Indische Partij didirikan pada 1912 oleh tiga tokoh nasionalis Indonesia yaitu Dr. Ernest Francois Douwes Dekker, Dr. Tjipto Mangoenkoesoomo, dan Raden Mas Soewardi Soerjaningrat dengan tujuan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda. Organisasi ini dibubarkan pada 1913 setelah ketiganya diasingkan ke luar negeri akibat tulisan-tulisan kritis mereka terhadap pemerintah kolonial.
3. Latar Belakang
Keistimewaan Indische Partij adalah usianya yang pendek,
tetapi anggaran dasarnya dijadikan program politik pertama di
Indonesia. Organisasi ini didirikan oleh Dr. Ernest Francois
Douwes Dekker (alias Setyabudi) di Bandung pada tanggal 25
Desember 1912 dan merupakan organisasi campuran Indo
dengan bumi putera. Douwes Dekker ingin melanjutkan
Indische Bond, organisasi campuran Asia dan Eropa yang
berdiri sejak tahun 1898. Indische Partij, sebagai organisasi
politik semakin bertambah kuat setelah bekerjasama dengan
dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Sruyaningrat (Ki
Hajar Dewantara). Ketiga tokoh ini kemudian dikenal dengan
sebutan “Tiga Serangkai”.
6. Umumnya dikenal dengan nama Douwes Dekker atau
Danudirja Setiabudi. Lahir di Pasuruan, Jawa Tengah,
8 Oktober 1879 – meninggal di Bandung, Jawa Barat,
28 Agustus 1950 pada umur 70 tahun. Adalah
seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional
Indonesia. Ia adalah salah seorang peletak dasar
nasionalisme Indonesia di awal abad ke-20, penulis
yang kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan
Hindia-Belanda, wartawan, aktivis politik, serta
penggagas nama "Nusantara" sebagai nama untuk
Hindia-Belanda yang merdeka. Setiabudi adalah salah
satu dari "Tiga Serangkai" pejuang pergerakan
kemerdekaan Indonesia, selain dr. Tjipto
Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat.
8. Pecangakan, Ambarawa, Semarang, 1886 – Jakarta, 8 Maret 1943.
Adalah seorang tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Bersama
dengan Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara ia dikenal
sebagai "Tiga Serangkai" yang banyak menyebarluaskan ide
pemerintahan sendiri dan kritis terhadap pemerintahan penjajahan
Hindia Belanda. Ia adalah tokoh dalam Indische Partij, suatu
organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan
sendiri di tangan penduduk setempat, bukan oleh Belanda. Pada
tahun 1913 ia dan kedua rekannya diasingkan oleh pemerintah
kolonial ke Belanda akibat tulisan dan aktivitas politiknya, dan baru
kembali 1917. Dokter Cipto menikah dengan seorang Indo
pengusaha batik, sesama anggota organisasi Insulinde, bernama
Marie Vogel pada tahun 1920. Berbeda dengan kedua rekannya
dalam "Tiga Serangkai" yang kemudian mengambil jalur
pendidikan, Cipto tetap berjalan di jalur politik dengan menjadi
anggota Volksraad. Karena sikap radikalnya, pada tahun 1927 ia
dibuang oleh pemerintah penjajahan ke Banda. Ia wafat pada tahun
1943 dan dimakamkan di TMP Ambarawa.
10. Sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi
bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro. Lahir di Yogyakarta, 2 Mei
1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun.
Adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan
pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan
Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga
pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk
bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun
orang-orang Belanda. Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di
Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan
ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan
Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal
perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada
uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998. Ia dikukuhkan
sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28
November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305
Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
11. Suwardi Suryaningrat mendirikan Taman Siswa (1922) dan
menentang Undang-Undang Sekolah Liar (1933). Dr. Tjipto
Mangoenkoesoemo meneruskan perjuangannya yang radikal,
walaupun ia dibuang bersama E.F.E. Douwes Dekker ke Belanda
tahun 1913. Pada tahun 1926 ia dibuang lagi ke Banda dan
sebelumnya dipenjarakan dua tahun di Bandung. Sebelum Jepang
masuk ia dibebaskan dari penjara pada tahun 1943. E. F. E.
Douwes Dekker melakukan propaganda ke seluruh Jawa dari
tanggal 15 September sampai dengan 3 Oktober 1912. Perjalanan
itu ia pergunakan untuk melakukan rapat dengan golongan elit
lokal seperti di Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Semarang, Tegal,
Pekalongan, dan Cirebon. E.F.E Douwes Dekker disambut
hangat oleh pengurus Budi Utomo di Yogyakarta.
12. Sifat Perjuangan
E.F.E. Douwes Dekker berpendapat bahwa hanya melalui
kesatuan aksi melawan kolonial, bangsa Indonesia dapat
mengubah sistem yang berlaku, juga keadilan bagi
sesama suku bangsa merupakan keharusan dalam
pemerintahan. E.F.E. Douwes Dekker berpendapat, setiap
gerakan politik haruslah menjadikan kemerdekaan yang
merupakan tujuan akhir. Pendapatnya itu disalurkan
melalui majalah Het Tijdschrift dan surat kabar De
Espres. E.F.E Douwes Dekker banyak berhubungan
dengan para pelajar STOVIA di Jakarta. Menurut
Suwardi Suryaningrat, meskipun pendiri Indische Partij
adalah orang Indo, tetapi tidak mengenal supermasi Indo
atas Bumi Putera, bahkan ia menghendaki hilangnya
golongan Indo dengan meleburkan diri dalam masyarakat
bumi putera.
13. Dari Anggaran Dasar Indische Partij dapat disimpulkan
bahwa tujuannya adalah untuk membangun lapangan hidup
dan menganjurkan kerjasama atas dasar persamaan
ketatanegaraan guna memajukan tanah air Hindia Belanda
dan untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.
Indische Partij berdiri atas dasar nasionalisme yang
menampung semua suku bangsa di Hindia Belanda untuk
mencapai kemerdekaan Indonesia. Paham kebangsaan ini,
setelah mengalami perjalanan panjang, diolah dalam
Perhimpuan Indonesia (1924) dan Partai Nasional
Indonesia. Semangat jiwa dari dr. Tjipto Mangoenkoesoemo
dan Suwardi Suryaningrat sangat besar berpengaruh bagi
pemimpin pergerakan waktu itu, terlebih lagi Indische Partij
menunjukan garis politiknya secara jelas dan tegas serta
menginginkan agar rakyat Indonesia dapat menjadi satu
kesatuan penduduk yang multirasial. Suwardi Suryaningrat,
Tjipto Mangoenkoesoemo, Douwes Dekker ingin
menggagalkan niat Belanda dengan tulisan yang berjudul
Alk ik een Nederlander was yang artinya “Andaikata aku
seorang Belanda”.
14. Pembubaran
R.M. Suwardi Suryaningrat menulis artikel bernada sarkastis
yang berjudul Als ik een Nederlander was (Andaikan aku
seorang Belanda). Akibat dari tulisan itu R.M. Suwardi
Suryaningrat ditangkap. Menyusul sarkasme dari Dr. Cipto
Mangunkusumo yang dimuat dalam De Expres tanggal 26 Juli
1913 yang diberi judul Kracht of Vrees?, berisi tentang
kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap.
Douwes Dekker mengkritik dalam tulisan di De Express tanggal
5 Agustus 1913 yang berjudul Onze Helden: Tjipto
Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat (Pahlawan kita:
Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat).
Kecaman-kecaman yang menentang pemerintah Belanda
menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partij ditangkap. Pada
tahun 1913 mereka diasingkan ke Belanda.
15. Douwes Dekker dibuang ke Kupang, NTT sedangkan Dr.
Cipto Mangunkusumo dibuang ke Pulau Banda. Namun
pada tahun 1914 Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke
Indonesia karena sakit. Sedangkan Suwardi Suryaningrat
dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke Indonesia
pada tahun 1919. Suwardi Suryaningrat terjun dalam
dunia pendidikan, dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara,
mendirikan perguruan Taman Siswa. E.F.E Douwes
Dekker juga mengabdikan diri dalam dunia pendidikan
dan mendirikan yayasan pendidikan Ksatrian Institute di
Sukabumi pada tahun 1940. Dalam perkembangannya,
E.F.E Douwes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke
Suriname, Amerika Selatan. Pada tahun 1913 partai ini
dilarang karena tuntutan kemerdekaan itu, dan sebagian
besar anggotanya berkumpul lagi dalam Serikat Insulinde
dan Comite Boemi Poetera.