Buku ini membahas empat topik utama yakni problematika internal dan eksternal dakwah, daya tahan di medan dakwah, serta contoh-contoh aktivis dakwah yang tegar. Problematika internal meliputi gejolak psikologis, ketidakseimbangan aktivitas, latar belakang, penyesuaian diri, dan friksi. Problematika eksternal berkaitan dengan spiritual, moral seperti narkoba dan seks, serta sistemik seperti korupsi. Daya t
2. Intisari Buku Tegar di Jalan Dakwah
Tegar di Jalan Dakwah
Judul Buku : Menyongsong Mihwar Daulah
Penulis : Cahyadi Takariawan
Penerbit : Era Adicitra Intermedia, Solo
Tahun Terbit : November 2009
Tebal : xiv + 242 hlm
Buku Tegar di Jalan Dakwah adalah karya Ust. Cahyadi
Takariawan setelah Buku Menyongsong Mihwar Daulah.
Tampaknya dua buku ini sengaja ditulis oleh Ust. Cahyadi
Takariawan di akhir mihwar muassasi ini –biidznillah-
sebagai kontribusi beliau kepada jamaah dakwah dan segenap
aktivisnya agar benar-benar siap saat memasuki mihwar
daulah nanti. Jika pada buku Menyongsong Mihwar Daulah
tertera sub judul Mempersiapkan Kader-Kader Dakwah
Menjadi Pemimpin Negara, maka pada buku Tegar di Jalan
Dakwah ini dicantumkan sub judul: Bekal Kader Dakwah di
Mihwar Daulah.
Sebagaimana tulisan beliau pada buku Menyongsong Mihwar
Daulah: Masing-masing orbit saling berhubungan dengan
yang lain secara sinergis, dan logika yang digunakan dalam
konteks kesinambungan antarorbit ini bukanlah
‘meninggalkan’, melainkan ‘menambah’ dan kesadaran
beliau akan: kelemahan dalam sebuah orbit berdampak
panjang pada kelemahan di dalam orbit yang lain, maka
buku Tegar di Jalan Dakwah bukan saja untuk membekali
kader dakwah ketika berada di Mihwar Daulah nanti tetapi
juga sebagai langkah antisipasi yang harus dimulai sejak saat
ini.
Bersama Dakwah
3. Intisari Buku Tegar di Jalan Dakwah
Buku Tegar di Jalan Dakwah ini membahas empat hal besar
yang masing-masing dijelaskan dalam bab tersendiri:
problematika internal aktivis dakwah, problematika eksternal
dakwah, daya tahan di medan dakwah, dan yang tegar di
jalan dakwah. Meskipun judulnya problematika, bab 1 dan
bab 2 juga mencantumkan solusi pada setiap problematika
yang muncul. Solusi pada bab 1 lebih detail dan bersifat
aplikatif karena menyangkut permasalahan internal kader,
sementara solusi pada bab 2 lebih bersifat global terkait
langkah apa yang perlu diambil oleh jamaah dakwah. Bab 3
berisi langkah-langkah sistematis “membangun” dan
“menjaga” daya tahan di medan dakwah. Sedangkan bab 4
banyak berisi contoh-contoh dai atau jamaah dakwah yang
tegar menghadapi beragam mihnah.
Problematika Internal Aktivis Dakwah
Pembahasan probelmatika internal lebih didahulukan dari
pada pembahasan problematika eksternal karena problem
terberat bagi semua jamaah dakwah adalah kendala internal.
Ketika problematika internal sudah diselesaikan/dikelola
dengan baik, maka amanah dakwah lebih mudah ditunaikan
dan problematika eksternal lebih mudah diselesaikan.
Problematika internal yang sering dijumpai dalam jamaah
dakwah adalah gejolak kejiwaan, ketidakseimbangan
aktifitas, latar belakang dan masa lau, penyesuaian diri, dan
friksi internal.
Gejolak kejiwaan sebenarnya merupakan persoalan yang
dimiliki oleh semua manusia biasa. Dan yang perlu disadari
Bersama Dakwah
4. Intisari Buku Tegar di Jalan Dakwah
adalah para aktivis dakwah juga manusia biasa. Gejolak ini
tidak bisa dimatikan sama sekali, tetapi perlu dikelola dengan
baik agar tidak merugikan dakwah dan aktifis dakwah.
Diantara gejolak kejiwaan itu adalah: Pertama, gejolak
syahwat. Banyak orang yang terpeleset oleh gejolak
ketertarikan pada lawan jenis ini. Bagi mereka yang belum
menikah, gejolak ini biasanya lebih besar dan lebih
berpeluang “menggoda.” Kedua, gejolak amarah. Seperti
kisah Khalid saat menghadapi Jahdam dan pemuka bani
Jazimah, gejolak amarah ini bisa berakibat fatal termasuk
bagi citra dakwah, hubungan antar aktifis dakwah, dan
terjadinya fitnah diantara kaum muslimin. Ketiga, gejolak
heroisme. Semangat heroisme memang bagus dan sangat
perlu, tetapi ketika sudah tidak proporsional ia akan
mendatangkan sikap ekstrem yang berbahaya bagi
kemaslahatan dakwah dan umat. Kasus pembunuhan terhadap
Nuhaik yang dilakukan Usamah bin Zaid adalah contohnya.
Keempat, gejolak kecemburuan. Seperti kecemburuan Anshar
pada para mualaf yang mendapatkan hampir semua ghanimah
perang Hunain, sikap ini bisa berefek pada melemahnya
soliditas internal jamaah. Meskipun yang dicemburui oleh
Anshar sebenarnya adalah perhatian Rasulullah dan bukan
materi ghanimah-nya, gejolak ini segera diselesaikan
Rasulullah karena jika dibiarkan bisa berdampak negatif.
Ketidakseimbangan aktifitas juga menimbulkan problematika
tersendiri. Ketidakseimbangan antara aktifitas ruhaniyah
dengan aktifitas lapangan, ketidakseimbangan antara dakwah
di dalam dengan di luar rumah tangga, ketidakseimbangan
antara aktifitas pribadi dengan organisasi, ketidakseimbangan
Bersama Dakwah
5. Intisari Buku Tegar di Jalan Dakwah
antara amal tarbawi dengan amal siyasi, ketidakseimbangan
antara perhatian terhadap aspek kualitas dengan kuantitas
SDM; semuanya bisa berakibat negatif. Tawazun atau
kesimbangan yang merupakan asas kehidupan, juga harus
dipraktikkan dalam kehidupan berjamaah dan oleh semua
aktifis dakwah.
Latar belakang dan masa lalu aktifis yang buruk bisa pula
menjadi problematika internal dakwah jika tidak dilakukan
langkah-langkah solutif. Latar belakang keagamaan keluarga,
misalnya. Ia bisa berbentuk lemahnya tsaqafah Islam, tekanan
keluarga yang menentang aktifitas dakwah, dan kerancuan
dalam orientasi kehidupan. Sedangkan masa lalu yang
“jahiliyah” bisa membawa dampak yang kurang
menguntungkan bagi kredibilitas sang aktifis dakwah. Solusi
atas problem ini terangkum dalam kata “mujahadah.”
Bagaimana seorang aktifis melakukan muhasabah, menyadari
kelemahannya dan melakukan perbaikan diri. Masa lalu
memang tidak bisa diubah, tetapi pengaruhnya bisa
dikendalikan.
Problematika internal yang keempat adalah penyesuaian diri.
Yakni penyesuaian diri terhadap karakteristik pendekatan dan
sikap dakwah yang melekat pada masing-masing marhalah
dan orbit dakwah. Sebagaimana corak dakwah yang berbeda
antara fase Makkiyah dan Madaniyah, bahkan masa sirriyah
dan jahriyah pada fase Makkah yang juga berbeda, dakwah
saat ini juga mengalami hal yang sama; ada tahap-tahapnya.
Antara mihwar tanzhimi yang berkonsentrasi pada
konsolidasi internal dan mihwar muassasi yang konsen pada
perjuangan politik membuat beberapa kader dakwah tidak
Bersama Dakwah
6. Intisari Buku Tegar di Jalan Dakwah
mampu menyesuaikan diri. Hambatannya bisa karena sifat
“kelambanan” kemanusiaan, kecenderungan jiwa,
keterbatasan dan perbedaan tsaqafah, sampai keterbatasan
kapasitas. Untuk mengatasi problem ini dibutuhkan peran
kelembagaan dakwah. Jamaah dakwah perlu melakukan
persiapan perubahan fase dakwah, mensosialisasikan cara
pandang yang disepakati tentang batas-batas pengembangan
dakwah sehingga jelas mana yang termasuk pengembangan
(tathwir) dan mana yang termasuk penyimpangan (inhiraf).
Jamaah dakwah juga harus mendefinisikan masa yang
asholah dan tsawabit, serta mana yang mutaghayyirat.
Problem internal kelima adalah friksi internal. Friksi ini bisa
timbul dari lingkungan yang kecil seperti intern sebuah
lembaga dakwah, atau antarlembaga, atau antarpersonal
pendukung dakwah. Banyak gerakan dakwah yang harus
tutup usia dan kini tinggal nama karena problematika ini.
Friksi dalam sejarah dakwah memberi beberapa pelajaran
penting bagi kita: bahwa friksi merupakan indikasi
kelemahan proses tarbiyah, friksi menandakan adanya
kelemahan dalam penjagaan diri para aktifis dakwah,
restrukturiasi dakwah tepat dilakukan terhadap orang-orang
yang telah memahami karakter dakwah itu sendiri, friksi juga
bukti keberadaan ego manusia, penumbuhan al-wa’yul islami
(kesadaran berislam) dan al-wa’yu ad-da’awi (kesadaran
dakwah) lebih utama dibandingkan sekedar meletupkan
hamasah (semangat) bergerak, dan sangat mungkin friksi
timbul karena hadirnya pihak ketiga yang sengaja
“memecah” jamaah.
Bersama Dakwah
7. Intisari Buku Tegar di Jalan Dakwah
Problematika Eksternal Dakwah
Problematika eksternal dakwah yang bisa menjadi bahaya
besar bagi kebaikan bangsa dan masyarakat Indonesia,
khususnya umat Islam meliputi problematika spiritual dan
kultural, problematika moral, dan problematika sistemik.
Diantara problematika dakwah di Indonesia yang
menyangkut aspek spiritual dan kultural adalah: berhala-
berhala modern baik berupa teknologi yang dijadikan rujukan
kebanaran, sains yang diabsolutkan, materi yang ditaati,
maupun kekuasaan yang dipuja-puja; syirik, khurafat dan
tahayul yang masih merebak di masyarakat; globalisasi dan
dialektika kultural; serta tradisi baik yang sudah tergerus dan
tergantikan dengan budaya negatif efek perkembangan
peradaban.
Problematika moral diantaranya adalah minuman keras dan
penyahgunaan obat-obatan, penyelewenangan seksual,
perjudian dan penipuan, serta tindakan brutal dan kekerasan.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan problematika sistemik
adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), kemiskinan,
kebodohan, dan ancaman disintegrasi bangsa.
Daya Tahan di Medan Dakwah
Dakwah yang merupakan jalan panjang dan lintas generasi
niscaya memerlukan daya tahan yang permanen. Bagi,
individu kader dakwah daya tahan ini jug harus dimiliki agar
tetap istiqamah sampai mengakhiri sejarah kehidupannya
dengan husnul khatimah. Untuk itu, paling tidak ada lima
faktor yang perlu dimiliki para aktifis dakwah untuk
Bersama Dakwah
8. Intisari Buku Tegar di Jalan Dakwah
merealisir daya tahan di medan dakwah: menguatkan dan
membersihkan motivasi, menggapai derajat iman,
menggandakan kesabaran, kekuatan ukhuwah, dan dukungan
soliditas struktur.
Untuk menguatkan dan membersihkan motivasi kita perlu
selalu memahami makna ikhlas dan berupaya mencapainya
dengan jalan: senantiasa memperbaharui niat, berusaha keras
menunaikan kewajiban, berusaha keras mewujudkan
kecintaan kepada Allah, merasakan pengawasan Allah, dan
hati-hati dalam beramal.
Untuk mencapai derajat iman kita perlu : memiliki orientasi
rabbani, yakni menjadikan seluruh aktifitas selalu
berorientasi kepada Allah, dan sebaliknya, berhati-hati
terhadap orientasi duniawi. Jika kita mampu mencapai derajat
iman ini, maka Allah menjanjikan kemenangan atas musuh,
jaminan bahwa orang-orang kafir takkan menguasai,
mendapatkan izzah, mendapatkan kehidupan dan rezeki yang
baik, menjadi khalifah di muka bumi, serta mendapatkan
surga di akhirat nanti.
Untuk bisa menggandakan kesabaran kita perlu memberikan
dorongan jiwa untuk mengejar dengan sungguh-sungguh
faedah-faedah yang ditimbulkan oleh kesabaran, dan betapa
besar buahnya bagi agama dan keduniaan kita serta melawan
pengaruh hawa nafsu. Jika kesabaran telah kita miliki maka
kita akan mendapatkan hikmahnya yang luar biasa: dijadikan
pemimpin, pahala yang besar, kebersamaan Allah, dan
mendapatkan berbagai macam kebaikan krn sabar.
Bersama Dakwah
9. Intisari Buku Tegar di Jalan Dakwah
Untuk membangun ukhuwah kita perlu memotivasi diri
dengan keteladanan ukhuwah di zaman kenabian lalu
memperbaiki hubungan sesama aktifis dakwah berlandaskan
cinta dan kasih sayang. Kita juga harus meminimalisir
penghambat-penghambat ukhuwah. Jika kekuatan ukhuwah
ini terbangun kokoh, maka daya tahan kita sebagai aktifis
dakwah maupun daya tahan jamaah di medan dakwah akan
semakin kokoh.
Sedangkan upaya membangun soliditas struktur paling tidak
meliputi konsolidasi manajerial dan konsolidasi operasional.
Konsolidasi manajerial dilakukan dengan penataan
manajemen yang bagus dan profesional dalam setiap jalur
dan lini. Selain mengambil prinsip-prinsip dari Al-Qur'an dan
Hadits, prinsip manajemen modern juga bisa diterapkan.
Konsolidasi operasional dimaksudkan untuk menyinkronkan
berbagai kegiatan dalam skala gerakan, sekaligus senantiasa
mengarahkan gerak dakwah kepada tujuan yang ditetapkan.
Selain itu, untuk membangun soliditas struktur perlu
menghindari hal-hal yang bisa merusaknya yaitu munculnya
sekat komunikasi dan lemahnya imunitas struktural (mana'ah
tanzhimiyah).
Yang Tegar di Jalan Dakwah
Jalan dakwah ini pasti dipenuhi dengan beragam kesulitan,
hambatan, rintangan, tribulasi. Para aktifisnya akan
berhadapan dengan beragam mihnah, sebagaimana para dai
generasi sebelumnya sejak Rasulullah dan para shahabatnya,
tabi'in, tabiut tabi'in, dan seterusnya.
Bersama Dakwah
10. Intisari Buku Tegar di Jalan Dakwah
Diantara mihnah itu ada yang berupa ejekan, gelombang
fitnah, teror fisik, manisnya rayuan, tekanan keluarga,
keterbatasan ekonomi, kemapanan, sampai kekuasaan. Kader
dakwah harus tegar dalam menghadapi semua mihnah itu.
Agar tegar dalam menghadapi ejekan, sadarilah bahwa ejekan
kepada Rasulullah jauh lebih hebat; maka biarkan saja semua
orang mengejek, tidak perlu diladeni. Agar tegar dalam
menghadapi fitnah, tetaplah bekerja dan beramal maka umat
akan tahu siapa yang benar dan siapa yang tukang fitnah.
Agar tegar dalam menghadapi teror fisik, tawakallah kepada
Allah dan berdoalah senantiasa, di samping persiapan lain
yang juga perlu dilakukan oleh struktur dakwah. Agar tegar
dalam menghadapi manisnya rayuan, jagalah keikhlasan dan
senantiasa memperbarui niat, waspada dan tetap bersama
jamaah. Agar tegar dalam menghadapi tekanan keluarga,
ketegasan harus diutamakan . Iman tidak bisa ditukar dengan
keluarga, jika memang itu pilihannya. Agar tegar dalam
kondisi kekurangan/keterbatasan ekonomi, bersabar adalah
kuncinya. Kekuatan ukhuwah sesama aktifis dakwah juga
berperan penting untuk menjaga kita tetap tegar. Agar tegar
dalam kemapanan harus memiliki paradigma semakin banyak
kekayaan, semakin banyak kontribusi bagi dakwah. Maka
yang diteladani adalah Utsman bin Affan dan Abdurrahman
bin Auf. Agar tegar di puncak kekuasaan, kelurusan orientasi
perjuangan, ketaatan pada manhaj dakwah Rasulullah dan
keyakinan akan janji-jani-Nya. Dan pada semua mihnah,
kedekatan dengan Allah dan tawakkal kepada-Nya
merupakan kunci utama agar tegar di jalan dakwah!
Bersama Dakwah