Artikel tersebut membahas tentang perkelahian pelajar dan faktor-faktor yang menyebabkannya, serta solusi alternatif untuk mencegah perkelahian. Beberapa faktor yang disebutkan antara lain kondisi psikologis remaja, masalah keluarga, lingkungan sekolah, dan pengaruh lingkungan. Solusi yang disarankan meliputi peran keluarga, pendidikan, dan fasilitas olahraga untuk menyalurkan energi pelajar.
2. Nama Kelompok:
• Azkia Nurin Nisa’
• Khamdiyah El Yusi
• Yuni Kartikasari
• Zahra Syamsi
3. Minggu, 24 Oktober 2012
Contoh Kasus Masalah Sosial Dalam Masyarakat
Perkelahian rawan terjadi pada pelajar di kota-kota besar seperti Jakarta dan
Surabaya. Perkelahian itu tidak selalu menggunakan tangan kosong, sering kali
remaja-remaja tersebut membawa senjata tajam hingga senjata api.
Data yang dihimpun Direktorat Bimbingan Masyarakat Polda Metro Jaya
menunjukkan bahwa jumlah apalagi presentase tidak lah banyak. Namun, dari
segi kualitas, kasus yang terjadi sudah membahayakan, baik bagi para pelajar
maupun bagi masyarakat lainnya. Pemicu tawuran sering sangat sepele seperti
saling mengejek, membela teman yang punya masalah pribadi dengan pelajar di
sekolah lain,atau pemalakan. Namun, kenapa hal-hal yang sepele tiba-tiba bisa
memicu agresivitas dan keberingasan pelajaryang sama sekali tak
mencerminkan “budaya keterpelajarannya”? jawabannya tentu tak pernah
tunggal atau hitam putih. Para ahli yang telah mengkaji masalah ini hampir
sepakat bahwa akar masalah tawuran pelajar disebabkan oleh banyak faktor.
Penyebab pada satu kasus tidak selalu sama dengan penyebab pada kasus
yang lain. Untuk itu ada baiknya kita memahami berbagai masalah yang mungkin
dapat membantu menjelaskan mengapa perilaku tawuran tersebut dapat terjadi.
4. Pertama kondisi psikologis. Pelajar yang sedang menempuh pendidikan di SLTP
maupun SLTA, bila ditinjau dari segi usianya, sedang mengalami periode yang
potensial bermasalah. Periode ini sering digambarkan sebagai strom and drang
period (topan dan badai). Dalam kurun initimbul gejala emosi dan tekanan jiwa,
sehingga perilaku mereka mudah menyimpang. Dari situasi konflik dan problem
ini, remaja tergolong dalam sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan
membutuhkan tempat penyaluran kreativitas jika tempat penyaluran tersebut
tidak ada atau kurang memadai, mereka akan mencari berbagai cara sebagai
penyaluran.. Salah satu eksesnya, ya itu tadi, berkelahi.
Kedua masalah yang bersumber dari manajemen ruamh tangga yang tidak
efektif, pola asuh yang tidak tepat (pola asuh keras, menguasai, maupun
membebaskan) serta hubungan yang tidak harmonis antar anggota krluarga
dapat menyebabkan anak tidak betah di rumah dan mencari pelampiasan
kegiatan di luar bersama teman-temannya. Hal ini tidak jarang menyeret mereka
kepada pergaulan remaja yang tak sehat seperti perkelahian.
5. Ketiga masalah yang berasal dari kerawanan sekolah dimana pelajar-pelajar
satu sekoalah menganggap pelajar-prlajar di sekolah lain sebagai ancaman
atau saingan bagi sekolah mereka.
Keempat, faktor lingkungan masyaraka. Belakangan budaya kekerasn
berkembang di masyarakat. Media cetak maupun elektronik memiliki andil yang
besar. Aksi kekerasan merupakan topik utama berita yang mereka tampilkan.
Tawuran pelajar sedikit banyak adalah hasil vicarious learning (belajar melalui
peniruan). Beberapa pelajar menganggap cara kekerasan cukup efektif untuk
mencapai tujuan .
Kelima, tindakan kurang antisipatif dari aparat keamanan. Mereka sering tak
ada atau kurang cekatan mengamankan daerah yang menjadi ajang tawuran.
Dalam hal penegakan hukum, aparat kurang memiliki wibawa atau konsistensi
untuk menindak para pelaku. Ada keraguan antara apakah tawuran dianggap
sebagai tindakan kriminal atau sekedar kenakalan biasa. Melengkapi
identifikasi faktor-faktor terjadinya tawuran pelajar dalam ilmu psikologi dikenal
adanya teori psikogenis.
6. Teori ini memandang fenomena tawura pelajar yang merupaka bagian dari
kenakalan pelajar atau secara lebih luas penyimpangan perilaku remaja
(deliquency) dapat saja merupakan kompensasi dari masalah psikologi dan
konflik batin dalam menanggapi stimuli eksternal atau sosial. Hampir sendada
dengan itu, teori sosiogenis yang banyak dikenal para sosiolog menjelaskan
bahwa kasus tawuran pelajar dapat terjadi murni sosiologis atau psikologis.
Ini adalah akibat dari struktur deviatif, tekanan kelompok peranan sosial, dan
intenalisasi simbolis yang keliru. Atas pemahaman terhadap beberapa
kemungkinan sumber masalah tersebut, ada bebeapa alternatif solusi yang
perlu ditempuh sebagai antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya kasus
tawuran pelajar.
Solusi yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
7. Pertama:keluarga perlu melakukan refleksi atas perannya sebagai lembaga
pendidikan yang utama bagi anak, mengajarkan ajaran agama yang cukup,
menciptakan suasana rumah yang menyenangkan, dan memberikan
perhatian yang cukup bagi anak.
Kedua, perlu ada reorientasi pendidikan dala keluarga dan di sekolah.
Ketiga, menyediakan fasilitas olahraga bagi para pelajar tersebut untuk
melepasakan energinya.
data yang cukup tentang kasus tawuran berikut peta sekolah-sekolah yang
rawan. Demikian juga Direktorat Pembinaan Kesiswaan Depdikbud. Bahkan
mereka telah membentuk kelompok kerja penanggulangan tawuran pelajar.
8. Yang mengandung ciri empiris
“Data yang dihimpun Direktorat Bimbingan
Masyarakat Polda Metro Jaya menunjukkan
bahwa jumlah apalagi presentase tidak lah
banyak. Namun, dari segi kualitas, kasus yang
terjadi sudah membahayakan, baik bagi para
pelajar maupun bagi masyarakat lainnya.” Pada
kalimat tersebut, kita dapat menunjukkan bahwa
unsur sosiologi diartikel ini bersifat empiris, yang
berisi observasi (tinjauan), tidak spekulatif dan
menggunakan akal sehat.
9. Yang mengandung ciri teoritis
Artikel ini bersifat teoritis karena
memiliki tujuan untuk menjelaskan sebab
dan akibat. disebutkan dalam artikel tadi
bahwa terjadinya peristiwa tawuran pelajar
itu bisa terjadi karena; “pertama kondisi
psikologis, kedua masalh yang bersumber
dari manajemen rumah tangga yang tidak
efektif dan pola asuh yang tidak tepat, ketiga
masalah yang bersumber dan kerawan
sekolah, dan keempat faktor lingkungan
masyarakat” sehingga terjadi tindak
tawuran pelajar
10. Yang mengandung ciri kumulatif
Artikel tadi menyebutkan teori solusi alternatif untuk
antisipasi terhadap kemungkinan kasus tawuran pelajar
berdasarkan pemahaman sumber masalah tawuran
menurut para ahli.
“Teori ini memandang fenomena tawura pelajar
yang merupaka bagian dari kenakalan pelajar atau
secara lebih luas penyimpangan perilaku remaja
(deliquency) dapat saja merupakan kompensasi dari
masalah psikologi dan konflik batin dalam menanggapi
stimuli eksternal atau sosial. Hampir sendada dengan
itu, teori sosiogenis yang banyak dikenal para sosiolog
menjelaskan bahwa kasus tawuran pelajar dapat terjadi
murni sosiologis atau psikologis. Ini adalah akibat dari
struktur deviatif, tekanan kelompok peranan sosial, dan
intenalisasi simbolis yang keliru.
11. Atas pemahaman terhadap beberapa
kemungkinan sumber masalah tersebut, ada
bebeapa alternatif solusi yang perlu ditempuh
sebagai antisipasi terhadap kemungkinan
terjadinya kasus tawuran pelajar.
Solusi yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
• Pertama:keluarga perlu melakukan refleksi atas
perannya sebagai lembaga pendidikan yang
utama bagi anak, mengajarkan ajaran agama
yang cukup, menciptakan suasana rumah yang
menyenangkan, dan memberikan perhatian
yang cukup bagi anak.
• Kedua, perlu ada reorientasi pendidikan dala
keluarga dan di sekolah.
12. • Ketiga, menyediakan fasilitas olahraga bagi para
pelajar tersebut untuk melepasakan energinya.
• Keempat, sekolah harus memiliki otoritas dalam
mengkoordinasi pelajar sepulang sekolah.
• Kelima, pihak aparat perlu membentuk
kelompok-kelmpok pekerja untuk menangani
tawuran
13. Yang mengandung ciri non-etis
Pada teks tertulis “Telah ditunjukkan bahwa
pihak Direktorat Bimas Polri telah mempunyai
data yang cukup tentang kasus tawuran berikut
peta sekolah-sekolah yang rawan. Demikian
juga Direktorat Pembinaan Kesiswaan
Depdikbud. Bahkan mereka telah membentuk
kelompok kerja penanggulangan tawuran
pelajar”. Yang dengan jelas tidak memihak
antara Direktorat Bimas Polri maupun Direktorat
Pembinaan Kesiswaan Depdikbud.
14. Presentasi kami telah menunjukkan
bahwa artikel yang kami cantumkan
mengandung ke-empat ciri di bidang
sosiologi (empiris, teoritis, kumulatif &
non-etis)