Dokumen tersebut membahas tentang dinamika dan potensi konflik di masyarakat kota metropolitan. Terdapat berbagai faktor penyebab konflik seperti ketidaksetaraan kekuasaan dan kepentingan, serta masalah sosial akibat urbanisasi dan perekonomian Jakarta. Dokumen ini menganalisis konsep konflik serta faktor-faktor penyebab timbulnya berbagai masalah sosial dan potensi konflik di Jakarta.
Kepemimpinan & Kekuasaan novi catur muspita perilaku organisasi
Dinamika dan potensi konflik pada masyarakat kota metropolitan novi catur m
1. 1
DINAMIKA DAN POTENSI KONFLIK PADA MASYARAKAT
KOTA METROPOLITAN :
Antara Fakta Dan Solusi
Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah :
kelompok, organisasi dan kepemimpinan
Oleh:
Novi Catur Muspita
NIM:116040400111001
Mahasiswa Program Pacasarjana Ilmu Pertanian
Kekhususan Sosiologi Pedesaan
PASCA SARJANA ILMU PERTANIAN
MINAT SOSIOLOGI PEDESAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
2. 2
DINAMIKA DAN POTENSI KONFLIK PADA MASYARAKAT KOTA
METROPOLITAN :
Antara Fakta Dan Solusi
Pendahuluan
Sebuah masyarakat merupakan sebuah struktur yang terdiri atas saling
hubungan peranan-peranan dari para warganya, yang peranan-peran tersebut
dijalankan sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Saling hubungan diantara
peranan-peranan ini mewujudkan struktur-struktur peranan-peranan yang biasanya
terwujud sebagai pranata-pranata (lihat Suparlan 1986, 1996, 2004a). Dan setiap
masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri yang berbeda dari kebudayaan yang
dimliki oleh masyarakat lainnya.
Kebudayaan (mengacu dari konsep Profesor Parsudi Suparlan, 2004b : 58-61)
dilihat sebagai : (1) pedoman bagi kehidupan masyarakat, yang secara bersama-sama
berlaku, tetapi penggunaannya sebagai acuan adalah berbeda-beda menurut konteks
lingkungan kegiatannya; (2) Perangkat-perangkat pengetahuan dan kenyakinan yang
merupakan hasil interpretasi atau pedoman bagi kehidupan tersebut. Dan kehidupan
masyarakat kota-kota di Indonesia terdapat tiga kebudayaan yaitu : kebudayaan
nasional, kebudayaan sukubangsa, dan kebudayaan umum. Kebudayaan nasional
yang operasional dalam kehidupan sehari-hari warga kota melalui berbagai pranata
yang tercakup dalam sistem nasional.
Kebudayaan kedua, adalah kebudayaan-kebudayaan sukubangsa. Kebudayaan
sukubangsa fungsional dan operasional dalam kehidupan sehari-hari di dalam
suasana-suasana sukubangsa, terutama dalam hubungan-hubungan kekerabatan dan
keluarga, dan dalam berbagai hubungan sosial dan pribadi yang suasananya adalah
suasana sukubangsa.
Kebudayaan yang ketiga yang ada dalam kehidupan warga masyarakat kota
adalah kebudayaan umum, yang berlaku di tempat-tempat umum atau pasar.
Kebudayaan umum muncul di dalam dan melalui interaksi-interaksi sosial yang
berlangsung dari waktu ke waktu secara spontan untuk kepentingan-kepentingan
pribadi para pelakunya, kepentingan ekonomi, kepentingan politik, ataupun
kepentingan-kepentingan sosial. Kebudayan umum ini menekankan pada prinsip
tawar-menawar dari para pelakuya, baik tawar-menawar secara sosial maupun secara
ekonomi, yang dibakukan sebagai konvensi-konvensi sosial, yang menjadi pedoman
bagi para pelaku dalam bertindak di tempat-tempat umum dalam kehidupan kota.
3. 3
Suatu masyarakat dapat bertahan dan berkembang bila ada produktifitas.
Yaitu warganya dapat menghasilkan sesuatu produk atau setidak-tidaknya dapat
menghidupi dirinya sendiri. Dan bagi yang tidak produktif akan menjadi benalu yang
dapat menghambat bahkan mematikan produktifitas tersebut. Dalam proses
produktivitas tersebut ada berbagai ancaman, gangguan yang dapat mengganggu
jalannya usaha dan bahkan mematikan produktivitas. Untuk melindungi atau menjaga
warga masyarakat dalam melaksanakan produktivitasnya diperlukan adanya aturan,
hukum maupun norma-norma. Dan untuk menegakkannya serta mengajak warga
masyarakat untuk mentaatinya diperlukan institusi/pranata yang menanganinya salah
satunya adalah polisi.
Masalah-masalah perkotaan begitu kompleks antara lain : penggunaan
kekuatan sosial untuk menduduki tanah-tanah dalam wilayah kota yang bukan
miliknya atau fasilitas-fasilitas lainnya, dan muncul wilayah-wilayah pemukiman liar
dan kumuh di daerah perkotaan yang berfungsi sebagai kantong-kantong kemiskinan
dan pensosialisasian kriminalitas, pelacuran, kenakalan dan kejahatan remaja,
alkoholisme, narkoba dan berbagai permasalahan sosial lainya. Secara keseluruhan
masalah-masalah tersebut juga turut mendorong terwujudnya lingkungan hidup
perkotaan yang tidak kondusif bahkan dapat meresahkan akan terus muncul,
berkembang, dan menjadi laten dalam kehidupan masyarakat.
KEAMANAN UMUM DI JAKARTA
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta adalah sebuah provinsi sekaligus ibu
kota Indonesia. Karena Jakarta merupakan sebuah kota yang amat besar dan sekaligus
ibu kota Indonesia, maka kota ini mempunyai status yang sama dengan sebuah
provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut pulau Jawa. Koordinatnya adalah 6°11′
LS 106°50′ BT. Hari jadi kota Jakarta adalah tanggal 22 Juni 1527, yang diperingati
setiap tahunnya. Sedangkan luasnya adalah 661,62 km2 . Dengan jumlah penduduk
8.603.776 dengan kepadatan16.667/km2. Wilayah DKI terdiri dari 1 Kabupaten,
5Kodya/Kota, 44 Kecamatan dan 267 Kelurahan/Desa. Suku-suku yang tinggal di
DKI adalah hampir semua suku yang ada di Indonesia. Yang menonjol antara lain:
Betawi , Suku Jawa, Suku Sunda, Tionghoa (10%). Agama yang dianut Islam (86%),
Protestan (6%), Katolik (4%), Buddha (4%), sisanya Hindu dan lain-lain.
Jumlah penduduk di Jakarta sekitar 8.603.776 namun pada siang hari, angka
tersebut akan bertambah seiring datangnya para pekerja dari kota satelit seperti
Bekasi, Tangerang dan Depok akan menjadi kurang lebih 12 juta. Kota/kabupaten
yang paling padat penduduknya adalah Jakarta Timur dengan 2.131.341 penduduk,
sementara Kepulauan Seribu adalah kabupaten dengan paling sedikit penduduk, yaitu
19.545 jiwa.
4. 4
JUMLAH PENDUDUK DKI &
SEKITARNYA PROVINSI/
KOTA/KABUPATEN
JUMLAH
PENDUDUK
(JUTA JIWA)
LUAS WILAYAH
(KM2)
Dki Jakarta 8.603.776 661,62
Kab. Bogor 3.798.212 2.237,09
Kota Bogor 816.860 108,98
Kota Depok 1.324.452 312,24
Kab. Tangerang 3.186,690 1.110,38
Kota Tangerang 1.466.884 164,31
Kab. Bekasi 1.797.900 1.065,36
Kota Bekasi 1.814.316 209.55
Total 21.190980 5769,53
SUMBER BPS PROP. DKI JAKARTA & BPS PROP. JABAR
Kota Jakarta juga merupakan salah satu kota di Asia yang banyak dibangun
pusat perbelanjaan. Begitu juga dengan dibangunnya hypermarket seperti Carrefour,
Matahari, Goro dan Makro yang belakangan ini menjadi tren belanja kalangan
menengah di Jakarta.
Posisi DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian telah mendorong orang-orang
di luar Jakarta dan luar pulau Jawa untuk berbondong-bondong mencari rezeki di ibu
kota Indonesia ini. Banyak dari orang-orang yang datang ke Jakarta tidak dibekali
dengan keahlian atau ketrampilan khusus, sehingga beberapa dampak sosial yang
sering muncul adalah masalah pengangguran yang berkaitan erat dengan masalah
kemiskinan dan kriminalitas.
Kota Jakarta juga merupakan salah satu kota di Asia yang banyak dibangun
pusat perbelanjaan. Begitu juga dengan dibangunnya hypermarket seperti Carrefour,
Matahari, Goro dan Makro yang belakangan ini menjadi tren belanja kalangan
menengah di Jakarta.
Posisi DKI Jarta sebagai pusat perekonomian telah mendorong orang-orang di luar
Jakarta dan luar pulau Jawa untuk berbondong-bondong mencari rezeki di ibu kota
Indonesia ini. Banyak dari orang-orang yang datang ke Jakarta tidak dibekali dengan
keahlian atau ketrampilan khusus, sehingga beberapa dampak sosial yang sering
5. 5
muncul adalah masalah pengangguran yang berkaitan erat dengan masalah
kemiskinan dan kriminalitas.
Jakarta sebagai ibu kota negara Republik Indonesia adalah pusat politik,
ekonomi, sosial budaya. Jakarta sebagai kota metropolitan yang sarat dengan
berbagai masalah yang kompleks dapat menjadi tempat yang subur tumbuh dan
berkembangnya berbagai kejahatan.
Masalah kamtibmas di wilayah DKI dan sekitarnya yang terjadi semakin
kompleks dan semakin meningkat. Dan ada yang dapat dikategorikan sebagai
masalah kontijensi, yaitu masalah-masalah kamtibmas yang kejadiannya dapat terjadi
kapan saja dan di mana saja serta dapat mengenai siapa saja. Di samping itu juga
berdampak luas dan juga dapat menimbulkan keresahan dan ketakutan bagi warga
masyarakat serta kerusakan sosial yang besar. Penyebab masalah kontijensi tersebut
dapat dikategorikan antara lain yang disebabkan ulah manusia, disebabkan alam
maupun karena kerusakan infrastruktur. Dampak dari masalah kontijensi tersebut
adalah menghambat bahkan dapat mematikan produktifitas warga masyarakat. Dan
tentunya juga dapat berdampak luas atau menyebar ke daerah-daerah lainya.
Terhambatnya produktifitas warga masyarakat DKI dan sekitarnya dapat
mengganggu stabilitas negara.
Salah satu penyebab timbulnya permasalahan yang begitu kompleks tersebut
antara lain adanya konflik. Sejalan dengan hal tersebut apa yang harus dilakukan
untuk menangani masalah-masalah yang sifatnya rutin (daily case) maupun untuk
menangani berbagai masalah yang sifatnya kontijensi?
Konflik dan Potensi Konflik
Konflik dapat dilihat sebagai sebuah pcrjuangan antar individu atau kelompok
untuk memenangkan sesuatu tujuan yang sama-sama ingin mereka capai. Kekalahan
atau kehancuran pihak Iawan dilihat oleh yang bersangkutan sebagai sesuatu tujuan
utama untuk memenangkan tujuan yang ingin dicapai. Berbeda dengan persaingan
atau kompetisi, dimana tujuan utama adalah pencapaian kemenangan melalui
keunggulan prestasi dan yang bersaing, maka dalam konflik tujuannya adalah
penghancuran pihak lawan sehingga seringkaIi tujuan untuk memenangkan sesuatu
yang ingin dicapai menjadi tidak sepenting keinginan untuk menghancurkan pihak
lawan. Konflik sosial yang merupakan perluasan dari konflik individual, biasanya
terwujud dalam bentuk konflik fisik atau perang antar dua kelompok atau Iebih, yang
biasanya selalu terjadi dalam keadaan berulang.
Sesuatu konflik fisik atau perang biasanya berhenti untuk sementara karena
harus istirahat supaya dapat melepaskan lelah atau bila jumlah korban pihak lawan
6. 6
sudah seimbang dengan jumlah korban pihak sendiri. Setelah istirahat konflik
diteruskan atau diulang lagi pada waktu atau kesempatan yang lain setelah itu.
Para ahli sosiologi konflik, melihat gejala-gejala sosial, termasuk tindakan-
tindakan sosial manusia, adalah sebagai hasil dan konflik. Menurut para ahli sosiologi
konflik, kepentingan-kepentingan yang dipunyai orang perorang atau kelompok
berada di atas norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Usaha-usaha pencapaian kepentingan-kepentingan itu didorong oleh
konflik-konflik antar individu dan kelompok sebagai aspek-aspek yang biasa ada
dalam kehidupan sosial manusia. Sedangkan model lain yang bertentangan tetapi
relevan dengan model konflik adalah model ketaraturan yang digunakan untuk
melihat berbagai bentuk kompetisi dan konflik dalam olahraga dan politik sebagai
sebuah bentuk keteraturan.
Dahrendorf, salah seorang tokoh yang mengembangkan model konflik,
melihat bahwa kehidupan rnanusia dalam bermasyarakat didasari oleh konflik
kekuatan, yang bukan semata-mata dikarenakan oleh sebab-sebab ekonomi
sebagaimana dikemukakan oleh Karl Marx, tetapi karena berbagai aspek yang ada
dalam masyarakat; Yang dilihatnya sebagai organisasi sosial. Lebih lanjut
dikatakannya bahwa organisasi menyajikan pendistribusian kekuatan sosial kepada
warganya secara tidak merata. Oleh karena itu warga sebuah masyakat akan
tergolong dalam mereka yang mempunyai dan yang miskin dalam kaitannya dengan
kekuatan sosial atau kekuasaan. Karena organisasi itu juga membatasi berbagai
tindakan manusia maka pembatasan-pembatasan tersebut juga hanya dapat dilakukan
oleh mereka yang mempunyai kekuasaan. Sedangkan mereka yang miskin kekuasaan,
yang terkena oleh pembatasan-pembatasan secara organisasi oleh yang mempunyai
kekuasaan, akan berada dalam konflik dengan mereka yang mempunyai kekuasaan.
Oleh Dahrendorf konflik dilihat sebagai sesuatu yang endemik atau yang selalu ada
dalam kehidupan manusia bermasyarakat.
Bila kita mengikuti model Dahrendorf diatas, maka secara hipotetis kita
ketahui bahwa dalam setiap masyarakat terdapat potensi-ootensi konflik karena setiap
warga masyarakat akan mempunyai kepentingan yang harus dipenuhi yang dalam
pemenuhannya akan harus mengorbankan kepentingan warga masyarakat lainnya.
Upaya pemenuhan kepentingan yang dilakukan oleh seseorang yang mengorbankan
kepentingan seseorang lainnya dapat merupakan potensi konflik, bila dilakukan tanpa
mengikuti aturan main (yang terwujud sebagai hukum, hukum adat, adat, atau
konvensi sosial yang berlaku setempat) yang dianggap adil dan beradab. Sedangkan
bila dalam masyarakat tersebut ada aturan-aturan main yang diakui bersama oleh
warga masayarakat tersebut sebagai adil dan beradab, maka potensi-potensi konflik
akan mentransformasikan diri dalam berbagai bentuk persaingan. Jadi, potensi-
7. 7
potensi konflik tumbuh dan berkembang pada waktu dalam hubungan antar individu
muncul dan berkembang serta mantapnya perasaan-perasaan yang dipunyai oleh salah
seorang pelaku akan adanya perlakuan sewenang-wenang dan tindakan-tindakan
tidak adil serta biadab yang dideritanya yang diakibatkan oleh perbuatan pihak
lawannya.
Adanya potensi konflik dalam diri seseorang atau sekelompok orang ditandai
oleh adanya perasaan tertekan karena perbuatan pihak Iawan, yang dalam keadaan
mana si pelaku tidak mampu untuk melawan atau menolaknya, dan bahkan tidak
mampu untuk menghindarinya. Dalam keadaan tersebut sipelaku mengembangkan
perasaan kebencian yang terpendam terhadap pihak Iawan, yang perasaan kebencian
tersebut bersifat akumulatif oleh perbuatan-perbuatan lain yang merugikan dari pihak
Iawannya. Kebencian yang mendalam dari si pelaku yang selalu kalah biasanya
terw’ujud dalam bentuk menghindar atau melarikan diri dari si pelaku. Tetapi
kebencian tersebut secara umum biasanya terungkap dalam bentuk kemarahan atau
amuk, yaitu pada waktu si pelaku yang selalu kalah tidak dapat menghindar lagi dari
pilihan harus melawan atau mati, yang dapat dilihat dalam bentuk konflik fisik dan
verbal diantara dua pelaku yang berlawanan tersebut.
Konflik fisik yang menyebabkan kekalahannya oleh lawan akan
menghentikan tindakan perlawanannya. Tidak berarti bahwa berhentinya perlawanan
tersebut menghentikan kebenciannya ataupun dorongannya untuk menghancurkan
pihak lawannya. Kebencian yang mendalam masih disimpan dalam hatinya, yang
akan merupakan landasan semangat untuk menghancurkan pihak lawan. Sewaktu-
waktu bila pihak lawan lengah atau situasi yang dihadapi memungkinkan maka dia
akan berusaha untuk menghancurkannya. Yaitu, agar merasa telah menang atau
setidak-tidaknya telah seimbang dengan kekalahan yang telah dideritanya dari pihak
lawan tersebut.
Ketidakadilan dan kesewenang-wenangan biasanya dilihat oleh pelaku yang
bersangkutan dalam kaitannya dengan konsep hak yang dimiliki (harta, jatidiri,
kehormatan, keselamatan, dan nyawa) oleh diri pribadi, keluarga, kerabat, dan
komuniti atau masyarakatnya. Sesuatu pelanggaran atau perampasan atas hak milik
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang akan dapat diterima oleh
seseorang atau sekelompok orang tersebut bila sesuai menurut norma-norma dan
nilai-nilai budaya yang berlaku daiam masyarakat setempat, atau memang seharusnya
demikian. Tetapi tidak dapat diterima oleh yang bersangkutan bila perbuatan tersebut
tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai budaya yang berlaku. Dalam
hubungan antar sukubangsa, konsep hipotesa kebudayaan dominan dari Bruner (lihat
Suparlan 1999d : 13-20) menjadi relevan sebagai acuan untuk memahami keberadaan
aturan-aturan main atau konvensi-konvensi sosial yang berlaku diantara dua
8. 8
sukubangsa atan lebih yang bersama-sama menempati sebuah wilayah dan
membentuk kehidupan bersama dalam sebuah masyarakat setempat.
Perlakuan sewenang-wenang oleh orang atau kelompok lain yang diderita
oleh seseorang atau sebuah kelompok atau masyarakat, bila tidak mampu diatasi
dalam bentuk perlawanan oleh yang diperlakukan sewenang-wenang akan membekas
dalam bentuk kebencian, dan kebencian tersebut pada waktu terjadinya peristiwa
tersebut akan disimpan atau terpendam dalam hati, karena tidak berani atau tidak
mampu untuk melawannya, atau karena tertutup oleh berbagai kesibukan dalam suatu
jangka waktu tertentu. Peristiwa kesewenang-wenangan yang terpendam seperti ini
akan muncul dan terungkap dalam bentuk stereotip dan prasangka. Stereotip atau
prasangka tersebut akan terwujud dalam bentuk simbol-simbol yang menjadi atribut
dari keburukan atau kerendahan martabat pelaku yang sewenang-wenang tersebut.
Konflik sosial terjadi antara dua kelompok atau lebih, yang terwujud dalam
bentuk konflik fisik antara mereka yang tergolong sebagai anggota-anggota dari
kelompokkelompok yang berlawanan. Dalam konfik sosial, jatidiri dari orang
perorang yang terlibat dalam konflik tersebut tidak lagi diakui keberadaannya. Jatidiri
orang perorang tersebut diganti oleh jatidiri golongan atau kelompok. Dengan kata-
kata lain, dala konflik sosial yang ada bukanlah konflik antara orang perorang dengan
jatidiri masingmasing tetapi antara orang perorang yang mewakili jatidiri golongan
atau kelompoknya. Atribut-atribut yang menunjukkan ciri-ciri jatidiri orang perorang
tersebut berasal dari stereotip yang berlaku dalam kehidupan antar golongan yang
mewakili oleh kelompok-kelompok konflik. Dalam konflik sosial tidak ada tindakan
memilah-milah atau menyeleksi siapa-siapa pihak lawan yang harus dihancurkan.
Sasarannya adalah keseluruhan kelompok yang tergolong dalam golongan yang
menjadi musuh atau lawannya, sehingga penghancuran atas diri dan harta milik orang
perorang dari pihak Iawan mereka lihat sama dengan penghancuran kelompok pihak
lawan.
Dalain konflik fisik yang terjadi, orang dan golongan sosial atau sukubangsa
yang berbeda yang semula adalah teman baik, akan menghapus hubungan pertemanan
yang baik tersebut menjadi hubungan permusuhan atau setidak-tidaknya menjadi
hubungan penghindaran. Hubungan mereka menjadi hubungan golongan, yaitu
masing-masing mewakili golongannya dalam hubungan konflik yang terjadi. Orang-
orang luar, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kelompok-kelompok
yang sedang dalam konflik fisik tersebut bila mempunyai atribut-atribut yang
memperlihatkan kesamaan dengan ciri-cirii dari pihak lawan akan digolongkan
sebagai lawan dan tanpa permisi atau meminta penjelasan mengenai jatidiri
golongannya akan juga dihancurkan.
9. 9
Diantara berbagai konflik sosial yang yang terwujud sebagai konflik fisik,
konflik antar suku bangsa adalah konflik yang tidak dapat dengan mudah didamaikan.
Karena, konflik yang terjadi, yang disebabkan oleh rasa aketidakadilan atau
kesewenang-wenangan ataupun kekalahan telah dipahami sebagai dihancurkannya
harga diri dan kehorrnatan. Berbagai potensi konflik yang timbul dan dihadapi di
Jakarta antara lain menyangkut :
(a) Masalah Lalu lintas, baik kemacetan, rawan kecelakaan maupun pelanggaran yang
kesemuanya diperlukan keterpaduan, baik petugas maupun para pemakai jalan serta
keseimbangan sarana dan perasarana, (b) Masalah pembebasan tanah masih sering
menimbulkan protes dan tidak puasnya masyarakat terhadap ganti rugi dan timbulnya
kasus penipuan/penggelapan surat-surat tanah yang dapat menimbulkan gangguan
kamtibmas.
(c) Faktor korelatif kriminogen kejadian-kejadian yang dapat menjurus pada masalah
SARA.
(d) Masalah pengangguran merupakan masalah nasional yang menonjol, hal ini
disebabkan karena krisis moneter yang berkepanjangan sehingga terjadi pemutusan
hubungan kerja, sedangkan anak-anak putus sekolah tiap tahun meningkat
jumlahnya,(e) Pengembangan daerah industri dan pemukiman, hal ini mengandung
berbagai dampak di dalam masyarakat, antara lain : (1) Masalah pemilikan tanah
antara lain:
(a) Pemalsuan sertifikat, (b) Penipuan dan penggelapan sertifikat, (c) Masalah ganti
rugi,
(d) Sengketa hak kepemilikan tanah
(2) Masalah transportasi baik berupa sarana maupun prasarana yang belum seimbang
dengan perkembangan penduduk.
(3) Meningkatnya kasus kriminalitas akibat berkembangnya daerah pemukiman
khususnya di wilayah penyangga DKI Jakarta.
(4) Perkembangan daerah industri, hal ini mempunyai dampak terhadap :
(a) Masalah tenaga kerja,(b) Masalah lingkungan (pencemaran udara dan air
sekitarnya),
(5) Pengembangan daerah pariwisata mempunyai dampak terhadap :
(a) Berkembangnya nilai budaya yang bertentangan dengan budaya bangsa Indonesia.
(b) Timbulnya penyalahgunaan peruntukan sarana dan prasarana bidang wisata
(hotel, penginapan/losmen dan sejenisnya) yang memerlukan pengawasan,
(6) Sarana pelayanan umum antara lain :
(a) Tempat-tempat hiburan merupakan tempat dan lokasi FKK maupun PH yang
sewaktu-waktu dapat timbul menjadi AF. (b) Sarana-sarana ibadah, disamping tempat
10. 10
melaksanakan ibadah sesuai dengan agama masing-masing, dapat pula digunakan
kelompok tertentu untuk kegiatan yang bersifat politis praktis (ekstrim).
(3) Peningkatan sarana pendidikan akan menambah pula kerawanan terhadap
gangguan Kamtibmas baik dalam bentuk :
(a) Kenakalan remaja (Trektrekan Mobil/Motor dan penyalah-gunaan Narkotika).
(b) Perkelahian pelajar, (c) Aksi corat-coret dan unjuk rasa, (d) Tindakan lainnya.
(e) Pedagang asongan dan kaki lima merupakan dampak negatif dengan
meningkatnya urbanisasi serta sulitnya mencari lapangan kerja sehingga menjadi titik
rawan yang dapat menimbulkan gangguan Keamanan.
Upaya penyelesaian konflik
Dalam konteks ini dilihat pemecahan konflik melalui peran dan fungsi polisi
dalam masyarakat. Keberadaan Polisi dalam masyarakat salah satunya adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Mengapa demikian ? Suatu masyarakat
dapat hidup tumbuh dan berkembang bila ada produktifitas. Dalam masyarakat
demokratis yang ditekankan adalah produktifitas, atau setidak-tidaknya dapat
menghidupi dirinya sendiri. Bagi yang tidak produktif akan menjadi benalu atau
menjadi beban warga lainnya. Dalam proses produktifitas tersebut ada hambatan,
gangguan, konflik yang dapat mengganggu bahkan mengancurkan produktifitas
tersebut. Untuk melindungi harkat dan martabat manusia yang produktif tersebut
diperlukan adanya atauran, hukum, nilai-nilai, moral dsb. Untuk menegakannya dan
mengajak masyarakat mentaatinya diperlukan adanya institusi yang menanganinya
salah satunya adalah polisi. Dengan demikian fungsi polisi dalam mendukung
produktifitas masyarakat adalah memberikan pelayanan keamanan. Dengan adanya
rasa aman maka warga masyarakat akan dapat melakukan aktifitas dan menghasilkan
produksi yang mensejahterakan mereka. Bagaimana seharusnya polisi memberikan
pelayanan keamanan di kota megapolitan ? ini merupakan pertanyaan dan pemikiran
yang paling kritikal yang harus disiapkan, atau setidaknya disiapkan model polisi dan
pemolisian dikota megapolitan Jakarta.
Upaya menyelesaikan konflik adalah untuk mewujudkan keamanan dan rasa
aman ini dalam pelaksanaannya ada baiknya digulirkan kembali. Alat penggulir bagi
proses-proses reformasi sebaiknya secara model dapat dioperasionalkan dan
dimonitor, yaitu mengaktifkan model multikulturalisme untuk meninggalkan
masyarakat majemuk dan secara bertahap memasuki masyarakat multikultural
Indoneaia. Sebagai model maka masyarakat multikultural Indonesia adalah sebuah
masyarakat yang berdasarkan pada ideologi multikulturalisme atau bhinneka tunggal
ika yang multikultural, yang melandasi corak struktur masyarakat Indonesia pada
tingkat nasional dan lokal. Upaya ini dapat dimulai dengan pembuatan pedoman etika
11. 11
dan pembakuannya sebagai acuan bertindak sesuai dengan adab dan moral dalam
berbagai interaksi yang terserap dalam hak dan kewajiban dari pelakunya dalam
berbagai struktur kegiatan dan manajemen. Pedoman etika ini akan membantu upaya-
upaya pemberantasan KKN secara hukum.
Upaya-upaya tersebut diatas tidak akan mungkin dapat dilaksanakan bila
pemerintah nasional maupun pemerintah-pemerintah daerah dalam berbagai
tingkatnya tidak menginginkannya atau tidak menyetujuinya. Ketidak inginan
merubah tatanan yang ada biasanya berkaitan dengan berbagai fasilitas dan
keistimewaan yang diperoleh dan dipunyai oleh para pejabat dalam hal akses dan
penguasaan atas sumber-sumber daya yang ada dan pendistribusiannya. Mungkin
peraturan yang ada berkenaan dengan itu harus direvisi, termasuk revisi untuk
meningkatkan gaji dan pendapatan para pejabat, sehingga peluang untuk melakukan
KKN dapat dibatasi atau ditiadakan.
Untuk mewujudkan hal itu juga diperlukan tata hukum yang wajar.Tata
hukum berasal dari kata dalam bahasa Belanda “recht orde” adalah Hukum positif
sebagai lembaga penata normatif di dalam kehidupan masyarakat. Fungsi hukum
yang paling dasar adalah mencegah bahwa konflik kepentingan itu dipecahkan dalam
konflik terbuka artinya, semata-mata atas dasar kekuatan dan kelemahan pihak-pihak
yang terlibat. Dengan adanya hukum konflik kepentingan tidak lagi dipecahkan
menurut siapa yang paling kuat, melainkan berdasarkan aturan yang berorientasi pada
kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai obyektif tidak membedakan antara yang kuat
dan lemah. Orientasi itu disebut keadilan.
Menurut Coing yang dikutip Franz Magnis Suseno (1998: 78) dalam bukunya
Etika Politik,: Ubi societas ibi ius (dimana ada masyarakat di sana ada hukum). Dari
fungsi hukum dapat ditarik kesimpulan bahwa yang hakiki dari hukum adalah harus
pasti dan adil karena pedoman perilaku itu menunjang suatu tatanan yang dinilai
wajar dan dapat dilaksanakan fungsinya dengan pasti. Kepastian hukum Kepastian
hukum berarti kepastian dalam pelaksanaannya ialah hukum yang yang resmi
diperundangkan dilaksanakan dengan pasti oleh negara. Kepastian hukum berarti
bahwa setiap orang dapat menuntut agar hukum dilaksanakan dan tuntutan itu
dipenuhi, dan setiap pelanggaran hukum akan ditindak dan dikenai sanksi menurut
hukum juga. Dalam hal ini termasuk bahwa alat-alat negara akan menjamin
pelaksanaan hukum dan bertindak sesuai dengan norma dari hukum yang berlaku.
Keadilan Dalam arti formal keadilan menuntut bahwa hukum berlaku umum.
Dalam arti material dituntut agar hukum sesuai mungkin dengan cita-cita keadilan
dalam masyarakat. Keadilan menuntut agar semua orang dalam situasi yang sama
diperlakukan dengan sama. Dalam bidang hukum itu berarti bahwa hukum berlaku
umum atau bahwa hukum tidak mengenal kekecualian. Kalau ada kekecualian itu
12. 12
maka kekecualian itu harus tercantum dalam aturan hukum itu. Jadi dihadapan
hukum, semua orang sama derajatnya, dan berhak mendapatkan perlindungan hukum
serta tidak ada yang kebal terhadap hukum Ini yang dimaksud asas kesamaan hukum
(rechtsgleichheit ).
Keadilan hukum juga berarti material hukum (isi hukum) harus adil untuk
mewujudkan tatanan kehidupan bersama yang adil termasuk tatanan hukum itu
sendiri. Yang tentunya diakui dan dikehendaki oleh masyarakat, bukan sembarang
tatanan normatif, tetapi juga menunjang kehidupan bersama berdasar apa yang dinilai
baik dan wajar.
Yang juga tak kalah pentingnya adalah dengan membangun Kebuayaan institusi yang
berkaitan dengan masalah keamanan dan rasa aman masyarakat hendaknya
berorientasi pada masyarakat yang dilayaninya dengan berpedoman : (1) Kebenaran,
kebebasan, kejujuran,(2). Keadilan atau komunitas atau toleransi, (3). Cinta dan
kasih. Tanggung jawab dan Penghargaan terhadap kehidupan. Untuk menghadi krisis
kepercayaan dan situasi yang kurang kondusif saat ini perlu memperhatikan dan
membangun sikap-sikap kepribadian yang kuat sbb : Etika dan moral Etika yang
menjadi pokok bahasan di sini dapat dipandang sebagai sarana orientasi bagi usaha
manusia untuk menjawab suatu pertanyaan yang amat fundamental : bagaimana saya
harus hidup dan bertindak ?Etika membantu kita untuk mengetahui bagaimana saya
harus bertindak ,mengapa saya harus bertindak begini atau begitu serta kita dapat
mempertanggungjawabkan kehidupan kita tidak asal-asalan ataupun ikut-ikutan(franz
magnis suseno 1985 :14).
Moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia saebagai manusia.Bidang
moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikan manusia. Norma-
norma moral adalah tolok ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan
manusia dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku
peran tertentu dan terbatas.
Ada banyak macam norma yang harus kita perhatikan ada norma – norma umum
dan norma – norma khusus yang hanya belaku dalam bidang dan situasi yang khusus.
Norma umum ada tiga macam :
. Norma- norma sopan santun : menyangkut sikap lahiriah manusia
.Meskipun sikap lahiriah dapat mengungkapkan sikap hati karena itu mempunyai
kualitas moral,namun sikap lahiriah sendiri tidak bersifat moral. Norma- norma
hukum adalah norma yang tidak dibiarkan bila dilanggar .Orang yang melanggar
hukum pasti dikenai hukuman sebagai sangsi.Hukum tidak dipakai untuk mengukur
baik buruknya seseorang sebagai manusia ,melainkan untuk menjamin tertib umum.
Norma-norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur
kebaikan seseorang.Maka dengan norma moral kita benar-benar dinilai.Itulah
13. 13
sebabnya penilian moral selalu berbobot.Kita tidak dilihat dari salah satu segi
,melainkan sebagai manusia. Stake holders yang berkaitan dengan masalah keamanan
adalah sebagai bagian dari masyarakatnya yang mempunyai tugas tanggung jawab
memberikan pelayanan keamanan hendaknya bisa menjawabpertanyaan untuk hidup
dan menyikapi hal tersebut ?dan bagaimana kita harus mempertanggungjawabkannya
?serta bagaimana suara hati menyatakan diri?
Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah
kejujuran.Tanpa kejujuran kita sebagai manusia tidak bisa maju selangkahpun karena
kita belum bisa menjadi diri kita sendiri dan kita belum mampu untuk mengambil
sikap yang lurus.Tanpa kejujuran nilai-nilai moral lainnya akan tidak
berarti/bernilai.Sebagai contoh kita berbuat baik kepada orang lain tanpa kejujuran
yang timbul adalah kemunafikan,sikap yang terpuji seperti “Sepi ing pamrih rame ing
gawe (bahasa jawa )” akan menjadi kelicikan.Orang yang tidak jujur senantiasa
dalam pelarian : ia lari dari orang lain karena takut atau merasa terancam, lari dari
dirinya sendiri karena tidak berani menghadapi dirinya sendiri.
Bersikap jujur terhadap orang lain berarti adanya sikap terbuka dan fair:kita
bersikap sesuai hati nurani dan bersikap wajar. Kita tidak menyembunyikan diri
kita.kita bersperilaku sesuai standart-standart/norma –norma yang dilakukan orang
lain kepada kita. Kita menyesuaikan bukan karena ketakutan atau kemunafikan ,
kebohongan, munafik melainkan sesuai hati nurani dan menghormati orang lain.
Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi operasional
dalam kesediaan bertanggung jawab, melakukan apa yang seharusnya dilakukan
dengan sebaik mungkin.Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang
harus kita selesaikan dengan sebaik-baiknya dan juga mengatasi etika pertaturan,
membuka wawasan secara luas, bersikap positif, kreatif, kritis dan
obyektif.Kesediaan untuk bertanggung jawab menunjukan sikap batin yang kuat dan
mantap.
Sekarang ini Polri menerapkan strategi Community policing melalui Polmas.
Mengapa kita perlu mengadopsi community policing dalam penyelenggaraan tugas
Polri, sebagai alternatif pemolisiannya? Karena adanya perubahan sosial yang begitu
cepat. Polisi menyadari akan kekurangan dan keterbatasannya dalam memelihara
keteraturan sosial dan polisi tidak tahu kapan, dimana, siapa pelaku kejahatan. Untuk
menciptakan dan memelihara keterturan sosial polisi memerlukan bantuan atau peran
serta warga masyarakat yang ikut berperan serta secara aktif. Dan untuk merespon
kebutuhan masyarakat adanya rasa aman. Yang ditekankan dalam community
policing adalah komunikasi dari hati-ke hati antar warga dalam lingkup kecil
(komuniti).
14. 14
Sejalan dengan pemikiran di atas untuk memahami community policing, adalah
dengan memperhatikan hubungan fungsional antara masyarakat dan polisi. Karena,
keberadaan polisi beserta fungsi-fungsinya ditentukan oleh corak masyarakat dan
corak kebutuhan-kebutuhan akan pengayoman akan rasa aman.
Penutup
Sebagai penutup dapat kita pikirkan bersama bahwa penyelesaian konflik tidak lagi
dengan cara – cara kekerasan tetapi dengan dialog atau komunikasi dan mencari
solusi yang terbaik sebagai wujud masyarakat madani( civil society) .yang juga
merupakan cita-cita demokrasi dalam membangun manusia Indonesia menuju tata
kehidupan sodsial yang adil dan beradab. Penyelesaian konflik dalam mewujudkan
keamanan dan rasa aman merupakan tanggung jawab kita bersama yang secara hakiki
mencakup :
1. Berdasarkan pada Supremasi Hukum.
2. Memberikan jaminan dan perlindungan HAM (hak asasi manusia).
3. Adanya transparansi.
4. Adanya pertanggung jawaban publik (acountabilitas public).
5. Pembatasan dan Pengawasan kewenangan kepolisian.
6. Berorientasi pada masyarakat.
Dan bagi polisi dalam mengemberikan pelayanan keamanan dan rasa aman warga
masyarakat Community policing merupakan salah satu model yang dapat diacu
sebagai model pemolisian yang proaktif dan problem solving dalam masyarakat
yang demokratis. Yaitu (1) Polisi dan masyarakat bekerja sama untuk
menyelesaikan berbagai masalah social yang terjadi di dalam masyarakat (2) Polisi
berupaya untuk mengurangi rasa ketakutan masyarakat akan ganngguan
kriminalitas atau dengan kata lain berupaya memberikan jaminan keamanan, (3)
lebih menekankan tindakan pencegahan kriminalitas (crime prevention), (4)
berorientasi pada masyarakat dan (5) Senantiasa berupaya untuk meningkatkan
kualitas hidup masyarakatnya.
15. 15
Daftar Pustaka
Bayley Wiliiam G, 1995, The Encyclopedia of Police Science ( second edition ),
Newyork & London, Garland Publishing.
Bayley David H , 1994, Police for the Future (diterjemahkan dan disadur oleh
Kunarto),jakarta, Cipta Manunggal.
---------------------, 1991, Forces of Order Policing Modern Japan, University of
california Press.
---------------------, 1998, What Work in Policing, New York, Oxford University.
Beetham david dan Kevin Boyle, 2000, Demokrasi, Yogyakarta, Kanisius.
Chandra, Eka dkk, 2003, Membangun Forum Warga, Emplementasi Partisipasi dan
Penguatan Msyarakat Sipil, Bandung, Akatiga.
Cula Adi Suryadi, 1999, Masyarakat madani, Jakarta, Rajawali Press.
Djamin,Awaloedin, 1999, Menuju Polri Mandiri yang profesional, Jakarta, Yayasan
Tenaga Kerja.
Friedmann Robert, 1992, Community Policing, (diterjemahkan dan disadur oleh
Kunarto), Jakarta, Cipta Manunggal.
Hikam Muhammad AS, 1998, Demokrasi dan Civil Society, Jakarta, LP3ES.
Kuper Adam, & Jessica Kuper (2000), Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial (terjemahan
Rajawali Press, jakarta, Rajawali Press.
Mangun Wijaya YB, 1999, Menuju Indonesia yang serba baru, Jakarta, Gramedia.
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia,1999, Reformasi menuju Polri
yang Mandiri.
Meliala, Adrianus, 2002, Problema reformasi Polri, Jakarta, Trio repro. Niti Baskara
/ Tubagus