Seminar membahas pengelolaan ruang, lingkungan, dan sumber daya alam di Indonesia pasca disahkannya RUU Cipta Kerja dengan fokus pada penataan ruang, kesesuaian rencana tata ruang dengan kawasan hutan dan hak atas tanah, serta audit spasial untuk mencegah kejahatan peta.
1. UU CIPTA KERJA vs KEJAHATAN PETA
Kejahatan
Peta
Audit
Spasial
Peradilan
Spasial
Semua berhubungan dengan Lokasi yang
digambarkan diatas peta
(Perebutan Ruang)
Oleh : Raflis
diselenggarakan oleh Departemen Geografi Pembangunan, Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada dengan tema :Pengelolaan
Ruang, Lingkungan, dan Sumberdaya Alam di Indonesia Pasca
Disahkannya RUU Cipta Kerja
Waktu & Platform :📆 : Jumat,
30 Oktober 2020🕜 : 13.30-
16.30 WIB📌 : Online via
Webex dan Live Streaming on
YouTube Seminar SDG's
SeriesHost 📢: - Prof. Dr. M.
Baiquni, M.A. (Ketua
Departemen Geografi
Pembangunan, Fakultas
Geografi UGM)
2. Penataan Ruang
Pasal 6 Ayat (8) Dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara pola ruang rencana tata
ruang dan kawasan hutan, izin dan/atau hak atas tanah, penyelesaian
ketidaksesuaian tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
1) Penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan RDTR
terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat.
2) Sebelum diajukan persetujuan substansi kepada Pemerintah Pusat, RDTR
kabupaten/kota yang dituangkan dalam rancangan Peraturan Kepala Daerah
Kabupaten/Kota terlebih dahulu dilakukan konsultasi publik termasuk dengan
DPRD.
3) Bupati/wali kota wajib menetapkan rancangan peraturan kepala daerah
kabupaten/kota tentang RDTR paling lama 1 (satu) bulan setelah mendapat
persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat.
4) Dalam hal bupati/wali kota tidak menetapkan RDTR setelah jangka waktu
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3), RDTR ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
3. Pasal 23
6) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Provinsi.
7) Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib
ditetapkan paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak mendapat
persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat.
8) Dalam hal Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) belum ditetapkan, Gubernur menetapkan Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak mendapat
persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat
9) Dalam hal Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) belum ditetapkan oleh Gubernur, Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi ditetapkan oleh Pemerintah Pusat paling lama 4
(empat) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan substansi dari
Pemerintah Pusat.
4. Pasal 26
7) Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten ditetapkan dengan
Peraturan Daerah Kabupaten.
8) Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
wajib ditetapkan paling lama 2 (dua) bulan setelah mendapat
persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat.
9) Dalam hal Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) belum ditetapkan, Bupati menetapkan Rencana Tata
Ruang Wilayah kabupaten paling lama 3 (tiga) bulan setelah
mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat.
10) Dalam hal Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (9) belum ditetapkan oleh Bupati, Rencana
Tata Ruang Wilayah kabupaten ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
paling lama 4 (empat) bulan setelah mendapat persetujuan
substansi dari Pemerintah Pusat.
5. Pasal 14 A
1) Pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan dengan
memperhatikan:
a. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dan kajian lingkungan hidup strategis; dan
b. kedetailan informasi tata ruang yang akan disajikan serta kesesuaian ketelitian peta rencana tata ruang.
2) Penyusunan kajian lingkungan hidup strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
dalam penyusunan rencana tata ruang.
3) Pemenuhan kesesuaian ketelitian peta rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan melalui penyusunan peta rencana tata ruang di atas Peta Dasar.
4) Dalam hal Peta Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tersedia, penyusunan rencana tata
ruang dilakukan dengan menggunakan Peta Dasar lainnya.
Pasal 34A
1) Dalam hal terdapat perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (5) huruf d, Pasal 23 ayat (5) huruf d, dan Pasal 26 ayat (6) huruf d belum dimuat dalam
rencana tata ruang dan/atau rencana zonasi, pemanfaatan ruang tetap dapat dilaksanakan.
2) Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah
mendapat rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dari Pemerintah Pusat.
6. UU Kehutanan
Pasal 15
(3) Pengukuhan kawasan hutan dilakukan dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan koordinat
geografis atau satelit.
(4) Pemerintah Pusat memprioritaskan percepatan
pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pada daerah yang strategis
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prioritas percepatan
pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
7. Pasal 18
(1) Pemerintah Pusat menetapkan dan mempertahankan
kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan
untuk setiap daerah aliran sungai, dan/atau pulau guna
pengoptimalan manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan
manfaat ekonomi masyarakat setempat.
(2) Pemerintah Pusat mengatur luas kawasan yang harus
dipertahankan sesuai dengan kondisi fisik dan geografis
daerah aliran sungai dan/atau pulau.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai luas kawasan hutan yang
harus dipertahankan ialah termasuk pada wilayah yang
terdapat proyek strategis nasional diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
8. Pasal 29A
1) Pemanfaatan Hutan Lindung dan Hutan Produksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 28 dapat dilakukan kegiatan
Perhutanan sosial.
2) Perhutanan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan kepada:
a. perseorangan;
b. kelompok tani hutan; dan
c. koperasi.
Pasal 29B
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha Pemanfaatan
Hutan dan kegiatan perhutanan sosial diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
9. Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan
Pasal 110A
1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah
terbangun dan memiliki Perizinan Berusaha di dalam kawasan
hutan sebelum berlakunya Undang-Undang ini yang belum
memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan
persyaratan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini
berlaku.
2) Jika setelah lewat 3 (tiga) tahun sejak berlakunya undang-undang
ini tidak menyelesaikan persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pelaku dikenai sanksi administratif, berupa:
a. pembayaran denda administatif; dan/atau
b. pencabutan Perizinan Berusaha.
10. • Pasal 110B
1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf c, dan/atau huruf e, dan/atau Pasal 17
ayat (2) huruf b, huruf c, dan/atau huruf e, atau kegiatan lain di kawasan
hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang dilakukan sebelum
berlakunya Undang-Undang ini dikenai sanksi administratif, berupa:
a. penghentian sementara kegiatan usaha;
b. pembayaran denda administatif; dan/atau
c. paksaan pemerintah.
2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di
sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus
menerus dengan luasan paling banyak 5 (lima) hektar, dikecualikan dari
sanksi administratif dan diselesaikan melalui penataan kawasan hutan.
12. Lokasi dapat ditunjukkan melalui Peta
RUANG Peta
gambaran unsur-unsur permukaan bumi atau
yang ada kaitannya dengan permukaan bumi
maupun benda-benda angkasa, digambarkan
pada bidang datar dan diperkecil (diskalakan).
(International Cartographic Association)
Penguasaan Ruang Peta Hak Atas Tanah
Perorangan
Komunal
Publik
Tutupan Lahan
Peta Rencana Peta Pola Ruang Rencana Kehutanan
Rencana Perkebunan
Rencana Pertambangan
Rencana Pertanian
Lain lain
Kawasan Lindung
Kawasan Budidaya
Peta Fungsi Kawasan Hutan
merupakan Peta Rencana Kehutanan
13. Status Fungsi≠
Hubungan antara UU Agraria, Kehutanan
dan Tata Ruang
Kawasan Hutan
UU Kehutanan
Hak atas tanah Pola Ruang
• Pengaburan aturan Pelaksana
• Ketidak jelasan definisi
UU Agraria UU Tata Ruang
Penguasaan Pemanfaatan
Audit Perizinan
Izin
Pembatasan Penguasaan Pembatasan izin
PP ?
PP ?PP ?
14. Pemetaan Hak
Dicabutnya
Domein Verklaring
Hak Atas Tanah Hak Atas Hutan
Tanah Negara = Tanah Sisa Hutan Negara = Hutan Sisa
Seluruh hak atas tanah yang dikuasai
Warga Negara dipetakan terlebih dahulu
Sisanya kemudian ditetapkan sebagai
Tanah negara (Publik)
Seluruh hak atas hutan yang telah dikuasai
Warga Negara dipetakan terlebih dahulu
(Hutan Hak dan Hutan Adat)
sisanya kemudian ditetapkan sebagai
Hutan Negara (Publik)
Izin
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Land
Grabbing
16. Proses Penyusunan Yang keliru
Pasal 6 ayat(8) Dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara pola ruang rencana tata ruang
dan kawasan hutan, izin dan/atau hak atas tanah, penyelesaian ketidaksesuaian
tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pola Ruang
Kawasan Hutan
Hak Atas Tanah
Konsultasi Publik
Izin
Merampas
Kesesuaian
17. RTRWN Vs RTR Pulau
RTRWN
RTR PULAU SUMATERA
Lindung
Budidaya
19. RTRWN, Fungsi Kawasan Hutan,
Fungsi Ekosistem Gambut
Lindung Sebagian
Lindung
Budidaya
FEG
RTRWN
FKH
20. BAGAIMANA RTRWP DISUSUN
FUNGSI EKOSISTEM GAMBUT
SK 130 2017
FUNGSI KAWASAN HUTAN
SK 878 2014
POLA RUANG RTRWP
PERDA 10 2018
POLA RUANG MENGIKUTI
FUNGSI KAWASAN HUTAN
TETAPI FUNGSI EKOSISTEM
GAMBUT DIABAIKAN
SK 903 2016 ?
21. Pengurusan Hutan (UU 41/1999)
Pemerintah
Menetapkan hubungan hukum
antara orang dengan hutan
mengurus segala sesuatu
yang berkaitan dengan hutan
menetapkan status wilayah tertentu
sebagai kawasan hutan
Rakyat
Pasal 4 ayat 2
Perencanaan
Pengelolaan
Litbang, Diklat, Penyuluhan
Pengawasan
Pasal 10
Hutan NegaraDikuasai Oleh
Status Kawasan Hutan
Hutan Negara
Hutan Adat
Hutan Hak
Fungsi Kawasan Hutan
Hutan Konservasi
Hutan Lindung
Hutan Produksi
Inventarisasi
Penunjukan
Penataan batas
Pemetaan
Penetapan
Penetapan
Fungsi
Perubahan
Fungsi
Memberikan Wewenang Kepada
Status
dan
Fungsi
Perizinan
Hubung
an
Hukum
Tercipta
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 13-19
22. Logika Perencanaan Kehutanan
Inventarisasi
Status
Penunjukan
penataan batas
pemetaan
penetapan
Pengukuhan Penatagunaan
penetapan fungsi
penggunaan
RTRWP
Pembentukan Wilayah
Pengelolaan
Unit Pengelolaan
Penetapan Luas
Minimal Kawasan
Hutan 30%
Perubahan peruntukan
dan fungsi
Output Inventarisasi
(Pasal 13 ayat 2
Penyusunan
Rencana Kehutanan
Pengelolaan
(pasal 14-15)
(pasal 16) (Pasal 17-19)
Pelepasan
Pinjam Pakai
Perubahan Fungsi
faktor-faktor lingkungan
kondisi sosial masyarakat
Jangka waktu perencanaan
Skala geografis
Fungsi pokok kawasan hutan
23. Pembentukan Wilayah
Pengelolaan
Logika Perencanaan Kehutanan
(Lanjutan)
Inventarisasi
Status
Penunjukan
Penetapan
Pengukuhan Penatagunaan
Perubahan peruntukan
dan fungsi
Output Inventarisasi
(Pasal 13 ayat 2
penetapan fungsi
(pasal 14-15)
(pasal 16) (Pasal 17-19)
Survey Lapangan
Scientific Analisis
Scientific Analisis
Kriteria
Berdasarkan Skoring
Faktor
Jenis
Tanah
Faktor
Curah
Hujan
Faktor
Kemirin
gan
Kesepakatan
Status
Diadopsi dalam Kriteria
Pola Ruang pada
Regulasi Penataan Ruang
Menetapkan Status Wilayah
Tertentu Sebagai Hutan
Kawasan Hutan
Negara Memberikan
Wewenang Pada
Pemerintah Untuk:
Pasal 13
Pasal 4 ayat 2
24. Praktek
Perencanaan Kehutanan
Inventarisasi
??? Penunjukan
penataan batas
pemetaan
penetapan
penetapan fungsi
penggunaan
Unit Pengelolaan
Penetapan Luas
Minimal Kawasan
Hutan 30%
Perubahan peruntukan
dan fungsi
Pengukuhan
(pasal 14-15)
Penatagunaan
(pasal 16)
Pembentukan Wilayah
Pengelolaan
(Pasal 17-19)
Proses Pengukuhan Sudah
Mengatur Fungsi
Belum ditemukan
Scientific Analisis
Perubahan Fungsi
Tergantung Permintaan
(Belum ditemukan Scientific
Analisis)
Belum ditemukan
Dokumen
Inventarisasi Sebagai
Dasar dari Penunjukan
Pasal 13
Sudah dilakukan sebelum
Penetapan Fungsi
Dilegalkan Melalui
PP dan Permen
25. Kepastian Hukum
Penetapan Kawasan Hutan
Penetapan Status Kawasan Hutan
Penetapan Fungsi Kawasan Hutan
Penetapan 30% Tutupan Hutan
Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
Belum ditetapkan
Perubahan fungsi dilakukan atas
permintaan penerima izin dan
revisi rencana tata ruang
Belum dilakukan
26. Kawasan Hutan Sebagai Objek Hukum
Penetapan Kawasan Hutan
Penetapan Status Kawasan Hutan
Penetapan Fungsi Kawasan Hutan
Penetapan 30% Tutupan Hutan
Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
Wilayah berlakunya UU Kehutanan
Kewenangan Pengelolaan
Dasar Hukum Pengelolaan
Perlindungan Hidrologi
1
2
3
4
27. Pengukuhan
Kawasan
Hutan
Penunjukan
Bukan Kawasan Hutan
Kawasan
Hutan
Tata Batas
Bukan Kawasan Hutan
Kawasan
Hutan
Pemetaan
Bukan Kawasan Hutan
Penetapan
Bukan Kawasan Hutan
Kawasan
Hutan
Pasal 1 point 3. “Kawasan hutan adalah
wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai
hutan tetap.”
Kepastian
Hukum
28. Kawasan Hutan Sebagai Objek Hukum
dari UU Kehutanan
Penetapan 1
Bukan Kawasan Hutan
Kawasan
Hutan
Diurus Oleh Kementrian
Kehutanan
Diurus Oleh Kementrian
Lainnya
Diatur Oleh UU
Kehutanan
Diatur Oleh UU
Lainnya
Penetapan Kawasan Hutan = Pembagian Wewenang Dalam Mengurus
Penetapan Kawasan Hutan
29. Penetapan 2
Bukan Kawasan Hutan
Hutan Negara
Hutan Hak
Hutan
Hak Hutan
Adat
Masyarakat Adat
Negara (Badan
Hukum Publik)
Perorangan
Hutan Negara = Kawasan Hutan –
(Hutan Adat + Hutan Hak)
Pasal 5 (1) Hutan berdasarkan statusnya terdiri
dari: a. hutan negara, dan b. hutan hak; (2)
Hutan negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, dapat berupa hutan adat.
Penguasaan hutan oleh Negara bukan
merupakan pemilikan, tetapi Negara memberi
wewenang kepada pemerintah untuk mengatur
dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan
dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan;
menetapkan kawasan hutan dan atau
mengubah status kawasan hutan; mengatur dan
menetapkan hubungan hukum antara orang
dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil
hutan, serta mengatur perbuatan hukum
mengenai kehutanan
Pasal 5(3) Pemerintah menetapkan
status hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
Penetapan Status Kawasan Hutan
30. PERHUTANAN SOSIAL
PENETAPAN
HUTAN HAK
PENETAPAN
HUTAN ADAT
PENETAPAN
HUTAN NEGARA
HUTAN HAK HUTAN ADAT
HUTAN HAK
PEMETAAN
AZAS DOMEIN VERKLARING
DICABUT UUPA
SUBJEK HUKUM
NEGARA
SUBJEK HUKUM
PEMEGANG HAK
SUBJEK HUKUM
MASYARAKAT ADAT
MENJELASKAN TENTANG SUBJEK HUKUM DAN OBJEK HUKUM KAWASAN HUTAN
HUTAN NEGARA
Hutan negara adalah hutan yang berada pada
tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
HUTAN SISA = KAWASAN HUTAN – (HUTAN HAK + HUTAN ADAT)
HUTAN NEGARA
=
HUTAN SISA
STATUS
KAWASAN HUTAN
Hutan
Kemasyarakatan
Hutan
Desa
Hutan
Tanaman Rakyat
Hutan
Adat
Kemitraan
Kehutanan
31. Hutan Adat
Dibutuhkan Peraturan Daerah
Daerah Tidak membuat Perda
Hutan Adat Tidak dapat dipetakan
Hutan Negara Belum Ada
Pemerintah Belum Bisa Membuat Hubungan Hukum
Pemberian Izin Menjadi Illegal
Land
Grabbing
32. Status Kawasan Hutan Vs Perhutanan
Sosial
Studi Kasus Nagari Surian
Nagari Surian
Kecamatan Pantai Cermin
Kabupaten Solok
Provinsi Sumatera Barat
33. Penatagunaan
Pasal 6 (1) Hutan mempunyai tiga fungsi,
yaitu: a. fungsi konservasi, b. fungsi lindung,
dan c. fungsi produksi. (2) Pemerintah
menetapkan hutan berdasarkan fungsi
pokok sebagai berikut: a. hutan konservasi,
b. hutan lindung, dan c. hutan produksi.
Penetapan 3
Bukan Kawasan Hutan
Hutan
Konservasi
Hutan
Lindung
Hutan
Produksi
(HPT,HP)
Pasal 16
(1) Berdasarkan hasil pengukuhan kawasan
hutan ......, pemerintah menyelenggarakan
penatagunaan kawasan hutan.
(2) Penatagunaan kawasan hutan meliputi
kegiatan penetapan fungsi dan penggunaan
kawasan hutan.
Perlindungan Flora dan
Fauna
Perlindungan Tata Air
(Hidrologi)
Memproduksi Hasil
Hutan (Kayu/ non Kayu)
Penetapan Fungsi Kawasan Hutan
34. Kriteria Fungsi Kawasan Hutan
• Kawasan Konservasi (Biodiversity)
• Hutan Lindung (Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/11/80)
– Skor >= 175 (Jenis tanah, Kemiringan, Curah Hujan)
– Lereng >= 45% (Lereng >= 40% Kepres 32 1990)
– tanah regosol, litosol, organosol dan renzina dengan lereng
lapangan lebih dari 15%
– Ketinggian >= 2000 dpl
• Hutan Produksi Terbatas (Hutan Produksi dengan
Penebangan Terbatas(Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/11/1980)
– Skor 125-174 (Jenis tanah, Kemiringan, Curah Hujan)
• Hutan Produksi Tetap (Hutan Produksi Bebas)
• Skor 125-174 (Jenis tanah, Kemiringan, Curah Hujan)
36. Praktek Penetapan Fungsi Kawasan
Hutan
Sebelum 1999 Setelah 1999
Tidak ditemukan Konsideran yang berhubungan dengan Kriteria Hutan
Produksi Terbatas bedasarkan Skoring 125-175 dengan menggunakan data
jenis tanah, curah hujan maupun Kemiringan sebagaimana yang diatur dalam
Permentan 1978 jo PP 4 2004 tentang perencanaan kehutanan
37. Perubahan Fungsi dan Peruntukan
Perubahan Fungsi
Perubahan Peruntukan
Penelitian
Tim Terpadu
Ditetapkan Oleh
Pemerintah
Berdampak penting dan
cakupan yang luas serta
bernilai strategis
Persetujuan DPR
Tata Cara diatur
oleh Peraturan
Pemerintah (PP)
UU 41/1999 1999 - 2010 PP 10/2010
Apa yang terjadi
selama 11 tahun?
38. Perubahan Fungsi Atas Permintaan
Koorporasi
http://raflis.files.wordpress.com/2013/07/usulan-perubahan-fungsi-kawasan-hutan.jpg
39. Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
Secara Parsial
Perubahan fungsi
kawasan hutan
secara parsial
antar fungsi pokok
kawasan hutan
dalam fungsi pokok
kawasan hutan
hutan konservasi
hutan lindung
hutan produksi
hutan lindung
hutan konservasi
hutan produksi
suaka margasatwa
taman nasional
taman hutan raya
taman wisata alam
taman buru
cagar alam
suaka margasatwa
taman nasional
taman hutan raya
taman wisata alam
taman buru
cagar alam
Konservasi
Produksi
hutan produksi terbatas
hutan produksi tetap
produksi yang dapat dikonversi
hutan produksi terbatas
hutan produksi tetap
produksi yang dapat dikonversi
40. Perubahan fungsi yang patut
dipertanyakan
hutan lindung
hutan produksi
hutan lindung
hutan produksi
antar fungsi pokok
kawasan hutan
hutan produksi terbatas
hutan produksi tetap
produksi yang dapat dikonversi
hutan produksi terbatas
hutan produksi tetap
produksi yang dapat dikonversi
dalam fungsi pokok
kawasan hutan
Perubahan fungsi
kawasan hutan
Hutan Produksi Tetap
kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan
angka penimbang mempunyai jumlah nilai di bawah 125, di luar kawasan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan
pelestarian alam, dan taman buru.
Hutan Produksi Terbatas
kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan
angka penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125-174, di luar kawasan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan
pelestarian alam, dan taman buru.
Hutan Produksi yang dapat
dikonversi
kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar kegiatan kehutanan.
41. PRAKTEK PERUBAHAN FUNGSI DAN
PERUNTUKAN KAWASAN HUTAN
Versi Kawasan Hutan Keterangan
TGHK 1985 Rencana Pengukuhan dan Penatagunaan
SK 173 1986 Penunjukan Fungsi Kawasan Hutan
TGHK Update 2010 Sumberdata Kajian Timdu
Tghk Update 2011 Sumberdata RTR KSN
SK 7651 2011 Perubahan Fungsi dan Peruntukan
TGHK Update 2012 Sumberdata RTR KSN
Rek Timdu 2012 Hasil kajian Timdu
SK 673 2014 Perubahan Fungsi dan Peruntukan
SK XXX SK Misterius
XXX Ada Kasus Hukum
SK 878 2014 Penunjukan Kawasan Hutan
Rek Ombudsman 2016Terjadi mal administrasi
SK 314 2016 Perubahan fungsi dan peruntukan
SK 393 2016 Revisi 1 Lembar Peta
SK 903 2016 Penunjukan Kawasan Hutan
42. Pelanggaran Perubahan
Kawasan Hutan
SK 173 1986
SK 7651 2011
SK 673 2014
Perubahan Parsial
Revisi RTRWP
1999
2010
Perubahan Illegal Belum ada Atas
Permintaan Rakyat
Atas Permintaan
Koorporasi
Atas Permintaan
Pemprov
Rakyat dituduh menguasai
kawasan hutan secara tidak
syah
43. SK 7651 2011
No Perubahan Luas
1 KSA-HL 31
2 KSA-HPT 19.860
3 KSA-HP 44.112
5 KSA-HPK 26.896
6 HL-KSA 59.868
7 HL-HPT 42.439
8 HL-HP 342
9 HL-HPK 30.043
No Perubahan Luas
10 HPT-KSA 165.629
11 HPT-HL 47.306
12 HPT-HP 299.279
13 HPT-HPK 346.346
14 HP-KSA 34.811
15 HP-HPT 106.160
16 HP-HPK 126.360
No Perubahan Luas
17 HPK-KSA 165.629
18 HPK-HL 47.306
19 HPK-HPT 299.279
20 HPK-HP 346.346
45. Pembentukan Wilayah Pengelolaan
Pasal 18
(1) Pemerintah menetapkan dan mempertahankan
kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan
hutan untuk setiap daerah aliran sungai, dan
atau pulau guna optimalisasi manfaat
lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat
ekonomi masyarakat setempat.
(2) Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal
30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran
sungai dan atau pulau dengan sebaran yang
proporsional.
Penetapan 4
Bukan Kawasan Hutan
Tutupan Hutan
30%
Dibolehkan
land Clearing
Penetapan 30% Tutupan Hutan
46. 30 % Kawasan Hutan
KSA
HL
HPT
HP
HPK
Tujuan:
Indonesia sebagai negara dengan
intensitas hujan yang tinggi,
peka akan gangguan
keseimbangan tata air seperti
banjir, hingga sedimentasi.
Maka, ditetapkanlah luas
kawasan hutan dalam setiap DAS
dan/atau pulau, minimal 30
persen dari luas daratan.
Hidrologi
Hutan
Hidrologi
Non
Hutan
Dalam Prakteknya, bisa dikelola
dengan Sistim Tebang Habis
Contohnya
Hutan Tanaman Industri
47. STUDI KASUS
RTR KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
TN BUKIT TIGAPULUH DAN HL BUKIT BATABUH
Kriteria Pola Ruang
Tidak digunakan
dalam mendelineasi
Pola Ruang RTR KSN
Riau
Sumatera
Barat
Jambi
48. RTR
KSN
Fungsi
Kawasan Hutan
RTRWN = RTR KSN = Fungsi Kawasan Hutan
Fungsi Kawasan Hutan
Hutan Konservasi
Hutan Lindung
Hutan Produksi Terbatas
Hutan Produksi Tetap
Status Kawasan Hutan
Hutan Adat
49. Studi Kasus Fungsi Kawasan Hutan
Curah Hujan Jenis Tanah Kemiringan Skoring
Suaka
Margasatwa
Lindung
Kemiringan
Fungsi (Skoring)
Fungsi
Kawasan Hutan
50. Transparansi
• Data atau Peta Tematik dalam format cetak
dan shp yang digunakan untuk membuat peta
perlu ditetapkan sebagai informasi Publik yang
tersedia setiap saat.
• Setiap Peta Tematik yang dihasilkan harus
disertai metodologi dan sumber peta yang
digunakan perlu ditetapkan sebagai informasi
publik yang tersedia setiap saat.
52. Partisipasi Publik
• Publik menguji akuntabilitas setiap peta
tematik yang dibuat.
• Publik mempublikasikan peta tematik yang
bermasalah serta memberitahukan kepada
lembaga yang berwenang
53. Kejahatan Peta
KENAPA KEJAHATAN PETA?
– Perampokan Sumberdaya Alam didesain dengan pembuatan peraturan perundangan
yang kabur serta peta yang tidak bisa diuji akuntabilitasnya. Ketika sumberdaya alam
tersebut berada pada wilayah yang sudah dikelola oleh masyarakat maka akan muncul
konflik yang terkadang disertai pelanggaran HAM dalam bentuk perampasan Lahan
(Land Grabbing). Rezim yang berkuasa dari tahun 1945-2020 telah banyak mengeluarkan
Peta Tematik yang digunakan sebagai alat untuk merampas kedaulatan rakyat.
– Banyak upaya perbaikan baik oleh pemerintah, perguruan tinggi maupun masyarakat
sipil. tetapi dalam prakteknya koreksi kebijakan yang terlihat justru cenderung
membangun narasi untuk membenarkan kesalahan masa lalu tanpa perbaikan
substansial.
– Sampai saat ini masih ada masyarakat yang dikriminalisasi dalam dalam mengelola
lahan yang telah mereka kuasai secara turun temurun tetapi tidak dapat didaftarkan
kepemilikannya karena secara sepihak pemerintah telah menunjuk wilayah tersebut
sebagai kawasan hutan bahkan telah diberikan izin kepada pihak ketiga.
– Patut diduga bahwa perubahan kebijakan yang terjadi dilakukan untuk mensiasati
peraturan perundangan sehingga kegiatan yang pada awalnya dilarang menjadi legal dan
hal ini merupakan bentuk manipulasi data yang merupakan salah satu bentuk kejahatan.
Oleh karena itu maka “Perubahan peta yang terjadi sebagai dasar munculnya kebijakan
public yang tidak bisa diuji akuntabilitasnya disebut sebagai Kejahatan Peta”.
54. Audit Spasial
Bagaimana Melihat Kejahatan Peta?
• Terhadap peta yang diduga mengandung unsur
kejahatan perlu dilakukan Audit Spasial
• Audit spasial dilakukan dengan menggunakan data dan
metodologi yang sama dengan peta yang dibuat.
• Menguji data dan metodologi dengan kriteria dan
tatacara yang ditentukan oleh peraturan perundangan.
• Jika metodologi yang tersedia dalam peraturan
perundangan merupakan tafsir yang tidak logis dan
diduga dibuat untuk melegalkan kejahatan peta
digunakan metodologi yang menggunakan kerangka
logis yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
55. Peradilan Spasial
Dimana kejahatan peta diuji/dibuktikan:
• Perlu dibentuk sebuah peradilan semu untuk
menilai/ memutuskan terjadinya kejahatan
peta.