan cangkul, digarpu dan sebagainya.
     2. Pengendalian gulma secara kimia, yaitu pengendalian gulma dengan
         menggunakan herbisida, baik yang bersifat kontak maupun sistemik.
     3. Pengendalian Secara kultur teknis,yaitu pengendalian gulma dengan
         menggunakan tanaman penutup tanah jenis kacangan.




       Gambar 24. Tanaman Kelapa Sawit setelah Pengendalian Gulma

J. Pemupukan
         Pemupukan tanaman bertujuan untuk menyediakan unsur – unsur hara
  yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan generatif, sehingga diperoleh



                                                                             94
hasil yang optimal. Untuk menentukan dosis pupuk yang tepat, sebaiknya
dilaksanakan analisis tanah dan daun terlebih dahulu. Dengan analisis tanah
dan daun, maka ketersediaan unsur – unsur hara di dalam tanah pada saat itu
dapat diketahui dan keadaan hara terakhir yang ada pada tanaman dapat
diketahui juga. Berdasarkan hasil analisis dapat ditentukan kebutuhan tanaman
terhadap jenis – jenis unsur hara secara lebih tepat, sehingga dapat ditetapkan
dosis pemupukan yang harus diaplikasikan.


Tabel 25. Dosis Pemupukan Kelapa Sawit Berdasarkan Unsur Tanaman.
        Jenis Pupuk                       Dosis (Kg/Pokok/Tahun) *)
 Umur Tanaman                         5–5          6 – 12        >12
 Sulphate of Amonia (ZA)            1,0 – 2,0     2,0 – 3,0    1,5 – 3,0
 Rock Phosphate (RP)                0,5 – 1,0     1,0 – 2,0    0,5 – 1,0
 Muriate of Potash (KCl)            0,4 – 1,0     1,5 – 3,0    1,5 – 2,0
 Kieserite (MgSO4)                  0,5 – 1,0     1,0 – 2,0    0,5 – 1,5
*) Keterangan :
Pupuk N, K, dan Mg diberikan dua kali aplikasi, pupuk P diberikan satu kali aplikasi,
dan pupuk B (bila diperlukan) diberikan dua kali aplikasi per tahun (salah satu contoh
dosis B adalah 0,05 – 0,1 Kg per pohon per tahun)


        Cara pemberian pupuk diperhatikan secara seksama agar pemupukan
dapat terlaksana secara efisien. Untuk mencapai maksud tersebut, pemberian
pupuk pada Tanaman Menghasilkan (TM) harus dilaksanakan dengan cara
sebagai berikut :
•   Pupuk N ditaburkan secara merata pada piringan mulai jarak 50 cm
    sampia dipinggir luar piringan.
•   Pupuk P, K, dan Mg ditabur secara merata dari jari – jari 1,0 m hingga
    jarak 3,0 m dari pangkal pokok (0,75 – 1,0 m di luar piringan)
•   Pupuk B ditaburkan secara merata pada jarak 30 – 50 cm dari tanaman
    pokok
        Pemberian pupuk pada kelapa sawit diatur dua kali dalam setahun.
Pemberian pupuk yang pertama dilakukan pada akhir musim hujan yaitu bulan
Maret – April dan pemberian pupuk kedua dilakukan pada awal musim hujan
yaitu bulan September – Oktober.




                                                                                   95
K. Pemangkasan
           Pemangkasan atau disebut juga penunasan adalah pembuangan daun –
   daun tua atau yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit, pada tanaman
   muda sebaiknya tidak dilakukan pemangkasan, kecuali dengan maksud
   mengurangi penguapan oleh daun pada saat tanaman akan dipindahkan dari
   pembibitan ke areal perkebunan. Adapu tujuan pemangkasan adalah sebagai
   berikut :
   •   Memperbaiki sirkulasi udara di sekitar tanaman sehingga dapat membantu
       proses penyerbukan secara alami
   •   Mengurangi penghalangan pembesaran buah dan kehilangan brondolan
       buah terjepit pada pelepah daun.
   •   Membantu dan memudahkan pada waktu panen
   •   Mengurangi perkembangan epifir
   •   Agar proses metabolisme tanaman berjalan lancar, terutama proses
       fotosintesis dan respirasi.
                                -
L. Pengendalian Hama dan Penyakit
           Tanaman kelapa sawit dapat diserang oleh berbagai hama dan penyakit
   tanaman sejak di pembibitan hingga di kebun pertanaman. Hama dan penyakit
   dapat merusak bibit, tanaman muda yang belum menghasilkan (TBM) maupun
   tanaman yang sudah menghasilkan (TM).
           Beberapa jenis hama dan penyakit dapat menimbulkan kerugian yang
   besar pada bibit, tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman
   menghasilkan (TM). Oleh karena itu, pengendalian terhadap hama dan
   penyakit perlu dilaksanakan secara baik dan benar.
           Pengendalian hama dan penyakit dapat dilaksanakan secara manual,
   kimia, atau biologis sesuai dengan hama dan penyakit yang menyerang. Selain
   serangan hama yang tergolong jenis serangga, bibit dan tanaman muda juga
   sering diserang oleh hewan besar jenis mamalia terutama bila kebun kelapa
   sawit dibuka pada lahan yang sebelumnya berupa hutan, baik hutan primer
   maupun hutan sekunder.



                                                                            96
a. Hama
       Hama yang biasa menyerang tanaman kelapa sawit biasanya terbagi
menjadi hama perusak akar, hama perusak daun, hama perusak tandan buah.
a.1. Hama Perusak Akar.
Hama    yang    sering   merusak     akar   kelapa   sawit   adalah   nematoda
Rhadinaphelenchus cocophilus. Gangguan nematoda ini dijuluki red ring
disease. Hama ini menyerang akar tanaman kelapa sawit. Gejala – gejala
umum dari kelapa sawit yang terserang adalah pusat mahkota mengerdil dan
daun – daun baru yang akan membuka menjadi tergulung dan tumbuh tegak.
Daun berubah warna menjadi kuning kemudian mengering. Tandan bunga
membusuk dan tidak membuka sehingga tidak menghasilkan buah.
a.2. Hama Perusak Daun
   Ada beberapa jenis hama yang merusak daun tanaman kelapa sawit, di
antaranya adalah sebagai berikut :
   a. Kumbang Tanduk (Oryctes rhynoceros)
           Kumbang tanduk banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman
   muda yang baru ditanam hingga berumur 2-3 tahun. Kumbang dewasa
   (imago) masuk kedaerah titik tumbuh ( pupus ) dengan membuat lubang
   pada pangkal pelepah daun muda yang masih lunak.
           Pengendalian hama kumbang tanduk lebih diutamakan pada upaya
   pencegahan (preventif), yaitu menghambat perkembangan larva dengan
   mengurangi kemungkinan kumbang bertelur pada medium yang tersedia,
   yakni dengan cara sebagai berikut :
    membakar sampah – sampah dan bagian pohon yang mati, agar larva
       hama terbakar dan mati
    mempercepat tertutupnya tanah dengan tanaman penutup tanah dengan
       tanaman penutup tanah agar dapat menutup bagian – bagian batang
       hasil tebangan pada saat pembukan lahan yang membusuk di lokasi
       kebun
    Pemberian bahan pengusir, misalnya kapur barus yang diletakkan pada
       batang kelapa sawit yang mulai membusuk (pada pembukaan ulangan)
   b. Ulat Setora (Setora nitens)




                                                                            97
Ulat setora muda memakan anak – anak daun dari tanaman muda
   dan tanaman sudah menghasilkan yang berumur antara 2-8 tahun. Hama
   ini kadang – kadang memakan daun kelapa sawit hingga ke lidinya.
          Pengendalian Hama ulat setora dapat dilakukan secara hayati dan
   secara kimia. Pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan
   memanfaatkan       musuh   alami    seperti   parasit   telur   yaitu   lebah
   Trichogrammatidae I dan lebah Ichneumonidae, serta perusak kokoh yaitu
   lalat Tachinidae
   c. Ulat Siput (Darna trima Mooore)
          Ulat Darna trima menyerang daun kelapa sawit, terutama pada
   tanaman muda, meskipun sering pula menyerang daun pada tanaman
   dewasa. Serangan yang hebat dapat menimbulkan kerusakan berat dan
   dapat dijumpai jumlah ulat yang tinggi pada setiap pelepah kelapa sawit.
          Pengendalian ulat Darma trima dapat dilaksanakan secara kimia
   dan hayati. Pengendalian secara kimia dilakukan dengan menyemprot
   tanaman yang terserang dengan insektisida. Pengendalian secara hayati
   dapat menggunakan musuh alami seperti parasit ulat yaitu lebah
   Broconidae, meskipun hasilnya tidak seefektif cara kimia.
   d. Serangga Asinga (Sethothosea Asigna)
          Ulat dari hama ini menyerang daun kelapa sawit terutama daun
   yang menyerang dalam keadaan aktif, yaitu daun nomor 9 – 25. Hama ini
   merupakan salah satu hama utama yang menyerang tanaman kelapa sawit
   di sentra perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara. Pengendalian hama ini
   dapat dilakukan secara kimia dan secara hayati. Pengendalian secara kimia
   dapat menggunakan insektisida, pengendalian secara hayati dapat
   dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami.




b. Penyakit
   a. Penyakit Tajuk (Crown disease)




                                                                              98
Biasanya menyerang tanaman kelapa sawit yang berumur 2-3
      tahun. Bagian yang diserang adalah pucuk yang belum membuka.
      Penyakit ini tidak bisa diberantas, tetapi hanya bisa dilakukan pembuangan
      bagian yang terserang untuk memperbaiki bentuk tajuk dan mencegah
      infeksi dari jamur Fusarium sp.
      b. Basal Steam Rot
               Penyebabnya adalah Ganoderma sp. Gejala pada tingkat serangan
      pertama secara visual sukar diamati. Pada tingkat yang lebih lanjut, cabang
      daun bagian atas terkulai, selanjutnya pohon akan mati. Pemberantasan
      yang efektif sampai sekarang belum ada.
      c. Marasmius
               Penyakit    marasmius    dapat   menggagalkan     atau   merusak
      pembentukan buah. Pemberantasan dilakukan dengan membersihkan
      pohon.


M. Panen dan Pengolahan Hasil Panen

   Panen
           Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah setelah
   umur 2-3 tahun. Buah akan menjadi masak sekitar 5-6 bulan setelah
   penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari
   perubahan warna kulitnya. Buah akan berubah menjadi merah jingga ketika
   masak. Pada saat buah masak, kandungan minyak pada daging buah telah
   maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari
   tangkai tandannya. Buah yang jatuh tersebut disebut membrondol.
           Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan
   memotong tandan buah masak, memungut brondolan, dan mengangkutnya
   dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Kriteria panen
   yang perlu diperhatikan adalah matang panen, cara panen, alat panen, rotasi
   dan sistem panen serta mutu panen.


      Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan
memotong tandan buah masak, memungut brondolan dan mengangkutnya dari



                                                                               99
pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Kriteria panen yang
perlu diperhatikan adalah matang panen, cara panen, alat panen, rotasi dan sistem
panen, serta mutu panen.
1. Kriteria matang Panen
       Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen
agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada
saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau free
fatty acid (ALB atau FFA) minimal. Pada saat ini, kriteria umum yang banyak
dipakai adalah berdasarkan jumlah brondolan, yaitu tanaman dengan umur kurang
dari 10 tahun, jumlah brondolan kurang lebih 10 butir dan tanaman dengan umur
lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15 – 20 butir. Namun, secara praktis
digunakan kriteria umum yaitu pada setiap 1 kg tandan buah segar (TBS) terdapat
dua brondolan.
2. Cara panen
       Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang umum dilakukan
oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk tanaman yang tingginya 2-5 m
digunakan cara panen jongkok dengan alat dodos, sedangkan tanaman dengan
ketinggian 5-10 m dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan alat kampak
siam. Cara egrek digunakan untuk tanaman yang tingginya lebih dari 10 m dengan
menggunakan alat arit bergagang panjang. Untuk memudahkan pemanenan,
sebaiknya pelepah daun yang menyangga buah dipotong terlebih dahulu dan
diatur rapi di tengah gawangan.




    Gambar 25. Cara panen pada tanaman kelapa sawit dengan metode dodos


3. Persiapan Panen




                                                                               100
Untuk menghadapi masa panen dan agar proses dapat berjalan dengan
lancar, tempat pengumpulan hasil (TPH) harus disiapkan dan jalan untuk
pengangkutan hasil harus diperbaiki. Para pemanen harus disiapkan peralatan
yang akan digunakan.




2. Teknik Poduksi Biofuel Kelapa Sawit



                                                                        101
A. Komposisi dan Sifat Fisiko Kimia Minyak Kasar (Crude Oil)
       Minyak-lemak kasar adalah minyak-lemak yang diperoleh dari pemerahan
atau pengempaan biji atau bagian lain dari sumber minyak (oil source) tanpa
mengalami pengolahan lanjut apapun kecuali penyaringan dan pengeringan (untuk
menurunkan kadar air). Komposisi asam-asam lemak minyak nabati berbeda-beda
tergantung dari jenis tanamannya. Zat-zat penyusun utama minyak-lemak (nabati
maupun hewani) adalah trigliserida, yaitu triester gliserol dengan asam-asam
lemak (C8–C24). Gambar 26 dan Gambar 27 di bawah ini menunjukkan contoh-
contoh berbagai jenis asam-asam lemak dan struktur molekulnya. Sifat fisiko
kimia dari beberapa minyak-lemak nabati disajikan pada Tabel 26.




                      Gambar 26. Berbagai jenis asam-asam lemak




                                                                          102
Gambar 27. Contoh-contoh struktur molekul berbagai asam-asam lemak




         Tabel 26. Sifat-sifat beberapa minyak-lemak nabati




                                                                     103
Massa       Viskositas                        Titik
                                           ∆Hc,    Angka                   Titik
  Minyak         jenis,     kinematika                       awan/
                               0
                                           MJ/kg   setana            o
                                                                         tuang, oC.
                kg/liter    (38 C), cSt                     kabut, C.
 Jarak kaliki   0,9537         297         37,27     ?       Tak ada       -31,7
   Jagung       0,9095         34,9        39,50    37,6      -1,1         -40,0
   Kapas        0,9148         33,5        39,47    41,8      +1,7         -15,0
   Crambe       0,9044         53,6        40,48    44,6      10,0         -12,2
  Biji rami     0,9236         27,2        39,31    34,6      +1,7         -15,0
Kacang tanah    0,9026         39,6        39,78    41,8      12,8          -6,7
   Kanola       0,9115         37,0        39,71    37,6      -3,9         -31,7
  Kasumba       0,9144         31,3        39,52    41,3      18,3          -6,7
  Kasumba
                0,9021         41,2        39,52    49,1      -12,2        -20,6
    OT*)
   Wijen        0,9133         35,5        39,35    40,2      -3,9          -9,4
   Kedelai      0,9138         32,6        39,62    37,9      -3,9         -12,2
   Bunga
                0,9161         33,9        39,58    37,1       7,2         -15,0
  matahari
Diesel No. 2    0,8400          2,7        45,34    47,0      -15,0        -33,0
  Sumber : Goering, C.E., A.W. Schwab, M.J. Daugherty, E.H. Pryde, dan A.J.
  Heakin, “Fuel Properties of Eleven Vegetable Oils”, Trans. ASAE 25, 1472 –
                 1477 (1982). *) OT = (berkadar) Oleat Tinggi




Tabel 26. Sifat-sifat beberapa minyak-lemak nabati (lanjutan) Titik
                 Massa jenis Viskositas
                                           ∆Hc, Angka                  Titik
   Minyak           (20 oC), kinematika                      awan/
                                  0
                                          MJ/kg setana             o
                                                                     tuang, oC.
                    kg/liter (20 C), cSt                   kabut, C.
    Kelapa          0,915             30    37,10 40 – 42      28         23 – 26
     Sawit          0,915             60    36,90 38 – 40      31         23 – 40
    Kapas           0,921             73    36,80 35 – 50       -1           2
  Jarak pagar       0,920             77    38,00 23 – 41       2            -3




                                                                                   104
Kacang tanah       0,914          85       39,30 30 – 41       9          -3
    Kanola          0,916          78       37,40 30 – 36      -11         -2
    Kedelai         0,920          61       37,30 30 – 38      -4         -20
Bunga matahari      0,925          58       37,75 29 – 37      -5         -16
    Diesel          0,830          6        43,80      50      -9         -16
  Ester Metil
                    0,880          7        37,70      49      -4         -12
    Kanola
 Sumber : Vaitilingom, G. dan A. Liennard, “Various Vegetable Oils as Fuel for
 Diesel and Burners: J. curcas Particularities”, hal. 98 – 109 dalam G.M. Gübitz,
    M. Mittelbach dan M. Trabi (ed), “Biofuels and Industrial Products from
    Jatropha curcas”, Dbv-Verlag für die Technische Universität Graz, Graz,
                                  Austria, 1997.


Minyak Sawit Kasar -Crude Palm Oil
       Crude Palm Oil (CPO) merupakan hasil olahan daging buah kelapa sawit
melalui proses perebusan Tandan Buah Segar (TBS), perontokan, dan
pengepresan. CPO ini diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit yang
telah mengalami beberapa proses, yaitu sterilisasi, pengepresan, dan klarifikasi.
Minyak ini merupakan produk level pertama yang dapat memberikan nilai tambah
sekitar 30% dari nilai tandan buah segar.
       CPO dapat digunakan sebagai bahan baku industri minyak goreng, industri
sabun, dan industri margarin. Dilihat dari proporsinya, industri yang selama ini
menyerap CPO paling besar adalah industri minyak goreng (79%), kemudian
industri oleokimia (14%), industri sabun (4%), dan sisanya industri margarin
(3%). Pemisahan CPO dan PKO dapat menghasilkan oleokimia dasar yang terdiri
atas asam lemak dan gliserol. Secara keseluruhan proses produksi minyak sawit
tersebut dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% Palm Fatty Acid
Distillate (PFAD), dan 0.5% buangan. Komponen asam lemak yang terdapat
dalam CPO disajikan pada Tabel 27 sedangkan sifat fisiko kimianya dapat dilihat
pada Tabel 28.
       Tabel 27. Komposisi asam lemak dari CPO
                Asam Lemak         Rantai C         Komposisi (% b/b)




                                                                                105
Asam Laurat              12:0                0,2
           Asam Miristat            14:0                1,1
           Asam Palmitat            16:0               44,0
           Asam Stearat             18:0                4,5
           Asam Oleat               18:1               39,2
           Asam Linoleat            18:2               10,1
          Sumber: Hui (1996


       Tabel 28. Sifat fisiko kimia CPO

             Sifat Fisiko Kimia                       Nilai
     Trigliserida                                                     95 %
     Asam lemak bebas (FFA)                                        2–5%
     Warna (5 ¼ ” Lovibond Cell)                             Merah orange
     Kelembaban & Impurities                                  0.15 – 3.0 %
     Bilangan Peroksida                                    1 -5.0 (meq/kg)
     Bilangan Anisidin                                      2 – 6 (meq/kg)
     Kadar β-carotene                                        500-700 ppm
     Kadar fosfor                                               10-20 ppm
     Kadar besi (Fe)                                             4-10 ppm
     Kadar Tokoferols                                       600-1000 ppm
     Digliserida                                                     2-6 %
     Bilangan Asam                                  6,9 mg KOH/g minyak
     Bilangan Penyabunan                        224-249 mg KOH/g minyak
     Bilangan iod (wijs)                                              44-54
     Titik leleh                                                   21-24ºC
     Indeks refraksi (40ºC)                                       36,0-37,5




Palm Kernel Oil (PKO)
Palm Kernel Oil (PKO) diperoleh dari bagian kernel buah kelapa sawit (Gambar
28) dengan cara ekstraksi pelarut atau dengan cara pengepresan. Komponen asam
lemak terbesar penyusun PKO adalah asam laurat (Tabel 29). Hal ini menjadikan
PKO memiliki karakteristik yang mirip dengan minyak kelapa. Sifat fisiko kimia
PKO disajikan pada Tabel 30.




                                                                              106
Gambar 28. Bagian – bagian buah kelapa sawit

       Tabel 29. Komposisi asam lemak dari PKO
            Asam Lemak                Rantai C       Komposisi (% b/b)
         Asam Laurat                    12:0             47-53
         Asam Miristat                  14:0             15-19
         Asam Palmitat                  16:0              8-11
         Asam Stearat                   18:0               1-3
         Asam Oleat                     18:1             12-19
         Asam Linoleat                  18:2               2-4
         Sumber: Hui (1996)
                          Tabel 30. Sifat fisiko kimia PKO
                 Sifat Fisiko Kimia                      Nilai
         Kadar Asam lemak bebas (FFA)           25 % (m/m)
         Bilangan Asam                          225 mg KOH/g minyak
         Bilangan Penyabunan                    256 mg KOH/g minyak
         Bilangan iod (wijs)                    14 - 23
         Titik leleh                            48ºC
B. Pengolahan Kelapa Sawit
       Tandan buah sawit dari kebun akan langsung diolah. Proses yang
dilakukan meliputi proses sterilisasi, perontokan, pencacahan, dan pengepresan
untuk mendapatkan minyak Setelah Dari proses pengepresan akan dihasilkan fase
                      TBS sawit. Ditimbang
cair (minyak) dan fase padat berupa ampas. Fase cair merupakan fase minyak
yang masih banyak mengandung pengotor seperti serat-serat maupun pasir
                        Loading Ramp
sehingga perlu dilakukan penyaringan dan klarifikasi untuk memisahkan
pengotor-pengotor tersebut. TBS Dalamalir pengolahan kelapa sawit disajikan pada
                            Diagram Lori
Gambar 29 di bawah ini.
                                Sterilizer


                                Thresher                     Empty Bunch Press

                              Brondolan Buah
                                                                 Tandan Kosong
                                Digester
                                                             Bahan Bakar Boiler/
   Air Panas                                                     Lapangan
Pengencer 95OC                Screw Press
                                                                                   107
A           Press Fluid                         Press Cake           B
           Cairan Kempa                        Ampas Kempa
A

          Gambar 29. Diagram alir pengolahan kelapa sawit
                                        Sand Trap


                                     Vibrating Screen


                                      Crude Oil Tank


                                  Clarification Tank
                 Sludge Tank                                        Oil Tank



                                       Pasir
               Sand Cyclone          Berminyak                   Oil Purifier

                   Sludge                         Air Cucian        Minyak
                                                  Berminyak
              Sludge Separator                                 Vaccum Oil Dryer

Minyak Mutu        Sludge                     Oil Trap               CPO
  Rendah

                 Sludge Pit         Minyak                       CPO Storage
                                                                   Tank
                 Air Limbah      Air Limbah



               Effluent Pond

                 Air Limbah
                                                                             108

               PAL Kawasan
Gambar 29. Diagram alir pengolahan kelapa sawit (lanjutan)




Pemulusan/Pemurnian Minyak
         Proses pemulusan/pemurnian merupakan langkah yang perlu dilakukan
dalam produksi edible oil dan produk berbasis lemak. Tujuan dari proses ini
adalah    untuk mengilangkan      pengotor dan komponen        lain yang      akan
mempengaruhi kualitas dari produk akhir/jadi. Kualitas produk akhir yang perlu
diawasi adalah bau, stabilitas daya simpan, dan warna produk (Leong, 1992).
         Dalam sudut pandang industri, tujuan utama dari pemulusan/pemurnian
adalah untuk merubah minyak kasar/mentah menjadi edible oil yang berkualitas
dengan cara menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan sampai level yang
diinginkan dengan cara yang paling efisien. Bahan yang tidak diinginkan atau
pengotor dalam minyak mungkin biogenic misalnya disintesis oleh tanaman itu
sendiri tapi bahan tersebut bisa jadi pengotor yang diambil oleh tanaman dari
lingkungannya (Borner et al., 1999). Pengotor tersebut mungkin diperoleh selama
proses hulu, yaitu ekstraksi, penyimpanan atau transportasi dari minyak
kasar/mentah dari lapang ke pabrik.




                                                                               109
Proses pemurnian yang tepat sangat penting dilakukan dalam rangka untuk
memproduksi produk akhir yang berkualitas tinggi dalam rentang spesifikasi yang
telah ditentukan dan sesuai keinginan pelanggan. Ada 2 tipe dasar teknologi
pembersihan yang tersedia untuk minyak:
       (i) Pembersihan secara kimia (alkali)
       (ii) Pembersihan secara fisik
Perbedaan diantara kedua tipe tersebut didasarkan pada jenis bahan kimia yang
digunakan dan cara penghilangan FFA. Pembersihan secara fisik tampaknya pada
prakteknya menggantikan penggunakan teknik pembersihan menggunakan bahan
kimia (alkali) karena tingginya asam lemak bebas (FFA) pada minyak yang
dibersihkan dengan cara kimia. Proses deasidifikasi (deodorisasi) pada proses
pembersihan secara fisik mampu mengatasi masalah tersebut. Terpisah dari hal
tersebut, menurut literatur, metode ini disarankan karena diketahui cocok untuk
minyak tumbuhan dengan kadar fosfat yang rendah seperti minyak sawit. Dengan
demikian, Pembersihan secara fisik terbukti memiliki efisiensi yang lebih tinggi,
kehilangan yang lebih sedikit (refining factor (RF) < 1.3), biaya operasi yang
lebih rendah, modal yang lebih rendah dan lebih sedikit bahan untuk ditangani
(Yusoff dan Thiagarajan, 1993).
       Refining   Factor    (RF)   adalah     parameter   yang   digunakan   untuk
memperkirakan berbagai tahap pada proses pemurnian. Faktor ini tergantung
pada hasil produk dan kualitas dari input dan dihitung yaitu :
                                          oil loss %
                                   RF =
                                           FFA %

RF biasanya dikuantifikasi untuk berbagai tahap dalam proses pemurnian secara
sendiri-sendiri dan pengawasan RF dalam pemurnian biasanya berdasarkan berat
yang dihitung dari pengukuran volumetrik yang disesuaikan dengan temperatur
atau menggunakan accurate cross-checked flow meters (Leong, 1992).




                                                                               110
Gambar 30. Proses pemurnian CPO
       Scara umum, pemurnian secara kimia memerlukan tahap proses, peralatan
dan bahan kimia yang lebih banyak bila dibandingkan dengan pemurnian secara
fisik. Diagram proses untuk proses pemurnian secara kimia dan secara fisik
digambarkan pada Gambar 30.

Pemulusan/Pemurnian (Refining) Kimia
       Pemulusan/pemurnian secara kimia atau pemulusan/pemurnian basa
adalah metode konvensional yang digunakan untuk memurnikan CPO. Ada tiga
tahap pada proses refining secara kimia, yaitu 1. Degumming dan Netralisasi, 2.
Penjernihan dan Filtrasi, 3. Penghilangan bau

1) Degumming dan Netralisasi
       Pada tahap ini, bagian fosfatida dari minyak dihilangkan dengan
   menambahkan additive di bawah kondisi reaksi yang spesifik. Additive yang
   paling umum digunakan adalah asam fosfat dan asam sitrat. Setelah itu,
   dilakukan proses netralisasi dengan menggunakan basa untuk menghilangkan
   asam lemak bebas. Larutan kemudian dimasukkan kedalam labu pemisah
   sehingga akan terpisah antara bagian minyak dengan sabun hasil reaksi antara



                                                                            111
basa dengan asam lemak bebas. Untuk menghilangkan kelebihan basa, minyak
   tersebut dicuci dengan air panas. Reaksi kimia yang terjadi pada tahap ini
   adalah sebagai berikut:


           R-COOH + NaOH  RCOONa + H2O

2) Penjernihan dan Filtrasi
       Minyak yang telah dicuci kemudian dilakukan tahap kedua, yaitu
   penjernihan. Pada tahap ini, minyak dimasukkan ke dalam bejana silindris
   dengan pengaduk yang dinamakan “Bleacher”. Minyak tersebut kemudian
   dipanaskan pada suhu 90ºC di bawah kondisi vakum. Minyak tersebut di
   evaporasi hingga kering. Minyak yang kering kemudian ditambahkan karbon
   sehingga karbon tersebut akan mengadsorpsi warna dari minyak. Campuran
   minyak dan agen pemutih di lakukan tahap filtrasi untuk memisahkan
   adsorben dari minyak. Minyak yang diperoleh lebih jernih dari awal.

3) Penghilangan Bau
       Minyak setelah dilakukan tahap penjernihan masih mengandung beberapa
   bahan yang menyebabkan bau, sehingga perlu dilakukan tahap deodorisasi.
   Minyak yang jernih dimasukkan ke dalam bejana silindris yang dinamakan
   “Deodoriser”. Deodoriser dijaga pada kondisi vakum yang tinggi kemudian
   dipanaskan pada suhu 200ºC dengan tekanan yang tinggi. Senyawa yang
   volatil akan menguap dengan beberapa pembawa. Minyak ini kemudian
   didinginkan dan dijernihkan melewati mesin penyaring untuk mendapatkan
   minyak yang bening.


Pemulusan/Pemurnian (Refining) Fisika
       Pemulusan    secara    fisika   adalah   metode   alternatif   dimana   cara
penghilangan asam lemak bebas dilakukan dengan destilasi pada temperatur yang
tinggi dan vakum yang rendah. Cara ini menggantikan penambahan basa pada
metode pemulusan/pemurnian kimia. Penjernihan secara fisika juga dapat
dikatakan sebagai deasidifikasi dengan destilasi uap dimana asam lemak bebas
dan senyawa volatile lainnya di pisahkan dari minyak menggunakan agen



                                                                                112
stripping yang efektif. Pada tahap pemulusan/pemurnian fisika, FFA di hilangkan
pada tahap akhir. Proses pemulusan/pemurnian secara fisika disajikan pada
Gambar 31. Kelebihan pemulusan/pemurnian fisika dibanding kimia adalah:
    Mendapatkan hasil yang baik
    Asam lemak yang dihasilkan sebagai produk samping memiliki kualitas
       yang tinggi
    Stabilitas minyak baik
    Peralatan yang digunakan murah
    Operasinya sederhana




                                                       Deodorizer




                      Gambar 2.5. Proses pemulusan/pemurnian secara fisika




                                                                             113
Gambar 31. Proses pemurnian CPO secara fisika


Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO)
       Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) adalah minyak
sawit yang telah mengalami proses penyulingan untuk menghilangkan asam
lemak bebas serta penjernihan untuk menghilangkan warna dan penghilangan bau.
Minyak ini dikenal khalayak ramai sebagai minyak goreng. Sifat fisiko kimia dari
RBDPO dapat dilihat pada Tabel 31.
       Tabel 31. Sifat fisiko kimia dari RBDPO

                            Parameter                    Nilai
             Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)                0.05
             Moisture & Impurities (M&I)                 0.02
             Bilangan Anisidin                           2.0
             Kadar fosfor                               3 ppm
             Kadar besi (Fe)                           0.15 ppm
             Kadar tembaga (Cu)                       0.05 ppm




Palm Fatty Acid Distillate (PFAD)



                                                                             114
Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) merupakan hasil samping pemurnian
CPO secara fisika, yaitu setelah tahap deguming, deasidifikasi, dan pengeringan
sistem vakum. Komponen terbesar dalam PFAD aadalah asam lemak bebas,
komponen karotenoid, dan senyawa volatil lainnya.          Secara umum proses
pengolahan (pemurnian) minyak sawit dapat menghasilkan 73% olein, 21%
stearin, 5% Palm Fatty Acid Distillate (PFAD), dan 0,5% bahan lainnya. Pada
umumnya PFAD digunakan industri sebagai bahan baku sabun ataupun pakan
ternak.    PFAD memiliki kandungan       Free Fatty Acid (FFA) sekitar 81,7%,
gliserol 14,4%, squalane 0,8%, Vitamin E 0,5%, sterol 0,4% dan lain-lain 2,2%.

RBD Olein
          RBD Olein merupakan minyak yang diperoleh dari fraksinasi CPO dalam
fase cair. Komponen asam lemak terbesar dari RBD Olein adalah asam oleat
(Tabel 32).

          Tabel 32. Komponen asam lemak pada RBD Olein
                 Asam Lemak       Perbandingan   Komposisi (% b/b)
               Asam Laurat            12:0           0,1-0,5
               Asam Miristat          14:0           0,9-1,5
               Asam Palmitat          16:0          37,9-41,7
               Asam Stearat           18:0           4,0-4,8
               Asam Palmitoleat       16:1           0,1-0,4
               Asam Oleat             18:1          40,7-43,9
               Asam Linoleat          18:2          10,4-13,4

RBD Stearin
RBD Stearin merupakan minyak yang diperoleh dari fraksinasi CPO dalam fase
padat. Komponen asam lemak terbesar dari RBD stearin adalah asam palmitat
(Tabel 33).




          Tabel 33. Komponen asam lemak pada RBD Stearin
              Asam Lemak            Perbandingan Komposisi (% b/b)
           Asam Laurat                  12:0         0,1-0,6
           Asam Miristat                14:0         1,1-1,9
           Asam Palmitat                16:0        47,2-73,8
           Asam Stearat                 18:0         4,4-5,6



                                                                             115
Asam Palmitoleat                 16:1               0,05-0,2
         Asam Oleat                       18:1              15,6-37,0
         Asam Linoleat                    18:2                3,2-9,8



C. Pengolahan Biodiesel Kelapa Sawit
       Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari
minyak nabati yang baru maupun dari minyak nabati bekas penggorengan melalui
proses transesterifikasi, esterifikasi, maupun proses esterifikasi–transesterifikasi.
Dengan memanfaatkan kelapa sawit sebagai bahan bakunya, dapat dihasilkan
biodiesel CPO, biodiesel PFAD, Biodiesel Olein maupun biodiesel stearin.
       Biodiesel sebagai bioenergi digunakan sebagai bahan bakar alternatif
pengganti BBM pada motor diesel. Biodiesel dapat digunakan baik dalam bentuk
100 % (B100) atau campuran dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi
tertentu (BXX) seperti 10 persen biodiesel dicampur dengan 90 persen solar
dikenal dengan nama B10. Campuran biodiesel dengan solar yang ada di pasaran
dikenal dengan biosolar.
       Biosolar merupakan campuran antara 95% solar produksi kilang Balongan
dan 5% Fatty Acid Methyl Ester (FAME). Biosolar ini merupakan nama dagang
pertamina untuk bahan bakar motor (mesin) diesel yang merupakan campuran
biodiesel di dalam solar. Biosolar merupakan salah satu bahan bakar alternatif
yang ramah lingkungan. Secara umum, biosolar lebih baik karena ramah
lingkungan, pembakarannya bersih, biodegradable, mudah dikemas dan disimpan,
serta merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui. Selain itu, mesin atau alat
yang menggunakan biosolar tidak perlu dimodifikasi. Biosolar juga dapat
memperpanjang umur mesin dan menjamin keandalan mesin dengan lubrisitas
atau pelumas maksimum 400 mikron.
       Bahan bakar yang berbentuk cair ini memiliki sifat menyerupai solar
sehingga sangat prospektif untuk dikembangkan. Disamping sifatnya yang
menyerupai solar, biodiesel memiliki kelebihan dibandingkan dengan solar.
Kelebihan biodiesel dibanding solar adalah sebagai berikut: merupakan bahan
bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik
(free sulphur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global, setana number




                                                                                 116
lebih tinggi (> 57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan
minyak kasar, memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin; biodegradable
(dapat terurai), merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang
dapat diperbarui, dan meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat
diproduksi secara lokal.

Deskripsi Proses Biodiesel
        Dalam pengertian populer dewasa ini, yang dimaksud dengan biodiesel
adalah bahan bakar mesin diesel yang terdiri atas ester-ester metil (atau etil) asam-
asam lemak. Dibuat dari minyak-lemak nabati dengan proses metanolisis atau
etanolisis, produk sampingnya berupa gliserol. Atau dari asam lemak (bebas)
dengan proses esterifikasi dengan metanol atau etanol, produk sampingnya berupa
air.

        Produk biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses metanolisis
biasanya harus dimurnikan dari pengotor-pengotor seperti sisa-sisa metanol,
katalis, dan gliserol. Fase gliserol-metanol bebas-air maupun fase gliserol-
metanol-air dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan gliserol dan metanol
(untuk didaur ulang). Proses pembuatan biodiesel dilakukan melalui proses-proses
berikut ini.

a. Alkoholisis (atau transesterifikasi) trigliserida dengan metanol atau etanol.

        Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu
asam-asam karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Persamaan stoikiometri generik
reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol adalah sebagai berikut :




                                                                                 117
Gambar 32. Stoikiometri generik reaksi transesterifikasi trigliserida dengan
           metanol

       Transesterifikasi dengan alkohol juga dikenal dengan nama alkoholisis
sehingga reaksi di atas disebut juga metanolisis. Tanpa adanya katalis, sebenarnya
reaksi berlangsung amat lambat. Katalis bisa berupa zat yang bersifat basa, asam,
atau enzim [Schuchardt dkk. (1998), Lotero dkk. (2005), Fukuda dkk. (2001)].
Efek pelancaran reaksi dari katalis basa adalah yang paling besar, sehingga katalis
inilah yang sekarang lazim diterapkan dalam praktek. Reaksi metanolisisnya
sendiri sebenarnya berlangsung dalam tiga tahap sebagai berikut :




       Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah
natrium hidroksida, kalium hidroksida, natrium metilat (metoksida), dan kalium
metilat. Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida) yang
jika pun katalis yang ditambahkan adalah hidroksida, akan terbentuk melalui
reaksi kesetimbangan :

                   OH + CH3OH                 H2O + CH3O


Mekanisme reaksi pembentukan produk ester metil asam lemak pada tiap siklus
katalitiknya adalah sebagai berikut (mekanisme serupa berlangsung pada konversi
digliserida menjadi monogliserida dan monogliserida menjadi gliserol) :




                                                                               118
Gambar 33. Mekanisme reaksi pembentukan produk ester metil asam lemak


       Dengan katalis basa, reaksi metanolisis dapat berlangsung cepat pada
temperatur-temperatur relatif rendah (temperatur kamar sampai titik didih normal
metanol, yaitu 65oC) [Formo (1954)]. Karena ini, kebanyakan proses
industrial/komersial beroperasi pada rentang temperatur ini dan tekanan
atmosferik; katalis yang ditambahkan biasanya sebanyak 0.5–1.5 persen dari berat
minyak yang diolah.
       Wright dkk. (1944) dan Freedman dkk. (1984), yang menyelidiki ulang
(atau memverifikasi) kondisi proses yang diklaim Bardshaw and Meuly (1942,
1944), menyatakan bahwa untuk mendapatkan perolehan ester yang maksimum,
bahan mentah yang digunakan dalam proses metanolisis trigliserida berkatalis
basa harus memenuhi persyaratan sebagai minyak yang betul-betul mulus (murni)
(fully refined) seperti minyak goreng, yaitu angka asam < 1 dan kadar air < 0,3 %.
Jika bahan mentah (kasar) memenuhi syarat ini, maka dengan katalis basa
(natrium metilat ataupun hidroksida) dan pada temperatur 60–65 oC, nisbah molar




                                                                               119
(metanol/minyak) paling sedikitnya 6 : 1 (yaitu minimum 2 kali nisbah
stoikiometrik), konversi ke ester metil sudah praktis sempurna dalam waktu 1
jam. Pada suatu temperatur yang lebih rendah, yakni 32 oC, derajat metanolisis
sudah mencapai 99 % dalam tempo sekitar 4 jam.
       Standardisasi Biodiesel Indonesia SNI-04-7182-2006 menunjukkan bahwa
biodiesel komersial di Indonesia harus berkadar ester metil paling sedikitnya 96,5
%-berat dan berkadar gliserol total (yaitu yang bebas maupun terikat dalam
bentuk sisa-sisa trigliserida, digliserida, dan monogliserida) tak lebih dari 0,24 %-
berat. Perlu pula dicatat bahwa konversi minyak ke ester metil disertai penurunan
drastis viskositas dan nilai viskositas biodiesel yang di atas persyaratan biasanya
menunjukkan kadar sisa-sisa gliserida dan gliserol yang masih agak tinggi.
Karena penyingkiran sisa-sisa trigliserida, digliserida, dan monogliserida dari
produk reaksi merupakan operasi yang sulit (atau mahal), persyaratan kadar ester
metil dan kadar gliserol total (+ nilai viskositas) tersebut berarti bahwa
transesterifikasi harus dilakukan sampai konversi gliserida-gliserida ke ester metil
praktis sempurna. Ini dapat dicapai dengan menerapkan kondisi-kondisi reaksi
yang sudah disebutkan di atas. Untuk menurunkan lagi jumlah metanol yang
dibutuhkan untuk mencapai konversi sempurna tersebut, misalnya sampai kira-
kira 1,5 x nisbah stoikiometrik, transesterifikasi dapat juga dilaksanakan dalam 2
tahap atau lebih, yang masing-masingnya bisa dilakukan pada temperatur maupun
jumlah metanol yang sama maupun berbeda.
       Transesterifikasi sebenarnya adalah reaksi kesetimbangan, sekalipun posisi
kesetimbangannya sangat berat ke pihak pembentukan produk. Pengamatan-
pengamatan      terhadap    data    literatur   menunjukkan      bahwa      konversi
kesetimbangannya makin besar (mendekati 100 %) jika temperatur lebih rendah.
Oleh karena itu, mendekati akhir dari pelaksanaan proses transesterifikasi,
temperatur reaksi sebaiknya diupayakan serendah mungkin.
       Campuran reaksi di dalam proses-proses transesterifikasi yang diulas di
atas adalah sistem dua fase (yaitu terdiri atas fase minyak dan fase alkohol).
Untuk lebih mempercepat lagi reaksi metanolisis (sehingga transesterifikasinya
bisa selesai, misalnya saja, hanya dalam beberapa menit), beberapa pengembang
proses telah menambahkan pelarut, misalnya saja tetrahidrofuran, yang mampu




                                                                                 120
membuat campuran reaksi menjadi suatu fase tunggal (cosolvent). Akan tetapi,
penambahan pelarut biasanya sangat memperbesar nilai minimum nisbah molar
alkohol : minyak dan juga mengubah parameter-parameter lainnya. Tambahan
pula, tahap-tahap pengolahan pasca transesterifikasi menjadi lebih rumit, karena
adanya kebutuhan untuk menjumput (to recover) dan mendaur-ulang pelarut
tersebut.


b. Esterifikasi asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol.

       Berlawanan dengan reaksi transesterifikasi trigliserida, esterifikasi asam-
asam lemak, seperti ditunjukkan persamaan berikut (Gambar 34).




Gambar 34. Reaksi esterifikasi asam lemak


       Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan yang lambat, sekalipun sudah
dipercepat dengan kehadiran katalis yang baik dan berjumlah cukup. Katalis-
katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat, sehingga asam sulfat, asam
sulfonat organik (dalam jumlah 1 sampai 3 % dari asam lemak yang diolah), atau
resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih
dalam praktek industrial.
       Posisi kesetimbangan reaksi esterifikasi juga tidak sangat berpihak kepada
pembentukan ester metil, sehingga untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung
sampai ke konversi sempurna pada temperatur relatif rendah (misalnya paling
tinggi 120 oC), reaktan metanol harus ada/dipasok dalam jumlah sangat berlebih
(biasanya lebih besar dari 10 x nisbah stoikiometrik) dan air produk ikutan reaksi
harus disingkirkan dari fase reaksi, yaitu fase minyak. Penyingkiran air ini dapat
ditempuh dengan berbagai cara alternatif :




                                                                               121
•   menguapkan fase akuatik atau alkohol, mengadsorpsi uap air, serta
       kemudian mengembunkan uap metanol kering untuk dikembalikan ke
       dalam bejana reaksi [Harrison dkk. (1968)];
   •   mengabsorpsi air yang terbentuk dengan garam-garam anhidrat yang
       membentuk padatan berhidrat (misalnya CaCl2 or CaSO4); atau
   •   mengekstrak air yang terbentuk dengan suatu cairan ‘penyeret’ (entraining
       agent) seperti gliserol, etilen glikol, atau propilen glikol [Lepper dkk.
       (1986)].

       Biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses transesterifikasi minyak
(atau esterifikasi asam-asam lemak) biasanya masih mengandung sisa-sisa katalis,
metanol, dan gliserol (atau air). Untuk memurnikannya, biodiesel mentah (kasar)
tersebut bisa dicuci dengan air, sehingga pengotor-pengotor tersebut larut ke
dalam dan terbawa oleh fase air pencuci yang selanjutnya dipisahkan. Porsi
pertama dari air yang dipakai mencuci disarankan mengandung sedikit asam/basa
untuk menetralkan sisa-sisa katalis. Biodiesel yang sudah dicuci kemudian
dikeringkan pada kondisi vakum untuk menghasilkan produk yang jernih
(pertanda bebas air) dan bertitik nyala ≥ 100 oC (pertanda bebas metanol).
       Melalui kombinasi-kombinasi yang jitu dari kondisi-kondisi reaksi dan
metode penyingkiran air, dan barangkali juga dengan pelaksanaan reaksi secara
bertahap, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat
dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam.
       Proses transesterifikasi dan esterifikasi dapat digabungkan untuk
mengolah bahan baku dengan kandungan asam lemak bebas sedang sampai tinggi
seperti CPO low grade, maupun PFAD.


Pembuatan Bio oil berbasis limbah pengolahan kelapa sawit
       Bio oil adalah bahan bakar cair dari biomassa seperti kayu, kulit kayu,
kertas, atau biomassa lainnya, yang diproduksi melalui teknologi pyrolysis
(pirolisa) atau fast pyrolysis (pirolisa cepat), berwarna gelap dan memiliki aroma
seperti asap. Fast pyrolysis adalah dekomposisi termal dari komponen organik




                                                                              122
tanpa kehadiran oksigen dalam prosesnya untuk menghasilkan cairan, gas, dan
arang. Cairan yang dihasilkan ini lebih lanjut kita kenal sebagai bio oil.



                            Panas
               Biomassa                (Arang + Gas)    +    Bio – oil

       Proses produksi bio oil dimulai dengan mempersiapkan bahan baku
lignoselulosa seperti kayu atau limbah agroindustri menjadi partikel–partikel yang
lebih kecil hingga diameter kurang dari 1 mm. Pengecilan ukuran dimaksudkan
untuk mempercepat reaksi pirolisis. Bahan kemudian dimasukan ke dalam reaktor
yang dipanaskan pada suhu 450 – 500°C tanpa kehadiran oksigen. Bahan baku
akan terbakar dan akan menguap seperti droplet yang dilemparkan air ke dalam
permukaan wajan panas. Di dalam reaktor pirolisis, partikel akan dikonversi
menjadi uap yang dapat dikondensasi, gas yang tidak dapat dikondensasi, dan
padatan arang. Produk kemudian ditransportasikan ke dalam cyclone. Di dalam
cyclone gas yang dapat dikondensasi akan dikondensasikan dan selanjutnya
disebut sebagai bio oil, dan arang yang terbentuk dipisahkan. Sementara itu, gas
yang tidak dapat terkondensasi (termasuk di dalamnya CO2, H2, dan CH4) akan
dibakar dan dikembalikan ke reaktor untuk menjaga panas dari proses.
       Dalam reaksi produksi bio oil tidak dihasilkan limbah atau zero waste
(Gambar 35). 100 % bahan baku dikonversi menjadi bio oil dan arang, sedangkan
gas yang tidak dapat dikondensasi dikembalikan ke dalam proses sebagai sumber
energi. Tiga produk akhir yang dihasilkan dalam proses pirolisis yaitu : bio oil (60
– 75 wt %), arang (15 – 20 wt %), dan gas tidak terkondensasi (10 – 20 wt %).




                                                                                123
Gambar 35. Proses pembuatan bio oil



Deskripsi Proses Green Diesel
       Green diesel merupakan cairan menyerupai bahan bakar solar yang sangat
bersih, yang dihasilkan melalui kombinasi antara gasifikasi biomasa (GB) dan
sintesis Fischer-Tropsch (FT). Pada proses ini biomasa digasifikasi untuk
menghasilkan gas atau biosyngas yang kaya akan H2 dan CO. Setelah
pembersihan, biosyngas bisa digunakan sebagai gas umpan pada reaktor sistesis
FT dimana H2 dan CO dirubah menjadi hidrokarbon rantai panjang yang
kemudian dirubah menjadi green diesel pada proses berikutnya. Pada sintesis FT
satu mol CO bereaksi dengan dua mol H2 membentuk hidrokarbon rantai lurus
alifatik (CxHy). Katalis FT biasanya berbasis besi atau kobalt. Sekitar 20% dari
energi kimia dilepaskan sebagai panas pada reaksi eksotermik ini:




                                                                             124
CO + 2H2 → - (CH2) - + H2O
       (1)
Mengikuti persamaan 1, reaksi FT mengkonsumsi hidrogen dan karbon
monoksida dengan perbandingan H2/CO = 2. Jika rasio dalam gas umpan lebih
rendah, bisa disesuaikan dengan reaksi Water-Gas Shift (WGS).
       CO + H2O ↔ CO2 + H2
       (2)
       Katalis FT berbasis besi menunjukkan aktivitas WGS dan perbandingan
H2/CO disesuaikan di dalam reaktor sintesis. Pada kasus katalis berbasis kobalt,
perbandingan perlu disesuaikan sebelum sintesis FT. Kondisi umum operasi untuk
sintesis FT adalah temperatur 200-250ºC dan tekanan 25-60 bar. Polimerisasi
menghasilkan produk dalam beberapa fraksi, terdiri atas fraksi hidrokarbon-
hidrokarbon ringan (C1 dan C2), LPG (C3-C4), nafta (C5-C11), diesel (C9-C20), dan
lilin (>C20). Distribusi produk tergantung dari katalis dan kondisi operasi proses.
Dalam kaitan dengan produksi green diesel, kondisi proses bisa dipilih untuk
menghasilkan jumlah maksimum dari produk pada rentang diesel. Bagaimanapun
juga, hasil diesel yang lebih tinggi bisa dicapai ketika sintesis FT dioptimasikan
melalui produksi lilin. Lilin ini bisa dipecah untuk menghasilkan predominan
diesel. Untuk proses ini diperlukan hidrogen tambahan, yang bisa diproduksi dari
produk samping syngas yang dirubah secara sempurna menjadi hidrogen melalui
reaksi Water-Gas Shift WGS (2).




                                                                               125
3. Analisis Ekonomi Investasi Bioenergi dari Kelapa Sawit

A. Analisis finansial budidaya kelapa sawit
       Budidaya kelapa sawit merupakan salah satu usaha pertanian yang banyak
diminati investor. Tingginya produktivitas lahan serta aspek pasar yang sangat
prospektif menjadi pendorong tingginya investasi di bidang ini. Budidaya kelapa
sawit sangat identik dengan skala budidaya yang besar, meskipun demikian tidak
menutup kemungkinan usaha pada skala yang lebih kecil. Pada umumnya skala
budidaya kelapa sawit yang besar dilakukan jika pihak pengusaha bermaksud
mendirikan juga unit pengolahannya, sedangkan untuk skala yang lebih kecil
dilakukan dengan memproduksi TBS yang dijual kepada pengumpul. Jika ingin
mendirikan pabrik pengolahan sendiri, hingga diperoleh CPO, luas areal
perkebunan kelapa sawit minimal adalah 6.000 ha. Berikut ini adalah analisis
usaha budidaya kelapa sawit skala 6.000 ha.
Pada analisis ini, asumsi-asumsi yang digunakan antara lain :
   •   Luas lahan budidaya adalah 6.000 ha, dengan tingkat kesesuaian lahan
       untuk perkebunan sawit kelas 3 (S3).
   •   Populasi kebun 143 pohon/ha
   •   Jumlah bibit cadangan 10% dari total kebutuhan bibit
   •   Produktivitas lahan sesuai dengan tingkat kesesuaian lahan (S3)
   Umur     Produktivitas (ton/ha/thn)    Umur      Produktivitas (ton/ha/thn)
  3                     6                15                    24
  4                    10                16                    23
  5                    14                17                    22
  6                    18                18                    22
  7                    23                19                    21
  8                    25                20                    20
  9                    25                21                    19
  10                   25                22                    18
  11                   25                23                    17
  12                   25                24                    16
  13                   25                25                    15
  14                   24




                                                                                 126
•     Kelapa mulai berproduksi pada tahun ke 3 dan dapat berproduksi hingga
          tahun ke 25.
    •     Hasil dari kebun dijual kepada pengumpul dengan harga TBS adalah Rp.
          600/kg.


BIAYA
          Pendirian kebun kelapa sawit seluas 6.000 ha memerlukan biaya investasi
dan biaya operasional yang dikeluarkan selama umur proyek (25 tahun). Biaya
investasi terdiri dari biaya pembelian peralatan sebesar Rp. 2,178,000,000,- dan
biaya pengadaan sarana penunjang sebesar Rp.7,736,850,000,- termasuk di
dalamnya lahan, bangunan, peralatan kantor serta sarana transportasi. Investasi
untuk peralatan dilakukan setiap tahun dengan nilai investasi yang berbeda-beda.
Komponen biaya investasi pendirian kebun budidaya kelapa sawit 6.000 ha untuk
tahun pertama disajikan pada Tabel 34. Secara rinci, biaya investasi disajikan
pada Lampiran 1.
Tabel 34. Kebutuhan investasi kebun budidaya kelapa sawit 6.000 ha
               Uraian Investasi                  Total Biaya (Rp)
A Fasilitas penunjang
  1. Kantor                                            200,000,000
  2. Kendaraan, infrastruktur kebun                  7,520,000,000
  3. Fasilitas penunjang kantor                         16,850,000

B       Peralatan budidaya                           2,178,000,000
        Total Investasi                              9,914,850,000

Biaya operasional untuk penanaman dan persiapan lahan adalah sebesar Rp.
8,760,000,000 untuk biaya tenaga kerja dan Rp. 11,068,200,000,- untuk
pembelian bahan. Rincian biaya operasional tersebut disajikan pada Tabel 35.




                                                                               127
Tabel 35 . Rincian biaya operasional kebun budidaya kelapa sawit tahun pertama
     Tenaga Kerja                     Jumlah    Satuan   Harga/satuan    Total Biaya (Rp)
 1   Pembukaan lahan                   168000   HOK            20,000       3,360,000,000
 2   Pembuatan jalan dan drainase       96000   HOK            20,000       1,920,000,000
 3   Pembuatan lubang tanam             48000   HOK            20,000          960,000,000
 4   Pemupukan pada lubang tanam        18000   HOK            20,000          360,000,000
 5   Penanaman bibit                   108000   HOK            20,000       2,160,000,000

     Total Biaya TK                                                         8,760,000,000

   Bahan
 1 bibit sawit                        858000 batang             12,000     10,296,000,000
 2 Pupuk
    SA                                     0    kg               2,600                  0
    TSP                               429000    kg               1,800        772,200,000
    KCl                                    0    kg               3,500                  0
    Kieserite                              0    kg               1,200                  0
    Borium                                 0    kg               2,000                  0
    ZA                                     0    kg               1,200                  0
    MOP                                    0    kg               3,000                  0
 3 Pestisida                               0    L               50,000                  0
   Total biaya Bahan                                                       11,068,200,000


Biaya operasional untuk tahun pertama dan seterusnya disajikan pada Tabel 36
dan secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.


Tabel 36. Biaya operasional budidaya kelapa sawit selama umur ekonomi proyek
                        Biaya operasional
     Tahun
                Tenaga kerja (Rp)     Bahan (Rp)
Tahun 1             17,040,000,000   8,510,160,000
Tahun 2             14,640,000,000 10,732,380,000
Tahun 3             12,006,400,000 11,109,900,000
Tahun 4             12,006,400,000   7,377,600,000
Tahun 5             12,006,400,000   7,377,600,000
Tahun 6             12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 7             12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 8             12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 9             12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 10            12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 11            12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 12            12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 13            12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 14            12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 15            12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 16            12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 17            12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 18            12,006,400,000 14,070,000,000



                                                                            128
Tahun 19            12,006,400,000   14,070,000,000
Tahun 20            12,006,400,000   14,070,000,000
Tahun 21            12,006,400,000   14,070,000,000
Tahun 22            12,006,400,000   14,070,000,000
Tahun 23            12,006,400,000   14,070,000,000
Tahun 24            12,006,400,000   14,070,000,000
Tahun 25            12,006,400,000   14,070,000,000


PENDAPATAN
       Pendapatan kebun kelapa sawit dihasilkan dari penjualan Tandan Buah
Sawit (TBS). Harga yang digunakan yaitu Rp.600.000,- per ton. Pada tahun ketiga
(pertama kali panen), asumsi produktivitas yang digunakan adalah 6 ton/ha/tahun.
Dengan produktivitas tersebut pada tahun ke 3 akan dihasilkan 36.000 ton TBS
dan mendatangkan pendapatan sebesar Rp. 21,600,000,000,-. Sedangkan pada
tahun ke 8-13, produktivitas lahan maksimal yaitu 25 ton/ha/tahun, maka pada
tahun 8 akan diperoleh pendapatan sebesar Rp. 90,000,000,000,-.


PROYEKSI ARUS KAS DAN KRITERIA KELAYAKAN USAHA
       Kelayakan usaha budidaya kelapa sawit dianalisis menggunakan proyeksi
arus kas dan perhitungan kriteria kelayakan yang terdiri dari NPV, IRR, Net B/C
serta PBP. Usaha dikatakan layak jika dapat memenuhi kewajiban finansial serta
dapat mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Proyeksi arus kas secara
lengkap disajikan pada Lampiran 3, adapun hasil perhitungan kriteria kelayakan
disajikan pada Tabel 37.
Tabel 37. Kriteria kelayakan usaha budidaya kelapa sawit
  Kriteria kelayakan              Nilai
NPV                        Rp. 91,840,709,247
IRR                               33%
B/C Ratio                         9.00
PBP                               6.98


       Dari perhitungan kriteria tersebut, terlihat bahwa usaha pendirian kebun
budidaya kelapa sawit layak dilakukan dan menguntungkan secara finansial.
Dengan umur proyek 25 tahun, nilai NPV adalah positif, nilai IRR lebih besar dari
tingkat suku bunga bank (33% > 15%), B/C ratio lebih besar dari 1 dan modal
yang dikeluarkan dapat kembali pada tahun ke 6.98.




                                                                             129
B. Analisis finansial biodiesel kelapa sawit
Asumsi perhitungan
       Dalam perhitungan analisis finansial biodiesel kelapa sawit, digunakan
beberapa asumsi yaitu umur ekonomi proyek 20 tahun, kapasitas produksi 6.000
ton/tahun serta beberapa parameter lainnya yang disajikan pada Tabel 38.
Tabel 38. Asumsi-asumsi pada Unit Pengolahan Biodiesel Kelapa Sawit
 1 Kapasitas Produksi
   Kapasitas operasi                 100%           60,000    ton per tahun
 2 Keuangan
   Debt Equity Ratio                  70%             30%
   Bunga
   - Investasi                                        12%       per tahun
   - Modal kerja                                      12%       per tahun
   Pembayaran
   - Investasi                                           8        tahun
   - Modal kerja                                         5        tahun
   Depresiasi                                           10        tahun
 3 Utilitas dan konsumsi
   Uap 5 bar                                       150,000       Rp/ton
   Listrik                                             552      Rp/KWH
   Air pendingin                                       460       Rp/m3
   Air untuk proses                                  9,200       Rp/m3
   Air sisa                                         13,800       Rp/m3
   Nitrogen cair                                     2,760       Rp/kg
   Lain-lain                                        23,000     Rp/ton B-D
 4 Bahan baku (kimia)
   CPO                                           4,000,000       Rp/ton
   Metanol                                       2,760,000       Rp/ton
   KOH                                           7,360,000       Rp/ton
   H2SO4                                         1,380,000       Rp/ton
   Bahan tambahan 1                             16,560,000       Rp/ton
   Bahan tambahan 2                             11,960,000       Rp/ton
 5 Biaya lain
                                               4,600,000,00
    Orang/tenaga kerja                                    0     Rp/tahun
                                               2,300,000,00
    Pengawasan dan over head                              0     Rp/tahun
    Pemeliharaan                                    529,759     Rp/tahun
                                               3,680,000,00
    Asuransi                                              0     Rp/tahun
                                               2,208,000,00
    Lab/Quality control                                   0     Rp/tahun
                                               1,380,000,00
    Biaya pemasaran                                       0     Rp/tahun
                                               1,840,000,00
   Lain-lain                                              0     Rp/tahun
 6 Harga produk




                                                                              130
Bio Diesel                                   7,176,000        Rp/ton
     Gliserol teknis                              2,760,000        Rp/ton




Investasi
       Biaya investasi untuk pendirian pabrik biodiesel terdiri dari biaya proyek,
dan modal kerja. Biaya proyek merupakan seluruh modal awal yang diperlukan
untuk pengadaan tanah, bangunan dan peralatan juga biaya IDC (Interest during
construction). IDC adalah biaya bunga yang dihasilkan selama pendirian pabrik
(perhitungan disajikan pada Lampiran 4). Sedangkan modal kerja adalah modal
yang dikeluarkan untuk keperluan pengadaan bahan baku, bahan pembantu,
tenaga kerja dan biaya operasional untuk menjalankan usaha.
       Total investasi yang diperlukan sebesar Rp. 282,247,920,262,- dimana
modal tersebut diperoleh dari pinjaman dan modal sendiri dengan Debt Equity
Ratio (70:30). Rincian biaya investasi disajikan pada Tabel 39.
       Modal kerja terdiri dari biaya variabel yang jumlahnya tergantung pada
jumlah biodiesel yang dihasilkan dan biaya tetap yang nilainya tidak dipengaruhi
oleh kapasitas produksi. Modal kerja yang digunakan adalah modal kerja tertinggi
yaitu pada saat pabrik telah beroperasi maksimal (100%) dan dikali dengan faktor
konversi 1.5 yaitu sebesar Rp. 57,229,724,407,-. yang merupakan biaya
operasional bahan baku selama 30 hari dan inventory 60 hari.
Tabel 39. Investasi pendirian pabrik biodiesel sawit
 1 Biaya Investasi                       OSBL             ISBL               TOTAL
   Pengeluaran pra-proyek             3,413,200,000                0        3,413,200,000
   Lahan                              2,760,000,000                0        2,760,000,000
   Pengolahan air                       920,000,000                0          920,000,000
                                      11,040,000,00
    Loading arm                                   0                0     11,040,000,000
                                      15,927,406,96
    Power plant                                   1                 0    15,927,406,961
                                                       147,200,000,00
    Pabrik                                        0                 0   147,200,000,000
    Pajak PPn 10% & Pajak lain        3,406,060,696    14,720,000,000    18,126,060,696
                                      37,466,667,65    161,920,000,00
   Biaya Proyek                                   7                 0   199,386,667,657
 2 IDC                                                                   17,410,714,986
   Total Biaya Proyek                                                   216,797,382,643




                                                                                  131
3 Modal kerja                                                          57,229,724,407
     4 Biaya finansial                                                       8,220,813,212
       Total Investasi                                                     282,247,920,262


            Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku dan bahan tambahan, utilitas
    dan konsumsi serta transportasi produk. Rincian biaya operasional dengan
    kapasitas pabrik maksimal (100%) disajikan pada Tabel 40.


    Tabel 40. Biaya Operasional Pabrik biodiesel kapasitas 6.000 ton/tahun
    Deskripsi                   Konsumsi    Satuan         Harga/satuan          Total
A   Biaya Variabel
    Bahan baku/kimia
        CPO                        1.07     Ton/Ton B-D        4,000,000     256,800,000,000
        Metanol                   0.115     Ton/Ton B-D        2,760,000      19,044,000,000
        KOH                       0.016     Ton/Ton B-D        7,360,000       7,065,600,000
        H2SO4                     0.001     Ton/Ton B-D        1,380,000          82,800,000
        Bahan tambahan 1          0.003     Ton/Ton B-D       16,560,000       2,980,800,000
        Bahan tambahan 2          0.001     Ton/Ton B-D       11,960,000         717,600,000
                                Sub Total                                    286,690,800,000
    Utilitas dan Konsumsi
          Uap 5 bar                0.67     Ton/Ton B-D         150,000        6,030,000,000
                                            kWh/Ton B-
        Listrik                   67.15          D                  552        2,224,008,000
        Air pendingin              1.68     m3/Ton B-D              460           46,368,000
        Air untuk proses           0.17     m3/Ton B-D            9,200           93,840,000
        Air sisa                   0.17     m3/Ton B-D           13,800          140,760,000
        Nitrogen cair              0.84      kg/Ton B-D           2,760          139,104,000
        Lain-lain                  2.1      Rp/Ton B-D           23,000        2,898,000,000
                                Sub Total                                     11,572,080,000
    Total Biaya Variabel (A)                                                 298,262,880,000
B   Biaya Tetap
    Orang/tenaga kerja              1          Rp/Tahun    4,600,000,000       4,600,000,000
    Pengawasan dan over head        1          Rp/Tahun    2,300,000,000       2,300,000,000
    Perawatan                       1          Rp/Tahun          529,759             529,759
    Asuransi                        1          Rp/Tahun    3,680,000,000       3,680,000,000
    Lab/Quality control             1          Rp/Tahun    2,208,000,000       2,208,000,000
    Biaya pemasaran                 1          Rp/Tahun    1,380,000,000       1,380,000,000
    Lain-lain                       1          Rp/Tahun    1,840,000,000       1,840,000,000
    Depresiasi                  Tahun (Straight line)                         21,679,738,264
    Bunga                                      Rp/Tahun                       18,248,864,568

    Total Biaya Tetap                                                         55,937,132,592
    Total Biaya Produksi                                                     354,200,012,592


    Produksi dan Pendapatan Usaha




                                                                                    132
Dengan kapasitas produksi 6.000 ton biodiesel per tahun, dan harga jual
Rp. 7.176.000,- per ton biodiesel maka akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp
430,560,000,000,-. Pendapatan dari pabrik biodiesel akan bertambah dengan
penjualan   gliserol   dan    potasium      sulfat   masing-masing   sebesar    Rp.
16,449,600,000,- dan Rp. 2,433,216,000,-. Secara lengkap produksi dan
pendapatan usaha biodiesel kelapa sawit disajikan pada Lampiran 5.




Arus kas dan kriteria kelayakan usaha
       Kelayakan industri bioetanol berbahan baku sagu dianalisis menggunakan
proyeksi arus kas dan perhitungan kriteria kelayakan yang terdiri dari NPV dan
IRR. Usaha dikatakan layak jika dapat memenuhi kewajiban finansial serta dapat
mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Proyeksi arus kas secara lengkap
disajikan pada Lampiran 6. Adapun hasil perhitungan kriteria kelayakan disajikan
pada Tabel 41.
Tabel 41. Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi industri biodiesel sawit
  Kriteria investasi           Nilai
IRR                               19.57%
NPV                       167,565,686,218


Dari perhitungan kriteria tersebut, terlihat bahwa usaha pendirian industri
biodiesel kelapa layak dilakukan dan menguntungkan secara finansial. Dengan
umur proyek 20 tahun, nilai NPV positif dan IRR lebih besar dari tingkat suku
bunga bank (19.57% > 12%).




                                                                                133

Contenu connexe

Tendances

Ppt Biologi Dasar Kultur jaringan
Ppt Biologi Dasar  Kultur jaringanPpt Biologi Dasar  Kultur jaringan
Ppt Biologi Dasar Kultur jaringanbesse fatimah
 
Laporan Praktikum Budidaya Jamur Tiram
Laporan Praktikum Budidaya Jamur TiramLaporan Praktikum Budidaya Jamur Tiram
Laporan Praktikum Budidaya Jamur TiramGoogle
 
Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan Bawang Merah
Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan Bawang MerahPengaruh Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan Bawang Merah
Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan Bawang MerahNovi Widyawati
 
Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3Arif nor fauzi
 
Laporan praktikum 6 bunga majemuk (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 6 bunga majemuk (morfologi tumbuhan)Laporan praktikum 6 bunga majemuk (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 6 bunga majemuk (morfologi tumbuhan)Maedy Ripani
 
Laporan praktikum biologi Pertumbuhan dan Perkembangan
Laporan  praktikum biologi Pertumbuhan dan PerkembanganLaporan  praktikum biologi Pertumbuhan dan Perkembangan
Laporan praktikum biologi Pertumbuhan dan PerkembanganWafiqhah Abbas
 
contoh laporan uji benih
contoh laporan uji benihcontoh laporan uji benih
contoh laporan uji benihRiva Anggraeni
 
Macam macam hormon tumbuhan
Macam macam hormon tumbuhanMacam macam hormon tumbuhan
Macam macam hormon tumbuhanradar radius
 
Laporan praktikum mitosis akar Allium cepa
Laporan praktikum mitosis akar Allium cepaLaporan praktikum mitosis akar Allium cepa
Laporan praktikum mitosis akar Allium cepaNor Hidayati
 
Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan pratikum 3 (2)
Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan pratikum 3 (2)Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan pratikum 3 (2)
Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan pratikum 3 (2)Inten Aja Deh
 
Bab 2 metabolisme
Bab 2 metabolismeBab 2 metabolisme
Bab 2 metabolismerradityaaa
 
Ppt fotoperiodisme,
Ppt fotoperiodisme, Ppt fotoperiodisme,
Ppt fotoperiodisme, Winny Limbong
 
Presentasi Organ Tumbuhan Akar
Presentasi Organ Tumbuhan AkarPresentasi Organ Tumbuhan Akar
Presentasi Organ Tumbuhan AkarStevan Lucky
 
3.anatomi tumbuhan batang
3.anatomi tumbuhan batang3.anatomi tumbuhan batang
3.anatomi tumbuhan batangL Anshori
 
Kultur Jaringan (Presentasi Biologi SMA)
Kultur Jaringan (Presentasi Biologi SMA)Kultur Jaringan (Presentasi Biologi SMA)
Kultur Jaringan (Presentasi Biologi SMA)Annisa Dinandya
 
Laporan praktikum kemurnian benih
Laporan praktikum kemurnian benihLaporan praktikum kemurnian benih
Laporan praktikum kemurnian benihTidar University
 

Tendances (20)

Ppt Biologi Dasar Kultur jaringan
Ppt Biologi Dasar  Kultur jaringanPpt Biologi Dasar  Kultur jaringan
Ppt Biologi Dasar Kultur jaringan
 
Bunga sawit
Bunga sawitBunga sawit
Bunga sawit
 
Laporan Praktikum Budidaya Jamur Tiram
Laporan Praktikum Budidaya Jamur TiramLaporan Praktikum Budidaya Jamur Tiram
Laporan Praktikum Budidaya Jamur Tiram
 
Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan Bawang Merah
Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan Bawang MerahPengaruh Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan Bawang Merah
Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan Bawang Merah
 
Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3
 
Laporan praktikum 6 bunga majemuk (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 6 bunga majemuk (morfologi tumbuhan)Laporan praktikum 6 bunga majemuk (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 6 bunga majemuk (morfologi tumbuhan)
 
Laporan praktikum biologi Pertumbuhan dan Perkembangan
Laporan  praktikum biologi Pertumbuhan dan PerkembanganLaporan  praktikum biologi Pertumbuhan dan Perkembangan
Laporan praktikum biologi Pertumbuhan dan Perkembangan
 
contoh laporan uji benih
contoh laporan uji benihcontoh laporan uji benih
contoh laporan uji benih
 
Makalah_57 Makalah laporan praktikum
Makalah_57 Makalah laporan praktikumMakalah_57 Makalah laporan praktikum
Makalah_57 Makalah laporan praktikum
 
Macam macam hormon tumbuhan
Macam macam hormon tumbuhanMacam macam hormon tumbuhan
Macam macam hormon tumbuhan
 
Laporan praktikum mitosis akar Allium cepa
Laporan praktikum mitosis akar Allium cepaLaporan praktikum mitosis akar Allium cepa
Laporan praktikum mitosis akar Allium cepa
 
Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan pratikum 3 (2)
Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan pratikum 3 (2)Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan pratikum 3 (2)
Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan pratikum 3 (2)
 
Minyak zaitun donna
Minyak zaitun donnaMinyak zaitun donna
Minyak zaitun donna
 
Bab 2 metabolisme
Bab 2 metabolismeBab 2 metabolisme
Bab 2 metabolisme
 
Ppt fotoperiodisme,
Ppt fotoperiodisme, Ppt fotoperiodisme,
Ppt fotoperiodisme,
 
Presentasi Organ Tumbuhan Akar
Presentasi Organ Tumbuhan AkarPresentasi Organ Tumbuhan Akar
Presentasi Organ Tumbuhan Akar
 
3.anatomi tumbuhan batang
3.anatomi tumbuhan batang3.anatomi tumbuhan batang
3.anatomi tumbuhan batang
 
Etilen
EtilenEtilen
Etilen
 
Kultur Jaringan (Presentasi Biologi SMA)
Kultur Jaringan (Presentasi Biologi SMA)Kultur Jaringan (Presentasi Biologi SMA)
Kultur Jaringan (Presentasi Biologi SMA)
 
Laporan praktikum kemurnian benih
Laporan praktikum kemurnian benihLaporan praktikum kemurnian benih
Laporan praktikum kemurnian benih
 

En vedette (20)

IBM1_Pengantar Minyak dan Lemak
IBM1_Pengantar Minyak dan LemakIBM1_Pengantar Minyak dan Lemak
IBM1_Pengantar Minyak dan Lemak
 
HACCP
HACCPHACCP
HACCP
 
minyak nabati
minyak nabatiminyak nabati
minyak nabati
 
Sawit bagian-a
Sawit bagian-aSawit bagian-a
Sawit bagian-a
 
Jurnal briket arang
Jurnal briket arangJurnal briket arang
Jurnal briket arang
 
Proposal
ProposalProposal
Proposal
 
Kd ii meeting 5 (tep thp)-rev (1) (Asam karboksilat)
Kd ii meeting 5 (tep thp)-rev (1) (Asam karboksilat)Kd ii meeting 5 (tep thp)-rev (1) (Asam karboksilat)
Kd ii meeting 5 (tep thp)-rev (1) (Asam karboksilat)
 
Enzim biopros
Enzim bioprosEnzim biopros
Enzim biopros
 
Benzena kelompok 11
Benzena   kelompok 11Benzena   kelompok 11
Benzena kelompok 11
 
RPIDA Kabupaten Bangka Barat versi FGD Kemenperin
RPIDA Kabupaten Bangka Barat versi FGD KemenperinRPIDA Kabupaten Bangka Barat versi FGD Kemenperin
RPIDA Kabupaten Bangka Barat versi FGD Kemenperin
 
Biodiesel presentasi
Biodiesel presentasiBiodiesel presentasi
Biodiesel presentasi
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitian
 
Biofuel sbg bhn_bakar_alternatif3
Biofuel sbg bhn_bakar_alternatif3Biofuel sbg bhn_bakar_alternatif3
Biofuel sbg bhn_bakar_alternatif3
 
Formulasi produk pangan darurat
Formulasi produk pangan daruratFormulasi produk pangan darurat
Formulasi produk pangan darurat
 
Proses pengolahan minyak_kelapa
Proses pengolahan minyak_kelapaProses pengolahan minyak_kelapa
Proses pengolahan minyak_kelapa
 
Turbin gas
Turbin gasTurbin gas
Turbin gas
 
Makalah kimia fraksi minyak bumi
Makalah kimia fraksi minyak bumiMakalah kimia fraksi minyak bumi
Makalah kimia fraksi minyak bumi
 
Biodiesel
BiodieselBiodiesel
Biodiesel
 
lipstik
lipstiklipstik
lipstik
 
Proposal Kerja sama peminjaman modal kebun singkong
Proposal Kerja sama peminjaman modal kebun singkongProposal Kerja sama peminjaman modal kebun singkong
Proposal Kerja sama peminjaman modal kebun singkong
 

Similaire à OPTIMALKAN

Tugas tanaman industri
Tugas tanaman industriTugas tanaman industri
Tugas tanaman industriAsep Red Cliff
 
Bioindustri hadia atu ba bimbing pemanfaatan minyak sterculia foetida linn se...
Bioindustri hadia atu ba bimbing pemanfaatan minyak sterculia foetida linn se...Bioindustri hadia atu ba bimbing pemanfaatan minyak sterculia foetida linn se...
Bioindustri hadia atu ba bimbing pemanfaatan minyak sterculia foetida linn se...Zino Almeida
 
Unsur iklm dalam kelapa sawit
Unsur iklm dalam kelapa sawitUnsur iklm dalam kelapa sawit
Unsur iklm dalam kelapa sawitWidi Wellan
 
Unsur iklm dalam kelapa sawit
Unsur iklm dalam kelapa sawitUnsur iklm dalam kelapa sawit
Unsur iklm dalam kelapa sawitWidi Wellan
 
Teknis budidaya jarak
Teknis budidaya jarakTeknis budidaya jarak
Teknis budidaya jaraksujononasa
 
Laporan Agronomi Tanaman Makanan 1
Laporan Agronomi Tanaman Makanan 1Laporan Agronomi Tanaman Makanan 1
Laporan Agronomi Tanaman Makanan 145454567
 
Pelajaran budidaya tanaman tahunan
Pelajaran budidaya tanaman tahunanPelajaran budidaya tanaman tahunan
Pelajaran budidaya tanaman tahunangabriellapatric
 
Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...
Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...
Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...izzahatifah
 
Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...
Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...
Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...izzahatifah
 
Pohon Produksi Pohon Kelapa
Pohon Produksi Pohon KelapaPohon Produksi Pohon Kelapa
Pohon Produksi Pohon KelapaRizki Basuki
 
PERENCANAAN OPTIMASI TRANSPORTASI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) DI PERKEBUNAN KELAP...
PERENCANAAN OPTIMASI TRANSPORTASI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) DI PERKEBUNAN KELAP...PERENCANAAN OPTIMASI TRANSPORTASI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) DI PERKEBUNAN KELAP...
PERENCANAAN OPTIMASI TRANSPORTASI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) DI PERKEBUNAN KELAP...Tirta Yoga
 

Similaire à OPTIMALKAN (20)

Tugas tanaman industri
Tugas tanaman industriTugas tanaman industri
Tugas tanaman industri
 
Budidaya Kelapa 1.ppt
Budidaya Kelapa 1.pptBudidaya Kelapa 1.ppt
Budidaya Kelapa 1.ppt
 
Budidaya tanman kelapa
Budidaya tanman kelapaBudidaya tanman kelapa
Budidaya tanman kelapa
 
Bioindustri hadia atu ba bimbing pemanfaatan minyak sterculia foetida linn se...
Bioindustri hadia atu ba bimbing pemanfaatan minyak sterculia foetida linn se...Bioindustri hadia atu ba bimbing pemanfaatan minyak sterculia foetida linn se...
Bioindustri hadia atu ba bimbing pemanfaatan minyak sterculia foetida linn se...
 
Unsur iklm dalam kelapa sawit
Unsur iklm dalam kelapa sawitUnsur iklm dalam kelapa sawit
Unsur iklm dalam kelapa sawit
 
Unsur iklm dalam kelapa sawit
Unsur iklm dalam kelapa sawitUnsur iklm dalam kelapa sawit
Unsur iklm dalam kelapa sawit
 
Minggu 2 botani
Minggu 2   botaniMinggu 2   botani
Minggu 2 botani
 
Teknis budidaya jarak
Teknis budidaya jarakTeknis budidaya jarak
Teknis budidaya jarak
 
Tanaman Pangan Porang
Tanaman Pangan PorangTanaman Pangan Porang
Tanaman Pangan Porang
 
Budi daya buah naga
Budi daya buah nagaBudi daya buah naga
Budi daya buah naga
 
Laporan Agronomi Tanaman Makanan 1
Laporan Agronomi Tanaman Makanan 1Laporan Agronomi Tanaman Makanan 1
Laporan Agronomi Tanaman Makanan 1
 
Pelajaran budidaya tanaman tahunan
Pelajaran budidaya tanaman tahunanPelajaran budidaya tanaman tahunan
Pelajaran budidaya tanaman tahunan
 
Makalah perkebunan kelapa sawit
Makalah perkebunan kelapa sawitMakalah perkebunan kelapa sawit
Makalah perkebunan kelapa sawit
 
Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...
Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...
Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...
 
Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...
Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...
Pengaruh pemotongan tahap deodorisasi dalam pembuatan margarin dari minyak bi...
 
Fild stadi tanaman cacao
Fild stadi tanaman cacaoFild stadi tanaman cacao
Fild stadi tanaman cacao
 
Pohon Produksi Pohon Kelapa
Pohon Produksi Pohon KelapaPohon Produksi Pohon Kelapa
Pohon Produksi Pohon Kelapa
 
PERENCANAAN OPTIMASI TRANSPORTASI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) DI PERKEBUNAN KELAP...
PERENCANAAN OPTIMASI TRANSPORTASI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) DI PERKEBUNAN KELAP...PERENCANAAN OPTIMASI TRANSPORTASI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) DI PERKEBUNAN KELAP...
PERENCANAAN OPTIMASI TRANSPORTASI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) DI PERKEBUNAN KELAP...
 
Jahe
JaheJahe
Jahe
 
Makalah Kayu putih
Makalah Kayu putih Makalah Kayu putih
Makalah Kayu putih
 

OPTIMALKAN

  • 1. B. PROFIL INVESTASI BIOFUEL DARI KELAPA SAWIT 1. Teknik Budidaya Tanaman Kelapa Sawit A. Nama lain dari tanaman kelapa sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang sangat penting. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia di pelopori oleh Adrien Hallet, berkebangsaan Belgia, yang telah mempunyai pengalaman menanam kelapa sawit di Afrika. Penanaman kelapa sawit yang pertama di Indonesia dilakukan oleh beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit seperti pembukaan kebun di Tanah Itam Ulu oleh Maskapai Oliepalmen Cultuur, di Pulau Raja oleh Maskapai Huilleries de Sumatra – RCMA, dan di sungai Liput oleh Palmbomen Cultuur Mij. B. Gambaran Umum Kelapa Sawit Morfologi Kelapa Sawit a. Akar Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Radikula (bakar akar) pada bibit terus tumbuh memanjang ke arah bawah selama enam bulan terus-menerus dan panjang akarnya mencapai 15 cm. Akar primer kelapa sawit terus berkembang. Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Serabut primer ini akan bercabang manjadi akar sekunder ke atas dan ke bawah. Akhirnya, cabang- cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa mencapai 8 meter dan 16 meter secara horizontal. b. Batang Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis dan enak dimakan. 82
  • 2. Di batang tanaman kelapa sawit terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas walaupun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas. c. Daun Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupai bulu burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua sisisnya. Anak-anak daun (foliage leaflet) tersusun berbaris dua sampai ke ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun d. Bunga dan buah Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyrbukan silang (cross pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan atau serangga penyerbuk. Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicrap), daging buah (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak, kulit biji (endocrap) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo). Lembaga (embryo) yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah. 1. Arah tegak lurus ke atas (fototropy), disebut dengan plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun 2. Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy) disebut dengan radicula yang selanjutnya akan menjadi akar. Plumula tidak keluar sebelum radikulanya tumbuh sekitar 1 cm. Akar- akar adventif pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula- hipokotil dan seterusnya membentuk akar-akar sekunder sebelum daun 83
  • 3. pertama muncul. Bibit kelapa sawit memerlukan waktu 3 bulan untuk memantapkan dirinya sebagai organisme yang mampu melakukan fotosintesis dan menyerap makanan dari dalam tanah. Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan setelah matang menjadi merah kuning (oranye). Jika sudah berwarna oranye, buah mulai rontok dan berjatuhan (buah leles). e. Biji Setiap jenis kelapa sawit memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda. Biji dura afrika panjangnya 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4 gram, sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13 gram per biji, dan biji tenera afrika rata-rata memiliki bobot 2 gram per biji. Biji kelapa sawit umumnya memiliki periode dorman (masa non- aktif). Perkecambahannya dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan keberhasilan sekitar 50%. Agar perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat dan tingkat keberhasilannya lebih tinggi, biji kelapa sawit memerlukan pre- treatment. Jenis Kelapa Sawit. Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut : 1. Dura memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah tipis, dan rendemen minyak 15-17%. 2. Tenera memiliki cangkang agak tipis (2-3 mm), daging buah tebal, dan rendemen minyak 21-23%. 3. Pisifera memiliki cangkang yang sangat tipis, tetapi daging buahnya tebal dan bijinya kecil. Rendemen minyaknya tinggi (lebih dari 23%). Tandan buahnyahampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak yang dihasilkan sedikit. 84
  • 4. C. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman kelapa sawit (palm oil) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Ordo : Palmales Famili : Palmae Sub – Famili : Cocoidae Spesies : 1. Elaeis guineensis Jacq (Kelapa sawit Afrika) 2. Elaeis melanococca atau Corozo oleifera (kelapasawit Amerika Latin) Varietas/Tipe : Digolongkan berdasarkan : 1. Tebal tipisnya cangkang (endocarp) : dikenal ada tiga varietas/tipe, yaitu Dura, Pisifera, dan Tenera. 2. Warna buah : dikenal tiga tipe yaitu Nigrescens, Virescens, dan Albescens D. Syarat Tumbuh Kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan – hutan, lalu dibudidayakan. Tanaman kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan yang baik agar mampu tumbuh dan berproduksi secara optimal. Keadaan iklim dan tanah merupakan faktor utama bagi pertumbuhan kelapa sawit, di samping faktor – faktor lainnya seperti sifat genetika, perlakuan budidaya, dan penerapan teknologi lainnya. Iklim Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik antara garis lintang 130 Lintang Utara dan 120 Lintang Selatan, terutama di kawasan Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Keadaan iklim yang dikehendaki oleh kelapa sawit secara umum adalah sebagai berikut : 1. Curah Hujan Tanaman Kelapa sawit menghendaki curah hujan 1.500 – 4.000 mm per tahun, tetapi curah hujan optimal 2.000 – 3.000 mm per tahun, dengan jumlah hari hujan tidak lebih dari 180 hari per tahun. Pembagian hujan yang merata dalam satu tahunnya berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan vegetatif lebih dominan daripada pertumbuhan generatif, sehingga bunga atau buah yang terbentuk relatif lebih sedikit. Namun curah hujan yang terlalu tinggi 85
  • 5. kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan kebun karena mengganggu kegiatan di kebun seperti pemeliharaan tanaman, kelancaran transportasi, pembakaran sisa-sisa tanaman pada pembukaan kebun, dan terjadinya erosi. Contoh Keadaan curah hujan yang baik adalah di kawasan Sumatera utara, yakni berkisar antara 2.000 – 4.000 mm per tahun, dengan musim kemarau jatuh pada bulan juni sampai september, tetapi masih ada hujan turun yang menyediakan kebutuhan air bagi tanaman. Keadaan iklim yang demikian mendorong kelapa sawit membentuk bunga dan buah secara terus menerus, sehingga diperoleh hasil buah yang tinggi. Di jawa, tanaman kelapa sawit berkembang di daerah Banten Selatan yang iklimnya relatif cukup basah. Sedangkan di Indonesia bagian timur, misalnya di Kalimantan Timur, yang musim kemaraunya tegas dan berlangsung selama 4-5 bulan seringkali menyebabkan kerusakan bahkan kematian pada tanaman kelapa sawit. Keadaan curah hujan yang kurang dari 2.000 mm per tahun tidak berarti kurang baik bagi pertumbuhan kelapa sawit, asal tidak terjadi defisit air yaitu tidak tercapainya jumlah curah hujan minimum yang 2. Suhu dan Tinggi Tempat 3. Kelembapan dan Penyinaran Matahari Sifat Kimia Tanah Tanaman Kelapa sawit membutuhkan unsur hara dalam jumlah besar untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Karena itu, untuk mendapatkan produksi yang tinggi dibutuhkan kandungan unsur hara yang tinggi juga. Selain itu, pH tanah sebaiknya bereaksi asam dengan kisaran nilai 4,0 – 6,0 dan ber – pH optimum 5,0 – 5,5. E. Teknologi perbanyakan Tanaman Teknologi perbanyakan tanaman yang dapat dilakukan pada tanaman kelapa sawit adalah dengan kultur jaringan dan pembibitan untuk perbanyakan secara konvensional. 86
  • 6. Pembiakan Secara Kultur Jaringan Pada pembiakan secara kultur jaringan, bahan tanaman kelapa sawit dapat diperoleh dalam bentuk bibit atu klon hasil pembiakan secara kultur jaringan (tissue culture). Pengembangan kelapa sawit sistem kultur jaringan dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang terdapat pada bahan tanaman kelapa sawit yang berasal dari biji yang umumnya memiliki keragaman dalam produksi, kualitas minyak, pertumbuhan vegatatif, dan ketahanan terhadap hama – penyakit. Bibit kelapa sawit yang diperoleh dengan sistem kultur jaringan ini disebut dengan klon kelapa sawit. Pembuatan bibit klon dengan sistem kultur jaringan menggunakan bahan pembiakan yang berasal dari tanaman hasil persilangan antara Deli Dura dan Pisifera yang memiliki sifat – sifat unggul, yakni produksinya tinggi, pertumbuhan vegetatif seragam, kualitas minyak baik, dan toleran terhadap hama dan penyakit. Keuntungan pembiakan kelapa sawit dengan sistem kultur jaringan di antaranya adalah sebagai berikut :  Pembiakan suatu varietas unggul melalui sistem kultur jaringan berjalan dengan cepat, tidak terlalu tergantung pada musim dan dapat dilaksanakan dengan sistem produksi bibit yang terkendali.  Pengendalian sistem produk (bibit klon) secara menyeluruh sehingga produk (bibit) yang dihasilkan seragam.  Penyimpanan plasma nutfah untuk tujuan produksi dan bank gen dapat dilakukan secara efektif dan efisien.  Perbanyakan pohon yang toleran terhadap beberapa penyakit yang bersifat genetis dapat dilakukan secara mudah, misalnya penyakit crown disease, genetic orange spotting, dsb.  Program pemuliaan dapat dipersingkat karena pohon terpilih dari hasil pemuliaan langsung dapat diperbanyak secara vegetatif. Proses atau langkah – langkah pembiakan kelapa sawit dengan sistem kultur jaringan secara garis besarnya adalah sebagai berikut : 87
  • 7. a. Bahan Kultur jaringan Bahan kultur jaringan menggunakan pohon induk yang dipilih dari hasil persilangan pohon ibu dan pohon bapak tebaik dari varietas Deli Dura X Pisifera. Kriteria pemilihan pohon induk yang akan digunakan sebagai sel-sel pembiakan atau ortet adalah sebagai berikut : 1). Persilangan terpilih harus berproduksi 7 -9 ton minyak sawit/hektar/tahun dan pohon yang dipilih memiliki potensi produksi 9 – 11 ton minyak/hektar/tahun. 2). Kandungan asam lemak tidak jenuh di atas 54% 3). Bebas penyakit tajuk (crown disease). 4). Peninggian pohon berkisar antara 40 – 55 cm per tahun. b. Media Media untuk tempat menumbuhkan sel – sel pembiak adalah komponen yang tersusun dari senyawa kimia yang mampu mendukung perkembangan dan pertumbuhan jaringan. Media tumbuh ini terdiri atas unsur – unsur hara makro, mikro, protein, vitamin, mineral, dan hormon pada dosis tertentu sehingga memberikan hasil optimum bagi perkembangan jaringan. c. Metode Seperti telah dikemukakan di atas, perbanyakan bahan tanaman melalui kultur jaringan dapat menggunakan teknologi Inggris (Unilever) atau teknologi perancis (CIRAD – CP). Metode pembiakan kultur jaringan yang dilaksanakan oleh PPKS Medan adalah metode CIRAD – CP yang dilaksanakan melalui lima tahap kegiatan sebagai berikut. 1. Induksi Kalus Bahan biakan adalah daun kelapa sawit yang manis muda (daun ke – 4, ke – 5, ke – 6 atau ke – 7) dan masih aktif. Daun Kelapa sawit tersebut diiris melintang berukuran 1 cm. Dari satu pohon induk dapat diperoleh sebanyak 1.200 bahan biakan atau eksplan. 2. Pembentukan Embrio Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan embrio dari kalus berbeda - beda, tergantung pada klon yang digunakan. 3. Pembiakan Embrio 88
  • 8. Embrio muda dipindahkan ke media baru untuk pematangan sekaligus perbanyakannnya. Embrio tersebut dipelihara di dalam ruang pembiakan dengan intensitas cahaya 1.000 gross lux suhu 27 0C dan kelembaban udara 50% - 60%. Pematangan embrio membutuhkan waktu 2 – 4 bulan. Kemampuan pembiakan embrio dari setiap klon berbeda, tetapi tidak ada hubungannya dengan jenis persilangan. Pada embrio yang sudah matang (mature) dapat ditumbuhi – pupus, embrio juga didapat sebagai stock atau koleksi dalam tabung penyimpanan dengan teknik krioperservasi. 4. Penumbuhan Pupus Embrio yang terpilih untuk penumbuhan pupus dipindahkan ke dalam media baru, dikulturkan di dalam ruang pembiakan dengan intensitas cahaya 1.000 gross lux, suhu 300C, dan kelembaban 50 - 60%. Penumbuhan pupus membutuhkan waktu 2 - 4 bulan. 5. Penumbuhan Akar Pupus yang tumbuh dalam satu kelompok diseleksi untuk penumbuhan akar. Pupus yang mempunyai ukuran lebih dari 6 cm disapih dari kelompoknya dan dimasukkan ke dalam media induksi akar. Pupus yang masih berukuran kecil dipelihara kembali dalam media penumbuhan pupus Pembiakan Secara Pembibitan Pembibitan klon meliputi pembibitan awal (pre nursery) selama 3 bulan dan pembibitan utama (main nursery) selama 9 bulan. Sebelum pembibitan awal dilakukan, planlet (tanaman baru) perlu melewati fase aklimatisasi, yaitu proses adaptasi planlet dari kondisi laboratorium menjadi kondisi lingkungan alami di luar. Gambar 23. Pembibitan Kelapa Sawit. 89
  • 9. F. Persemaian dan Pembibitan Pembibitan Benih kelapa sawit untuk calon bibit harus dihasilkan dan dikecambahkan oleh lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah. Proses pengecambahan umumnya dilakukan sebagai berikut. a. Tangkai tandan buah dilepaskan dari spikeletnya. b. Tandan buah diperam selama 3 hari dan sekali-kali disiram air. Pisahkan buah dari tandannya dan peram lagi selama 3 hari. c. Masukkan buah ke mesin pengaduk untuk memisahkan daging buah dari biji. Cuci biji dengan air, lalu rendam dalam air selama 6-7 hari. Ganti air rendaman setiap hari. Selanjutnya rendam biji tadi dalam Dithane M-45 konsentrasi 0,2 % selama 2 menit, lalu keringanginkan. d. Masukkan biji kelapa sawit tersebut ke dalam kaleng pengecambahan dan simpan di dalam ruangan bertemperatur 39oC dengan kelembaban 60-70% selama 60 hari. Setiap 7 hari, benih dikeringanginkan selama 3 menit. e. Setelah 60 hari, rendam benih dalam air sampai kadar air 20-30% dan dikeringanginkan lagi. Masukkan benih ke dalam larutan Dithane M-45 0,2% selama 1-2 menit. Simpan benih di ruangan bertemperatur 27 0 C. Setelah 10 hari, benih berkecambah pada hari ke-30 tidak digunakan lagi. G. Persiapan Lahan Tanaman Kelapa sawit sering ditanam pada berbagai kondisi areal sesuai dengan ketersediaan lahan yang akan dibuka menjadi lahan kelapa sawit. Cara membuka untuk tanaman kelapa sawit disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia. 1. Bukaan baru (new planting) pada hutan primer, hutan sekunder, semak belukar atau areal yang ditumbuhi lalang. 2. Konversi, yaitu penanaman pada areal yang sebelumnya ditanami dengan tanaman perkebunan seperti karet, kelapa atau komoditas tanaman perkebunan lainnya. 3. Bukaan ulangan (replanting), yaitu areal yang sebelumnya juga ditanami kelapa sawit. 90
  • 10. Persiapan lahan merupakan kegiatan yang sangat penting dan harus dilaksanakan berdasarkan jadwal kegiatan yang sudah ditetapkan. Mengingat areal kebun kelapa sawit yang cukup luas, pembukaan lahan dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap. Namun, yang terpenting adalah keadaan kebun sudah siap dipanen dan dapat memasok buah yang akan diolah ketika pabrik sudah siap berproduksi. Pembukaan Lahan Secara Mekanis Pembukaan lahan secara mekanis dilakukan pada areal hutan dan konversi yang ditumbuhi oleh pohon – pohon besar. Pembukaan lahan secara mekanis ini terdiri dari beberapa pekerjaan sebagai berikut : Babad pendahuluan, yaitu membabad dan memotong pohon –kecil atau semak – semak yang tumbuh dibawah pohon besar, Menumbang, memotong pohon – pohon besar yang berdiameter di atas 10 cm dengan menggunakan gergaji mesin atau kapak, Merencek, memotong – motong cabang – cabang dan ranting – ranting kayu yang sudah tumbang untuk memudahkan perumpukan, Merumpuk yaitu mengumpulkan dan menumpuk hasil tebangan dan rencekan biasanya memanjang arah utara-selatan agar dapat sinar matahari secukupnya dan cepat kering, dan Membakar yaitu membakar rumpukan agar area bersih dari bahan – bahan yang tidak diperlukan. H. Penanaman dan Penyulaman Jenis – jenis pekerjaan utama dalam proses penanaman adalah : (a) Pembuatan larikan tanaman atau penempatan pancang, atau ajir tanam, (b). Penanaman tanaman penutup tanah kacangan, dan (c). Penanaman Kelapa sawit. 1. Pengajiran Pada tahap pertama dibuat rancangan larikan (barisan) tanaman serta pancang sebagai titik tanam, dimana bibit kelapa sawit akan ditanam. Pengajiran atau memancang adalah menentukan tempat – tempat yang akan ditanam bibit kelapa sawit. Letak ajir (pancang) harus tepat, sehingga terbentuk barisan ajir yang lurus dilihat dari segala arah, dan kelak setiap individu tanaman pun akan lurus teratur serta memperoleh tempat tumbuh 91
  • 11. yang sama luasnya. Dalam keadaan yang demikian, tanaman mempunyai peluang utnuk tumbuh dan berkembang dalam kondisi yang tidak berbeda. Sistem jarak tanaman yang digunakan umumnya adalah segitiga sama sisi dengan jarak 9 m X 9 m X 9 m. Dengan sisitem segitiga sama sisi ini, Jarak Utara-Selatan tanaman adalah 7,82 m dan jarak antara setiap tanaman adalah 9 m. Populasi (kerapatan) tanaman per hektar adalah 143 pohon. Penanaman kelapa sawit dapat juga menggunakan jarak tanam 9,5 m X 9,5 m X 9,5 m dengan jarak tegak lurusnya (U-S) 8,2 m dan populasi 128 pohon per hektar. Untuk mencapai ketepatan pengajiran, pekerjaan pengajiran harus dilaksanakan oleh pekerja yang terlatih. 2. Pembuatan Lubang Tanam Lubang tanam harus dibuat beberapa minggu sebelum penanaman agar tanah yang digali dan lubang tanam mengalami pengaruh iklim sehingga terjadi perbaikan tanah secara fisika ataupun kimia dan dapat dilakukan pemeriksaan lubang baik ukurannya maupun jumlah per hektarnya. Pembuatan lubang yang dilakukan pada saat tanam atau hanya 1-2 hari sebelum tanam tidak dianjurkan. Lubang tanam kelapa sawit biasanya dibuat dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm, tetapi ada juga yang hanya berukuran 50 cm x 40 cm x 40 cm. Pada saat menggali, tanah atas ditaruh di sebelah dan tanah bawah di sebelah selatan lubang. Ajir ditancapkan di samping lubang dan bila lubang telah selesai dibuat, ajir ditancapkan kembali di tengah – tengah lubang. Apabila tanaman akan ditanam menurut garis tinggi (kontur) atau dibuat teras melingkari bukit, letak lubang tanaman harus berada paling dekat 1,5 m dari sisi lereng. Untuk penanaman kelapa sawit yang melingkari bukit, biasanya dibuat teras – teras terlebih dahulu, baik teras individual maupun teras kolektif. 3. Menanam Kegiatan menanam terdiri dari kegiatan mempersiapkan bibit di Pembibitan utama, Pengangkutan bibit ke lapangan, Menaruh bibit di setiap lubang, persiapan lubang, menanam bibit pada lubang, dan pemeriksaan areal yang sudah ditanami. 92
  • 12. 4. Tanaman Penutup Tanah Penanaman tanaman penutup tanah biasa dilaksanakan pada perkebunan kelapa sawit. Tanaman penutup tanah adalah tanaman kacangan (Legume cover crops, LCC) yang ditanam untuk menutup tanah yang terbuka di antara kelapa sawit karena belum terbentuk tajuk yang dapat menutup permukaan tanah. Penanaman tanaman kacangan penutup tanah bertujuan untuk memperbaiki sifat – sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah terjadinya erosi, mempertahankan kelembaban tanah, dan menekan tumbuhan pengganggu (gulma). Penanaman kacangan penutup tanah sebaiknya dilaksanakan segera setelah pembukaan lahan selesai dilaksanakan. Jenis – jenis tanaman kacangan penutup tanah yang umum ditanam di perkebunan kelapa sawit adalah Calopogonium caeruleum, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, Pueraria phaseoloides, Centrocema pubescens, Psophocarphus palustries, dan Mucuna cochinchinensis. I. Penyiangan (pengendalian gulma) Upaya pengendalian gulma telah dilaksanakan dengan menanami tanah di antara tanaman kelapa sawit (gawangan) dengan tanaman kacang penutup tanah dan membuat piringan di sekeliling tiap individu tanaman. Bila pertumbuhan gulma tidak dikendalikan dengan baik, maka berbagai macam gulma dapat tumbuh dengan subur dan mengganggu (menyaingi) pertumbuhan tanaman pokok, menyebabkan keadaan kebun menjadi kotor dan lembab. Pengendalian gulma pada tanaman menghasilkan dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya saingan terhadap tanaman pokok, memudahkan pelaksanaan pemeliharaan, dan mencegah berkembangnya hama dan penyakit tertentu. Secara garis besar jenis – jenis gulma yang dijumpai pada perkebunan kelapa sawit dapat digolongkan menjadi : 1. Gulma berbahaya, yaitu gulma yang memiliki daya saing tinggi terhadap tanaman pokok, misalanya lalang (Imperata cylindrica), 93
  • 13. sembung rambat (Mikania cordata dan M. Micrantha), lempuyangan (Panicum repens), teki (Cyperus rotundus), serta beberapa tumbuhan berkayu diantaranya.putihani/krinyuh (Eupathorium odoratum syn. Chromolaena odorata), harendong (Melastoma malabtrichum), dan tembelekan (Lantana camara) 2. Gulma lunak, yaitu gulma yang keberadaannya dalam budi daya tanaman kelapa sawit dapat di toleransi, sebab jenis gulma ini dapat menahan erosi tanah, kendati demikian pertumbuhannya harus dikendalikan. Yang termasuk gulma lunak misalnya babadotan/wedusan (Ageratum conyzoides), rumput kipahit (Paspalum conjugatum), pakis (Nephrolepis biserata), dan sebagainya. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain sebagai berikut : 1. Pengendalian gulma secara manual, yaitu pengendalian gulma dengan menggunakan peralatan dan upaya pengendalian secara konvensional, misalnya dibabad, dibongkar dengan cangkul, digarpu dan sebagainya. 2. Pengendalian gulma secara kimia, yaitu pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida, baik yang bersifat kontak maupun sistemik. 3. Pengendalian Secara kultur teknis,yaitu pengendalian gulma dengan menggunakan tanaman penutup tanah jenis kacangan. Gambar 24. Tanaman Kelapa Sawit setelah Pengendalian Gulma J. Pemupukan Pemupukan tanaman bertujuan untuk menyediakan unsur – unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan generatif, sehingga diperoleh 94
  • 14. hasil yang optimal. Untuk menentukan dosis pupuk yang tepat, sebaiknya dilaksanakan analisis tanah dan daun terlebih dahulu. Dengan analisis tanah dan daun, maka ketersediaan unsur – unsur hara di dalam tanah pada saat itu dapat diketahui dan keadaan hara terakhir yang ada pada tanaman dapat diketahui juga. Berdasarkan hasil analisis dapat ditentukan kebutuhan tanaman terhadap jenis – jenis unsur hara secara lebih tepat, sehingga dapat ditetapkan dosis pemupukan yang harus diaplikasikan. Tabel 25. Dosis Pemupukan Kelapa Sawit Berdasarkan Unsur Tanaman. Jenis Pupuk Dosis (Kg/Pokok/Tahun) *) Umur Tanaman 5–5 6 – 12 >12 Sulphate of Amonia (ZA) 1,0 – 2,0 2,0 – 3,0 1,5 – 3,0 Rock Phosphate (RP) 0,5 – 1,0 1,0 – 2,0 0,5 – 1,0 Muriate of Potash (KCl) 0,4 – 1,0 1,5 – 3,0 1,5 – 2,0 Kieserite (MgSO4) 0,5 – 1,0 1,0 – 2,0 0,5 – 1,5 *) Keterangan : Pupuk N, K, dan Mg diberikan dua kali aplikasi, pupuk P diberikan satu kali aplikasi, dan pupuk B (bila diperlukan) diberikan dua kali aplikasi per tahun (salah satu contoh dosis B adalah 0,05 – 0,1 Kg per pohon per tahun) Cara pemberian pupuk diperhatikan secara seksama agar pemupukan dapat terlaksana secara efisien. Untuk mencapai maksud tersebut, pemberian pupuk pada Tanaman Menghasilkan (TM) harus dilaksanakan dengan cara sebagai berikut : • Pupuk N ditaburkan secara merata pada piringan mulai jarak 50 cm sampia dipinggir luar piringan. • Pupuk P, K, dan Mg ditabur secara merata dari jari – jari 1,0 m hingga jarak 3,0 m dari pangkal pokok (0,75 – 1,0 m di luar piringan) • Pupuk B ditaburkan secara merata pada jarak 30 – 50 cm dari tanaman pokok Pemberian pupuk pada kelapa sawit diatur dua kali dalam setahun. Pemberian pupuk yang pertama dilakukan pada akhir musim hujan yaitu bulan Maret – April dan pemberian pupuk kedua dilakukan pada awal musim hujan yaitu bulan September – Oktober. 95
  • 15. K. Pemangkasan Pemangkasan atau disebut juga penunasan adalah pembuangan daun – daun tua atau yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit, pada tanaman muda sebaiknya tidak dilakukan pemangkasan, kecuali dengan maksud mengurangi penguapan oleh daun pada saat tanaman akan dipindahkan dari pembibitan ke areal perkebunan. Adapu tujuan pemangkasan adalah sebagai berikut : • Memperbaiki sirkulasi udara di sekitar tanaman sehingga dapat membantu proses penyerbukan secara alami • Mengurangi penghalangan pembesaran buah dan kehilangan brondolan buah terjepit pada pelepah daun. • Membantu dan memudahkan pada waktu panen • Mengurangi perkembangan epifir • Agar proses metabolisme tanaman berjalan lancar, terutama proses fotosintesis dan respirasi. - L. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman kelapa sawit dapat diserang oleh berbagai hama dan penyakit tanaman sejak di pembibitan hingga di kebun pertanaman. Hama dan penyakit dapat merusak bibit, tanaman muda yang belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman yang sudah menghasilkan (TM). Beberapa jenis hama dan penyakit dapat menimbulkan kerugian yang besar pada bibit, tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Oleh karena itu, pengendalian terhadap hama dan penyakit perlu dilaksanakan secara baik dan benar. Pengendalian hama dan penyakit dapat dilaksanakan secara manual, kimia, atau biologis sesuai dengan hama dan penyakit yang menyerang. Selain serangan hama yang tergolong jenis serangga, bibit dan tanaman muda juga sering diserang oleh hewan besar jenis mamalia terutama bila kebun kelapa sawit dibuka pada lahan yang sebelumnya berupa hutan, baik hutan primer maupun hutan sekunder. 96
  • 16. a. Hama Hama yang biasa menyerang tanaman kelapa sawit biasanya terbagi menjadi hama perusak akar, hama perusak daun, hama perusak tandan buah. a.1. Hama Perusak Akar. Hama yang sering merusak akar kelapa sawit adalah nematoda Rhadinaphelenchus cocophilus. Gangguan nematoda ini dijuluki red ring disease. Hama ini menyerang akar tanaman kelapa sawit. Gejala – gejala umum dari kelapa sawit yang terserang adalah pusat mahkota mengerdil dan daun – daun baru yang akan membuka menjadi tergulung dan tumbuh tegak. Daun berubah warna menjadi kuning kemudian mengering. Tandan bunga membusuk dan tidak membuka sehingga tidak menghasilkan buah. a.2. Hama Perusak Daun Ada beberapa jenis hama yang merusak daun tanaman kelapa sawit, di antaranya adalah sebagai berikut : a. Kumbang Tanduk (Oryctes rhynoceros) Kumbang tanduk banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman muda yang baru ditanam hingga berumur 2-3 tahun. Kumbang dewasa (imago) masuk kedaerah titik tumbuh ( pupus ) dengan membuat lubang pada pangkal pelepah daun muda yang masih lunak. Pengendalian hama kumbang tanduk lebih diutamakan pada upaya pencegahan (preventif), yaitu menghambat perkembangan larva dengan mengurangi kemungkinan kumbang bertelur pada medium yang tersedia, yakni dengan cara sebagai berikut :  membakar sampah – sampah dan bagian pohon yang mati, agar larva hama terbakar dan mati  mempercepat tertutupnya tanah dengan tanaman penutup tanah dengan tanaman penutup tanah agar dapat menutup bagian – bagian batang hasil tebangan pada saat pembukan lahan yang membusuk di lokasi kebun  Pemberian bahan pengusir, misalnya kapur barus yang diletakkan pada batang kelapa sawit yang mulai membusuk (pada pembukaan ulangan) b. Ulat Setora (Setora nitens) 97
  • 17. Ulat setora muda memakan anak – anak daun dari tanaman muda dan tanaman sudah menghasilkan yang berumur antara 2-8 tahun. Hama ini kadang – kadang memakan daun kelapa sawit hingga ke lidinya. Pengendalian Hama ulat setora dapat dilakukan secara hayati dan secara kimia. Pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami seperti parasit telur yaitu lebah Trichogrammatidae I dan lebah Ichneumonidae, serta perusak kokoh yaitu lalat Tachinidae c. Ulat Siput (Darna trima Mooore) Ulat Darna trima menyerang daun kelapa sawit, terutama pada tanaman muda, meskipun sering pula menyerang daun pada tanaman dewasa. Serangan yang hebat dapat menimbulkan kerusakan berat dan dapat dijumpai jumlah ulat yang tinggi pada setiap pelepah kelapa sawit. Pengendalian ulat Darma trima dapat dilaksanakan secara kimia dan hayati. Pengendalian secara kimia dilakukan dengan menyemprot tanaman yang terserang dengan insektisida. Pengendalian secara hayati dapat menggunakan musuh alami seperti parasit ulat yaitu lebah Broconidae, meskipun hasilnya tidak seefektif cara kimia. d. Serangga Asinga (Sethothosea Asigna) Ulat dari hama ini menyerang daun kelapa sawit terutama daun yang menyerang dalam keadaan aktif, yaitu daun nomor 9 – 25. Hama ini merupakan salah satu hama utama yang menyerang tanaman kelapa sawit di sentra perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara. Pengendalian hama ini dapat dilakukan secara kimia dan secara hayati. Pengendalian secara kimia dapat menggunakan insektisida, pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami. b. Penyakit a. Penyakit Tajuk (Crown disease) 98
  • 18. Biasanya menyerang tanaman kelapa sawit yang berumur 2-3 tahun. Bagian yang diserang adalah pucuk yang belum membuka. Penyakit ini tidak bisa diberantas, tetapi hanya bisa dilakukan pembuangan bagian yang terserang untuk memperbaiki bentuk tajuk dan mencegah infeksi dari jamur Fusarium sp. b. Basal Steam Rot Penyebabnya adalah Ganoderma sp. Gejala pada tingkat serangan pertama secara visual sukar diamati. Pada tingkat yang lebih lanjut, cabang daun bagian atas terkulai, selanjutnya pohon akan mati. Pemberantasan yang efektif sampai sekarang belum ada. c. Marasmius Penyakit marasmius dapat menggagalkan atau merusak pembentukan buah. Pemberantasan dilakukan dengan membersihkan pohon. M. Panen dan Pengolahan Hasil Panen Panen Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah setelah umur 2-3 tahun. Buah akan menjadi masak sekitar 5-6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulitnya. Buah akan berubah menjadi merah jingga ketika masak. Pada saat buah masak, kandungan minyak pada daging buah telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai tandannya. Buah yang jatuh tersebut disebut membrondol. Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan, dan mengangkutnya dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Kriteria panen yang perlu diperhatikan adalah matang panen, cara panen, alat panen, rotasi dan sistem panen serta mutu panen. Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan dan mengangkutnya dari 99
  • 19. pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Kriteria panen yang perlu diperhatikan adalah matang panen, cara panen, alat panen, rotasi dan sistem panen, serta mutu panen. 1. Kriteria matang Panen Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau free fatty acid (ALB atau FFA) minimal. Pada saat ini, kriteria umum yang banyak dipakai adalah berdasarkan jumlah brondolan, yaitu tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan kurang lebih 10 butir dan tanaman dengan umur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15 – 20 butir. Namun, secara praktis digunakan kriteria umum yaitu pada setiap 1 kg tandan buah segar (TBS) terdapat dua brondolan. 2. Cara panen Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang umum dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk tanaman yang tingginya 2-5 m digunakan cara panen jongkok dengan alat dodos, sedangkan tanaman dengan ketinggian 5-10 m dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan alat kampak siam. Cara egrek digunakan untuk tanaman yang tingginya lebih dari 10 m dengan menggunakan alat arit bergagang panjang. Untuk memudahkan pemanenan, sebaiknya pelepah daun yang menyangga buah dipotong terlebih dahulu dan diatur rapi di tengah gawangan. Gambar 25. Cara panen pada tanaman kelapa sawit dengan metode dodos 3. Persiapan Panen 100
  • 20. Untuk menghadapi masa panen dan agar proses dapat berjalan dengan lancar, tempat pengumpulan hasil (TPH) harus disiapkan dan jalan untuk pengangkutan hasil harus diperbaiki. Para pemanen harus disiapkan peralatan yang akan digunakan. 2. Teknik Poduksi Biofuel Kelapa Sawit 101
  • 21. A. Komposisi dan Sifat Fisiko Kimia Minyak Kasar (Crude Oil) Minyak-lemak kasar adalah minyak-lemak yang diperoleh dari pemerahan atau pengempaan biji atau bagian lain dari sumber minyak (oil source) tanpa mengalami pengolahan lanjut apapun kecuali penyaringan dan pengeringan (untuk menurunkan kadar air). Komposisi asam-asam lemak minyak nabati berbeda-beda tergantung dari jenis tanamannya. Zat-zat penyusun utama minyak-lemak (nabati maupun hewani) adalah trigliserida, yaitu triester gliserol dengan asam-asam lemak (C8–C24). Gambar 26 dan Gambar 27 di bawah ini menunjukkan contoh- contoh berbagai jenis asam-asam lemak dan struktur molekulnya. Sifat fisiko kimia dari beberapa minyak-lemak nabati disajikan pada Tabel 26. Gambar 26. Berbagai jenis asam-asam lemak 102
  • 22. Gambar 27. Contoh-contoh struktur molekul berbagai asam-asam lemak Tabel 26. Sifat-sifat beberapa minyak-lemak nabati 103
  • 23. Massa Viskositas Titik ∆Hc, Angka Titik Minyak jenis, kinematika awan/ 0 MJ/kg setana o tuang, oC. kg/liter (38 C), cSt kabut, C. Jarak kaliki 0,9537 297 37,27 ? Tak ada -31,7 Jagung 0,9095 34,9 39,50 37,6 -1,1 -40,0 Kapas 0,9148 33,5 39,47 41,8 +1,7 -15,0 Crambe 0,9044 53,6 40,48 44,6 10,0 -12,2 Biji rami 0,9236 27,2 39,31 34,6 +1,7 -15,0 Kacang tanah 0,9026 39,6 39,78 41,8 12,8 -6,7 Kanola 0,9115 37,0 39,71 37,6 -3,9 -31,7 Kasumba 0,9144 31,3 39,52 41,3 18,3 -6,7 Kasumba 0,9021 41,2 39,52 49,1 -12,2 -20,6 OT*) Wijen 0,9133 35,5 39,35 40,2 -3,9 -9,4 Kedelai 0,9138 32,6 39,62 37,9 -3,9 -12,2 Bunga 0,9161 33,9 39,58 37,1 7,2 -15,0 matahari Diesel No. 2 0,8400 2,7 45,34 47,0 -15,0 -33,0 Sumber : Goering, C.E., A.W. Schwab, M.J. Daugherty, E.H. Pryde, dan A.J. Heakin, “Fuel Properties of Eleven Vegetable Oils”, Trans. ASAE 25, 1472 – 1477 (1982). *) OT = (berkadar) Oleat Tinggi Tabel 26. Sifat-sifat beberapa minyak-lemak nabati (lanjutan) Titik Massa jenis Viskositas ∆Hc, Angka Titik Minyak (20 oC), kinematika awan/ 0 MJ/kg setana o tuang, oC. kg/liter (20 C), cSt kabut, C. Kelapa 0,915 30 37,10 40 – 42 28 23 – 26 Sawit 0,915 60 36,90 38 – 40 31 23 – 40 Kapas 0,921 73 36,80 35 – 50 -1 2 Jarak pagar 0,920 77 38,00 23 – 41 2 -3 104
  • 24. Kacang tanah 0,914 85 39,30 30 – 41 9 -3 Kanola 0,916 78 37,40 30 – 36 -11 -2 Kedelai 0,920 61 37,30 30 – 38 -4 -20 Bunga matahari 0,925 58 37,75 29 – 37 -5 -16 Diesel 0,830 6 43,80 50 -9 -16 Ester Metil 0,880 7 37,70 49 -4 -12 Kanola Sumber : Vaitilingom, G. dan A. Liennard, “Various Vegetable Oils as Fuel for Diesel and Burners: J. curcas Particularities”, hal. 98 – 109 dalam G.M. Gübitz, M. Mittelbach dan M. Trabi (ed), “Biofuels and Industrial Products from Jatropha curcas”, Dbv-Verlag für die Technische Universität Graz, Graz, Austria, 1997. Minyak Sawit Kasar -Crude Palm Oil Crude Palm Oil (CPO) merupakan hasil olahan daging buah kelapa sawit melalui proses perebusan Tandan Buah Segar (TBS), perontokan, dan pengepresan. CPO ini diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit yang telah mengalami beberapa proses, yaitu sterilisasi, pengepresan, dan klarifikasi. Minyak ini merupakan produk level pertama yang dapat memberikan nilai tambah sekitar 30% dari nilai tandan buah segar. CPO dapat digunakan sebagai bahan baku industri minyak goreng, industri sabun, dan industri margarin. Dilihat dari proporsinya, industri yang selama ini menyerap CPO paling besar adalah industri minyak goreng (79%), kemudian industri oleokimia (14%), industri sabun (4%), dan sisanya industri margarin (3%). Pemisahan CPO dan PKO dapat menghasilkan oleokimia dasar yang terdiri atas asam lemak dan gliserol. Secara keseluruhan proses produksi minyak sawit tersebut dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% Palm Fatty Acid Distillate (PFAD), dan 0.5% buangan. Komponen asam lemak yang terdapat dalam CPO disajikan pada Tabel 27 sedangkan sifat fisiko kimianya dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 27. Komposisi asam lemak dari CPO Asam Lemak Rantai C Komposisi (% b/b) 105
  • 25. Asam Laurat 12:0 0,2 Asam Miristat 14:0 1,1 Asam Palmitat 16:0 44,0 Asam Stearat 18:0 4,5 Asam Oleat 18:1 39,2 Asam Linoleat 18:2 10,1 Sumber: Hui (1996 Tabel 28. Sifat fisiko kimia CPO Sifat Fisiko Kimia Nilai Trigliserida 95 % Asam lemak bebas (FFA) 2–5% Warna (5 ¼ ” Lovibond Cell) Merah orange Kelembaban & Impurities 0.15 – 3.0 % Bilangan Peroksida 1 -5.0 (meq/kg) Bilangan Anisidin 2 – 6 (meq/kg) Kadar β-carotene 500-700 ppm Kadar fosfor 10-20 ppm Kadar besi (Fe) 4-10 ppm Kadar Tokoferols 600-1000 ppm Digliserida 2-6 % Bilangan Asam 6,9 mg KOH/g minyak Bilangan Penyabunan 224-249 mg KOH/g minyak Bilangan iod (wijs) 44-54 Titik leleh 21-24ºC Indeks refraksi (40ºC) 36,0-37,5 Palm Kernel Oil (PKO) Palm Kernel Oil (PKO) diperoleh dari bagian kernel buah kelapa sawit (Gambar 28) dengan cara ekstraksi pelarut atau dengan cara pengepresan. Komponen asam lemak terbesar penyusun PKO adalah asam laurat (Tabel 29). Hal ini menjadikan PKO memiliki karakteristik yang mirip dengan minyak kelapa. Sifat fisiko kimia PKO disajikan pada Tabel 30. 106
  • 26. Gambar 28. Bagian – bagian buah kelapa sawit Tabel 29. Komposisi asam lemak dari PKO Asam Lemak Rantai C Komposisi (% b/b) Asam Laurat 12:0 47-53 Asam Miristat 14:0 15-19 Asam Palmitat 16:0 8-11 Asam Stearat 18:0 1-3 Asam Oleat 18:1 12-19 Asam Linoleat 18:2 2-4 Sumber: Hui (1996) Tabel 30. Sifat fisiko kimia PKO Sifat Fisiko Kimia Nilai Kadar Asam lemak bebas (FFA) 25 % (m/m) Bilangan Asam 225 mg KOH/g minyak Bilangan Penyabunan 256 mg KOH/g minyak Bilangan iod (wijs) 14 - 23 Titik leleh 48ºC B. Pengolahan Kelapa Sawit Tandan buah sawit dari kebun akan langsung diolah. Proses yang dilakukan meliputi proses sterilisasi, perontokan, pencacahan, dan pengepresan untuk mendapatkan minyak Setelah Dari proses pengepresan akan dihasilkan fase TBS sawit. Ditimbang cair (minyak) dan fase padat berupa ampas. Fase cair merupakan fase minyak yang masih banyak mengandung pengotor seperti serat-serat maupun pasir Loading Ramp sehingga perlu dilakukan penyaringan dan klarifikasi untuk memisahkan pengotor-pengotor tersebut. TBS Dalamalir pengolahan kelapa sawit disajikan pada Diagram Lori Gambar 29 di bawah ini. Sterilizer Thresher Empty Bunch Press Brondolan Buah Tandan Kosong Digester Bahan Bakar Boiler/ Air Panas Lapangan Pengencer 95OC Screw Press 107 A Press Fluid Press Cake B Cairan Kempa Ampas Kempa
  • 27. A Gambar 29. Diagram alir pengolahan kelapa sawit Sand Trap Vibrating Screen Crude Oil Tank Clarification Tank Sludge Tank Oil Tank Pasir Sand Cyclone Berminyak Oil Purifier Sludge Air Cucian Minyak Berminyak Sludge Separator Vaccum Oil Dryer Minyak Mutu Sludge Oil Trap CPO Rendah Sludge Pit Minyak CPO Storage Tank Air Limbah Air Limbah Effluent Pond Air Limbah 108 PAL Kawasan
  • 28. Gambar 29. Diagram alir pengolahan kelapa sawit (lanjutan) Pemulusan/Pemurnian Minyak Proses pemulusan/pemurnian merupakan langkah yang perlu dilakukan dalam produksi edible oil dan produk berbasis lemak. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengilangkan pengotor dan komponen lain yang akan mempengaruhi kualitas dari produk akhir/jadi. Kualitas produk akhir yang perlu diawasi adalah bau, stabilitas daya simpan, dan warna produk (Leong, 1992). Dalam sudut pandang industri, tujuan utama dari pemulusan/pemurnian adalah untuk merubah minyak kasar/mentah menjadi edible oil yang berkualitas dengan cara menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan sampai level yang diinginkan dengan cara yang paling efisien. Bahan yang tidak diinginkan atau pengotor dalam minyak mungkin biogenic misalnya disintesis oleh tanaman itu sendiri tapi bahan tersebut bisa jadi pengotor yang diambil oleh tanaman dari lingkungannya (Borner et al., 1999). Pengotor tersebut mungkin diperoleh selama proses hulu, yaitu ekstraksi, penyimpanan atau transportasi dari minyak kasar/mentah dari lapang ke pabrik. 109
  • 29. Proses pemurnian yang tepat sangat penting dilakukan dalam rangka untuk memproduksi produk akhir yang berkualitas tinggi dalam rentang spesifikasi yang telah ditentukan dan sesuai keinginan pelanggan. Ada 2 tipe dasar teknologi pembersihan yang tersedia untuk minyak: (i) Pembersihan secara kimia (alkali) (ii) Pembersihan secara fisik Perbedaan diantara kedua tipe tersebut didasarkan pada jenis bahan kimia yang digunakan dan cara penghilangan FFA. Pembersihan secara fisik tampaknya pada prakteknya menggantikan penggunakan teknik pembersihan menggunakan bahan kimia (alkali) karena tingginya asam lemak bebas (FFA) pada minyak yang dibersihkan dengan cara kimia. Proses deasidifikasi (deodorisasi) pada proses pembersihan secara fisik mampu mengatasi masalah tersebut. Terpisah dari hal tersebut, menurut literatur, metode ini disarankan karena diketahui cocok untuk minyak tumbuhan dengan kadar fosfat yang rendah seperti minyak sawit. Dengan demikian, Pembersihan secara fisik terbukti memiliki efisiensi yang lebih tinggi, kehilangan yang lebih sedikit (refining factor (RF) < 1.3), biaya operasi yang lebih rendah, modal yang lebih rendah dan lebih sedikit bahan untuk ditangani (Yusoff dan Thiagarajan, 1993). Refining Factor (RF) adalah parameter yang digunakan untuk memperkirakan berbagai tahap pada proses pemurnian. Faktor ini tergantung pada hasil produk dan kualitas dari input dan dihitung yaitu : oil loss % RF = FFA % RF biasanya dikuantifikasi untuk berbagai tahap dalam proses pemurnian secara sendiri-sendiri dan pengawasan RF dalam pemurnian biasanya berdasarkan berat yang dihitung dari pengukuran volumetrik yang disesuaikan dengan temperatur atau menggunakan accurate cross-checked flow meters (Leong, 1992). 110
  • 30. Gambar 30. Proses pemurnian CPO Scara umum, pemurnian secara kimia memerlukan tahap proses, peralatan dan bahan kimia yang lebih banyak bila dibandingkan dengan pemurnian secara fisik. Diagram proses untuk proses pemurnian secara kimia dan secara fisik digambarkan pada Gambar 30. Pemulusan/Pemurnian (Refining) Kimia Pemulusan/pemurnian secara kimia atau pemulusan/pemurnian basa adalah metode konvensional yang digunakan untuk memurnikan CPO. Ada tiga tahap pada proses refining secara kimia, yaitu 1. Degumming dan Netralisasi, 2. Penjernihan dan Filtrasi, 3. Penghilangan bau 1) Degumming dan Netralisasi Pada tahap ini, bagian fosfatida dari minyak dihilangkan dengan menambahkan additive di bawah kondisi reaksi yang spesifik. Additive yang paling umum digunakan adalah asam fosfat dan asam sitrat. Setelah itu, dilakukan proses netralisasi dengan menggunakan basa untuk menghilangkan asam lemak bebas. Larutan kemudian dimasukkan kedalam labu pemisah sehingga akan terpisah antara bagian minyak dengan sabun hasil reaksi antara 111
  • 31. basa dengan asam lemak bebas. Untuk menghilangkan kelebihan basa, minyak tersebut dicuci dengan air panas. Reaksi kimia yang terjadi pada tahap ini adalah sebagai berikut: R-COOH + NaOH  RCOONa + H2O 2) Penjernihan dan Filtrasi Minyak yang telah dicuci kemudian dilakukan tahap kedua, yaitu penjernihan. Pada tahap ini, minyak dimasukkan ke dalam bejana silindris dengan pengaduk yang dinamakan “Bleacher”. Minyak tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 90ºC di bawah kondisi vakum. Minyak tersebut di evaporasi hingga kering. Minyak yang kering kemudian ditambahkan karbon sehingga karbon tersebut akan mengadsorpsi warna dari minyak. Campuran minyak dan agen pemutih di lakukan tahap filtrasi untuk memisahkan adsorben dari minyak. Minyak yang diperoleh lebih jernih dari awal. 3) Penghilangan Bau Minyak setelah dilakukan tahap penjernihan masih mengandung beberapa bahan yang menyebabkan bau, sehingga perlu dilakukan tahap deodorisasi. Minyak yang jernih dimasukkan ke dalam bejana silindris yang dinamakan “Deodoriser”. Deodoriser dijaga pada kondisi vakum yang tinggi kemudian dipanaskan pada suhu 200ºC dengan tekanan yang tinggi. Senyawa yang volatil akan menguap dengan beberapa pembawa. Minyak ini kemudian didinginkan dan dijernihkan melewati mesin penyaring untuk mendapatkan minyak yang bening. Pemulusan/Pemurnian (Refining) Fisika Pemulusan secara fisika adalah metode alternatif dimana cara penghilangan asam lemak bebas dilakukan dengan destilasi pada temperatur yang tinggi dan vakum yang rendah. Cara ini menggantikan penambahan basa pada metode pemulusan/pemurnian kimia. Penjernihan secara fisika juga dapat dikatakan sebagai deasidifikasi dengan destilasi uap dimana asam lemak bebas dan senyawa volatile lainnya di pisahkan dari minyak menggunakan agen 112
  • 32. stripping yang efektif. Pada tahap pemulusan/pemurnian fisika, FFA di hilangkan pada tahap akhir. Proses pemulusan/pemurnian secara fisika disajikan pada Gambar 31. Kelebihan pemulusan/pemurnian fisika dibanding kimia adalah:  Mendapatkan hasil yang baik  Asam lemak yang dihasilkan sebagai produk samping memiliki kualitas yang tinggi  Stabilitas minyak baik  Peralatan yang digunakan murah  Operasinya sederhana Deodorizer Gambar 2.5. Proses pemulusan/pemurnian secara fisika 113
  • 33. Gambar 31. Proses pemurnian CPO secara fisika Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) adalah minyak sawit yang telah mengalami proses penyulingan untuk menghilangkan asam lemak bebas serta penjernihan untuk menghilangkan warna dan penghilangan bau. Minyak ini dikenal khalayak ramai sebagai minyak goreng. Sifat fisiko kimia dari RBDPO dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Sifat fisiko kimia dari RBDPO Parameter Nilai Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) 0.05 Moisture & Impurities (M&I) 0.02 Bilangan Anisidin 2.0 Kadar fosfor 3 ppm Kadar besi (Fe) 0.15 ppm Kadar tembaga (Cu) 0.05 ppm Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) 114
  • 34. Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) merupakan hasil samping pemurnian CPO secara fisika, yaitu setelah tahap deguming, deasidifikasi, dan pengeringan sistem vakum. Komponen terbesar dalam PFAD aadalah asam lemak bebas, komponen karotenoid, dan senyawa volatil lainnya. Secara umum proses pengolahan (pemurnian) minyak sawit dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% Palm Fatty Acid Distillate (PFAD), dan 0,5% bahan lainnya. Pada umumnya PFAD digunakan industri sebagai bahan baku sabun ataupun pakan ternak. PFAD memiliki kandungan Free Fatty Acid (FFA) sekitar 81,7%, gliserol 14,4%, squalane 0,8%, Vitamin E 0,5%, sterol 0,4% dan lain-lain 2,2%. RBD Olein RBD Olein merupakan minyak yang diperoleh dari fraksinasi CPO dalam fase cair. Komponen asam lemak terbesar dari RBD Olein adalah asam oleat (Tabel 32). Tabel 32. Komponen asam lemak pada RBD Olein Asam Lemak Perbandingan Komposisi (% b/b) Asam Laurat 12:0 0,1-0,5 Asam Miristat 14:0 0,9-1,5 Asam Palmitat 16:0 37,9-41,7 Asam Stearat 18:0 4,0-4,8 Asam Palmitoleat 16:1 0,1-0,4 Asam Oleat 18:1 40,7-43,9 Asam Linoleat 18:2 10,4-13,4 RBD Stearin RBD Stearin merupakan minyak yang diperoleh dari fraksinasi CPO dalam fase padat. Komponen asam lemak terbesar dari RBD stearin adalah asam palmitat (Tabel 33). Tabel 33. Komponen asam lemak pada RBD Stearin Asam Lemak Perbandingan Komposisi (% b/b) Asam Laurat 12:0 0,1-0,6 Asam Miristat 14:0 1,1-1,9 Asam Palmitat 16:0 47,2-73,8 Asam Stearat 18:0 4,4-5,6 115
  • 35. Asam Palmitoleat 16:1 0,05-0,2 Asam Oleat 18:1 15,6-37,0 Asam Linoleat 18:2 3,2-9,8 C. Pengolahan Biodiesel Kelapa Sawit Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati yang baru maupun dari minyak nabati bekas penggorengan melalui proses transesterifikasi, esterifikasi, maupun proses esterifikasi–transesterifikasi. Dengan memanfaatkan kelapa sawit sebagai bahan bakunya, dapat dihasilkan biodiesel CPO, biodiesel PFAD, Biodiesel Olein maupun biodiesel stearin. Biodiesel sebagai bioenergi digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM pada motor diesel. Biodiesel dapat digunakan baik dalam bentuk 100 % (B100) atau campuran dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BXX) seperti 10 persen biodiesel dicampur dengan 90 persen solar dikenal dengan nama B10. Campuran biodiesel dengan solar yang ada di pasaran dikenal dengan biosolar. Biosolar merupakan campuran antara 95% solar produksi kilang Balongan dan 5% Fatty Acid Methyl Ester (FAME). Biosolar ini merupakan nama dagang pertamina untuk bahan bakar motor (mesin) diesel yang merupakan campuran biodiesel di dalam solar. Biosolar merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Secara umum, biosolar lebih baik karena ramah lingkungan, pembakarannya bersih, biodegradable, mudah dikemas dan disimpan, serta merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui. Selain itu, mesin atau alat yang menggunakan biosolar tidak perlu dimodifikasi. Biosolar juga dapat memperpanjang umur mesin dan menjamin keandalan mesin dengan lubrisitas atau pelumas maksimum 400 mikron. Bahan bakar yang berbentuk cair ini memiliki sifat menyerupai solar sehingga sangat prospektif untuk dikembangkan. Disamping sifatnya yang menyerupai solar, biodiesel memiliki kelebihan dibandingkan dengan solar. Kelebihan biodiesel dibanding solar adalah sebagai berikut: merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global, setana number 116
  • 36. lebih tinggi (> 57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak kasar, memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin; biodegradable (dapat terurai), merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbarui, dan meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal. Deskripsi Proses Biodiesel Dalam pengertian populer dewasa ini, yang dimaksud dengan biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang terdiri atas ester-ester metil (atau etil) asam- asam lemak. Dibuat dari minyak-lemak nabati dengan proses metanolisis atau etanolisis, produk sampingnya berupa gliserol. Atau dari asam lemak (bebas) dengan proses esterifikasi dengan metanol atau etanol, produk sampingnya berupa air. Produk biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses metanolisis biasanya harus dimurnikan dari pengotor-pengotor seperti sisa-sisa metanol, katalis, dan gliserol. Fase gliserol-metanol bebas-air maupun fase gliserol- metanol-air dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan gliserol dan metanol (untuk didaur ulang). Proses pembuatan biodiesel dilakukan melalui proses-proses berikut ini. a. Alkoholisis (atau transesterifikasi) trigliserida dengan metanol atau etanol. Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu asam-asam karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Persamaan stoikiometri generik reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol adalah sebagai berikut : 117
  • 37. Gambar 32. Stoikiometri generik reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol Transesterifikasi dengan alkohol juga dikenal dengan nama alkoholisis sehingga reaksi di atas disebut juga metanolisis. Tanpa adanya katalis, sebenarnya reaksi berlangsung amat lambat. Katalis bisa berupa zat yang bersifat basa, asam, atau enzim [Schuchardt dkk. (1998), Lotero dkk. (2005), Fukuda dkk. (2001)]. Efek pelancaran reaksi dari katalis basa adalah yang paling besar, sehingga katalis inilah yang sekarang lazim diterapkan dalam praktek. Reaksi metanolisisnya sendiri sebenarnya berlangsung dalam tiga tahap sebagai berikut : Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida, kalium hidroksida, natrium metilat (metoksida), dan kalium metilat. Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida) yang jika pun katalis yang ditambahkan adalah hidroksida, akan terbentuk melalui reaksi kesetimbangan : OH + CH3OH H2O + CH3O Mekanisme reaksi pembentukan produk ester metil asam lemak pada tiap siklus katalitiknya adalah sebagai berikut (mekanisme serupa berlangsung pada konversi digliserida menjadi monogliserida dan monogliserida menjadi gliserol) : 118
  • 38. Gambar 33. Mekanisme reaksi pembentukan produk ester metil asam lemak Dengan katalis basa, reaksi metanolisis dapat berlangsung cepat pada temperatur-temperatur relatif rendah (temperatur kamar sampai titik didih normal metanol, yaitu 65oC) [Formo (1954)]. Karena ini, kebanyakan proses industrial/komersial beroperasi pada rentang temperatur ini dan tekanan atmosferik; katalis yang ditambahkan biasanya sebanyak 0.5–1.5 persen dari berat minyak yang diolah. Wright dkk. (1944) dan Freedman dkk. (1984), yang menyelidiki ulang (atau memverifikasi) kondisi proses yang diklaim Bardshaw and Meuly (1942, 1944), menyatakan bahwa untuk mendapatkan perolehan ester yang maksimum, bahan mentah yang digunakan dalam proses metanolisis trigliserida berkatalis basa harus memenuhi persyaratan sebagai minyak yang betul-betul mulus (murni) (fully refined) seperti minyak goreng, yaitu angka asam < 1 dan kadar air < 0,3 %. Jika bahan mentah (kasar) memenuhi syarat ini, maka dengan katalis basa (natrium metilat ataupun hidroksida) dan pada temperatur 60–65 oC, nisbah molar 119
  • 39. (metanol/minyak) paling sedikitnya 6 : 1 (yaitu minimum 2 kali nisbah stoikiometrik), konversi ke ester metil sudah praktis sempurna dalam waktu 1 jam. Pada suatu temperatur yang lebih rendah, yakni 32 oC, derajat metanolisis sudah mencapai 99 % dalam tempo sekitar 4 jam. Standardisasi Biodiesel Indonesia SNI-04-7182-2006 menunjukkan bahwa biodiesel komersial di Indonesia harus berkadar ester metil paling sedikitnya 96,5 %-berat dan berkadar gliserol total (yaitu yang bebas maupun terikat dalam bentuk sisa-sisa trigliserida, digliserida, dan monogliserida) tak lebih dari 0,24 %- berat. Perlu pula dicatat bahwa konversi minyak ke ester metil disertai penurunan drastis viskositas dan nilai viskositas biodiesel yang di atas persyaratan biasanya menunjukkan kadar sisa-sisa gliserida dan gliserol yang masih agak tinggi. Karena penyingkiran sisa-sisa trigliserida, digliserida, dan monogliserida dari produk reaksi merupakan operasi yang sulit (atau mahal), persyaratan kadar ester metil dan kadar gliserol total (+ nilai viskositas) tersebut berarti bahwa transesterifikasi harus dilakukan sampai konversi gliserida-gliserida ke ester metil praktis sempurna. Ini dapat dicapai dengan menerapkan kondisi-kondisi reaksi yang sudah disebutkan di atas. Untuk menurunkan lagi jumlah metanol yang dibutuhkan untuk mencapai konversi sempurna tersebut, misalnya sampai kira- kira 1,5 x nisbah stoikiometrik, transesterifikasi dapat juga dilaksanakan dalam 2 tahap atau lebih, yang masing-masingnya bisa dilakukan pada temperatur maupun jumlah metanol yang sama maupun berbeda. Transesterifikasi sebenarnya adalah reaksi kesetimbangan, sekalipun posisi kesetimbangannya sangat berat ke pihak pembentukan produk. Pengamatan- pengamatan terhadap data literatur menunjukkan bahwa konversi kesetimbangannya makin besar (mendekati 100 %) jika temperatur lebih rendah. Oleh karena itu, mendekati akhir dari pelaksanaan proses transesterifikasi, temperatur reaksi sebaiknya diupayakan serendah mungkin. Campuran reaksi di dalam proses-proses transesterifikasi yang diulas di atas adalah sistem dua fase (yaitu terdiri atas fase minyak dan fase alkohol). Untuk lebih mempercepat lagi reaksi metanolisis (sehingga transesterifikasinya bisa selesai, misalnya saja, hanya dalam beberapa menit), beberapa pengembang proses telah menambahkan pelarut, misalnya saja tetrahidrofuran, yang mampu 120
  • 40. membuat campuran reaksi menjadi suatu fase tunggal (cosolvent). Akan tetapi, penambahan pelarut biasanya sangat memperbesar nilai minimum nisbah molar alkohol : minyak dan juga mengubah parameter-parameter lainnya. Tambahan pula, tahap-tahap pengolahan pasca transesterifikasi menjadi lebih rumit, karena adanya kebutuhan untuk menjumput (to recover) dan mendaur-ulang pelarut tersebut. b. Esterifikasi asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol. Berlawanan dengan reaksi transesterifikasi trigliserida, esterifikasi asam- asam lemak, seperti ditunjukkan persamaan berikut (Gambar 34). Gambar 34. Reaksi esterifikasi asam lemak Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan yang lambat, sekalipun sudah dipercepat dengan kehadiran katalis yang baik dan berjumlah cukup. Katalis- katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat, sehingga asam sulfat, asam sulfonat organik (dalam jumlah 1 sampai 3 % dari asam lemak yang diolah), atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial. Posisi kesetimbangan reaksi esterifikasi juga tidak sangat berpihak kepada pembentukan ester metil, sehingga untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung sampai ke konversi sempurna pada temperatur relatif rendah (misalnya paling tinggi 120 oC), reaktan metanol harus ada/dipasok dalam jumlah sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 x nisbah stoikiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fase reaksi, yaitu fase minyak. Penyingkiran air ini dapat ditempuh dengan berbagai cara alternatif : 121
  • 41. menguapkan fase akuatik atau alkohol, mengadsorpsi uap air, serta kemudian mengembunkan uap metanol kering untuk dikembalikan ke dalam bejana reaksi [Harrison dkk. (1968)]; • mengabsorpsi air yang terbentuk dengan garam-garam anhidrat yang membentuk padatan berhidrat (misalnya CaCl2 or CaSO4); atau • mengekstrak air yang terbentuk dengan suatu cairan ‘penyeret’ (entraining agent) seperti gliserol, etilen glikol, atau propilen glikol [Lepper dkk. (1986)]. Biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses transesterifikasi minyak (atau esterifikasi asam-asam lemak) biasanya masih mengandung sisa-sisa katalis, metanol, dan gliserol (atau air). Untuk memurnikannya, biodiesel mentah (kasar) tersebut bisa dicuci dengan air, sehingga pengotor-pengotor tersebut larut ke dalam dan terbawa oleh fase air pencuci yang selanjutnya dipisahkan. Porsi pertama dari air yang dipakai mencuci disarankan mengandung sedikit asam/basa untuk menetralkan sisa-sisa katalis. Biodiesel yang sudah dicuci kemudian dikeringkan pada kondisi vakum untuk menghasilkan produk yang jernih (pertanda bebas air) dan bertitik nyala ≥ 100 oC (pertanda bebas metanol). Melalui kombinasi-kombinasi yang jitu dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, dan barangkali juga dengan pelaksanaan reaksi secara bertahap, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Proses transesterifikasi dan esterifikasi dapat digabungkan untuk mengolah bahan baku dengan kandungan asam lemak bebas sedang sampai tinggi seperti CPO low grade, maupun PFAD. Pembuatan Bio oil berbasis limbah pengolahan kelapa sawit Bio oil adalah bahan bakar cair dari biomassa seperti kayu, kulit kayu, kertas, atau biomassa lainnya, yang diproduksi melalui teknologi pyrolysis (pirolisa) atau fast pyrolysis (pirolisa cepat), berwarna gelap dan memiliki aroma seperti asap. Fast pyrolysis adalah dekomposisi termal dari komponen organik 122
  • 42. tanpa kehadiran oksigen dalam prosesnya untuk menghasilkan cairan, gas, dan arang. Cairan yang dihasilkan ini lebih lanjut kita kenal sebagai bio oil. Panas Biomassa (Arang + Gas) + Bio – oil Proses produksi bio oil dimulai dengan mempersiapkan bahan baku lignoselulosa seperti kayu atau limbah agroindustri menjadi partikel–partikel yang lebih kecil hingga diameter kurang dari 1 mm. Pengecilan ukuran dimaksudkan untuk mempercepat reaksi pirolisis. Bahan kemudian dimasukan ke dalam reaktor yang dipanaskan pada suhu 450 – 500°C tanpa kehadiran oksigen. Bahan baku akan terbakar dan akan menguap seperti droplet yang dilemparkan air ke dalam permukaan wajan panas. Di dalam reaktor pirolisis, partikel akan dikonversi menjadi uap yang dapat dikondensasi, gas yang tidak dapat dikondensasi, dan padatan arang. Produk kemudian ditransportasikan ke dalam cyclone. Di dalam cyclone gas yang dapat dikondensasi akan dikondensasikan dan selanjutnya disebut sebagai bio oil, dan arang yang terbentuk dipisahkan. Sementara itu, gas yang tidak dapat terkondensasi (termasuk di dalamnya CO2, H2, dan CH4) akan dibakar dan dikembalikan ke reaktor untuk menjaga panas dari proses. Dalam reaksi produksi bio oil tidak dihasilkan limbah atau zero waste (Gambar 35). 100 % bahan baku dikonversi menjadi bio oil dan arang, sedangkan gas yang tidak dapat dikondensasi dikembalikan ke dalam proses sebagai sumber energi. Tiga produk akhir yang dihasilkan dalam proses pirolisis yaitu : bio oil (60 – 75 wt %), arang (15 – 20 wt %), dan gas tidak terkondensasi (10 – 20 wt %). 123
  • 43. Gambar 35. Proses pembuatan bio oil Deskripsi Proses Green Diesel Green diesel merupakan cairan menyerupai bahan bakar solar yang sangat bersih, yang dihasilkan melalui kombinasi antara gasifikasi biomasa (GB) dan sintesis Fischer-Tropsch (FT). Pada proses ini biomasa digasifikasi untuk menghasilkan gas atau biosyngas yang kaya akan H2 dan CO. Setelah pembersihan, biosyngas bisa digunakan sebagai gas umpan pada reaktor sistesis FT dimana H2 dan CO dirubah menjadi hidrokarbon rantai panjang yang kemudian dirubah menjadi green diesel pada proses berikutnya. Pada sintesis FT satu mol CO bereaksi dengan dua mol H2 membentuk hidrokarbon rantai lurus alifatik (CxHy). Katalis FT biasanya berbasis besi atau kobalt. Sekitar 20% dari energi kimia dilepaskan sebagai panas pada reaksi eksotermik ini: 124
  • 44. CO + 2H2 → - (CH2) - + H2O (1) Mengikuti persamaan 1, reaksi FT mengkonsumsi hidrogen dan karbon monoksida dengan perbandingan H2/CO = 2. Jika rasio dalam gas umpan lebih rendah, bisa disesuaikan dengan reaksi Water-Gas Shift (WGS). CO + H2O ↔ CO2 + H2 (2) Katalis FT berbasis besi menunjukkan aktivitas WGS dan perbandingan H2/CO disesuaikan di dalam reaktor sintesis. Pada kasus katalis berbasis kobalt, perbandingan perlu disesuaikan sebelum sintesis FT. Kondisi umum operasi untuk sintesis FT adalah temperatur 200-250ºC dan tekanan 25-60 bar. Polimerisasi menghasilkan produk dalam beberapa fraksi, terdiri atas fraksi hidrokarbon- hidrokarbon ringan (C1 dan C2), LPG (C3-C4), nafta (C5-C11), diesel (C9-C20), dan lilin (>C20). Distribusi produk tergantung dari katalis dan kondisi operasi proses. Dalam kaitan dengan produksi green diesel, kondisi proses bisa dipilih untuk menghasilkan jumlah maksimum dari produk pada rentang diesel. Bagaimanapun juga, hasil diesel yang lebih tinggi bisa dicapai ketika sintesis FT dioptimasikan melalui produksi lilin. Lilin ini bisa dipecah untuk menghasilkan predominan diesel. Untuk proses ini diperlukan hidrogen tambahan, yang bisa diproduksi dari produk samping syngas yang dirubah secara sempurna menjadi hidrogen melalui reaksi Water-Gas Shift WGS (2). 125
  • 45. 3. Analisis Ekonomi Investasi Bioenergi dari Kelapa Sawit A. Analisis finansial budidaya kelapa sawit Budidaya kelapa sawit merupakan salah satu usaha pertanian yang banyak diminati investor. Tingginya produktivitas lahan serta aspek pasar yang sangat prospektif menjadi pendorong tingginya investasi di bidang ini. Budidaya kelapa sawit sangat identik dengan skala budidaya yang besar, meskipun demikian tidak menutup kemungkinan usaha pada skala yang lebih kecil. Pada umumnya skala budidaya kelapa sawit yang besar dilakukan jika pihak pengusaha bermaksud mendirikan juga unit pengolahannya, sedangkan untuk skala yang lebih kecil dilakukan dengan memproduksi TBS yang dijual kepada pengumpul. Jika ingin mendirikan pabrik pengolahan sendiri, hingga diperoleh CPO, luas areal perkebunan kelapa sawit minimal adalah 6.000 ha. Berikut ini adalah analisis usaha budidaya kelapa sawit skala 6.000 ha. Pada analisis ini, asumsi-asumsi yang digunakan antara lain : • Luas lahan budidaya adalah 6.000 ha, dengan tingkat kesesuaian lahan untuk perkebunan sawit kelas 3 (S3). • Populasi kebun 143 pohon/ha • Jumlah bibit cadangan 10% dari total kebutuhan bibit • Produktivitas lahan sesuai dengan tingkat kesesuaian lahan (S3) Umur Produktivitas (ton/ha/thn) Umur Produktivitas (ton/ha/thn) 3 6 15 24 4 10 16 23 5 14 17 22 6 18 18 22 7 23 19 21 8 25 20 20 9 25 21 19 10 25 22 18 11 25 23 17 12 25 24 16 13 25 25 15 14 24 126
  • 46. Kelapa mulai berproduksi pada tahun ke 3 dan dapat berproduksi hingga tahun ke 25. • Hasil dari kebun dijual kepada pengumpul dengan harga TBS adalah Rp. 600/kg. BIAYA Pendirian kebun kelapa sawit seluas 6.000 ha memerlukan biaya investasi dan biaya operasional yang dikeluarkan selama umur proyek (25 tahun). Biaya investasi terdiri dari biaya pembelian peralatan sebesar Rp. 2,178,000,000,- dan biaya pengadaan sarana penunjang sebesar Rp.7,736,850,000,- termasuk di dalamnya lahan, bangunan, peralatan kantor serta sarana transportasi. Investasi untuk peralatan dilakukan setiap tahun dengan nilai investasi yang berbeda-beda. Komponen biaya investasi pendirian kebun budidaya kelapa sawit 6.000 ha untuk tahun pertama disajikan pada Tabel 34. Secara rinci, biaya investasi disajikan pada Lampiran 1. Tabel 34. Kebutuhan investasi kebun budidaya kelapa sawit 6.000 ha Uraian Investasi Total Biaya (Rp) A Fasilitas penunjang 1. Kantor 200,000,000 2. Kendaraan, infrastruktur kebun 7,520,000,000 3. Fasilitas penunjang kantor 16,850,000 B Peralatan budidaya 2,178,000,000 Total Investasi 9,914,850,000 Biaya operasional untuk penanaman dan persiapan lahan adalah sebesar Rp. 8,760,000,000 untuk biaya tenaga kerja dan Rp. 11,068,200,000,- untuk pembelian bahan. Rincian biaya operasional tersebut disajikan pada Tabel 35. 127
  • 47. Tabel 35 . Rincian biaya operasional kebun budidaya kelapa sawit tahun pertama Tenaga Kerja Jumlah Satuan Harga/satuan Total Biaya (Rp) 1 Pembukaan lahan 168000 HOK 20,000 3,360,000,000 2 Pembuatan jalan dan drainase 96000 HOK 20,000 1,920,000,000 3 Pembuatan lubang tanam 48000 HOK 20,000 960,000,000 4 Pemupukan pada lubang tanam 18000 HOK 20,000 360,000,000 5 Penanaman bibit 108000 HOK 20,000 2,160,000,000 Total Biaya TK 8,760,000,000 Bahan 1 bibit sawit 858000 batang 12,000 10,296,000,000 2 Pupuk SA 0 kg 2,600 0 TSP 429000 kg 1,800 772,200,000 KCl 0 kg 3,500 0 Kieserite 0 kg 1,200 0 Borium 0 kg 2,000 0 ZA 0 kg 1,200 0 MOP 0 kg 3,000 0 3 Pestisida 0 L 50,000 0 Total biaya Bahan 11,068,200,000 Biaya operasional untuk tahun pertama dan seterusnya disajikan pada Tabel 36 dan secara lengkap disajikan pada Lampiran 2. Tabel 36. Biaya operasional budidaya kelapa sawit selama umur ekonomi proyek Biaya operasional Tahun Tenaga kerja (Rp) Bahan (Rp) Tahun 1 17,040,000,000 8,510,160,000 Tahun 2 14,640,000,000 10,732,380,000 Tahun 3 12,006,400,000 11,109,900,000 Tahun 4 12,006,400,000 7,377,600,000 Tahun 5 12,006,400,000 7,377,600,000 Tahun 6 12,006,400,000 15,099,600,000 Tahun 7 12,006,400,000 15,099,600,000 Tahun 8 12,006,400,000 15,099,600,000 Tahun 9 12,006,400,000 15,099,600,000 Tahun 10 12,006,400,000 15,099,600,000 Tahun 11 12,006,400,000 15,099,600,000 Tahun 12 12,006,400,000 15,099,600,000 Tahun 13 12,006,400,000 14,070,000,000 Tahun 14 12,006,400,000 14,070,000,000 Tahun 15 12,006,400,000 14,070,000,000 Tahun 16 12,006,400,000 14,070,000,000 Tahun 17 12,006,400,000 14,070,000,000 Tahun 18 12,006,400,000 14,070,000,000 128
  • 48. Tahun 19 12,006,400,000 14,070,000,000 Tahun 20 12,006,400,000 14,070,000,000 Tahun 21 12,006,400,000 14,070,000,000 Tahun 22 12,006,400,000 14,070,000,000 Tahun 23 12,006,400,000 14,070,000,000 Tahun 24 12,006,400,000 14,070,000,000 Tahun 25 12,006,400,000 14,070,000,000 PENDAPATAN Pendapatan kebun kelapa sawit dihasilkan dari penjualan Tandan Buah Sawit (TBS). Harga yang digunakan yaitu Rp.600.000,- per ton. Pada tahun ketiga (pertama kali panen), asumsi produktivitas yang digunakan adalah 6 ton/ha/tahun. Dengan produktivitas tersebut pada tahun ke 3 akan dihasilkan 36.000 ton TBS dan mendatangkan pendapatan sebesar Rp. 21,600,000,000,-. Sedangkan pada tahun ke 8-13, produktivitas lahan maksimal yaitu 25 ton/ha/tahun, maka pada tahun 8 akan diperoleh pendapatan sebesar Rp. 90,000,000,000,-. PROYEKSI ARUS KAS DAN KRITERIA KELAYAKAN USAHA Kelayakan usaha budidaya kelapa sawit dianalisis menggunakan proyeksi arus kas dan perhitungan kriteria kelayakan yang terdiri dari NPV, IRR, Net B/C serta PBP. Usaha dikatakan layak jika dapat memenuhi kewajiban finansial serta dapat mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Proyeksi arus kas secara lengkap disajikan pada Lampiran 3, adapun hasil perhitungan kriteria kelayakan disajikan pada Tabel 37. Tabel 37. Kriteria kelayakan usaha budidaya kelapa sawit Kriteria kelayakan Nilai NPV Rp. 91,840,709,247 IRR 33% B/C Ratio 9.00 PBP 6.98 Dari perhitungan kriteria tersebut, terlihat bahwa usaha pendirian kebun budidaya kelapa sawit layak dilakukan dan menguntungkan secara finansial. Dengan umur proyek 25 tahun, nilai NPV adalah positif, nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga bank (33% > 15%), B/C ratio lebih besar dari 1 dan modal yang dikeluarkan dapat kembali pada tahun ke 6.98. 129
  • 49. B. Analisis finansial biodiesel kelapa sawit Asumsi perhitungan Dalam perhitungan analisis finansial biodiesel kelapa sawit, digunakan beberapa asumsi yaitu umur ekonomi proyek 20 tahun, kapasitas produksi 6.000 ton/tahun serta beberapa parameter lainnya yang disajikan pada Tabel 38. Tabel 38. Asumsi-asumsi pada Unit Pengolahan Biodiesel Kelapa Sawit 1 Kapasitas Produksi Kapasitas operasi 100% 60,000 ton per tahun 2 Keuangan Debt Equity Ratio 70% 30% Bunga - Investasi 12% per tahun - Modal kerja 12% per tahun Pembayaran - Investasi 8 tahun - Modal kerja 5 tahun Depresiasi 10 tahun 3 Utilitas dan konsumsi Uap 5 bar 150,000 Rp/ton Listrik 552 Rp/KWH Air pendingin 460 Rp/m3 Air untuk proses 9,200 Rp/m3 Air sisa 13,800 Rp/m3 Nitrogen cair 2,760 Rp/kg Lain-lain 23,000 Rp/ton B-D 4 Bahan baku (kimia) CPO 4,000,000 Rp/ton Metanol 2,760,000 Rp/ton KOH 7,360,000 Rp/ton H2SO4 1,380,000 Rp/ton Bahan tambahan 1 16,560,000 Rp/ton Bahan tambahan 2 11,960,000 Rp/ton 5 Biaya lain 4,600,000,00 Orang/tenaga kerja 0 Rp/tahun 2,300,000,00 Pengawasan dan over head 0 Rp/tahun Pemeliharaan 529,759 Rp/tahun 3,680,000,00 Asuransi 0 Rp/tahun 2,208,000,00 Lab/Quality control 0 Rp/tahun 1,380,000,00 Biaya pemasaran 0 Rp/tahun 1,840,000,00 Lain-lain 0 Rp/tahun 6 Harga produk 130
  • 50. Bio Diesel 7,176,000 Rp/ton Gliserol teknis 2,760,000 Rp/ton Investasi Biaya investasi untuk pendirian pabrik biodiesel terdiri dari biaya proyek, dan modal kerja. Biaya proyek merupakan seluruh modal awal yang diperlukan untuk pengadaan tanah, bangunan dan peralatan juga biaya IDC (Interest during construction). IDC adalah biaya bunga yang dihasilkan selama pendirian pabrik (perhitungan disajikan pada Lampiran 4). Sedangkan modal kerja adalah modal yang dikeluarkan untuk keperluan pengadaan bahan baku, bahan pembantu, tenaga kerja dan biaya operasional untuk menjalankan usaha. Total investasi yang diperlukan sebesar Rp. 282,247,920,262,- dimana modal tersebut diperoleh dari pinjaman dan modal sendiri dengan Debt Equity Ratio (70:30). Rincian biaya investasi disajikan pada Tabel 39. Modal kerja terdiri dari biaya variabel yang jumlahnya tergantung pada jumlah biodiesel yang dihasilkan dan biaya tetap yang nilainya tidak dipengaruhi oleh kapasitas produksi. Modal kerja yang digunakan adalah modal kerja tertinggi yaitu pada saat pabrik telah beroperasi maksimal (100%) dan dikali dengan faktor konversi 1.5 yaitu sebesar Rp. 57,229,724,407,-. yang merupakan biaya operasional bahan baku selama 30 hari dan inventory 60 hari. Tabel 39. Investasi pendirian pabrik biodiesel sawit 1 Biaya Investasi OSBL ISBL TOTAL Pengeluaran pra-proyek 3,413,200,000 0 3,413,200,000 Lahan 2,760,000,000 0 2,760,000,000 Pengolahan air 920,000,000 0 920,000,000 11,040,000,00 Loading arm 0 0 11,040,000,000 15,927,406,96 Power plant 1 0 15,927,406,961 147,200,000,00 Pabrik 0 0 147,200,000,000 Pajak PPn 10% & Pajak lain 3,406,060,696 14,720,000,000 18,126,060,696 37,466,667,65 161,920,000,00 Biaya Proyek 7 0 199,386,667,657 2 IDC 17,410,714,986 Total Biaya Proyek 216,797,382,643 131
  • 51. 3 Modal kerja 57,229,724,407 4 Biaya finansial 8,220,813,212 Total Investasi 282,247,920,262 Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku dan bahan tambahan, utilitas dan konsumsi serta transportasi produk. Rincian biaya operasional dengan kapasitas pabrik maksimal (100%) disajikan pada Tabel 40. Tabel 40. Biaya Operasional Pabrik biodiesel kapasitas 6.000 ton/tahun Deskripsi Konsumsi Satuan Harga/satuan Total A Biaya Variabel Bahan baku/kimia CPO 1.07 Ton/Ton B-D 4,000,000 256,800,000,000 Metanol 0.115 Ton/Ton B-D 2,760,000 19,044,000,000 KOH 0.016 Ton/Ton B-D 7,360,000 7,065,600,000 H2SO4 0.001 Ton/Ton B-D 1,380,000 82,800,000 Bahan tambahan 1 0.003 Ton/Ton B-D 16,560,000 2,980,800,000 Bahan tambahan 2 0.001 Ton/Ton B-D 11,960,000 717,600,000 Sub Total 286,690,800,000 Utilitas dan Konsumsi Uap 5 bar 0.67 Ton/Ton B-D 150,000 6,030,000,000 kWh/Ton B- Listrik 67.15 D 552 2,224,008,000 Air pendingin 1.68 m3/Ton B-D 460 46,368,000 Air untuk proses 0.17 m3/Ton B-D 9,200 93,840,000 Air sisa 0.17 m3/Ton B-D 13,800 140,760,000 Nitrogen cair 0.84 kg/Ton B-D 2,760 139,104,000 Lain-lain 2.1 Rp/Ton B-D 23,000 2,898,000,000 Sub Total 11,572,080,000 Total Biaya Variabel (A) 298,262,880,000 B Biaya Tetap Orang/tenaga kerja 1 Rp/Tahun 4,600,000,000 4,600,000,000 Pengawasan dan over head 1 Rp/Tahun 2,300,000,000 2,300,000,000 Perawatan 1 Rp/Tahun 529,759 529,759 Asuransi 1 Rp/Tahun 3,680,000,000 3,680,000,000 Lab/Quality control 1 Rp/Tahun 2,208,000,000 2,208,000,000 Biaya pemasaran 1 Rp/Tahun 1,380,000,000 1,380,000,000 Lain-lain 1 Rp/Tahun 1,840,000,000 1,840,000,000 Depresiasi Tahun (Straight line) 21,679,738,264 Bunga Rp/Tahun 18,248,864,568 Total Biaya Tetap 55,937,132,592 Total Biaya Produksi 354,200,012,592 Produksi dan Pendapatan Usaha 132
  • 52. Dengan kapasitas produksi 6.000 ton biodiesel per tahun, dan harga jual Rp. 7.176.000,- per ton biodiesel maka akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 430,560,000,000,-. Pendapatan dari pabrik biodiesel akan bertambah dengan penjualan gliserol dan potasium sulfat masing-masing sebesar Rp. 16,449,600,000,- dan Rp. 2,433,216,000,-. Secara lengkap produksi dan pendapatan usaha biodiesel kelapa sawit disajikan pada Lampiran 5. Arus kas dan kriteria kelayakan usaha Kelayakan industri bioetanol berbahan baku sagu dianalisis menggunakan proyeksi arus kas dan perhitungan kriteria kelayakan yang terdiri dari NPV dan IRR. Usaha dikatakan layak jika dapat memenuhi kewajiban finansial serta dapat mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Proyeksi arus kas secara lengkap disajikan pada Lampiran 6. Adapun hasil perhitungan kriteria kelayakan disajikan pada Tabel 41. Tabel 41. Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi industri biodiesel sawit Kriteria investasi Nilai IRR 19.57% NPV 167,565,686,218 Dari perhitungan kriteria tersebut, terlihat bahwa usaha pendirian industri biodiesel kelapa layak dilakukan dan menguntungkan secara finansial. Dengan umur proyek 20 tahun, nilai NPV positif dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga bank (19.57% > 12%). 133