Rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan pada sendi-sendi, terutama tangan dan kaki. Penyakit ini disebabkan oleh respon imun yang salah terhadap jaringan sendi sendiri. Gejalanya meliputi nyeri, pembengkakan, dan kerusakan jaringan sendi. Pengobatannya berfokus pada mengurangi inflamasi, mengontrol gejala, dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada sendi dengan menggun
2. Pengertian
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani.
Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua,
itis yang berarti peradangan. Secara harfiah,
arthritis berarti radang sendi.
Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu
penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan
kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002)
7. Gejala
Demam
Rasa lelah
Nyeri pada tubuh
Pembengkakan sendi/ perubahan bentuk (jari
membengkak )
8. Klasifikasi
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid
arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1) Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini
harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus,
paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
9. 2) Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus
terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
3) Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini
harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 6 minggu.
4) Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini
harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 3 bulan
10. Etiologi
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum
diketahui secara pasti, namun faktor
predisposisinya adalah mekanisme imunitas
(antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi
virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah,
2008).
12. PATOFISIOLOGI
Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun
terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses
fagositosis menghasilkan enzim - enzim dalam
sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah
kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi
membran sinovial dan akhirnya pembentukan
pannus. Pannus akan menghancurkan tulang
rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya
adalah menghilangnya permukaan sendi yang
akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut
terkena karena serabut otot akan mengalami
perubahan degeneratif dengan menghilangnya
elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot
(Smeltzer & Bare, 2002)
13. Sel T dan sel B merupakan respon imunologi
spesifik. Sel T merupakan bagian dari sistem
immunologi spesifik selular berupa Th1, Th2,
Th17, Treg, Tdth, CTL/Tc, NKT. Sitokin dan sel
B merupakan respon imunologi spesifik
humoral, sel B berupa IgG, IgA, IgM, IgE, IgD
(Baratwidjaja, 2012).
15. Beberapa Jenis Sel dan sitokin
yang terlibat dalam Arthritis
inflamasi kronis
16.
17.
18.
19. Stadium/ Tahapan RA :
Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial
yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada
saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan
sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai
adanya kontraksi tendon.
Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan
berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara
menetap.
21. Investigasi
Tes darah untuk faktor rheumatoid pada orang
dengan rheumatoid arthritis diduga yang
ditemukan memiliki sinovitis pada pemeriksaan
klinis.
Pertimbangkan mengukur anti-cyclic antibodi
peptida citrullinated pada orang yang diduga
rheumatoid arthritis jika, mereka negatif untuk
faktor rheumatoid
X-ray tangan dan kaki di awal perjalanan penyakit
pada orang dengan sinovitis persisten di sendi.
22. Pemeriksaan laboratorium untuk
RA :
1.Pemeriksaan cairan synovial
Warna kuning sampai putih dengan derajat
kekeruhan yang menggambarkan peningkatan
jumlah sel darah putih
Leukosit 5.000 - 50.000/mm3,
menggambarkan adanya proses inflamasi
yangdidominasi oleh sel neutrophil (65%).c.
Rheumatoid faktor positif, kadarnya lebih
tinggi dari serum dan berbandingterbalik
dengan cairan sinovium.2.
23. Pemeriksaan kadar sero-imunologia.
Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien
artritisrheumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai
pada pasienlepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis
infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan
sarkoidosis.
Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis
rheumatoiddini.3.
Pemeriksaan darah tepia.
Leukosit : normal atau meningkat sedikit
Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
Trombosit meningkat.
Kadar albumin serum turun dan globulin naik
Protein C-reaktif biasanya positif.
LED meningkat.
24. Komunikasi dan pendidikan setelah diagnosis
Menjelaskan risiko dan manfaat dari pilihan
pengobatan untuk orang dengan rheumatoid
arthritis dengan cara yang dapat dengan
mudah dipahami
27. Tujuan Terapi
Mengurangi inflamasi
Meringankan rasa nyeri
Mempertahankan fungsi
Melindungi struktur artikulasi
Mengontrol keterlibatan sistemik
28. Pengobatan RA
Monoterapi
DMARD
Adalimumab, etanercept dan infliximab
Kombinasi
Pada orang dengan yang baru didiagnosis rheumatoid arthritis aktif, menawarkan
kombinasi DMARDs
(termasuk methotrexate dan setidaknya satu DMARD lainnya, ditambah jangka
pendek glukokortikoid) sebagai FIRSTLINE
Tocilizumab
Tocilizumab dalam kombinasi dengan methotrexate direkomendasikan sebagai
pilihan untuk pengobatan rheumatoid arthritis pada orang dewasa jika: penyakit telah
merespon tidak cukup untuk DMARDs
29. Abatacept
Abatacept dalam kombinasi dengan methotrexate
direkomendasikan sebagai pilihan untuk mengobati
rheumatoid arthritis pada orang dewasa yang penyakit telah
merespon tidak cukup untuk 2 konvensional obat penyakit-
memodifikasi anti-rematik (DMARDs), termasuk methotrexate
Rituximab
Rituximab dalam kombinasi dengan methotrexate
direkomendasikan sebagai pilihan untuk pengobatan orang
dewasa dengan rheumatoid arthritis parah aktif yang telah
memiliki respon yang tidak memadai, atau yang toleran
terhadap, DMARDs lain, termasuk setidaknya satu TNF
inhibitor
30. Biologicals after other disease-
modifying drugs
Adalimumab, etanercept and infliximab
Certolizumab pegol
Golimumab
Tocilizumab
Abatacept
Anakinra
31. Inadequate response or intolerance to drugs
(including a TNF alpha
inhibitor)
Rituximab
Adalimumab, etanercept, infliximab and
abatacept
Golimumab
Tocilizumab
32. Terapi Imunosupresif
Obat imunosupresif seperti azathioprine,
leflunomide, cyclosporine,
dancyclophosphamide efektif dalam
penanganan RA. Efek terapeutik yang
dihasilkan sama dengan DMARD dan tidak
lebih baik dari DMARD. Obat-obat ini
memberikan berbagai efeksamping (contoh:
neoplasma akibat cyclophosphamide), oleh
karena itu terapi imunosupresifdisimpan untuk
pasien yang gagal diterapi dengan DMARD
dan terapi antisitokin. Yang paling sering
digunakan sebagai imunosupresan pada RA
adalah leflunomide
34. Kontrol gejala
Analgesik ( Pereda nyeri ), Gunakan analgesik
atau cox 2 inhibitor. Disertai dengan obat
golongan PPI ( Pompa proton inhibitor)
Penggunaan analgesik /cox 2 inhibitor dengan
dosis rendah, karena resiko pada
gastrointestinal dan ginjal.
Penggunaan glukokortikoid untuk flare jangka
pendek