5. Pembagian Asites
• Transudat adalah cairan bukan proses radang diakibatkan
karena peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan
tekanan onkotik,
• Eksudat : cairan yang diakibatkan karena proses
radang
5
6. :: Penyebab Transudat (1) ::
• Tek. Onkotik Plasma
(Hipoalbumin)
- sirosis hati
- sindroma nefrotik
• Retensi Air dan Garam
- intake garam
+ air
- ekskresi air + garam
- gagal ginjal
6
Diambil dari slide kuliah Dr Sidarti Suhita dr.MS Sp.PK
9. Kontra Indikasi
• Nyeri abdomen akut kontra indikasi absolut
• Trombositopenia berat (< 20 x 103/µL)
• Kontra indikasi relatif lainnnya yaitu kehamilan , distended
kandung kemih, dan selulitis dinding abdomen
9
10. Pengambilan Sampel
Tes
RBC,WBC,hitung jenis
Kimia klinik,Total protein
,LD,Glukosa,Amilase
Kultur bakteri, pewarnaan
Gram
AFB kultur
pH
Antikoagulan
EDTA
Heparin
Volume (ml
)
5-8
7-10
SPS, tanpa,atau antikoagulan yang t 7-10
idak berefek pada perhitungan bakte
ri
SPS, tanpa,atau antikoagulan yang t 7-10
idak berefek pada perhitungan bakte
ri
heparin
2-3 ml Spuit
Pemeriksaan sitologi (pen heparin
gecatan Papanicolau)/cat
PAP, cell block
>25 ml
10
Gambar tabung dan antikoagulan ,CLSI 2005
12. Jenis Pemeriksaan
Menentukan eksudat dan transudat
• Pemeriksaan Makroskopis
• Pemeriksaan Mikroskopis
• Pemeriksaan Kimia
Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan Sitologi
12
13. Makroskopis
• Transudat : warna kuning
jernih, tidak ada bekuan
• Eksudat : warna bervariasi
(kuning, merah,hijau),
keruh, bisa terdapat
bekuan
Diambil dari Urinalysis And Body Fluid 2008
13
14. Mikroskopis
• Jumlah dan Hitung Jenis Leukosit
• Penghitungan leukosit dalam hal ini PMN berguna
untuk mendiagnosa dan penanganan Spontaneous
Bacterial Peritonitis (SBP),
• SBP merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
pasien sirosis hepatis dengan asites
14
15. Jumlah Leukosit
• Metode manual menggunakan kamar hitung masih
merupakan metode pilihan
• Penghitungan dilakukan pada
kamar hitung
improved neubauer
• Prinsip pemeriksaan :sampel diencerkan dgn
lar.pengencer tertentu → leukosit dlm larutan dihitung
dalam kamar hitung improved neubauer, dengan
mikroskop
• Metode lain yang bisa digunakan dengan Tes Strip
Urine dan hematology autoanalyzer
15
16. Prosedur PEMERIKSAAN Jumlah Leukosit
• Pipet sampel
sampai tanda 0,5
• pipet larutan turk
sampai tanda 11
( pengenceran 20
kali).
• Kocok pipet, lalu
buang 4-5 tetes,
• tutup dg cover glass
• masukkan ke kamar
hitung neubauer lalu
• Lihat dibawah
mikroskop
dengan
pembesaran
obyektif 40 kali
16
17. Cara Perhitungan
L
L
Intepretasi Hasil
•WBC normal < 350 sel / µL,
•WBC> 350 sel / µL pada
bacterial peritonitis dan
sirosis
E
L
L
sel/mm3 = jumlah leukosit dalam kotak L x pengenceran
Volume 4 Kotak L
17
18. Jumlah leukosit dengan tes strip urine
• Mendeteksi leukosit esterase
• Enzim pada granula azurofil/primer dari granulosit dan
monosit.
• Granula esterase bisa terdapat pada eosinofil. Neutrofil,
basofil dan monosit, juga terdapat pada Trichomona dan
histiosit tapi tidak terdapat pada lymfosit, eritrosit dan
bakteri.
• Prinsip Pemeriksaan :
Gambar diambil dari Combur 10 Test Urine
18
19. • Hasil pembacaan :
• Negatif = range 0–15 leukosit/µL
• +1 =range sampai 70 leukosit/µ
• +2 =range sampai 125
• leukosit/µL
• +3 =range sampai 500
• leukosit/µL
19
20. Hitung jenis leukosit
• Prinsip pemeriksaan : 2 golongan sel yaitu sel mononuklear
dan golongan polimorfonuklear
• neutrofil mutlak> 250 sel / µ L atau lebih besar dari 50% dari
total WBC count merupakan indikasi infeksi.
20
21. Cara kerja :
............
Sampel disentrifus
2000 rpm 10 menit
sedimen dibuat
preparat hapusan
Dihitung sel
mononuklear dan
polimorfonuklear
dari 100 lekosit
Hapusan dicat
dengan cat Wright
atau metilen blue
21
22. Prinsip pemeriksaan pH
• Dapat menggunakan reagen strip pH dan kertas
lakmus
• Pada strip pemeriksaan terdapat 3 reagen dengan
indikator warna pH ber beda
• methyl red, bromthymol blue dan Phenolphthalein:pH
antara 5–9 yang terlihat dalam gradasi warna dari
oranye ke kuning hijau dan terakhir biru
• Interpretasi Hasil
• pH < 7 : eksudat
• pH > 7 : transudat
22
23. Berat Jenis
• Pemeriksaan menggunakan tes strip urine
• Masukkan strip dalam cairan asites
• Bandingkan perubahan warna pada label standar
• Intepretasi hasil
• Transudat <1,018
• Eksudat >1,018
23
24. Pemeriksaan protein
• Pemeriksaan protein penting dalam membedakan transudat
dan eksudat berdasarkan light’s criteria
Rasio total protein cairan dan total protein serum> 0,5
Rasio LDH cairan dan serum> 0,6
Nilai LDH serum meningkat > ²/3 dari nilai normal serum
• Pemeriksaan total protein meliputi
• kualitatif dengan Rivalta
• Semikuantitatif dengan metode biuret
24
25. Tes Rivalta
As. Asetat Glasial (98%) pH 4 -5
Transudat
• Prinsip : pada pH
4 - 5 sampel yang
mengandung
protein akan
mengalami
presipitasi dan
mengendap
Aqua 100
ml
1 tetes sampel sampai pH
4-5
• Digunakan untuk
membedakan
eksudat dan
transudat
Eksudat
25
26. Protein Metode Biuret
• Prinsip pemeriksaan : pada suasana basa Cu(II) akan
berikatan dengan nitrogen dari protein , yang
membentuk suatu komplex yang akan menyerap
cahaya maksimal pada 550 mn.
• Reagen biuret :
• 1,5g Cupri (II) asetat 6mmol/L,
• kalium iodide 12mmol/L,
• NaOH1,15mol/L
26
27. Prosedur pemeriksaan
1. Ambil 0,5 mL larutan standar dan 0,5 mL cairan asites
2. Masukkan kedalam kedua tabung sebanyak 2,5mL reagen
biuret dan diamkan selama 30 menit dalam suhu kamar
3. Warna violet pada kedua tabung yang terbentuk jika ion Cu2+
berinteraksi dengan ikatan peptida diukur dengan fotometer
panjang gelombang 550nm, dengan blangko 0.5 mL beffer
atau air.
4. Diukur dengan perhitungan
Total protein = absorben sampel X Kadar lar. Srandar
absorben Standar
27
29. Glukosa
• Kadar glukosa cairan asites hampir mirip dengan
kadar glukosa serum,
• penurunan kadar glukosa cairan asites diakibatkan
karena adanya peningkatan penggunaan glukosa
karena adanya aktifitas bakteri.
• Pemeriksaan glukosa asites dilakukan dengan
membandingkan dengan kadar glukosa serum
29
30. Cara kerja
• Bila sampel jernih, langsung diperiksa dengan
autoanalyzer.
• bila sampel keruh disentrifus dahulu, diambil
supernatannya kemudian baru diperiksa dengan
autoanalyzer.
• Prinsip Pemeriksaan
HK
glukosa +ATP
Glukose-6-phosphate + ADP
MG++
G-6-PDH
Glukosa-6-phospate+NAD
6-phosphogluconata+
NADH+H
30
32. Serum-ascites albumin gradien(SAAG)
• Penentuan transudat dan eksudat berdasarkan albumin
dengan perhitungan
serum albumin – asites albumin
• Penentuan kadar albumin dilakukan dengan alat
autoanalyzer dengan metode bromocresol green
32
33. • Metode BCG (Bromocresol green)
• Prinsip : albumin+ BCG ___ph4,3_→ albumin-BCG
komplex
• Pengukuran dengan metode kolorimetri
• Didasarkan pada pengikatan warna indikator BCG
pada pH 4,3
membentuk ikatan complex
berwarna biru-hijau.
• Intensitas warna berbanding lurus dengan
konsentrasi albumin dalam sampel pada panjang
gelombang 623nm atau 578 nm
33
34. Penilaian SAAG
• SAAG = albumin serum – albumin asites
• Intepretasi hasil
• SAAG > 1,1 g/dl : SAAG tinggi : eksudat
• SAAG> 1,1 g/dl : SAAG rendah: transudat
• Penentuan SAAG dapat digunakan untuk mengetahui
penyebab asites
34
37. •
•
•
Contraindications
Systemic
Given the predominance of alcohol-related cirrhotic liver disease as the cause for ascites, as many as
two-thirds to three-quarters of patients who undergo paracentesis will have a coagulopathy (e.g.
elevated prothrombin time). However, less than 1% of patients subjected to paracentesis will have
transfusion-requiring abdominal hematomas. Thus, prophylactic administration of fresh frozen plasma
or platelets is reserved for patients with clinically evident fibrinolysis and disseminated intravascular
coagulation.
•
Note: DIC or evidence of fibrinolysis is considered by some to be an absolute contraindication to
paracentesis
•
•
Anatomic
Structural impediments to the safe introduction of a paracentesis needle can include the bladder, bowel,
and pregnant uterus.
•
Bladder- normally safe in pelvis, however neuropathically distended bladders (by pharmacological
agents or medical conditions) should be emptied by voiding or catheterization prior to paracentesis to
avoid puncture
•
Bowel- intestines typically float in ascitic fluid and will move safely out of the way of a slowly advancing
needle. Even if penetrated by an 18 to 22 gauge needle, intestinal contents will not leak unless
intraluminal pressure exceeds normal conditions by 5 to 10 fold greater than normal. Thus, ultrasound
guidance may be indicated in cases of suspected adhesions or bowel obstruction
•
In the second and third trimester of pregnancy, an open supraumbilical or ultrasound guided approach is
preferable
•
In all patients, areas with evidence of abdominal hematoma, engorged veins, or superficial infections
should be strictly avoided
37
39. Intepretasi Klinis
•
pH cairan asites dapat membantu dalam diagnosis SBP pada pasien
dengan asites sirosis,
•
pH yang kurang dari 7,32 atau perbedaan darah-cairan asites pH
lebih dari 0,1 memiliki sensitivitas dan spesifisitas sekitar 90% untuk
SBP.
•
Pasien dengan pH cairan asites kurang dari 7.15 memiliki prognosis
buruk (Attali, 1986). pH rendah juga ditemukan pada pasien dengan
ascites ganas dan asites pankreas dan TB peritonitis.
39
40. Pemeriksaan albumin
Metode BCP (bromocresol purple)
• albumin+ BCP dye ph4,9 → albumin-BCP complex
(tidak absorbanλ 600nm)
(absorban λ 600 nm)
• Dengan adanya zat pelarut, BCP mengikat albumin pada pH 4,9.
• Jumlah albumin-BCP komplek berbanding lurus dengan konsentrasi
albumin.
•
pengukuran menggunakan teknik polikromatik endpoint (600,540,700nm).
40
41. • Interprestasi hasil : normal serum 3,4-5,5 g/dL
• Transudat <2,5 g/dL
• Eksudat>2,5 g/dL
41
42. Membedakan darah patologis dan
trauma
• Darah patologis akan didistribusikan secara merata sepanjang tiga
tabung spesimen,
• Darah traumatis akan memiliki konsentrasi terberat pada tabung 1,
dengan semakin berkurang jumlah dalam tabung 2 dan 3.
• Dapat dikonfirmasi dengan jumlah RBC pada ketiga tabung untuk
mengukur penurunan
42
43. • Pembentukan bekuan
•
Cairan yang dikumpulkan dari keran traumatis dapat membentuk bekuan karena
pengenalan fibrinogen plasma ke spesimen.
Sampel disebabkan oleh kondisi patologis tidak mengandung
cukup fibrinogen menggumpal.
•
peningkatan filtrasi protein
dan faktor koagulasi juga menyebabkan pembentukan gumpalan tetapi tidak
biasanya menghasilkan cairan berdarah.
43
44. • Bilirubin secara normal tidak terdapat dalam asites, namun dapat
terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit, tanpa terdeteksi melalui
pemeriksaan rutin.
• Bilirubin terbentuk dari penguraian hemoglobin dan ditranspor menuju
hati, tempat bilirubin berkonjugasi atau tak langsung bersifat larut
dalam lemak, serta tidak dapat diekskresikan ke dalam urine.
• Bilirubinuria mengindikasikan kerusakan hati atau obstruksi empedu
dan kadarnya yang besar ditandai dengan warna kuning.
44
45. Glukosa dengan tes strip urine
1.
oksidase glukosa mengkatalisis reaksi antara glukosa dan ruang udara
untuk menghasilkan
asam glukonat dan peroxida.
2.
Peroksidasa mengkatalisis reaksi antara peroksida dan chromogen untuk
membentuk senyawa berwarna teroksidasi yang mewakili kehadiran
glukosa.
3.
cromogen yang digunakan kalium iodida (hijau menjadi cokelat) dan
tetramethylbenzidine (kuning ke hijau)
45
46. • Prinsip pemeriksaan :
•
berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan bilirubin dalam suasana
asam kuat yang menimbulkan kompleks yang berwarna coklat muda hingga
merah coklat dalam waktu 30 detik.
•
Hasilnya dilaporkan sebagai negative, +1 (0,5 mg/dl), +2 (1 mg/dl) atau +3 (3
mg/dl). Sensitivitas pemeriksaan ini adalah 0,2 – 0,4 mg/dl.
•
Hasil yang positif harus dikonfirmasi dengan test Harrison dimana bilirubin telah
diendapkan oleh Barium chloride akan dioksidasi dengan reagen Fouchet
menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Hasil positif pada tes Harisson,ditandai
dengan filtrate yang berwarna hijau pada kertas saring.
46
47. • pemeriksaan protein dapat juga menggunakan
• a. Metode Rebus Prinsip : Untuk menyatakan adanya urine yang
ditunjukkan dengan adanya kekeruhan dengan cara penambahan asam
akan lebih mendekatkan ke titik isoelektris dari protein. Pemanasan
selanjutnya mengadakan denaturasi sehingga terjadi presipitasi yang
dinilai secara semi kuantitatif.
• b. Metode Sulfosalisilat Prinsip dari metode sulfosalisilat sama dengan
metode Rebus. Interpretasi hasil metode Rebus dan Sulfosalisilat: (-) :
tetap jernih. (+1) : ada kekeruhan ringan tanpa butir-butir (0,01 – 0,05
g/dl) (+2) : kekeruhan mudah dilihat dan tampak butir-butir (0,05 – 0,2
g/dl) (+3) : urine jelas keruh dan kekeruhan itu jelas berkeping-keping
(0,2 – 0,5 g/dl) (+4) : urine sangat keruh dan bergumpal (lebih dari 0,5
g/dl)
• c. Metode Heller Prinsip : Adanya protein dalam urine akan bereaksi
dengan HNO3 pekat membentuk cincin putih.
47
48. • Budd–Chiari syndrome is the clinical picture caused by
occlusion of the hepatic veins. It presents with the classical
triad of abdominal pain, ascites and hepatomegaly. Examples
of occlusion include thrombosis of hepatic veins. It occurs in 1
out of a million individuals. [1] The syndrome can be fulminant,
acute, chronic, or asymptomatic
48
49. Chylous Asites
• Chylous ascites is the extravasation of milky chyle into the
peritoneal cavity. This can occur de novo as a result of trauma
or obstruction of the lymphatic system. Moreover, an existing
clear ascitic fluid can turn chylous as a secondary event.
• True chylous ascites is defined as the presence of ascitic fluid
with high fat (triglyceride) content, usually higher than 110
mg/dL.
49
50. Protein dengan tes strip urine
• Prinsip pemeriksaan: berdasarkan kesalahan penetapan pH oleh
adanya protein.
• Sebagai indikator digunakan tertrabromphenol blue yang dalam suatu
system buffer akan menyebabkan pH tetap konstan
• Akibat kesalahan penetapan pH oleh adanya protein, sampel yang
mengandung albumin akan bereaksi dengan indikator menyebabkan
perubahan warna hijau muda sampai hijau.
• Indikator tersebut sangat spesifik dan sensitive terhadap albumin.
Perubahan warna yang terjadi dalam waktu 60 detik
50
51. Hasil pemeriksaan
• negative, +1 (30 mg/dl), +2 (100 mg/dl), +3 (300 mg/dl) atau +4
(2000 mg/dl).
• Interpretasi hasil kadar total protein:
Normal dalam darah 6,4-8,2 g/dL
• Pada cairan asites
Transudat < 3,0 g/dL
Eksudat >3,0 g/dL
51
52. Patofisiologi chylous asites
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Chylous ascites is an uncommon clinical condition that occurs as a result of
disruption of the abdominal lymphatics. Multiple causes have been described,
including the following:
Abdominal surgery
Blunt abdominal trauma
Malignant neoplasms - Hepatoma, small bowel lymphoma, small bowel
angiosarcoma, and retroperitoneal lymphoma
Spontaneous bacterial peritonitis
Cirrhosis - Up to 0.5% of patients with ascites from cirrhosis may have chylous
ascites.
Pelvic irradiation
Peritoneal dialysis
Abdominal tuberculosis
Carcinoid syndrome
52
Congenital defects of lacteal formation
53. Klasifikasi chylous asites
• True chylous ascites - Fluid with high triglyceride content
• Chyliform ascites - Fluid with a lecithin-globulin complex due
to fatty degeneration of cells
• Pseudochylous ascites - Fluid that is milky in appearance due
to the presence of pus
53
54. •
In adults, chylous ascites is associated most frequently with malignant conditions. These conditions particularly include lymphomas
and disseminated carcinomas from primaries in the pancreas, breast, colon, prostate, ovary, testes, and kidney. Infectious diseases,
such as tuberculosis[4] and filariasis,[5] can cause chylous ascites. In children, the most common causes are congenital abnormalities,
such as lymphangiectasia, mesenteric cyst, and idiopathic "leaky lymphatics." Other congenital causes include the primary
lymphatic hypoplasia associated with Turner syndrome and yellow nail syndrome and the lymphatic malformations associated with
Klippel-Trenaunay syndrome.[5] Neoplasia is an uncommon cause of pediatric chylous ascites. Recently, chylous ascites has been
reported in adults in association with hepatoma, small bowel angiosarcoma, retroperitoneal lymphoma, jejunal carcinoid,[6, 7] and
sclerosing mesenteritis.[8]
•
The incidence of spontaneous chylous ascites in patients with chronic liver diseases is estimated to be 0.5%. Fluid in the space of
Disse may enter lymphatic channels in the portal and central venous areas of the liver. An increase in portal pressure can lead to
increased flow of fluid into both the space of Disse and the liver's lymphatic system. Indeed, patients with cirrhosis have increased
thoracic duct lymph flow.[9] Lymphatics may spontaneously rupture in patients with cirrhosis as a result of higher than typical flow.
Chylous ascites may result. Chylous ascites has been reported in patients with polycythemia vera and resulting hepatic vein
thrombosis.
•
Abdominal surgery is a common cause of chylous ascites. The surgical procedures most frequently associated with chylous ascites
are resection of abdominal aortic aneurysm and retroperitoneal lymph node dissection. In one series of 329 patients with testicular
cancer who underwent postchemotherapy retroperitoneal lymph node dissection, 7% of patients developed chylous ascites.[10]
Chylous ascites is also described after peritoneal dialysis catheter insertion[11] , after pancreatic resection,[12] after splenorenal shunt
surgery,[13] after cadaveric[14] and living donor liver transplantation,[15, 16] after laparoscopic donor nephrectomy,[17, 18, 19] and after
laparoscopic Nissen fundoplication. The review by Aalami et al provides an excellent overview of the causes of chylous ascites, as
well as a history of chylous ascites management.[5]
•
•
Pathology
•
Based on animal experiments, Blalock concluded that obstruction of the thoracic duct alone was not sufficient to cause chylous
ascites.[21] Patients with a limited reserve of lymphaticovenous anastomotic channels were suspected to have greater risk of
developing persistent ascites when obstruction or injury of the lymphatic channels occurred.
54
Within the enterocytes of the small intestine, dietary long-chain fatty acids are re-esterified into triglycerides. Long-chain
triglycerides are subsequently coated with lipoprotein, cholesterol, and phospholipid to form chylomicrons. Chylomicrons
subsequently enter the lymphatic system of the small intestines. The chylomicrons gradually pass along larger omental lymphatics
to the cisterna chyli located anterior to the second lumbar vertebra. The cisterna is joined by the descending thoracic, right and left
lumbar, and liver lymphatic trunks, and, collectively, these form the thoracic duct, which passes through the aortic hiatus and
courses through the right posterior mediastinum and eventually enters the venous system. The thoracic duct carries lymphatic
drainage from the entire body, except for the right side of the head and neck, right arm, and right side of thorax. Chylous effusions
may develop when these channels are injured or obstructed.[20]
55. • Meigs syndrome is defined as the triad of benign ovarian
tumor with ascites and pleural effusion that resolves after
resection of the tumor. Ovarian fibromas constitute the
majority of the benign tumors seen in Meigs syndrome. Meigs
syndrome, however, is a diagnosis of exclusion, only after
ovarian carcinoma is ruled out.[1]
55
56. • Pemeriksaan darah samar dalam urine berdasarkan hemoglobin
dan mioglobin akan mengkatalisa oksidasi dari indikator 3,3’5,5’ –
tetramethylbenzidine, menghasilkan warna berkisar dari kuning
kehijau-hijauan hingga hijau kebitu-biruan dan biru tua.
• Hasilnya dilaporkan sebagai negative, trace (10 eri/µL), +1 (25 eri/
µL), +2 (80 eri/ µL), atau +3 (200 eri/ µL). vitamin C serta protein
kadar tinggi dapat menyebabkan hasil negative palsu. Hasil positif
palsu kadang-kadang dapat dijumpai apabila dalam urine terdapat
bakteri.
56
57. Sistem renin angiotensi aldosteron
• Suatu sistem endokrin yang meregulasi produksi cairan di
ekstravaskuler
• Dimulai dengan pelepasan angiotensinogen dari hati sebagai
respon dari hipotensi dan perubahan kadar natrium
• Renin diproduksi di ginjal untuk memecah angiotensinogen
menjadi angiotensin 1 yang inaktif
• ACE(angiotensi converting enzim) merubah angiotensi I yang
tidak aktif menjadi angiotensi II yang aktif
57
58. • Pada jalur non renin, melalui enzim chaptosis D dan tonin dapat
langsung merubah angiotensinogen menjadi angiotensi 1
• Pada jalur lainnya enzim TFA menrubah angiotensinogen menjadi
nagiotensin 2
• Jalur ACE independen pathway enzim chyme merubah Angitensi 1
menjadi angiotensin 2
• ACE dapat menurunkan kadar bradikinin yang penting sintesa
vasodilator utama NO
• Angiotensin 2 terekspresi di endotel jaringan dengan reseptor AT2
menurunkan sintesa NO
• Penurunan bioavailibelitas NO dan rangsangan AT1 yang membuat
vasokonstriksi otot polos pembuluh darah
• Vasokonstriksi merangsang ginjal untuk produksi aldosteron yang
meretensi natrium
58
59. Arginine vasopressin ( AVP )
•
, juga dikenal sebagai vasopresin , argipressin atau hormon antidiuretik (
ADH ) , adalah hormon neurohypophysial ditemukan di sebagian besar
mamalia . Dua fungsi utamanya adalah untuk mempertahankan air dalam
tubuh dan untuk menyempitkan pembuluh darah . Vasopresin mengatur
retensi tubuh air dengan bertindak untuk meningkatkan penyerapan air
di saluran pengumpul dari nefron ginjal . [ 1 ] Vasopresin adalah hormon
peptida yang meningkatkan permeabilitas air ginjal mengumpulkan
saluran dan distal tubulus dengan menginduksi translokasi aquaporin CD saluran air di nefron ginjal mengumpulkan membran plasma saluran [
2 ] Hal ini juga meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer , yang
pada gilirannya meningkatkan tekanan darah arteri . . Hal ini memainkan
peran penting dalam homeostasis , dengan pengaturan air, glukosa , dan
garam dalam darah . Hal ini berasal dari prekursor preprohormone yang
disintesis di hipotalamus dan disimpan dalam vesikel di hipofisis posterior
. Sebagian besar disimpan di hipofisis posterior akan dirilis ke dalam
aliran darah . Namun, beberapa AVP juga akan dirilis langsung ke otak ,
dan mengumpulkan bukti menunjukkan itu memainkan peran penting
dalam perilaku sosial , motivasi seksual dan ikatan , dan tanggapan ibu 59
terhadap stres .
60. Berat jenis
• Prinsip Pemeriksaan: perubahan pKa (konstanta disosiasi) dari
polielektrolit (methylvinyl ether/maleic anhydride).
• Polielektrolit terdapat pada carik celup akan mengalami ionisasi,
menghasilkan ion hydrogen (H+). Ion H+ yang dihasilkan tergantung
pada jumlah ion yang terdapat dalam sampel.
60
61. • 3.1. Berat Jenis 3.Pemeriksaan kimia
• Urometer
Prinsip: hukum archimedes
• Cara kerja:
1. Kalibrasi urometer dengan aquadest
2. Isi gelas ukur dg cairan asites ¾ penuh,letakkan
ditempat datar dan hilangkan buih dg kertas saring
3. Masukkan urometer dan putar pd sumbunya,jangan
menyentuh dinding gelas dan dasar gelas
4. Baca meniscus
61
63. Kalibrasi dengan Aquadest
misal : BJ. Aq. terbaca 1,003
faktor koreksi = - 0,003
Faktor koreksi suhu
setiap t 3oC di atas suhu
tera urometer : + 0,001
Faktor koreksi pengenceran
dua angka besar terakhir pengenceran
Faktor koreksi protein/glukosa
1 g/dl protein /glukosa hasil dikurangi 0,003
63
64. 1. Peneraan dengan Aquadest → B.J = 1,002
2. Asites awal B.J = 1,012
B.J. asites = 0,010
3. Suhu kamar = 30oC
Urometer ditera pada t = 15oC
B.J. asites = (30-15)
----------x 0.001 + 1,010 = 1,015
3
4. Koreksi Pengenceran 2 x
B.J = 1,030
64