SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  25
Télécharger pour lire hors ligne
LAPORAN

           IDENTIFIKASI KAWASAN
BUDIDAYA TAMBAK UDANG DAN KEPITING BAKAU
 DESA PALLIME - CENRANA KABUPATEN BONE
        PROPINSI SULAWESI SELATAN




                     Oleh :
         Nana S.S. Udi Putra, S.Hut.,M.Si.
             Harunur Rasyid, A.Md
         E-mail : nana_ssup@yahoo.com




   BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU TAKALAR
  DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
                 2008


                                             0
I.   PENDAHULUAN

     Sub sektor perikanan dan kelautan merupakan andalan bagi daerah-
daerah yang secara potensi alaminya secara khusus memanfaatkan dan
mengandalkan     kegiatan    perikanan dan   kelautan.    Kabupaten    Bone
merupakan salah satu kabupaten pesisir yang secara geografis memiliki
potensi dan kegiatan-kegitan di sub sektor perikanan dan kelautan cukup
besar di Sulawesi Selatan.

     Secara potensial Kabupaten Bone dengan pasilitas TPI hingga 20 unit
menunjukkan adanya aktivitas perikanan tangkap yang besar, namun dari sisi
lain dengan memanfaatkan potensi lahan yang ada juga dilakukan kegiatan
budidaya tambak dan rumput laut. Produksi tambak adalah penunjang nilai
produksi terbesar ke-2 setelah aktivitas penangkap, seperti pada tahun 2007
mencapai nilai 173,034 milyar rupiah atau mencapai 37.259 ton, angka ini
merupakan nilai yang cukup rendah dibanding dengan tahun-tahun
sebelumnya.

     Dari 10 kecamatan pesisir adalah kecamatan Cenrana, Aktivitas
perikanan di kecamatan ini cukup besar berbagai komoditas yang dihasilkan
di wilayah ini seperti dari sektor penangkapan dan juga tambak udang, namun
yang sangat unik dan dikenal adalah budiaya kepiting bakau. Produksi udang
windu masyarakat terus menurun karana munculnya penyakit bercak putih
(white spot), selain faktor penyakit adanya indikasi bahwa penurunan produksi
memperlihatkan produktivitas lahan mulai menurun, akibat kualitas lingkungan
yang menurun sehingga kemampuan daya dukung pun menuruni.

     Keunikan yang ada di Cenrana adalah aktivitas budidaya kepiting bakau
yang dilakukan bersamaan dengan menanam padi (mina padi kepiting
bakau). Aktivitas budidaya kepiting bakau yang terus menerus dan turun-
temurun seolah tidak ada nilainya (tidak tercatat di buku laporan produksi)
padahal memberikan dampak yang sangat besar pada penghasilan. Padahal
hasil dari Kecamatan Cenrana sebagaimana hasil wawancara bisa mencapai
2.5 – 4 ton kepiting per minggu.




                                                                           1
Oleh karena itu, kegiatan identifikasi daerah-daerah budidaya perikanan
khususnya Kepiting bakau di Kabupaten Bone diprakarsai oleh BBAP Takalar
yang dimaksudkan untuk              mengetahui perkembangan budidaya dan
permasalahan secara teknis di lapangan dalam kegiatan budidaya, sehingga
permasalahan teknis dapat diselesaikan dan dapat dilakukan perbaikan-
perbaikan untuk meningkatkan produktivitas lahan.          Karena para petani
mengakui bahwa selama ini permasalahan-permasalahan dalam budidaya
baik dari aspek kualitas lingkungan dan cara-cara penanganannya tidak
didasarkan pada data-data yang akurat, sehingga hasil penanganannya
kurang memuaskan para petani sendiri.

1.2. Tujuan dan Sasaran

    Tujuan dilakukannya kegiatan identifikasi ini adalah

a. Sebagai upaya identifikasi kondisi fisik lingkungan tempat budidaya mina
   padai kepiting bakau di Desa Pallime, Kecamatan Cenrana.

b. Sebagai upaya pengumpulan data dalam rangka monitoring lingkungan
   laboratorium Uji

c. Sebagai upaya memberikan layanan kepada masyarakat masyarakat
   dengan rekomendasi atas masalah-masalah yang dihadapi di tempat
   identifikasi.

1.3. Tempat dan Waktu

    Kegiatan identifikasi dilakukan di kabupaten Bone Kecamatan Cenrana
Provinsi Sulawesi Selatan sesuai dengan Surat Tugas Kepala BBAP Takalar
No ...... /BBAPT/TU.420/IX/2007, tertanggal ..... Juni 2008 tentang kegiatan
Identifikasi dan Monitoring Lingkungan Kawasan Budidaya. Identifikasi
dilakukan pada tangggal ........ Juni 2008. Areal budidaya Mina padi Kepiting
di wilayah Kecamatan Cenrana. Personil yang melakukan identikasi lapangan
adalah

1. Nama            : Nana S.S. Udi Putra, S.Hut., M.Si.
   Nip             : 950 002 981



                                                                              2
Jabatan      : Staf Teknis Laboratorium Uji BBAP Takalar


2. Nama         : Harunur Rasyid, A.Md.
   Nip          : 950 003
   Jabatan      : Staf Teknis Laboratorium Uji BBAP Takalar




II. GAMBARAN UMUM LOKASI

         Kabupaten Bone ada di wilayah Pesisir Timur Sulawesi Selatan,
dengan     luas wilayah 45.599,16 km2, atau sekitar 10% dari luas Provinsi
Sulawesi Selatan.     Secara geografis terletak pada posisi 4o 13’ – 5   o
                                                                             06’
Lintang Selatan dan 119o 42’ – 120o 30’ Bujur Timur. Secara administratif
Kabupaten Bone berbatasan dengan Kabupaten Wajo dan Sopeng di sebelah
Utara, berbatasan dengan Kabupaten Sinjai dan Gowa di Sebelah Selatan,
berbatasan dengan Kabupaten Maros, Pangkep, dan Baru di Sebelah Barat
serta sebelah Timur adalah Teluk Bone.
         Jumlah penduduk Kabupaten Bone sebanyak 699.474 jiwa pada tahun
2006. Dari 27 kecamatan di Kabupaten Bone 10 kecamatan diantaranya
dengan 63 desa di dalamnya memiliki wilayah pesisir. Termasuk Kecamatan
Cenrana dengan luas wilayah 143,60 km2 dan memiliki garis pantai
terpanjang hingga mencapai 30 km atau mencapai luasan 19,440 Ha.



III. POTENSI PERIKANAN

         Aktivitas perikanan di Kabupaten Bone meliputi aktivitas penangkapan
dan budidaya baik di perairan umum, darat maupun laut. Aktivitas ini mampu
menghasilkan nilai produksi yang terus meningkat setiap tahunnya. Sebagai
contoh di tahun 2007 pertumbuhan produksi perikanan mencapai 3,3% per
tahun. Sumbangan terbesar berasal dari aktivitas penangkapan dan disusul
oleh aktivitas budidaya tambak (Tabel 1).




                                                                              3
Tabel 1. Produksi Sektor Perikanan Kabupaten Bone Tahun 2007

                          Produksi             Nilai
      Sektor               (X 1000           Produksi                  Komoditas
                             Ton)            (Rp Juta)
 Penangkapan                                                  > 35 jenis, termasuk tuna,
 ikan di laut               73,454          797.219,40        cakalang, rajungan, kerapu,
                                                              teripang, lobster, dll.
 Penangkapan                                                  > 6 jenis, termasuk sepat
 ikan di perairan            1,678            7.792,50        siam, gabus, mujair, sidat,
 umum                                                         udang galah, dll.
 Budidaya                                                     > 8 jenis, bandeng,udang
 tambak                                                       windu, udang api-api, udang
                            37,259          173.034,00
                                                              putih, kepiting bakau, rumput
                                                              laut, mujair, dll.
 Budidaya                                                     -
                             0,054               432
 Kolam
 Budidaya mina                                                -
                             0,005              37,60
 padi ikan
 Budidaya laut               5,500            5.500,00        Rumput laut
Sumber : Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007.


Sektor lainnya adalah produksi benur dari pembenihan mencapai 59 juta ekor
dengan nilai produksi mencapai Rp 1,77 milyar.


         Dari total hasil produksi perikanan menunjukkan bahwa Kecamatan
Cenrana menyumbang sekitar 3,77% terhadap nilai produksi hasil perikanan
Kabupaten Bone.             Dengan demikian sumbangannya masih sangat kecil
(Tabel 2) padahal potensi perikanan yang besar karena garis pantai
terpanjang dibanding dengan kecamatan lainnya (30 km).

         Hasil produksi perikanan diperoleh dari potensi perikanan yang ada di
Kabupaten Bone dengan luasan total yang telah dimanfaatkan adalah baru
sebesar 7,78 % saja dengan pemanfaatan terbesar pada aktivitas tambak
sebesar 70.78% sedangkan aktivitas lainnya basih berpeluang besar untuk
dikembangkan seperti kolam, perairan umum, mina padi sawah, dan budidaya
laut (Tabel 3).




                                                                                              4
Tabel 2. Hasil Produksi Perikanan Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone
          Tahun 2007

                                                                   Sumbangan
                                            Nilai
                         Produksi                                terhadap (nilai)
     Sektor                               Produksi                                  Komoditas
                           (Ton)                                  Produksi Kab.
                                         (Rp x1000)
                                                                    Bone (%)
Penangkapan
                          1.901,5        10.103.400              2,59 % (1,27%)
ikan di laut
Penangkapan
ikan di perairan           422,8          1.900.000              25,19% (24,38%)
umum
Budidaya tambak           1.658,8        24.608.900              4,45% (14,22%)
Budidaya Kolam              4,1            32.800                7,59% (7,59%)
Budidaya mina
                               -                 -
padi ikan
Budidaya laut                430            430.000              7,82% (7,82 %)
 Sumber : Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007.




 Tabel 3. Potensi dan realisasi pengembangan budidaya di Kabupaten Bone
          tahun 2007.

             Jenis aktivitas                                                  Tingkat
                                           Potensi         Realisasai
               perikanan                                                    pemanfaatan
                                            (Ha)             (Ha)
                budidaya                                                        (%)
           Tambak                          15.244               10.790         70,78
           Kolam                            1.970                 211          10,71
           Perairan umum                    2.203                  -              -
           Mina padi sawah                 31.344                34,8           0,11
           Budidaya laut                   93.929               217,75          0,23
           Total                           144.690             11.253,55        7,78
          Sumber: Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007.


          Secara ril pemanfaatan potensi perikanan seperti tambak di Kabupaten
 Cenrana belum optimal ini tercermin dari nilai hasil produksi yang masih kalah
 dari darah lainnya di Kec. Subulue, padahal daerah tersebut potensi masih
 lebih rendah dibanding dengan Kecamatan Cenrana, begitu pula dalam
 pemanfaatannya. Ini membuktikan bahwa potensi yang ada belum bisa
 dimanfaatkan dengan baik yang didorong oleh rendahnya dukungan faktor
 lainnya seperti sarana prasaran dan lebih utama adalah sumberdaya manusia
 dalam menerapkan teknologi budidaya. Gambaran potensi dan ralisasi
 pemanfaatannya dalam aktivitas perikanan disajikan pada Tabel 4.




                                                                                           5
Tabel 4. Potensi dan realisasi pengembangan budidaya di Kecamatan
         Cenrana Kabupaten Bone tahun 2007.

       Jenis aktivitas              Potensi        Realisasai              Tingkat
    perikanan budidaya               (Ha)             (Ha)             pemanfaatan (%)
    Tambak                         2.721,15       2.404,0            88,35
    Kolam                          21,0           2,0                9,52
    Perairan umum                  304,0          -                  -
    Mina padi sawah                -              -                  -
    Budidaya laut                  19.400         20,5               0,1
    Total                          22446,15       2.426,5            10.81
      Sumber : Dioah dari Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007.




      Sangat jelas nampak kenapa nilai produksi perikanan yang rendah
padahal potensi yang tinggi, ternyata sarana prasarana pendukung di
Kecamatan Cenrana masing sangat kurang terkecuali adanya 1 unit TPI
(Tabel 5). Dukungan dari sarana seperti saluran tambak yang baik, diamana
sangat dibutuhkan di Cenrana masih belum ada.

Tabel 5. Sarana Prasarana Penunjang Kegiatan Sektor Perikanan Kabupaten
         Bone hingga tahun 2007.

   Sarana prasarana                         Total di Kab Kecamatan
                               Satuan                                          Keterangan
       perikanan                               Bone        Cenrana
  Unit Pembenihan             Unit          3            -
  Rakyat (UPR)
  Dempod                      Unit          2                    -
  Tempat Pelelangan           Unit          20                   1
  Ikan (TPI)
  Saluran tambak              Km            4225                 -
  Pabrik Es                   Unit          10                   -
  Cold storage                Unit          2                    -
  Backyard                    Unit          1                    -
      Sumber : Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007.




      Tabel Potensi dan realisasi penggunaan lahan tambak serta hasil
produksinya di Kecamatan Cenrana disajikan pada Tabel 6.. Dari Tabel ini
jelas bahwa aktivitas dominan di Keamatan ini adalah tambak kepiting bakau
yang mencapai 74 % dari potensi Kabupaten Bone, akan tetapi ironisnya hasil
yang diperoleh hanya mencapai 30,48% saja. Ini menunjukkan ada banyak
kendala akan tetapi sebenarnya ada nilai unik yang bisa diambil karena hasil
yang tidak berubah dari tahun-ketahun.



                                                                                         6
Tabel 6. Tabel Potensi dan realisasi penggunaan lahan tambak serta hasil
         produksinya di Kabupaten Bone dan Kecamatan Cenrana Tahun
         2007.

         Jenis                   Kabupaten Bone                        Kecamatan Cenrana
       Komoditas
       budidaya di                                  Hasil                               Hasil
                         Potensi      Realisa                   Potensi    Realisa
        Tambak                                    Produks                             Produksi
                          (Ha)        si (Ha)                    (Ha)      si (Ha)
                                                   i (Ton)                              (Ton)
  Udang                 -            2.220        2.111        -            376      211,5
  Kepiting Bakau        -            1.822        1.310        -          1.350      399,3
  Rumput Laut           -            2.128        26.790       -                     777
  Bandeng               -            1.264        5.160        -            208      271
  Jenis lainnya         -            3.356        1.888        -            470      289,6
  Total                 15.244       10.790                    2.721,15   2.404      1.948,4
         Sumber : Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007.




IV.     HASIL IDENTIFIKASI



4.1.     Kualitas air Sungai Cenrana

         Sungai Cenrana adalah satu-satunya sungai yang mengalir di Desa
Pallime yang menjadi sumber air tawar bagi kegiatan budidaya. Sehingga
keberadaanya menjadi sangat penting. Sungai Cenrana berhulu ke danau
Tempe di kabupaten Wajo, sehingga segala bentuk perubahan cuaca,
lingkungan dan segala aktivitasnya di hulu akan sangat berpengaruh bagi
kualitas air di muara sungai Cenrana.




Gambar 1.         Perjalanan menuju lokasi Desa Pallime menggunakan Perahu
                  melalui jalur Sungai Cenrana.


                                                                                                 7
Hasil identifikasi (Tabel 7) menunjukkan kondisi yang umumnya
ditunjukkan oleh air sungai dalam kondisi keruh, tentunya mempunyai nilai
turbidity yang cukup tinggi, bahan organik yang tinggi dan tentunya
kandungan CO2 yang tinggi pula. Kandungan ammonia yang ada akibat
tingginya bahan organik dan menunjukan adanya aktivitas dekomposisi
dengan proses nitrifikasi yang terhambat akibat oksigen yang rendah. Kondisi
air sungai ini masih bisa digunakan sebagai sumber air tawar bagi kegiatan
budidaya yang tentunya perlu mendapat perlakuan seperti pengendapan air di
tandon, filterisasi, pengapuran dan lain-lain.


 Tabel 7. Karakteristik kualitas air Sungai Cenrana di Pallime Cenrana-Bone


                Parameter        Satuan          Hasil Pengukuran

             Salinitas             Ppt                  0,33
             pH                                         7,02
             DO                  mg/L                   3,93
                                   o
             Suhu                   C                  28,37
             Alkalinias          mg/L                 126,00
             CO2                 mg/L                 10,43
             Ammonia             mg/L                   0,20
             Nitrit              mg/L                   0,00
             Posfat             mg/L                    0,10
             Klor                mg/L                   0,00
             Bahan organik       mg/L                  14,37
             Turbidity            NTU                  49,00
             Besi                mg/L                   0,00
             H2S                 mg/L                   0,00


4.2. Budidaya Tambak Udang

4.2.1. Tanah

     Jenis tanah yang dijumpai di areal tambak Desa Pallime Kecamatan
Cenrana adalah jenis tanah dengan tekstur liat (clay), serta jenis liat berpasir
(sandy clay) dan liat berlumpur (silty loam). Karakterisik fisik dan kimia tanah
di areal tambak udang di Muara Sunagi Cenrana Pallime dapat di lihat pada
Tabel 8. Dari sisi kondisi tanah menunjukkan bahwa areal tambak sudah
sesuai untuk budidaya udang yang menghendaki kondisi tanah yang liat


                                                                              8
berpasir dan liat berlumpur (Soetomo, 2002). Dengan demikian kondisi tanah
lahan tambak sudah sesuai untuk keperluan budidaya udang.

        Tabel 8. Kualitas Tanah Tambak Udang di Muara Sungai Cenrana

                                 Nilai Hasil
    Parameter        Satuan                                      Optimal
                                Pengukuran
     Redoks            mV            -202                   > - 100 (Reis, 1985)
       pH                             6,99        6,00 – 8,00 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
  Bahan organik        %             10,51                < 2,5 % (Adhikari, 2003)
     Phosfat          mg/L            0,55               >30 mg/L ( Adhikari, 2003)
      Besi            mg/L            0,69                           < 0,1
    Nitrogen          mg/L            0,45              >250 mg/L ( Adhikari, 2003)
                                Liat 60 – pasir       Liat 60-70%, pasir 30-40% (Dirt.
        Tekstur      % fraksi
                                     40 %                  Pembudidayaan, 2003)
   Warna tanah                     Abu-abu                           Coklat

    Kandungan bahan organik di kawasan budidaya tambak udang
menujukkan kisaran 10,51 %, kondisi pH tanah 6,99, kandungan Posfat 0,55
mg/l, Besi 0,69 mg/L, Nitrogen 0,45 mg/L, dan redoks – 202 mV serta tekstur
tanah dengan kisaran kandungan liat 70% dan pasir 30%.                         Dari hasil
identifikasi kualitas tersebut, tanah ada dalam kondisi yang kurang cocok
untuk     budidaya   udang,     perlu    ada      perlakuan-perlakuan      untuk    dapat
memperbaiki kualitasnya. Karateristik yang mendukung adalah pH tanah
(6,99) dan tekstur tanah (70:30%). Sedangkan karakteristik tanah lainya
kurang mendukung seperti redoks tanah yang rendah (-202 mV), kandungan
bahan organik tanah yang tinggi (10,51 %), Phosfat (0,55 mg/L), besi (0,69
mg/L) dan nitrogen (0,45 mg/L), hal ini sangat nyata dibandingkan dengan
kondisi optimal yang cocok untuk budidaya udang (Tabel 8). Pengolahan
dasar dalam persiapan tambak perlu mendapat perhatian sehingga kondisi
lahan benar-benar baik untuk budidaya.

    Kondisi redoks tanah yang rendah menggambarkan aktivitas bakteri
rendah akibat oksigen yang rendah. Dampaknya adalah bakteri yang ada
tidak bisa bekerja dengan optimal dalam mendekomposisi bahan-bahan
organik. Kondisi ini nampak dengan warna tanah tambak yang berwarna abu
(Gambar 2) menunjukkan kondisi redoks yang rendah dengan proses
dekomposisi terhambat (Reis, 1985). Ini tampak dengan bahan organik tanah
yang tinggi (10,51%) begitu pula dengan Nitrogen (0,45 mg/L) dan Phosfat



                                                                                            9
(0,55 mg/L). Besi yang tinggi bisa menjadi penyebab rendahnya pH tanah
ataupun air akibat ikatan yang dibentuk dengan senyawa lain, sehingga perlu
berhati-hati dalam pengolahan tanah dasar. Pyrit yang tinggi bisa menjadi
racun bagi udang peliharaan dan bisa menimbulkan kematian massal akibat
penurunan pH yang drastis pada air media budidaya.

     Dari hasil pengukuran pH tanah menunjukkan pH yang masih ada dalam
kondisi optimal (6,99). Pada pH netral seperti ini sesungguhnya aktivitas
bakteri sangat optimal dalam bekerja mendekomposisi bahan organik yang
ada (Malone & Burden, 1988, Boyd, 1995, Adhikari, 2003), selain itu bisa
mengontrol tingkat racun bahan-bahan berbahaya bagi udang seperti amonia,
nitrit, dan asam sulfida di dalam air. Tertahannya kisaran pH tanah bisa
disebabkan oleh kandungan bahan organik di dalamnya (Mintarjo et al, 1984)
akibat proses dekomposisi oleh bakteri. Bila keasaman tanah terus menurun
diperlukan perlakuan-perlakuan tambahan dengan melakukan penambahan
kapur pada saat pengolahan tanah seperti yang dianjurkan oleh Mintarjo
et.al., (1984) (Tabel 9).

Tabel 9.     Jumlah Kapur yang Dibutuhkan Berdasarkan pada pH dan Tekstur
             Tanah.


                               Jumlah kapur yang dibutuhkan (Kg/Ha)
    pH
                                               Tanah liat
   Tanah                  Tanah liat
                                                berpasir        Tanah berpasir
 <4                         4000                  2000              1250
 4.0 – 4.5                  3000                  1500              1250
 4.5 – 5.0                  2500                  1250              1000
 5.0 – 5.5                  1500                  1000               500
 5.5 – 6.0                  1000                  500                250
 6.0 – 6.5                   500                  500                 0
     Sumber : Mintardjo, et. al. (1984).

     Dari hasil identifikasi tersebut menunjukkan bahwa areal tambak ber pH
netral sehingga baik untuk dijadikan tempat budidaya udang. Tambak yang
produktif untuk tambak mempunyai kisaran pH netral hingga basa dan netral
akan memberikan suasana bilogik yang terbaik (Mintarjo at al, 1984). Tanah
yang baik untuk budidaya tambak udang berada pada kisaran netral pH 6.0-
8.0 (Direktorat Pembudidayaan, 2003).




                                                                             10
Nitrogen dan Fosfor adalah unsur yang penting bagi pertumbuhan
phytoplankton (Boyd, et.al. 2002). Sehingga keberadaan kandungan Nitrogen
dan Phosfat di dalam tanah tambak seperti hasil identifikasi masih rendah bila
dengan kandungan optimal seperti pada Tabel 8.             Nitrogen dan fosfat
merupakan bahan dasar nutrisi yang isa dimabfaatkan oleh phytoplankton
yang dihasilkan oleh proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri. Nitrogen
dalam bentuk ammonium dan nitrat serta fosfat mudah diserap oleh
phytoplankton. Bahan N dan Phosfat ini selain dimanfaatkan oleh
phytoplankton juga dimanfaatkan oleh udang/ikan dan organisme lainnya ada
di dalam tambak (Boyd, et.al. 2002).

     Hasil identifikasi menunjukkan bahwa nitrogen dan phosfat ada pada
kondisi   yang     rendah   sehingga    perlu   tindakan     perlakuan   untuk
meningkatkannya hingga ada pada tingkat yang mencukupi bagi kehidupan
udang/ikan. Penambahan bisa dilakukan dengan melakukan pemupukkan
dengan menggunakan pupuk urea atau ammonium untuk menambah nitrogen
dan pemupukkan Kalsium phosfat dan Ammonium Phosfat untuk menambah
nutrisi Phosfat.




Gambar 2. Kondisi tanah tambak udang tradisional di Muara Sungai Cenrana
          Desa Palliem berwarna abu-abu kecoklatan.



4.2.2. Kualitas Air Tambak

     Salah satu faktor yang dapat mendukung keberhasilan budiadaya adalah
kondisi kualitas air tambak. Kualitas air tambak merupakan resultante dari



                                                                           11
beberapa faktor lingkungan yang ada di kawasan tersebut termasuk kondisi
fisik-kimia dan biologi. Karakteristik kualitas air di kawasan tambak muara
sungai Cenrana Pallime disajikan pada Tabel 10. Secara umum tambak di
Pallime adalah tambak yang dikelola secara tradisional. Luasan kawasan
tambak yang menghampar menjadi satu-kesatuan pengelolaan dimana satu
pengelola menguasai tambak 18 Ha.

     Dari hasi identifiikasi tersebut karakteristik air yang diperoleh dari hasil
pengujian menunjukkan bahwa secara umum karakteristiknya ada pada
kisaran optimal bagi budidaya udang windu seperti DO (7,83 mg/L), suhu air
(30 oC), alkalinitas (157,50 mg/L), CO2 (0,0 mg/L), nitrit (0,0 mg/L), phosfat
(0,1 mg/L), clorin (0,0 mg/L), bahan organik (28,77 mg/L), besi (0,0 mg/L),
sulfida (0,0 mg/L), dan warna air (coklat muda), akan tetapi ada parameter-
parameter yang ada diluar kisaran yang optimal seperti salinitas (8,67 ppt),
pH (8,59), ammonia (0,2 mg/L) dan turbidity (49 NTU). Dengan demikian
kondisi tambak secara umum sudah ada pada kondisi yang baik untuk
budidaya, faktor-faktor utama bekerja dengan baik. Akan tetapi beberapa
faktor seperti salinitas, pH, ammonia, dan turbidity perlu mendapat perhatian.
Salinitas menjadi sangat krusial karena posisi tambak yang ada dimuara
dimana suplai air dipengaruhi oleh air tawar dari sungai yang didominasi oleh
air tawar akibat curah hujan yang masih tinggi. Karena tambak yang
sebenarnya siap menunggu panen (menunnggu bulan tingi) kondisi ini
tidaklah memprihatinkan bagi udang. Nilai pH yang tinggi diduga oleh
suburnya perairan sehingga proses photosyntesis yang berjalan baik
sehingga kondisi air terdorong meningkat oleh peninkatan serapan CO2 yang
tinggi dari phytoplankton. Perairan yang baik tersebut memdorong kondisi
kecerahan air agak gelap akibat warna air yang berwarna coklat tua akan
tetapi tidaklah berbahaya bagi udang windu. Terdeteksinya kandungan
ammonia yang tinggi (0,2 mg/L) sangat berkaitan dengan proses nitrifikasi
yang terhambat akibat oksigen yang terbatas akibat CO2 yang meningkat di
perairan sehingga terjadi akumulasi ammonia.




                                                                              12
Tabel 10. Kualitas Air Tambak Udang Tradisional di Muara Sungai Cenrana
          Pallime.

                           Nilai Hasil
   Parameter     Satuan                                Optimal
                          Pengukuran
 Salinitas        ppt         8,67           15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
 pH                           8,59          7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
 DO              mg/L         7,83            5,0 – 9,0 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
                  o
 Suhu              C         30,00         28,0 – 32,0 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
 Alkalinias      mg/L       157,50               >100 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
 CO2             mg/L         0,00              < 0,20 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
 Ammonia         mg/L         0,20               <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
 Nitrit          mg/L         0,00                <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
 Posfat          mg/L         0,10       0,10 – 0,25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
 Klorin          mg/L         0,00            < 0,01 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
 Bahan organik   mg/L        28,77              < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
 Turbidity       NTU         49,00           30 – 40 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
 Besi            mg/L         0,00                  < 1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
 H2S             mg/L         0,00                  < 2 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
 Warna air                Coklat muda     Coklat muda (Ariawan & Poniran, 2004)




4.2.3. Penyakit udang

    Dari hasil identifikasi terhadap laporan dan pengujian yang telah
dilakukan terhadap udang windu menunjukkan bahwa terjadi infeksi berat dari
Virus Bintik Putih (White Spot Syndrome Virus-WSSV) sehingga disarankan
untuk segera dipanen. Hasil uji terhadap karier udang putih menunjukkan
hasil yang sama (positif). Akan tetapi memiliki hasil yang berbeda terhadap
kepiting yang ditemukan di dalam tambak. Kondisi tambak yang sangat luas
(18 Ha) menyulitkan dalam mengotrol karena tambak sambung menyambung.
Intensitas tebar yang rendah sulit untuk melakukan pemanenan sehingga
pengelola hanya menunggu bulan tinggi untuk memamen, karena hanya pada
saat itu udang naik dari lumpur dan akan terbawa oleh arus air. Hal yang
riskan dari kegiatan budiaya di temukan di Pallime adalah budidaya udang
windu ditebar bersamaan dengan budidaya kepiting bakau, padahal kepiting
bakau merupakan karier bagi virus WSSV yang sangat mematikan bagi
udang windu. Yang seharusnya adalah budidaya itu tidak bersamaan karena
akan berakibat pada munculnya penyakit pada udang.




                                                                               13
Gambar 3.    Kondisi air berwarna coklat muda, dengan melimpahnya udang
             kecil (Karier).


4.3. Budidaya Tambak Kepiting Monosek
4.3.1. Kualitas Tanah

      Kondisi tanah tambah kepiting bakau karakteristiknya lebih jelek
dibanding dengan koendisi di Tambak Tambak udang di muara Sungai
Cenrana. Seperti yang disajikan di Tabel 11 menunjukkan bahawa hanya pH
tanah yang relatif normal (6,93) dengan kondisi tekstur tanah secara umum.
Karakteristik lainnya menunjukkan hasil yang kurang baik. Nilai redoks tanah
yang rendah (-241,33 mV) didukung oleh kondisi tanah yang berlumpur
berwarna hitam memperlihatkan kondisi tanah yang tidak produktif walupun
hasil pengukuran pH masih relatif netral (6,93). Aktivitas bakteri yang tidak
normal kemudian bergeser kearah anaerob sehingga proses perombakan
tidak berjalan normal. Hal ini ditunjukkan dengan kandungan bahan organik
yang tinggi (11,67 %) ini menandakan aktivitas perombakan oleh bakteri
betul-betul terhambat. Sepertihalnya juga jumlah Nitrogen (0,55 mg/L) yang
kecil dan Phosfat (0,60 mg/L). Kondisi yang menonjol adalah kandungan besi
yang tinggi melebihi nilai optimal (0,83 mg/L), ini cukup riskan karena akan
berdampak pada penurunan pH tanah bila besi berasosiasi dengan Sulfida
dan bila pH turun maka residu logam berat akan semakin meningkat. Kondisi
ini tidak menguntungkan bagi kehidupan kepiting di tambak. Tereksposnya
besi ke udara berdampak pada penurunan pH tanah yang bisa terjadi secara
drastis termasuk pH air.


                                                                          14
Tabel 11. Karakteristik Tanah Tambak Kepiting Monosek di Pallime Cenrana-
          Bone.

                       Nilai Hasil
 Parameter   Satuan                                      Nilai optimal
                      Pengukuran
Redoks        mV         -241,33                      > - 100 (Reis, 1985)
pH                         6,93             6,00 – 8,00 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
Bahan
                                                   < 2,5 % (Adhikari, 2003)
organik        %           11,67
Phosfat      mg/L           0,60                   >30 mg/L ( Adhikari, 2003)
Besi         mg/L           0,83                              < 0,1
Nitrogen     mg/L           0,51                  >250 mg/L ( Adhikari, 2003)
               %      Liat 60 – pasir   Liat 60-70%, pasir 30-40% (Dirt. Pembudidayaan,
  Tekstur
             fraksi        40 %                               2003)
  Warna
                        Abu-abu                             Coklat
  tanah

     Kondisi tanah yang berwarna abu-abu pada bagian dasar tambak
memperlihatkan bahan organik yang tinggi dan proses dekomposisi yang
tidak berjalan dengan baik di tambak. Hasil wawancara dengan pengelola
tambak lebih jelas lagi karena tambak tidak bisa dikeringkan dan tidak ada
pengelolaan tanah dasar dalam proses persiapan tamabak. Lumpur sisa
seharusnya dibuang dari tanah dasar serta tambak harusnya dikeringkan.
Akan tetapi karena kondisi saluran yang tidak memungkinkan membuat
tambak tidak bisa dikeringkan.

4.3.2. Kualitas air tambak kepiting monosek
      Hasil identifikasi kualitas air tambak kepiting monosek di Pallime
menunjukkan bahwa secara umum menunjukkan kualitas air yang baik,
berada pada kisaran optimal yang bisa mendukung pertumbuhan kepiting
seperti terlihat pada Tabel 12. Terkecuali pada hasil pengukuran pH yang
ada di atas kisaran optimal (pH 9).         Tingginya pH air bisa meningkatkan
toksisitas racun, termasuk membatasi aktivitas bakteri dalam melakukan
dekomposisi bahan organik.
      Budidaya kepiting adalah aktivitas utama di Desa Pallime Kecamatan
Cenrana – Bone. Sehingga segala upaya teknnologi dicoba untuk
dikembangkan dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi
kepiting di Pallime termasuk di dalamnya mengupayakan budidaya kepiting
dengan teknik penebaran monosek (jantan atau betina saja dalam satu



                                                                                      15
tambak-jantan betina dipisah). Jenis yang dibudidayakan terdiri atas jenis
Scylla serata di musim kering dan Scylla olivacea pad musim hujan. Kedua
jenis ini memiliki karakteristik habitat dan kondisi lingkungan yang berbeda
yakni masing-masing pada salinitas tinggi (serata) dan salinitas rendah
(olivacea).


Tabel 12.      Karakteristik Kualitas air Tambak Kepiting Monosek di Pallime
               Bone.

                               Nilai Hasil
    Parameter        Satuan                              Nilai Optimal
                              Pengukuran
Salinitas              Ppt        2,00                2 – 25 (Malone & Burden, 1988)
pH                                9,10             7,0 – 8,0 (Malone & Burden, 1988)
DO                    mg/L        4,23             5,0 – 9,0 (Malone & Burden, 1988)
                        o
Suhu                     C        31,00         24,0 – 32,0 (Malone & Burden, 1988)
Alkalinias            mg/L       162,00              >100 (Malone & Burden, 1988)
CO2                   mg/L        0,00              < 0,20 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
Ammonia               mg/L        0,00                <0,03 (Malone & Burden, 1988)
Nitrit                mg/L        0,00                  <0,5 (Malone & Burden, 1988)
Posfat                mg/L        0,00       0,10 – 0,25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
Klor                  mg/L        0,00            < 0,01 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
Bahan organik         mg/L       19,69              < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
Turbidity              NTU       40,00           30 – 40 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
Besi                  mg/L        0,00                  < 1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
H2S                   mg/L         0,00                 < 2 (Van Wyk & Scarpa, 1999)



       Pada saat identifikasi ada pada saat musim hujan sehingga jenis yang
dibudidayakan adalah jenis S. olivacea. Dengan demikian kondisi salinitas
rendah adalah kondisi yang disukai dan bisa tumbuh dengan optimal (salinitas
2 – 18 ppt).




                                                                                  16
A                                 B




        C                                 D

Gambar 4. Tambak budidaya kepiting monosek A) Papan Nama plot ujicoba
          budidaya memisahkan antara tambak kepiting jantan dan betina,
          B) Tambak budidaya yang dikelilingi oleh pembatas waring untuk
          mencegah kepiting keluar tambak, C) Kepiting yang ditangkap
          menggunakan rakkang, dan D) Kepiting yang telah diikat siap
          dijual ke pasar.



4.4. Budidaya Tambak Mina Padi Kepiting
4.4.1. Kualitas tanah tambak mina padi kepiting

     Hasil budidaya yang khas di Pallime membuat daerah ini terkenal
dengan produksi kepitingnya yang khas termasuk rasa yang dihasilkannya.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh para pembudiya kepiting di Pallime
adalah melakukan terobosan budidaya dimana budidaya kepiting bersamaan
dengan budidaya padi sawah. Sehingga sepanjang tahun hasil kepiting tetap
bisa dihasilkan, namun tetap menghasilkan hasil diversifikasi produksi laiinnya
yang dibutuhkan di daerah ini sebagai makanan pokok yakni padi. Dengan
demikian upaya budidaya padi diupayakan, namun harus ada pada musim
hujan agar kondisi air ada dalam kondisi tawar. Para pembudidaya kepiting di
Pallime tetap melakukan budidaya dengan menebar Kepiting yang cocok
pada kondisi salinitas rendah yakni jenis S. olivacea. Sehingga sampai saat


                                                                            17
ini para pembudidaya kepiting di Pallime melakukan budidaya kepiting pada
musim hujan bersamaan dengan budidaya padi (polikultur) dan pada musim
kering melakukan budidaya kepiting secara monokultur dengan jenis S.
serata.

Tabel 13. Karakteristik tanah budidaya kepiting mina padi di Pallime Bone.

                             Nilai hasil
   Parameter     Satuan                                    Nilai optimal
                            Penggukuran
Redoks             mV          -229,33                  > - 100 (Reis, 1985)
pH                               7,02         6,00 – 8,00 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
Bahan organik       %             9,77                < 2,5 % (Adhikari, 2003)
Phosfat           mg/L            0,42               >30 mg/L ( Adhikari, 2003)
Besi              mg/L            1,24                           < 0,1
Nitrogen          mg/L            0,34              >250 mg/L ( Adhikari, 2003)
                 % fraksi   Liat 60 – pasir       Liat 60-70%, pasir 30-40% (Dirt.
Tekstur                          40 %                  Pembudidayaan, 2003)
Warna                           Coklat                           Coklat

     Hasil identifikasi karakteristik tanah di lokasi budidaya kepiting mina padi
diperoleh menunjukkan karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan tambak
kepiting monosek. Tabel 13 menunjukkan bahawa hanya pH tanah yang
netral (pH 7,02) dengan kondisi tekstur tanah yang sama. Karakteristik
lainnya menunjukkan hasil yang kurang baik. Nilai redoks tanah yang rendah (
-229,33 mV) namun kondisi tanah yang berwarna coklat memperlihatkan
kondisi tanah yang produktif. Aktivitas bakteri yang tidak normal namun lebih
baik dibanding di tambak monosek, kemudian bergeser kearah anaerob
sehingga proses perombakan tidak berjalan normal. Hal ini ditunjukkan
dengan kandungan bahan organik yang tinggi (9,77 %) ini menandakan
aktivitas perombakan oleh bakteri masih terhambat. Sepertihalnya juga
jumlah Nitrogen (0,34 mg/L) yang kecil dan Phosfat (0,42 mg/L).              Kondisi
yang menonjol adalah kandungan besi yang sangat tinggi melebihi nilai
optimal (1,24 mg/L), ini sangat riskan karena akan berdampak pada
penurunan pH tanah bila besi berasosiasi dengan Sulfida dan bila pH turun
maka residu logam berat akan semakin meningkat. Kondisi ini tidak
menguntungkan bagi kehidupan kepiting di tambak. Tereksposnya besi ke
udara berdampak pada penurunan pH tanah yang bisa terjadi secara drastis
termasuk pH air. Pengolahan tanah yang baik pada saat persiapan membuat
kondisi tambak ini tetap mampu mendukung pertumbuhan padi dan kepiting.


                                                                                   18
Selain itu penebaran kepiting hanya 500 - 1000 ekor per Ha. Rendahnya
penebaran karena kepiting hanya dialokasikan pada caren yang disediakan.




      A                                      B

Gambar 5.     Model Tambak mina padi kepiting di Pallime A) Tambak dengan
              caren untuk kepiting tanpa padi di pinggir pematang, B) Tambak
              dengan padi dipinggir pematang.


4.4.2. Kualitas air tambak mina padi kepiting

     Bagi masyarakat       desa Pallime kegiatan budidaya kepiting bakau
disawah adalah suatu yang tak mungkin, disamping keterbatasan tanah
sawah begitu pula padi di tanam ditambak dengan salinitas air yang tinggi
juga suatu hal yang sulit dilakukan karena akan menghambat pertumbuhan
padi dan akan sia-sia. Inisiatif budidya polikultur kepiting dan padi di tambak
adalah suatu kebutuhan atas dua komoditas bagi masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga pemilihan waktu tanam dan jenis
kepiting yang dibudidayakan menjadi hal penting untuk mendapat perhatian.
Pilihan ini berkaitan dengan kondisi kualitas air yang memungkinkan untuk
keduanya bisa tumbuh dan berkembang dengan normal. Oleh karena itu
sasarannya adalah dilakukan pada musim hujan dimana sumber air tawar
melimpah untuk menurunkan salinitas air hingga mendekati 0 dan jenis
kepiting yang digunakan adalah jenis kepiting yang adaptif di kondisi salinitas
rendah yakni jenis kepiting Scylla olivacea.

Karakteristik kualitas air di tambak mina padi kepiting menunjukkan bahwa
salinitas ada pada kisaran 1-2 ppt (rata–rata 1,33 ppt), ini adalah nilai salinitas
yang optimal bagi kegiatan budidaya ini dan salinitas adalah parameter
pembatas     bagi   pertumbuhan      padi,   sedangkan     lainnya   relatif   tidak



                                                                                 19
berpengaruh bagi pertumbuhan padi kecuali keberadaan Nitrogen dan
Phosfat, karena keduanya akan menjadi sumber nutrisi bagi padi. Dari
beberapa karakteristik kualitas air lainnya akan lebih cenderung memberikan
pembatasan bagi pertumbuhan kepiting.

Tabel. 14.      Karakteristik Kualitas Air Kawasan Budidaya Kepiting-Sawah


                               Nilai Hasil
   Parameter        Satuan                                 Nilai optimal
                              Pengukuran
Salinitas            ppt                1,33                                      1 –4
pH                                      7,49         7,0 – 8,0 (Malone & Burden, 1988)
DO                  mg/L                9,33   >5,0 – 9,0 (Malone & Burden, 1988)
                     o
Suhu                  C               28,70       24,0 – 32,0 (Malone & Burden, 1988)
Alkalinias          mg/L             162,00             >100 (Malone & Burden, 1988)
CO2                 mg/L                1,04          < 0,20 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
Ammonia             mg/L                0,05           <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
Nitrit              mg/L                0,05             <0,5 (Malone & Burden, 1988)
Posfat              mg/L                0,10   0,10 – 0,25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
Klor                mg/L                0,00        < 0,01 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
Bahan organik       mg/L              10,31           < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
Turbidity           NTU               37,00        30 – 40 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
Besi                mg/L                0,00             < 1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
H2S                 mg/L                0,00             < 2 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
Warna air                         Coklat tua                   Coklat tua



     Dari hasil identifikasi (Tabel 14) dapat dilihat bahawa karakteristik yang
menonjol adalah keberadaan CO2 (1,02 mg/L), dan ammonia (0,05 mg/L),
sedangkan karakteristik lainnya akan bisa mendukung pertumbuhan kepiting.
Tingginya kandungan karbondioksida di dalam kolom air diduga karena hasil
dari kegiatan respirasi mikroorganisma di dalam tambak, akan tetapi tidak
memberikan dampak yang buruk karena kandungan oksigen sangat tinggi
sebagaimana hasil pengukuran DO yang mencapai 9,33 mg/L. Ini adalah
keuntungan yang diperoleh dari adanya tumbuhan padi di tambak, karena
padi mempunyai rate photositesis yang tinggi sehingga berimbas pada
kandungan oksigen tinggi di dalam kolom air tambak. Tentunya akan
berdampak pada sistem yang ada di dalam tambak berjalan dengan baik, dan
nampak pada karakteristik yang sangat baik bagi kehidupan kepiting di dalam
tambak.      Sedangkan sedikit lebih tingginya kandungan amonia di dalam
tambak diduga karena proses amoifikasi namun proses nitrifikasi yang sedikit




                                                                                    20
terhambat. Akan tetapi nilai ammonia pada level 0,05 mg/L belum bersifat
toksik karena nilai pH yang agak relatif netral (pH 7,49).



4.5. Kandungan Residu Logam Berat

       Hingga saat ini produk-produk indonesia yang diekspor keluar terutama
ke Eropa masih mendapatkan control yang ketat akibat ditemukannya residu
logam berat serta residu obat dan antibiotik. Dalam rangka menindak lanjuti
masalah tersebut selain melakukan monotoring HPI dan Lingkungan juga
melakukan identifikasi terhadap kandungan residu logam berat di wilayah
Kerja BBAP Takalar.

       Dari hasil pengujian di laboratorium diperoleh kandungan residu seperti
yang tercantum pada Tabel 15.         Komoditas yang diukur adalah Kepiting,
udang dang rumput laut glacilaria serta tanah dan air yang ada di
lingkungannya.

Tabel 15. Kandungan Logam Berat Air, Tnah dan Beberapa Komoditas
          Perikanan di Pallime Cenrana-Bone.

 Lokasi                                             Jenis Sampel
            Parameter   Satuan                                                            Optimal
Budidaya                         Air tbk   Tanah    Kepiting U. Windu   Glacilaria
Tambak
               Hg        mg/l    0,0046    <0,125    0,0518
Mina padi
Kepiting       Pb        mg/l    0,1504     <0,5     2,6864
               Cd        mg/l    0,0028    <0,25     0,4854
Tradisi        Hg        mg/l    0,0014    <0,125    0,0576   0,0504
Udang          Pb        mg/l    0,3206     <0,5     2,7419   2,1262
Windu          Cd        mg/l    0,0164    <0,25     0,5976   0,1211
Tambak
               Hg        mg/l    0,0024    <0,125    0,0632              0,0754
Kepiting
Monosek        Pb        mg/l    0,179     <0,5      3,7627              0,9653
               Cd        mg/l    0,0078    <0,25     0,5832              0,0796



4.5.1. Air Tambak
       Di seluruh kawasan tambak budiaya (kepiting minapadi, udang windu
dan kepiting monosek) yang identifikasi menunjukkan bahwa air tambak
secara berturut-turut untuk jenis logam berat Hg, Pb, dan Cd ada pada
kisaran 0,0014 – 0,0046 mg/L, 0,1504 – 0,3206 mg/L, dan 0,0024 – 0,0078
mg/L. Bila dibandingkan dengan batas yang diperbolehkan berdasarkan PP


                                                                                     21
No. 18 tahun 1999 dimana kandungan logam berat yang diperbolehkan
diperairan berturut-turut untuk Hg, Pb, dan Cd adalah 0,01 mg/L, 2,5 mg/L
dan 0,05 mg/L, menunjukkan bahwa secara keseluruhan masih aman untuk
kegiatan budidaya.


4.5.2. Tanah Tambak
      Kandungan logam berat jenis Hg, Pb dan Cd berturut-turut adalah
<0,1250 mg/L, <0,5000 mg/L dan <0,2500 mg/L. Kandungan logam berat di
tanah tidak ada batasan minimum karena bersifat alami, namun tentunya
batasan untuk tujuan budidaya ikan yang mengarah ke keamanan pangan
menjadi sangat perlu.


4.5.3. Komoditas Perikanan
      Komoditas perikanan budidaya yang diidentifikasi adalah udang windu,
kepiting, dan glasilaria. Kandungan logam berat pada udang windu
menunjukkan ada pada kisaran 0,050 untuk Hg, 2,1262 mg/L untuk Pb dan
0,1211 mg/L untuk Cd. Bila dibandingkan dengan batas maksimum yang
diperbolehkan dengan merefer ke Unieropa adalah 500 ppb untuk ketiga jenis
logamberat (Hg,Pb dan Cd). Dengan deimikian logam yang melebih i batas
maksimum adalah jenis Pb (2,1211 mg/L).
      Pada komoditas jenis kepiting bakau diperoleh bahwa kandungan
logam berat untuk Hg, Pb dan Cd adalah berturut-turut ada pada kisaran
0,0518 – 0,0632 mg/L, 2,6864 – 3,7627 mg/L dan 0,4854 – 0,5832 mg/L.
Dengan demikian bila membandingkan dengan batas logam berat pada
udang maka menunjukkan bahwa kandungan kepiting di tambak minapadi
terdekteksi Pb melebihi batas, tambak udang tradisional dan tambak monosek
terdeteksi jenis Pb dan Cd telah melebihi batas.
      Jenis rumput adalah jenis rumput laut Glacilaria yang tumbuh
dibudidayakan di tambak. Kisaran kandungan logam berat pada Glacilaria
mencapai 0,0754 untuk jenis Hg, 0,9653 mg/L untuk jenis Pb, dan 0,5554
mg/L untuk jenis Cd. Nampak bahwa Begitu pula untuk jenis komoditas
Glacilaria di Bone hanya kandungan Pb yang melebihi 0,5 mg/L.




                                                                       22
V.   KESIMPULAN DAN SARAN


Dari hasil identifikasi di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa :

1.   Sungai Cenrana masih layak untuk dijadikan sumber air tawar dalam
     kegiatan budidaya tambak baik udang maupun kepiting, akan tetapi
     tetap perlu dibersihkan dari bahan-bahan kontaminan melalui proses
     pengendapan di tandon, pengapuran, dan sistem filterisasai.
2.   Sistem irigasi yang kurang baik membuat sistem pemasukan dan
     pengeluaran air terhambat.
3.   Terlalu besarnya kawasan tambak udang tradisional dalam satu kali
     tebar menyulitkan proses kontrol.
4.   Tanah tambak udang yang berwarna coklat keabu-abuan akibat
     persiapan tambak yang tidak dilakukan dengan baik.
5.   Ditemukannya kasus penyakit WSSV berat pada udang dan carier
     udang di tambak udang tradisional muara sungai Cenrana
6.   Penebaran udang bersamaan dengan kepiting masih dilakukan di
     Pallime,   padahal   kepiting   adalah   pembawa/inang    virus   WSSV.
     Seharusnya tidak boleh tebar bersamaan pada kolam yang sama
7.   Pada tambak monosek tidak dilakukan persiapan tanah dasar yang
     optimal akibat air tidak bisa dikeluarkan dari tambak. Kondisi tersebut
     berdampak pada tingginya pH air di kolom tambak.
8.   Tanah di tambak mina padi kepiting menunjukkan tanah yang relatif
     lebih baik akibat pemberian pupuk yang rutin dilakukan pada setiap
     tanam tambak
9.   Asosiasi atau polikultur padi dan kepiting memberikan keuntungan pada
     kualitas air yang baik sehingga pertumbuhan kepitingpun berjalan
     dengan baik.
10. Jenis pakan, udang dan ikan yang ujikan menunjukkan hasil yang
     negatif untuk antibiotik chloramphenicol.




                                                                          23
PUSTAKA




Adhikari, S. 2003. Fertilization, Soil and Water Quality Management in Small-
       Scale Pond : Fertilization Requiremet and Soil properties. Central
       Institute of Freshwater Aquaculture, Kauslyagangga, Bulaneswar
       India.
Ariawan, I.K dan Poniran. 2004. Persiapan Media Budidaya Udang Windu:
       Air. Makalah Pelatihan Petugas Teknis INBUDKAN. 24-30 Mei 2004,
       Jepara. Balai Besar Pengembangan Air Payau. Jepara.
Boyd, C.E. 1995. Bottom Soils, Sediment and Pond Aquaculture. Chapman
      and Hall, New York, 348p.
Boyd, C.E., C.W. Wood and Taworn Thunjai. 2002. Aquaculture Pond Bottom
       Soil Quality Management. Oregon State University
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bone. 2008. Laporan Tahunan
      Perikanan dan Kelautan Tahun 2007. Dinas Perikanan dan Kelautan
      Kabupaten Bone
Direktorat Pembudidayaan. 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Udang. Program
       Intensifikasi Pembudidayaan Ikan. Direktorat Pembudidayaan
       Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta. 2003.
Malone Ronald F dan Daniel G. Burden. 1988. Design of Recirculating Blue
      Crab shedding System. Louisiana Sea Grand Collage Program.
      Center for Wetland Recources Louisiana State University.
Mintardjo, K, Sunaryanto,A, Utaminingsih, dan Hermiyaningsih. 1984.
       Persyaratan Tanah dan Air dalam Pedoman Budidaya Tambak.
       Direktorat Jenderal Perikan Budidaya. Departemen Perikanan. Balai
       Budidaya Ai Payau Jepara.
Odum. 1971. Ekologi Umum.
Kementrian Lingkungan hidup. 1999. Peraturan Perundang-undangan : PP
      No.18 tahun 1999: Pengolahan Limbah bahan berbahaya dan
      beracun. Jilid I Kementrian Lingkungan hidup.
Soetomo M.HA. 2002. Teknik Budidaya Udang Windu. Edisi Cetak III Penerbit
      Sinar Baru Algensindo Bandung.

Van Wyk P. Dan John Scarpa. 1999. Water Quality Requirements and
     management. Chapter 8 in

Veterinary Residues Committee. 2008. Annual Report on Survilence for
       Verterinary Residues in Food in UK 2007. Veterinary Residues
       Committee




                                                                          24

Contenu connexe

Tendances

Metode penyuluhan pertanian seri 1.
Metode penyuluhan pertanian seri 1.Metode penyuluhan pertanian seri 1.
Metode penyuluhan pertanian seri 1.
wika_wibowo
 
Makalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanian
Makalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanianMakalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanian
Makalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanian
Opissen Yudisyus
 
Optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan
Optimalisasi pemanfaatan lahan pekaranganOptimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan
Optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan
Alfina Nugraheni
 
Acara iii penanaman
Acara iii penanamanAcara iii penanaman
Acara iii penanaman
perdos5 cuy
 
Skb 5-penilaian-aspek-aspek-dalam-studi-kelayakan-bisnis
Skb 5-penilaian-aspek-aspek-dalam-studi-kelayakan-bisnisSkb 5-penilaian-aspek-aspek-dalam-studi-kelayakan-bisnis
Skb 5-penilaian-aspek-aspek-dalam-studi-kelayakan-bisnis
Soedarman Albar
 
Rancangan acak kelompok faktorial
Rancangan acak kelompok faktorialRancangan acak kelompok faktorial
Rancangan acak kelompok faktorial
Arif Hermanto
 
6. teknologi produksi agroindustri (lanjutan)
6. teknologi produksi agroindustri (lanjutan)6. teknologi produksi agroindustri (lanjutan)
6. teknologi produksi agroindustri (lanjutan)
University of Brawijaya
 
Materi penyuluhan pertanian
Materi penyuluhan pertanianMateri penyuluhan pertanian
Materi penyuluhan pertanian
Herry Mulyadie
 

Tendances (20)

07. rak
07. rak07. rak
07. rak
 
Mina padi
Mina padi Mina padi
Mina padi
 
Metode penyuluhan pertanian seri 1.
Metode penyuluhan pertanian seri 1.Metode penyuluhan pertanian seri 1.
Metode penyuluhan pertanian seri 1.
 
Makalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanian
Makalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanianMakalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanian
Makalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanian
 
Permentan no.82 tahun 2013
Permentan no.82 tahun 2013Permentan no.82 tahun 2013
Permentan no.82 tahun 2013
 
Optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan
Optimalisasi pemanfaatan lahan pekaranganOptimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan
Optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan
 
Acara iii penanaman
Acara iii penanamanAcara iii penanaman
Acara iii penanaman
 
Potensi perikanan budidaya
Potensi perikanan budidayaPotensi perikanan budidaya
Potensi perikanan budidaya
 
Skb 5-penilaian-aspek-aspek-dalam-studi-kelayakan-bisnis
Skb 5-penilaian-aspek-aspek-dalam-studi-kelayakan-bisnisSkb 5-penilaian-aspek-aspek-dalam-studi-kelayakan-bisnis
Skb 5-penilaian-aspek-aspek-dalam-studi-kelayakan-bisnis
 
RPS-Komunikasi-Pertanian-2021 (1).docx
RPS-Komunikasi-Pertanian-2021 (1).docxRPS-Komunikasi-Pertanian-2021 (1).docx
RPS-Komunikasi-Pertanian-2021 (1).docx
 
Teknik formulasi pakan ikan dan udang
Teknik formulasi pakan ikan dan udangTeknik formulasi pakan ikan dan udang
Teknik formulasi pakan ikan dan udang
 
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
 
Rancangan acak kelompok faktorial
Rancangan acak kelompok faktorialRancangan acak kelompok faktorial
Rancangan acak kelompok faktorial
 
BDPP_Pertemuan 7 Nutrien dan Pakan Ikan
BDPP_Pertemuan 7 Nutrien dan Pakan IkanBDPP_Pertemuan 7 Nutrien dan Pakan Ikan
BDPP_Pertemuan 7 Nutrien dan Pakan Ikan
 
Sni 3178-2013-dedak-padi-bahan-pakan-ternak
Sni 3178-2013-dedak-padi-bahan-pakan-ternakSni 3178-2013-dedak-padi-bahan-pakan-ternak
Sni 3178-2013-dedak-padi-bahan-pakan-ternak
 
6. teknologi produksi agroindustri (lanjutan)
6. teknologi produksi agroindustri (lanjutan)6. teknologi produksi agroindustri (lanjutan)
6. teknologi produksi agroindustri (lanjutan)
 
Materi penyuluhan pertanian
Materi penyuluhan pertanianMateri penyuluhan pertanian
Materi penyuluhan pertanian
 
คู่มือการเขียนแผนธุรกิจ ธุรกิจบริการ
คู่มือการเขียนแผนธุรกิจ ธุรกิจบริการคู่มือการเขียนแผนธุรกิจ ธุรกิจบริการ
คู่มือการเขียนแผนธุรกิจ ธุรกิจบริการ
 
Permentan No 64 Tahun 2013 tentang Sistem Pertanian Organik
Permentan No 64 Tahun 2013 tentang Sistem Pertanian OrganikPermentan No 64 Tahun 2013 tentang Sistem Pertanian Organik
Permentan No 64 Tahun 2013 tentang Sistem Pertanian Organik
 
5 jurus kemampuan kelompok tani sk mentan no. 41 thn 1992
5 jurus kemampuan kelompok tani sk mentan no. 41 thn  19925 jurus kemampuan kelompok tani sk mentan no. 41 thn  1992
5 jurus kemampuan kelompok tani sk mentan no. 41 thn 1992
 

En vedette

Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   LingkunganKearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan
Mu'iz Lidinillah
 
Romi novriadi balai perikanan budidaya laut batam idea abaout graduated school
Romi novriadi balai perikanan budidaya laut batam idea abaout graduated schoolRomi novriadi balai perikanan budidaya laut batam idea abaout graduated school
Romi novriadi balai perikanan budidaya laut batam idea abaout graduated school
Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Republic of Indonesia
 
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di MakassarPemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
BBAP takalar
 
Sistem osmoregulasi pada kepiting dan udang
Sistem osmoregulasi pada kepiting dan udangSistem osmoregulasi pada kepiting dan udang
Sistem osmoregulasi pada kepiting dan udang
Alfarico Rico
 
fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan pigmentasi larva ikan
fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan pigmentasi larva ikanfisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan pigmentasi larva ikan
fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan pigmentasi larva ikan
Putra putra
 
matakuliah fisiologi tingkah laku larva ikan sub judul perkembangan larva
matakuliah fisiologi tingkah laku larva ikan sub judul perkembangan larvamatakuliah fisiologi tingkah laku larva ikan sub judul perkembangan larva
matakuliah fisiologi tingkah laku larva ikan sub judul perkembangan larva
Putra putra
 

En vedette (20)

Kepiting Bakau
Kepiting BakauKepiting Bakau
Kepiting Bakau
 
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   LingkunganKearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap   Lingkungan
Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan
 
Romi novriadi balai perikanan budidaya laut batam idea abaout graduated school
Romi novriadi balai perikanan budidaya laut batam idea abaout graduated schoolRomi novriadi balai perikanan budidaya laut batam idea abaout graduated school
Romi novriadi balai perikanan budidaya laut batam idea abaout graduated school
 
Ujian pkl
Ujian pkl Ujian pkl
Ujian pkl
 
Endokrin udang
Endokrin udangEndokrin udang
Endokrin udang
 
Penyakit pada budidaya perikanan dan manajemen kesehatan
Penyakit pada budidaya perikanan dan manajemen kesehatanPenyakit pada budidaya perikanan dan manajemen kesehatan
Penyakit pada budidaya perikanan dan manajemen kesehatan
 
Manajemen kesehatan ikan
Manajemen kesehatan ikanManajemen kesehatan ikan
Manajemen kesehatan ikan
 
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di MakassarPemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
 
Juknis Penerapan Best Management Practices Bmp
Juknis Penerapan Best Management Practices BmpJuknis Penerapan Best Management Practices Bmp
Juknis Penerapan Best Management Practices Bmp
 
Morfologi udang 021012
Morfologi udang 021012Morfologi udang 021012
Morfologi udang 021012
 
Sistem osmoregulasi pada kepiting dan udang
Sistem osmoregulasi pada kepiting dan udangSistem osmoregulasi pada kepiting dan udang
Sistem osmoregulasi pada kepiting dan udang
 
fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan pigmentasi larva ikan
fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan pigmentasi larva ikanfisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan pigmentasi larva ikan
fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan pigmentasi larva ikan
 
fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan ekofisologi larva
fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan ekofisologi larvafisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan ekofisologi larva
fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan ekofisologi larva
 
Sist reproduksi
Sist reproduksiSist reproduksi
Sist reproduksi
 
Crab Bank Project
Crab Bank ProjectCrab Bank Project
Crab Bank Project
 
fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan perkembangan hormon pada larva ...
fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan perkembangan hormon pada larva ...fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan perkembangan hormon pada larva ...
fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan perkembangan hormon pada larva ...
 
fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan sistem digesti dan kebiasaan ma...
fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan sistem digesti dan kebiasaan ma...fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan sistem digesti dan kebiasaan ma...
fisiologi tingkah laku larva ikan sub bahasan sistem digesti dan kebiasaan ma...
 
Biologi udang
Biologi udangBiologi udang
Biologi udang
 
matakuliah fisiologi tingkah laku larva ikan sub judul perkembangan larva
matakuliah fisiologi tingkah laku larva ikan sub judul perkembangan larvamatakuliah fisiologi tingkah laku larva ikan sub judul perkembangan larva
matakuliah fisiologi tingkah laku larva ikan sub judul perkembangan larva
 
PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...
PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...
PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...
 

Similaire à Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime Bone

potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannyapotensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
PT. SASA
 
5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...
5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...
5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...
nafiqulihsan
 
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Mujiyanto -
 
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca BencanaKualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
BBAP takalar
 
Irdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmpIrdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmp
septhayuda
 
Paparan kasudin keg, terangi
Paparan kasudin  keg, terangiPaparan kasudin  keg, terangi
Paparan kasudin keg, terangi
Yayasan TERANGI
 
DATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptx
DATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptxDATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptx
DATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptx
BudiYudaPrawira
 

Similaire à Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime Bone (20)

Pikp modul06-ss perik tangkap
Pikp modul06-ss perik tangkapPikp modul06-ss perik tangkap
Pikp modul06-ss perik tangkap
 
4 Dukungan Sektor Kelautan dan Perikanan di Sensus Pertanian.pptx
4 Dukungan Sektor Kelautan dan Perikanan di Sensus Pertanian.pptx4 Dukungan Sektor Kelautan dan Perikanan di Sensus Pertanian.pptx
4 Dukungan Sektor Kelautan dan Perikanan di Sensus Pertanian.pptx
 
(10 22) pojok riset, asosiasi ikan target. ok
(10 22) pojok riset, asosiasi ikan target. ok(10 22) pojok riset, asosiasi ikan target. ok
(10 22) pojok riset, asosiasi ikan target. ok
 
Permohonan alat tangkap ikan
Permohonan alat tangkap ikanPermohonan alat tangkap ikan
Permohonan alat tangkap ikan
 
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannyapotensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
 
5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...
5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...
5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...
 
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
 
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca BencanaKualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
 
Irdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmpIrdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmp
 
Luht4335 m1
Luht4335 m1Luht4335 m1
Luht4335 m1
 
Explore
ExploreExplore
Explore
 
Paparan kasudin keg, terangi
Paparan kasudin  keg, terangiPaparan kasudin  keg, terangi
Paparan kasudin keg, terangi
 
Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...
Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...
Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...
 
DATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptx
DATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptxDATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptx
DATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptx
 
Gapura pencanangan
Gapura pencananganGapura pencanangan
Gapura pencanangan
 
(10 22) pojok riset, asosiasi ikan target. ok
(10 22) pojok riset, asosiasi ikan target. ok(10 22) pojok riset, asosiasi ikan target. ok
(10 22) pojok riset, asosiasi ikan target. ok
 
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannya
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannyaVersi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannya
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannya
 
Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013
Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013
Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013
 
Permohonan alat tangkap ikan
Permohonan alat tangkap ikanPermohonan alat tangkap ikan
Permohonan alat tangkap ikan
 
Presentation1.pptx
Presentation1.pptxPresentation1.pptx
Presentation1.pptx
 

Plus de BBAP takalar

Pembenihan ikan terbang
Pembenihan ikan terbangPembenihan ikan terbang
Pembenihan ikan terbang
BBAP takalar
 
Budidaya lawi lawi di tambak
Budidaya lawi lawi di tambakBudidaya lawi lawi di tambak
Budidaya lawi lawi di tambak
BBAP takalar
 
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di PembenihanUltraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
BBAP takalar
 
Daya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap Uv
Daya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap UvDaya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap Uv
Daya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap Uv
BBAP takalar
 
M A N J E M E N K U A L I T A S A I R D A N T A N A H
M A N J E M E N  K U A L I T A S  A I R  D A N  T A N A HM A N J E M E N  K U A L I T A S  A I R  D A N  T A N A H
M A N J E M E N K U A L I T A S A I R D A N T A N A H
BBAP takalar
 
Efektivitas Filter Cartridge Sederhana
Efektivitas  Filter Cartridge SederhanaEfektivitas  Filter Cartridge Sederhana
Efektivitas Filter Cartridge Sederhana
BBAP takalar
 
Monitoring Kualitas Ikan Dan Lingkungan Kawasan Budidaya
Monitoring  Kualitas  Ikan Dan  Lingkungan  Kawasan  BudidayaMonitoring  Kualitas  Ikan Dan  Lingkungan  Kawasan  Budidaya
Monitoring Kualitas Ikan Dan Lingkungan Kawasan Budidaya
BBAP takalar
 
Kemampuan Reduksi U V 4 L Terhadap Populasi Beberapa Jenis Bakteri
Kemampuan  Reduksi  U V 4 L  Terhadap  Populasi  Beberapa  Jenis  BakteriKemampuan  Reduksi  U V 4 L  Terhadap  Populasi  Beberapa  Jenis  Bakteri
Kemampuan Reduksi U V 4 L Terhadap Populasi Beberapa Jenis Bakteri
BBAP takalar
 
Pemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu Macan
Pemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu MacanPemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu Macan
Pemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu Macan
BBAP takalar
 
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di PembenihanUltraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
BBAP takalar
 
Disain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi Bakteri
Disain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi BakteriDisain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi Bakteri
Disain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi Bakteri
BBAP takalar
 
Application Of Probiotic And Molases
Application Of Probiotic And MolasesApplication Of Probiotic And Molases
Application Of Probiotic And Molases
BBAP takalar
 
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
BBAP takalar
 

Plus de BBAP takalar (20)

Pembenihan ikan terbang
Pembenihan ikan terbangPembenihan ikan terbang
Pembenihan ikan terbang
 
Pembenihan ikan terbang
Pembenihan ikan terbangPembenihan ikan terbang
Pembenihan ikan terbang
 
Manjemen kualitas air
Manjemen kualitas airManjemen kualitas air
Manjemen kualitas air
 
Budidaya lawi lawi di tambak
Budidaya lawi lawi di tambakBudidaya lawi lawi di tambak
Budidaya lawi lawi di tambak
 
Budidaya ikan nila di tambak
Budidaya ikan nila di tambakBudidaya ikan nila di tambak
Budidaya ikan nila di tambak
 
Performa 4 strain nila di tambak
Performa 4 strain nila di tambakPerforma 4 strain nila di tambak
Performa 4 strain nila di tambak
 
Budidaya lawi lawi (caulerpa sp) di Tambak
Budidaya lawi lawi (caulerpa sp) di TambakBudidaya lawi lawi (caulerpa sp) di Tambak
Budidaya lawi lawi (caulerpa sp) di Tambak
 
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di PembenihanUltraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
 
Daya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap Uv
Daya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap UvDaya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap Uv
Daya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap Uv
 
M A N J E M E N K U A L I T A S A I R D A N T A N A H
M A N J E M E N  K U A L I T A S  A I R  D A N  T A N A HM A N J E M E N  K U A L I T A S  A I R  D A N  T A N A H
M A N J E M E N K U A L I T A S A I R D A N T A N A H
 
Efektivitas Filter Cartridge Sederhana
Efektivitas  Filter Cartridge SederhanaEfektivitas  Filter Cartridge Sederhana
Efektivitas Filter Cartridge Sederhana
 
Monitoring Kualitas Ikan Dan Lingkungan Kawasan Budidaya
Monitoring  Kualitas  Ikan Dan  Lingkungan  Kawasan  BudidayaMonitoring  Kualitas  Ikan Dan  Lingkungan  Kawasan  Budidaya
Monitoring Kualitas Ikan Dan Lingkungan Kawasan Budidaya
 
Kemampuan Reduksi U V 4 L Terhadap Populasi Beberapa Jenis Bakteri
Kemampuan  Reduksi  U V 4 L  Terhadap  Populasi  Beberapa  Jenis  BakteriKemampuan  Reduksi  U V 4 L  Terhadap  Populasi  Beberapa  Jenis  Bakteri
Kemampuan Reduksi U V 4 L Terhadap Populasi Beberapa Jenis Bakteri
 
Pemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu Macan
Pemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu MacanPemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu Macan
Pemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu Macan
 
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di PembenihanUltraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
 
Disain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi Bakteri
Disain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi BakteriDisain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi Bakteri
Disain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi Bakteri
 
Application Of Probiotic And Molases
Application Of Probiotic And MolasesApplication Of Probiotic And Molases
Application Of Probiotic And Molases
 
Application Of Probiotic And Molases
Application Of Probiotic And MolasesApplication Of Probiotic And Molases
Application Of Probiotic And Molases
 
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
 
Efektivitas UV Sederhana dalam mereduksi Populasi Bakteri
Efektivitas UV Sederhana dalam mereduksi Populasi BakteriEfektivitas UV Sederhana dalam mereduksi Populasi Bakteri
Efektivitas UV Sederhana dalam mereduksi Populasi Bakteri
 

Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime Bone

  • 1. LAPORAN IDENTIFIKASI KAWASAN BUDIDAYA TAMBAK UDANG DAN KEPITING BAKAU DESA PALLIME - CENRANA KABUPATEN BONE PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nana S.S. Udi Putra, S.Hut.,M.Si. Harunur Rasyid, A.Md E-mail : nana_ssup@yahoo.com BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU TAKALAR DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2008 0
  • 2. I. PENDAHULUAN Sub sektor perikanan dan kelautan merupakan andalan bagi daerah- daerah yang secara potensi alaminya secara khusus memanfaatkan dan mengandalkan kegiatan perikanan dan kelautan. Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten pesisir yang secara geografis memiliki potensi dan kegiatan-kegitan di sub sektor perikanan dan kelautan cukup besar di Sulawesi Selatan. Secara potensial Kabupaten Bone dengan pasilitas TPI hingga 20 unit menunjukkan adanya aktivitas perikanan tangkap yang besar, namun dari sisi lain dengan memanfaatkan potensi lahan yang ada juga dilakukan kegiatan budidaya tambak dan rumput laut. Produksi tambak adalah penunjang nilai produksi terbesar ke-2 setelah aktivitas penangkap, seperti pada tahun 2007 mencapai nilai 173,034 milyar rupiah atau mencapai 37.259 ton, angka ini merupakan nilai yang cukup rendah dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Dari 10 kecamatan pesisir adalah kecamatan Cenrana, Aktivitas perikanan di kecamatan ini cukup besar berbagai komoditas yang dihasilkan di wilayah ini seperti dari sektor penangkapan dan juga tambak udang, namun yang sangat unik dan dikenal adalah budiaya kepiting bakau. Produksi udang windu masyarakat terus menurun karana munculnya penyakit bercak putih (white spot), selain faktor penyakit adanya indikasi bahwa penurunan produksi memperlihatkan produktivitas lahan mulai menurun, akibat kualitas lingkungan yang menurun sehingga kemampuan daya dukung pun menuruni. Keunikan yang ada di Cenrana adalah aktivitas budidaya kepiting bakau yang dilakukan bersamaan dengan menanam padi (mina padi kepiting bakau). Aktivitas budidaya kepiting bakau yang terus menerus dan turun- temurun seolah tidak ada nilainya (tidak tercatat di buku laporan produksi) padahal memberikan dampak yang sangat besar pada penghasilan. Padahal hasil dari Kecamatan Cenrana sebagaimana hasil wawancara bisa mencapai 2.5 – 4 ton kepiting per minggu. 1
  • 3. Oleh karena itu, kegiatan identifikasi daerah-daerah budidaya perikanan khususnya Kepiting bakau di Kabupaten Bone diprakarsai oleh BBAP Takalar yang dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan budidaya dan permasalahan secara teknis di lapangan dalam kegiatan budidaya, sehingga permasalahan teknis dapat diselesaikan dan dapat dilakukan perbaikan- perbaikan untuk meningkatkan produktivitas lahan. Karena para petani mengakui bahwa selama ini permasalahan-permasalahan dalam budidaya baik dari aspek kualitas lingkungan dan cara-cara penanganannya tidak didasarkan pada data-data yang akurat, sehingga hasil penanganannya kurang memuaskan para petani sendiri. 1.2. Tujuan dan Sasaran Tujuan dilakukannya kegiatan identifikasi ini adalah a. Sebagai upaya identifikasi kondisi fisik lingkungan tempat budidaya mina padai kepiting bakau di Desa Pallime, Kecamatan Cenrana. b. Sebagai upaya pengumpulan data dalam rangka monitoring lingkungan laboratorium Uji c. Sebagai upaya memberikan layanan kepada masyarakat masyarakat dengan rekomendasi atas masalah-masalah yang dihadapi di tempat identifikasi. 1.3. Tempat dan Waktu Kegiatan identifikasi dilakukan di kabupaten Bone Kecamatan Cenrana Provinsi Sulawesi Selatan sesuai dengan Surat Tugas Kepala BBAP Takalar No ...... /BBAPT/TU.420/IX/2007, tertanggal ..... Juni 2008 tentang kegiatan Identifikasi dan Monitoring Lingkungan Kawasan Budidaya. Identifikasi dilakukan pada tangggal ........ Juni 2008. Areal budidaya Mina padi Kepiting di wilayah Kecamatan Cenrana. Personil yang melakukan identikasi lapangan adalah 1. Nama : Nana S.S. Udi Putra, S.Hut., M.Si. Nip : 950 002 981 2
  • 4. Jabatan : Staf Teknis Laboratorium Uji BBAP Takalar 2. Nama : Harunur Rasyid, A.Md. Nip : 950 003 Jabatan : Staf Teknis Laboratorium Uji BBAP Takalar II. GAMBARAN UMUM LOKASI Kabupaten Bone ada di wilayah Pesisir Timur Sulawesi Selatan, dengan luas wilayah 45.599,16 km2, atau sekitar 10% dari luas Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis terletak pada posisi 4o 13’ – 5 o 06’ Lintang Selatan dan 119o 42’ – 120o 30’ Bujur Timur. Secara administratif Kabupaten Bone berbatasan dengan Kabupaten Wajo dan Sopeng di sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Sinjai dan Gowa di Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Maros, Pangkep, dan Baru di Sebelah Barat serta sebelah Timur adalah Teluk Bone. Jumlah penduduk Kabupaten Bone sebanyak 699.474 jiwa pada tahun 2006. Dari 27 kecamatan di Kabupaten Bone 10 kecamatan diantaranya dengan 63 desa di dalamnya memiliki wilayah pesisir. Termasuk Kecamatan Cenrana dengan luas wilayah 143,60 km2 dan memiliki garis pantai terpanjang hingga mencapai 30 km atau mencapai luasan 19,440 Ha. III. POTENSI PERIKANAN Aktivitas perikanan di Kabupaten Bone meliputi aktivitas penangkapan dan budidaya baik di perairan umum, darat maupun laut. Aktivitas ini mampu menghasilkan nilai produksi yang terus meningkat setiap tahunnya. Sebagai contoh di tahun 2007 pertumbuhan produksi perikanan mencapai 3,3% per tahun. Sumbangan terbesar berasal dari aktivitas penangkapan dan disusul oleh aktivitas budidaya tambak (Tabel 1). 3
  • 5. Tabel 1. Produksi Sektor Perikanan Kabupaten Bone Tahun 2007 Produksi Nilai Sektor (X 1000 Produksi Komoditas Ton) (Rp Juta) Penangkapan > 35 jenis, termasuk tuna, ikan di laut 73,454 797.219,40 cakalang, rajungan, kerapu, teripang, lobster, dll. Penangkapan > 6 jenis, termasuk sepat ikan di perairan 1,678 7.792,50 siam, gabus, mujair, sidat, umum udang galah, dll. Budidaya > 8 jenis, bandeng,udang tambak windu, udang api-api, udang 37,259 173.034,00 putih, kepiting bakau, rumput laut, mujair, dll. Budidaya - 0,054 432 Kolam Budidaya mina - 0,005 37,60 padi ikan Budidaya laut 5,500 5.500,00 Rumput laut Sumber : Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007. Sektor lainnya adalah produksi benur dari pembenihan mencapai 59 juta ekor dengan nilai produksi mencapai Rp 1,77 milyar. Dari total hasil produksi perikanan menunjukkan bahwa Kecamatan Cenrana menyumbang sekitar 3,77% terhadap nilai produksi hasil perikanan Kabupaten Bone. Dengan demikian sumbangannya masih sangat kecil (Tabel 2) padahal potensi perikanan yang besar karena garis pantai terpanjang dibanding dengan kecamatan lainnya (30 km). Hasil produksi perikanan diperoleh dari potensi perikanan yang ada di Kabupaten Bone dengan luasan total yang telah dimanfaatkan adalah baru sebesar 7,78 % saja dengan pemanfaatan terbesar pada aktivitas tambak sebesar 70.78% sedangkan aktivitas lainnya basih berpeluang besar untuk dikembangkan seperti kolam, perairan umum, mina padi sawah, dan budidaya laut (Tabel 3). 4
  • 6. Tabel 2. Hasil Produksi Perikanan Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone Tahun 2007 Sumbangan Nilai Produksi terhadap (nilai) Sektor Produksi Komoditas (Ton) Produksi Kab. (Rp x1000) Bone (%) Penangkapan 1.901,5 10.103.400 2,59 % (1,27%) ikan di laut Penangkapan ikan di perairan 422,8 1.900.000 25,19% (24,38%) umum Budidaya tambak 1.658,8 24.608.900 4,45% (14,22%) Budidaya Kolam 4,1 32.800 7,59% (7,59%) Budidaya mina - - padi ikan Budidaya laut 430 430.000 7,82% (7,82 %) Sumber : Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007. Tabel 3. Potensi dan realisasi pengembangan budidaya di Kabupaten Bone tahun 2007. Jenis aktivitas Tingkat Potensi Realisasai perikanan pemanfaatan (Ha) (Ha) budidaya (%) Tambak 15.244 10.790 70,78 Kolam 1.970 211 10,71 Perairan umum 2.203 - - Mina padi sawah 31.344 34,8 0,11 Budidaya laut 93.929 217,75 0,23 Total 144.690 11.253,55 7,78 Sumber: Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007. Secara ril pemanfaatan potensi perikanan seperti tambak di Kabupaten Cenrana belum optimal ini tercermin dari nilai hasil produksi yang masih kalah dari darah lainnya di Kec. Subulue, padahal daerah tersebut potensi masih lebih rendah dibanding dengan Kecamatan Cenrana, begitu pula dalam pemanfaatannya. Ini membuktikan bahwa potensi yang ada belum bisa dimanfaatkan dengan baik yang didorong oleh rendahnya dukungan faktor lainnya seperti sarana prasaran dan lebih utama adalah sumberdaya manusia dalam menerapkan teknologi budidaya. Gambaran potensi dan ralisasi pemanfaatannya dalam aktivitas perikanan disajikan pada Tabel 4. 5
  • 7. Tabel 4. Potensi dan realisasi pengembangan budidaya di Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone tahun 2007. Jenis aktivitas Potensi Realisasai Tingkat perikanan budidaya (Ha) (Ha) pemanfaatan (%) Tambak 2.721,15 2.404,0 88,35 Kolam 21,0 2,0 9,52 Perairan umum 304,0 - - Mina padi sawah - - - Budidaya laut 19.400 20,5 0,1 Total 22446,15 2.426,5 10.81 Sumber : Dioah dari Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007. Sangat jelas nampak kenapa nilai produksi perikanan yang rendah padahal potensi yang tinggi, ternyata sarana prasarana pendukung di Kecamatan Cenrana masing sangat kurang terkecuali adanya 1 unit TPI (Tabel 5). Dukungan dari sarana seperti saluran tambak yang baik, diamana sangat dibutuhkan di Cenrana masih belum ada. Tabel 5. Sarana Prasarana Penunjang Kegiatan Sektor Perikanan Kabupaten Bone hingga tahun 2007. Sarana prasarana Total di Kab Kecamatan Satuan Keterangan perikanan Bone Cenrana Unit Pembenihan Unit 3 - Rakyat (UPR) Dempod Unit 2 - Tempat Pelelangan Unit 20 1 Ikan (TPI) Saluran tambak Km 4225 - Pabrik Es Unit 10 - Cold storage Unit 2 - Backyard Unit 1 - Sumber : Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007. Tabel Potensi dan realisasi penggunaan lahan tambak serta hasil produksinya di Kecamatan Cenrana disajikan pada Tabel 6.. Dari Tabel ini jelas bahwa aktivitas dominan di Keamatan ini adalah tambak kepiting bakau yang mencapai 74 % dari potensi Kabupaten Bone, akan tetapi ironisnya hasil yang diperoleh hanya mencapai 30,48% saja. Ini menunjukkan ada banyak kendala akan tetapi sebenarnya ada nilai unik yang bisa diambil karena hasil yang tidak berubah dari tahun-ketahun. 6
  • 8. Tabel 6. Tabel Potensi dan realisasi penggunaan lahan tambak serta hasil produksinya di Kabupaten Bone dan Kecamatan Cenrana Tahun 2007. Jenis Kabupaten Bone Kecamatan Cenrana Komoditas budidaya di Hasil Hasil Potensi Realisa Potensi Realisa Tambak Produks Produksi (Ha) si (Ha) (Ha) si (Ha) i (Ton) (Ton) Udang - 2.220 2.111 - 376 211,5 Kepiting Bakau - 1.822 1.310 - 1.350 399,3 Rumput Laut - 2.128 26.790 - 777 Bandeng - 1.264 5.160 - 208 271 Jenis lainnya - 3.356 1.888 - 470 289,6 Total 15.244 10.790 2.721,15 2.404 1.948,4 Sumber : Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007. IV. HASIL IDENTIFIKASI 4.1. Kualitas air Sungai Cenrana Sungai Cenrana adalah satu-satunya sungai yang mengalir di Desa Pallime yang menjadi sumber air tawar bagi kegiatan budidaya. Sehingga keberadaanya menjadi sangat penting. Sungai Cenrana berhulu ke danau Tempe di kabupaten Wajo, sehingga segala bentuk perubahan cuaca, lingkungan dan segala aktivitasnya di hulu akan sangat berpengaruh bagi kualitas air di muara sungai Cenrana. Gambar 1. Perjalanan menuju lokasi Desa Pallime menggunakan Perahu melalui jalur Sungai Cenrana. 7
  • 9. Hasil identifikasi (Tabel 7) menunjukkan kondisi yang umumnya ditunjukkan oleh air sungai dalam kondisi keruh, tentunya mempunyai nilai turbidity yang cukup tinggi, bahan organik yang tinggi dan tentunya kandungan CO2 yang tinggi pula. Kandungan ammonia yang ada akibat tingginya bahan organik dan menunjukan adanya aktivitas dekomposisi dengan proses nitrifikasi yang terhambat akibat oksigen yang rendah. Kondisi air sungai ini masih bisa digunakan sebagai sumber air tawar bagi kegiatan budidaya yang tentunya perlu mendapat perlakuan seperti pengendapan air di tandon, filterisasi, pengapuran dan lain-lain. Tabel 7. Karakteristik kualitas air Sungai Cenrana di Pallime Cenrana-Bone Parameter Satuan Hasil Pengukuran Salinitas Ppt 0,33 pH 7,02 DO mg/L 3,93 o Suhu C 28,37 Alkalinias mg/L 126,00 CO2 mg/L 10,43 Ammonia mg/L 0,20 Nitrit mg/L 0,00 Posfat mg/L 0,10 Klor mg/L 0,00 Bahan organik mg/L 14,37 Turbidity NTU 49,00 Besi mg/L 0,00 H2S mg/L 0,00 4.2. Budidaya Tambak Udang 4.2.1. Tanah Jenis tanah yang dijumpai di areal tambak Desa Pallime Kecamatan Cenrana adalah jenis tanah dengan tekstur liat (clay), serta jenis liat berpasir (sandy clay) dan liat berlumpur (silty loam). Karakterisik fisik dan kimia tanah di areal tambak udang di Muara Sunagi Cenrana Pallime dapat di lihat pada Tabel 8. Dari sisi kondisi tanah menunjukkan bahwa areal tambak sudah sesuai untuk budidaya udang yang menghendaki kondisi tanah yang liat 8
  • 10. berpasir dan liat berlumpur (Soetomo, 2002). Dengan demikian kondisi tanah lahan tambak sudah sesuai untuk keperluan budidaya udang. Tabel 8. Kualitas Tanah Tambak Udang di Muara Sungai Cenrana Nilai Hasil Parameter Satuan Optimal Pengukuran Redoks mV -202 > - 100 (Reis, 1985) pH 6,99 6,00 – 8,00 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Bahan organik % 10,51 < 2,5 % (Adhikari, 2003) Phosfat mg/L 0,55 >30 mg/L ( Adhikari, 2003) Besi mg/L 0,69 < 0,1 Nitrogen mg/L 0,45 >250 mg/L ( Adhikari, 2003) Liat 60 – pasir Liat 60-70%, pasir 30-40% (Dirt. Tekstur % fraksi 40 % Pembudidayaan, 2003) Warna tanah Abu-abu Coklat Kandungan bahan organik di kawasan budidaya tambak udang menujukkan kisaran 10,51 %, kondisi pH tanah 6,99, kandungan Posfat 0,55 mg/l, Besi 0,69 mg/L, Nitrogen 0,45 mg/L, dan redoks – 202 mV serta tekstur tanah dengan kisaran kandungan liat 70% dan pasir 30%. Dari hasil identifikasi kualitas tersebut, tanah ada dalam kondisi yang kurang cocok untuk budidaya udang, perlu ada perlakuan-perlakuan untuk dapat memperbaiki kualitasnya. Karateristik yang mendukung adalah pH tanah (6,99) dan tekstur tanah (70:30%). Sedangkan karakteristik tanah lainya kurang mendukung seperti redoks tanah yang rendah (-202 mV), kandungan bahan organik tanah yang tinggi (10,51 %), Phosfat (0,55 mg/L), besi (0,69 mg/L) dan nitrogen (0,45 mg/L), hal ini sangat nyata dibandingkan dengan kondisi optimal yang cocok untuk budidaya udang (Tabel 8). Pengolahan dasar dalam persiapan tambak perlu mendapat perhatian sehingga kondisi lahan benar-benar baik untuk budidaya. Kondisi redoks tanah yang rendah menggambarkan aktivitas bakteri rendah akibat oksigen yang rendah. Dampaknya adalah bakteri yang ada tidak bisa bekerja dengan optimal dalam mendekomposisi bahan-bahan organik. Kondisi ini nampak dengan warna tanah tambak yang berwarna abu (Gambar 2) menunjukkan kondisi redoks yang rendah dengan proses dekomposisi terhambat (Reis, 1985). Ini tampak dengan bahan organik tanah yang tinggi (10,51%) begitu pula dengan Nitrogen (0,45 mg/L) dan Phosfat 9
  • 11. (0,55 mg/L). Besi yang tinggi bisa menjadi penyebab rendahnya pH tanah ataupun air akibat ikatan yang dibentuk dengan senyawa lain, sehingga perlu berhati-hati dalam pengolahan tanah dasar. Pyrit yang tinggi bisa menjadi racun bagi udang peliharaan dan bisa menimbulkan kematian massal akibat penurunan pH yang drastis pada air media budidaya. Dari hasil pengukuran pH tanah menunjukkan pH yang masih ada dalam kondisi optimal (6,99). Pada pH netral seperti ini sesungguhnya aktivitas bakteri sangat optimal dalam bekerja mendekomposisi bahan organik yang ada (Malone & Burden, 1988, Boyd, 1995, Adhikari, 2003), selain itu bisa mengontrol tingkat racun bahan-bahan berbahaya bagi udang seperti amonia, nitrit, dan asam sulfida di dalam air. Tertahannya kisaran pH tanah bisa disebabkan oleh kandungan bahan organik di dalamnya (Mintarjo et al, 1984) akibat proses dekomposisi oleh bakteri. Bila keasaman tanah terus menurun diperlukan perlakuan-perlakuan tambahan dengan melakukan penambahan kapur pada saat pengolahan tanah seperti yang dianjurkan oleh Mintarjo et.al., (1984) (Tabel 9). Tabel 9. Jumlah Kapur yang Dibutuhkan Berdasarkan pada pH dan Tekstur Tanah. Jumlah kapur yang dibutuhkan (Kg/Ha) pH Tanah liat Tanah Tanah liat berpasir Tanah berpasir <4 4000 2000 1250 4.0 – 4.5 3000 1500 1250 4.5 – 5.0 2500 1250 1000 5.0 – 5.5 1500 1000 500 5.5 – 6.0 1000 500 250 6.0 – 6.5 500 500 0 Sumber : Mintardjo, et. al. (1984). Dari hasil identifikasi tersebut menunjukkan bahwa areal tambak ber pH netral sehingga baik untuk dijadikan tempat budidaya udang. Tambak yang produktif untuk tambak mempunyai kisaran pH netral hingga basa dan netral akan memberikan suasana bilogik yang terbaik (Mintarjo at al, 1984). Tanah yang baik untuk budidaya tambak udang berada pada kisaran netral pH 6.0- 8.0 (Direktorat Pembudidayaan, 2003). 10
  • 12. Nitrogen dan Fosfor adalah unsur yang penting bagi pertumbuhan phytoplankton (Boyd, et.al. 2002). Sehingga keberadaan kandungan Nitrogen dan Phosfat di dalam tanah tambak seperti hasil identifikasi masih rendah bila dengan kandungan optimal seperti pada Tabel 8. Nitrogen dan fosfat merupakan bahan dasar nutrisi yang isa dimabfaatkan oleh phytoplankton yang dihasilkan oleh proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri. Nitrogen dalam bentuk ammonium dan nitrat serta fosfat mudah diserap oleh phytoplankton. Bahan N dan Phosfat ini selain dimanfaatkan oleh phytoplankton juga dimanfaatkan oleh udang/ikan dan organisme lainnya ada di dalam tambak (Boyd, et.al. 2002). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa nitrogen dan phosfat ada pada kondisi yang rendah sehingga perlu tindakan perlakuan untuk meningkatkannya hingga ada pada tingkat yang mencukupi bagi kehidupan udang/ikan. Penambahan bisa dilakukan dengan melakukan pemupukkan dengan menggunakan pupuk urea atau ammonium untuk menambah nitrogen dan pemupukkan Kalsium phosfat dan Ammonium Phosfat untuk menambah nutrisi Phosfat. Gambar 2. Kondisi tanah tambak udang tradisional di Muara Sungai Cenrana Desa Palliem berwarna abu-abu kecoklatan. 4.2.2. Kualitas Air Tambak Salah satu faktor yang dapat mendukung keberhasilan budiadaya adalah kondisi kualitas air tambak. Kualitas air tambak merupakan resultante dari 11
  • 13. beberapa faktor lingkungan yang ada di kawasan tersebut termasuk kondisi fisik-kimia dan biologi. Karakteristik kualitas air di kawasan tambak muara sungai Cenrana Pallime disajikan pada Tabel 10. Secara umum tambak di Pallime adalah tambak yang dikelola secara tradisional. Luasan kawasan tambak yang menghampar menjadi satu-kesatuan pengelolaan dimana satu pengelola menguasai tambak 18 Ha. Dari hasi identifiikasi tersebut karakteristik air yang diperoleh dari hasil pengujian menunjukkan bahwa secara umum karakteristiknya ada pada kisaran optimal bagi budidaya udang windu seperti DO (7,83 mg/L), suhu air (30 oC), alkalinitas (157,50 mg/L), CO2 (0,0 mg/L), nitrit (0,0 mg/L), phosfat (0,1 mg/L), clorin (0,0 mg/L), bahan organik (28,77 mg/L), besi (0,0 mg/L), sulfida (0,0 mg/L), dan warna air (coklat muda), akan tetapi ada parameter- parameter yang ada diluar kisaran yang optimal seperti salinitas (8,67 ppt), pH (8,59), ammonia (0,2 mg/L) dan turbidity (49 NTU). Dengan demikian kondisi tambak secara umum sudah ada pada kondisi yang baik untuk budidaya, faktor-faktor utama bekerja dengan baik. Akan tetapi beberapa faktor seperti salinitas, pH, ammonia, dan turbidity perlu mendapat perhatian. Salinitas menjadi sangat krusial karena posisi tambak yang ada dimuara dimana suplai air dipengaruhi oleh air tawar dari sungai yang didominasi oleh air tawar akibat curah hujan yang masih tinggi. Karena tambak yang sebenarnya siap menunggu panen (menunnggu bulan tingi) kondisi ini tidaklah memprihatinkan bagi udang. Nilai pH yang tinggi diduga oleh suburnya perairan sehingga proses photosyntesis yang berjalan baik sehingga kondisi air terdorong meningkat oleh peninkatan serapan CO2 yang tinggi dari phytoplankton. Perairan yang baik tersebut memdorong kondisi kecerahan air agak gelap akibat warna air yang berwarna coklat tua akan tetapi tidaklah berbahaya bagi udang windu. Terdeteksinya kandungan ammonia yang tinggi (0,2 mg/L) sangat berkaitan dengan proses nitrifikasi yang terhambat akibat oksigen yang terbatas akibat CO2 yang meningkat di perairan sehingga terjadi akumulasi ammonia. 12
  • 14. Tabel 10. Kualitas Air Tambak Udang Tradisional di Muara Sungai Cenrana Pallime. Nilai Hasil Parameter Satuan Optimal Pengukuran Salinitas ppt 8,67 15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) pH 8,59 7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, 1999) DO mg/L 7,83 5,0 – 9,0 (Van Wyk & Scarpa, 1999) o Suhu C 30,00 28,0 – 32,0 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Alkalinias mg/L 157,50 >100 (Van Wyk & Scarpa, 1999) CO2 mg/L 0,00 < 0,20 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Ammonia mg/L 0,20 <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Nitrit mg/L 0,00 <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Posfat mg/L 0,10 0,10 – 0,25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Klorin mg/L 0,00 < 0,01 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Bahan organik mg/L 28,77 < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Turbidity NTU 49,00 30 – 40 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Besi mg/L 0,00 < 1 (Van Wyk & Scarpa, 1999) H2S mg/L 0,00 < 2 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Warna air Coklat muda Coklat muda (Ariawan & Poniran, 2004) 4.2.3. Penyakit udang Dari hasil identifikasi terhadap laporan dan pengujian yang telah dilakukan terhadap udang windu menunjukkan bahwa terjadi infeksi berat dari Virus Bintik Putih (White Spot Syndrome Virus-WSSV) sehingga disarankan untuk segera dipanen. Hasil uji terhadap karier udang putih menunjukkan hasil yang sama (positif). Akan tetapi memiliki hasil yang berbeda terhadap kepiting yang ditemukan di dalam tambak. Kondisi tambak yang sangat luas (18 Ha) menyulitkan dalam mengotrol karena tambak sambung menyambung. Intensitas tebar yang rendah sulit untuk melakukan pemanenan sehingga pengelola hanya menunggu bulan tinggi untuk memamen, karena hanya pada saat itu udang naik dari lumpur dan akan terbawa oleh arus air. Hal yang riskan dari kegiatan budiaya di temukan di Pallime adalah budidaya udang windu ditebar bersamaan dengan budidaya kepiting bakau, padahal kepiting bakau merupakan karier bagi virus WSSV yang sangat mematikan bagi udang windu. Yang seharusnya adalah budidaya itu tidak bersamaan karena akan berakibat pada munculnya penyakit pada udang. 13
  • 15. Gambar 3. Kondisi air berwarna coklat muda, dengan melimpahnya udang kecil (Karier). 4.3. Budidaya Tambak Kepiting Monosek 4.3.1. Kualitas Tanah Kondisi tanah tambah kepiting bakau karakteristiknya lebih jelek dibanding dengan koendisi di Tambak Tambak udang di muara Sungai Cenrana. Seperti yang disajikan di Tabel 11 menunjukkan bahawa hanya pH tanah yang relatif normal (6,93) dengan kondisi tekstur tanah secara umum. Karakteristik lainnya menunjukkan hasil yang kurang baik. Nilai redoks tanah yang rendah (-241,33 mV) didukung oleh kondisi tanah yang berlumpur berwarna hitam memperlihatkan kondisi tanah yang tidak produktif walupun hasil pengukuran pH masih relatif netral (6,93). Aktivitas bakteri yang tidak normal kemudian bergeser kearah anaerob sehingga proses perombakan tidak berjalan normal. Hal ini ditunjukkan dengan kandungan bahan organik yang tinggi (11,67 %) ini menandakan aktivitas perombakan oleh bakteri betul-betul terhambat. Sepertihalnya juga jumlah Nitrogen (0,55 mg/L) yang kecil dan Phosfat (0,60 mg/L). Kondisi yang menonjol adalah kandungan besi yang tinggi melebihi nilai optimal (0,83 mg/L), ini cukup riskan karena akan berdampak pada penurunan pH tanah bila besi berasosiasi dengan Sulfida dan bila pH turun maka residu logam berat akan semakin meningkat. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi kehidupan kepiting di tambak. Tereksposnya besi ke udara berdampak pada penurunan pH tanah yang bisa terjadi secara drastis termasuk pH air. 14
  • 16. Tabel 11. Karakteristik Tanah Tambak Kepiting Monosek di Pallime Cenrana- Bone. Nilai Hasil Parameter Satuan Nilai optimal Pengukuran Redoks mV -241,33 > - 100 (Reis, 1985) pH 6,93 6,00 – 8,00 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Bahan < 2,5 % (Adhikari, 2003) organik % 11,67 Phosfat mg/L 0,60 >30 mg/L ( Adhikari, 2003) Besi mg/L 0,83 < 0,1 Nitrogen mg/L 0,51 >250 mg/L ( Adhikari, 2003) % Liat 60 – pasir Liat 60-70%, pasir 30-40% (Dirt. Pembudidayaan, Tekstur fraksi 40 % 2003) Warna Abu-abu Coklat tanah Kondisi tanah yang berwarna abu-abu pada bagian dasar tambak memperlihatkan bahan organik yang tinggi dan proses dekomposisi yang tidak berjalan dengan baik di tambak. Hasil wawancara dengan pengelola tambak lebih jelas lagi karena tambak tidak bisa dikeringkan dan tidak ada pengelolaan tanah dasar dalam proses persiapan tamabak. Lumpur sisa seharusnya dibuang dari tanah dasar serta tambak harusnya dikeringkan. Akan tetapi karena kondisi saluran yang tidak memungkinkan membuat tambak tidak bisa dikeringkan. 4.3.2. Kualitas air tambak kepiting monosek Hasil identifikasi kualitas air tambak kepiting monosek di Pallime menunjukkan bahwa secara umum menunjukkan kualitas air yang baik, berada pada kisaran optimal yang bisa mendukung pertumbuhan kepiting seperti terlihat pada Tabel 12. Terkecuali pada hasil pengukuran pH yang ada di atas kisaran optimal (pH 9). Tingginya pH air bisa meningkatkan toksisitas racun, termasuk membatasi aktivitas bakteri dalam melakukan dekomposisi bahan organik. Budidaya kepiting adalah aktivitas utama di Desa Pallime Kecamatan Cenrana – Bone. Sehingga segala upaya teknnologi dicoba untuk dikembangkan dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi kepiting di Pallime termasuk di dalamnya mengupayakan budidaya kepiting dengan teknik penebaran monosek (jantan atau betina saja dalam satu 15
  • 17. tambak-jantan betina dipisah). Jenis yang dibudidayakan terdiri atas jenis Scylla serata di musim kering dan Scylla olivacea pad musim hujan. Kedua jenis ini memiliki karakteristik habitat dan kondisi lingkungan yang berbeda yakni masing-masing pada salinitas tinggi (serata) dan salinitas rendah (olivacea). Tabel 12. Karakteristik Kualitas air Tambak Kepiting Monosek di Pallime Bone. Nilai Hasil Parameter Satuan Nilai Optimal Pengukuran Salinitas Ppt 2,00 2 – 25 (Malone & Burden, 1988) pH 9,10 7,0 – 8,0 (Malone & Burden, 1988) DO mg/L 4,23 5,0 – 9,0 (Malone & Burden, 1988) o Suhu C 31,00 24,0 – 32,0 (Malone & Burden, 1988) Alkalinias mg/L 162,00 >100 (Malone & Burden, 1988) CO2 mg/L 0,00 < 0,20 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Ammonia mg/L 0,00 <0,03 (Malone & Burden, 1988) Nitrit mg/L 0,00 <0,5 (Malone & Burden, 1988) Posfat mg/L 0,00 0,10 – 0,25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Klor mg/L 0,00 < 0,01 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Bahan organik mg/L 19,69 < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Turbidity NTU 40,00 30 – 40 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Besi mg/L 0,00 < 1 (Van Wyk & Scarpa, 1999) H2S mg/L 0,00 < 2 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Pada saat identifikasi ada pada saat musim hujan sehingga jenis yang dibudidayakan adalah jenis S. olivacea. Dengan demikian kondisi salinitas rendah adalah kondisi yang disukai dan bisa tumbuh dengan optimal (salinitas 2 – 18 ppt). 16
  • 18. A B C D Gambar 4. Tambak budidaya kepiting monosek A) Papan Nama plot ujicoba budidaya memisahkan antara tambak kepiting jantan dan betina, B) Tambak budidaya yang dikelilingi oleh pembatas waring untuk mencegah kepiting keluar tambak, C) Kepiting yang ditangkap menggunakan rakkang, dan D) Kepiting yang telah diikat siap dijual ke pasar. 4.4. Budidaya Tambak Mina Padi Kepiting 4.4.1. Kualitas tanah tambak mina padi kepiting Hasil budidaya yang khas di Pallime membuat daerah ini terkenal dengan produksi kepitingnya yang khas termasuk rasa yang dihasilkannya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh para pembudiya kepiting di Pallime adalah melakukan terobosan budidaya dimana budidaya kepiting bersamaan dengan budidaya padi sawah. Sehingga sepanjang tahun hasil kepiting tetap bisa dihasilkan, namun tetap menghasilkan hasil diversifikasi produksi laiinnya yang dibutuhkan di daerah ini sebagai makanan pokok yakni padi. Dengan demikian upaya budidaya padi diupayakan, namun harus ada pada musim hujan agar kondisi air ada dalam kondisi tawar. Para pembudidaya kepiting di Pallime tetap melakukan budidaya dengan menebar Kepiting yang cocok pada kondisi salinitas rendah yakni jenis S. olivacea. Sehingga sampai saat 17
  • 19. ini para pembudidaya kepiting di Pallime melakukan budidaya kepiting pada musim hujan bersamaan dengan budidaya padi (polikultur) dan pada musim kering melakukan budidaya kepiting secara monokultur dengan jenis S. serata. Tabel 13. Karakteristik tanah budidaya kepiting mina padi di Pallime Bone. Nilai hasil Parameter Satuan Nilai optimal Penggukuran Redoks mV -229,33 > - 100 (Reis, 1985) pH 7,02 6,00 – 8,00 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Bahan organik % 9,77 < 2,5 % (Adhikari, 2003) Phosfat mg/L 0,42 >30 mg/L ( Adhikari, 2003) Besi mg/L 1,24 < 0,1 Nitrogen mg/L 0,34 >250 mg/L ( Adhikari, 2003) % fraksi Liat 60 – pasir Liat 60-70%, pasir 30-40% (Dirt. Tekstur 40 % Pembudidayaan, 2003) Warna Coklat Coklat Hasil identifikasi karakteristik tanah di lokasi budidaya kepiting mina padi diperoleh menunjukkan karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan tambak kepiting monosek. Tabel 13 menunjukkan bahawa hanya pH tanah yang netral (pH 7,02) dengan kondisi tekstur tanah yang sama. Karakteristik lainnya menunjukkan hasil yang kurang baik. Nilai redoks tanah yang rendah ( -229,33 mV) namun kondisi tanah yang berwarna coklat memperlihatkan kondisi tanah yang produktif. Aktivitas bakteri yang tidak normal namun lebih baik dibanding di tambak monosek, kemudian bergeser kearah anaerob sehingga proses perombakan tidak berjalan normal. Hal ini ditunjukkan dengan kandungan bahan organik yang tinggi (9,77 %) ini menandakan aktivitas perombakan oleh bakteri masih terhambat. Sepertihalnya juga jumlah Nitrogen (0,34 mg/L) yang kecil dan Phosfat (0,42 mg/L). Kondisi yang menonjol adalah kandungan besi yang sangat tinggi melebihi nilai optimal (1,24 mg/L), ini sangat riskan karena akan berdampak pada penurunan pH tanah bila besi berasosiasi dengan Sulfida dan bila pH turun maka residu logam berat akan semakin meningkat. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi kehidupan kepiting di tambak. Tereksposnya besi ke udara berdampak pada penurunan pH tanah yang bisa terjadi secara drastis termasuk pH air. Pengolahan tanah yang baik pada saat persiapan membuat kondisi tambak ini tetap mampu mendukung pertumbuhan padi dan kepiting. 18
  • 20. Selain itu penebaran kepiting hanya 500 - 1000 ekor per Ha. Rendahnya penebaran karena kepiting hanya dialokasikan pada caren yang disediakan. A B Gambar 5. Model Tambak mina padi kepiting di Pallime A) Tambak dengan caren untuk kepiting tanpa padi di pinggir pematang, B) Tambak dengan padi dipinggir pematang. 4.4.2. Kualitas air tambak mina padi kepiting Bagi masyarakat desa Pallime kegiatan budidaya kepiting bakau disawah adalah suatu yang tak mungkin, disamping keterbatasan tanah sawah begitu pula padi di tanam ditambak dengan salinitas air yang tinggi juga suatu hal yang sulit dilakukan karena akan menghambat pertumbuhan padi dan akan sia-sia. Inisiatif budidya polikultur kepiting dan padi di tambak adalah suatu kebutuhan atas dua komoditas bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga pemilihan waktu tanam dan jenis kepiting yang dibudidayakan menjadi hal penting untuk mendapat perhatian. Pilihan ini berkaitan dengan kondisi kualitas air yang memungkinkan untuk keduanya bisa tumbuh dan berkembang dengan normal. Oleh karena itu sasarannya adalah dilakukan pada musim hujan dimana sumber air tawar melimpah untuk menurunkan salinitas air hingga mendekati 0 dan jenis kepiting yang digunakan adalah jenis kepiting yang adaptif di kondisi salinitas rendah yakni jenis kepiting Scylla olivacea. Karakteristik kualitas air di tambak mina padi kepiting menunjukkan bahwa salinitas ada pada kisaran 1-2 ppt (rata–rata 1,33 ppt), ini adalah nilai salinitas yang optimal bagi kegiatan budidaya ini dan salinitas adalah parameter pembatas bagi pertumbuhan padi, sedangkan lainnya relatif tidak 19
  • 21. berpengaruh bagi pertumbuhan padi kecuali keberadaan Nitrogen dan Phosfat, karena keduanya akan menjadi sumber nutrisi bagi padi. Dari beberapa karakteristik kualitas air lainnya akan lebih cenderung memberikan pembatasan bagi pertumbuhan kepiting. Tabel. 14. Karakteristik Kualitas Air Kawasan Budidaya Kepiting-Sawah Nilai Hasil Parameter Satuan Nilai optimal Pengukuran Salinitas ppt 1,33 1 –4 pH 7,49 7,0 – 8,0 (Malone & Burden, 1988) DO mg/L 9,33 >5,0 – 9,0 (Malone & Burden, 1988) o Suhu C 28,70 24,0 – 32,0 (Malone & Burden, 1988) Alkalinias mg/L 162,00 >100 (Malone & Burden, 1988) CO2 mg/L 1,04 < 0,20 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Ammonia mg/L 0,05 <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Nitrit mg/L 0,05 <0,5 (Malone & Burden, 1988) Posfat mg/L 0,10 0,10 – 0,25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Klor mg/L 0,00 < 0,01 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Bahan organik mg/L 10,31 < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Turbidity NTU 37,00 30 – 40 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Besi mg/L 0,00 < 1 (Van Wyk & Scarpa, 1999) H2S mg/L 0,00 < 2 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Warna air Coklat tua Coklat tua Dari hasil identifikasi (Tabel 14) dapat dilihat bahawa karakteristik yang menonjol adalah keberadaan CO2 (1,02 mg/L), dan ammonia (0,05 mg/L), sedangkan karakteristik lainnya akan bisa mendukung pertumbuhan kepiting. Tingginya kandungan karbondioksida di dalam kolom air diduga karena hasil dari kegiatan respirasi mikroorganisma di dalam tambak, akan tetapi tidak memberikan dampak yang buruk karena kandungan oksigen sangat tinggi sebagaimana hasil pengukuran DO yang mencapai 9,33 mg/L. Ini adalah keuntungan yang diperoleh dari adanya tumbuhan padi di tambak, karena padi mempunyai rate photositesis yang tinggi sehingga berimbas pada kandungan oksigen tinggi di dalam kolom air tambak. Tentunya akan berdampak pada sistem yang ada di dalam tambak berjalan dengan baik, dan nampak pada karakteristik yang sangat baik bagi kehidupan kepiting di dalam tambak. Sedangkan sedikit lebih tingginya kandungan amonia di dalam tambak diduga karena proses amoifikasi namun proses nitrifikasi yang sedikit 20
  • 22. terhambat. Akan tetapi nilai ammonia pada level 0,05 mg/L belum bersifat toksik karena nilai pH yang agak relatif netral (pH 7,49). 4.5. Kandungan Residu Logam Berat Hingga saat ini produk-produk indonesia yang diekspor keluar terutama ke Eropa masih mendapatkan control yang ketat akibat ditemukannya residu logam berat serta residu obat dan antibiotik. Dalam rangka menindak lanjuti masalah tersebut selain melakukan monotoring HPI dan Lingkungan juga melakukan identifikasi terhadap kandungan residu logam berat di wilayah Kerja BBAP Takalar. Dari hasil pengujian di laboratorium diperoleh kandungan residu seperti yang tercantum pada Tabel 15. Komoditas yang diukur adalah Kepiting, udang dang rumput laut glacilaria serta tanah dan air yang ada di lingkungannya. Tabel 15. Kandungan Logam Berat Air, Tnah dan Beberapa Komoditas Perikanan di Pallime Cenrana-Bone. Lokasi Jenis Sampel Parameter Satuan Optimal Budidaya Air tbk Tanah Kepiting U. Windu Glacilaria Tambak Hg mg/l 0,0046 <0,125 0,0518 Mina padi Kepiting Pb mg/l 0,1504 <0,5 2,6864 Cd mg/l 0,0028 <0,25 0,4854 Tradisi Hg mg/l 0,0014 <0,125 0,0576 0,0504 Udang Pb mg/l 0,3206 <0,5 2,7419 2,1262 Windu Cd mg/l 0,0164 <0,25 0,5976 0,1211 Tambak Hg mg/l 0,0024 <0,125 0,0632 0,0754 Kepiting Monosek Pb mg/l 0,179 <0,5 3,7627 0,9653 Cd mg/l 0,0078 <0,25 0,5832 0,0796 4.5.1. Air Tambak Di seluruh kawasan tambak budiaya (kepiting minapadi, udang windu dan kepiting monosek) yang identifikasi menunjukkan bahwa air tambak secara berturut-turut untuk jenis logam berat Hg, Pb, dan Cd ada pada kisaran 0,0014 – 0,0046 mg/L, 0,1504 – 0,3206 mg/L, dan 0,0024 – 0,0078 mg/L. Bila dibandingkan dengan batas yang diperbolehkan berdasarkan PP 21
  • 23. No. 18 tahun 1999 dimana kandungan logam berat yang diperbolehkan diperairan berturut-turut untuk Hg, Pb, dan Cd adalah 0,01 mg/L, 2,5 mg/L dan 0,05 mg/L, menunjukkan bahwa secara keseluruhan masih aman untuk kegiatan budidaya. 4.5.2. Tanah Tambak Kandungan logam berat jenis Hg, Pb dan Cd berturut-turut adalah <0,1250 mg/L, <0,5000 mg/L dan <0,2500 mg/L. Kandungan logam berat di tanah tidak ada batasan minimum karena bersifat alami, namun tentunya batasan untuk tujuan budidaya ikan yang mengarah ke keamanan pangan menjadi sangat perlu. 4.5.3. Komoditas Perikanan Komoditas perikanan budidaya yang diidentifikasi adalah udang windu, kepiting, dan glasilaria. Kandungan logam berat pada udang windu menunjukkan ada pada kisaran 0,050 untuk Hg, 2,1262 mg/L untuk Pb dan 0,1211 mg/L untuk Cd. Bila dibandingkan dengan batas maksimum yang diperbolehkan dengan merefer ke Unieropa adalah 500 ppb untuk ketiga jenis logamberat (Hg,Pb dan Cd). Dengan deimikian logam yang melebih i batas maksimum adalah jenis Pb (2,1211 mg/L). Pada komoditas jenis kepiting bakau diperoleh bahwa kandungan logam berat untuk Hg, Pb dan Cd adalah berturut-turut ada pada kisaran 0,0518 – 0,0632 mg/L, 2,6864 – 3,7627 mg/L dan 0,4854 – 0,5832 mg/L. Dengan demikian bila membandingkan dengan batas logam berat pada udang maka menunjukkan bahwa kandungan kepiting di tambak minapadi terdekteksi Pb melebihi batas, tambak udang tradisional dan tambak monosek terdeteksi jenis Pb dan Cd telah melebihi batas. Jenis rumput adalah jenis rumput laut Glacilaria yang tumbuh dibudidayakan di tambak. Kisaran kandungan logam berat pada Glacilaria mencapai 0,0754 untuk jenis Hg, 0,9653 mg/L untuk jenis Pb, dan 0,5554 mg/L untuk jenis Cd. Nampak bahwa Begitu pula untuk jenis komoditas Glacilaria di Bone hanya kandungan Pb yang melebihi 0,5 mg/L. 22
  • 24. V. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil identifikasi di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Sungai Cenrana masih layak untuk dijadikan sumber air tawar dalam kegiatan budidaya tambak baik udang maupun kepiting, akan tetapi tetap perlu dibersihkan dari bahan-bahan kontaminan melalui proses pengendapan di tandon, pengapuran, dan sistem filterisasai. 2. Sistem irigasi yang kurang baik membuat sistem pemasukan dan pengeluaran air terhambat. 3. Terlalu besarnya kawasan tambak udang tradisional dalam satu kali tebar menyulitkan proses kontrol. 4. Tanah tambak udang yang berwarna coklat keabu-abuan akibat persiapan tambak yang tidak dilakukan dengan baik. 5. Ditemukannya kasus penyakit WSSV berat pada udang dan carier udang di tambak udang tradisional muara sungai Cenrana 6. Penebaran udang bersamaan dengan kepiting masih dilakukan di Pallime, padahal kepiting adalah pembawa/inang virus WSSV. Seharusnya tidak boleh tebar bersamaan pada kolam yang sama 7. Pada tambak monosek tidak dilakukan persiapan tanah dasar yang optimal akibat air tidak bisa dikeluarkan dari tambak. Kondisi tersebut berdampak pada tingginya pH air di kolom tambak. 8. Tanah di tambak mina padi kepiting menunjukkan tanah yang relatif lebih baik akibat pemberian pupuk yang rutin dilakukan pada setiap tanam tambak 9. Asosiasi atau polikultur padi dan kepiting memberikan keuntungan pada kualitas air yang baik sehingga pertumbuhan kepitingpun berjalan dengan baik. 10. Jenis pakan, udang dan ikan yang ujikan menunjukkan hasil yang negatif untuk antibiotik chloramphenicol. 23
  • 25. PUSTAKA Adhikari, S. 2003. Fertilization, Soil and Water Quality Management in Small- Scale Pond : Fertilization Requiremet and Soil properties. Central Institute of Freshwater Aquaculture, Kauslyagangga, Bulaneswar India. Ariawan, I.K dan Poniran. 2004. Persiapan Media Budidaya Udang Windu: Air. Makalah Pelatihan Petugas Teknis INBUDKAN. 24-30 Mei 2004, Jepara. Balai Besar Pengembangan Air Payau. Jepara. Boyd, C.E. 1995. Bottom Soils, Sediment and Pond Aquaculture. Chapman and Hall, New York, 348p. Boyd, C.E., C.W. Wood and Taworn Thunjai. 2002. Aquaculture Pond Bottom Soil Quality Management. Oregon State University Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bone. 2008. Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan Tahun 2007. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bone Direktorat Pembudidayaan. 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Udang. Program Intensifikasi Pembudidayaan Ikan. Direktorat Pembudidayaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta. 2003. Malone Ronald F dan Daniel G. Burden. 1988. Design of Recirculating Blue Crab shedding System. Louisiana Sea Grand Collage Program. Center for Wetland Recources Louisiana State University. Mintardjo, K, Sunaryanto,A, Utaminingsih, dan Hermiyaningsih. 1984. Persyaratan Tanah dan Air dalam Pedoman Budidaya Tambak. Direktorat Jenderal Perikan Budidaya. Departemen Perikanan. Balai Budidaya Ai Payau Jepara. Odum. 1971. Ekologi Umum. Kementrian Lingkungan hidup. 1999. Peraturan Perundang-undangan : PP No.18 tahun 1999: Pengolahan Limbah bahan berbahaya dan beracun. Jilid I Kementrian Lingkungan hidup. Soetomo M.HA. 2002. Teknik Budidaya Udang Windu. Edisi Cetak III Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung. Van Wyk P. Dan John Scarpa. 1999. Water Quality Requirements and management. Chapter 8 in Veterinary Residues Committee. 2008. Annual Report on Survilence for Verterinary Residues in Food in UK 2007. Veterinary Residues Committee 24